• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN PROGRAM KAMPUNG IKLIM (PROKLIM) DI DESA MANGEMPANG, KECAMATAN BUNGAYA, KABUPATEN GOWA PROPINSI SULAWESI SELATAN ALI AKBAR WAHAB P0303213006 PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN PROGRAM KAMPUNG IKLIM (PROKLIM) DI DESA MANGEMPANG, KECAMATAN BUNGAYA, KABUPATEN GOWA PROPINSI SULAWESI SELATAN ALI AKBAR WAHAB P0303213006 PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN PROGRAM KAMPUNG IKLIM (PROKLIM) DI DESA MANGEMPANG, KECAMATAN BUNGAYA,

KABUPATEN GOWA PROPINSI SULAWESI SELATAN

ALI AKBAR WAHAB P0303213006

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2015

(2)

ii

(3)

iii

ABSTRAK

Program kampung iklim (Proklim) merupakan program kementrian lingkungan hidup yang bertujuan untuk mendorong masyarakat dalam melakukan tindakan adaptasi dan mitigasi dalam menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca. Penelitian ini bertujuan mempelajari dan mengembangkan konsep penerapan dan pelaksanaan Proklim di Desa Mangempang, Kecamatan Bungaya, Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan adaptasi dan mitigasi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Mangempang dalam mendukung Proklim yaitu pengendalian kekeringan, banjir, dan longsor, serta peningkatan ketahanan pangan, pengendalian penyakit terkait iklim. Kegiatan lain yang dilakukan masyarakat adalah pengelolaan sampah dan limbah padat, penggunaan energi baru, terbarukan dan konservasi energi, budidaya pertanian, peningkatan tutupan vegetasi, dan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Strategi yang digunakan dalam pengembangan Proklim berdasarkan hasil analisis dibagi empat strategi. Strategi pertama adalah sosialisasi, yakni penyuluhan terkait pengembangan Proklim, sosialisasi Proklim, dan pelatihan pengelolaan agrowisata. Strategi kedua adalah adaptasi, yakni perbaikan jalan tani, pembuatan saluran irigasi, pembuatan pembuatan embung, pemberian bantuan teknologi mesin traktor dan mesin penggiling padi, dan pembuatan kebun percontohan. Strategi ketiga adalah mitigasi, pelatihan pemanfaatan hasil pertanian, penggunaan pupuk organik, pemberian bantuan pupuk, pemberian bantuan bibit pohon, dan penggalakkan penanaman pohon. Strategi keempat adalah partisipasi, yakni pendayagunaan tokoh masyarakat, penggalakkan kegiatan gotong royong, rapat koordinasi, kegiatan appadekko dan accuku, pemberian bantuan guna mendukung kegiatan Proklim, dan pembenahan infrastruktur desa.

Kata kunci: Strategi, Proklim, Desa Mangempang

(4)

iv

ABSTRACT

Climate village Program (Proklim) is an environmental ministry program that aims to encourage people to undertake adaptation and mitigation measures in reducing greenhouse gas emissions. The study aims to investigate and development the implementation of the Proklim concept in Mangempang Village so as to discover the obstacles, challenges, and opportunities in the development of Proklim in the future.

The result of the study is adaptation and mitigation activities performed by the village community in supporting Mangempang Village Proklim which control draught, floods, and landslides, increases food security, controls climated-related diseases, manages garbage and solid waste, uses energy as wellas renewable energy, and conserve the environment, increase the vegetation coverage, prevent and handle forest fire. The strategy used in the development of Proklim to socialize the program to the community is devided into 4; extension concerning the development of Proklim; socialization of the program; agro-tourism training; agricultural infrastructure improvement; technological support, the commentcement of training to utilize agricultural product and to use organic fertilizer; fertilizer and seedling support, promotion of tree planting, public figure involvement;

mutual cooperation; coordination meeting, performing appadekko and accuku; providing support for the implementation of Proklim activities, and village infrastructure improvement.

Keywords: strategy, Proklim, Mangempang village

(5)

v

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitan ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

F. Defenisi Operasional ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hubungan Lingkungan Terhadap Iklim ... 7

B. Perubahan Iklim ... 9

C. Dampak Perubahan Iklim ... 12

D. Adaptasi dan Mitigasi ... 20

E. Program Kampung Iklim (Proklim) ... 28

(6)

vi

F. Kerangka Pikir ... 32

BAB III METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B. Jenis Penelitian ... 33

C. Sumber Data ... 35

D. Metode Analisis Data ... 36

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Aspek Fisik dan Biofisik ... 46

B. Aspek SDM, Sosial, Ekonomi dan Budaya ... 50

C. Kegiatan Adaptasi, Mitigasi dan Kelembagaan ... 54

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Curah Hujan ... 60

B. Analisis SWOT ... 61

C. Focus Group Discussion (FGD) ... 67

D. Analisis Hirarki Proses (AHP) ... 69

E. Arahan Kajian Strategi Pengembangan PROKLIM ... 82

BAB VI PENUTUP A Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

LAMPIRAN

(7)

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Gas Rumah Yang Utama dan Gambaran Umum Perbahan Iklim 11

2. Komponen Kegiatan Adaptasi dalam Proklim ... 21

3. Komponen Kegiatan Mitigasi dalam Proklim ... 26

4. Jenis, Sumber dan Kegunaan Data ... 35

5. Matriks SWOT ... 40

6. Daftar tanaman yang terdapat pada Desa Mangempang ... 49

7. Data penduduk Desa Mangempang ... 50

8. Jumlah penduduk jenjang pendidikan Desa Mangempang I Kecamatan Bungaya ... 51

9. Kegiatan adaptasi yang dilaksanakan pada Desa Mangempang 54

10. Kegiatan mitigasi yang dilaksanakan pada Desa Mangempang 56

11. Kelembagaan dan Dukungan Keberlanjutan ... 58

12. Klasifikasi isu strategis pengembangan Proklim Desa Mangempang ... 65

(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Proses Siklus Hidrologi ... 8

2. Komponen dan Interaksi Sistem Iklim Bumi ... 10

3. Kerangka Pikir ... 32

4. Peta Administrasi Kecamatan Bungaya ... 34

5. Alur kegiatan penelitian ... 38

6. Grafik rata-rata curah hujan tahunan tahun 2004-2013 ... 60

7. Partisipan AHP ... 70

8. Skala prioritas hasil sintesa AHP menurut kelompok tani ... 70

9. Hasil sintesis AHP menurut kelompok tani ... 71

10. Skala prioritas hasil sintesa AHP menurut tokoh agama ... 72

11. Hasil sintesis AHP menurut tokoh agama ... 73

12. Skala prioritas hasil sintesa AHP menurut kepala dusun ... 73

13. Hasil sintesa AHP menurut kepala dusun ... 74

14. Skala prioritas hasil sintesa AHP menurut kepala desa ... 75

15. Hasil sintesa AHP menurut kepala desa ... 76

16. Skala prioritas hasil sintesa AHP menurut Dinas Pertanian ... 76

17. Hasil sintesis AHP menurut Dinas Pertanian ... 77

18. Skala prioritas hasil sintesa AHP menurut BLHD ... 78

19. Hasil sintesis AHP menurut BLHD ... 79

20. Hasil sintesis AHP keseluruhan partisipan ... 81

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdullillahi Rabbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu kewajiban penulis sebagai mahasiswa pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Penyusunan tesis ini dengan judul Analisis Strategi Pelaksanaan Program Kampung Iklim (Proklim) di Desa Mangempang, Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan ini terdorong untuk mengetahui rencana strategis yang diterapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa dalam penerapan program kampung iklim, sehingga dapat diketahui kendala, tantangan dan peluang pengembangan program kampung iklim kedepannya.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis yaitu Ir. Abdul Wahab, M.Si dan Nadira Said Aliah serta kepada saudara-saudara penulis yang menjadi inspirasi dan semangat bagi penulis dalam menjalani kehidupan ini.

Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Kahar Mustari, M.S dan Prof. Dr. Ir. Kaimuddin, M.Si selaku penasehat pembimbing yang dengan tulus memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis penelitian ini. Selain itu juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Asri Abdullah S.Hut, M.Si, Muliana, S,Pd, M.Si, Hamsia ST, M.Si, Samsuri SP, M.Si, Zulfardi Azhar, SP, M.Si, Hildayani, S.Si, M.Si, Dwina

(10)

x

Istiyani ST, M.Si dan seluruh teman-teman PLH 2013 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas dorongan semangat yang diberikan kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan

Disadari bahwa tesis ini membutuhkan masukan dan perbaikan, oleh karenanya saran dan kritik yang konstruktif sangat dibutuhkan.

