• Tidak ada hasil yang ditemukan

P r o s i d i n g 428

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "P r o s i d i n g 428"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KEMITRAAN INFORMAL ANTARA JURAGAN DENGAN PETANI DALAM USAHATANI TUMPANGSARI CABAI PADA LAHAN KERING DI

DESA SIRAM KABUPATEN MALANG

Kliwon Hidayat

Staf Jurusan Sosial Ekonomi FP UB

PENDAHULUAN

Kemitraan antara juragan dengan petani cabai merupakan pranata sosial dalam pertanian yang tumbuh dari bawah (crescive institution) (Soekanto, 2000). Pranata ini tumbuh dalam lingkungan yang berkembang pola-pola kerjama antara perusahaan pertanian modern dengan petani hortikultura dan lembaga-lembaga keuangan modern (perbankan) yang semakin banyak dan semakin mudah diakses oleh para petani (Anonim, 2015; Eaton, and Shepherd, 2001; Patrick, 2004, Purnaningsih, N, 2007; Saptana, dkk, 2009). Namun banyak petani lebih memilih pola kerjasama atau pranata lokal yang dibangun bersama antara juragan dan petani sendiri. Yang menjadi masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah (1) mengapa petani cabai lebih memilih bermitra dengan juragan dari pada bermitra dengan pihak lain (perusahaan) yang banyak berkembang di kawasan Malang? (2) Apakah pola kemitraan antara juragan dan petani cabai dilandasi oleh prinsip-prinsip hubungan bisnis yang saling menguntungkan, eksploitatif (merugikan petani) atau atas dasar perpaduan antara prinsip bisnis dan social (patron client relationship)? (3) Bagaimana pembagian risiko dan keuntungan dalam pola kemitraan antara juragan dengan petani cabai di lokasi penelitian?

(4)Apakah ada hubungan antara pola kemitraan juragan-petani cabai dengan praktek usahatani berkelanjutan?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di desa Siram, Kabupaten Malang. Desa ini dipilih karena salah satu sentra usahatani cabai lahan kering di kabupaten Malang, dan terdapat pola kemitraan antara juragan dengan petani cabai. Juragan dipilih secara sengaja (purposive) yaitu juragan dalam desa dan luar desa. Sedangkan petani sampel dipilih secara acak sederhana (Singarimbun dan Effendi, 1989) dari masing-masing juragan sebanyak 30 orang atau keseluruhan berjumlah 60 petani. Data dikumpulkan dengan wawancara mengunaakan kuesioner untuk petani sampel dan wawancara mendalam dengan juragan. Data dianalisis menggunakan analisis pendapatan usahatani (Harnanto, 1991) dan pendapatan juragan serta analisis deskriptif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Motif Bermitra antara Juragan dan Petani Cabai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani cabai memilih bermitra dengan juragan dalam usahatani cabai karena beberapa alasan. Alasan utama adalah memiliki keterbatasan modal untuk usahatani. Alasan selanjutnya adalah kemudahan petani dalam mendapat pinjaman tanpa agunan, tanpa bunga, dapat dilakukan setiap waktu dan fleksible dalam pengembalian

(2)

pinjaman serta juragan masih bersedia memberikan pinjaman pada musim berikutnya jika petani mengalami kegagalan panen pada musim sebelumnya. Alasan lain yang juga penting adalah jaminan dan kemudahan dalam pemasaran hasil panen khususnya ketika harga cabai rendah. Sedangkan alasan juragan bermitra dengan petani cabai adalah untuk mendapatkan kepastian komoditas cabai yang diperdagangkan pada saat panen. Volume cabai yang diperdagangkan juragan menentukan keuntungan yang akan diperoleh selama masa panen cabai.

Pola Kemitraan antara Juragan dan Petani Cabai

Hubungan kerjasama yang terjalin antara juragan dengan petani mitra bersifat saling ketergantungan, saling mendukung dan saling menguntungkan. Hubungan ini dicirikan oleh:

(1), hubungan terjadi antara dua pihak yang memiliki status sosial berbeda (asimetris); (2), hubungan sifat tatap muka, dan (3), hubungan bersifat luwes dan informal. Hak dan kewajiban yang paling utama dalam hubungan kerjasama ini adalah juragan memberikan pinjaman modal berupa sarana produksi pertanian dan atau uang untuk pemenuhan kebutuhan hidup petani mitra. Sedangkan petani mitra berkewajiban menjual seluruh hasil panen tanaman yang dimitrakan (tanaman cabai besar dan cabai kriting) kepada juragan dengan penentuan harga yang disepakati dan mengikuti dinamkika harga pasar serta melunasi pinjamannya pada saat akhir panen. Kehadiran juragan lebih dari satu orang di lokasi ini melahirkan persaingan antara juragan dalam mendapatkan petani mitra, sehingga sebagian petani mitra mengalami hubungan pasang surut dengan juragan, karena masing-masing pihak dinilai belum melaksanakan kewajibannya sesuai kesepakatan.

Pembagian Risiko dan Keuntungan antara Juragan dan Petani Cabai

Pada dasarnya hubungan kemitraan antara pihak dalam agribisnis dilandasi oleh prinsip adanya kebutuhan dan kepentingan bersama serta saling menguntungkan. Program kemitraan yang dicanangkan oleh pemerintah dimaksudkan selain untuk melakukan transformasi pertanian rakyat, juga untuk meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus untuk mengatasi kesenjangan antara pertanian modern dengan pertanian rakyat. Ada pula kemitraan dilakukan atas motif membagi risiko antar pihak yang terlibat dalam usahatani tersebut.

Bagaimana pembagian risiko dalam kemitraan informal antara petani cabai dengan juragan? Apabila terjadi kegagalan panen, maka seluruh risiko biaya usahatani ditanggung oleh petani mitra. Biaya usahatani yang berasal dari pinjaman juragan harus dkembalikan petani kepada juragan. Hanya saja dalam hal ini, petani mitra diberi kelonggaran waktu pengembaliannya pada musim tanam berikutnya. Agar petani dapat mengembalikan uang pinjaman pada musim berikutnya, maka juragan tetap memberikan pinjaman modal usahatani cabai kepada petani pada musim berikutnya. Selain itu, bagi petani jika terjadi kegagalan panen, aktivitas kerja mereka tidak mendapat imbalan dari usahatani tersebut. Sedangkan risiko yang diterima juragan adalah tertundanya waktu pengembalian modal dari petani dan berkurangnya keuntungan yang diterima juragan jika harga cabai turun.

Pada sisi lain, bagaimana pembagian keuntungan dalam usahatani cabai antara petani dengan juragan dalam kemitraan informal ini? Untuk mengetahui pembagian keuntungan antara petani mitra dan juragan dalam usahatani tumpangsari cabai dengan tanaman lain di desa Siram akan dilakukan analisis pendapatan riil usahatani. Melalui analisis

(3)

ini dapat diketahui pendapatan usahatani yang diterima petani mitra dan berapa pendapatan yang diterima juragan dalam satuan satu hektar. Hal ini dapat diikuti pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Tumpangsari Cabai Per Hektar Petani Mitra Juragan di Desa Siram Pada Musim Tanam 2016/2017

Uraian Juragan

Dalam Desa Luar Desa A. Pendapatan Petani Cabai Mitra (Rp/ha)

1. Biaya Usahatani dan sumbernya

a. Biaya dari pinjaman juragan 14.721.453 14.783.921

b. Biaya dari petani sendiri 14.737.694 6.570.450

c. Total Biaya usahatani 29.459.147 21.354.371

2. Penerimaan Usahatani

a. Dari tanaman yang dimitrakan 55.968.985 43.115.639 b. Dari tanaman sela(tdk dimitrakan) 12.631.433 13.339.290

c. Total penerimaan 68.600.418 56.454.929

3. Pendapatan Usahatani 39.141.271 35.100.558

Rata-rata 37.120915

B. Pendapatan juragan dari Cabai besar

& Kriting(Rp/ha)

