• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang telah di lakukan Wayan (2014) di Desa Lambean

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang telah di lakukan Wayan (2014) di Desa Lambean"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang telah di lakukan Wayan (2014) di Desa Lambean Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Tahun 2009-2014. Pada penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas pengelolaan alokasi dana desa, hambatan yang di hadapi dalam pengelolaan alokasi dana desa, serta cara menanggulangi hambatan dalam pengelolaan alokasi dana desa di Desa Lambean Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Tahun 2009-2014. Menggunakan teknik Analisis data dalam penelitian yaitu teknik efektivitas dan rasio kriteria efektivitas. Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pengelolaan alokasi dana desa pada desa Lambean tahun 2009-2014 sudah berada dikategori efektif. Hambatan yang dialami dalam merealisasikan alokasi dana desa pada Desa Lambean yaitu kurangnya pemahaman masyarakat terhadap ADD, miss komusnikasi, dan pencairan alokasi dana desa yang terlambat. Serta cara menanggulangi hambatan dalam merealisasikan alokasi dana desa dapat di lakukan dengan pelatihan, meningkatkan koordinasi unit kerja serta anggaran dana cadangan.

Penelitiannya selanjutnya oleh Sari (2019) Pada Pemerintah Desa Di Kota Batu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas pengelolaan alokasi dana desa, hambatan yang di hadapi dalam pengelolaan alokasi dana desa,

(2)

serta cara menanggulangi hambatan dalam pengelolaan alokasi dana desa pada Pemerintah Desa Di Kota Batu. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik efektivitas dan rasio kriteria efektivitas serta menggunakan analisis SWOT. Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Pada Pemerintah Desa Di Kota Batu pada tahun 2017-2018 sudah berada dalam kategori efektif, meskipun pada tahun 2018 kebanyak melebihi 100% yang di sebabkan karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan realisasi belanja lebih besar daripada anggaran yang diterima.

Peluang dan Hambatan dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) yang dimana dalam penelitian ini menggunakan analisis SWOT dapat diketahui bahwa di 19 desa Kota Batu lebih dominan terhadap kekuatan dan peluang, namun tidak sedikit adanya hambatan dalam pengelolaan alokasi dana desa tersebut.

Penelitian Hilmi & Ramlawati (2019) Di Desa Silondou Kecamatan Basi Dondo Kabupaten Tolitoli Tahun 2014-2019. Mengemukakan hasil penelitian bahwa efektivitas pengelolaan alokasi dana desa dari tahun 2014-2019 sudah berada dalam kategori efektif, hambatan yang di alami dalam merealisasi alokasi dana desa pada Desa Silondou adalah pemahaman masyarakat terhadap ADD, adanya miss komunikasi, dan pencairan alokasi dana desa yang terlambat. Serta cara menanggulangi hambatan dalam merealisasi alokasi dana desa dapat di lakukan dengan pelatihan, meningkatkan koordinasi unit kerja, dan anggaran dana cadangan.

(3)

Riana & Lubis (2019) di Desa Tanjung Morawa, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan menjelaskan mengenai efektivitas pengelolaan alokasi dana desa di Tanjung Morawa dan faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas tersebut. Analisis data yang yang digunakan adalah teknik efektivitas dan rasio efektivitas Kementrian dalam negeri. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas pengelolaan alokasi dana desa di Tanjung Morawa A adalah 2015(63,47%), 2016(75,01%), dan 2017(83,60%). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ditemukan adanya masalah mengenai efektivitas alokasi dana desa di desa Tanjung Morawa, Kecamatan Tanjung Morawa, berdasarkan uraian diatas Alokasi Dana Desa tersebut kurang efektif. Faktor penghambat dalam merealisasikan Alokasi Dana Desa tersebut ialah kurangnya partisipasi dan pemahaman masyarakat mengenai Alokasi Dana Desa (ADD), Adanya kesalahpahaman atau miss komunikasi serta Sumber daya manusia (SDM) yang kurang berkualitas.

