• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kognisi Sosial. Kepemimpinan MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Kognisi Sosial. Kepemimpinan MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

Kognisi Sosial

Kepemimpinan

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Psikologi

07

61017 Filino Firmansyah, M.Psi

Abstract Kompetensi

Materi tentang Pengertian

Kepemimpinan, Perbedaan Pemimpin dan Menejer, Berbagai Persepktif dan Teori tentang Kepemimpinan

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kembali mengenai Pengertian Kepemimpinan, Perbedaan Pemimpin dan Menejer, Berbagai Persepktif dan Teori tentang Kepemimpinan

(2)

Kepemimpinan

Pada modul ini akan dibahas beberapa teori Kepemimpinan. Materi diambil dari Buku Psikologi Sosial karangan Sarlito WIrawan Sarwono dan Eko Meinanrno (2009).

PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Walaupun fenomena kepemimpinan sudak ada sejak manusia mulai hidup berkelompok, sampai saat ini belum ada konsensus di antara para ahli mengenai definisi kepemimpinan. Beberapa definisi yang ada dalam literatur mengenai kepemimpinan adalah (Sarwono & Meinarno, 2009) :

“... the process of influence between a leader and followers to attain group, organizational, or societal goals,” (Hollander dalam Sarwono & Meinarno, 2009).

["... proses memengaruhi antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan kelompok, organisasi, atau sosial.”]

“... a complex interaction between the leader, the followers, and the group to which they belong,” (Markus, Allison, dan Eylon dalam Sarwono & Meinarno, 2009). [“... sebuah interaksi yang kompleks antara pemimpin, pengikut, dan kelompok mereka.”]

“... is about dealing with people, usually within a group, and about changing people's behaviors and attitudes to conform to the leader's vision for the group,” (Hogg dalam Sarwono & Meinarno, 2009). [“... adalah tentang berurusan dengan orang, umumnya dalam kelompok, serta tentang mengubah sikap don kebiasaan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap visi pimpinan terhadap kelompok.”]

“... a process of social influence through which an individual enlist and mobilizes the aid of others in the attainment of a collective goal,” (Chemers dalam Sarwono & Meinarno, 2009). [“... sebuah proses pengaruh sosial melalui tempat di mana individu mendaftar dan memobilisasi bantuan kepada orang lain untuk mencapai tujuan bersama.”]

(3)

Dari pemaparan di atas, sementara ini dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan upaya seseorang memengaruhi sekelompok orang untuk bersama-sama mencapai sebuah tujuan. Menurut Chemers, fungsi dari kepemimpinan adalah untuk mempertahankan keutuhan internal organisasi dan membawa sebuah organisasi agar dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan luarnya.

Kemampuan seseorang untuk mengajak sekelompok orang mencapai sebuah tujuan kolektif menjadi salah satu pertanyaan para ilmuwan psikologi sosial. Menurut Seters dan Field (dalam Sarwono & Meinarno, 2009), teori yang menjelaskan kepemimpinan ber-evolusi dari era yang membahas kepribadian pemimpin (personality era) hingga era yang membahas kemampuan pemimpin melakukan perubahan dalam kelompok (transformational era). Apabila melihat perkembangannya, teori-teori kepemimpinan dapat dikelompokan menjadi teori-teori mengenai kepribadian pemimpin (perspektif kepribadian), teori-teori yang membahas pengaruh situasi terhadap kepemimpinan (perspektif situasional), dan teori-teori mengenai kepemimpinan sebagai proses kelompok.

Perbedaan Manajer dan Pemimpin

Menurut Hickman (dalam Ancok, 2012) gaya kepemimpinan dalam organisasi dapat dibedakan dalam dua bentuk, yakni gaya manajer dan gaya leader. Tentu saja keduanya diperlukan. Keduanya tidak menegasikan keberadaan yang lainnya. Artinya, tidak berarti gaya manajer lebih baik dari gaya leader atau sebaliknya. Kedua gaya tersebut ada dalam setiap pemimpin. Yang membedakan hanya pada ke arah mana fokus perhatian si

pemimpin. Ada pemimpin yang lebih menerapkan gaya manajer dan ada juga pemimpin yang lebih menekankan gaya leader.

