• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi Peta Tingkat Kerentanan Akibat Bencana Gempa Bumi Untuk Wilayah Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modifikasi Peta Tingkat Kerentanan Akibat Bencana Gempa Bumi Untuk Wilayah Indonesia."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

i

MODIFIKASI PETA TINGKAT KERENTANAN AKIBAT BENCANA GEMPA BUMI UNTUK WILAYAH INDONESIA

Yoseph Stevenly NRP : 9821054

Pembimbing : Ir. Theodore F Najoan M. Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

ABSTRAK

Peta Tingkat Kerentanan akibat Bencana Gempa Bumi untuk Wilayah Indonesia dibuat berdasarkan tinjauan yang bersifat makro terhadap faktor bencana, faktor sosial, dan faktor fisik. Tingkat kerentanan bencana didapat dengan mengkombinasikan faktor bencana total dengan faktor fisik dan faktor sosial kependudukan. Faktor bencana total terdiri dari faktor bencana gempa, tsunami, longsoran dan kepadatan penduduk.

Untuk faktor bencana, Kotamadya Sibolga memiliki tingkat kerentanan terhadap bencana yang tertinggi, yaitu 3,61. Sedangkan DKI Jakarta memiliki tingkat kerentanan tertinggi baik untuk faktor sosial, yaitu sebesar 8,22 maupun untuk faktor fisik, yaitu sebesar 9,23.

(2)

ii

MODIFICATION MAP LEVEL SUSCEPTANCE EFFECT OF

DISASTER EARTHQUAKE FOR REGION OF INDONESIA

Yoseph Stevenly NRP : 9821054

COUNSELLOR : Ir. Theodore F Najoan M. Eng FACULTY OF TECHNIQUE MAJORS TECHNIQUE CIVIL

UNIVERSITY CHRISTIAN MARANATHA BANDUNG

ABSTRACT

Map Level Susceptance effect of Disaster Earthquake for the Region of Indonesia made by pursuant to evaluation having the character of macro to disaster factor, social factor, and physical factor. Level of disaster susceptance got by combining total disaster factor with physical factor and social factor of society. Total Disaster factor consist of earthquake disaster factor, tsunami, density and slide.

For the factor of disaster, Municipality Sibolga have susceptance storey level to highest disaster, that is 3,61. While DKI Jakarta have the highest susceptance storey level, for the social factor, that is equal to 8,22 and also for the physical factor , that is equal to 9,23.

(3)

iii

PRAKATA

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih-Nya, maka Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

Tugas Akhir ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana Strata-1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, Unuversitas Kristen Maranatha, Bandung. Penulis menyusun Tugas Akhir dengan judul : “MODIFIKASI PETA TINGKAT KERENTANAN AKIBAT BENCANA GEMPA BUMI UNTUK WILAYAH INDONESIA”

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Theodore F Najoan M. Eng, selaku Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan selama penyusunan Tugas Akhir ini.

2. Ibu Hanny D ST MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

3. Ibu Rini I. Rusandi, Ir., selaku Koordinator Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

4. Ibu Tan Lie Ing ST., MT., selaku Dosen Wali yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama masa studi penulis.

5. Bapak Ibrahim surya, Ir., M. Eng, selaku penguji yang banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

6. Bapak Herianto Wibowo, Ir., M. Sc, selaku penguji yang banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

7. Ibu Asriwiyanti D., Ir., MT, selaku penguji yang banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

(4)

iv

9. Orang tua, saudara-saudari penulis yang telah banyak memberikan dukungan, serta doa dan saran selama ini.

10. Ai Rosliana yang telah banyak membantu dalam memberikan saran dan doa serta dukungan.

11. Teman-teman : Handri Lim, Yulius S, Agus, Hendra, Mardi, Stefanus, Salmon yang telah banyak memberikan dukungan.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari kesempurnaan sehingga mengharapkan masukan-masukan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Akhir kata, penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat memberi sumbangan yang berarti bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bandung, 19 Agustus 2005