Selanjutnya penelitian oleh Yulita (2016) Di Desa Setako Raya Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu. Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui tingkat efektivitas pelaksanaan dan penggunaan Alokasi Dana Desa di Desa Setako Raya Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu. Metode penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, Analisis data yang digunakan yaitu analisis yang bersifat penalaran berdasarkan fenomena-

(4)

fenomena yang akan di teliti, peneliti menganalisis data, informasi yang ada dari berbagai sumber dalam bentuk kata, gambar, dan menghubungkan fenomena- fenomena sosial yang ada. Hasil penelitian yang telah di lakukan yaitu efektivitas pelaksanaan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Setaoko Raya Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu belum efektif dan tidak sesuai dengan peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hulu. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Efektivitas Pelaksanaan Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Setaoko Raya Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu Yaitu Sumber daya manusia yang kurang berkualitas, serta Koordinasi yang kurang baik antar pemerintah Kabupaten Dinas Bapesmas-Pemdes dengan Pemerintah Kecamatan mengenai Laporan surat Pertanggung-jawaban.

Pada penelitian oleh Agustin dkk (2017) Di Desa Sambangan Kabupaten Buleleng. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas alokasi dana desa, hambatan yang di hadapi dalam merealisasikan alokasi dana desa, serta cara menanggulangi hambatan dalam merealisasikan alokasi dana desa pada Desa Sambangan Kabupaten Buleleng. Analisis data yang di gunakan dalam penelitian yaitu menggunakan teknik pengumpulan data, yakni wawancara dan observasi.

Dengan hasil penelitian yaitu tingkat efektivitas alokasi dana desa yakni sudah efektif di karenakan anggaran sudah di kelola oleh desa itu sendiri, sehingga dana desa yang sudah di bawah kendali desa itu sendiri lebih cepat dalam merealisasi kesejahteraan Desa Sambangan karena memiliki ruang yang lebih besar untuk mengakomodir aspirasi masyarakat.

(5)

2.2 Tinjauan Teoritis 2.2.1 Keuangan Daerah

Menurut Peraturan Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 mengenai Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah di jelaskan semua hak serta kewajiban daerah dalam menyelenggarakan pemerintah daerah yang dapat di nilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah.

Keuangan daerah di kelola secara tertib, taat pada peraturan perundang- undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan tetap memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan manfaat untuk masyarakat serta pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah hal ini di jelaskan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (pasal 4).

Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, membawa perubahan mendasar pada sistem dan mekanisme pengelolaan pemerintah daerah. UU ini menegaskan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemda (Pemerintah Daerah), Pempus (Pemerintah Pusat) akan mentrasferkan dana perimbangan kepada pemda. Dana perimbangan tersebut terdiri daari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan bagian daerah dari bagi hasil pajak pusat. Dana Alokasi Umum (DAU)

(6)

pengalokasiannya menekankan aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan (UU No. 32/2004).

Menurut Widjaja (2014) Pengelolaan keuangan daerah di lakukan secara tertib taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangannya kepada perangkat pengelola keuangan daerah. Kewenangan yang didelegasikan minimal adalah kewenangan yang berkaitan dengan tugas sebagai umum daerah. Sekretaris daerah atau pimpinan perangkat pengelola keuangan daerah bertanggung jawab kepada pemegang kekuasaan umum pengelolaan keuangan daerah.

Ada tiga prinsip utama yang mendasari pengelolaan keuangan daerah.

Pertama prinsip transparansi atau keterbukaan yaitu memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhankebutuhan hidup masyarakat banyak. Kedua prinsip akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran

(7)

tersebut. Ketiga, prinsip value for money. Prinsip ini berarti diterapkannya tiga pokok dalam proses penganggaran yaitu ekonomis, efisiensi, dan efektif.

(Kumalasari & Riharjo, 2016)

2.2.2 Desa

Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 pengertian resmi tentang Desa adalah: Desa ialah suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Serta penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dengan dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

Desa menurut Widjaja (2003) dalam bukunya “Otonomi Desa”

menyatakan bahwa “Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

(8)

Sistem Pemerintahan desa menurut Setiawati (2018) konteks sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia yang membagi daerah Indonesia atas daerah-daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan susunan tingkatan pemerintahan terendah adalah desa atau kelurahan. Dalam konteks ini, pemerintahan desa adalah merupakan sub sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional yang langsung berada di bawah pemerintah kabupaten.

