• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN ASPEK-ASPEK KEBAHASAAN DAN KONTEKS PADA MEME BERTEMA HUMOR GELAP DI MEDIA SOSIAL. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMANFAATAN ASPEK-ASPEK KEBAHASAAN DAN KONTEKS PADA MEME BERTEMA HUMOR GELAP DI MEDIA SOSIAL. Skripsi"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN ASPEK-ASPEK KEBAHASAAN DAN KONTEKS PADA MEME BERTEMA HUMOR GELAP DI MEDIA SOSIAL

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Andreas Ricky Ferdinand NIM: 174114012

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2021

(2)

iii

Menjadi ada atau tersingkir (anonim)

Karya sederhana ini saya persembahkan untuk:

Tuhan yang Maha Kasih,

Bapak Henry Herawan, Ibu Cahaya Br. Sembiring, Sr. M. Christy, FCh Program Studi Sastra Indonesia USD,

serta segenap pembaca.

(3)

viii ABSTRAK

Ferdinand, Andreas Ricky. 2021. “Pemanfaatan Aspek-aspek Kebahasaan pada Meme Bertema Humor Gelap di Media Sosial”. Skripsi Strara Satu (S-1).

Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini memiliki dua tujuan sebagai berikut. Pertama, mendeskripsikan pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan yang ada pada meme bertema humor gelap di media sosial. Kedua, mendeskripsikan pemanfaatan konteks yang ada pada meme bertema humor gelap di media sosial.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data. Dalam pengumpulan data, digunakan metode simak dengan teknik dasar sadap dan teknik lanjutan simak bebas libat cakap. Metode analisis data yang digunakan adalah metode padan pragmatis. Data yang telah dianalisis kemudian disajikan dengan menggunakan metode formal dan informal.

Hasil penelitian tentang pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan dalam meme bertema humor gelap di media sosial meliputi (i) bunyi, (ii) ejaan, (iii) kata, (iv) kalimat, (v) wacana, (vi) makna dan (vii) ragam bahasa. Pemanfaatan konteks dalam meme bertema humor gelap di media sosial meliputi (i) latar atau setting, (ii) partisipan atau participant, (iii) tujuan atau end, (iv) topik pembicaraan atau act of sequence, (v) kunci atau key, (vi) sarana atau instrumentalities, (vii) norma atau norms, dan (viii) jenis wacana atau genres.

Kata kunci: meme, humor gelap, aspek kebahasaan, konteks, media sosial

(4)

ix ABSTRACT

Ferdinand, Andreas Ricky. 2021. "Linguistic Aspect and Context in Dark Humour Memes on Social Media". Undergraduate Thesis. Indonesian Letters Departement, Faculty of Letter, Universitas Sanata Dharma.

This thesis has two purposes. First, to describe the use of linguistic aspects in dark-humour memes on social media. Second, to describe the context of dark- humour memes on social media.

The methods used in this research are data collection methods, data analysis methods, and methods of presenting the results of data analysis. In data collection, the observation methods are used with the basic technique of tapping and the advanced technique of listening without engaging proficiently. The data analysis use the pragmatic matching method. The data that has been analyzed are then presented using formal and informal methods.

The result of this research such as (i) phonem, (ii) spelling, (iii) word form, (iv) sentence, (v) discourse, (vi) meaning and (vii) language variation. The used of context in dark-humour memes on social media such as (i) setting, (ii) participants, (iii) end, (iv) act of sequence, (v) key, (vi) instrumentalities, (vii) norms and (viii) genres.

Keyword: meme, dark humor, linguistic aspect, context, social media

(5)

x DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... i

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ... 5

1.4.1 Manfaat Teoretis ... 6

1.4.2 Manfaat Praktis ... 6

1.5 Tinjauan Pustaka ... 6

1.6 Landasan Teori ... 8

1.6.1 Wacana Humor ... 8

1.6.2 Aspek Kebahasaan ... 9

1.6.3 Konteks ... 11

1.7 Metode Penelitian ... 12

1.7.1 Metode Pengumpulan Data ... 13

1.7.2 Metode Analisis Data ... 13

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis ... 15

1.8 Sistem Penyajian ... 16

BAB II PEMANFAATAN ASPEK-ASPEK KEBAHASAAN ... 17

2.1 Pengantar ... 17

2.2 Aspek Bunyi ... 17

(6)

xi

2.2.1 Penggantian Bunyi ... 18

2.2.2 Pengurangan Bunyi ... 20

2.2.3 Pemanjangan Bunyi ... 20

2.2.4 Permainan Bunyi... 21

2.3 Aspek Ejaan ... 22

2.3.1 Pengunaan Huruf Kapital... 22

2.4 Aspek Kata ... 24

2.4.1 Penggunaan Kata Majemuk ... 24

2.4.2 Pemendekan ... 25

2.5 Aspek Kalimat ... 26

2.5.1 Kalimat Majemuk ... 27

2.6 Aspek Wacana ... 30

2.6.1 Koherensi ... 31

2.6.2 Interteks ... 32

2.6.3 Implikatur... 33

2.6.4 Praanggapan ... 38

2.7 Aspek Makna ... 40

2.7.1 Polisemi ... 40

2.7.2 Homonimi ... 42

2.7.3 Antonimi ... 43

2.7.4 Referensial ... 44

2.7.5 Penggunaan Majas ... 45

2.8 Aspek Ragam Bahasa ... 46

2.8.1 Ragam Sastra ... 47

2.8.2 Campur Kode ... 47

BAB III PEMANFAATAN KONTEKS ... 49

3.1 Pengantar ... 49

3.2 Partisipan atau Participant ... 49

3.3 Topik Pembicaraan atau Acts of Sequence ... 63

3.4 Tujuan atau End ... 65

3.5 Latar atau Setting ... 73

3.6 Kunci atau Key ... 76

(7)

xii

3.7 Sarana atau Instrumentalities ... 78

3.8 Norma atau Norms ... 78

3.9 Jenis Wacana atau Genres ... 79

BAB IV PENUTUP ... 80

4.1 Kesimpulan ... 80

4.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 84

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Objek penelitian ini adalah meme bertema humor gelap di media sosial.

Meme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) diartikan sebagai ide, perilaku, atau gaya yang menyebar dari satu orang ke orang lain dalam sebuah budaya; cuplikan gambar dari acara televisi, film, dan sebagainya atau gambar- gambar buatan sendiri yang dimodifikasi dengan cara menambahkan kata-kata atau tulisan yang bertujuan untuk menghibur. Meme merupakan neologisme yang diciptakan oleh Richard Dawkins.

Kata meme pertama kali diperkenalkan oleh Dawkins (1976) dalam bukunya The Selfish Gene. Dalam bukunya, Richard Dawkins menggunakan kata meme untuk menyebut replikator barunya. Meme sendiri berasal dari bahasa Yunani

“Mimeme” dan disederhanakan penyebutannya menjadi satu suku kata “meme”

(baca: mim) seperti kata gene (Dawkins, 2017: 289). Dalam perkembangannya, meme telah memberikan sebuah jalan baru untuk mengkombinasikan beberapa unsur seperti kreativitas, seni, pesan, dan humor ke dalam budaya internet. Kini, untuk mengekspresikan perasaan, merepresentasikan kondisi, dan mengkritisi sebuah fenomena pun dapat dituangkan ke dalam meme. Namun, terkadang kadar yang disalurkan ke dalam ekspresi tersebut melebihi batas kewajaran sehingga menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.

(9)

Humor ditemukan di mana pun, seperti di televisi, buku, dan coretan dinding.

Meme merupakan salah satu media humor di internet. Menurut Setiawan (1988) humor adalah rasa atau gejala yang merangsang kita secara mental untuk tertawa atau cenderung tertawa. Jadi, ia bisa berupa rasa atau kesadaran, di dalam diri kita (sanse of humor), dan bisa berupa suatu gejala atau hasil cipta, dari dalam maupun luar diri kita.

Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengundang tawa, salah satunya dengan cara melontarkan humor gelap atau dark jokes. Secara umum, jenis humor ini dimaknai sebagai cara melihat sisi lucu dari sebuah tragedi. Dalam Urban Dictionary (2017), humor gelap adalah suatu bentuk humor yang melibatkan twist atau lelucon yang dianggap tabu, menyinggung, kasar, dan mengerikan. Humor gelap kerap digunakan untuk melihat hal lucu di balik kondisi yang terlihat serius, seperti kematian, musibah, atau penyakit. Humor gelap juga menjadi salah satu bentuk menerima atau berdamai dengan keadaan. Salah satu contoh orang yang menggunakan humor gelap sebagai bentuk berdamai dengan keadaan adalah Dani Aditya, stand up comedian disabilitas pertama di Indonesia. Berdamai dengan kenyataan yang pahit kemudian mengubahnya menjadi lelucon atau humor.

Di media sosial seperti Twitter dan Instagram, meme bertema humor gelap sedikit penikmatnya. Alasannya, humor gelap dianggap melawan rasa empati dan penikmatnya tidak memiliki moral. Namun, ada cukup banyak meme bertema humor gelap berbahasa Inggris pada akun-akun media luar negeri. Penelitian ini membatasi sumber data meme bertema humor gelap berbahasa Indonesia. Berikut ini contoh meme bertema humor gelap di media sosial.

(10)

Pada meme (1) aspek kebahasaan yang dimanfaatkan adalah aspek pragmatis dan semantik, yaitu implikatur dan homonimi. Pembuat humor sengaja membuat dialog yang berimplikatur untuk menciptakan humor. Pasien menanyakan apa hasil diagnosis terhadap dirinya. Dokter tidak menjawab secara langsung pertanyaan itu, melainkan dengan pertanyaan tentang zodiak si pasien yang ternyata adalah Cancer. Lalu dokter berkomentar bahwa zodiak tersebut sangat kebetulan.

Secara tidak langsung, si dokter membuat tuturan yang mengandung implikatur bahwa si pasien mengidap penyakit yang namanya sama dengan nama zodiaknya, yaitu kanker (cancer). Terdapat kata cancer yang memiliki dua makna, yaitu (a) penyakit yang disebabkan oleh ketidakteraturan perjalanan hormon yang mengakibatkan tumbuhnya daging pada jaringan tubuh yang normal dan (b) zodiak, orang yang lahir pada tanggal 21 Juni sampai 22 Juli.

(1)

(11)

Dalam menganalisis wacana dibutuhkan pula konteks untuk mengartikan maksud dari penutur. Menurut Dell Hymes (dalam Baryadi, 2017: 32), faktor yang mempengaruhi penggunaan bahasa sebagai “komponen tutur” adalah memoteknik SPEAKING. Pada meme (2), konteksnya adalah participant atau partisipan, ada pada gambar orang yang kebingungan. Wacana di atas menjadi lucu karena terdapat tuturan guru yang mengatakan “kita akan belajar tentang air”. Pembaca akan tertawa karena gambar orang yang kebingungan adalah gambaran ekspresi murid pindahan dari Afrika. Afrika termasuk negara yang mengalami krisis air sehingga pembuat meme mengaitkan dengan ketika anak Afrika belajar tentang air mereka jadi kebingungan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian terhadap meme bertema humor gelap dipilih karena beberapa alasan. Pertama, perkembangan teknologi membuat meme sering dijumpai dan diminati pembaca untuk memperoleh hiburan. Kedua, terdapat berbagai macam aspek kebahasaan dalam meme bertema humor gelap di media sosial. Ketiga, meme memiliki konteks untuk mengartikan maksud. Keempat, belum ada penelitian yang secara khusus

(2)

(12)

membahas aspek kebahasaan dan konteks dalam meme bertema humor gelap di media sosial.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan penciptaan humor yang ada pada meme bertema humor gelap di media sosial?

1.2.2 Bagaimana pemanfaatan konteks yang ada pada meme bertema humor gelap di media sosial?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

1.3.1 Mendeskripsikan pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan yang ada pada meme bertema humor gelap di media sosial.

1.3.2 Mendeskripsikan pemanfaatan konteks yang ada pada meme bertema humor gelap di media sosial.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini akan menghasilkan uraian tentang pemanfaatan aspek-aspek dan konteks dalam meme bertema humor gelap. Antara lain sebagai berikut.

(13)

1.4.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian dan memperkaya khazanah teoretis pada bidang pragmatik, khususnya untuk analisis wacana humor secara lingual dan kontekstual.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini berguna bagi pencipta meme sebagai model dan acuan dalam pembuatan meme agar lebih menarik. Penelitian ini juga menjadi dokumentasi aspek kebahasaan dalam meme bertema humor gelap yang mencerminkan kreativitas manusia dalam memanfaatkan aspek kebahasaan dalam penciptaan humor.

1.5 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan untuk melihat posisi penelitian yang dijalankan memiliki kebaruan atau tidak. Sudah ada beberapa penelitian yang membahas mengenai pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan dan konteks, yakni Rohmadi (2010), Rutmiyati (2010), Dewi (2015), Hasri (2018) dan Ferdiani (2019). Tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Rohmadi (2010) meneliti strategi penciptaan humor dengan pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.

Dalam tulisan ini menggunakan data-data humor dalam buku, media cetak, radio, serta televisi dengan contoh-contoh yang mewakili kebutuhan analisis deskriptif.

(14)

Ditemukan pemanfaatan aspek kebahasaan berupa tulisan, gambar dan tulisan, kata, dan aneka bunyi.

Rutmiyati (2010) meneliti struktur wacana dan konteks dalam wacana

“ucapan selamat” pada iklan di media cetak kedaulatan rakyat. Metode analisis data menggunakan metode padan. Ditemukan konteks pada wacana “ucapan selamat”

meliputi latar, partisipan, tujuan, topik pembicaraan, suasana, norma, dan jenis wacana.

Dewi (2015) meneliti aspek-aspek kebahasaan dan modus kalimat dalam wacana iklan di Instagram. Metode analisis yang digunakan adalah metode agih dan metode padan pragmatis. Hasil penelitian mengenai aspek kebahasaan ditemukan ragam bahasa tidak formal, campur kode, kalimat majemuk yang menyatakan pertentangan, kalimat majemuk yang menyatakan penambahan, huruf kapital, wacana cerita, modalitas keteramalan, modalitas kapastian, objektivikasi.

Hasri (2018) meneliti tentang konteks dalam meme di Facebook fanpage Meme Comic Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan konteks wacana yang terdapat dalam 40 meme yang bersumber dari Facebook fanpage Meme Comic Indonesia dengan teori wacana inferensi untuk menentukan maksud dari kreator melalui keempat konteks wacana yaitu konteks fisik, konteks epistemis, konteks linguistik, dan konteks sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meme Indonesia kadang-kadang tidak hanya berisi lelucon tetapi juga berisi sindiran dan juga nasihat di dalamnya. Hal ini dilihat dari konteks wacana yang ada di dalam teori inferensi yang terdiri dari empat aspek yaitu konteks fisik, konteks epistemis, konteks linguistik, dan konteks sosial. Melalui keempat konteks tersebut

(15)

dapat diidentifikasi tipe-tipe humor yang terdapat dalam meme sehingga secara lebih jelas dapat dikatakan suatu meme memiliki maksud sindiran, nasihat, atau lelucon melalui tipe-tipe ini.

Ferdiani (2019) meneliti tentang struktur dan aspek kebahasaan dalam wacana infografik Tirto.id bulan Juni-Juli 2018. Metode analisis yang digunakan adalah metode agih dengan teknik BUL dan teknik lanjutan baca markah, teknik ubah ujud, serta teknik perluas. Digunakan juga teknik padan pragmatis. Hasil penelitian mengenai aspek-aspek kebahasaan ditemukan berupa aspek tipografi, ortografi, bunyi, bentuk kata, kalimat, makna, wacana, dan ragam bahasa. Aspek kebahasan yang ditemukan mendukung infografik Tirto.id memenuhi prinsip- prinsip retorika tekstual.

Dari tinjauan pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan dan konteks pada meme bertema humor gelap di media sosial belum pernah dilakukan. Penelitian di atas dapat dijadikan sebagai rujukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terkait objek penelitian.

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Wacana Humor

Kata wacana berasal dari kata vacana ‘bacaan’ dalam bahasa Sansekerta.

Kata vacana itu kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru yakni wacana atau ‘bicara, kata, ucapan’ (Baryadi, 2002: 1). Menurut Teum

(16)

Van Dijk (dalam Lubis, 2015: 23), wacana adalah kesatuan dari beberapa kalimat yang satu dengan yang lain terikat dengan erat. Senada dengan Teum Van Dijk, Chaer mengartikan wacana sebagai satuan bahasa yang lengkap dan utuh (Chaer, 2012: 273).

Hassan dalam makalahnya berjudul “Humor dan Kepribadian” (1981) menyimpulkan bahwa humor itu tindakan untuk melampiaskan perasaan tertekan melalui cara yang ringan dan dapat dinikmati. Menurut Setiawan (1988) humor adalah rasa atau gejala yang merangsang kita secara mental untuk tertawa atau cenderung tertawa. Jadi, ia bisa berupa rasa atau kesadaran, di dalam diri kita (sanse of humor), dan bisa berupa suatu gejala atau hasil cipta, dari dalam maupun luar diri kita (Suhadi, 1989: 27-28).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa wacana humor adalah suatu satuan kebahasaan yang kreatif menciptakan rasa senang dan jenaka sehingga merangsang pembaca untuk terhibur sekaligus tertawa.

1.6.2 Aspek Kebahasaan

Dalam KBBI (2016) bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa memiliki unsur internal dan eksternal. Unsur internal bahasa berupa bentuk dan makna. Di lain sisi, unsur eksternal bahasa berkaitan dengan penggunaan bahasa yang berkaitan dengan konteks. Aspek

(17)

kebahasaan meliputi aspek fonologis, morfologis, sintaksis, semantik, hingga aspek wacana dan pragmatis.