1.Penerimaan juragan 8.620.000 6.255.884

2. Biaya pemasaran ke Pare Kediri/pasar tujuan 1.830.000 1.343.456

3.Pendapatan juragan per ha 6.790.000 4.912.428

Rata-rata 5.851.214

Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Keuntungan petani mitra juragan didapatkan dari penjualan hasil panen tanaman yang dimitrakan, yaitu cabai besar dan cabai keriting sebagai tanaman utama dan tanaman sela cabai rawit, terong, tomat, dan bunga kol sebagai penambah pendapatan atau keuntungan bagi petani mitra. Pendapatan atau keuntungan yang diterima petani mitra adalah sebesar Rp37.120.915,0 per hektar per musim. Sementara keuntungan yang diperoleh juragan adalah sebesar Rp 5.851.214,0 per hektar per musim. Keuntungan ini diperoleh dari selisih harga pembelian juragan dengan harga di tempat tujuan juragan menjual cabai. Keuntungan ini merupakan imbalan atau jasa bagi juragan yang telah memberi pinjaman modal dan memasarkan hasil panen petani.

Kemitraan Juragan-Petani Cabai dan Praktek Usahatani Berkelanjutan

Kemitraan antara petani dengan juragan terbangun karena adanya kebutuhan bagi juragan akan komoditas cabai besar dan keriting serta kesediaan petani untuk mengusahakan kedua jenis tanaman tersebut. Selain itu, semua petani mitra menerapkan sistem usahatani tumpangsari dengan 1 sampai 6 tanaman sela. Praktek usahatani yang dilakukan petani saat ini terdiri dari beberapa unsur. Berdasarkan unsur-unsur tersebut, praktek usahatani dapat

(4)

dibedakan menjadi dua golongan, yaitu praktek unsur usahatani yang sejalan dengan prinsip pertanian berkelanjutan dan yang belum memenuhi prinsip pertanian berkelanjutan. Praktek mixed farming dan multiple cropping, penggunaan pupuk organik serta penerapan konservasi tanah sejalan dengan prinsip pertanian berkelanjutan, sedangkan penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia adalah praktek usahatani yang belum sejalan dengan prinsip pertanian berkelanjutan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Petani cabai lebih memilih bermitra dengan juragan karena dilandasi oleh beberapa alasan sekaligus, yaitu keterbatasan modal, mekanisme mendapatkan modal lebih mudah, fleksibel dalam waktu pengembalian, serta ada jaminan mendapatankan modal pada musim berikutnya jika terjadi kegagalan panen serta ada jaminan pemasaran hasil panen dari juragan. Bagi juragan adalah untuk mendapat kepastian komoditas yang dijual sehingga mendapat keuntungan yang layak.

2. Pola hubungan antara juragan dan petani cabai dilandasi oleh saling percaya (mutual trust), terjadi antara dua pihak yang memiliki status sosial berbeda (asimetris), hubungan sifat tatap muka, luwes dan kerjasama bersifat informal.

3. Pembagian risiko antara petani dan juragan tampak tidak seimbang, karena risko usahatani cabai sepenuhnya ditanggung oleh petani, sedangkan risiko yang dihadapi juragan berupa tertundanya pengembalian pinjaman petani pada musim berikutnya jika terjadi kegagalan panen. Keuntungan petani dari kemitraan usahatani cabai adalah sebesar Rp 37.120.915,0 per hektar per musim, sedangkan keuntungan juragan adalah sebesar Rp 5.851.214,0 per hektar per musim. Keuntungan ini merupakan imbalan atas jasa juragan yang telah memberi pinjaman modal dan memasarkan hasil panen petani.

4. Kemitraan antara petani dengan juragan dalam usahatani cabai ikut mendorong penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang belum sejalan dengan prinsip pertanian berkelanjutan. Sementara praktek usatani cabai yang sejalan dengan prinsip pertanian berkelanjutan adalah mixed farming dan multiple cropping, penggunaan pupuk organic, dan penerapan teknik konservasi tanah dan air.