Pemerintah desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintahan daerah akan berhubungan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena itu, sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat didukung dan ditentukan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari Pemerintah Daerah. Struktur kelembagaan dan mekanisme kerja di semua tingkatan pemerintah, khususnya pemerintahan desa harus diarahkan untuk dapat menciptakan pemerintahan yang peka terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 200 ayat 1 maka dapat diketahui bahwa dalam penyelenggaraan pemerinthan desa ada dua unsur pemerintahan penting yang berperan di dalamnya, yaitu pemerintahan Desa dan Badan Permusyarawatan Desa.

Pemerintah Desa adalah kegiatan pemerintahan yang di laksanakan oleh pemerintah Desa dan Badan Permusyarawatan Desa.

Pemerintah desa merupakan lembaga eksekutif desa dan BPD sebagai lembaga leglislatif desa. Dalam rangka melaksanakan kewenangan yang di miliki

(9)

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, di bentuklah Badan Permusyarawatan Desa (BPD) sebagai lembaga legislasi dan wadah yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja Pemerintahan Desa yang memiliki kedudukan yang sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2004 tentang desa di sebutkan bahwa: “Badan Permusyarawatan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan di tetapkan secara demokratis”.

Upaya mewujudkan pelaksanaan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa agar mampu menggerakkan masyarakat untuk berpatisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan administrasi Desa, maka setiap keputusan yang di ambil harus berdasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam proses pengambilan keputusan di desa ada dua macam keputusan, Pertama, keputusan yang beraspek sosial, yang mengikat masyarakat secara sukarela, tanpa sanksi yang jelas. Kedua, keputusan yang di buat oleh lembaga- lembaga formal desa yang dibentuk untuk melakukan fungsi pengambilan keputusan.

Keputusan pertama, banyak dijumpai dalam kehidupan sosial masyarakat desa, proses pengambilan keputusan dilakukan melalu proses persetujuan bersama, dimana sebelumnya alasan-alasan keputusan alternatif dijelaskan

(10)

terlebih dahulu oleh para tokoh desa. Adapun bentuk keputusan kedua, keputusan didasarkan pada prosedur yang telah disepakati bersama, seperti proses Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang dilakukan setiap satu tahun sekali. Proses pengambilan keputusan tersebut dilakukan oleh pihak-pihak secara hukum memang diberi fungsi untuk hal itu, yang kemudian disebut dengan Peraturan Desa (Perdes).

Peraturan Desa adalah produk hukum tingkat desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa. Peraturan desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat (Setiawati, 2018).

Sejarah mengenai pengaturan desa telah mengalami beberapa kali perubahan sejak indonesia merdeka sampai dengan saat ini, yaitu pada masa orde lama UU No.22/1948 tentang pokok Pemerintahan daerah, UU No.1/1957 tentang pokok-pokok Pemerintahan daerah, UU No. 18/1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan daerah, dan UU No. 19/1965 tentang Desa Praja sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di seluruh wilayah NKRI. Selanjutnya pada masa Orde Baru di bentuk UU No. 5/1975 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan UU No. 5/1979 tentang Pemerintahann Desa. Pada masa reformasi dibentuklah UU No.22/1999 tentang pemerintahan daerah, dan UU No.32/2004 tentang Pemerintahan daerah, dan UU No.6/2014

(11)

tentang Desa, serta terakhir UU No.32/2014 tentang Pemerintahan daerah.

