• Tidak ada hasil yang ditemukan

MESOFAUNA TANAH PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT DATARAN TINGGI TOBA DI KECAMATAN DOLOK SANGGUL SKRIPSI OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MESOFAUNA TANAH PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT DATARAN TINGGI TOBA DI KECAMATAN DOLOK SANGGUL SKRIPSI OLEH :"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

MESOFAUNA TANAH PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN

GAMBUT DATARAN TINGGI TOBA DI KECAMATAN DOLOK SANGGUL

SKRIPSI

OLEH :

NIKMAH ADHRIANI BATUBARA 170301255

AGROTEKNOLOGI-ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

(2)

MESOFAUNA TANAH PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN

GAMBUT DATARAN TINGGI TOBA DI KECAMATAN DOLOK SANGGUL

SKRIPSI

OLEH :

NIKMAH ADHRIANI BATUBARA 170301255

AGROTEKNOLOGI-ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Menyelesaikan Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

(3)

i

(4)

ii ABSTRAK

Lahan gambut dataran tinggi Toba merupakan salah satu lahan gambut yang telah mengalami pengkayaan bahan mineral sehingga dimanfaatkan untuk dijadikan lahan pangan. Namun, pengelolaan lahan tersebut akan mempengaruhi populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaman dan populasi mesofauna tanah di lahan gambut dataran tinggi Toba Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2021. Sampel mesofauna diambil dari 5 penggunaan lahan gambut yang berbeda, yaitu (i) lahan gambut tidak dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, (ii) lahan gambut yang digunakan untuk budidaya kopi, (iii) lahan gambut yang ditumbuhi rumput, (iv) lahan gambut yang digunakan untuk budidaya padi, dan (v) lahan gambut yang digunakan untuk budidaya bawang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cangkul pada kedalaman 0 – 20 cm dan disekitar perakaran tanaman untuk sampel pada areal pertanian. Ekstraksi mesofauna tanah dilakukan dengan menggunakan metode Barlese – Tullgren Funnel. Hasil penelitian menemukan mesofauna tanah yang beragam dengan 1 filum yaitu Arthropoda untuk kelima penggunaan lahan, sebanyak 4 kelas, 1 sub – kelas, 12 ordo, 8 sub – ordo dan 23 famili. Rata – rata kepadatan populasi mesofauna tertinggi yang terdapat pada beberapa penggunaan lahan gambut berturut – turut lahan gambut yang digunakan untuk budidaya kopi yaitu 8,5 ± 2,021 ind/100g, lahan gambut yang ditumbuhi rumput 7,25 ± 1,436 ind/100g, lahan gambut yang digunakan untuk budidaya bawang 6,25 ±1,436 ind/100g, lahan gambut yang digunakan untuk budidaya padi 5,25 ± 1,493 ind/100g dan lahan gambut yang tidak dimanfaatkan sebagai lahan pertanian 4 ± 1,080 ind/100g.

Kata kunci : Mesofauna, Gambut Dataran Tinggi, Keanekaragaman, Gambut Tropik

(5)

iii ABSTRACT

Toba upland peatlands are one of the peatlands that gets enriched with mineral material so that it is used as agricultural land. However, land management will affect the population and diversity of soil mesofauna. The aim of the study was to examine the diversity and population of soil mesofauna in the Toba upland peatlands, Dolok Sanggul Sub – District, Humbang Hasundutan District. This research was conducted from April to July 2021. Sampels were taken from five different peatland uses; (i) peatland that is not used as agricultural land, (ii) coffee cultivation, (iii) grassland, (iv) rice cultivation, and (v) red onion cultivation. Soil sampling using a hoe at a depth of 0-20 cm and around plant roots for samples in agricultural areas. Soil mesofauna extraction using the Barlese – Tullgren Funnel method. The results of the study found diverse soil mesofauna with 1 phylum namely Arthropoda for the five land uses, 4 classes, 1 sub-class, 12 orders, 8 sub-orders and 23 families. The highest average mesofauna population density found in several peat land uses, coffee cultivation 8,5 ± 2,021 ind/100g; grassland 7,25 ± 1,436 ind/100g; red onion cultivation 6,25

±1,436 ind/100g; rice cultivation 5,25 ±1,493 ind/100g; and peatland that is not used as agricultural land 4 ±1,080 ind/100g, respectively.

Keywords: Mesofauna, Upland Peatlands, , Diversity, Tropical Peatlands

(6)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanobato pada tanggal 16 Desember 1999 dari pasangan Ayahanda Fakhruddin Batubara dan Ibunda Afni Lubis. Penulis merupakan anak kedelapan dari delapan bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD Negeri 146 Kayulaut pada tahun 2011, SMP Swasta IT Al – Husnayain di Pidoli Dolok pada tahun 2014, MA Negeri 2 Model Medan pada tahun 2017. Kemudian pada tahun yang bersamaan penulis diterima di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui Jalur Mandiri dengan Program Studi Agroteknologi Peminatan Ilmu Tanah.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis berperan dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan diantaranya Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGROTEK) FP USU Periode 2017 – 2021 sebagai anggota.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada tahun 2020 di PT. Perkebunan Nusantara VIII – Jawa Barat Unit Usaha Kebun Gedeh Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2021 di Desa Benteng Jaya Kecamatan Sei Balai Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara.

(7)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat dan karunia – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya.

Adapun judul skripsi ini adalah “Mesofauna Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan Gambut Dataran Tinggi Toba di Kecamatan Dolok Sanggul” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan Program Sarjana (S1) di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi hambatan dan rintangan, namun dengan adanya bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Kedua Orang tua Ayahanda Fakhruddin Batubara dan Ibunda Afni Lubis yang penulis banggakan, merupakan orangtua yang luar biasa yang telah membesarkan, mengajarkan, dan membimbing penulis penuh kesabaran dan kasih sayang yang tulus. Pengorbanan mereka tidak akan pernah tergantikan dengan apapun di dunia ini. Dan seluruh keluarga besar, abang dan kakak yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis.

2. Dr. Nini Rahmawati, SP., M.Si. selaku ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Prof. Ir. T. Sabrina, M. Agr. Sc., Ph.D. selaku ketua komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan banyak ilmu, saran, bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

(8)

vi

4. Dr. Mariani Br Sembiring, SP., MP. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penyusunan skripsi.

5. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

6. Masyarakat Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan yang telah memberikan izin penelitian dan membantu kelancaran penelitian ini.

7. Staf dan karyawan PPKS Medan yang telah memberikan izin penelitian dan membantu kelancaran penelitian ini.

8. Teman – teman penulis Muhammad Dava Warsyahdhana, Mhd. Ilham Reza, Hidayatul Munawarah, Nurul Handayani, Aditya Angga Winata yang telah banyak membantu saat pengambilan sampel dilapangan.