Saran

1.

Perlu kajian lebih lanjut apakah hubungan kemitraan juragan dengan petani cabai secara informal membawa kepada peningkatan pendapatan petani mitra dalam jangka panjang atau sebaliknya menyebabkan penurunan pendapatan (kesejahteraan) petani mitra atau ada unsur eksploitasi juragan atas petani mitra?

2.

Perlu kajian lebih lanjut peran juragan dalam penyebaran inovasi pertanian modern dan dampaknya terhadap pertanian berkelanjutan, ditengah semakin terbatasnya kegiatan penyuluhan dari pemerintah daerah;

3.

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia petani penting dilakukan melalui kajian bersama petani terutama dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai.

Kegiatan ini dapat dilakukan melalui pencontohan dan pendampingan baik secara individu maupun kelompok tani.

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015. Pola Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah: Klaster Cabai Merah Organik.Departemen Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Bank Indonesia, Jakarta.

Eaton, C. and A. W. Shepherd, 2001. “Contract Farming: Partnership for Growth”, FAO Agricultural Service Bulletins-145.

Rehber,E. 2007. Contract Farming: Theory and Practice. The Icfai University Press, Hyderabad, India.

Hernanto, F. 1991. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Ian Patrick, 2004. Contract farming in Indonesia: Smallholders and agribusiness working together. Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra.

Purnaningsih, N., 2007. Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan. Sodality, Jurnal Trandisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia,1(3): p.393-416.

Saptana, A.Daryanto, H.K.Daryanto, dan Kuntjoro, 2009. Strategi Kemitraan Usaha Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Agribisnis Cabai Merah di Jawa Tengah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

Saptana, Nur Khoiriyah Agustin dan Ahmad Makky Ar-Rozy, 2012. Kinerja Produksi dan Harga Komoditas Cabai Merah. Analisis Kebijakan Pertanian Badan Litbang Kementan, Jakarta.

Saptana, N.K. Agustin dan A.M.Ar-Rozy, TT. Kinerja Produksi dan Harga Komoditas Cabai Merah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Bogor.

Singarimbun, M. dan S. Effendi, 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta.

Soekanto, S. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Tumpangsari Cabai Per Hektar Petani  Mitra Juragan di Desa Siram Pada Musim Tanam 2016/2017

Referensi

Dokumen terkait

Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran Kopi Amstirdam di Kabupaten Malang meliputi petani sebagai produsen, tengkulak/pengepul, pengolah, toko/pabrik dan

Informasi titik kritikal salinitas berdasarkan daya berkecambah kultivar Eiffel dan Tidore adalah NaCl 0,6 % dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan invigorasi benih dengan

Pada kasus infeksi, mikroorganisme ditemukan pada area dan sebagai penyebab peradangan, mikroorganisme ini dapat diidentifikasi dan penyembuhan yang tepat dapat mengurangi

Hal ini menyebabkan sampel ZnO tanpa aditif tidak bersifat seperti varistor, yaitu: tidak menunjukkan pola yang non linier (non ohmik) dari hubungan arus I dan tegangan listrik

2) Penelitian ini akan ditekankan pada struktur teks kidung Rahayu; klasifikasi dan deskripsi kidung Rahayu; konsep hidup rahayu yang tercermin dari kidung

Ruang ini menurut Relph (1976) memiliki tiga komponen penting yaitu aspek fisik (teraba), kegitan yang terlihat, dan simbol dan makna. Oleh karena itu kerusakan suatu

Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kerusakan bangunan di Pidie Jaya selain akibat dari pemakaian kwalitas bahan yang rendah, pemakaian bentuk atap masjid

Penyebaran informasi tersebut melalui pertemuan kelompok dan diteruskan melalui pengurus kelompok. Terdapat sanksi yang diberlalukan terhadap siapapun yang melanggar aturan