Harapan kami, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat di masa yang akan datang.

Makassar, September 2015

Penulis

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan iklim (climate changes) merupakan salah satu fenomena alam dimana terjadi secara alamiah maupun yang dipercepat akibat aktifitas manusia. Sejak revolusi industri dimulai hingga sekarang telah menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara global. Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan anomali iklim seperti fenomena El- Nino dan La-Nina, penurunan atau peningkatan suhu udara secara ekstrem, curah hujan dan musim bergeser dari pola biasanya dan tidak menentu serta permukaan air laut meningkat dan terjadinya rob di beberapa wilayah (Nurdin, 2011).

Menurut analisis Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam Numberi (2009) menyatakan bahwa, pengamatan selama 157 tahun terakhir menunjukkan suhu permukaan bumi mengalami peningkatan sebesar 0,05 derajat Celsius (0C) per dekade. Selama 25 tahun terakhir peningkatan suhu terjadi sebesar 0,180 C per dekade.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa perubahan iklim memberikan dampak yang sangat jelas seperti penelitian yang dilakukan oleh Siady (2015) bahwa terjadi perubahan fenologi reproduksi beberapa spesies Mangga (Mangifera spp) di Kota Makasar akibat dari perubahan iklim.

(12)

2

Perubahan iklim yang terjadi saat ini diyakini sebagai akibat adanya efek gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Berbagai kegiatan manusia dalam pembangunan menyebabkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer semakin bertambah, termasuk proses penguraian sampah dan limbah, penggunaan pupuk kimia secara berlebihan serta pembakaran jerami. Keberadaan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer menyebabkan radiasi gelombang panjang sinar matahari terperangkap sehingga suhu bumi menjadi naik dan mengakibatkan perubahan iklim. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup peningkatan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer diperparah oleh berkurangnya luas hutan atau deforestasi yang mempunyai kemampuan untuk menyerap karbon dioksida (CO2).

Jenis gas rumah kaca (GRK) yang terbanyak memberikan sumbangan pada peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) adalah CO2, CH4, dan N2O. Sementara itu HFCs, PFCs, dan SF6 “hanya”

menyumbang kurang dari 1% total emisi gas rumah kaca (GRK). Namun demikian gas-gas tersebut memiliki potensi pemanasan yang jauh lebih tinggi disbanding gas CO2, CH4 dan N2O (SLHI, 2007)

Dalam menghadapi perubahan iklim diperlukan suatu strategi yang dapat meminimalisir dan mencegah dampak yang akan terjadi. Program Kampung Iklim

(

Proklim) merupakan salah satu strategi yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mendorong seluruh pihak dalam melaksanakan aksi nyata menghadapi Perubahan Iklim. Program ini digagas oleh Kementerian Lingkungan Hidup sejak tahun 2010 yang

(13)

3

tercantum dalam Peraturan Menteri No.19 Tahun 2012 tentang “Program Kampung Iklim (Proklim)”. Melalui pelaksanaan Proklim diharapkan pemahaman masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak yang ditimbulkannya meningkat, sehingga terdorong melaksanakan upaya adaptasi yang dapat memperkuat ketahanan masyarakat menghadapi perubahan iklim serta upaya mitigasi yang dapat memberikan kontribusi terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).

Dengan program ini diharapkan target yang telah ditetapkan untuk mengurangi emisi nasional sebesar 26% pada tahun 2020 dapat terwujud.

Selain itu juga untuk memanfaatkan secara optimal sumber daya alam sebagai sumber energi yang terjangkau secara ekonomi dan berkelanjutan, misalnya pemanfaatan limbah yang selama ini dibuang menjadi sumber energi.

Salah satu daerah yang merespon Proklim tersebut adalah Desa Mangempang, Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Daerah ini cukup potensial dalam melaksanakan Proklim dikarenakan tingginya kesadaran masyarakat desa dalam memperhatikan kondisi lingkungan, adanya potensi mata air di daerah tersebut, serta beberapa peternakan yang cukup memberi kontribusi bagi roda perekonomian warga. Desa Mangempang saat ini telah melaksanakan Proklim selama 2 tahun terakhir dan mendapatkan penghargaan dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) karena telah menjalankan program tersebut secara baik dan terarah. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya

(14)

4

1) pemanfaatan limbah hasil ternak dan hasil pertanian yang diolah sebagai pupuk organik (kompos) yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, 2) adanya peraturan desa yang mengatur kegiatan pertanian dan peternakan.

Selain itu masyarakat Desa Mangempang melakukan beberapa kegiatan konservasi yang dimana salah satunya yaitu dengan melakukan penanaman pohon yang bertujuan untuk mengurangi efek rumah kaca.

Diharapkan hal ini dapat dipertahankan oleh Pemerintah Kabupaten, sehingga Proklim dapat menjadi pondasi awal dalam kerangka pembangunan yang mampu menjawab tantangan perubahan iklim. Inilah yang mendasari peneliti untuk mengkaji lebih jauh Proklim tersebut terkait dalam pengembangan Proklim tersebut dimasa mendatang.

B. Rumusan Masalah

Mengacu pada kondisi dan keinginan untuk pengembangan program kampung iklim dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), maka permasalahan yang akan terjawab dari hasil penelitian yaitu;

1. Kegiatan-kegiatan apa saja yang telah dilakukan dalam mendukung Program Kampung Iklim (Proklim)?

2. Bagaimana strategi pengembangan Program Kampung Iklim (Proklim) Desa Mangempang, Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa?

(15)

5

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mempelajari dan mengembangkan konsep penerapan dan pelaksanaan Program kampung iklim (Proklim) di Desa Mangempang, Kecamatan Bungaya, Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga dapat diketahui kendala, tantangan dan peluang pengembangan Program Kampung Iklim (Proklim) pada masa mendatang.

D. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan dapat menjadi dasar acuan kebijakan bagi pemerintah daerah dan pusat dalam pengembangan dan pelaksanaan Program Kampung Iklim (Proklim) dalam mengatasi perubahan iklim yang terjadi pada saat ini dan yang akan datang.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian membahas tentang implementasi penerapan Program Kampung Iklim (Proklim) kemudian akan dicoba untuk dianalisis untuk mengetahui tantangan, kendala dan peluang Program Kampung Iklim (Proklim), sehingga menghasilkan suatu usulan strategi pengembangan Program Kampung Iklim (Proklim) pada masa mendatang.

Adapun ruang lingkup wilayah penelitian yaitu Desa Mangempang, Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan.

(16)

6

F. Defenisi Operasional

Defenisi operasional dalam kegiatan penelitian ini merupakan landasan bagi peneliti dalam menafsirkan bentuk kegiatan yang terdapat di dalam Program Kampung Iklim (Proklim):

1. Program Kampung Iklim adalah program berlingkup nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong masyarakat untuk melakukan peningkatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca serta memberikan penghargaan terhadap upaya- upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah dilaksanakan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah (Rujukan Permen No 19 tahun 2012 tentang Proklim).

2. Adaptasi perubahan iklim adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi (Rujukan Permen No 19 tahun 2012 tentang Proklim).

3. Mitigasi perubahan iklim adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim (Rujukan Permen No 19 tahun 2012 tentang Proklim).

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hubungan Lingkungan Terhadap Iklim

Ekosistem adalah suatu kesatuan faktor biotik dan abiotik yang saling berinteraksi. Sesuai dengan definisi diatas iklim yang merupakan faktor abiotik akan mempengaruhi faktor biotik (mahluk hidup). Menurut Smith (2000) dalam Surakusumah (2008) Iklim hampir mempengaruhi semua aspek ekosistem antara lain respon fisiologi dan perilaku mahluk hidup, kelahiran, kematian dan pertumbuhan populasi, kemampuan kompetisi spesies, struktur komunitas, produktivitas dan siklus nutirisi.

Siklus hidroogi merupakan salah satu gambaran keterkaitan hubungan lingkungan terhadap iklim. Dimana siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Proses berlangsungnya siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti, dimana air tersebut akan tertahan sementara di sungai, danau dan di dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh mahluk hidup (Asdak, 2010). Siklus hidrologi dapat dilihat pada Gambar 1.