9. Rekan – rekan seperjuangan mahasiswa Agroteknologi 2017 yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih

Medan, Januari 2022

Penulis

(9)

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penulisan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut ... 5

Penggunaan Lahan Gambut Bidang Pertanian ... 7

Bahan Organik Tanah ... 8

Dekomposisi Bahan Organik ... 10

Jaring Makanan di Dalam Tanah ... 11

Mesofauna ... 13

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 17

Metode Penelitian... 18

Pelaksanaan Penelitian ... 19

Penentuan Sampel Tanah ... 19

Pengambilan Sampel Tanah ... 20

Waktu Pengambilan Sampel Tanah ... 20

Ekstraksi Mesofauna Tanah... 20

Pengamatan Mesofauna Tanah ... 20

Peubah Amatan ... 20

Identifikasi Sampel Mesofauna Tanah... 20

pH Tanah, C – Organik Tanah, Kelembaban Tanah, Suhu Tanah ... 21

Kadar Air Tanah ... 21

Analisis Data Mesofauna Tanah ... 21

Kepadatan Populasi (K) ... 21

(10)

viii

Kepadatan Relatif (KR) ... 22 Frekuensi Kehadiran (FK) ... 22 Analisis Korelasi ... 22 HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai Faktor Fisik dan Kimia Tanah ... 23 Mesofauna Tanah yang Ditemukan ... 28 Kepadatan, Kepadatan Relatif, Frekuensi Kehadiran dan Konstansi

Mesofauna Tanah ... 41 Mesofauna Tanah dengan Nilai KR ≥ 10% dan Frekuensi Kehadiran (FK) ≥ 25% ... 46 Analisis Korelasi Pearson (r) ... 50 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 56 Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

ix

DAFTAR TABEL

No Keterangan Hal

1 Kandungan C – Organik, N – Total, dan C/N Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan Gambut di Kecamatan Dolok Sanggul

23

2 Nilai Faktor Fisik dan Kimia Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan Gambut di Kecamatan Dolok Sanggul

25

3 Mesofauna Tanah yang Ditemukan pada Beberapa Penggunaan Lahan Gambut di Kecamatan Dolok Sanggul

29

4 Klasifikasi dan Deskripsi Famili Mesofauna Tanah yang Ditemukan pada Beberapa Penggunaan Lahan Gambut di Kecamatan Dolok Sanggul

30

5 Nilai Kepadatan (Individu/100g), Kepadatan Relatif (%), Frekuensi Kehadiran (%), dan Konstansi Mesofauna Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan Gambut di Kecamatan Dolok Sanggul

42

6 Mesofauna Tanah dengan Nilai KR ≥ 10% dan FK ≥ 25% pada Beberapa Penggunaan Lahan Gambut di Kecamatan Dolok Sanggul

47

7 Koefisien Korelasi Antara Nilai Faktor Fisik dan Kimia Tanah dengan Populasi Mesofauna Tanah yang Ditemukan

50

(12)

x

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Hal

1 Peta Administrasi Kecamatan Dolok Sanggul 15

2 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Dolok Sanggul 16

3 Peta Jenis Tanah Kecamatan Dolok Sanggul 16

4 Peta Lokasi Pengambilan Sampel Tanah 17

5 Lahan Gambut yang Tidak Dimanfaatkan untuk Lahan Pertanian 18 6 Lahan Gambut yang Digunakan untuk Budidaya Kopi 18

7 Lahan Gambut yang Ditumbuhi Rumput 18

8 Lahan Gambut yang Digunakan untuk Budidaya Padi 18 9 Lahan Gambut yang Digunakan untuk Budidaya Bawang 19

10 Persiapan Alat dan Bahan 64

11 Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan 64

12 Pengukuran Kelembaban Tanah 64

13 Pengukuran Suhu Tanah 64

14 Pengukuran pH Tanah 64

15 Pengisian Alkohol 60% kedalam Botol Koleksi 64

16 Penimbangan Sampel Tanah 65

17 Ekstraksi Mesofauna Tanah Menggunakan Barlese – Tullgren Funnel 65 18 Observasi Mesofauna Tanah Menggunakan Mikroskop yang

Terhubung dengan Komputer 65

(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Hal

1 Foto Kerja 64

2 Contoh Perhitungan 66

3 Data Jenis dan Jumlah Mesofauna Tanah yang Ditemukan Pada Setiap Penggunaan Lahan

67

4 Hasil Analisis Korelasi Pearson (r) Antara Nilai Faktor Fisik dan Kimia Tanah dengan Populasi Mesofauna Tanah

72

(14)

12

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan gambut merupakan salah satu sumber daya alam penting di

Indonesia. Indonesia memiliki sekitar 15 juta hektar lahan gambut (BB Litbang SLDP, 2011). Selain di dataran rendah lahan gambut juga ditemukan

di dataran tinggi, salah satunya di Provinsi Sumatera Utara. Lahan gambut dataran tinggi ini terdapat di dataran tinggi Toba yang berlokasi di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Dolok Sanggul dan Kecamatan Pollung, ketiganya berada di kabupaten Humbang Hasundutan. Lahan gambut dataran tinggi ini yang tidak terpengaruh oleh pantai atau sungai karena berada di dataran tinggi, sehingga lahan gambut dataran tinggi ini cukup unik (Purba et al., 2017).

Letak geografis wilayah Kecamatan Dolok Sanggul berada di bagian tengah Kabupaten Humbang Hasundutan, dengan luas wilayah sebesar 20.929,53 ha atau sekitar 8,36 persen dari total luas Kabupaten Humbang Hasundutan.

Berdasarkan posisi geografi Kecamatan Dolok Sanggul berbatasan langsung dengan Kecamatan Pollung disebelah Utara, Kecamatan Parmonangan (Tapanuli Utara) dan Kecamatan Sijamapolang disebelah Selatan, Kecamatan Onan Ganjang dan Kecamatan Parlilitan disebelah Barat serta Kecamatan Lintong Nihuta disebelah Timur. Letak astronomisnya antara 2009’ – 2025’ Lintang Utara dan antara 98035’ – 98049’ Bujur Timur (BPS, 2016).

Keanekaragaman hayati tanah terdiri dari organisme yang menghabiskan semua atau sebagian dari siklus hidupnya di dalam tanah atau di permukaannya (tidak termasuk sampah permukaan dan kayu yang membusuk). Mesofauna tanah merupakan bagian penting dari ekosistem darat dan penghubung antara

(15)

13

mikrofauna dan makrofauna yang bersama – sama merupakan bagian penting dari komunitas pengurai tanah. Mesofauna melakukan dan mengatur sebagian besar

dari transformasi bahan organik dan aliran hara dalam ekosistem darat (Dervash et al., 2018).

Proses dekomposisi material organik dalam tanah ikut ditentukan oleh adanya fauna tanah di habitat tersebut sehingga bermanfaat bagi kesuburan tanah yang menyebabkan fauna tanah memegang peranan penting dalam ekosistem tanah (Risman dan Ikhsan, 2017). Ketersediaan energi seperti bahan organik dan biomassa yang berkaitan dengan siklus karbon di dalam tanah sangat berpengaruh terhadap keberadaan mesofauna dan makrofauna tanah karena energi tersebut adalah sumber pakan untuk keberlanjutan hidupnya.

Ketersediaan energi dan unsur hara bagi fauna tanah, dapat tumbuh dan aktivitasnya akan berkinerja baik serta berdampak positif bagi kesuburan tanah (Hilwan dan Handayani, 2013).

Mesofauna tanah berperan sebagai bioindikator untuk kualitas lingkungan atau ekosistem. Pada sistem tanah interaksi mesofauna tanah sangat berperan penting, karena terlibat di jaring makanan. Mesofauna tanah berfungsi sebagai penghasil senyawa organik di dalam ekosistem tanah (Santi et al., 2018).

Eksplorasi jenis dan jumlah individu mesofauna tanah sebagai dekomposer bahan organik perlu dilakukan karena peranan fauna tanah sangat penting dalam proses dekomposisi bahan organik pada tanah gambut dan menjaga keseimbangan ekosistem, serta pengelolaan gambut secara berkelanjutan, sehingga penggunaan bahan kimia dalam pengelolaan lahan gambut dapat

(16)

14

dikurangi dengan melibatkan fungsi tanah (Hilwan dan Handayani, 2013).

Pengukuran mesofauna tanah penting dilakukan karena untuk melihat keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem (Syah et al., 2015).

Menurut penelitian Syah et al (2015) menyatakan bahwa mesofauna tanah yang diperoleh pada tiga penggunaan lahan yaitu hutan konservasi, Hutan Tanaman Industri (HTI) Acacia crassicarpa umur 6 bulan, dan HTI Acacia crassicarpa umur 36 bulan di lahan gambut dengan keragaman yang berbeda – beda. Namun, keberadaan mesofauna pada lahan gambut di dataran tinggi Sumatera Utara belum banyak dieksplorasi.

Lahan gambut dataran tinggi Kabupaten Humbang Hasundutan mengalami pengkayaan bahan mineral sehingga lebih subur dan cocok untuk dijadikan lahan pangan. Contohnya di Kecamatan Dolok Sanggul dimana sebagian lahan gambut sudah menjadi lahan persawahan, hortikultura maupun perkebunan kopi karena sudah mengalami pengkayaan bahan mineral. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengeksplorasi jenis mesofauna tanah yang berada pada areal lahan gambut dataran tinggi Toba dengan berbagai penggunaannya.

Ekosistem yang baik atau buruk sangat mempengaruhi diversitas fauna tanah, untuk itu penulis ingin melakukan penelitian tentang mesofauna tanah pada beberapa penggunaan lahan gambut di Kecamatan Dolok Sanggul.

(17)

15

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengkaji populasi mesofauna tanah pada tanah gambut dataran tinggi Toba Kecamatan Dolok Sanggul pada beberapa penggunaan lahan.

2. Untuk mengkaji keanekaragaman mesofauna tanah pada tanah gambut dataran tinggi Toba Kecamatan Dolok Sanggul pada beberapa penggunaan lahan.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan populasi mesofauna tanah pada beberapa penggunaan lahan gambut dataran tinggi Toba

2. Terdapat perbedaan keanekaragaman mesofauna tanah pada beberapa penggunaan lahan gambut dataran tinggi Toba

Kegunaan Penulisan

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan program Sarjana (S1) di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, serta sebagai bahan informasi tentang jenis dan populasi mesofauna di tanah gambut dataran tinggi Toba Kecamatan Dolok Sanggul.

(18)

16

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut

Tanah gambut adalah tanah – tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa – sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm (Wahyunto et al., 2005). Ketebalan gambut bervariasi sesuai dengan letak fisiografi. Di daerah mudflat, alluvial – marin, dan levee tidak terjadi akumulasi bahan organik, sedangkan di daerah backswamp akumulasi bahan organik mulai terjadi tetapi tebalnya kurang dari 40 cm, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai tanah gambut (Histosols). Dekomposisi bahan organik terhambat pada daerah depresi yang secara terus – menerus terjadi genangan air, yang menyebabkan kandungan dan ketebalan bahan organik semakin meningkat sehingga daerah ini sangat cocok untuk pembentukan gambut (Subiksa dan Wahyunto, 2011).

Lahan gambut di Indonesia tersebar di tiga pulau besar, yaitu Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Karakteristik gambut sangat bervariasi

tergantung pada tingkat kematangan dan kesuburannya, kedalaman gambut

serta lingkungan pembentukannya. Oleh karena itu, gambut yang berada di ketiga pulau besar itu agak sedikit berbeda karakteristik sifat kimianya, terkait

dengan ada tidaknya bahan pengkayaan. Gambut yang terbentuk di Pulau Sumatera umumnya mendapat pengkayaan dari bahan volkan yang berada di bagian atasnya (dari Pegunungan Bukit Barisan), baik langsung

maupun hasil sedimentasi sungai dari bagian hulunya, sehingga secara umum

sifat kimia gambut di Pulau Sumatera relatif lebih baik dibanding gambut di Kalimantan ataupun Papua (Mulyani dan Noor, 2011).

(19)

17

Lahan gambut di Indonesia umumnya mempunyai tingkat kemasaman relatif tinggi (pH 3 – 4). Gambut oligotropik yang memiliki substratum pasir kuarsa banyak ditemukan di Kalimantan. Umumnya mempunyai kation basa (Ca, Mg, K, dan Na) sangat rendah, pH tanah sangat masam, kandungan asam organik tinggi yang sebagian bersifat racun, KTK tinggi yang sebagian besar dibentuk oleh muatan tergantung pH, kejenuhan basa sangat rendah, mampu membentuk ikatan kompleks dengan kation polivalen, kadar hara makro dan mikro sangat rendah yang sangat ditentukan oleh kandungan mineral, serta penyimpan karbon yang sangat besar (Mulyani dan Noor, 2011).

Kandungan karbon persatuan volume gambut menjadi semakin tinggi apabila tingkat kematangan gambut semakin tinggi. Namun demikian secara total bukan berarti semakin lanjut kematangan gambut di suatu lokasi, simpanan karbon di tempat tersebut akan semakin meningkat. Akibat proses dekomposisi, gambut mengalami pengurangan volume atau pemampatan (subsiden), sehingga meskipun kandungan gambut per satuan volume meningkat, namun karena total volume gambut berkurang maka simpanan karbon secara total juga berkurang (Dariah et al., 2011).

Perencanaan pengolahan lahan gambut harus mengacu pada hasil studi yang mendalam mengenai karakteristik lahan gambut dan lingkungan setempat dan dampak yang muncul kemudian, karena lahan gambut termasuk marginal dan rapuh, antara lain mudah terbakar pada musim kemarau, mudah mengalami penurunan permukaan (subsiden), sehingga dalam pemanfaatannya harus dilakukan secara cermat dan hati – hati (Agus dan Subiksa, 2008).

(20)

18

Penggunaan Lahan Gambut Bidang Pertanian

Pengelolaan lahan gambut harus dilakukan dengan baik dan penuh kehati – hatian agar lahan gambut tidak mengalami degradasi atau penurunan fungsi lahan, karena lahan gambut sudah sejak lama dimanfaatkan untuk pertanian, dan berperan dalam penyediaan pangan masyarakat sekitar meskipun belum optimal.

Sehingga sangat dibutuhkan inovasi teknologi yang tepat dan sesuai agar lahan gambut dapat dimanfaatkan secara optimal (Yuliani, 2014).

Pemanfaatan gambut tipis untuk budidaya tanaman pangan dan hortikultura lebih dominan dilakukan petani dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya (Masganti dan Yuliani, 2009). Gambut tipis sangat potensial menjadi pemasok bahan pangan dimasa mendatang karena dari lahan ini diperkirakan menghasilkan sebesar 50% – 60% produksi tanaman pangan dan hortikultura (Masganti et al., 2017).

Lahan gambut berperan penting dalam penyediaan bahan pangan (Haryono, 2013). Selain budidaya padi, jagung dan kedelai (Pajale) merupakan jenis tanaman yang banyak dibudidayakan oleh petani, budidaya Pajale biasa ditanam secara monokultur dan tumpangsari dengan tanaman perkebunan seperti perkebunan kelapa sawit yang belum menghasilkan dan tanaman tua untuk meningkatkan kontribusi lahan gambut dalam menyediakan bahan pangan (Masganti et al., 2015).

Tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, cokelat dan kopi merupakan tanaman tahunan yang banyak dibudidayakan di lahan gambut. Petani memilih budidaya tanaman tahunan selain untuk menghemat tenaga kerja juga memiliki risiko kegagalan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan tanaman

(21)

19

semusim. Tanaman tahunan juga mempunyai daya konservasi yang lebih besar dikarenakan kanopinya yang lebar dapat menutup permukaan tanah sepanjang tahun dan perakaran yang kuat mampu mengikat tanah untuk memperkecil erosi (Najiyati et al., 2005).

Lahan gambut yang paling cocok untuk komoditas tanaman pangan seperti palawija, hortikultura, sayuran dan buah – buahan, serta tanaman tahunan adalah gambut dengan ketebalan <60 cm atau kedalaman <140 cm jika ada pengkayaan bahan mineral dan kematangan gambut saprik. Dengan pengelolaan lahan yang baik, lahan gambut dapat dimanfaatkan secara intensif dan dapat memberikan keuntungan yang memadai (Mulyani dan Noor, 2011).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah dibedakan menjadi residu tanaman yang tidak terurai dan zat humat berwarna gelap yang dibentuk oleh dekomposisi bahan organik.

Bahan organik tanah penting untuk pertukaran hara di lingkungan tanah, penyerap karbon, dan kesuburan tanah (Minasny et al., 2020a). Bahan organik bukanlah bahan tambahan ‘baru’, tetapi bahan ini menyediakan unsur hara dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman melalui proses pembusukan (AGRI – FACTS, 2000).

Bahan organik tanah merupakan salah satu komponen tanah. Bahan organik tanah mengandung bahan organik dari tumbuhan dan hewan, dan bahan yang sudah diubah oleh mikroorganisme di dalam tanah pada tahap dekomposisi yang berbeda – beda. Bahan organik tanah memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kesuburan dan kualitas tanah (EIP – AGRI, 2016).

Bahan organik yang membusuk biasanya identik dengan humus dan bahan organik tanah. Stevenson (1994) dalam Minasny et al (2020a) membedakan antara

(22)

20

bahan organik tanah dengan humus, di mana bahan organik adalah fraksi ringan, dan humus mengacu pada zat dan produk humat yang disintesis ulang oleh mikroorganisme yang telah distabilkan sebagai bagian integral dari tanah.

Bahan organik diatas permukaan tanah terdiri dari sisa – sisa tumbuhan dan hewan; sedangkan bahan organik dibawah permukaan tanah terdiri dari fauna dan mikroflora tanah yang hidup, sebagian sisa – sisa tumbuhan dan hewan yang sudah membusuk, dan bahan humat. Rasio C/N juga digunakan untuk mengidentifikasi jenis bahan dan kemudahan bahan terdekomposisi; bahan berkayu keras dengan rasio C/N yang tinggi lebih tahan dibandingkan dengan bahan berdaun lunak dengan rasio C/N yang rendah (Bot dan Benites, 2005).

Pemulihan bahan organik tanah dan unsur hara serta akumulasi biomassa dapat terjadi pada periode bera (lahan yang tidak ditanami selama beberapa waktu). Iklim, jenis tanah, tekstur tanah, tipe hutan, pH, mineralogi serta penggunaan lahan sebelumnya sangat menentukan tingkat akumulasi bahan organik tanah setelah aforestasi. Tanaman berkayu menyimpan sebagian besar karbon. Hal yang mendasari penurunan bahan organik tanah adalah pembakaran hutan dan pembakaran biomassa menetralkan keasaman dan melepaskan unsur hara yang mudah diserap tanaman. Setelah pemanenan pertama pada lahan bekas pembakaran bahan organik dan unsur hara menurun dengan cepat (Minasny et al., 2020b).

Beberapa upaya yang dilakukan untuk tetap menjaga kesuburan lahan gambut diantaranya program pemantauan bahan organik tanah, percobaan jangka panjang dan studi pemodelan yang mana semua menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan secara signifikan mempengaruhi tingkat bahan organik tanah.

(23)

21

Kehilangan bahan organik terjadi ketika padang rumput, hutan dan vegetasi alami diubah menjadi lahan pertanian (EIP – AGRI, 2011).

Dekomposisi Bahan Organik Tanah

Dekomposisi yang disebut juga dengan mineralisasi adalah transformasi biologis senyawa organik menjadi anorganik dalam bentuk karbon dan unsur hara – sebagian gas CO2 dan CH4 dan senyawa organik yang lebih sederhana. Seperti kebanyakan proses biologi, proses ini dapat dipahami secara mendasar sebagai proses oksidasi – reduksi dimana organisme melepaskan energi yang disimpan dalam senyawa organik tereduksi dengan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih teroksidasi – dengan CO2 menjadi titik akhir yang paling teroksidasi – dan menggunakan energi tersebut kebutuhan pertumbuhan dan pemeliharaan (Bridgham et al., 2014).

Dekomposisi adalah proses dimana bahan organik (di dalam tanah atau di atas tanah) diubah menjadi potongan – potongan yang lebih kecil dan akhirnya menjadi senyawa anorganik. Bahan organik mengandung karbon dan hidrogen serta sejumlah unsur lain seperti oksigen, nitrogen, fosfor, dll, dan bisa berasal dari tumbuhan maupun hewan. Ada proses biotik dan abiotik yang terlibat dalam dekomposisi. Proses biotik termasuk gaya mekanik yang berperan pada sisa – sisa makhluk hidup yang disebabkan oleh misalnya siklus pembekuan/pencairan dan pengeringan/pembasahan (Wetterstedt, 2010).

Penguraian bahan organik merupakan suatu proses mikrobiologikal.

Dekomposisi dilakukan oleh mikrofauna dan mikroflora heterotrofik yang terdiri dari bakteri, jamur, actinomycetes dan protozoa. Berbeda dengan organisme autotrofik yang dapat mensintesis makanannya sendiri dari zat sederhana,

(24)

22

heterotrof memperoleh energi dan karbon untuk pertumbuhannya hanya dari senyawa organik. Selain mikroflora dan mikrofauna, banyak spesies mesofauna seperti cacing tanah juga memainkan peran penting dalam pemecaan awal residu organik (Khatoon et al., 2017).

Dekomposisi bahan organik sebagian besar adalah proses enzimatik.

Selanjutnya enzim dapat memetabolisme substratnya di dalam atau di luar sel.

Karenanya, dikenal dengan enzim intraselular atau ekstraselular. Sebelum residu organik ditambahkan ke tanah, terlebih dahulu dirombak menjadi senyawa dasar

oleh ekstraselular dan kemudian digunakan oleh enzim intraselular (Khatoon et al., 2017).

Sisa – sisa jaringan tubuh makhluk hidup yang segar terdiri dari mikroorganisme, serangga dan cacing tanah yang baru mati, akar tanaman tua, sisa tanaman, dan pupuk kandang yang baru ditambahkan. Selama proses dekomposisi, mikroorganisme mengubah struktur karbon dari residu segar menjadi produk karbon yang diubah di dalam tanah. Humus adalah hasil akhir dari proses dekomposisi bahan organik. Karena struktur kompleks senyawa humat, humus tidak dapat digunakan oleh kebanyakan mikroorganisme sebagai sumber energi dan tetap berada di dalam tanah untuk waktu yang relatif lama (Bot dan Benites, 2005).

Jaring Makanan di Dalam Tanah

Seluruh komponen yang ada di dalam tanah saling terikat satu dengan yang lainnya. Ekosistem tanah dapat didefinisikan sebagai sistem pendukung kehidupan yang saling bergantung terdiri dari udara, air, mineral, bahan organik, dan organisme makro – mikro yang semuanya saling berinteraksi. Organisme dan

(25)

23

interaksinya meningkatkan banyak fungsi ekosistem tanah dan membentuk jaring makanan di dalam tanah (Bot dan Benites, 2005).

Energi yang dibutuhkan untuk semua jaring makanan dihasilkan oleh produsen utama : tumbuhan, lumut, bakteri fotosintetik dan alga yang menggunakan sinar matahari untuk mengubah CO2 dari atmosfir menjadi karbohidrat. Kebanyakan organisme lainnya bergantung pada produsen utama untuk energi dan nutrisinya, yang disebut dengan konsumen. Bahan organik tanah yang hidup mencakup berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, protozoa dan alga. Termasuk juga akar tanaman, serangga, cacing tanah, dan hewan yang lebih besar seperti tikus tanah dan kelinci yang menghabiskan sebagian besar hidup mereka di tanah (Bot dan Benites, 2005).

Mikroorganisme, cacing tanah dan serangga membantu merombak residu dan kotoran dengan menelannya dan mencampurnya dengan mineral di dalam tanah, dan dalam proses daur ulang energi dan unsur hara tanaman. Zat yang lengket pada cacing tanah dan juga diproduksi oleh bakteri serta jamur membantu mengikat partikel. Jadi, makhluk hidup di dalam tanah bertanggung jawab untuk menjaga ketersediaan udara dan air, menyediakan unsur hara tanaman, mengurangi polutan dan memelihara struktur tanah (Bot dan Benites, 2005).

Komposisi organisme tanah bergantung pada sumber makanan (yang tergantung musim). Oleh karena itu, organisme tidak terdistribusi seragam di dalam tanah atau muncul seragam sepanjang tahun. Namun, dalam beberapa kasus struktur biogenik organisme tersebut tetap. Setiap spesies dan kelompok yang ada dapat menemukan persediaan makanan, ruang, nutrisi dan kelembaban yang sesuai (Bot dan Benites, 2005).

(26)

24

Aktivitas organisme tanah mengikuti pola musiman serta harian. Tidak semua organisme aktif pada saat yang bersamaan. Terkadang aktif bahkan terkadang dorman (tidak aktif). Ketersediaan makanan merupakan faktor penting yang memengaruhi tingkat aktivitas organisme tanah dan terkait dengan penggunaan dan pengelolaan lahan (Bot dan Benites, 2005).

Mesofauna Tanah

Kelompok mesofauna tanah memiliki panjang antara 100 µm – 2 mm (Anggriawan et al., 2020). Salah satu contoh fauna tanah adalah mesofauna.

Keberadaan kelompok mesofauna tanah dalam suatu habitat sangat bergantung pada kondisi lingkungan. Keberadaan fauna tanah dapat dijadikan sebagai parameter kualitas tanah, fauna tanah yang dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah tentunya memiliki jumlah yang relatif melimpah (Kusumastuti et al., 2020).

Dari sejumlah fauna yang berperan dalam proses penguraian, ada satu kelompok fauna yang diklasifikasikan sebagai mesofauna tanah. Mesofauna tanah merupakan fauna tanah dengan ukuran tubuh 0,16 – 10,4 mm. Mesofauna berfungsi sebagai pengurai sisa jaringan makhluk hidup atau bahan organik menjadi fragmen berukuran kecil siap dirombak oleh mikroba tanah lainnya.

Dalam metabolismenya sendiri, mesofauna mengeluarkan kotoran yang mengandung berbagai unsur hara dalam bentuk yang tersedia untuk tanaman dan kehidupan lain yang ada di dalam tanah (Kusumastuti et al., 2020).

Ketersediaan nutrisi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi struktur komunitas mesofauna tanah. Nutrisi tersebut dapat berupa serasah,

material kayu, spora jamur, miselia jamur, bakteri, dan lain sebagainya.

(Scheu & Folger, 2004 dalam Andriani et al., 2013) mengemukakan bahwa

(27)

25

beberapa kelompok taksa mesofauna tanah yang berpotensi sebagai pembentuk

biopori, lebih menyukai miselia jamur (kapang) sebagai salah satu nutriennya. Jamur dan bakteri yang ditemukan di dalam saluran pencernaan

beberapa mesofauna ini, berasosiasi dengan bahan organik sebagai

substrat tumbuh yang kemudian dicerna bersama oleh mesofauna tanah.

Mesofauna tanah sangat terkait erat dengan siklus unsur hara yang dilakukan oleh bakteri maupun fungi (Anggriawan et al., 2020). Salah satu faktor yang memengaruhi struktur komunitas mesofauna tanah adalah ketersediaan nutrisi. Nutrisi tersebut dapat berupa serasah, material kayu, spora jamur, miselia jamur, bakteri, dan lain sebagainya. Sumber makanan dari mesofauna tanah adalah seresah, sisa hewan dan tumbuhan yang mati, serta bakteri dan fungi (Andriani et al., 2013).

Mesofauna tanah terdiri dari invertebrata dengan ukuran tubuh antara 0,2 – 2 mm yang hidup di dalam tanah atau serasah. Invertebrata ini terutama tungau dan Collembola, secara aktif mengontrol siklus nutrisi melalui frekuensi predasi yang sering pada nematoda, protozoa dan jamur (Zagatto et al., 2019). Tidak seperti makrofauna (seperti cacing tanah, rayap, semut, dan beberapa larva serangga) mesofauna pada umumnya tidak memiliki kemampuan untuk membentuk kembali tanah dan, oleh karena itu terpaksa menggunakan ruang pori,

rongga atau saluran yang ada untuk bergerak di dalam tanah (Hassink et al., 1993b dalam Neher dan Barbercheck, 2016).

(28)

26

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara pada ketingggian 1000 – 1500 m diatas permukaan laut, ekstraksi mesofauna dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan identifikasi jumlah serta keanekaragaman mesofauna tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan dilaksanakan dari bulan April sampai Juli 2021.

Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Dolok Sanggul

(29)

27

Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Dolok Sanggul

Gambar 3. Peta Jenis Tanah Kecamatan Dolok Sanggul

(30)

28

Gambar 4. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah gambut yang diambil dari beberapa tipe penggunaan lahan, alkohol 60% sebagai pengawet mesofauna, aquades serta bahan – bahan kimia lain yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Position System), cangkul untuk mengambil sampel tanah, botol koleksi sebagai wadah mesofauna saat tanah diekstraksi, timbangan digital untuk menimbang berat tanah, pH meter untuk mengukur pH tanah, soil tester untuk mengukur kelembaban tanah, oven untuk mengukur kadar air tanah, thermometer untuk mengukur suhu tanah, rangkaian lampu Barlese – Tullgren Funnel untuk merangsang mesofauna agar meninggalkan tanah dan jatuh ke dalam botol koleksi, stereomikroskop untuk mengamati jenis mesofauna tanah dan kamera sebagai alat dokumentasi.

(31)

29

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa penggunaan lahan gambut dengan 5 penggunaan lahan yang berbeda, yaitu (i) lahan gambut tidak dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, (ii) lahan gambut yang digunakan untuk budidaya kopi, (iii) lahan gambut yang ditumbuhi rumput, (iv) lahan gambut yang digunakan untuk budidaya padi, dan (v) lahan gambut yang digunakan untuk budidaya bawang.

Berikut dibawah ini disajikan gambar kondisi setiap penggunaan lahan gambut dataran tinggi Toba di Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan.

Gambar 4. Lahan Gambut yang Gambar 5. Lahan Gambut yang Tidak Dimanfaatkan Digunakan untuk

untuk Lahan Pertanian Budidaya Kopi.

Tingkat Kematangan Tingkat Kematangan Fibrik (mentah). Saprik (matang).

Gambar 6. Lahan Gambut yang Gambar 7. Lahan Gambut yang Ditumbuhi Rumput Digunakan untuk

Tingkat Kematangan Budidaya Padi.

Saprik (matang). Tingkat Kematangan Saprik (matang).

(32)

30

Gambar 8. Lahan Gambut yang Digunakan untuk Budidaya Bawang.

Tingkat Kematangan Saprik (matang).

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survey dengan pengambilan sampel dilakukan secara acak atau composit random sampling.

Pengamatan yang dilakukan adalah dengan mengamati mesofauna tanah yang ada, meliputi identifikasi mesofauna tanah yaitu dengan metode Barlese – Tullgren Funnel dan metode terhadap kepadatan populasi, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran dari mesofauna tanah serta pengamatan terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Analisis kimia tanah berupa pH, C – organik, N – total dan C/N, sedangkan analisis sifat fisik tanah berupa suhu tanah, kelembaban tanah, dan kadar air tanah.