2.2.3 Alokasi Dana Desa (ADD)

Alokasi dana desa (ADD) diderivasi dari formulasi DAU dengan beberapa proposisi tambahan. Dalam beberapa hal tujuan keadilan dalam transfer dana, mendorong semangat desentralisasi, tidak diskriminatif, transparan, sederhana dan mendorong kemajuan desa penerima menarik untuk diterima sebagai landasan. Maksud Alokasi Dana Desa (ADD) adalah untuk membiayai program Pemerintah Desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintah dan pemberdayaan masyarakat, dengan tujuan:

- Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai kewenangannya

- Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai denganpotensi desa

- Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatanberusaha bagi masyarakat desa

- Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat.

Sumber Pendapatan Desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh Desa tidak dibenarkan diambil alih oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Bagian dari dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Pemerintah

(12)

Kabupaten diterjemahkan sebagai ADD. Tujuan ADD semata-mata bukan hanya pemerataan, tetapi haruslah keadilan (berdasarkan karakter kebutuhan desa).

Sehingga besarnya dana yang diterima setiap desa akan sangat bervariasi sesuai dengan karakter kebutuhan desanya. Terdapat tiga kata kunci yaitu pemerataan, keadilan dan karakter kebutuhan desa yang terdiri dari tujuh faktor yaitu:

1) Kemiskinan (jumlah penduduk miskin), 2) Pendidikan dasar,

3) Kesehatan,

4) Keterjangkauan desa (diproksikan ke jarak desa ke ibukota Kabupaten/Kota dan Kecamatan),

5) Jumlah penduduk, 6) Luas wilayah, dan

7) Potensi desa (diproksikan terhadap target penerimaan PBB Desa per hektar).

Lebih lanjut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 140/640/SJ, tanggal 22 Maret 2005 perihal “Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa” yaitu dengan landasaran pemikiran Sesuai dengan amanat Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan-kebijakan tentang desa, terutama dalam memberi pelayanan, peningkatan prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat desa yang di tujukan bagi kesejahteraan masyarakat. Perolehan bagian keuangan desa dari kabupaten/kota selanjutnya di sebut Alokasi Dana Desa (ADD), yang penyalurannya melalui kas desa.

(13)

Selanjutnya mengenai formulasi sebagai acuan bagi daerah dalam menghitung Alokasi Dana Desa berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 140/640/SJ, tanggal 22 Maret 2005 perihal “Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa” yaitu Rumus yang dipergunakan berdasarkan asas merata dan adil. Asas merata adalah besarnya bagian ADD yang sama untuk setiap desa, atau Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM), sedangkan asas adil untuk setiap desa berdasarkan nilai bobot desa yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu (misalnya Variabel Kemiskinan, Keterjangkauan, Pendidikan, Kesehatan, dan lainlain) atau disebut sebagai Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP)

Penetapan besarnya Alokasi Dana Desa (ADD) dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa didasarkan atas beberapa ketentuan sebagai berikut:

1. Dari bagi hasil pajak daerah kabupaten/Kota paling sedikit 10% untuk desa diwilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan sebagaimana UU No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2. Dari retribusi Kabupaten/Kota yakni hasil penerimaan jenis retribusi tertentu daerah Kabupaten/Kota sebagian diperuntukan bagi desa, sebagaimanadiamanatkan dalam UU No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

3. Bantuan keuangan kepada desa yang merupakan bagian dari Dana Pemerintah

(14)

Keuangan pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten/kota antara 5%

sampai dengan 10%. Persentase yang dimaksud tersebut diatas tidak termasuk Dana Alokasi Khusus (DAK).

4. Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada nomor tiga (3) , dibagikan secara adil dan merata sesuai kebijakan dan kondisi daerah, misalnya sebesar 60% persen sebagai alokasi dana desa minimal (ADDM) dari jumlah ADD dan 40% sebagai alokasi dana desa proporsional (ADDP) dari jumlah ADD.

5. Rumusan besaran Alokasi Dana Desa dan penyalurannya ke kas desa, lebih lanjut diatur dalam peraturan Bupati/walikota atau peraturan daerah.

6. Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, perlu dilaksanakan kegiatan fasilitasi dan pelatihan tentang pengelolaan keuangan desa, penyusunan Anggaran Pendapatn dan Belanja Desa, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan desa, serta pelatihan terkait lainnya dalam rangka meningkatkan kemampuan pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan desa.