(18)

8

Gambar 1. Proses Siklus Hidrologi

Dari gambar diatas menunjukkan beberapa proses yang terjadi dalam siklus hidrologi. Proses evaporasi merupakan proses perubahan molekul air menjadi uap yang terjadi pada badan-badan air, laut dan danau. Proses transpirasi merupakan proses perubahan molekul air menjadi uap yang terjadi pada tanaman atau tumbuhan yang melibatkan stomata. Proses presipitasi adalah proses jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi. Aliran Permukaan (Runoff) merupakan aliran air yang terjadi di atas permukaan tanah seperti sungai dan danau. Proses Perkolasi merupakan proses dimana air meresap ke dalam lapisan tanah.

Dan proses infiltrasi merupakan proses dimana air mengalir di bawah lapisan permukaan tanah (Satterlund, 1972).

(19)

9

B. Perubahan Iklim

Iklim adalah rata-rata kondisi cuaca yang merupakan interaksi yang kompleks antara proses-proses fisik, kimia, biologi yang mencerminkan interaksi antara geosfer, biosfer yang terjadi pada atmosfer bumi. Karena itu iklim suatu tempat atau wilayah merupakan deskripsi statistik tentang kondisi atmosfer dalam jangka waktu yang panjang sehingga menggambarkan rata-rata variabel cuaca (Murdiyarso, 2014).

Menurut laporan IPCC (2001), sistem iklim merupakan sistem yang saling berinteraksi dari kelima komponen sistem yang terdapat di planet bumi. Sistem iklim yang terjadi di planet bumi merupakan sistem yang kompleks yang melibatkan interaksi dari atmosphere dengan berbagai komponen sistem iklim yang lain. Komponen sistem iklim yang lain terdiri dari lima komponen utama yaitu atmosphere, hidrosfer, Kriosfer, permukaan tanah dan biosfer (Gambar 2).

Cuaca berubah sepanjang waktu, iklim biasanya akan sama berabad-abad jika tidak diganggu. Tetapi, bumi tidak dibiarkan sendirian.

Manusia melakukan aktivitas yang signifikan sehingga mengubah bumi dan iklimnya. Perubahan iklim disebabkan oleh efek gas rumah kaca (GRK), yaitu gas-gas hasil emisi yang terakumulasi di stratosfer.

(20)

10

Gambar 2. Komponen dan Interaksi Sistem Iklim Bumi

Konsepsi perubahan iklim yang digunakan oleh IPCC merujuk pada

“setiap perubahan dalam iklim pada suatu selang waktu tertentu, apakah diakibatkan oleh variasi alamiah atau karena aktivitas manusia”

(anthropogenic) (IPCC, 2001). Perubahan iklim global saat ini jelas akibat meningkatnya suhu rata-rata udara dan laut, mencairnya salju dan es, serta meningkatnya permukaan air laut (IPCC, 2007).

Perubahan iklim juga terjadi pada abad ke-20 mengakibatkan terjadi peningkatan curah hujan di wilayah tropis sebesar 0,2-0,3%. Namun sebaliknya, di beberapa wilayah Asia dan Afrika, frekuensi dan intensitas kekeringan terobservasi meningkat pada dekade terakhir. Selanjutnya, kejadian El Nino-Southern Oscillation (ENSO) telah terjadi lebih sering dan lebih intensif sejak pertengahan 1970an.

(21)

11

Tabel 1. Gas Ruma Kaca utama dan gambaran umum perubahan iklim

Perubahan iklim terjadi akibat dari dua hal, yaitu variasi internal dalam sistem iklim dan variasi eksternal. Pengaruh faktor–faktor eksternal pada iklim dapat dibandingkan dengan menggunakan konsep radiative forcing, yang merupakan suatu ukuran dari pengaruh yang dimiliki suatu faktor dalam merubah keseimbangan energi yang masuk dan keluar dalam sistem atmosfir bumi, dan merupakan indeks pentingnya faktor tersebut dalam mekanisme perubahan iklim, yang dinyatakan dalam Watt per meter kuadrat (W m-2). Bila radiative forcing adalah positif maka akan cenderung memanaskan permukaan bumi, sebaliknya bila radiative forcing negatif akan mendinginkan permukaan bumi. Faktor-faktor alamiah

(22)

12

seperti perubahan pada solar output atau aktifitas letusan gunung juga menyebabkan radiative forcing.

Untuk menghindari akibat-akibat yang sangat buruk bagi eksistensi manusia karena pemanasan global maka upaya-upaya penurunan emisi atau pencegahan kenaikannya telah mulai dilakukan. Disadari bahwa upaya-upaya tersebut mahal harganya. Alasan Amerika Serikat untuk menarik diri dari Protokol Kyoto adalah karena alasan ekonomi tersebut.

Lovell, J. (2006) dalam Numberi (2009) menyatakan bahwa upaya menurunkan emisi CO2 saat ini pada tingkat sebelum tahun 1990 akan berbiaya sebesar 1% dari total output ekonomi dunia. Namun, penundaan terhadap tindakan tersebut akan membawa konsekuensi sebesar 20%

dari total output dunia.

C. Dampak Perubahan Iklim

Fenomena perubahan iklim (climate change) sebenarnya sudah terjadi dan sementara tetap berlangsung saat ini sampai waktu-waktu mendatang. Pada prinsipnya perubahan iklim terjadi karena beberapa unsur iklim intensitasnya menyimpang dari kondisi biasanya menuju ke arah tertentu. Berbagai penelitian ilmiah telah melaporkan bahwa karbondioksida (CO2) di lapisan atmosfir yang merupakan konsekuensi hasil sisa pembakaran dari batu bara, kayu hutan, minyak, dan gas, telah meningkat hampir mendekati angka 20% sejak dimulainya revolusi industri. Murdiyarso (2001) menjelaskan bahwa kawasan perindustrian telah menghasilkan limbah GRK, seperti karbondioksida (CO2), metana

(23)

13

(CH4), dan nitrousoksida (N2O) yang dapat menyebabkan terjadinya “efek selimut”. Efek inilah yang kemudian mangakibatkan naiknya suhu di permukaan bumi. Sebagai bahan perbandingan, konsentrasi GRK pada masa pra-industri di abad ke-19 baru sebesar 290 ppmv (CO2), 700 ppbv (CH4), dan 275 ppbv (N2O). Sedangkan pada saat ini, peningkatannya menjadi sebesar 360 ppmv (CO2), 1.745 ppbv (CH4), dan 311 ppbv (N2O).

Dengan demikian, menurut para ahli, GRK untuk CO- pada tahun 2050 diperkirakan akan mencapai kisaran 550 ppm (Nurdin, 2011).

1. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Keanekaragaman Hayati Tingkat perubahan iklim sekarang melebihi semua variasi alami dalam 1000 tahun terakhir. Debat tentang perubahan iklim telah mencapai suatu langkah di mana kebanyakan ilmuwan menerima bahwa, emisi GRK mengakibatkan perubahan iklim yang berdampak terhadap sendi-sendi kehidupan. Salah satu sendi kehidupan yang vital dan terancam oleh adanya perubahan iklim ini adalah keanekaragaman hayati (biodiversitas) dan ekosistem. Biodiversitas sangat berkaitan erat dengan perubahan iklim. Perubahan iklim berpengaruh terhadap perubahan keanekaragaman hayati dan ekosistem baik langsung maupun tidak langsung.

(24)

14

a. Dampak langsung perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati

Dampak langsung perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati:

1) Spesies ranges (cakupan jenis)

Perubahan Iklim berdampak pada pada temperatur dan curah hujan.

Hal ini mengakibatkan beberapa spesies tidak dapat menyesuaikan diri, terutama spesies yang mempunyai kisaran toleransi yang rendah terhadap fluktuasi suhu.

2) Perubahan fenologi

Perubahan iklim akan menyebabkan pergeseran dalam siklus yang reproduksi dan pertumbuhan dari jenis-jenis organisme, sebagai contoh migrasi burung terjadi lebih awal dan menyebabkan proses reproduksi terganggu karena telur tidak dapat dibuahi. Perubahan iklim juga dapat mengubah siklus hidup beberapa hama dan penyakit, sehingga akan terjadi wabah penyakit.

3) Perubahan interaksi antar spesies

Dampak perubahan iklim akan berakibat pada interaksi antar spesies semakin kompleks (predation, kompetisi, penyerbukan dan penyakit). Hal itu membuat ekosistem tidak berfungsi secara ideal.

4) Laju Kepunahan

Kepunahan telah menjadi kenyataan sejak hidup itu sendiri muncul.

Beberapa juta spesies yang ada sekarang ini merupakan spesies yang berhasil bertahan dari kurang lebih setengah milyar spesies yang diduga

(25)

15

pernah ada. Kepunahan merupakan proses alami yang terjadi secara alami. Spesies telah berkembang dan punah sejak kehidupan bermula.

Kita dapat memahami ini melalui catatan fosil. Tetapi, sekarang spesies menjadi punah dengan laju yang lebih tinggi daripada waktu sebelumnya dalam sejarah geologi, hampir keseluruhannya disebabkan oleh kegiatan manusia. Di masa yang lalu spesies yang punah akan digantikan oleh spesies yang baru yang berkembang dan mengisi celah atau ruang yang ditinggalkan. Pada saat sekarang, hal ini tidak akan mungkin terjadi karena banyak habitat telah rusak dan hilang. Beberapa kelompok spesies yang lebih rentan terhadap kepunahan daripada yang lain.

b. Dampak tidak langsung perubahan iklim terhadap biodiversitas Berbagai penyebab penurunan keanekaragaman hayati di berbagai ekosistem antara lain konversi lahan, pencemaran, eksploitasi yang berlebihan, praktik teknologi yang merusak, masuknya spesies asing dan perubahan iklim.

1) Dampak terhadap Ekosistem Hutan

Ekosistem hutan mengalami ancaman kebakaran hutan yang terjadi akibat panjangnya kemarau. Jika kebakaran terjadi secara terus menerus, spesies flora dan fauna terancam dan merusak sumber penghidupan masyarakat. Indonesia mempunyai lahan basah (termasuk hutan rawa gambut) terluas di Asia, yaitu 38 juta ha yang tersebar mulai dari bagian timur Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, sampai Papua. Tetapi luas lahan basah telah menyusut menjadi kurang lebih 25,8 juta ha.

(26)

16

Penyusutan lahan basah dikarenakan berubahnya fungsi rawa sebesar 37,2 persen dan mangrove 32,4 persen. Luas hutan mangrove berkurang dari 5,2 juta ha tahun 1982 menjadi 3,2 juta ha tahun 1987 dan menciut lagi menjadi 2,4 juta ha tahun 1993 akibat maraknya konversi mangrove menjadi kawasan budidaya (Suryadiputra, 1994 dalam Dahuri et al, 2001).

2) Dampak pada daerah kutub

Sejumlah keanekaragaman hayati terancam punah akibat peningkatan suhu bumi rata-rata sebesar 10C. Setiap individu harus beradaptasi pada perubahan yang terjadi, sementara habitatnya akan terdegradasi. Spesies yang tidak dapat beradaptasi akan punah. Spesies- spesies yang tinggal di kutub, seperti penguin, anjing laut, dan beruang, juga akan mengalami kepunahan, akibat mencairnya sejumlah es di kutub.

3) Dampak pada daerah arid dan gurun

Dengan adanya pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim mengakibatkan luas gurun menjadi semakin bertambah (desertifikasi).

4) Dampak pada ekosistem pertanian

Perubahan iklim akan menyebabkan terjadinya perubahan cuaca, sehingga periode musim tanam menjadi berubah. Hal ini akan mengakibatkan beberapa spesies harus beradaptasi dengan perubahan pola tanam tersebut.

(27)

17

2. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sumber Daya Air

Perubahan iklim global yang dicirikan oleh perubahan unsur-unsur iklim seperti perubahan suhu udara permukaan bumi, curah hujan, kelembaban, kecepatan angin, evaporasi dan transpirasi akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap respon hidrologi wilayah yang selanjutnya menentukan ketersediaan air untuk berbagai kebutuhan. Dengan demikian besaran dan distribusi air juga akan mengalami perubahan dan dalam jangka panjang kelestarian sumber daya air memerlukan perhatian yang serius.

Kenaikan suhu akibat perubahan iklim akan menaikkan laju penguapan tanaman, tanah, danau, sungai dan laut yang menyebabkan menipisnya ketersediaan air dan berakibat kekeringan. Kenaikan suhu yang tidak merata di seluruh bumi menimbulkan adanya tekanan rendah dan tekanan tinggi baru. Pola angin bergeser dan pola hujan berubah.

Tinggi muka air laut meningkat akibat volume air laut mengembang karena temperatur naik, selain adanya pasokan baru dari gunung-gunung es di kutub yang mencair. Daerah yang berada di garis lintang tinggi dan sebagian lintang rendah dapat mengalami peningkatan presipitasi sedangkan pada daerah lintang tengah dan garis lintang rendah mengalami kurangnya curah hujan.

Hal ini berarti perubahan iklim dapat menyebabkan terjadinya pergeseran musim di berbagai daerah, dimana musim kemarau akan berlangsung lama sehingga menimbulkan bencana kekeringan dan

(28)

18

penggurunan. Musim hujan akan berlangsung dalam waktu singkat dengan kecenderungan intensitas curah hujan lebih tinggi dari curah hujan normal, yang berdampak bencana banjir dan tanah longsor. Terbukti bahwa di wilayah Asia Tenggara serta beberapa wilayah lainnya yang rentan badai dan angin puting beliung telah mengalami badai dahsyat, hujan lebih deras serta banyak bencana banjir. Di beberapa wilayah Indonesia juga terbukti mengalami banjir dan tanah longsor (Meiviana dkk., 2004).

Perubahan Iklim juga diprediksi dapat mengakibatkan kenaikan 2%

hingga 3% rata-rata curah hujan tahunan Indonesia (Ratag 2001 dalam Susandi 2007). Mencairnya es dan gletser di seluruh dunia, terutama di kutub utara dan kutub selatan menyebabkan es yang menyelimuti permukaan bumi berkurang 10% sejak tahun 1960. Ketebalan es di kutub utara telah berkurang 42% dalam 40 tahun terakhir (Fred Pearce, 2001;

dalam Meiviana dkk., 2004). Kejadian ini mengakibatkan meningkatnya permukaan air laut. Menurut IPCC, panel ahli untuk isu perubahan iklim, dalam 100 tahun terakhir telah terjadi peningkatan permukaan air laut setinggi 10-25 cm, sementara diperkirakan pada tahun 2100 mendatang akan terjadi peningkatan air laut 15-95 cm (Green Peace, 1998; dalam Meiviana dkk., 2004). Sebagai ilustrasi peningkatan permukaan air laut setinggi 1 meter akan menyebabkan hilangnya 1% daratan Mesir, 6%

daratan Belanda, 17,5% daratan Bangladesh dan 80% atol kepulauan Marshall menghilang (Fred Pearce, 2001; dalam Meiviana dkk., 2004).

(29)

19

Perubahan yang demikian juga menyebabkan negara-negara seperti Karibia, Fiji, Samoa, Jepang, Filipina dan Indonesia terancam tenggelam akibat naiknya air laut (Meiviana dkk., 2004). Akibat tidak langsung adalah intrusi air laut yang kemudian dapat menyebabkan penurunan kualitas air tanah.

Peningkatan temperatur air akibat perubahan iklim juga dapat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air pendingin karena polusi termal pada air. Hal ini juga mempengaruhi pola oksigen, potensial redoks, stratifikasi danau, laju pencampuran dan pertumbuhan biota air.

Peningkatan temperatur air akan menurunkan kemampuan pemurnian sendiri dari sungai. Lebih jauh lagi, intensitas hujan yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan nutrien, pathogen dan racun ke dalam badan air. Berbagai penyakit juga dapat ditularkan melalui air, baik melalui air minum atau dengan mengkonsumsi tanaman yang diirigasi dengan air tercemar.

Berdasarkan penjelasan di atas, IPCC (2007), menyatakan bahwa akan terjadi fenomena dan dampak akibat perubahan iklim dalam jangka panjang, sebagai berikut:

a. Kenaikan kelembaban permukaan tanah, fluktuasi suhu siang dan malam yang tinggi berpengaruh terhadap kenaikan massa air (volume) dan beberapa sumber air.

(30)

20

b. Peningkatan frekuensi gelombang panas berakibat meningkatnya kebutuhan air dan menurunnya kualitas air, sebagai contoh ledakan ganggang.

c. Tingginya intensitas curah hujan di daerah berkelembaban tinggi berdampak pada menurunnya kualitas air permukaan dan air tanah sebagai contoh terjadinya kontaminasi sumber air.

d. Semakin luasnya daerah yang mengalami kekeringan sehingga semakin banyak daerah yang kekurangan air.

e. Peningkatan intensitas badai tropis yang kekuatannya dapat mengganggu penyediaan air bagi kepentingan masyarakat.

f. Peningkatan kejadian gelombang pasang yang berakibat pada menurunnya ketersediaan air bersih karena intrusi air laut.

C. Adaptasi dan Mitigasi 1. Adaptasi

Daya adaptasi terhadap perubahan iklim adalah kemampuan suatu sistem untuk menyesuaikan diri dari perubahan iklim (termasuk di dalamnya variabilitas iklim dan variabilitas ekstrem) dengan cara mengurangi kerusakan yang ditimbulkan, mengambil manfaat atau mengatasi perubahan dengan segala akibatnya. Menurut Murdiyarso (2001), adaptasi terhadap perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian yang dilakukan secara spontan maupun terencana untuk memberikan reaksi terhadap perubahan iklim. Dengan demikian adaptasi

(31)

21

terhadap perubahan iklim merupakan strategi yang diperlukan pada semua skala untuk meringankan usaha mitigasi dampak.

Adaptasi terhadap perubahan iklim sangat potensial untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan meningkatkan dampak manfaat, sehingga tidak ada korban. Pengalaman menunjukan bahwa banyak strategi adaptasi dapat memberikan manfaat baik dalam penyelesaian jangka pendek dan maupun jangka panjang, namun masih ada keterbatasan dalam implementasi dan keefektifannya. Hal ini disebabkan daya adaptasi yang berbeda-beda berdasarkan daerah, negara, maupun kelompok sosial-ekonomi.

Negara dengan sumberdaya ekonomi terbatas, tingkat teknologi rendah, informasi dan keahlian rendah, infrastruktur buruk, institusi lemah, ketidakadilan kekuasaan, kapasitas sumber daya terbatas; adalah memiliki kemampuan adaptasi yang lemah dan rentan terhadap perubahan iklim. Berlaku hal yang sebaliknya bagi Negara dengan sumberdaya ekonomi tinggi, tingkat teknologi tinggi, informasi dan keahlian tinggi, infrastruktur baik, institusi kuat, berkeadilan dalam kekuasaan, kapasitas sumber daya melimpah.

Tabel 2. Komponen Kegiatan Adaptasi dalam ProKlim

KOMPONEN PENJELASAN DAN CONTOH KEGIATAN 1.1. Pengendalian kekeringan, banjir dan longsor

a. Pemanenan air hujan Pemanenan Air Hujan adalah upaya

penanganan/ antisipasi kekeringan antara lain dengan membangun cek dam, bendungan, embung, sumur renteng di daerah rentan kekeringan dan penampungan air hujan (PAH).

Bentuk dan ukuran bangunan menyesuaikan kondisi dan kemampuan masyarakat

(32)

22

setempat, dalam skala individu maupun komunal.

b. Peresapan air Peresapan air adalah upaya

penanganan/antisipasi kekeringan dengan meningkatkan resapan air misalnya melalui pembuatan biopori, sumur resapan, Bangunan Terjunan Air (BTA) atau rorak, dan Saluran Pengelolaan Air (SPA).

c. Perlindungan dan pengelolaan mata air

Perlindungan Mata Air adalah upaya penanganan/antisipasi kekeringan dengan melaksanakan perlindungan mata air, yang dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembuatan aturan, penjagaan, dan upacara adat.

d. Penghematan penggunaan air

Penghematan penggunaan air adalah upaya untuk menggunakan air secara efektif dan efisien sehingga tidak mengalami pemborosan, termasuk upaya penggunaan kembali air yang sudah dipakai untuk keperluan tertentu.

e. Sarana dan prasarana

pengendali banjir

Pembuatan instalasi yang dimaksud bertujuan untuk penanggulangan banjir, yaitu dengan upaya penanganan/ antisipasi bencana banjir dengan membangun instalasi penanggulangan banjir, seperti saluran drainase, kanal, kolam retensi, rumah pompa, dan pengerukan dan penyodetan.

f. Sistem peringatan dini (early warning system)

Sistem peringatan dini bertujuan untuk

penanganan/ antisipasi bencana banjir dengan mengembangkan Sistem Peringatan Dini seperti informasi ketinggian muka air sungai, pemasangan alat tradisional, pemakaian alat komunikasi jarak jauh, rute evakuasi.

g. Rancang bangun yang adaptif

Kontruksi bangunan adalah bentuk kegiatan dalam penanganan/antisipasi bencana banjir, misalnya dengan meninggikan struktur

bangunan, desain rumah panggung, atau rumah apung.

h. Terasering Penanganan/antisipasi bencana longsor dan erosi dapat dilakukan dengan membuat terasering, yaitu bangunan berundak-undak yang tegak lurus arah lereng dan mengikuti garis horizontal. Penerapan terasering perlu mempertimbangkan karakteristik lahan, misalnya luas lahan, ketebalan tanah, dan kemiringan lereng.

i. Penanaman vegetasi Penanaman vegetasi adalah upaya

(33)

23

penanganan/ antisipasi bencana longsor, erosi, dan penanganan lahan kritis, seperti dengan penanaman vegetasi jenis tertentu.

1.2. Peningkatan ketahanan pangan

a. Sistem pola tanam Sistem pola tanam adalah sebagai upaya penanganan/ antisipasi gagal tanam dan gagal panen, misalnya sistem tumpangsari, dll.

b. Sistem

irigasi/drainase

Sistem irigasi/drainase ini adalah sebagai upaya penanganan/antisipasi gagal tanam dan gagal panen, misalnya sistem irigasi hemat air (kondisi air macak macak, tidak tergenang), dll.

c. Praktik pertanian terpadu (integrated farming/mix farming)

Penanganan/antisipasi gagal tanam dan gagal panen dengan melakukan praktik pertanian terpadu (integrated farming/ mixfarming), yaitu kombinasi budidaya tanaman semusim,

peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan; yang berada dalam satu lokasi dan terjadi interaksi antar komponen tersebut.

Misalnya kotoran ternak digunakan untuk pupuk kandang, sisa seresah tanaman dijadikan kompos, dll.

d. Pengelolaan potensi lokal

Upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan tanaman dan hewan lokal untuk peningkatan ketahanan pangan, terutama tanaman dan hewan lokal yang memiliki potensi untuk beradaptasi terhadap kondisi iklim ekstrim.

e. Penganekaragaman tanaman pangan

Penanganan/antisipasi gagal tanam dan gagal panen dengan melakukan penganekaragaman tanaman pangan. Apabila jenis tanaman yang ditanam makin banyak, maka jenis panenan yang didapatkan makin bervariasi dan apabila ada salah satu atau dua jenis yang gagal panen, masih ada jenis tanaman lain yang dapat dipanen.

f. Sistem dan teknologi pengelolaan lahan dan pemupukan

Penanganan/antisipasi gagal tanam dan gagal panen dengan menerapkan teknologi

pengelolaan lahan, seperti:

i. Tanam padi hemat air, misalnya dengan model irigasi berselang/bertahap

(intermittent irigation), dan tabela (seeded rice) di lahan irigasi.

ii. Penggunaan pupuk unsur hara mikro, misalnya unsur Si yang bermanfaat dalam meningkatkan daya tanah tanaman padi terhadap serangan hama penyakit dan tahan

(34)

24

rebah akibat curah hujan ekstrim (sangat deras).

iii. Pengelolaan lahan tanpa bakar, yaitu upaya maksimal terhadap sisa panen berupa

seresah yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik dan mulsa (penutup permukaan tanah).

iv. Teknologi minapadi, yaitu penggabungan antara budidaya tanaman padi dengan pemeliharaan ikan air tawar dalam satu lokasi. Teknologi ini membutuhkan ketepatan dalam pengelolaan air agar sesuai untuk kehidupan ikan dan aktifitas budidaya tanaman lainnya (seperti pemberantasan hama penyakit) tidak mengganggu

kehidupan ikan.

v. Precision farming, yaitu model pertanian yang mengutamakan presisi (ketepatan), seperti tepat waktu, tepat dosis pupuk, dan tepat komoditas.

vi. Padi apung, yaitu tanaman padi yang ditanam pada media yang dapat mengapung di atas permukaan air untuk mengantisipasi bahaya banjir.

g. Teknologi pemuliaan tanaman dan hewan ternak

Mengaplikasikan teknologi pemuliaan tanaman seperti penyilangan spesies tanaman untuk menghasilkan varietas yang tahan perubahan iklim, seperti cuaca ekstrim (panas terik, kekeringan, dan hujan angin).

h. Pemanfaatan lahan Pekarangan

Pemanfaatan lahan pekarangan dengan

tanaman bermanfaat, seperti mengembangkan apotek hidup dan lumbung hidup.

1.3. Penanganan atau antisipasi kenaikan muka laut, rob, intrusi air laut, abrasi, gelombang tinggi

a. Struktur pelindung alamiah

Pemeliharaan dan rehabilitasi daerah pantai dengan melakukan penanaman vegetasi pantai (misal: ketapang, cemara laut,

mangrove, kelapa) dan perlindungan pesisir (misal: melindungi gumuk pasir, pengelolaan terumbu karang).

b. Struktur perlindungan buatan

Membuat konstruksi perlindungan pantai dan pesisir, misalnya membangun struktur

pemecah ombak, tembok laut (sea wall), sabuk hijau (green belt), terumbu buatan dan pintu air pasang surut.

c. Struktur konstruksi Modifikasi struktur bangunan dengan

(35)

25

bangunan melakukan misalnya peninggian ketinggian bangunan, rumah panggung, dan struktur terapung.

d. Relokasi permukiman

Melakukan relokasi pemukiman/bangunan dan aset penting lainnya menjauhi pantai sehingga dampak kenaikan muka air laut dapat

dikurangi dan penaatan aturan batas sempadan pantai.

e. Penyediaan air bersih

Upaya penyediaan air bersih di daerah pesisir, seperti pengendalian pengambilan air tanah dan penampungan air hujan.

f. Sistem pengelolaan pesisir terpadu

Penerapan konsep pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu, contoh-nya

pengintegrasian kegiatan wisata dengan budidaya pesisir (mina wisata).

g. Mata pencaharian alternatif

Upaya masyarakat untuk memperoleh mata pencaharian baru menyesuaikan dengan perubahan kondisi lingkungan, antara lain budidaya kepiting dan penggantian spesies ikan yang adaptif terhadap perubahan iklim.

1.4. Pengendalian penyakit terkait iklim a. Pengendalian vector

penyakit

Upaya surveilans (pemantauan terus menerus) dan pengendalian vektor, misalnya dengan melaksanakan 3M (Menguras, Menimbun, Menutup) sarang nyamuk, pengendalian perindukan nyamuk dan tikus, modifikasi dan memperbaiki lingkungan (misalnya untuk mencegah adanya genangan air),

memasukkan ikan dalam kolam atau pot tanaman, dan keberadaan tim Jumantik (Juru Pemantau Jentik) di daerah setempat

b. Sistem kewaspadaan dini terkait penyakit yang dipengaruhi perubahan iklim

Upaya masyarakat untuk mengetahui lebih dini mengenai kondisi penyakit terkait perubahan iklim, contohnya adalah penerapan sistem kewaspadaan dini untuk mengantisipasi terjadinya penyakit akibat perubahan iklim seperti diare, malaria, DBD.

c. Sanitasi dan air bersih

Upaya peningkatan fasilitas sanitasi/air bersih, misalnya dengan memiliki rumah yang sehat, tersedia akses air bersih dan jamban.

d. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

Upaya sosialisasi dan pelembagaan PHBS, contohnya mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat dan

menggunakan air bersih.

(36)

26

2. Mitigasi

Mitigasi adalah usaha menekan penyebab perubahan iklim, seperti gas rumah kaca dan lainnya agar resiko terjadinya perubahan iklim dapat diminimalisir atau dicegah. Upaya mitigasi dalam bidang energi di Indonesia, misalnya dapat dilakukan dengan cara melakukan efisiensi dan konservasi energi, mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan, seperti biofuels, energi matahari, energi angin dan energi panas bumi, efisiensi penggunaan energi minyak bumi melalui pengurangan subsidi dan mengoptimalkan energi pengganti minyak bumi, dan penggunaan energi Nuklir.

Contoh upaya mitigasi yang lain dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air antara lain; Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan penaburan material semai (seeding agent) berupa powder atau flare, usaha rehabilitasi waduk dan embung, alokasi air melalui operasi waduk pola kering, pembangunan jaringan irigasi, penghijauan lahan kritis dan sosialisasi gerakan hemat air, peningkatan kehandalan sumber air baku, peningkatan pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA), pengembangan teknologi pengolahan air tepat guna, pembangunan dan rehabilitasi waduk dan embung serta pembangunan jaringan irigasi.

Tabel 3. Komponen Kegiatan Mitigasi dalam ProKlim

KOMPONEN PENJELASAN DAN CONTOH KEGIATAN 1.1. Pengelolaan sampah dan limbah padat

a. Pewadahan dan pengumpulan

Upaya pencegahan dekomposisi (pembusukan) sampah yang tidak pada tempatnya baik di tingkat rumah tangga dan komunal, seperti dengan

(37)

27

menyediakan tempat sampah yang layak, tidak membuang sampah ke sungai atau media lingkungan lain, melakukan kegiatan pemilahan, dan memiliki TPS.

b. Instalasi pengolahan

Upaya masyarakat untuk mengolah sampah di tingkat komunal, misalnya dengan melakukan pengomposan, tidak melakukan pembakaran

sampah, dan memiliki fasilitas pengolahan sampah.

c. Pemanfaatan Upaya masyarakat untuk memanfaatkan limbah padat dan gas methane yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah, misalnya dengan melakukan 3R (Reduce, Reuse, and Recycle), pemanfatan gas metan dari limbah organik sebagai sumber energi, dan pemanfaatan pupuk organik dari proses pengomposan.

d. Penerapan konsep zero- waste

Upaya masyarakat untuk mengolah limbah padat dari kegiatan rumah tangga sehingga tidak ada sampah yang dibuang ke lingkungan, misalnya melalui pengurangan jumlah sampah,

pengomposan tingkat rumah tangga, pembuatan biopori dan bank sampah.

1.2. Pengolahan dan pemanfaatan limbah cair

a. Domestik Masyarakat telah memiliki sistem pengolahan limbah cair domestik di tingkat komunal yang dilengkapi dengan instalasi penangkap methane, contohnya tanki septik dilengkapi dengan instalasi penangkap methane, dan memanfaatkan gas methane sebagai sumber energi baru.

b. Industri rumah tangga

Telah memiliki sistem pengolahan limbah cair yang dilengkapi dengan instalasi penangkap methane dan industri rumah tangga telah memanfaatkan gas methane sebagai sumber energi baru, misalnya IPAL anaerob yang dilengkapi

penangkap methane.

1.3. Penggunaan energi baru, terbarukan dan konservasi energi a. Teknologi rendah

emisi grk

Penerapan teknologi rendah emisi GRK, misalnya penggunaan tungku hemat energi, kompor sekam padi, kompor berbahan bakar biji-bijian non-pangan, lampu biogas, dan briket sampah.

b. Energi baru terbarukan

Pemanfaatan energi baru terbarukan misalnya mikrohidro, kincir angin, sel surya, biogas, gelombang, dan biomasa.

c. Efisiensi energi Melakukan kegiatan efisiensi energi, contohnya perilaku hemat listrik, penggunaan lampu hemat energi (non-pijar), dan pencahayaan alami.

2.4. Budidaya pertanian

(38)

28

a. Pengurangan pupuk dan

modifikasi sistem pengairan

Upaya masyarakat untuk mengurangi emisi GRK akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia, misalnya menggunakan pupuk organik, pengolahan biomasa

menjadi pupuk, menerapkan sistem pengendalian hama terpadu untuk meminimalkan penggunaan pestisida kimia, dan pengendalian hama secara mekanis.

b. Kegiatan pascapanen

Masyarakat telah melakukan kegiatan pertanian yang dapat mengurangi emisi GRK dengan menghindari pembakaran pasca-panen, misalnya tidak membakar jerami di sawah dan menghindari proses pembusukan jerami akibat penggenangan di sawah.

2.5. Peningkatan tutupan vegetasi

a. Penghijauan Upaya meningkatkan tutupan vegetasi dengan melakukan penghijauan.

b. Praktik wanatani Upaya meningkatkan tutupan vegetasi dengan melakukan praktik wanatani, seperti pembibitan, pemilihan jenis tanaman, penanaman,

pemeliharaan, dan sistem pemanenan hasil hutan.

2.6. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan a. Sistem

pengendalian kebakaran hutan dan lahan

Masyarakat sudah memiliki kelembagaan dan sistem untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan

b. Pengelolaan lahan gambut

Upaya masyarakat untuk mengelola lahan gambut secara lestari dengan menghindari pembukaan lahan tanpa bakar dan pengelolaan tata air lahan gambut.

D. Program Kampung Iklim (Proklim)

Isu perubahan iklim telah menjadi perhatian banyak pihak baik di tingkat internasional, regional, nasional dan lokal. Berbagai kejadian terkait dengan kondisi iklim yang tidak menentu seperti banjir, kekeringan, longsor, gelombang tinggi, dan peningkatan muka air laut semakin sering terjadi dengan intensitas yang semakin meningkat, sehingga menimbulkan korban jiwa serta kerugian ekonomi dan ekologi. Kondisi tersebut perlu

(39)

29

disikapi dengan memperkuat aksi nyata di tingkat lokal yang dapat berkontribusi terhadap upaya mitigasi untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca serta upaya adaptasi untuk meningkatkan kapasitas seluruh pihak dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Aksi nyata adaptasi dan mitigasi perubahan iklim menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penerapan strategi pembangunan rendah karbon dan tahan perubahan iklim, yang perlu terus dikembangkan dan diperkuat pelaksanaannya.

Guna mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam melaksanakan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, Menteri Lingkungan Hidup dalam acara National Summit Perubahan Iklim Ke-1 di Bali, pada bulan Oktober 2011, telah meluncurkan Program Kampung Iklim (Proklim) (KLH, 2014).

Melalui pelaksanaan Program Kampung Iklim (Proklim), Pemerintah memberikan penghargaan terhadap masyarakat pada lokasi minimal setingkat RW/Dusun/Dukuh dan maksimal setingkat Desa/Desa yang secara berkesinambungan telah melakukan aksi lokal terkait dengan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim (KLH, 2014).

Aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dapat dikembangkan dan dilaksanakan di tingkat lokal mencakup antara lain:

a. Pengendalian banjir, longsor atau kekeringan b. Peningkatan ketahanan pangan

c. Penanganan kenaikan muka air laut d. Pengendalian penyakit terkait iklim

e. Pengelolaan dan pemanfaatan sampah/limbah

(40)

30

f. Penggunaan energi baru, terbarukan dan konservasi energi g. Budidaya pertanian rendah emisi GRK

h. Peningkatan tutupan vegetasi

i. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan

Keberadaan kelompok masyarakat dan tokoh lokal yang mampu berperan sebagai penggerak pelaksanaan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta ketersediaan instrumen pendukung lainnya merupakan faktor penting yang dievaluasi dalam proses penilaian usulan Program Kampung Iklim (Proklim). Pengusulan lokasi Program Kampung Iklim (Proklim) kepada Kementrian Lingkungan Hidup dapat dilakukan oleh berbagai pihak, baik secara individu maupun kelompok, yang mempunyai informasi bahwa masyarakat di lokasi tertentu telah melakukan aksi lokal yang dapat mendukung upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim (KLH, 2014).

Pada pelaksanaan Program Kampung Iklim (Proklim) tahun 2012, Kementrian Lingkungan Hidup menerima pengusulan 71 calon lokasi Proklim yang tersebar di 15 Provinsi. Jumlah pengusulan Program Kampung Iklim (Proklim) tahun 2013 meningkat menjadi 180 lokasi yang tersebar di 14 Provinsi (69 Kab/Kota).

Berdasarkan hasil verifikasi lapangan dan evaluasi teknis pengusulan Program Kampung Iklim (Proklim), Menteri Lingkungan Hidup pada peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa yang dilaksanakan pada

(41)

31

tanggal 28 November 2013, telah menyerahkan Trophy dan dan sertikat Program Kampung Iklim (Proklim) 2013 kepada 4 lokasi berikut:

a. Dusun Sukawangi, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat;

b. Desa Burno, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur;

c. Desa Gekbrong, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat;

d. Dusun Bendrong, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur;

Selain itu dalam penyelenggaraan National Summit ke-3 diserahkan sertifikat Program Kampung Iklim (Proklim) kepada 16 lokasi berikut:

a. Dusun Semanding, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur;

b. Desa Lamajang, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat;

c. Nagari Sarik Alahan Tigo, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat;

d. Desa Jabung, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur;

e. Desa Cupang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat;

f. Desa Mambal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali;

g. Desa Sirnaresmi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat;

h. Desa Mangempang I, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan;

i. Desa Taman, Kabupaten Badung, Provinsi Bali;

j. Dusun Ngiprak, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur;

k. Kampung Kuta, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat;

l. Desa Jarak, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur;

m. Desa Selat, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali;

n. Desa Baha, Kabupaten Badung, Provinsi Bali;

(42)

32

o. Desa Sangeh, Kabupaten Badung, Provinsi Bali;

p. Kampung Kiara Sanding, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

E. Kerangka Pikir

Gambar 3. Kerangka Pikir Perubahan Iklim

Penyebab Terjadinya Perubahan Iklim

Perbaikan Iklim Perubahan Iklim

Penyebab Terjadinya Perubahan Iklim

Mitigasi Dampak

Perubahan Iklim

Program Kampung Iklim

Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Strategi Penanganan Dampak Perubahan Iklim Adaptasi

(43)

BAB III METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mangempang, Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Berlangsung antara bulan Januari hingga Mei 2015 (Gambar 4).

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survei dengan metode analisis deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan :

a) Teknik observasi meliputi berbagai hal yang menyangkut pengamatan kondisi lapangan tertentu.

b) Teknik Kuisioner/Wawancara adalah bentuk pertanyaan terstruktur yang diberikan kepada responden sesuai dengan masalah penelitian c) Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan mempelajari

dan membaca literatur-literatur yang berhubungan dengan objek penelitian.

(44)

34

Gambar 4. Peta Administrasi Kecamatan Bungaya

(45)

35

C. Sumber Data

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, maka diperlukan data-data yang mendukung penelitian ini. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh melalui survei lapang di kawasan penelitian, dan in depth interview (wawancara mendalam) ke masyarakat sekitar kawasan kelurahan Mangempang dan pihak terkait.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari BPS/dinas terkait/lembaga terkait, hasil penelitian sebelumnya yang relevan, UU/PP/Kepmen/PERDA yang relevan dan sumber kepustakaan. Adapun data atau informasi yang dikumpukan dapat dilihat pada Tabel. 4.

Tabel 4. Jenis, sumber dan kegunaan data

Jenis Sumber Kegunaan

1. Aspek Fisik dan Biofisik Letak, Luas dan

batas lokasi penelitian

BPS, Kantor Kelurahan

Untuk mengetahui letak, luas dan batas lokasi penelitian

Jenis Tanah BPS, Studi Pustaka Untuk mengetahui jenis tanah pada lokasi penelitian

Topografi dan Kemiringan

BPS, Studi Pustaka, Survei Lapang

Untuk mengetahui kondisi topografi dan kemiringan pada lokasi penelitian

Iklim BPS, BMG, Studi

Pustaka

Untuk mengetahui kondisi iklim pada lokasi penelitian

Fasilitas dan Utilitas Survei Lapang Untuk mengetahui keberadaan dan kondisi

(46)

36

fasilitas dan utilitas pada lokasi penelitian

Aksesibilitas Survei Lapang Untuk mengetahui keberadaan aksesibiltas dan sirkulasi pada lokasi penelitian

Vegetasi Survei Lapang dan Studi Pustaka

Untuk mengetahui keberadaan pada lokasi penelitian

2. Aspek SDM, Sosial, Ekonomi dan Budaya

Jumlah Penduduk BPS, Kantor Lurah Sebagai salah satu kriteria penilaian potensi pengembangan lokasi penelitian

Jenis-jenis Kelembagaan

Wawancara dengan pihak terkait

Sebagai salah satu kriteria penilaian potensi pengembangan lokasi penelitian

Aspirasi Masyarakat Wawancara dan kuisioner

Sebagai salah satu kriteria penilaian potensi pengembangan lokasi penelitian

Kenyamanan Masyarakat

Wawancara dan kuisioner

Sebagai salah satu kriteria penilaian potensi pengembangan lokasi penelitian

Kondisi dan Kebiasaan Masyarakat

Wawancara, kuisioner dan survey lapang

Untuk mengetahui kondisi dan kebiasaan masyarakat di lokasi penelitian

Kehendak politik Wawancara dengan pihak pejabat/pihak terkait

Sebagai salah satu kriteria penilaian potensi pengembangan lokasi penelitian

Keterangan :

BPS : Badan Pusat Statistik

BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika

D. Metode Analisis Data

Setelah data yang diperoleh baik itu data primer dan data sekunder, maka selanjutnya data diolah dengan menggunakan beberapa teknik

(47)

37

analisis data. Skema Alur Kegiatan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Adapun analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Analisis SWOT

Untuk merumuskan langkah-langkah strategi pengembangan program kampung iklim Desa Mangempang, akan dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis SWOT. Dimana analisis SWOT dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Analisis Lingkungan Internal

Analisis lingkungan internal antara lain meliputi:

1) Kekuatan yaitu potensi sumber daya alam, sumber daya manusia / partisipasi masyarakat dan keterlibatan beberapa pengampu kepentingan.