Pelaksanaan Penelitian Penentuan Sampel Tanah

Penentuan sampel tanah dilakukan berdasarkan tipe penggunaan lahan yaitu: L0 : lahan gambut yang tidak dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, Ll : lahan gambut yang digunakan untuk budidaya kopi, L2 : lahan gambut yang ditumbuhi rumput, L3 : lahan gambut yang digunakan untuk budidaya padi, dan L4 : lahan gambut yang digunakan untuk budidaya bawang. Pengambilan sampel dilakukan pada kedalaman 0 – 20 cm dari atas permukaan tanah

(33)

31

Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan membersihkan seresah diatas permukaan tanah lalu sampel tanah diambil menggunakan cangkul pada kedalaman 10 cm dari permukaan tanah.

Waktu Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari mulai pukul 06:00 WIB sampai dengan pukul 09:00 WIB.

Ekstraksi Mesofauna Tanah

Ekstraksi mesofauna tanah dilakukan dengan menggunakan metode Berlese – Tullgren Funnel. Metode ini menggunakan prinsip hewan tanah yang masih hidup akan dirangsang menggunakan panas yang berasal dari lampu untuk meninggalkan tanah dan jatuh ke dalam botol koleksi. Pada botol koleksi telah terdapat alkohol 60% yang berguna untuk mengawetkan mesofauna tanah.

Ekstraksi dilakukan minimal 4 hari sampai tanahnya kering.

Pengamatan Mesofauna Tanah

Mesofauna yang terdapat dalam botol koleksi selanjutnya diamati mengggunakan stereomikroskop untuk mengetahui jenis dan populasi mesofauna. Identifikasi mesofauna tanah dilakukan dengan menggunakan pedoman Borror et al (1992) sampai tingkat famili.

Dokumentasi foto selama penelitian tertera pada Lampiran 1.

Peubah Amatan

Identifikasi Sampel Mesofauna Tanah Sampel mesofauna tanah yang telah diekstraksi dikelompokkan sesuai dengan kesamaan ciri morfologinya. Proses identifikasi ini dilakukan dengan

(34)

32

memperhatikan morfologi (bentuk luar tubuh) menggunakan stereomikroskop dan beberapa buku acuan diantaranya Suin (2002) dan Boror et al (1992).

pH Tanah, C – Organik Tanah, Kelembaban Tanah dan Suhu Tanah,

Pengukuran pH tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat pH meter. Pengukuran C – organik dilakukan dengan metode Walkley and Black (modifikasi) menggunakan alat Spectrofotometer. Pengukuran kelembaban dan suhu tanah dilakukan dilapangan sebelum pengambilan sampel tanah. Pengukuran kelembaban tanah mengunakan soil tester dan pengukuran suhu tanah menggunakan alat thermometer tanah.

Kadar Air Tanah

Pengukuran kadar air tanah dilakukan di laboratorium. Tanah diambil dari lapangan mewakili tiap titik lalu dikompositkan dan dibersihkan dari sisa tumbuhan yang masih ada lalu diambil 10 g untuk dianalisis. Selanjutnya sampel tanah dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 5 jam hingga beratnya konstan.

Analisis Data Mesofauna Tanah

Jumlah spesies mesofauna tanah dan jumlah individu masing – masing spesies yang ditemukan dihitung nilai: Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) untuk mengetahui struktur komunitas mesofauna tanahnya dengan rumus menurut Borror (1992) dan Suin (2002). Perhitungan populasi mesofauna tanah dapat dilihat pada Lampiran 2.

a. Kepadatan Populasi (K)

Jumlah individu suatu jenis K =

Jumlah plot per lokasi

(35)

33

b. Kepadatan Relatif (KR)

Kepadatan suatu jenis

KR = × 100%

Jumlah kepadatan semua jenis c. Frekuensi Kehadiran (FK)

Jumlah plot yang ditempati suatu jenis

FK = × 100%

Jumlah total plot Analisis Korelasi

Untuk mengetahui korelasi antara mesofauna tanah yang ditemukan dengan faktor fisik dan kimia tanahnya dilakukan Analisis Korelasi Pearson (r).

Akbar et al (2000) menerangkan nilai r sebagai berikut:

a. Nilai r terbesar adalah +1 dan nilai r terkecil adalah -1

b. r = +1 menunjukkan hubungan positif sempurna (searah), sedangkan r = -1 menunjukkan hubungan negatif sempurna (berlawanan arah).

c. r tidak mempunyai satuan atau dimensi.

d. Tanda ( +) atau ( –) hanya menunjukkan arah hubungan.

Interpretasi nilai r adalah sebagai berikut:

Jika r = 0 : Tidak berkorelasi

Jika r = 0,01 – 0,2 : Korelasi sangat rendah Jika r = 0,21 – 0,4 : Korelasi rendah

Jika r = 0,41 – 0,6 : Korelasi agak rendah Jika r = 0,61 – 0,8 : Korelasi cukup Jika r = 0,81 – 0,99 : Korelasi tinggi

Jika r = 1 : Korelasi sangat tinggi (korelasi sempurna)

(36)

34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Total komposisi mesofauna yang ditemukan pada lahan gambut dataran tinggi Toba adalah sebanyak 23 famili dari 1 filum, 4 kelas, 1 sub – kelas 12 ordo dan 8 sub – ordo. Famili dengan komposisi penyusun tertinggi adalah famili Neanuridae.

2. Keanekaragaman mesofauna tanah pada beberapa penggunaan lahan gambut di Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor abiotik maupun faktor biotik.

Faktor abiotik seperti suhu, kadar air, kelembaban, pH, maupun kadar bahan organik tanah, sedangkan faktor biotik seperti mikroflora dan tanaman.

Saran

Penelitian ini merupakan langkah awal, sehingga diperlukan penelitian lanjutan guna mengetahui faktor – faktor lingkungan lainnya yang dapat memengaruhi keberadaan dan keanekaragaman mesofauna tanah.

(37)

35

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian. Bandung: Alumni.

AGRI – FACTS. 2000. Soil Organic Matter. Agriculture Food and Rural Development. P. 1 – 5.

Agus, F dan Subiksa, I. G. M. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Bogor : Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF).

Agus, F., Hairiah, K., Mulyani, A. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon Tanah Gambut. Petunjuk Praktis. World Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional Office dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). Bogor, Indonesia. 58 p.

Akbar., Usman, H., Setiadi, P. 2000. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Andres, P., dan Mateos, E. 2006. Soil Mesofaunal Responses to Post-Mining Restoration Treatments. Applied Soil Ecology 33, 67-78.

Andriani, L. A., Rahadian, R., Hadi, M. 2013. Struktur Komunitas Mesofauna Tanah dan Kapasitas Infiltrasi Air setelah Diberi Perlakuan Biostarter Pengurai Bahan Organik. BIOMA. Vol. 15, No. 2 Desember 2013 Hal. 81 – 89.

Anggriawan, R., Mulyawan, R., Santari, P. T. 2020. Mesofauan Tanah : Diversitas dan Kelimpahannya Pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan Berbeda di Bogor, Jawa Barat. Agritop. Vol. 18 No. 1 Juni 2020, Hal. 107 – 115.

Aristio, A., Wardati., Wawan. 2017. Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Karet (Havea brasiliensis Muell. Arg) pada Tanah Gambut yang Ditumbuhi dan Tidak Ditumbuhi Mucuna bracteata. JOM Faperta Vol. 4 No. 1 Hal. 1 – 12.

Arroyo, J., O’Connell, T., Bolger, T. 2017. Oribatid Mites (Acari: Oribatida) Recorded from Ireland: Catalogue, Historical Records, Species Habitats and Geographical Distribution, Combinations, Variations and Synonyms.

Zootaxa. (1) : 1 – 174.

Assefa, F., Elias, E., Soromessa, T., Ayele, G. T. 2020. Effect of Changes in Land-Use Management Practices on Soil Physicochemical Properties in Kabe Watershed, Ethiopia. Air, Soil and Water Research. Vol. 13 : 1 – 16.

(38)

36

Badan Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2011. Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan.

Badan Pusat Statistik. BPS Kabupaten Humbang Hasundutan. 2016. Statistik Daerah Kecamatan Dolok Sanggul.

Barnes, R. D. 1998. Invertebrate Zoology. Philadelphia.

Battigelli, J. P. 2011. Exploring The World Beneath Your Feet - Soil Mesofauna as Potential Biological Indicators as Success in Reclaimed Soils. Tailings and Mine Wase. Vancouver B.C. 6 - 9 November 2011.

Borror, D. J., C. A, Triplehorn., N. F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Bot, A dan Benites, J. 2005. The Importance of Soil Organic Matter Key to Drought – Resistant Soil and Sustained Food Production. Rome: FAO SOILS BULLETIN.

Bridgham, S. 2014. Carbon Dynamics and Ecosystem Processes. Wearlands Ecology Chapter 7.

Budd, G dan Telford, M. J. 2009. The Origin and Evolution of Arthropods. Nature Vol. 457: Macmillan Publisher Limited.

Chapin, K. J. 2017. Arthropod Life History. Department of Neurobiology, Physiology, and Behavior. University of California, Davis, Davis, CA, USA.

Christiansen, K. A., Bellinger, P., Janssens, F. 2009. Collembola. Encyclopedia of Insects. P. 206 – 210.

Cranshaw, W and R. Redak. 2013. Bugs Rule!: An Introduction to the World of Insects. Princeton, NJ: Princeton University Press.

Dariah, A., Susanti, E., Agus, F. 2011. Simpanan Karbon dan Emisi CO2 Lahan Gambut. Bogor : Balai Penelitian Tanah.

Dariah, A., Maftuah, E., Maswar. 2012. Karakteristik Lahan Gambut. Bogor : Balai Penelitian Tanah.

Dervash, M. A., Bhat, R. A., Mushtaq, N., Singh, D. V. 2018. Dynamics and Importance of Soil Mesofauna. International Journal of Advance Research in Science and Engineering. Vol. 7 No. 4 Maret 2018, P. 2010 – 2019.

Djumali dan Mulyaningsih, S. 2014. Pengaruh Kelembaban Tanah terhadap Karakter Agronomi, Hasil Rajangan Kering dan Kadar Nikotin Tembakau

(39)

37

(Nicotiana tabacum L; Solanaceae) Temanggung pada Tiga Jenis Tanah.

Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat. Malang: Berita Biologi.

Dohong, S. 1999. Peningkatan Produktifitas Tanah Gambut yang Disawahkan dengan Pemberian Bahan Amelioran Tanah Mineral Berkadar Besi Tinggi.

Disertasi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 171 hlm.

EIP – AGRI. 2011. The Role of Soil Organic Matter in Ecosystems and Society.

EIP – AGRI. 2016. Soil Organic Matter Matters Investing in Soil Quality for Long-Term Benefits.

Elias, E. 2002. Farmer’s Perceptions of Soil Fertility Changes and Management.

SOS Sahel and Institute for Sustainable Development.

Frouz, J., Elhottova, D., Kuraz, V., dan Sourkova, M. 2006. Effects of Soil Macrofauna on Other Soil Biota and Soil Formation in Reclaimed and Unreclaimed Postmining Sites: Results of A Field Microcosm Experiment.

Applied Soil Ecology, 33, 308-320.

Fu, B., Wang, J., Chen, L., Qiu, Y. 2003. The effects of land use on soil moisture variation in the Danangou catchment of the Loess Plateau, China.

ELSEVIER. Vol. 54 : 197 – 213.

Gerdeman, B dan Diehl, B. 2021. Biology and Control of The Garden Symphylan.

PNW Insect Management Handbook.

Gol, C. 2009. The Effects of Land Use Change on Soil Properties and Organic Carbon at Dagdami River Catchment in Turkey. Journal of Environmental Biology. Vol. 30 No. 5 : 825 – 830.

Goodnight, M. J dan Culin, J. 2018. Arachnid. Encyclopedia Britannica.

Handayanto. E, dan Hairiah. K. 2009. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura. Karangjaen, Yogyakarta.

Haryono. 2013. Strategi dan Kebijakan Kementerian Pertanian dalam Optimalisasi Lahan Sub – Optimal Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 11 hlm.

Hassink, J., Bouwman, L. A., Zwart, K. B., Brussard, L. 1993b. Relationships Between Habitable Pore Space Soil Biota and Mineralization Rates in Grassland Soils.

Soil Biol. Biochem., 25 : 47 – 55.

Hatch, M. H. 1925. Habitats of Coleoptera. Journal of The New York Entomological Society. 33(4) : 217 – 223.

(40)

38

Hilwan, I dan Handayani, E. P. 2013. Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah pada Areal Bekas Tambang Timah di Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. 04 No. 01 April 2013 : 35 – 41.

Jimenez, C., Tejedor, M., Rodriguez, M. 2007. Influence of Land Use Changes on the Soil Temperature Regime of Andosols on Tenerife, Canary Islands, Spain. European Journal of Soil Science. Vol. 58 : 445 – 449.

Khatoon, H., Solanki, P., Narayan, M., Tewari, L., Rai, JPN. 2017. Role of Microbes in Organic Carbon Decomposition and Maintenance of Soil Ecosystem. Intenational Journal of Chemical and Studies. P. 1648 – 1656.

Kumssa, D. B., Aarde, R. J., dan Wassenaar, T. D. 2004. The Regeneration of Soil Microarthropod Assemblages in A Rehabilitating Coastal Dune Forest at Richards Bay South Africa. African Journal of Ecology, 42, 346- 354.

Kusumastuti, A., Afifah, D. A., Widiyani, D. P. 2020. Population of Diversity Index and Soil Mesofauna Domination Index and Correlation with Environmental Factors in Vegetation of Plantation Crops. Bioscience Research. Vol. 17, No. 1, P. 451 – 458.

Marlina, Y. 2007. Populasi dan Keanekaragaman Mesofauna Tanah Akibat Aplikasi Pupuk Bokashi Berkelanjutan pada Lahan Sawah Dengan Sistem Pertanian Organik di Kecamatan Pagelaran. Skripsi. Universitas Lampung.

47 hlm.

Masganti dan N. Yuliani. 2009. Arah dan Strategi Pemanfaatan Lahan Gambut di Kota Palangkaraya. Agripura Vol. 4 No. 2 : 558 – 571.

Masganti., Nurhayati, R., Yusuf., Widyanto, H. 2015. Teknologi Ramah Lingkungan dalam Budidaya Kelapa Sawit di Lahan Gambut Terdegradasi. Jurnal Sumberdaya Lahan. Vol. 9 No. 2: 99 – 108.

Masganti., Anwar, K., Susanti, A. 2017. Potensi dan Pemanfaatan Lahan Gambut Dangkal untuk Pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan. Vol. 11 No. 1 : 43 – 52.

Minasny, B., McBratney, A. B., Wadoux, A. M. J.C., Akoeb, E. N., Sabrina, T.

2020a. Precocious 19th Century of Soil Carbon Science. Elsevier.

Geoderma Regional (22) : 1 – 6.

Minasny, B., Akoeb, E. N., Sabrina, T., Wadoux, A. M. J.C. 2020b. History and interpretation of early soil and organic matter investigations in Deli, Sumatra, Indonesia. Elsevier. Catena (195) : 1 – 15.

(41)

39

Mulyani, A dan Noor, M. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Pertanian di Lahan Gambut. Balai Penelitian Tanah.

Najiyati, S., Muslihat, L., Suryadiputra, I. N. N. 2005. Panduan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan. Wetlands International.

Neher, D. A dan Barbercheck, M. 2016. Diversity and Function Soil Mesofauna.

Research Gate.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut : Potensi dan Kendala. Yogyakarta:

Kanisius.

Nwankwo, C dan Ogagarue, D. 2012. An Investigation of Temperature Variations at Soil Depths in Parts of Southern Nigeria. American Journal of Environmental Engineering. Vol. 2 No. 4 : 142 – 147.

Priambada, I. D., J. Widodo dan R. A. Sitompul. 2005. Impact of Landuse Intency on Microbal Community in Agrocosystem of Southern Sumatra.

International Symposium on Academic Exchange Cooperation Gadjah Mada University and Ibraki University. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Purba, D. K. T., Mukhlis., Supriadi. 2017. Klasifikasi Tanah Gambut di Dataran Tinggi Toba. Jurnal Aroteknoloi FP USU. Vol. 5 No.1 Januari 2017 (14) : 103 – 112.

Purwanto, E., Wawan., Wardati. 2017. Kelimpahan Mesofauna Tanah pada Tegakan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) di Tanah Gambut yang Ditumbuhi dan Tidak Ditumbuhi Mucuna bracteata. JOM FAPERTA Vol. 4 No. 1 : 1 – 14.

Risman dan Ikhsan, A. 2017. Penggambaran Makrofauna dan Mesofauna Tanah di Bawah Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) di Lahan Gambut. JOM Faperta Vol. 4 No. 2 Oktober 2017 : 1 – 15.

SAKA. 2020. Penentuan Kadar Nitrogen dalam Tanah. Sumber Aneka Karya Abadi. Jakarta.

Salah, Y. M. S and Scholes, M. C. 2011. Effect of Temperature and Litter Quality on Decomposition Rate on Pinus Patula Needle Litter. Procedia Environmental Science, pp. 180–193.

Santi, R., Kusmiadi, R., Pratama, D., Robiansyah. 2018. Diversity Relation Between Soil Mesofauna and C – Organic Content in Pepper Plantation Area, Petaling, Bangka Belitung Islands. Advances in Engineering Research. Vol. 167.

(42)

40

Sartini. 2021. Mengenal Pupuk Nitrogen dan Fungsinya Bagi Tanaman. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Kalimantan Selatan

Scheu, S and M. Folger. 2004. Single and Mixed Diets in Collembola : Effect on Reproduction and Stable Isotope Fractionation. Functional Ecology (18):

94 – 102.

Subiksa, I. G. M dan Wahyunto. 2011. Genesis Lahan Gambut di Indonesia. Balai Penelitian Tanah.

Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Edisi ke-2. Padang: Universitas Andalas.

Sukarsono. 2009. Ekolgi Hewan. Malang: UMM Press.

Sumawinata, B., Gunawan, D., Suwardi, D. 2014. Carbon Dynamics In Tropical Peatland Forest: One-Year Research in Sumatra, Indonesia. Bogor: IPB Press. 7: 63-172.

Supriyo, H., Faridah, E., Winastuti, D. A., Figyantika, A., Khairil, A. 2009.

Kandungan C – Organik dan N – Total pada Seresah dan Tanah pada 3 Tipe Fisiognomi (Studi Kasus di Wanagama I, Gunung Kidul, DIY. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan.9(1): 49 – 57.

Stearns, S. 1992. The Evolution of Life Histories. Oxford: Oxford University Press.

Stevenson, F.J., 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. John Wiley & Sons, Hoboken, NJ, USA

Syah, A. I., Sumawinata, B., Suwardi., Darmawan., Djajakirana, G. 2015. Metode Penetapan Mesofauna Tanah yang Sesuai pada Area Lahan Gambut di Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Prosiding Seminar Nasional HITI, Universitas Brawijaya. Malang.

Taradipha, M. R. R., Rushayati, S. B., Haneda, N. F. 2019. Karakteristik Lingkungan Terhadap Komunitas Serangga. IPB Bogor. JPSL. 9 (2) : 394 – 404.

Toana, M. H., Mudjiono, G., Karindah, S., Abadi, A. L. 2014. Diversity of Arthropods on Cocoa Plantation in Three Strata of Shade Tree. Agrivita Vol. 36 No. 2.

Wahyunto., Ritung, S., Suparto., Subagjo, H. 2005. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan 2004. Bogor.

Watoni, A. H dan Buchari. 2000. Studi Aplikasi Metode Potensiometri pada Penentuan Kandungan Karbon Organik Total Tanah. Jurnal Matematika dan Sains. 5(1) : 23 – 40.

(43)

41

Wetterstedt, M. 2010. Decomposition of Soil Organic Matter. Experimental and Modelling Studies of the Importance of Temperature and Quality. Doctoral Thesis. Uppsala: Swedish University of Agricultural Sciences.

Wigglesworth, V. B. 2020. Insect. Encyclopedia Britannica.

Yuliani, N. 2014. Teknologi Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Pertanian. BPTP Kalimantan Selatan. 361 – 373.

Zagatto, M. R. G., Junior, L. A. Z., Pereira, A. P. A., Bonillas, G. E., Cardoso, E.

J. B. N. 2019. Soil Mesofauna in Consolidated Land Use Systems : How Management Affects Soil and Litter Invertebrates. Scientia Agricola. Vol.

76, No. 2, P. 165 – 171.

(44)

42

LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Kerja

Gambar 9. Persiapan Alat dan Bahan Gambar 10. Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan

Gambar 11. Pengukuran Kelembaban Gambar 12. Pengukuran Suhu Tanah Tanah

Gambar 13. Pengukuran pH Tanah Gambar 14. Pengisian Alkohol 60%

kedalam Botol Koleksi

(45)

43

Gambar 15. Penimbangan Sampel Gambar 16. Ekstraksi Mesofauna Tanah Tanah Menggunakan Barlese

Tullgren Funnel

Gambar 17. Observasi Mesofauna Tanah Menggunakan Mikroskop yang Terhubung dengan Komputer

(46)

44

Lampiran 2. Contoh Perhitungan Jumlah plot per lokasi = 4 plot Jumlah total plot = 20 plot

Berat tanah = 100 g

K Neaneuridae = 6

4

= 1,5 ind/100g

KR Neanuridae

=

1,5

7,25 × 100 %

= 20,69 %

FK Neanuridae = 3

20 × 100 %

= 15 %

Gambar

Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Dolok Sanggul
Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Dolok Sanggul
Gambar 4. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Tanah  Bahan dan Alat
Gambar  4. Lahan   Gambut  yang                  Gambar    5.   Lahan   Gambut   yang                      Tidak    Dimanfaatkan                            Digunakan          untuk
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Akad transaksi asuransi syahriah mengundang kepastian dan penjelasan sehingga peserta asuransi menerima polis asuransi sesuai dengan apa yang dibayarkan ditambah

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya termasuk baban-beban pada lantai yang berasal dari

Sebenarnya jarak tersebut telah memenuhi standar perencanaan geometrik untuk persimpangan, tetapi dengan adanya rencana ruas Tol Krian – Legundi – Bunder akan

luas, sesuai dengan makna dasarnya, ulama itu sebenarnya bukan hanya ahli agama, tetapi mereka adalah ilmuwan pada umumnya, ia berasal dari kata alim yang berarti ilmuwan yang

9 Saya sudah memiliki rencana yang jelas untuk bisnis saya selama 5 tahun mendatang.. 10 Saya membuat rencana kerja

Pengajaran mikro dilaksanakan mulai Februari sampai Juni 2013. Dalam Pengajaran mikro mahasiswa melakukan praktek mengajar pada kelas kecil. Adapun yang berperan

Zainal Aqib, Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual, (Bandung : Yrama Widya, 2013), hlm.. siswa dalam menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi dan