Yoseph Stevenly

(5)

v

DAFTAR ISI

Halaman

SURAT KETERANGAN TUGAS AKHIR ... i

SURAT KETERANGAN SELESAI TUGAS AKHIR ... ii

ABSTRAK ... iii

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

(6)

vi

2.2 Deskripsi Umum Tentang Tsunami ... 25

2.2.1 Defenisi Tsunami ... 25

2.2.2 Karakteristik Tsunami ... 27

2.2.3 Pembangkit Tsunami ... 30

2.2.4 Besaran Tsunami (m) dan Hubungannya dengan Besaran Gempa Ms ... 32

2.2.5 Metoda Dalam Menentukan Tinggi Rayapan Tsunami ... 36

2.3.5 Kondisi-kondisi dan Faktor Penyebab Longsoran ... 49

3.6 Keadaan Geologis Pulau Maluku dan Papua ... 71

(7)

vii

BAB 4 PETA TINGKAT KERENTANAN AKIBAT BENCANA GEMPA BUMI UNTUK WILAYAH INDONESIA

4.1 Prosedur Penentuan Tingkat Kerentanan ... 75

4.2 Indentifikasi Faktor dan Penentuan Kerangka Konseptual ... 77

4.2.1 Faktor Bencana (Hazards) ... 79

4.2.2 Faktor Ketersingkapan (Exposure) ... 79

4.2.3 Faktor Kerentanan Fisik (Vulnerability) ... 80

4.2.4 Faktor Konteks Eksternal (External Context) .. 80

4.2.5 Faktor Penanggulangan Darurat dan Kapasitas Pemulihan (Emergency Response and Recovery Capability Faktor) ... 81

4.3 Pemilihan Indikator Kerentanan ... 81

4.3.1 Indikator sosial Ekonomi ... 83

4.3.2 Indikator Struktur Fisik ... 85

4.4 Pengkajian Tingkat Kerentanan akibat Bencana untuk Wilayah Indonesia ... 87

4.4.1 Sistematika Pengukuran Tingkat Bencana Gempa ... 87

4.4.2 Sistematika Pengukuran Tingkat Bencana Tsunami ... 91

4.4.3 Sistematika Pengukuran Tingkat Bencana Longsoran ... 96

(8)

viii

4.4.5 Sistematika Pengukuran Tingkat Kerentanan

Sosial ... 103 4.4.6 Sistematika Pengukuran Tingkat Kerentanan

Fisik ... 108 4.5 Sistematika Penentuan Bobot Kerentanan ... 113 4.6 Klasifikasi Tingkat Kerentanan ... 116 4.7 Contoh Penggunaan Peta Tingkat Kerentanan Akibat

Bencana Gempa ... 119 4.8 Aplikasi Program GIS (MapInfo) dalam Mengidentifikasi

Tingkat Kerentanan Suatu Daerah ... 119 4.9 Pembahasan Hasil Analisis Tingkat Kerentanan... 121

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 130 5.2 Saran ... 132 DAFTAR PUSTAKA

(9)

ix

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

ac = percepatan gempa dasar (gal)

ad = percepatan gempa permukaan terkoreksi pengaruh jenis tanah setempat (gal)

ag = percepatan gempa maksimum di permukaan tanah (gal) BFBi = bobot faktor kerentanan

d = kedalaman dasar laut (km)

Mb = magnitude gelombang badan ML = magnitude lokal

Ms = magnitude gelombang permukaan M = besaran gempa

(10)

x Vs = kecepatan rambat gelombang S (m/det) v = koefisien koreksi jenis pengaruh tanah V = kecepatan rambat tsunami (m/det) XBi = besaran dari data faktor kerentanan _

XBi = rata-rata dari data faktor kerentanan di seluruh Indonesia Z = koefisien zona gempa

% = persen = = sama dengan < = lebih kecil

≤ = lebih kecil sama dengan > = lebih besar

≥ = lebih besar sama dengan ° = derajat

∆ = jarak episenter (km) ν = angka Poisson ρ = massa jenis (kg/m3)

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Pelat Tektonik dan Arah Pergerakan Pelat ... 11

Gambar 2.2 Peta Zona Gempa Indonesia ... 24

Gambar 2.3 Sketsa Mekanisme Munculnya Tsunami ... 26

Gambar 2.4 Sketsa Tinggi Gelombang Tsunami dan Rayapan Gelombang Tsunami (Puslitbang Pengairan, 1997) ... 30

Gambar 2.5 Grafik Hubungan Besaran Gempa Ms dan Kedalaman Fokus untuk Gempa (Iida, 1964)... 33

Gambar 2.6 Grafik Hubungan antara Besaran Gempa Ms dengan Besaran Tsunami m. (Iida, 1964)... 34

Gambar 2.7. Grafik Hubungan antara Ms dengan Perioda Gelombang T1 (Iida, 1964)... 34