Dasar pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) adalah amanat Pasal 212 ayat (3) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa, yang ditindak lanjuti dengan PP No.72 Tahun 2005 tentang Desa, khususnya pasal 68 ayat (1). Sedangkan perhitungan besaran ADD didasarkan pada Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 22 Maret 2003 No. 140/640/SJ perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa.

Mekanisme Penyaluran ADD dalam mekanisme penyalurannya ada beberapa

(15)

hal yang harus di perhatikan yaitu :

1. Penyediaan dana untuk ADD beserta untuk pengelolaannya dianggarkan dalam APBD setiap tahunnya

2. Pengajuan ADD dapat dilakukan oleh pemerintah desa apabila sudah ditampung dalam APBDesa yang ditetapkan dengan pearaturan desa

3. Mekanisme penyaluran secara teknis yang menyangkut penyimpanan, nomor rekening, transfer, surat permintaan pembayaran, mekanisme pengajuan dan lain-lain diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di daerah.

2.2.4 Efektivitas Pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD)

Konsep efektivitas yaitu kemampuan untuk mencapai sasaran secara tepat, efisien untuk mencapai tujuan sama halnya bahwa efektivitas ada indeks untuk mengevaluasi hasil yang ingin dicapai terhadap tujuan (Inayatsyah & Zulham, 2019). Menurut Mahmudi (2005) Efisiensi adalah ukuran berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing unit output, sedangkan efektivitas adalah ukuran kualitas output itu. Ketika mengukur efisiensi, harus diketahui berapa banyak biaya yang harus ditanggung untuk mencapai suatu output tertentu.

Ketika mengukur efektivitas harus diketahui apakah investasi tersebut dapat berguna. Efisiensi dan efektivitas merupakan hal penting, tetapi ketika organisasi publik mulai mengukur kinerja, seringkali hanya mengukur tingkat efisiensi saja.

Dapat disimpulkan bahwa efisiensi adalah hasil terbaik dari perbandingan

(16)

antara hasil yang telah dicapai oleh suatu kerja dengan usaha yang dikeluarkan untuk mencapai hasil tersebut. Pendapatan ini menyatakan bahwa semakin tinggi hasil perbandingan antara output dan input-nya berarti tingkat efisiensi semakin tinggi Atau disebut juga daya guna, yaitu mengukut bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk menutup biaya pemungutan pajak bersangkutan. Selain mencakup biaya langsung, daya guna juga memperhitungkan biaya tidak langsung bagi kantor atau instansi lain dalam pemungutan pajak.

Menurut Mahmudi (2010) prinsip-prinsip dasar pengelolaan keuangan daerah yang mengalami perubahan paradigma seiring dengan pencanangan konsep “goodgovernance” dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah:

1. Transparansi

Adanya keterbukaan pemerintah (birokrasi) di dalam proses pembuatan kebijakan tentang keuangan daerah, sehingga publik dan DPRD dapat mengetahui, mengkaji, dan memberikan masukan serta mengawasi pelaksanaan kebijakan publik yang berkaitan dengan keuangan daerah atau APBD.

2. Efisien

Pengelolaan keuangan daerah harus didasarkan suatu pemikiran bahwa setiap pengeluaran anggaran daerah harus diupayakan seefisien mungkin, guna menghasilkan output yang memadai. Penghematan anggaran sangat diperlukan dalam rangka mencapai efisiensi. Dengan kata lain, standar pelayanan minimal merupakan target yang harus dicapai sesuai proporsi

(17)

biaya yang ditetapkan.

3. Efektif

Dalam proses pelaksanaan kebijakan keuangan daerah (APBD), pengelolaan anggaran haruslah tepat sasaran. Selama ini Pemda sering tidak mempedulikan apakah sasaran yang hendak dicapai dari anggaran belanja tepat atau tidak, yang penting realisasi anggaran sesuai rencana dan habis terpakai. Pemikiran seperti ini bertentangan dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi hasil atau output.