1.4.3 Fonologis

Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Secara etimologi, fonologi berasal dari kata fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu. Menurut satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik (Chaer, 2012:

102).

1.4.4 Morfologis

Kata morfologi diadaptasi dari kata morphology dalam bahasa Inggris. Kata morphology berasal dari morph yang memiliki arti ‘bentuk’ dan -logy yang berarti

‘ilmu’. Menurut Chaer (2003), kata morfologi mengandung arti ‘ilmu tentang bentuk’ (Baryadi, 2011: 1). Dalam ilmu bahasa, morfologi merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji morfem dan kata.

1.4.5 Sintaksis

Sintaksis merupakan cabang linguistik yang membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran.

Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ dan kata

(18)

tattein yang berarti ‘menempatkan’. Jadi, secara etimologi istilah tersebut berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat (Chaer, 2012: 206).

1.4.6 Semantik

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign). Objek semantik adalah makna, makna juga berada di dalam tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Oleh karena itu, semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti (Chaer, 2012: 284).

1.4.7 Pragmatik

Menurut Verhaar (1996:14), pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal- hal ekstralingual yang dibicarakan.

1.6.3 Konteks

Teori Hymes menyebutkan ada delapan faktor yang mempengaruhi penggunaan bahasa sebagai “komponen turut”. Komponen itu bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Masing-masing komponen tutur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Baryadi, 2017: 19-20).

(19)

(i) S = Setting dan Scene yang berkenaan dengan latar waktu, tempat dan situasi psikologis dalam tuturan.

(ii) P = Participants adalah partisipan yang mencakup pembicara dan pendengar komponen tutur dalam ujaran.

(iii) E = Ends atau tujuan merujuk pada tujuan dan maksud yang akan dicapai melalui tindak tutur.

(iv) A = Acts of Sequence mencakup bentuk pesan dan isi pesan.

(v) K = Key yang berkenaan dengan cara, nada, dan perasaan ketika tindak tutur terjadi.

(vi) I = Instrumentalities berkaitan dengan saluran, media, atau sarana untuk menyampaikan maksud tuturan.

(vii) N = Norms of Interaction and Interpretation yang berkenaan dengan norma interaksi dan interpretasi menunjuk aturan-aturan dalam berinteraksi dan memahami tuturan.

(viii) G = Genres yang berkenaan dengan jenis dan bentuk penyampaian.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yakni (i) pengumpulan data, (ii) analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut akan diuraikan masing- masing tahap dalam penelitian ini.

(20)

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

Data penelitian ini berupa kata yang merupakan meme bertema humor gelap yang berwujud tulisan dan gambar yang dikumpulkan dari media sosial Twitter dan Instagram dalam rentang waktu Agustus 2020 – November 2020. Dalam penelitian ini sumber data dibatasi dengan mengumpulkan meme berbahasa Indonesia bertema humor gelap di media sosial. Dalam pengumpulan data, digunakan metode simak atau penyimakan yaitu menyimak tuturan dalam meme bertema humor gelap yang diunggah di media sosial. Disebut metode simak atau metode observasi karena kegiatan dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa (Kesuma, 2007: 43).

Metode simak diwujudkan lewat dua tahapan yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasarnya adalah teknik sadap, yaitu dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang dalam bentuk lisan dan tulisan.

Adapun teknik lanjutannya adalah teknik simak bebas libat cakap. Dalam teknik ini, peneliti tidak dilibatkan langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya sebagai pemerhati-pemerhati terhadap calon data yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang berada di luar dirinya (Sudaryanto, 1988: 4). Dalam penelitian ini, data berupa meme direkam dalam bentuk file berformat IMG (image).

1.7.2 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan upaya peneliti mengerjakan langsung permasalahan yang terkandung dalam data (Sudaryanto, 1992: 6). Telah dikemukakan adanya dua permasalahan yang akan dibahas. Permasalahan yang pertama adalah mengenai

(21)

aspek kebahasaan meme bertema humor gelap, sedangkan yang kedua mengenai konteks meme bertema humor gelap. Data yang telah dikumpulkan, dianalisis untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut dengan metode analisis.

Pertama, mengenai aspek kebahasaan meme bertema humor gelap. Guna menjawab pertanyaan tersebut, diterapkan metode padan dan metode agih untuk menganalisis data. Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan atau diteliti (Sudaryanto, 1993: 13). Dalam menganalisis data, secara umum digunakan metode pragmatis.

Metode padan pragmatis adalah metode padan yang alat penentunya lawan atau mitra wicara. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi, misalnya, satuan kebahasaan menurut reaksi atau akibat yang terjadi atau timbul pada lawan atau mitra wicaranya ketika satuan kebahasaan itu dituturkan oleh pembicara (Kesuma, 2007: 48-49).

Langkah-langkah dalam menganalisis aspek kebahasaan yang meliputi menentukan punchline, menjelaskan cara punchline dibuat dengan memanfaatkan

(3)

(22)

aspek-aspek kebahasaan dan humor, lalu membuktikan penentuan punchline dengan mengganti panchline dengan bentuk lain.

Contoh meme (3), langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan punchline. Letak punchline-nya ada pada dialog dokter yang mengatakan,

“Kebetulan sekali,” setelah mendengar jawaban tentang zodiak pasien, yaitu Cancer karena pada saat membaca dialog dokter tersebut, pembaca akan tertawa. Langkah kedua berikutnya adalah menjelaskan cara punchline dibuat dengan memanfaatkan aspek-aspek kebahasaan dan konteks. Punchline pada contoh (1) dengan membuat tuturan yang tidak langsung atau berimplikatur dan berhomonim. Langkah ketiga adalah membuktikan penentuan punchline tersebut dengan mengganti tuturan yang ada dengan bentuk yang lain. Dialog dalam contoh (1) dapat diganti menjadi dialog berikut.

(1a) Pasien : Bagaimana hasil diagnosanya Dok?

Dokter : Anda mengidap kanker.

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis

Pada penelitian ini, peneliti menyajikan data yang telah diinterpretasikan dalam tahapan analisis data itu secara tidak formal atau informal, hasil analisis data itu dirumuskan dengan kata-kata biasa, bukan dengan penggunaan simbol-simbol tertentu karena hasil penelitian ini tidak menuntut model sajian demikian itu.

Penyajian hasil analisis data memanfaatkan tabel, diagram, tulisan, dan sebagainya (Kesuma, 2007:73).

(23)

1.8 Sistem Penyajian

Tugas akhir ini terdiri dari empat bab. Bab I adalah bab pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penelitian. Bab II berisi pembahasan mengenai pemanfaatan aspek kebahasaan pada meme bertema humor gelap di media sosial. Bab III berisi pembahasan pemanfaatan mengenai konteks pada meme bertema humor gelap di media sosial. Bab IV adalah penutup yang berisi kesimpulan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.

(24)

BAB II

PEMANFAATAN ASPEK-ASPEK KEBAHASAAN DALAM MEME HUMOR GELAP DI MEDIA SOSIAL

2.1 Pengantar

Humor bersifat universal. Semua orang tentu mempunyai rasa humor, hanya saja tingkat humor setiap orang berbeda-beda. Media sosial menjadi salah satu tempat orang-orang membagikan humor melalui meme bertema humor gelap.

Meme memiliki tujuan menciptakan lelucon yang menyindir atau hanya sebatas hiburan. Penciptaan wacana humor meme tidak terlepas dari pemanfaatan aspek kebahasaan.

Pada bab ini dibahas pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan dalam meme bertema humor gelap di media sosial yang meliputi: (i) bunyi, (ii) ejaan, (iii) kata, (iv) kalimat, (v) wacana, (vi) makna dan (vii) ragam bahasa.

2.2 Aspek Bunyi

Bunyi bahasa atau fonem adalah satuan bahasa terkecil berupa bunyi yang mempunyai fungsi membedakan bentuk dan makna kata (Alwi, dkk, 2010: 54).

Wacana humor dalam meme memang merupakan wacana tertulis. Walaupun demikian, di dalamnya terdapat bahasa lisan yang diwujudkan dalam bentuk bahasa tulis. Oleh karena itu, aspek bunyi dalam wacana humor meme juga penting untuk

(25)

dikaji. Dalam penelitian ini ditemukan aspek bunyi kebahasaan berupa penggantian bunyi, pengurangan bunyi, penambahan bunyi, dan permainan bunyi.

2.2.1 Penggantian Bunyi

Dalam penelitian ini ditemukan pula penggantian bunyi dalam meme humor gelap. Peristiwa penggantian bunyi ditemukan dalam penciptaan humor. Berikut ini contoh penggantian bunyi dalam meme bertema humor gelap di media sosial.

Pada meme (4) terdapat teks “orang jualan jaman dulu itu susah, karena dagangannya harus dificult”. Letak punchline-nya ada pada kata dificult. Wacana di atas menjadi lucu karena kata dificult merupakan terjemahan dari kata susah dalam bahasa Inggris. Kemudian kata dificult diplesetekan dari kata dipikul. Bunyi [p] pada dipikul diganti [f] menjadi [difikul]. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan adalah bunyi, dalam hal ini penggantian bunyi.

(4)

(26)

Pada meme (5) terdapat teks penggantian bunyi [r] menjadi bunyi [l], bunyi dan [u] menjadi bunyi [oe]. Penggantian bunyi ini merupakan lelucon warga Indonesia terhadap orang China atau China peranakan dalam berbicara. Jadi, letak humornya ada pada penggantian bunyi. Jika ditulis tanpa penggantian bunyi menjadi seperti contoh (5a) berikut ini.

(5a) Sorong papan tarik papan Buah keranji dalam perahu Disuruh hutang dia hutang Disuruh bayar dia tak mau

Pada meme (6) terdapat teks “maju tak gentar membela yang bayar”. Letak punchline-nya ada pada kata bayar. Teks tersebut merupakan penggalan dari lirik lagu nasional “Maju Tak Gentar”. Wacana di atas menjadi lucu karena kata bayar

(5)

(6)

(27)

hasil penggantian bunyi dari kata benar. Meme di atas seolah-olah menggambarkan siapa saja yang bayar akan dibela tanpa rasa takut.

2.2.2 Pengurangan Bunyi

Dalam penelitian ini, ditemukan pengurangan bunyi. Peristiwa ini ditemukan dalam unsur punchline dalam meme bertema humor gelap di media sosial. Hal ini terjadi karena ragam bahasa yang digunakan dalam meme tidak formal. Berikut ini adalah contoh aspek bahasa pengurang bunyi.

Pada meme (7) terdapat teks dari penggalan lirik lagu Agnes Monica “Cina ini kadang-kadang tak ada logika”. Letak punchline-nya ada di kata cina, setelah membaca teks tersebut pembaca akan tertawa. Wacana di atas menjadi lucu karena ada efek ketidakterdugaan dari pembaca, karena kata cina hasil pengurangan bunyi [t] dari kata cinta.

2.2.3 Pemanjangan Bunyi

Dalam meme bertema humor gelap ditemukan pemanjangan bunyi.

Pemanjangan bunyi yang terjadi ditemukan dalam punchline. Berikut ini adalah (7)

(28)

contoh pemanfaatan aspek kebahasaan pemanjangan bunyi dalam meme bertema humor gelap di media sosial.

Dalam meme (8), letak punchline-nya ada pada kata laskar. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan adalah bunyi, dalam hal ini pemanjangan bunyi [a]

dalam kata laskar. Pemanjangan ini dapat dilihat dengan adanya penulisan bunyi [a] lebih dari satu kali. Wacana meme (8) menjadi lucu dan gelap karena pemanjangan bunyi disini berfungsi berteriak memanggil pasukan dengan penggunaan kata laskar yang identik dengan ormas.

2.2.4 Permainan Bunyi

Dalam penelitian ini, ditemukan permainan bunyi. Peristiwa ini ditemukan dalam unsur punchline dalam meme bertema humor gelap di media sosial. Hal ini terjadi karena ragam bahasa yang digunakan dalam meme tidak formal. Berikut adalah contohnya.

(8)

LASKAAAAAR

(29)

Pada meme (9) dan (10) terdapat kata digaji, menyengsarai, kami, RI, kuli dan negeri. Letak punchline-nya ada pada akhiran bunyi [i] pada setiap kalimat.

Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan adalah bunyi, dalam hal ini permainan bunyi.

Permainan bunyi ini membentuk kata yang berima sehingga menciptakan kelucuan ketika dibaca.

2.3 Aspek Ejaan

2.3.1 Pengunaan Huruf Kapital (9)

(10)

(30)

Huruf kapital adalah huruf yang berukuran besar dipakai sebagai huruf pertama dalam awal kalimat, biasanya juga dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan. Dalam KBBI daring, kapitalisasi adalah penggunaan huruf kapital dalam tulisan atau cetakan. Penggunaan huruf kapital juga ditemukan dalam penciptaan humor pada meme. Berikut ini adalah contoh kapitalisasi dalam meme.

Pada meme (11), terdapat kata yang dicetak menggunakan huruf kapital selain awal kalimat yaitu jelek, burik, miskin, bodoh dan meninggal saja. Kata-kata tersebut menjadi sebuah penekanan dari maksud pencipta humor. Wacana di atas menimbulkan kelucuan karena penggunaan kapital yang memiliki maksud penekanan kata.

Berdasarkan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan huruf kapital dapat membantu menonjolkan bagian yang menjadi unsur penciptaan humor. Hal ini membantu pembaca dalam memproses informasi dengan lebih mudah sehingga maksud meme ini tersampaikan dengan baik.

MENINGGAL SAJA

(11)

(31)

2.4 Aspek Kata

Kata adalah satuan gramatikal yang terdiri dari satu morfem atau lebih yang menjadi unsur langsung pembentuk frasa atau kalimat (Baryadi, 2011: 17). Dalam penelitian ini ditemukan berbagai aspek kebahasaan berupa bentuk-bentuk kata.

Aspek bentuk kata yang digunakan adalah penggunaan kata majemuk dan pemendekan.

2.4.1 Penggunaan Kata Majemuk

Pemajemukan adalah penggabungan dua bentuk dasar atau lebih menjadi kata majemuk. Bentuk dasar yang terlibat dalam pemajemukan adalah morfem asal atau leksem. Hasilnya disebut kata majemuk atau paduan leksem (Kridalaksana dalam Baryadi, 2011: 50). Dalam meme juga terdapat penggunaan kata majemuk. Berikut ini contoh pengunaan kata majemuk dalam meme.

Dalam meme (12) letak punchline-nya terdapat pada kata kasih sayang orangtua. Ketika melihat kata kasih sayang orang tua pada saat membaca teks tersebut, pembaca akan tertawa. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan adalah kata, dalam hal ini kata majemuk. Kata kasih sayang memiliki arti kesatuan leksikal yang

(12)

(32)

digunakan untuk menyebut sikap saling mengasihi berlandaskan hati nurani.

Wacana di atas menjadi lucu karena kasih sayang orang tua tidak pernah dirasakan oleh pelanggan tersebut.

2.4.2 Pemendekan

Dalam meme ditemukan juga pemendekan. Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi bentuk yang singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya (Chaer, 2012: 191). Pemendekan terjadi sebagai bentuk penciptaan humor. Kridalaksana membagi pemendekan menjadi lima jenis pemendekan, yaitu penyingkatan, pemenggalan, pengakroniman, pengkontraksian, dan pelambangan huruf. Kelima jenis pemendekan tersebut menghasilkan lima jenis kependekan yakni singkatan, penggalan, akronim, kontraksi dan lambang huruf (Baryadi, 2011: 51).

Pada meme bertema humor gelap di media sosial, ditemukan aspek kebahasaan berupa singkatan. Singakatan adalah hasil pemendekan berupa huruf demi huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf maupun yang tidak dieja huruf demi huruf (Baryadi, 2012: 52). Berikut ini adalah contohnya.

(33)

Pada meme (13) terdapat singkatan berupa PKI. Letak punchline-nya ada pada arti PKI adalah pecinta kucing Indonesia. Dalam makna yang sebenarnya PKI merupakan kependekan dari Partai Komunis Indonesia. Pembaca akan tertawa karena ketidakterdugaan terhadap punchline. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan adalah kata, dalam hal ini pemendekan.

2.5 Aspek Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Menurut Djoko Kentjono, kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final (Chaer 2012: 240). Dalam penelitian ini dikaji aspek-aspek kalimat meliputi penggunaan kalimat majemuk.

(13)

(34)

2.5.1 Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat yang di dalamnya terdapat lebih dari satu klausa (Chaer, 2012: 243). Kalimat majemuk dibedakan menjadi kalimat majemuk koordinatif atau kalimat majemuk setara, kalimat majemuk subordinatif atau kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk kompleks.

Kalimat majemuk koordinatif adalah kalimat majemuk yang klausa- klausanya memiliki status yang sama, yang setara, atau yang sederajat. Klausa- klausa dalam kalimat majemuk koordinatif secara eksplisit dihubungkan dengan konjungsi koordinatif, seperti dan, atau, tetapi, dan lalu. Namun, tak jarang hubungan itu hanya secara implisit, artinya tanpa menggunakan konjungsi (Chaer, 2012: 244). Berikut ini adalah contohnya.

Pada meme (14), letak punchlinya-nya ada di kalimat kamu yang nanam kopi, saya yang tidur. Pembaca akan tertawa karena adanya kontradiksi dari kata colab atau kolaborasi yang berarti kerja sama, tetapi di punchline tidak menunjukkan

(14)

(35)

kolaborasi. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan pada wacana di atas adalah kalimat majemuk. Hal ini terbukti karena kalimat tersebut masing-masing memiliki lebih dari satu predikat. Berikut pembuktiannya.

(14a) Kamu yang nanam kopi, saya yang tidur.

S P O S P

Kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat majemuk yang hubungan antara klausa-klausanya tidak setara atau sederajat. Klausa-klausa itu biasanya dihubungkan dengan konjungsi subordinatif, seperti kala, ketika, meskipun, dan karena (Chaer, 2012: 244). Berikut ini adalah contohnya.

Pada meme (15) letak punchline-nya ada pada kalimat karena giginya jarang digunakan untuk mengunyah makanan. Pembaca akan tertawa karena ketidakterdugaan pada kalimat punchline yang merupakan jawaban dari premis.

Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan pada wacana di atas adalah kalimat, dalam hal ini kalimat majemuk. Hal ini terbukti karena kalimat tersebut dihubungkan dengan konjungsi subordinatif dan masing-masing memiliki lebih dari satu predikat, dibuktikan pada (15a).

(15)

(36)

(15a) Kenapa orang afrika giginya selalu putih, karena giginya jarang

S P S P____

digunakan untuk mengunyah makanan.

Pel KET

Pada meme (16), letak punchline-nya pada dialog Fizi yang mengatakan jika tidak punya ibu, maka tidak ada surga. Punchline pada meme (16) dengan membuat tuturan yang memanfaatkan kalimat majemuk hubungan syarat. Punya ibu menjadi syarat adanya surga. Pembaca akan tertawa karena orang yang tidak punya ibu artinya tidak punya surga.

Pada meme (17), letak punchline-nya ada pada kalimat “jika dengan Jancok bisa bersatu, kenapa harus mengotori kalimat Allahu Akbar untuk membenci dan memecah belah”. Pemanfaatan aspek kebahasaan pada wacana di atas adalah kalimat, dalam hal ini kalimat majemuk hubungan syarat. Kata jancok menjadi

(16)

(17)

(37)

syarat bisa bersatu. Pembaca akan tertawa karena kalimat ini mengandung sindiran terhadap umat muslim yang konservatif dan intoleran.

Pada meme (18), letak punchline-nya ada pada teks “meninggal saja”.

Sebelumnya terdapat teks “walaupun anda dihina jelek, bodoh, miskin. Jangan pernah marah dan dendam”. Pemanfaatan aspek kebahasaan pada wacana di atas adalah kalimat, dalam hal ini majemuk hubungan konsesif. Kalimat di atas memiliki kata hubung walaupun yang menyatakan hubungan pertentangan. Pernyataan meninggal saja menjadi penyangkalan terhadap pernyataan jangan marah dan dendam sehingga menyebabkan ketidakterdugaan bagi pembaca yang menimbulkan kelucuan.

2.6 Aspek Wacana

Meme bertema humor gelap di media sosial adalah sebuah wacana tertulis sehingga juga diteliti dari sudut pandang wacana. Dalam penelitian ini ditemukan aspek kebahasaan dalam meme bertema humor gelap di media sosial dlihat dari

(18)

(38)

kacamata wacana. Aspek kebahasaan yang dimaksud berupa koherensi, interteks, implikatur, dan praanggapan.

2.6.1 Koherensi

Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana (Baryadi, 2002: 29). Berdasarkan penjelasan tersebut, berikut ini adalah contoh hubungan koherensi dalam meme bertema humor gelap di media sosial.

Dalam meme (19), letak punchline-nya ada pada kalimat “tapi kok gak ada yang cosplay waifu”. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan adalah wacana, dalam hal ini koherensi. Ditemukan hubungan koherensi yang bermakna pertentangan.

Hal ini ditandai dengan konjungsi tapi. Konjungsi ini dimanfaatkan untuk mempertentangkan udah dateng ke event wibu dengan gak ada yang cosplay waifu.

Wacana di atas menimbulkan kelucuan karena kehadiran di sebuah acara ‘event wibu’ untuk mencari sesuatu ‘cosplay waifu’, tidak sesuai dengan harapan.

(19)

(39)

Pada meme (20), letak punchline-nya ada pada dialog Rizal yang mengatakan, “tapi 90% mati kena tsunami”. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan adalah wacana, dalam hal ini koherensi. Ditemukan hubungan koherensi yang bermakna pertentangan. Hal ini ditandai dengan konjungsi tapi. Konjungsi ini dimanfaatkan untuk mempertentangkan ”0% presentase kematian orang Aceh karena ganja”. Wacana di atas menimbulkan kelucuan karena tuturan bahwa “90%

presentase kematian orang Aceh karena tsunami”.

2.6.2 Interteks

Interteks merupakan hasil proses kreatif pengarang yang mengolah bahan- bahan dari teks lain, kemudian melakukan modifikasi, perubahan, pengurangan, dan penambahan terhadap teks-teks yang menjadi bahannya (Faruk, 2012: 54).

Dalam penelitian ini, ditemukan aspek kebahasaan berupa interteks pada meme bertema humor gelap di media sosial. Berikut ini adalah contohnya.

(20)

(40)

Dalam meme (21), letak punchline-nya ada pada teks “Indonesia tanpa kuli”.

Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan adalah interteks. Wacana di atas merupakan interteks dari Gerakan ‘Indonesia Tanpa Pacaran’ yang mengajak masyarakat Indonesia untuk tidak berpacaran. Kata pacaran diganti dengan kata kuli. Wacana di atas membuat katidakterdugaan pembaca sehingga menjadi humor atau kelucuan. Interteks dalam meme ini bertujuan untuk menyindir.

2.6.3 Implikatur

Konsep implikatur adalah sebuah ujaran dapat mengimplikasikan proposisi, yang sebenarnya bukan merupakan bagian dari ujaran dan bukan pula merupakan konsekuensi logis dari ujaran. Implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara ‘apa yang diucapkan’ dan ‘apa yang dimplikasikan’

(Putrayasa, 2014: 63). Berikut ini adalah contohnya.

(21)

(41)

Pada meme (22), letak punchline-nya ada pada dialog karyawan yang mengatakan, “atasi pandemi”, setelah mendengar jawaban tersebut, bos marah karena bukan jawaban yang ia harapkan. Pembaca akan tertawa ketika melihat karyawan tersebut dilempar dari atas gedung. Punchline pada contoh (22) dengan membuat tuturan yang tidak langsung atau berimplikatur. Implikatur bergantung pada konteks. Dialog dalam contoh (22) dapat diganti menjadi dialog berikut.

(22a) Bos : Negara kita sedang krisis, apa yang harus kita lakukan agar rakyat tenang?

Karyawan 1 : New normal.

Karyawan 2 : Permasalahkan kata ‘anjay’.

Karyawan 3 : Kita harus mengatasi pandemi dengan cepat.

(22)

(23)

atasi pandemi

(42)

Pada meme (23), letak punchline-nya ada pada dialog tubuh yang mengatakan, “hmm ngantuk”. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan adalah implikatur. Meme (23) termasuk dalam implikatur percakapan menolak. Tubuh menolak untuk shalat dengan alasan mengantuk, sehingga menciptakan sebuah kelucuan. Dialog dalam meme (23) dapat diganti menjadi dialog berikut.

(23a) Badan : Sial, tidak bisa tidur.

Otak : Karena kamu belum shalat isya.

Badan : Huh, sekarang jadi ngantuk.

Otak : Astaghfirullah.

Pada meme (24), letak punchline-nya ada pada dialog Jokowi yang mengatakan “sebentar koh saya ada urusan”, setelah mendengar jawaban tersebut, pembaca akan tertawa. Punchline pada meme (24) dengan membuat tuturan yang tidak langsung atau berimplikatur. Termasuk dalam implikatur percakapan menolak. Jokowi menolak membayar hutang sehingga menciptakan kelucuan dengan mengatakan sebentar koh saya ada urusan. Menolak tidak selamanya dilakukan secara langsung atau terang-terangan. Penolakan itu biasanya dilakukan dengan alasan yang ‘masuk akal’ sehingga dapat diterima oleh mitra tutur.

(24)

(43)

Pada meme (25), letak punchline-nya ada pada dialog teman Hindu yang mengatakan, “aku kan dibakar”. Punchline pada meme (25) dengan membuat tuturan yang tidak langsung atau berimplikatur. Termasuk dalam implikatur percakapan bergantung pada konteks. Konteks dituturkan oleh teman muslim ketika mengatakan “jika pelit kuburannya akan sempit” tetapi teman Hindu menjawab jika ia meninggal tidak dikubur melainkan dibakar sehingga menimbulkan kelucuan.

Dialog dalam contoh (25) dapat diganti menjadi dialog berikut.

(25a) A: Tidak boleh pelit, nanti kuburannya sempit.

B: Tapi, aku kalau meninggal dibakar.

Pada meme (26), Letak punchline-nya ada pada dialog dokter yang mengatakan, “Kebetulan sekali,” setelah mendengar jawaban tentang Zodiak

(25)

(26)

(44)

pasien, yaitu Cancer karena pada saat membaca dialog dokter tersebut, pembaca akan tertawa. Punchline pada contoh (26) dengan membuat tuturan yang tidak langsung atau berimplikatur dan berhomonim. Dialog dalam contoh (26) dapat diganti menjadi dialog berikut.

(26a) Pasien : Bagaimana hasil diagnosanya Dok?

Dokter : Anda mengidap kanker.

Pada meme (27), letak punchline-nya pada dialog ayah yang berkata takkan kubiarkan kamu jadi tukang martabak selamanya. Punchline pada meme (27) dengan membuat tuturan yang tidak langsung atau berimplikatur. Termasuk dalam implikatur percakapan menegaskan. Pada percakapan di atas sang ayah menuturkan tuturan bermodus asertif menegaskan untuk memberikan kejelasan kepada mitra tutur dari keragu-raguan terhadap pelaksanaan pilkada. Meme ini merupakan sindiran terhadap pemerintah dalam hal ini presiden Jokowi yang menyetujui pilkada tetap dilaksanakan ketika pandemi. Si anak adalah Gibran yang mempunyai usaha martabak dan juga sedang maju sebagai calon walikota Solo.

(27)

(45)

2.6.4 Praanggapan

Cummings (2005) mengatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tersebut (Putrayasa, 2014: 77).

Berikut adalah contoh praanggapan dalam meme bertema humor gelap di media sosial.

Pada meme (28), letak punchline-nya dialog orang yang disabilitas. Dialog orang disabilitas yang mengatakan loh, ngotak dong blok. Punchline pada contoh (28) dengan membuat tuturan yang tidak langsung atau praanggapan. Termasuk dalam praanggapan eksistensial. Si perempuan berpraanggapan si laki-laki mempunyai kaki, sehingga menyindir karena tidak memberikan tempat duduk.

Dialog dalam contoh (28) dapat diganti menjadi dialog berikut.

(28a) Cewek : Ada cewek berdiri bukannya dikasih tempat duduk, malah didiamkan saja.

Cowok : Kamu mikir dong! Aku tidak punya kaki.

(28)

(46)

Dalam meme (29) letak punchline-nya ada di kalimat “main tendang- tendangan yuk”. Pembaca akan tertawa melihat bahwa teman mengajak bermain olahraga yang menggunakan tangan, sedangkan mitra tutur tidak mempunyai tangan. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan adalah praanggapan. Orang yang mengajak teman bermain badminton atau basket beranggapan bahwa teman tersebut mempunyai tangan.

Pada meme (30) letak punchline-nya ada pada dialog ”Hhh…ngantuk”, setelah mendengar jawaban tersebut, pembaca akan tertawa. Aspek kebahasaan

(30) (29)

(47)

yang dimanfaatkan adalah praanggapan. Otak berpraanggapan bahwa tubuh tidak bisa tidur karena belum menjalankan sholat isya.

2.7 Aspek Makna

Dalam penelitian ini ditemukan aspek kebahasaan berupa makna. Menurut de Saussure, makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik (Chaer, 2012: 287). Aspek makna meliputi penggunaan polisemi, penggunaan homonimi, penggunaan antonimi, penggunaan referensial dan penggunanan gaya bahasa.

2.7.1 Polisemi

Sebuah kata atau satuan ujaran disebut polisemi kalau kata itu mempunyai makna lebih dari satu (Chaer, 2012: 301). Berikut ini adalah contoh penggunaan polisemi pada meme bertema humor gelap di media sosial.

Dalam meme (31), letak punchlinya-nya ada pada kata kepala pada dialog

“gunakan kepala kalian maka kalian bisa membangun apa saja”. Pembaca akan (31)

(48)

tertawa karena kata kepala memiliki makna lebih dari satu. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan dalam wacana di atas adalah makna, dalam hal ini polisemi. Dalam KBBI daring, kata kepala memiliki makna ‘bagian tubuh yang di atas leher’. Dalam meme (31), kata kepala tidak memiliki makna tersebut. Menjadi kelucuan karena kata kepala dalam meme ini merujuk pada otak atau pikiran. Dialog dalam meme (31) dapat diganti menjadi dialog berikut.

(31a) A: Bagaimana cara kalian membangun jembatan besar itu?

B: Gunakan pikiran kalian maka kalian bisa membangun apa saja.

Dalam meme (32), letak punchline-nya ada pada kalimat orang yang gapunya kaki. Namun punchline itu didukung oleh kata langkah dalam kalimat “ikuti 5 langkah ini!”. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan adalah makna, dalam hal ini polisemi. Kata langkah dalam meme ini memiliki dua makna, (a) gerakan kaki waktu berjalan dan (b) tahap atau bagian. Pembaca akan tertawa karena kata langkah pada wacana di atas merujuk pada tahap, tetapi punchline-nya dikaitkan dengan orang yang tidak punya kaki yang merujuk pada berjalan.

(32)

(49)

2.7.2 Homonimi

Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya

‘kebetulan’ sama, tetapi maknanya berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan (Chaer, 2012: 302). Berikut ini contoh penggunaan homonimi pada meme bertema humor gelap di media sosial.

Dalam meme (33) Letak punchline-nya ada pada dialog dokter yang mengatakan, “Kebetulan sekali,” setelah mendengar jawaban tentang Zodiak pasien, yaitu Cancer karena pada saat membaca dialog dokter tersebut, pembaca akan tertawa. Punchline pada wacana di atas dengan membuat tuturan berhomonim.

Pada kata cancer memiliki dua makna, yaitu (a) penyakit yang disebabkan oleh ketidakteraturan perjalanan hormon yang mengakibatkan tumbuhnya daging pada jaringan tubuh yang normal dan (b) zodiak, orang yang lahir pada tanggal 21 Juni sampai 22 Juli.

(33)

(50)

Dalam meme (34), letak punchline-nya terdapat pada kata salah. Pembaca akan tertawa karena memiliki makna yang berbeda. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan dalam wacana di atas adalah makna, dalam hal ini homonim. Dalam KBBI daring, kata salah memiliki makna ‘tidak benar’. Dalam meme (34), kata salah tidak memiliki makna tersebut. Kata salah dalam meme ini merujuk pada pemain sepak bola bernama Salah yang beragama Islam. Menjadi sebuah kelucuan jika dituturkan tanpa mengetahui konteks tuturan. Teks dalam meme (34) dapat diganti menjadi teks berikut.

(34a) Islam adalah agama dari pesepak bola bernama Salah.

2.7.3 Antonimi

Antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras yang satu dengan yang lain (Chaer, 2012: 299). Berikut ini penggunaan antonimi dalam meme bertema humor gelap di media sosial.

(34)

(51)

Dalam meme (35) letak punchline-nya ada pada teks “antara ada dan tiada”.

Pembaca akan tertawa ketika membaca teks tersebut. Aspek yang dimanfaatkan dalam kalimat di atas adalah makna, dalam hal ini antonimi. Ditemukan kata ada yang memiliki hubungan makna antonimi dengan kata tiada bersifat mutlak, sebab sesuatu yang ada tentu tidak tiada, dan yang tiada tentunya tidak ada. Wacana di atas menjadi sebuah humor karena pembuat meme menggambarkan wakil presiden dengan potongan lirik lagu Utopia “antara ada dan tiada”.

2.7.4 Referensial

Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensnya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata- kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya kata-kata seperti dan, atau, dan karena adalah termasuk kata-kata yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referens (Chaer, 2012:

(35)

(52)

291). Berikut ini adalah contoh penggunaan ambiguitas pada meme bertema humor gelap di media sosial.

Dalam meme (36) letak punchline-nya ada pada kalimat “ibuku mungkin akan membunuhku”. Pembaca akan tertawa membaca kata ibuku yang memiliki makna referensial. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan dalam wacana di atas adalah makna, dalam hal ini referensial. Hal ini terbukti karena kata ibuku pada kalimat di atas merujuk pada ‘ibu dari cewek yang hamil di luar nikah’ dan ‘anak dalam kandungan cewek yang hamil di luar nikah’.

2.7.5 Penggunaan Majas

Majas adalah gaya bahasa dalam bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang (Cerdas, 2013: 253). Dalam meme bertema humor gelap ditemukan penggunaan majas. Berikut adalah contohnya.

(36)

(53)

Pada contoh (37), letak punchline-nya ada pada kata “tai”. Aspek kebahasaan yang dimanfaatkan dalam wacana di atas adalah majas metafora. Metafora adalah majas yang mengungkapkan sesuatu secara langsung berupa perbandingan analogis. Pembaca akan tertawa karena ketidakterdugaan melihat gedung DPR yang isinya anggota DPR bagaikan belahan pantat yang isinya tai. Penggunaan majas ini juga sebagi bentuk sindiran.

2.8 Aspek Ragam Bahasa

Ragam bahasa juga disebut sebagai variasi bahasa. Bahasa itu bervariasi karena anggota masyarakat atau penutur bahasa itu sangat beragam, dan bahasa itu digunakan untuk keperluan yang beragam-ragam pula (Chaer, 2012: 61). Dalam penelitian ini, ditemukan aspek ragam bahasa berupa ragam sastra dan campur kode.

(37)

(54)

2.8.1 Ragam Sastra

Dalam penelitian ini, ditemukan ragam sastra berbentuk pantun pada meme bertema humor gelap di media sosial. Ragam sastra berbentuk pantun dilakukan untuk menciptakan humor berima. Berikut ini adalah contohnya.

Dalam meme (38), letak punchline-nya ada pada teks klean unjuk rasa gw kabur. Terdapat ragam sastra berbentuk pantun yang menciptakan kelucuan. Baris pertama “pagi-pagi makan bubur” adalah sampiran dan baris kedua “klean unjuk rasa gw kabur” adalah isi. Pantun dalam KBBI daring berarti peribahasa sindiran.

Ragam sastra termasuk pemanfaatan aspek kebahasaan pada meme bertema humor gelap di media sosial.

2.8.2 Campur Kode

Nababan (1976) mengemukakan campur kode merupakan pencampuran dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (Suandi, 2014: 139).

Campur kode diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu campur kode bersifat ke luar, ke (38)

(55)

dalam dan campuran. Campur kode ke dalam adalah apabila antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran memiliki hubungan kekerabatan. Campur kode ke luar campur kode yang menyerap unsur-unsur bahasa asing. Campur kode campuran adalah campuran antara bahasa asli dan asing dalam suatu tuturan (Suandi, 2014:

140-141). Berikut ini adalah contohnya.

Pada meme (39) tedapat campur kode bahasa Inggris yang menimbulkan kelucuan termasuk dalam punchline. Hal ini dibuktikan dengan adanya kata event, wibu, cosplay, dan waifu. Kata event berasal dari bahasa Inggris yang berarti acara.

Kata wibu berasal dari bahasa Inggris weeaboo merupakan istilah untuk orang yang terobsesi dengan budaya Jepang. Kata cosplay berasal dari bahasa Inggris gabungan dari kata costume dan play yang berarti berpakaian ala karakter dalam anime, film, maupun video games. Kemudian, kata waifu adalah serapan bahasa Inggris yang berarti istri. Campur kode ini termasuk campur kode ke luar karena bahasa Indonesia dan bahasa Inggris tidak mempunyai kekerabatan secara geografis, geneologis, ataupun politis.

(39)

(56)

BAB III

PEMANFAATAN KONTEKS DALAM MEME BERTEMA HUMOR GELAP DI MEDIA SOSIAL

3.1 Pengantar

Konteks yang memengaruhi bentuk-bentuk kebahasaan pada wacana meme bertema humor gelap di media sosial ini dikaji berdasarkan SPEAKING yang diciptakan oleh Dell Hymes. Konteks ini meliputi (i) latar atau setting, (ii) partisipan atau participant, (iii) tujuan atau end, (iv) topik pembicaraan atau act of sequence, (v) kunci atau key, (vi) sarana atau instrumentalities, (vii) norma atau norms, dan (viii) jenis wacana atau genres.

3.2 Partisipan atau Participant

Konteks partisipan atau participant yang merujuk pada pembicara atau pengirim dan pendengar atau penerima. Berikut adalah contoh kelucuan ditimbulkan karena ada foto atau gambar orang/tokoh pada meme bertema humor gelap di media sosial.

(57)

Konteks partisipan pada meme (40) ada pada orang yang terbangun dari dalam peti. Wacana humor di atas menjadi lucu karena terdapat gambar orang yang keluar dari peti untuk melihat siapa saja orang yang menangisi kematiannya.

Pembaca akan tertawa karena pengandaian ketika seseorang yang sudah meninggal dan penasaran ingin melihat orang-orang yang menangis terpukul atas kepergiannya.

Konteks partisipan pada meme (41) ada pada tengkorak. Wacana humor di atas menjadi lucu karena terdapat gambar tengkorak yang memegang salah satu foto artis Korea. Tengkorak menjadi perlambangan waktu yang lama karena menunggu. Meme ini menyindir para pecinta K-Pop dalam hal ini perempuan,

(40)

(41)

(58)

terlalu banyak halusinasi yang berlebihan menganggap artis Korea idolanya adalah suamainya.

Konteks partisipan pada meme (42) ada pada orang yang menangis di tempat tidur. Wacana humor di atas menjadi lucu karena orang yang menangis itu menggambarkan seseorang yang tidak mempunyai kaki. Pembaca akan tertawa karena terdapat iklan yang bertuliskan “Mau jadi orang kaya? Ikuti 5 langkah ini!”.

Padahal kata langkah di sini berarti ‘tahap’, sedangkan pencipta meme mengaitkan kata langkah pada ‘gerakan kaki berjalan’ sehingga orang yang tidak memiliki kaki tidak bisa jadi orang kaya, karena tidak bisa melangkah.

(42)

(43)

(59)

Konteks partisipan pada meme (43) ada pada orang yang tidak memiliki jari.

Wacana humor di atas menjadi lucu karena terdapat tuturan yang bernada marah mengatakan “kalo ngetik cepetan dikit anjg!”, Mengetik tentu menggunakan jari tangan, sedangkan penerima tutur tidak memiliki jari. Pembaca akan tertawa karena partisipan memang sulit mengetik dengan cepat, disebabkan memiliki kekurangan, yaitu tidak mempunyai jari.

Konteks partisipan pada meme (44) ada pada orang yang memposting story Instagram. Wacana humor di atas menjadi lucu karena terdapat gambar kopi dengan teks “Enak bgt guys mau meninggal”. Pembaca awalnya akan mengira ini adalah lelucon yang biasa digunakan untuk menyindir selebgram ketika mempromosikan barang berupa makanan. Pembaca akan tertawa ketika melihat nama partisipan yaitu, Wayan Mirna. Wayan Mirna adalah korban pembunuhan yang dilakukan oleh Jessica Kumala Wongso menggunakan kopi yang sudah dicampur sianida.

(44)

(60)

Konteks partisipan pada meme (45) ada pada ekspresi kakek. Wacana humor di atas menjadi lucu karena terdapat pengandaian ekspresi kakek ketika cucunya menonton anime dengan menggunakan speaker. Pembaca akan tertawa karena kakek di sini sudah hidup pada zaman Jepang datang ke Indonesia dan merasakan penjajahan. Maka pencipta meme membuat humor dengan mengaitkan anime yang berbahasa Jepang dengan ekspresi kakek yang panik seolah-olah Jepang datang kembali ke Indonesia untuk menjajah.

Konteks partisipan pada meme (46) ada pada bendera pelangi yang melambangkan kaum LGBT. Wacana humor di atas menjadi lucu karena

(45)

(46)

(61)

digambarkan terdapat pertengkaran anatara bapak dan ibu. Digambarkan sang bapak yang menginginkan anaknya menikah dengan perempuan yang kaya, sedangkan sang ibu yang menginginkan anaknya menikah dengan perempuan sholeha. Pembaca akan tertawa karena terdapat plot twist, yaitu partisipan dalam hal ini sang anak, adalah seorang LGBT yang digambarkan dengan bendera pelangi.

Konteks partisipan pada meme (47) ada pada para simpanse. Wacana humor di atas menjadi lucu karena digambarkan para simpanse melakukan rapat penting.

Terdapat teks “Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja” yang merupakan headline pada berita. Klausa “paripurna pengesahan” menciptakan kesan yang serius, gambar simpanse yang duduk di kursi DPR menciptakan kelucuan sekaligus dimaksudkan sebagai sindiran terhadap kinerja DPR.

(47)

(62)

Konteks partisipan pada meme (48) ada pada tokoh Jokowi. Wacana di atas menjadi lucu karena suasana serius menuntut sesuatu dengan teks “lawan Jokowi”

menjadi sebuah lelucon ketika pembuat meme menciptakan humor dengan menambah gambar Jokowi yang sedang latihan tinju dengan teks “maju sini lo wanita”, seolah mengajak berkelahi. Pembaca akan tertawa karena ketidakterdugaan melihat gambar Jokowi yang menggunakan sarung tinju.

Konteks partisipan pada meme (49) ada pada tokoh sepak bola bernama Salah. Wacana di atas menjadi lucu karena terdapat ambiguitas pada kata salah.

Pembaca akan tertawa karena mengetahui bahwa salah yang dimaksud pada meme (49) adalah pesepak bola kebangsaan Mesir, Mohamed Salah.

(48)

(49)

(63)

Konteks partisipan pada meme (50) ada pada tokoh Sumanto. Wacana di atas menjadi lucu karena pertama membaca teks “otw ke makam” lalu melihat gambar Sumanto. Pembaca akan tertawa karena mengetahui bahwa Sumanto dikenal dengan kasus kanibalisme, sehingga wacana humor di atas menceritakan Sumanto yang akan pergi ke makam Diego Maradona, terdapat tagar #RIPMaradona.

Konteks partisipan pada meme (51), ada di gambar laki-laki dan perempuan.

Wacana di atas menjadi lucu karena gambar tersebut merupakan ilustrasi yang digunakan untuk menggambarkan kekerasan terhadap perempuan. Pembaca akan tertawa karena pembuat meme sengaja menambahkan teks “gw loncat ya” dan

“aowkwokwow siap bang” sehingga seolah ilustrasi laki-laki dan perempuan ini sedang bercanda.

(50)

(51)

(64)

Konteks partisipan pada meme (52), ada di gambar pria dewasa dan seorang anak. Mirip dengan meme (51), wacana di atas menjadi lucu karena gambar tersebut merupakan ilustrasi yang digunakan untuk menggambarkan kekerasan terhadap anak. Pembaca akan tertawa karena pembuat meme sengaja menambahkan teks “tos dulu anak” dan “yoi aowakowk” sehingga seolah ilustrasi pria dewasa dan seorang anak ini sedang bercanda.

Konteks partisipan pada meme (53), ada di gambar Soeharto. Wacana di atas menjadi lucu karena menampilkan gambar Soeharto yang menggunakan sarung tangan Thanos, salah satu karakter dalam film Avengers. Zaman kepemimpinan Soeharto dikenal dengan kasus hilangnya aktivis yang dianggap melawan rezim.

(52)

(53)

(65)

Sarung tangan Thanos dalam film Avengers fungsinya adalah menghilangkan setengah populasi bumi. Pembaca akan tertawa karena pembuat meme sengaja menambahkan teks “kamu, mau hilang kamu?”.

Konteks partisipan pada meme (54), ada di gambar Seoharto. Mirip dengan meme (53), wacana di atas menjadi lucu karena gambar di semprotan menghilang adalah Soeharto. Pembaca akan tertawa karena pembuat meme sengaja mengaitkan hilang dengan Soeharto. Zaman kepemimpinan Soeharto dikenal dengan kasus hilangnya aktivis yang dianggap melawan rezim.

(54)

(55)

(66)

Konteks partisipan pada meme (55), ada di anak yang tidak mempunyai jari.

Wacana di atas menjadi lucu karena pembuat meme mengaitkan itu dengan cap tiga jari di ijazah. Pembaca akan tertawa karena partisipan tidak bisa cap tiga jari di ijazah, disebabkan tidak mempunyai jari.

Konteks partisipan pada meme (56), ada di gambar anak yang menangis.

Mirip wacana di atas menjadi lucu karena gambar terdapat teks yang menggambarkan dokter datang bersama cosplay captain America dan Thor.

Pembaca akan tertawa karena pembuat meme menambahkan gambar anak yang menangis disebabkan kedatangan cosplay captain America dan Thor. Di luar negri anak penderita kanker biasanya dihibur dengan cosplay superhero.

(56)

(57)

(67)

Konteks partisipan pada meme (57) ada pada seorang pria yang kaget.

Wacana di atas menjadi lucu karena tuturan yang ambigu dari saya, yaitu kata tubuh. Pembaca akan tertawa melihat ekspresi kaget akibat ketidakterdugaan karena tubuh yang dimaksud adalah tubuh lain dalam hal ini seorang yang berusia 19 tahun.

Konteks partisipan pada meme (58) ada pada anak yang kembar siam.

Wacana di atas menjadi lucu karena terdapat teks “ciri-ciri manusia bermuka dua”.

Pembaca akan tertawa karena ketidakterdugaan melihat gambar anak kembar siam.

Kata bermuka dua tidak menunjuk sifat tetapi bentuk.

Konteks partisipan pada meme (59) ada pada pasien yang sedang dirawat menggunakan selang oksigen. Wacana di atas menjadi lucu karena terdapat teks

(58)

(59)

(68)

“bengek bgt hyung” yang merupakan ungkapan ketika seseorang tertawa terbahak- bahak sampai susah bernapas. Pembuat meme menciptakan humor dengan menambah gambar orang yang benar-benar susah bernafas karena sakit sehingga dibantu dengan selang oksigen. Pembaca akan tertawa karena ketidakterdugaan gambar orang yang bengek karena sakit, bukan karena tertawa terbahak-bahak.

Konteks partisipan pada meme (60) ada pada gambar orang yang kebingungan. Wacana di atas menjadi lucu karena terdapat tuturan guru yang mengatakan “kita akan belajar tentang air”. Pembaca akan tertawa karena gambar orang yang kebingungan adalah gambaran ekspresi murid pindahan dari Afrika.

Afrika termasuk negara yang mengalami krisis air, sehingga pembuat meme mengaitkan dengan ketika anak Afrika belajar tentang air.

(60)

(61)

(69)

Konteks partisipan pada meme (61) ada pada gambar algojo. Wacana di atas menjadi lucu karena biasanya hukuman gantung, orang yang dihukum naik ke atas kursi, sedangkan meme (61) dengan naik ke atas permainan UNO stacko. Cara main UNO stacko adalah setiap orang bergiliran mengambil satu balok, sampai pada jatuhnya seluruh balok, yang menjatuhkan menjadi kalah. Pembaca akan tertawa karena melihat para algojo yang gugup dalam bermain, seolah tidak ada nyawa orang yang dipertaruhkan.

Konteks partisipan pada meme (62) ada pada gambar adik dan kakak. Wacana di atas menjadi lucu karena terdapat tuturan sang kakak yang membuat sang adik kesal, yaitu “percuma sekolah tinggi, karena nanti kalo udah nikah juga di dapur”.

Pembaca akan tertawa karena gambar adik yang mendorong kakaknya ke jurang karena kesal.

(62)

(70)

Konteks partisipan pada meme (63) ada pada gambar orang yang tertawa dalam hati. Wacana di atas menjadi lucu karena menceritakan seorang yang melayat orang yang sering bullying, namun ekspresi berbeda antar di luar dan di dalam.

Pembaca akan tertawa karena gambar orang yang melayat seolah sedih, namun dalam hatinya tertawa senang.

3.3 Topik Pembicaraan atau Acts of Sequence

Konteks topik pembicaraan atau acts of sequence yang merujuk peristiwa yang meliputi teks atau memiliki hubungan dengan peristiwa lain di luar isi yang ditunjukkan. Berikut adalah contoh topik pembicaraan atau acts of sequence pada meme bertema humor gelap di media sosial.

(63)

(71)

Konteks topik pembicaraan pada meme (64) adalah padi. Wacana di atas menjadi lucu karena padi di sini dikaitkan dengan jenjang pendidikan. Maksud di luar isi yang ditunjukkan adalah rambut kemaluan digambarkan dengan padi, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikannya maka semakin banyak padinya.

Konteks topik pembicaraan pada meme (65) adalah promo OVO. Wacana di atas menjadi lucu karena OVO mengirim pesan dengan teks “Gaes, jangan lupa tanggal 9-11 ada BOOM 11.11!”. Maksud di luar isi yang ditunjukkan adalah pada tanggal 11 September 2001 terjadi serangan bom bunuh diri di WTC (World Trade Center) New York.

(65) (64)

Referensi

Dokumen terkait

Pasar Koga Bandar Lampung menarik untuk diteliti karena disekitar pasar tersebut terdapat bank konvensional dan bank syariah, dengan kualitas pelayanan yang baik dan

Item yang paling banyak diungkapkan pada tema ini adalah dukungan ke lembaga pendidikan yaitu oleh 16 perusahaan dengan.. indeks pelaporan sebesar 64%. Sedangkan

Penentuan Waktu Tanam Padi Berdasarkan Analisa Curah Hujan dan Iklim pada Saluran Induk Maloso Kiri Bendungan Sekka-Sekka Kabupaten Polewali Mandar..

Tubuh spheries dan ekor yang panjang dianggap normal sedangkan sel sperma yang abnormal dibedakan dari sel normal melalui tubuh yang cacat seperti bengkok, pendek

Dari hasil wawancara diatas, diperoleh data bahwa pernikahan poliandri memberikan dampak yaitu pelaku cenderung menutupi perkawinannya yang kedua, hubungan

Elemen struktur pada konstruksi selain secara mekanis memiliki fungsi sebagai penyalur beban (struktural) juga memiliki fungsi arsitektural yang dapat memengaruhi aktivitas dan

,> Dari segi pembahagian harta Adat (emenggung mengutamakan kaum lelaki =bersi3at patriar,hal> yang dianggap akan melanutkan.. keturunan sesebuah keluarga. *i3at

Pentingnya integrasi nilai-nilai Islam dalam pembelajaran IPA menjadi satu kerangka normatif dalam merumuskan tujuan pendidikan sebagaimana diungkapkan Ali dan