erdasarkan data Satuan Kerja Nasional (Satkernas) Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2018, jumlah penciptaan lapangan kerja pada 2016 sebesar 3,59 juta, 2017 sebesar 2,61 juta, dan untuk periode Agustus 2018 sebesar 2,99 juta. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja adalah sebesar 1,99 persen. Dari target penciptaan kesempatan kerja pada tahun 2015-2019 sebesar 10 juta orang, hingga 2018 pemerintah sudah dapat menciptakan 9,38 juta kesempatan kerja.
“Penciptaan kesempatan kerja paling rendah yang terjadi di 2015 (0,19 juta)
B
Pemimpin Redaksi: Muhammad Danial Nafis Sekretaris Redaksi: Wisnu Yusep Koordinator Issue: Arbie Marwan Redaktur Senior: Hendrajit Redaktur: Andy Abdul Hamid, Ismed Eka Kusuma, Nebby Mahbubirrahman, Arbie Marwan, Wisnu Yusep, Zaenal Arifin, Tino Oktaviano (Foto) Asisten Redaktur: Dadangsah, Novrizal Sikumbang, Teuku Wildan Reporter: Fadlan Syiam Butho, Warnoto (TV) Reporter Daerah: Ahmad Haris Budiawan (Surabaya), Bobby Andalan (Denpasar), M. Jatnika (Bandung), Ikhwan Iwan (Padang) Luar Negeri: Fitra Ismu (Meksiko) Desainer Grafis: Shofrul Hadi Manajer Keuangan: Zulkarnain Staf Keuangan: Vinka Sarra Yuniawati Marketing: Eko Sumaryanto HRD: Nuryana
karena (1) Pelemahan USD memukul impor bahan baku yang berpengaruh pada terpukulnya sektor industri, dan (2) pengurangan jumlah pekerja yang cukup besar pada sektor pertanian karena beralih ke sektor jasa,” kata Menteri PPN/
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Sedangkan berdasarkan wilayah, pengangguran terendah pada 2018 adalah Provinsi Bali (1,37 persen), Nusa Tenggara Timur (3,01 persen), dan Sulawesi Barat (3,16 persen). Sementara pengangguran tertinggi pada 2018 adalah Banten (8,52 persen), Jawa Barat (8,17 persen), dan Maluku (7,27 persen). Dibandingkan 2017,
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di perkotaan mengalami penurunan 0,34 poin, sedangkan TPT perdesaan meningkat sebesar 0,03 poin. Kondisi ini dipengaruhi oleh jumlah pekerja di sektor pertanian yang menyusut. Para pekerja di desa yang keluar dari sektor pertanian namun belum memperoleh pekerjaan baru menjadi beban pengangguran di perdesaan.
Data-data diatas berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2018 yang dilaksanakan Badan Pusat Stastistik (BPS), dengan sampel sebanyak 200 ribu rumah tangga hingga
Dokumen BPS
ke tingkat kabupaten/
kota yang menangkap fenomena di luar masa panen menyatakan bahwa hasil data Sakernas Agustus 2018 terlihat lebih tinggi daripada angka Sakernas Februari 2018.
Menurutnya, data Agustus lebih baik jika digunakan untuk m e n g g a m b a r k a n kondisi tahunan karena beberapa faktor, yakni masa tahun ajaran selesai
sehingga banyak lulusan sekolah masuk angkatan kerja dan belum terserap pasar kerja, juga bukan merupakan masa panen besar sehingga terjadi perpindahan yang besar ke kelompok bukan angkatan kerja, dan jumlah angkatan kerja cenderung lebih kecil.
Oleh karena itu, pembandingan harus merujuk angka pada periode yang sama di tahun sebelumnya
atau year on year (yoy). Secara matematis, TPT akan membesar karena penyebut dalam rumus (angkatan kerja) berkurang banyak, meskipun jumlah pengangguran menurun.
“Jumlah lapangan kerja Indonesia pada 2018 telah melampaui target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yaitu meningkat 2,99 juta dibandingkan 2017. Dalam rentang 2015-2018, Pemerintah telah berhasil menciptakan 9,38 juta lapangan kerja. Secara absolut, jumlah pengangguran juga turun sebesar 40 ribu orang, sehingga Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun menjadi 5,34 persen tahun ini. Jika
pertumbuhan ekonomi mencapai target RKP 2019 sebesar 5,2-5,6 persen, TPT dapat diturunkan menjadi 4,8-5,2 persen pada 2019. Penurunan ini dapat dicapai dengan penciptaan kesempatan kerja sebanyak 2,6-2,9 juta orang dan lapangan kerja formal di sektor bernilai tinggi dapat menyerap angkatan kerja berpendidikan SMA ke atas,” jelasnya.
Menaker: Tiga Tahun Terakhir Tren Penggangguran Terbuka Terus Menurun
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan pertumbuhan sektor manufaktur, pariwisata dan makanan- minuman mampu menyerap 60% dari total angkatan kerja nasional dalam
lima tahun terakhir. Secara keseluruhan tren tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun, pada 2015 jumlah TPT sebesar 7,31% pada tahun 2018 menjadi 6,45%. Pertumbuhan sektor manufaktur, pariwisata, makanan dan minuman memiliki kontribusi menyerap tenaga kerja.
Total jumlah penyerapan angkatan kerja baru tahun 2015-2018 sekitar 9,6 juta orang, industri pengolahan menyerap 24%, retail besar, kecil dan reparasi motor 11,1%, administrasi pemerintahan/
jaminan sosial 10,9%, konstruksi 10,88%, kegiatan jasa 7% dan akomodasi/kuliner/
rekreasi 4%.
“Kalau bicara pengangguran kita harus katakan capaian yang ada belum
Beritagar.id / Wisnu Agung Prasetyo
sepenuhnya yang kita harapkan.
Namun kita harus jujur melihat trennya, pengangguran terus menurun,” jelas Menaker.
Hanif memaparkan sejak tahun 2015, angka
pengangguran terbuka tercatat 6,28%, lalu
turun lagi 5,61% pada tahun 2016, lalu 5,50%
di tahun 2017, dan sampai Agustus 2018
mencapai 5,34%.
Kenapa data
pengangguran terbuka meningkat?
Diakui Menaker pengangguran di pedesaan mengalami peningkatan sekitar 0,03%. Salah satu faktornya adalah banyak angkatan kerja baru bekerja secara informal di sektor pertanian.
Begitu musim panen selesai maka mereka menganggur lagi.
Meski demikian, Menaker Hanif, optimistis dengan adanya program dari Kemendes PDTT terkait program Dana Desa yang di dalamnya ada Program Padat Karya membuka peluang kesempatan kerja di desa. “Jadi situasi naiknya pengangguran di desa menurut saya sifatnya tidak permanen. Saat masa panen datang dan harga komoditas meningkat maka pengangguran ini
otomatis akan turun,” papar Hanif Dhakiri.
Tingkat pengangguran terbuka berbasis pendidikan yang paling besar kontribusinya adalah dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), sekitar 11,24%. Dari semua kategori pendidikan trennya positif. Pada tahun 2015 sumbangan lulusan SMK ke pasar tenaga kerja sebanyak 12,65%, tahun 2016 mencapai 11,11%. Tahun 2017 naik lagi menjadi 11,41, dari tahun 2017 ke 2018 menjadi 11,24%.
Ini Proyeksi Pekerjaan yang Meningkat di 2020
Pemerintah saat ini tengah menyusun kerangka Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di mana di dalamnya terdapat pemetaan kebutuhan tenaga kerja di Tanah Air, mulai dari jumlah hingga sektor apa saja, sehingga dapat mempermudah Pemerintah dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Menaker Hanif Dhakiri memproyeksikan selama tahun 2017- 2020, pekerjaan yang akan naik antara lain trainer, perawat, manajer keuangan, pengacara, agen penjualan, analis, terapis fisiologis, penasihat keuangan, SDM, perawat, dokter, programmer, dan layanan berita reguler. Sementara pekerjaan yang turun antara lain manajer administrasi, mekanik, tukang cetak,
pengantar surat, supir, petugas ekspedisi, pekerja pabrik, operator mesin jahit, perangkat komunikasi, dan radio.
“Kemudian selama tahun 2021 sampai 2025, pekerjaan yang akan naik antara lain pemeliharaan dan instalasi, mediasi, medis, analis data, manajer sistem informasi, konselor vokasi, dan analis dampak lingkungan,” imbuhnya.
Sedangkan pekerjaan yang turun, lanjut Menaker, antara lain resepsionis, tukang kayu, desain tiga dimensi, pengolah semikonduktor, teller bank, travel agents, juru masak fast-food, dan operator mesin.
Riset Sakernas 2018: Lapangan Kerja Sektor Jasa Terus Meningkat, Sektor
Pertanian Menurun
Kerja di sektor pertanian, industri dan jasa mengalami dinamika yang berbeda, mengingat penciptaan kesempatan kerja terjadi di sektor jasa. Proporsi lapangan kerja sektor jasa terus meningkat, sedangkan pertanian berkurang. Proporsi lapangan kerja sektor industri pengolahan stagnan di antara 13 persen-15 persen.
Selama 2015-2018, sektor jasa menyerap 9,77 juta pekerja, sedangkan industri hanya 2,99 juta orang. Transformasi struktural tenaga kerja terjadi dari sektor pertanian ke sektor jasa.
Sementara itu, lapangan kerja formal dan informal proporsi lapangan kerja formal terus meningkat. Lapangan kerja formal adalah mereka dengan status
Dokumen BPS
buruh/pegawai/karyawan dan berusaha dibantu buruh tetap. Pada 2014, proporsi lapangan kerja formal mulai di atas 40
persen, dan meningkat perlahan. Tahun 2018 proporsi lapangan kerja formal mencapai 43,16 persen atau 53,5 juta orang.
Berdasarkan data Sakernas 2018, provinsi dengan TPT Tertinggi adalah Banten, Maluku, dan Jawa Barat. TPT Banten menurun dari 9,28 persen menjadi 8,52 persen. Ekonomi Banten Triwulan III tumbuh 5,89 persen dengan kontribusi sektor industri manufaktur yang besar. Sektor ini menarik banyak pendatang dengan keterampilan tidak sesuai kebutuhan industri. Kendala lain yang dihadapi Banten adalah tingginya upah minimum.
Selain Banten, Maluku juga memiliki TPT yang menurun signifikan dari 9,29 persen menjadi 7,27 persen. Ekonomi Maluku Triwulan III tumbuh 6,34 persen, ditopang oleh sektor jasa administrasi pemerintahan dan jasa keuangan
(penyerap lapangan kerja tertinggi, setelah pertanian.
Meski TPT desa dan kota menurun, tetapi TPT perkotaan di Maluku masih jauh lebih tinggi dibanding perdesaan.
TPT Jawa Barat menurun dari 8,22persen menjadi 8,17 persen. Ekonomi Jabar Triwulan III tumbuh 5,2 persen dengan kontribusi terbesar dari sektor informasi dan komunikasi, real estate, serta akomodasi dan makan minum).
Penciptaan lapangan kerja terjadi di sektor akomodasi dan makan minum, industri manufaktur, perdagangan, dan transportasi. TPT perdesaan meningkat 1,22 poin, tetapi TPT perkotaan turun 0,49 poin. Lapangan usaha banyak berkembang di daerah perkotaan.
Kendala yang dialami Jawa Barat juga sama dengan Banten, yakni tingginya upah minimum.
Proporsi setengah penganggur atau tenaga kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal atau kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan kini terus menurun. Karakteristik setengah penganggur di antaranya berpendidikan rendah, tinggal di perdesaan dan bekerja di kegiatan informal.
Proporsi setengah penganggur 2018 tercatat 6,62 persen atau setara dengan 8,21 juta orang, turun dari 8,45persen di 2014. Terkait Pendidikan Pekerja, Lapangan kerja masih didominasi oleh pekerja berpendidikan SMP ke bawah.
Pekerja berpendidikan maksimal SMP ke bawah masih 58,77persen atau 72,88 juta orang. Untuk mengatasi isu tersebut, Pemerintah Indonesia mendorong perbaikan produktivitas kerja melalui pendidikan dan pelatihan kejuruan, dan pengembangan kewirausahaan dan peningkatan industri manufaktur padat pekerja.
Selama 20 tahun, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) cenderung stagnan.
Rata-rata TPAK laki-laki adalah 84 persen, sementara perempuan 50 persen. Pada 2018, tercatat 8,3 dari 10 laki-laki adalah AK, sementara perempuan hanya 5,2 dari 10. Meskipun TPAK perempuan secara umum stagnan, partisipasi perempuan berpendidikan tinggi dalam pekerjaan
yang baik cenderung meningkat, sedangkan yang berpendidikan rendah terutama di perdesaan cenderung masuk lapangan kerja informal.
Perempuan berpotensi untuk berkontribusi lebih besar kepada perekonomian Indonesia. Jika TPAK perempuan dinaikkan menjadi 64 persen, maka akan terdapat 20 juta angkatan kerja semi-skilled dan skilled baru. Di 2018, pertumbuhan upah buruh perempuan adalah 4,3 persen sedangkan laki-laki sebesar 2,3 persen.
Upah tertinggi buruh laki- laki terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp 4,68 juta, sedangkan upah terendah pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan
sebesar Rp 2,03 juta. Upah tertinggi buruh perempuan terdapat pada sektor pengadaan listrik dan gas sebesar Rp 4,42 juta, sedangkan upah terendah pada sektor jasa lainnya sebesar Rp 1,29 juta.
Pada 2018, secara agregat, buruh laki mendapat Rp 3.064.920, sementara buruh perempuan mendapat Rp 2.398.674.
Kondisi ketenagakerjaan menunjukkan bahwa kendala terbesar
yang dihadapi Indonesia bersumber dari terbatasnya keahlian (skill) angkatan kerja dan ketidakcocokan (mismatch) antara kebutuhan dengan ketersediaan tenaga kerja. Peningkatan kualitas dan keahlian angkatan kerja masih menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia.
“Beberapa kebijakan yang ditempuh pemerintah di antaranya pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi, dan pemagangan pekerja di industri, pengembangan program link and match dengan dunia industri dengan dukungan informasi pasar kerja, pengembangan ekonomi lokal di perdesaan, peningkatan investasi padat pekerja dan formalisasi UMKM, serta perluasan cakupan dan skema perlindungan sosial bagi pekerja,”
tutup Menteri Bambang.
Teori Baru Jokowi, Pertumbuhan Ekonomi Turun-Pengangguran Juga Menurun
Selama pemerintahan presiden Joko Widodo, terjadi penurunan
pengangguran secara drastis selama empat tahun terakhir. Padahal pertumbuhan ekonomi bisa dikatakan stagnan atau bahkan menurun.
“Hebat memang Pemerintahan Jokowi, angka pengangguran terbuka selama 4 tahun terakhir menurun drastis.
Lebih hebat lagi angka pengangguran menurun disaat pertumbuhan ekonomi menurun. Jadi ini teori ekonomi baru, pertumbuhan menurun membawa berkah pengangguran menurun,” ujar analis AEPI, Salamuddin Daeng.
Sebelumnya, dalam sidang tahunan, Jokowi mengatakan “Alhamdulillah dengan kerja bersama, tingkat pengangguran terbuka semakin menurun dari 6,18% menjadi 5,34%. Untuk mencapai
dalam Sidang Tahunan di Gedung MPR, Jakarta, Kamis (16/8/2018).
kesejahteraan, kita ingin makmur
bersama, sejahtera bersama,” ujar Jokowi Dokumen Kemenaker
Bayangkan pengangguran di Indonesia sekarang tinggal 5,34 %. Jauh menurun dibandingkan era pemerintahan
sebelumnya rata-rata di atas 6%. Padahal
p e r t u m b u h a n ekonomi Indonesia era Jokowi jauh di bawah pak SBY. Rata rata pertumbuhan ekonomi era sebelumnya adalah di atas 6%, sementara
di masa Jokowi hanya tumbuh
4-5%. Lebih hebat lagi
pengangguran di Indonesia sudah mengalahkan negara negara industri maju. Sebagaimana diketahui angka pengangguran di Eropa jauh di atas Indonesia. Unemployment rate atau pengangguran di Spain15.2%, Italy10.9%, France9.2%, Croatia9.2%, Euro area 8.3%, Cyprus 8.2%, Finland 7.6%, Latvia 7.4%.
Menurutnya, Indonesia kebalikan dari negara Eropa yang saat ini menjadi teori ekonomi baru. Mereka ternyata tidak perlu membangun industri dan mandiri pertanian untuk mengatasi pengangguran. Sebagaimana diketahui Eropa mandiri pertanian dan tidak bergantung impor. Sementara Indonesia 60% pangan impor. Indonesia juga sudah setara dengan China dalam hal angka
pengangguran yakni 5%. China sebagai ekportir terbesar bagi Indonesia dan indonesia mengalami defisit perdagangan permanen terhadap China. Lebih hebat lagi angka pengangguran di Indonesia menurun di tengah pelemahan daya beli masyarakat dalam beberapa tahun terakhir yang ditunjukkan inflasi rendah di tahun 2018. Ini juga teori baru, daya beli rendah menyebakan pengangguran menurun.