Secara garis besar, perbedaan antara manajer dan pemimpin adalah sebagai berikut (dalam Ancok, 2012) :

1. Fungsi Manajer

Fokus perhatian manajer lebih tertuju pada tugas rutin yang berdimensi jangka pendek, melaksanakan tugas yang sudah disepakati bersama dalam sebuah keputusan rapat

(4)

kerja. Penempatan staf dalam sebuah jabatan lebih menekankan pada persyaratan normal seperti kepangkatan dan senioritas dibandingkan dengan penekanan pada kompetensi yang dimiliki oleh seorang. Seorang menejer akan mengisi jabatan kosong dengan siapa saja asal memenuhi persyaratan formal kepangkatan dan senioritas. Ciri yang lain, manajer merasa bahwa bawahannya adalah orang yang harus diberi perintah.

Manajer mengawasi para bawahannya dengan ketat agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan sistem, prosedur, dan standar kerja yang diharapkan. Gaya kepemimpinan seperti ini menyebabkan inovasi dalam perusahaan akan kurang berkembang, karena karyawan tidak memiliki kebebasan untuk mengembangkan kreativitas dirinya. Selain itu, kerja tim untuk tujuan menghasilkan gagasan, inovasi kurang mendapat tempat.

Pemimpin

Berbeda dengan gaya manajer yang lebih memfokuskan perhatian pada hal-hal yang bersifat jangka pendek, seorang leader lebih berpandangan jauh ke depan dan dengan perencanaan yang lebih bersifat jangka panjang. Penempatan seseorang dalam jabatan tertentu lebih berdasarkan pada kompetensi dan profesionalisme karyawan, agar

keefektifan dan kekuatan organisasi bisa terwujud. Sebagai leader, dia tidak mengisi jabatan kosong dengan sembarangan orang. Dia hanya akan menempatkan seseorang di posisi yang lowong kalau orang tersebut memiliki kompetensi untuk menjalankan tugas. Dalam memberikan tugas pada bawahannya, leader tidak memberikan perintah , tetapi memberikan penjelasan mengapa sebuah pekerjaan harus dilakukan. Selain itu, dia juga menjelaskan apa manfaat pekerjaan itu bagi perusahaan dan kepentingan bersama. Seorang leader juga memberikan kebebasan pada bawahannya agar dapat berinovasi dalam mencapai tujuan.

2. Perilaku Manajer

Seorang pemimpin yang bergaya manajer biasa hanya mengerjakan tugas yang sudah ditetapkan, lalu bekerja dengan ketentuan dan prosedur yang sudah digariskan. Di mata pemimpin yang bergaya manajer, tugasnya hanyalah menjalankan amanah yang sudah digariskan dalam rapat tahunan yang diselenggarakan oleh perusahaan. Dia tidak memperdulikan perubahan yang terjadi dalam lingkungan strategis bisnis yang dapat membuat sebagian hasil rapat kerja tidak relevan lagi dengan kondisi perubahan

(5)

lingkungan. Banyak sekali kemunduran perusahaan terjadi karena sang pemimpin tidak mau beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Dimata seorang manajer, tugas yang harus dia lakukan adalah melaksanakan amanah yang sudah digariskan dalam rapat kerja tahunan dan yang sudah disetujui dewan komisaris. Dalam istilah manajemen, apa yang sudah disetujui dewan komisaris. Dalam istilah manajemen, apa yang dilakukan manajemen, apa yang dilakukan manajer seperti ini disebut dengan istilah do the things right yakni manjaer melakukan sesuatu dengan benar, sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam kondisi perubahan yang sangat cepat, gaya kepemimpinan seperti ini akan membuat perusahaan cepat mundur, karena gagasan untuk berubah dengan menerapkan berbagai inovasi baru tidak mendapat dukungan sang pemimpin.

Leader

Berbeda dengan pemimpin yang bergaya manajer, seorang pemimpin yang bergaya leader dalam bekerja ingin berbuat sesuatu melebihi dari harapan yang ditetapkan, dan dia akan mencari terobosan demi berbuat melebihi ekspektasi. Leader paham betul kalau lingkungan bisnis it uterus berubah, dan perubahan itu memerlukan sebuah adaptasi agar sukses. Seorang pemimpin yang bergaya leader akan melakukan sesuatu yang benar sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan strategis. Dalam bahasa manajemen, ini disebut dengan “do the right thing”. Leader melakukan sesuatu yang benar bagi organisasi, walaupun dia harus berbuat melebihi ketentuan yang ada yang sudah ditetapkan oleh rapat kerja tahunan dan sudah disetujui oleh dewan komisaris.

Inovasi dalam perusahaan akan berkembang dengan baik kalau sang pemimpin perusahaan serta para pemimpin di bawahnya bergaya seorang leader.

3. Minat Manajer

Seorang manajer dalam melaksanakan tugasnya lebih berfokus pada kondisi internal organisasi, lebih memperhatikan penyelesaian masalah jangka pendek daripada pemikiran jangka panjang. Menajer, karena orientasinya berfokus pada jangka pendek, dalam berhadapan dengan konflik, lebih memilih menghindari konflik, daripada

menyelesaikan konflik yang terjadi. Tentu saja orientasi yang demikian ini akan

menyebabkan seorang manajer kruang antusias untuk mencari sebuah terobosan baru dalam mengelola perusahaan. Akibat selanjutnya, inovasi dalam perusahaan akan terhambat kehadirannya. Minat seorang manajer tertuju pada ketertiban organisasi

(6)

dalam pelaksanaan segala sesuatu yang berdasarkan pada sistem prosedur dan aturan yang sudahditetapkan.

Leader

Berbeda dengan manajer yang melibatkan peraturan sebagai sebuah larangan yang harus dipatuhi, seorang leader melihat peraturan sebagai alat pengatur kebebasan.

Dengan cara pendang yang demikian terhadap peraturan, seorang leader berani melakukan terobosan dengan membengkokkan aturan (bending the rules) demi pencapaian tujuan organisasi. Di mata seorang leader, peraturan tidak harus kaku, karena fungsi peraturan adalah memfasilitasi pelaksanaan tugas agar tujuan organisasi tercapai. Seorang pemimpin yang bergaya leader lebih tertarik pada upaya memobilitasi dukungan para konstituen (karyawan, pemiliki modal, mitra bisnis, pemerintah dan pelanggan). Perhatiannya lebih tertuju pada hubungan antarmanusia. Dia lebih toleran pada kegagalan dalam bekerja dan mengajak karyawan untuk belajar dari kesalahan.

Dia tidak menghindari konflik yang terjadi, tetapi menyelesaikannya. Bagi dia, konflik adalah sumber kemajuan bila dapat diselesaikan dengan baik. Dari sebuah konflik, seorang pemimpin bergaya leader menemukan pengalaman baru dalam mengelola organisasi.

Seorang pemimpin negara bergaya leader memperlakuan bawahan sebagai mitra kerja dan mengajak pengikut untuk membangun cita-cita bersama dalam membangun

organisasi, kemudian mengambil langkah-langkah nyata untuk mencapai visi bersama tersebut. Orientasi si pemimpin yang demikian ini memberi peluang pada karyawan untuk mengekspresikan potensi dirinya dalam mencari hal yang baik bagi perusahaan.

4. Melihat Kekuasaan (Power) Manajer

Seorang pemimpin bergaya manajer melihat dirinya sebagai pemegang kekuasaan. Dia memperlakukan karyawan sebagai bawahan yang harus mengikuti perintah. Posisi dalam organisasi dianggap sebagai indicator kekuasaannya. Kekuasaan akan dia gunakan untuk membuat orang patuh pada dirinya. Demi stabilitas dan adanya

kepastian organisasi, seorang manajer akan menggunakan kekuasaannya sebagai alat kontrol. Seorang manajer tidak suka akan perubahan, dia hanya menjaga stabilitas tanpa memperhatikan bahwa organisasi tidak lagi sesuai dengan tuntutan kondisi lingkungan strategis bisnis. Selain itu, seorang pemimpin bergaya manajer tidak

(7)

menoleransi adanya kesalahan kerja. Mereka yang melakukan kesalahan akan menanggung konsekuensi dari kesalahannya.

Dalam kaitan dengan inovasi, orientasi pemimpin yang demikian akan menyebabkan karyawan tidak berani mencoba sesuatu yang baru karena takut dianggap melanggar kehendak pemimpin.

Leader

Seorang pemimpin yang bergaya leader menempatkan sumber kekuasaannya bukan pada posisi jabatan sebagai pemimpin tetapi pada keahlian dan intelektualitas yang dimilikinya. Kekuasaan yang dimilikinya digunakan secara fleksibel untuk memajukan organisasi. Dimata seorang leader, perubahan adalah sebuah keharusan bila lingkungan strategis organisasi sudah tidak sesuai lagi. Kesalahan yang dilakukan karyawan tidak dilihat sebagai sesuatu masalah yang tidak terampuni. Berbuat kesalahan adalah sifat manusia yang tidak selamanya bisa dihindari. Belajar dari kesalahan adalah cara yang baik untuk mengembangkan karyawan dan membuat organisasi maju.