2) Kelemahan yaitu kurangnya perhatian masyarakat lokal terhadap manfaat program kampung iklim (Proklim), keterbatasan sarana dan prasarana pendukung, dan manajemen pengelolaan yang belum maksimal

b. Analisis Lingkungan Eksternal

Analisis lingkungan eksternal antara lain meliputi:

1) Peluang yaitu adanya dukungan pemerintahan terhadap pengembangan desa, bertambahnya pengetahuan masyarakat dan dapat dijadikannya desa sebagai daerah percontohan bagi desa lainnya.

(48)

38

Gambar 5. Alur Kegiatan Penelitian

Data Sekunder

 Letak, Luas dan Batas Penelitian

 Jenis Tanah

 Topografi dan Kemiringan

 Hidrologi

 Iklim

 Fasilitas dan Utilitas

 Aksesibiltas dan Sirkulasi

 Vegetasi dan Satwa

 Jumlah Penduduk

 Jenis-jenis Kelembagaan

 Aspirasi Masyarakat

 Kenyamanan Masyarakat

 Kondisi dan Kebiasaan Masyarakat

 Kehendak Politik

Pengambilan Citra

Fokus Grup Diskusi

Peta Pembagian Zona Tata Ruang Strategi Pengembangan

Program Kampung Iklim - Sosialisasi

- Mitigasi - Adaptas - Partisipasi

Analisis Hirarki Proses Draft I :

Strategi Pengembangan Program Kampung Iklim

Analisis SWOT Persiapan

Awal

Pengumpulan Data Primer dan Sekunder

Draft II:

Strategi Pengembangan Program Kampung Iklim

(49)

39

2) Ancaman yaitu keadaan musim yang tidak menentu dan kurangnya komunikasi antar sektor.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis sesuai dengan jenis data yang ada. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk memberikan gambaran tentang pengembangan program kampung ikim di Desa Mangempang. Hasil analisis deskriptif laulu dianalisa lebih dalam dengan pendekatan SWOT yang digunakan untuk menyusun strategi perencanan pengembangan program kampung iklim (Proklim) di Desa Mangempang.

Analisis SWOT dimaksudkan untuk mengetahui gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan pengembangan program kampung ikim (Proklim) di Desa Mangempang serta peluang dan ancaman yang dihadapi.

Penyusunan matrik SWOT didasarkan faktor-faktor strategi internal dan eksternal yang ditentukan berdasarkan kondisi di lapangan saat penelitian dan data-data yang terlah dikumpulkan baik itu data primer maupun sekunder. Matriks SWOT merupkan pendekatan yang paling sederhana dan cenderung bersifat subyektif. Matriks SWOT pada intinya adalah mengkombinasikan peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan dalam sebuah matriks. Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliknya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

(50)

40

Tabel 5.Matriks SWOT

Strengths (S) / Kekuatan

Weakness (W) / Kelemahan Opportunities (O) /

Peluang Strategi S-O Strategi W-O

Treaths (T) /

Ancaman Strategi S-T Strategi W-T

Sumber: Freddy Rangkuti, 2009

Keseluruhan faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi dikelompokkan dalam matriks SWOT yang kemudian secara kualitatif dikombinasikan untuk menghasilkan klasifikasi strategi yang meliputi empat alternatif strategi yaitu:

a. Startegi S-O, kategori ini mengandung berbagai alternatif strategi yang bersifat memanfaatkan peluang dengan mendayagunakan kekuatan yang dimiliki.

b. Strategi W-O, kategori ini bersifat memanfaatkan peluang eksternal dan mengatasi kelemahan

c. Strategi S-T, kategori ini bersifat memanfaatkan atau mendayagunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

d. Strategi W-T, kategori ini bersifat sebagai solusi dari penilaian atas kelemahan dan ancaman yang dihadapi, atau usaha menghindari ancaman untuk mengatasi kelemahan.

Beberapa peneliti menggunakan metode ini untuk menentukan strategi yang sesuai untuk pengembangan suatu penelitian, beberapa peneliti yang menggunakan metode ini yaitu :

(51)

41

a. Joice betsy mahura : Analisis kebijakan Pengembangan wisata bahari (Kasus Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo di Kabupaten Halmahera Utara) (2012).

b. Sriyati Prawitasari : Analisis SWOT sebagai dasar perumusan strategi pemasaran berdaya saing.

Hasil dari analisis ini akan berbentuk draft I yang berupa strategi pengembangan Proklim. Selain itu Draft I ini merupakan kerangka acuan dalam penentuan strategi pengembangan Proklim dan pembagian zona tata ruang dalam melakukan Fokus Grup Diskusi (FGD).

2. Fokus Grup Diskusi (FGD)

Fokus Grup Diskusi (FGD) adalah suatu metode riset yang didefinisikan sebagai “suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok” (Irwanto, 1988). Dengan perkataan lain FGD merupakan proses pengumpulan informasi bukan melalui wawancara, bukan perorangan, dan bukan diskusi bebas tanpa topik spesifik. Metode FGD termasuk metode kualitatif. Seperti metode kualitatif lainnya (direct observation, indepth interview, dsb) FGD berupaya menjawab jenis-jenis pertanyaan how-and why, bukan jenis-jenis pertanyaan what-and-how- many yang khas untuk metode kuantitatif (survei, dsb). FGD dan metode kualitatif lainnya sebenarnya lebih sesuai dibandingkan metode kuantitatif untuk suatu studi yang bertujuan “to generate theories and explanations”

(Morgan and Kruger, 1993;9)

(52)

42

Mengenai fungsi penggunaan FGD antara lain:

1. Untuk mengekplorasi sikap, kepercayaan dan pendapat orang.

2. Untuk menghasilkan data dan cakrawala yang dapat diakses melalui interaksi antar kelompok.

3. Untuk mengunkapkan tingkat keragaman, sikap, pendapat dan kepercayaan warga komunitas.

4. Untuk menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi suatu program.

Beberapa peneliti menggunakan metode ini untuk menentukan strategi yang sesuai untuk pengembangan suatu penelitian, beberapa peneliti yang menggunakan metode ini yaitu :

a. Muhammad Iqbal Jafar : Evaluasi Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kakao (Theobroma cacao L) di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (2013).

b. Syahrun Mubarak : Penyempurnaan Sistem Budidaya Untuk peningkatan produksi dan produktivitas Tanaman Kakao (Theobrema cacao L) (2014).

Hasil dari FGD ini akan berupa Draft II yang berupa strategi pengembangan Proklim dan pembagian zona tata ruang Proklim. Selain itu Draft I ini merupakan kerangka acuan dalam penentuan strategi pengembangan Proklim dan pembagian zona tata ruang dalam melakukan Analisis Hirarki Proses (AHP).

Referensi

Dokumen terkait

Program Kampung Iklim yang selanjutnya disebut ProKlim adalah program berlingkup nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka

Program Kampung Iklim yang selanjutnya disebut ProKlim adalah program berlingkup nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka

Program Kampung Iklim yang selanjutnya disebut Proklim adalah program berlingkup nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia

Hasil penelitian dari Dampak Program Kampung Iklim (ProKlim) di Rukun Warga (RW) 03 Kelurahan Jambangan Kota Surabaya, yaitu: 1) Dampak Individual, masyarakat

Tersedianya data kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta potensi pengembangannya di tingkat lokal yang dapat menjadi bahan masukan dalam perumusan kebijakan, strategi

Program Kampung Iklim yang selanjutnya disebut ProKlim adalah program berlingkup nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka

Pendahuluan Program Kampung Iklim ProKlim merupakan program skala nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka meningkatkan keterlibatan

Pembuatan video profile kelompok kampung iklim Temayang Kegiatan ini dilaksanakan atas bantuan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Hamzanwadi dari program studi Teknik Komputer