Lebih mantap lagi pengangguran menurun di saat Indonesia indonesia mengalami defisit perdagangan, defisit jasa jasa dan defisit migas, indonesia mengimpor barang dan jasa jasa termasuk tenaga kerja dari luar. Ini juga teori baru di alam dunia ini bahwa defisit Aktual.com/ Tino Oktaviano
ekonomi memberi berkah pengangguran turun.
“Entahlah mungkin rakyat Indonesia mengerjakan sesuatu yang tidak lazim di dunia. Kelaziman dalam mengatasi pengangguran adalah dengan memperkuat pertanian, membangun industri yang kuat dan meningkatkan kualitas jasa-jasa. Semua bagian itu kita merosot. Jadi apa yang terjadi di Indonesia pengangguran turun harus menjadi contoh bagi dunia, dunia bisa belajar ke Indonesia,” pungkasnya.
Core: Pengangguran itu Bukan Sekedar Angka, Tapi Manusia
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Ahmad Akbar
Susanto mengungkapkan pencapaian penurunan pengangguran yang dilakukan pemerintah belum memuaskan. Pasalnya, apabila dilihat dari sekedar presentase saja memang ada perbaikan.
Namun jumlah penggangguran absolut masih sangat besar, mencapai tujuh juta orang.
“Terlepas siapapun presidennya, kita harus konsen untuk mengatasi b a n y a k n y a jumlah orang menganggur di Indonesia yang mencapai
7 juta. Itupun masih tergolong pengangguran terbuka,” jelas Akbar
Susanto.
Berdasarkan keterangan dari BPS, Pengangguran terbuka,
terdiri dari orang yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan, orang yang tak
punya pekerjaan dan m e m p e r s i a p k a n
usaha, orang yang tak punya
pekerjaan dan tidak mencari
p e k e r j a a n karena merasa tidak mungkin mendapatkan Aktual.com/Ismed Eka
pekerjaan dan orang yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.
Menurut Akbar, definisi pengangguran terbuka tersebut masih terbilang longgar, bisa saja orang asal bekerja satu jam dalam seminggu dapat penghasilan atau tidak maka bukan lagi termasuk pengangguran terbuka.
Dengan batasan yang longgar tersebut maka didapatkan pengangguran sekitar tujuh juta orang.
“Intinya jumlah pengangguran tetap besar. Belum lagi jumlah orang setengah menggangur, itu sekitar 10 juta orang, masih sangat besar. Orang setengah menganggur itu bisa terjadi karena terpaksa tidak ada pekerjaan lain, atau sebagian dari mereka merupakan pekerja
paruh waktu,” tegasnya.
Pemerintah masih harus kerja keras dan harus punya perhatian yang serius, karena jumlah pengangguran masih sangat besar. Itupun kalau dibreakdwon lagi, kategori pekerja masih banyak yang berada di sektor informal. Sektor informal tersebut minim fasilitas dan upah yang layak. “Bisa saja pengamen itu dihitung menjadi pekerja,” candanya.
Berdasarkan data BPS, pada Agustus 2018 tingkat pekerja sektor informal mencapai 70,49 juta atau 56,84 persen.
Sedangkan sektor formal hanya 53,52 persen atau 43,16 persen. Intinya adalah siapapun presiden, Indonesia masih punya tingkat pengangguran yang tinggi.
“Perubahan penurunan itu belum cukup,
pengangguran masih besar dengan kriteria longgar, siapapaun presidennya harus serius mencipatakan lapangan pekerjaan,” katanya.
Terkait batasan atau parameter penggangguran yang digunakan, menurutnya itu sudah baku dan terdefinisi dengan lengkap. “Itu biar saja, justru itu kita tidak boleh terjebak dengan angka-angka seperti pengangguran sekian juta, pekerja sekian juta. Kita harus fokus, ini orang bukan sekedar angka. Mereka butuh pekerjaan. Apabila tidak punya pekerjaan berarti tidak punya pendapatan, karena tidak punya pendapatan maka mereka akan melakukan apapun untuk bertahan hidup,” pungkasnya. Ismed Eka Kusuma