Gambar 2.8 Peta Zonasi Tsunami Indonesia ... 39

Gambar 2.9. Skema Gerakan Massa pada Lereng ... 41

Gambar 2.10 Tipe Longsoran menurut Gerakannya ... 45

Gambar 2.11 Contoh-contoh Runtuhan Batuan ... 47

Gambar 2.12 Gelincir Rotasi ... 48

Gambar 2.13 Gelincir Translasi ... 48

Gambar 2.14 Longsoran Aliran ... 49

Gambar 2.15 Peta Kerentanan Gerakan Tanah ... 56

Gambar 3.1 Peta Geologi Pulau Sumatera ... 60

(12)

xii

Gambar 3.3 Peta Geologi Pulau Nusa Tenggara ... 65

Gambar 3.4 Peta Geologi Pulau Kalimantan ... 68

Gambar 3.5 Peta Geologi Pulau Sulawesi ... 70

Gambar 3.6 Peta Geologi Maluku dan Papua/Irian Jaya ... 72

Gambar 3.7 Peta Gempa yang Terjadi di Indonesia ... 73

Gambar 4.1 Peta Bobot Faktor Bencana Gempa ... 90

Gambar 4.2 Peta Bobot Faktor Bencana Tsunami ... 95

Gambar 4.3 Peta Bobot Faktor Bencana Longsoran ... 99

Gambar 4.4 Peta Bobot Faktor Tingkat Kepadatan Penduduk ... 102

Gambar 4.5 Peta Bobot Faktor Kerentanan Sosial ... 107

Gambar 4.6 Peta Bobot Faktor Kerentanan Fisik ... 112

Gambar 4.7 Peta Total Faktor Bencana ... 115

Gambar 4.8 Peta Tingkat Kerentanan Skenario I ... 117

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Skala Modified Mercalli Intensity (MMI) ... 13

Tabel 2.2 Hubungan Antara MMI Dengan a maks ... 14

Tabel 2.3 Skala Richter ... 15

Tabel 2.4 Resiko Gempa untuk Berbagai Masa Guna dan Periode Ulang ... 19

Tabel 2.5 Percepatan Gempa Dasar untuk Berbagai Periode Ulang ... 20

Tabel 2.6 Faktor Koreksi Pengaruh Jenis Tanah Setempat ... 22

Tabel 2.7 Koefisien Zona (Z) pada Zona A, B, C, D, E, F ... 23

Tabel 2.8 Besaran Tsunami dan Rayapan Maksimum ... 32

Tabel 2.9 Skala Daya Hancur Tsunami (Imamura) ... 36

Tabel 2.10 Klasifikasi Lereng Menurut Sudut Kemiringan (Puslitbang Jalan, 1985) ... 43

Tabel 2.11 Klasifikasi Lereng Menurut Ketinggiannya (Puslitbang Jalan, 1985) ... 43

Tabel 2.12 Klasifikasi Longsoran Menurut Kedalaman (Puslitbang Jalan, 1985) ... 44

Tabel 2.13 Klasifikasi Longsoran Menurut Kecepatan (Puslitbang Jalan, 1985) ... 44

Tabel 2.14 Klasifikasi Longsoran Menurut Mekanismenya (Puslitbang Jalan, 1985) ... 45

Tabel 4.1 Indeks Resiko Bencana Gempa (Davidson, 1997) (Earthquake Disaster Risk Index) ... 78

(14)

xiv

Tabel 4.3 Daerah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi

terhadap bencana gempa ... 122 Tabel 4.4 Daerah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi

terhadap bencana tsunami ... 123 Tabel 4.5 Daerah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi

terhadap bencana longsoran ... 124 Tabel 4.6 Daerah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk

yang tinggi ... 125 Tabel 4.7 Daerah yang memiliki tingkat kerentanan sosial yang

tinggi ... 126 Tabel 4.8 Daerah yang memiliki tingkat kerentanan fisik yang

tinggi ... 127 Tabel 4.9 Daerah yang memiliki potensi bencana yang tinggi ... 127 Tabel 4.10 Daerah yang memiliki potensi kerusakan yang tinggi

berdasakan skenario I ... 128 Tabel 4.11 Daerah yang memiliki potensi kerusakan yang tinggi

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Bobot Bencana Gempa untuk Wilayah Indonesia Lampiran 2 Tinggi Rayapan dan Luas Cakupan Tsunami Lampiran 3 Bobot Bencana Tsunami untuk Wilayah Indonesia Lampiran 4 Bobot Faktor Bencana Longsoran untuk Wilayah

Indonesia

Lampiran 5 Bobot Faktor Bencana Kepadatan Penduduk untuk Wilayah Indonesia

Lampiran 6 Bobot Faktor Tingkat Kerentanan Sosial untuk Wilayah Indonesia

Lampiran 7 Bobot Faktor Tingkat Kerentanan Fisik untuk Wilayah Indonesia

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak diatas lempeng tektonik yang intensitas pergerakan lempengnya bersifat aktif, hal ini mengakibatkan frekuensi terjadinya bencana gempa bumi cukup tinggi. Kejadian bencana gempa bumi biasanya diikuti dengan fenomena-fenomena lain ( collateral hazard ) seperti gelombang tsunami yang melanda daerah-daerah pantai, likuifaksi, dan longsoran.

(17)

Fenomena-fenomena alam diatas tidak akan menjadi bencana apabila melanda daerah yang tidak mempunyai kehidupan. Tapi sebaliknya, jika fenomena alam tersebut terjadi dalam skala besar pada daerah yang berpenduduk padat, maka dapat dipastikan akan terjadi bencana yang besar. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, setiap fenomena alam yang terjadi di Indonesia dapat berpotensi menjadi bencana, dalam arti menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan seperti jatuhnya korban jiwa, korban luka, kerusakan bangunan dan infrastruktur, dampak sosial, ekonomi, politik, dan psikologi.

Untuk itu, mutlak diperlukan suatu tindakan untuk mengantisipasi terjadinya bencana. Langkah awal yang diambil adalah dengan mengidentifikasi tingkat kerentanan suatu daerah melalui peta tingkat kerentanan akibat bencana. Setelah daerah yang rentan diketahui, selanjutnya dapat diambil tindakan mitigasi yang dianggap perlu, misalnya dengan membatalkan pengembangan pada daerah yang rentan atau mewajibkan pembangunan didaerah tersebut untuk memenuhi kode atau peraturan yang ada.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penulisan skripsi ini adalah untuk memodifikasi peta tingkat kerentanan akibat bencana gempa bumi beserta bencana ikutannya untuk setiap wilayah Indonesia. Sebelumnya, pengkajian terhadap tingkat kerentanan bencana sudah pernah dilakukan. Data-data mengenai tingkat kerentanan akibat bencana sudah tersedia, namun untuk data gempa bumi dan tsunami perlu dimodifikasi dengan menggunakan peta gempa (fukushima & Tanaka, 1990) dan tsunami(Pemodelan Gutenberg-Richter dan Persamaan Katyusuki Abe, 1981).

(18)

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk membuat peta tingkat kerentanan akibat bencana gempa bumi yang lebih akurat untuk wilayah Indonesia, sehingga penanggulangan dan mitigasi dapat diperkirakan dengan lebih tepat.

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Hal yang ditinjau pada skripsi ini adalah mengenai bencana gempa bumi dan bencana ikutan seperti tsunami dan longsoran. Bencana-bencana ditinjau dalam arti yang sesungguhnya, yaitu bencana yang berasal dari kejadian alam dan bukan akibat kelalaian atau kesalahan manusia.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan tingkat kerentanan akibat bencana adalah : Faktor Bencana yang meliputi faktor bencana gempa, tsunami, longsoran, dan kepadatan penduduk; Faktor Fisik; dan Faktor Sosial. Adapun analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor diatas adalah bersifat makro.

Pada penulisan skripsi ini, sebagian besar data faktor penentuan tingkat kerentana telah tersedia, seperti data faktor bencana yaitu data faktor kepadatan penduduk dan data faktor bencana longsoran, data faktor fisik, dan data faktor sosial. Jadi hal yang perlu dimodifikasi pada pembuatan peta tingkat kerentanan akibat bencana terdapat pada data faktor bencana gempa bumi dan data faktor faktor bencana tsunami.

Daerah yang menjadi bahan studi untuk skripsi ini dikhususkan pada daerah-daerah tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kotamadya untuk seluruh wilayah Indonesia.

(19)

1.4 Sistematika

Penulisan

Agar penulisan ini dapat tersusun dengan baik dan sistematis, maka skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu ;

Bab 1 Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang permasalahan, maksud dan tujuan, ruang lingkup pembahasan serta sistematika penulisan skripsi.

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tinjauan pengetahuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas yang diperoleh dari studi pustaka, prosiding seminar, serta dari laporan penelitian sebelumnya.

Bab 3 Keadaan Geologi dan Seisme Indonesia

Bab ini menerangkan tentang kondisi serta karakteristik geologi dan kegempaan yang terdapat pada wilayah Indonesia.

Bab 4 Peta Tingkat Kerentanan Akibat Bencana Gempa Bumi untuk Wilayah Indonesia

Bab ini memuat prosedur pembuatan peta tingkat kerentanan akibat bencana serta sistematika pengukuran tingkat kerentanan dari berbagai faktor. Bab 5 Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan kesimpulan dari analisis yang dilakukan dan saran-saran yang dikemukakan dari hasil analisis tersebut.

Rangkaian proses pengerjaan skripsi ini dapat diurutkan secara skematis seperti yang disajikan dalam diagram alir.

(20)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Peta Tingkat Kerentanan akibat Bencana Gempa Bumi untuk Wilayah Indonesia dibuat berdasarkan tinjauan yang bersifat makro terhadap faktor bencana, faktor sosial, dan faktor fisik. Setiap data faktor distandarisasi sehingga menghasilkan suatu bobot tingkat kerentanan, kemudian bobot dari ketiga faktor dikombinasikan berdasarkan skenario I (faktor bencana lebih dominan) dan skenario II (ketiga faktor berbobot sama). Peta tersebut menunjukkan seberapa besar tingkat kerentanan setiap daerah akibat kemungkinan terjadinya bencana gempa dan bencana ikutannya terhadap kerusakan pada bangunan umum, sarana

(21)

dan prasarana infrastruktur, kerugian ekonomi, banyaknya korban jiwa, sarana ibadah, dll.

Beberapa hal dapat disimpulkan dari hasil analisis kerentanan setiap kabupaten dan kotamadya di wilayah Indonesia terhadap bencana gempa dan bencana ikutannya untuk menghasilkan Peta Tingkat Kerentanan Akibat Bencana Gempa yaitu sebagai berikut:

1. Dengan menetapkan skenario yang berdasarkan anggapan tingkat kerusakan (level of loss) dan tingkat bencana (level of hazard) untuk seluruh daerah Indonesia, diketahui bahwa:

- berdasarkan skenario I (faktor bencana yang lebih dominan): • DKI Jakarta dengan bobot sebesar 5,37

• Kod. Bandung dengan bobot sebesar 3,39 • Kab. Bandung dengan bobot sebesar 3.19

- berdasarkan skenario II (semua faktor sama-sama dominan): • DKI Jakarta dengan bobot sebesar 6,86

• Kab. Bandung dengan bobot sebesar 3.81 • Kab. Bogor dengan bobot sebesar 3.80 • Kod. Bandung dengan bobot sebesar 3.47 • Kab. Malang dengan bobot sebesar 3.36 • Kod. Medan dengan bobot sebesar 3.12

• Kab. Lampung Tengah dengan bobot sebesar 3.12 • Kab. Sukabumi dengan bobot sebesar 3.07 • Kab. Tasikmalaya dengan bobot sebesar 3.03 • Kod. Surabaya dengan bobot sebesar 3.03

(22)

Jadi daerah-daerah diatas merupakan daerah yang paling berisiko dan sangat rentan terhadap kerusakan akibat bencana (dibandingkan dengan daerah lainnya dalam wilayah investigasi).

2. Pada Peta Tingkat Kerentanan Akibat Bencana Gempa Bumi baik Skenario I maupun Skenario II menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia termasuk daerah yang relatif rawan terhadap bencana gempa, tsunami dan tanah longsor.

3. Peta Tingkat Kerentanan Pengaruh Gempa berdasarkan Skenario I dapat digunakan oleh pemerintah untuk keperluan pengembangan wilayah sehingga daerah yang rawan bencana gempa dapat dihindari. Sedangkan Peta Tingkat Kerentanan Pengaruh Gempa berdasarkan Skenario II dapat digunakan oleh pemerintah untuk penempatan sarana-sarana mitigasi.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan setelah melihat kesimpulan di atas adalah sebagai berikut:

1. Untuk daerah dengan tingkat kerentanan tinggi, perlu mendapat perhatian lebih secara preventif, baik dalam pengembangan infrastruktur daerah tersebut (agar mengikuti building code tertentu) maupun dalam merancang proses mitigasi yang tepat untuk mengurangi kerugian yang mungkin terjadi menjadi seminimal mungkin.

2. Dengan mengacu pada peta kerentanan yang bersifat makro ini serta prosedur analisis yang sama, dapat dilakukan pembuatan peta mikrozonasi yang tingkat

(23)

ketelitiannya lebih tinggi terhadap daerah yang tingkat kerentanannya tinggi agar zona-zona rawan bencana pada daerah tersebut dapat diketahui.

3. Karena data-data yang dipakai dalam proses analisis bersifat dinamis, artinya selalu berubah-ubah menurut waktu (misal: data jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah bangunan dll.), maka perlu dilakukan koreksi data (data updating) secara berkala mengikuti laju pertumbuhan kabupaten atau kotamadya yang ditinjau.

4. Masih banyak data-data fisik seperti data built up area, jumlah prasarana dan masih banyak data lain yang tidak diikutsertakan dalam skripsi ini. Disarankan agar dilakukan studi lebih lanjut yang memasukkan data-data ini.

5. Karena keterbatasan waktu, maka pengkajian tingkat kerentanan hanya dilakukan untuk bencana gempa, tsunami dan tanah longsor saja. Disarankan agar dilakukan studi lebih lanjut yang memasukkan faktor-faktor bencana alam yang lain seperti letusan gunung berapi, likuifaksi, banjir, dan sebagainya.

6. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain seperti faktor politik dan ekonomi makro suatu wilayah sebagaiexternal context factors dan faktor sumber daya manusia, faktor perencanaan penangangan bencana, tingkat mobilitas dan tingkat aksesibilitas suatu daerah sebagai emergency response and recovery planning factors.

(24)

1. Ari Budiman (2005), “Peta Zonasi Tsunami Indonesia”.

2. Davidson, Rachel A. (1997), “An Urban Eathquake Disaster Risk Index”, The John A. Blume Earthquake Engeneering Centre, Department of Civil Engeneering Stanford University, California.

3. Eddy Prahasta (2004), “Belajar dan Memahami MapInfo”.

4. Erick Effendy (2001), “Peta Makrozonasi Tingkat Kerentanan akibat Bencana Alam Gempa, Tsunami, dan Longsoran untuk Wilayah

Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Barat”.

5. Farzad Naeim (1978), Ph.D., P.E, “The Seimic Design Handbook”.

6. Jeffry (2001), “Peta Makrozonasi Tingkat Kerentanan akibat Bencana Alam Gempa, Tsunami, dan Longsoran untuk Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa

Tenggara”.

7. Johny (2001), “Peta Makrozonasi Tingkat Kerentanan akibat Bencana Alam Gempa, Tsunami, dan Longsoran untuk Wilayah Sumatera”.

8. Michael R. Lindeburg, PE with Majid Baradar, PE (1982),“Seismic Design of Building Structures” Professional Publications, Inc., Belmont, CA.

9. Robert L. Wiegel (1962), “Earthquake Engineering”.

10. Yeyep Yousman (2004), “Sistem Informasi Grafis dengan MapInfo Profesional”.

Referensi

Dokumen terkait

2. Pelaksanaan ayun budak pada masyarakat Bangun Purba penting artinya bagi pembinaan sosial budaya warga masyarakat yang bersangkutan, antara lain sebagai pengokoh

Sistem penyederhanaan jumlah partai politik untuk pembatasan peserta Pemilu diterapkan saat Orde Baru, sistem ini dianggap sangat berlawanan dengan kebebasan berserikat dan

Hewan kelompok Sarcophyton termasuk ke dalam Kelas Anthozoa dan hanya memiliki bentuk polip (menempel pada substrat dan tidak dapat bergerak bebas) yang membentuk berkoloni

18) Seluruh pegawai memfokuskan diri pada pemberdayaan Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang

Karakteristik ini dapat dinyatakan dalam berbagai cara: misalnya, satu dapat menggambarkan objek dalam sebuah cluster sebagai penduduk yang dihasilkan oleh distribusi

Pada tahapan manusia yang masih sederhana mereka dapat menyelenggarakan tukar menukar kebutuhan dengan cara barter (pertukaran barang dengan barang). Pertukaran barter

Hipotesis directional adalah hipotesis yang menyatakan sifat dan arah hubungan secara tegas antara dua atau lebih variabel. Contoh: Kualitas pelayanan Jasa perpengaruh positif

Dari tabel 1.10 dapat dilihat jumlah biaya penambahan pelanggan yang belum. terealisasi jika direalisasikan setiap bulannya akan menambah