Orientasi pemimpin yang bergaya demikian akan memacu semangat karyawan untuk mencari hal dan cara baru dalam memajukan perusahaan. Ini adalah sumber inovasi yang bermanfaat bagi kemajuan perusahaan.

5. Pola Pikir Manajer

Lebih berfokus pada tugas analitis dan mencari sebuah solusi yang terbaik.

Perhatiannya hanya pada sebuah keputusan dari segi benar dan yang terbaik.

Perhatiannya hanya pada sebuah keputusan dari segi benar dan salah. Di mata seorang manajer, wilayah abu-abu bukanlah wilayah yang bisa ditoleransi. Di mata seorang manajer, hanya ada satu jawaban yang benar untuk suatu permasalahan yang dihadapinya.

Selain itu, seorang pemimpin yang bergaya manajer lebih banyak mengarahkan bawahannya untuk melakukan apa yang harus dikerjakan dan memecahkan

permasalahan yang dihadapi oleh bawahannya. Dia bukan tipe pemimpin yang suka berimijinasi tentang sesuatu yang belum jelas hakikatnya. Dia lebih menyukai sesuatu yang resional dan nyata. Orientasi berpikir dan tindakannya lebih berfokus pada urusan

(8)

jangka pendek. Dia menerima apa adanya ketentuan atau aturan yang harus diikuti, termasuk struktur organisasi, prosedur dan cara kerja yang sudah ditentukan.

Leader

Seorang pemimpin bergaya leader lebih menekankan pada aspek intuisi dalam

menghadapi pekerjaannya sebagai pemimpin. Dia melihat berbagai kemungkinan yang sudah dilakukan, selain ketentuan yang sudah ditetapkan dan berlaku di perusahaan.

Dia tipe orang yang mencari terobosan baru yang tidak menyukai sesuatu yang sudah mapan yang dianggapnya bisa membuat kemajuan perusahaan terhenti. Dia selalu mencari cara baru yang lebih baik. Orientasinya berjangka panjang. Dia melihat jauh ke depan. Melihat apa yang akan terjadi pada perusahaan di masa depan. Pegangan dia adalah pada visi, misi dan tata nilai perusahaan. Pemaknaan dia atas visi, misi dan tata nilai memberi arahan dan memberdayakan karyawan untuk merealisasikan karyawan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya, juga memacu mereka untuk beradaptasi dengan masa depan. Orientasi pemimpin seperti ini akan memacu berkembangnya inovasi dalam perusahaan.

Teori Kepemimpinan

1. Perspektif kepribadian

Perspektif kepribadian berasumsi bahwa keberhasilan sebuah kelompok untuk mencapai tujuannya bergantung pada sifat-sifat bawaan (traits) si pemimpin. Anggapan dalam perspektif ini adalah “good leaders were born, not made”. Perspektif ini terbagi menjadi dua pandangan yaitu: the great person theory dan trait theory (Seters dan Field, 1990). The great person theory berasumsi bahwa untuk menjadi pemimpin yang berhasil, seseorang harus mencontoh kepribadian dan perilaku pemimpin yang hebat, misalnya mencontoh kepribadian mantan presiden Amerika Serikat John F. Kennedy yang terkenal karismatik. Sedangkan trait theory berusaha untuk mencari karakteristik atau sifat bawaan yang membedakan pemimpin yang bagus dengan orang-orang awam. Beberapa sifat bawaan yang diasumsikan berpengaruh terhadap kepemimpinan adalah keinginan yang kuat, pengetahuan yang luas, dan kemandirian (Beam dalam Sarwono & Meinarno, 2009).

Walaupun tidak bisa disangkal bahwa kepribadian dan sifat pemimpin memengaruhi fungsi dari sebuah kelompok/organisasi, faktor ini ternyata hanya memegang peranan yang

(9)

kecil. Penelitian-penelitian mengenai the great person theory atau trait theory menunjukkan bahwa kepribadian dan perilaku pemimpin yang dianggap berhasil terlalu beragam jika digunakan untuk dapat menemukan sekumpulan karakteristik yang menonjol (Seters dan Field, 1990; Vaughan dan Hogg dalam Sarwono & Meinarno, 2009). Oleh karena itu, penelitian-penelitian selanjutnya mencoba untuk menjelaskan faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kepemimpinan selain kepribadian pemimpinnya.

2. Perspektif situasional

Menurut perspektif situasional, keberhasilan seseorang dalam memimpin kelompoknya untuk mencapai sebuah tujuan bukan hanya bergantung pada karakteristiknya, tetapi lebih pada interaksi antara pemimpin dengan kondisi situasional, kultur, dan konteks dari kelompok. Berbeda dengan perspektif kepribadian, perspektif situasional tidak melihat faktor bawaan pemimpin tetapi lebih berfokus pada perilaku yang diperlihatkan oleh pemimpin (Beam dalam Sarwono & Meinarno, 2009). Menurut perspektif ini, semua orang mampu menjadi pemimpin asal mau memelajari kelompok atau organisasinya serta mengembangkan perilaku yang sesuai dengan situasi kelompok (Hogg dalam Sarwono & Meinarno, 2009)

Penelitian awal mengenai perspektif ini menunjukkan bahwa pemimpin dapat memperlihatkan tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu autokratis, demokratis, dan laissez-faire (Vaughan & Hogg dalam Sarwono & Meinarno, 2009). Gaya- gaya kepemimpinan ini disimpulkan berdasarkan penelitian mengenai interaksi sosial pada anak-anak (untuk keterangan lebih lanjut lihat Lippitt dan White dalam Sarwono & Meinarno, 2009). Menurut Lippit dan White, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut, gaya kepemimpinan demokratis lebih efektif dibandingkan yang lainnya. Tabel 10.1 menunjukkan perbedaan karakteristik gaya autokratis, demokratis, dan laissez-faire.

(10)

Autokratis Demokratis Laissez-faire

 Pemimpin menentukan semua kebijakan untuk masing-masing

anggota kelompok

 Pemimpin mendukung anggota kelompok untuk membuat kebijakan bagi kelompok

 Anggota kelompok diberikan kebebasan yang seutuhnya

 Pemimpin menentukan dengan detail cara-cara untuk mencapai tujuan kelompok

 Pemimpin memberikan gambaran umum mengenai tugas dan langkah-langkah sebelum anggota kelompok mulai mengerjakan tugas

 Sumber daya diberikan kepada anggota

kelompok tetapi

pemimpin memberikan informasi hanya jika ditanyakan

 Pemimpin memiliki pandangan umum serta tahapan metode yang diperlukan untuk mencapai tujuan kelompok

 Anggota kelompok memiliki aksi dan interaksi yang memfasilitasi demi mencapai tujuan kelompok

 Tidak memberikan umpan balik apabila anggota kelompok tidak bertanya

 Pemimpin menentukan aksi dan interaksi yang diperbolehkan dalam kelompok

 Umpan balik yang diberikan objektif dan sesuai dengan kenyataan

 Pemimpin memberikan pujian dan kritik kepada

(11)

anggota kelompok

Penelitian mengenai gaya kepemimpinan kemudian dilanjutkan oleh The Ohio State and Michigan Studies, menurut kedua penelitian tersebut, pemimpin yang baik adalah mereka yang memfokuskan kelompok pada penyelesaian tugas (initiating structure), memperhatikan individu dalam kelompok, serta memperhatikan keutuhan kelompok (consideration) (Griffin, Sherington, dan Moorhead dalam Sarwono & Meinarno, 2009).

Walaupun lebih luas dibandingkan dengan perspekif kepribadian, kedua penelitian di atas (Lippit dan White dan The Ohio State and Michigan Studies) belum terlalu memperhitungkan faktor situasi. Baru setelah Fielder (dalam Sarwono & Meinarno, 2009) mengemukakan contingency theory, faktor-faktor situasional yang memengaruhi kepemimpinan mulai dipelajari. Menurut Fielder, dalam sebuah organisasi, gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh (1) hubungan pemimpin dengan anggota kelompok, (2) terstruktur atau tidaknya tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok, dan (3) kekuatan dari posisi pemimpin. Menurut model ini, terdapat 8 kemungkinan situasi, tetapi situasi yang paling menguntungkan adalah jika kontrol pemimpin terhadap ketiga faktor-faktor situasional di atas tinggi.

Dalam contingency theory, gaya kepemimpinan diukur dengan skala Least Prefered Co-worker (LPC). Skor LPC rendah menunjukkan seseorang yang fokus utamanya adalah menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya, sedangkan skor LPC yang tinggi menunjukkan seseorang yang fokus utamanya adalah membangun hubungan yang baik dengan koleganya (Chemers, 2001). Pemimpin yang fokus utamanya adalah menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya, akan menunjukkan performa maksimal dalam situasi- situasi yang sangat menguntungkan atau yang sangat merugikan baginya. Sedangkan pemimpin yang fokus utamanya adalah membangun hubungan baik dengan koleganya akan menunjukkan performa maksimal dalam situasi-situasi yang tidak menguntungkan ataupun yang tidak merugikan baginya.

3. Perspektif proses kelompok

Perspektif ini menganggap bahwa di samping kepribadian pemimpin dan situasi organisasi atau kelompok, proses di dalam kelompok juga memengaruhi kepemimpinan.

Terdapat tiga faktor dalam kelompok yang diperhitungkan oleh persepktif ini, yaitu:

(12)

a. hubungan antara pemimpin dan pengikut;

b. apakah pemimpin merupakan prototipe dari kelompok;

c. kepemimpinan transformation vs. transactional.

HUBUNGAN ANTARA PEMIMPIN DAN PENGIKUT

Dalam hubungan antara pemimpin dan pengikut, terdapat tiga hal yang harus dipertimbangkan, yaitu: transaksi, keadilan, dan kekuasaan. Pemimpin adalah anggota kelompok yang memberikan kontribusi lebih kepada kelompok. Oleh karena itu, pemimpin diberikan jabatan, kekuasaan, dan status. Ketidakseimbangan kekuasaan ini dapat menyebabkan pemimpin memiliki karisma. Adanya karisma ini menyebabkan anggota kelompok akan mencoba mengikuti karakteristik-karakteristik pemimpinnya (Vaughan &

Hogg, 2005). Karisma pemimpin menurut teori ini bukan merupakan karakteristik bawaan atau kepribadian, melainkan akibat dari kekuasaan yang dimiliki pemimpin.

Hubungan timbal balik antara pemimpin dan anggota kelompok dibahas lebih lanjut oleh model vertical dyad linkage (VDL), yang selanjutnya berkembang menjadi teori leader member exchange (LMX). Teori LMX melihat kualitas hubungan diadik antara pemimpin dan bawahannya dan berada dalam kontinum kualitas LMX tinggi sampai dengan kualitas LMX rendah. Kualitas LMX tinggi ditandai oleh hubungan antara pemimpin dan bawahan yang berlandaskan saling percaya, rasa hormat, dan tanggung jawab. Kualitas LMX rendah ditandai oleh hubungan yang hanya berdasarkan ikatan kontrak antara pemimpin dan bawahan (Hogg dalam Sarwono & Meinarno, 2009). Teori LMX ditemukan berkorelasi dengan kepuasan bawahan, peningkatan performa bawahan, dan berkurangnya keinginan untuk berhenti bekerja pada karyawan-karyawan di dalam sebuah organisasi. Walaupun demikian, penelitian-penelitian mengenai teori ini sering kali diragukan karena sering tidak berlandaskan asumsi teoretis yang kuat (Schriesheim, Castro, dan Cogliser dalam Sarwono

& Meinarno, 2009). Selain itu, Hogg juga mengemukakan bahwa fokus teori LMX hanya pada hubungan dua arah, bukan pada hubungan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, Hogg mengemukakan teori “identitas sosial” untuk kepemimpinan yang lebih mampu menjelaskan kepemimpinan dalam perspektif kelompok.

IDENTITAS SOSIAL DAN PROTOTIPIKAL KELOMPOK

(13)

Menurut teori identitas sosial, sebuah kelompok disebut “ada” secara psikologis ketika terdapat sekumpulan orang dengan memiliki konsep diri yang sama sebagai ciri utama kategori sosial pembentuk kelompok tersebut. Representasi kelompok ini merupakan prototipe kelompok atau sekelompok ciri yang mendefinisikan persamaan dalam kelompok dan perbedaan kelompok tersebut dengan kelompok lain terutama yang menyangkut sistem kepercayaan, sikap, perilaku, dan perasaan. Prototipe kelompok dirancang sedemikian rupa agar memaksimalkan perbedaan antar kelompok dan meminimalkan perbedaan di dalam kelompok (Hogg dalam Sarwono & Meinarno, 2009).

Dalam sebuah kelompok yang memiliki prototipe yang jelas dan kuat, seseorang dengan karakteristik yang sangat mirip dengan prototipe kelompoknya akan mudah memengaruhi anggota lain agar melakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan visi orang tersebut. Walaupun demikian, pada kelompok yang memiliki prototipe yang jelas, seseorang dengan karakteristik yang sesuai dengan prototipe kelompok dapat menjadi pemimpin yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang karakteristiknya kurang sesuai dengan prototipe kelompok. Dalam sebuah kelompok yang prototipenya kurang jelas, posisi seorang pemimpin sebenarnya kurang kuat, karena tidak adanya konsensus antar anggota kelompoknya. Menurut Hogg, untuk menjadi pemimpin yang berhasil, selain memiliki prototipe kelompok, seseorang juga harus menunjukkan perilaku yang sesuai dengan stereotip “pemimpin” atau skema pemimpin (leader schemas). Walaupun demikian, pengaruh skema pemimpin terhadap keberhasilan kepemimpinan akan berkurang jika kelompok memiliki prototipe yang sangat jelas.

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL VERSI TRANSAKSIONAL

Pemimpin dapat menunjukkan dua karakteristik ketika berhubungan dengan anggotanya, yaitu pemimpin transformasional dan pemimpin transaksional (Burns dalam Sarwono & Meinarno, 2009).

(14)

TRANSFORMASIONAL TRANSAKSIONAL

 Menawarkan sebuah tujuan yang melebihi target-target jangka pendek.

 Berfokus pada kebutuhan intrinsik yang lebih tinggi.

 Mengembangkan dan meningkatkan minat para anggotanya untuk

melupakan keinginan pribadi mereka agar bekerja demi kepentingan kelompok.

 Memiliki karakteristik: berkarisma, mencukupi kebutuhan emosional anggotanya, menstimulasi anggota kelompok secara intelektual.

 Berfokus pada pertukaran sumber- sumber yang dimiliki oleh pemimpin dan anggota kelompok.

 Melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung penyelesaian tugas bersama.

 Menggunakan penghargaan dan penalti sebagai alat untuk membuat para anggota kelompok bekerja dan berusaha.

 Memberikan kepada anggotanya apa yang mereka inginkan agar ia

mendapatkan keinginannya.

 Transaksi antara pemimpin dan anggota kelompok tidak harus selalu yang memiliki nilai uang (misal jam kerja atau gaji) tetapi juga rasa percaya,komitmen,dan rasa hormat.

Penelitian-penelitian awal mengenai kedua jenis kepemimpinan ini mengatakan bahwa pemimpin transformasional lebih berhasil memengaruhi anggota kelompoknya dibandingkan pemimpin transaksional karena dipersepsikan sebagai seseorang yang karismatik. Walaupun begitu, menurut Bass (1999), kedua bentuk kepemimpinan ini bukanlah melambangkan dua hal yang berbeda atau bersebrangan dalam satu kontinum,

(15)

sehingga pemimpin yang baik adalah mereka yang melakukan kedua perilaku kepemimpinan ini.

Daftar Pustaka

Sarwono, S.W., & Meinarno, E.A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika

Referensi

Dokumen terkait

Belajar bahasa tidak dapat dipisahkan dari belajar kosa kata. Dengan belajar kosa kata, peserta didik akan mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Kosakata disajikan dalam

Dengan demikian praktik jual beli ini syarat barang yang diperjualbelikan sudah terpenuhi, meskipun barang yang diperjualbelikan tidak bisa diserahterimakan

Terdapat dua upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kebumen dalam pengentasan kemiskinan melalui sektor pariwisata yakni dengan pengembangan desa

Campuran beraspal panas adalah suatu campuran perkerasan lentur yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan bahan pengisi aspal dengan perbandingan tertentu,dan

Penatalaksanaan untuk kasus ini dengan diagnosis PER, presbo, KPD 1 hari pada multigravida hamil postdate belum dalam per salinan yaitu dilakukan SCTP emergency. Indikasi SCTP

Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan dengan hipertensi

Kajian terhadap kondisi atmosfer ini perlu dilakukan agar dapat diketahuilebih lanjut gangguan cuaca yang berperan dalam menyebabkan banjir serta intensitas curah hujan pada

Aplikasi yang dirancang ini dapat digunakan untuk memberikan kemudahan kepada dokter untuk mendeteksi dan mengetahi suatu gejala penyakit epilepsi yang dialami