4. Akuntabilitas

Dalam pengelolaan keuangan daerah dituntut adanya pertanggung jawaban kepada public yang dapat dilakukan secara institusional kepada DPRD.

DPRD yang akan menilai apakah kinerja pemda dalam mengelola keuangan daerah atau APBD baik atau buruk dengan menggunakan kriteria atau tolok ukur sesuai apa yang direncanakan semula.

5. Partisipatif

Peran serta publik secara langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan keuangan daerah harus dijamin. Kebijakan pembangunan dalam anggaran daerah (APBD) juga harus mengakomodasikan aspirasi publik dan mengikutsertakan masyarakat secara langsung.

(18)

2.3 Kerangka Pemikiran

Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa Rempek Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara berdasarkan pada Perubahan atas peraturan Bupati No 6.A Tahun 2019 tentang pengelolaan alokasi dana desa. Melalui Alokasi Dana Desa, diharapkan desa hendak sanggup menyelenggarakan otonominya supaya bisa berkembang dan dapat tumbuh berkembang sesuai dengan desa itu sendiri.

Tujuan UU Desa yaitu menghasilkan masyarakat yang mampu secara aktif menjadi elemen utama dalam merancang serta mengawasi tiap kegiatan pembangunan yang berjalan di desa.

Dalam proses pengelolaan alokasi dana desa pemerintah desa tidak hanya fokus pada penyelesaian seluruh tahapan pengelolaan alokasi dana desa dan hasil akhir berupa terciptanya pembangunan di desa, pemerintah desa harusnya berfokus menciptakan sebuah proses pembangunan yang dimana terdapat andil dari masyarakat setempat, sehingga dapat menghasilkan pembangunan yang berkualitas yakni hasil pembangunan yang dapat menggambarkan tujuan, kebutuhan, dan hasil kerja bersama seluruh elemen masyarakat desa tersebut.

Menuju proses pengelolaan Alokasi Dana Desa yang ada di Desa Rempek agar sesuai dengan prinsip pengelolaan Alokasi Dana Desa sehingga tercapainya Efetivitas dan pencapaian tujuan Alokasi Dana Desa itu sendiri. Maka, hal utama pada pada kondisi itulah yang akan di teliti di Desa Rempek Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara. Kemudian hal tersebut terkait dengan bagaimana

(19)

efektivitas pengelolaan Alokasi Dana Desa dan faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pengelolaan Alokasi Dana Desa.

2.1 Gambar Kerangka Penelitian

Pemerintah Desa

Pengelolaan Alokasi DanaDesa

-Realisasi belanja ADD -Target Penerimaan ADD

Faktor Penghambat yang menghambat pengelolaan Alokasi Dana Desa(ADD):

1. Sumber Daya Manusia 2. Fasilitas kurang

memadai

3. Pencairan dana yang terlambat

Efektivitas

Analisis Deskriptif

Kesimpulan dan Saran

Referensi

Dokumen terkait

saya akan mencoba untuk menceritakan apa yang Tuhan sudah lakukan dalam. kehidupanku kepada beberapa

Untuk mengatasi masalah tersebut maka uji statistik yang dianjurkan (uji yang tepat) dalam menganalisis beda lebih dari dua mean adalah uji ANOVA atau Uji F.. Prinsip uji Anova

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Dusun Kavling Bringin Desa Kesambi Kecamatan Porong Sidoarjo pada tanggal 7 Februari 2015 dengan metode wawancara kepada 5 remaja

Parameter yang digunakan yaitu tingkat kelahiran, tingkat kematian alami, tingkat kematian karena penyakit yang disebabkan oleh rokok pada individu perokok

Skripsi adalah studi akhir yang merupakan salah satu tugas akhir yang diwajibkan pada mahasiswa Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri

Penelitian ini menjelaskan tentang kemudahan dalam menerima dan menyebarkan informasi adalah dua hal yang tidak didapat oleh generasi sebelumnya, karena kemajuan

Berdasarkan sampel dari perusahaan manufaktur dengan sub sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013 sampai 2015 maka hasil regresinya menunjukkan bahwa

13 Tahun 2003, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan