• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENYEBARAN PERMUDAAN ALAM JENIS BENGKIRAI (Shorea Laevis RIDL) TINGKAT SEMAI DI AREAL HUTAN KOTA PAGUN RAYA BINUSAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI PENYEBARAN PERMUDAAN ALAM JENIS BENGKIRAI (Shorea Laevis RIDL) TINGKAT SEMAI DI AREAL HUTAN KOTA PAGUN RAYA BINUSAN"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PAGUN RAYA BINUSAN

Oleh :

RAHMAN NIM. 100500031

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA 2013

(2)

PAGUN RAYA BINUSAN

Oleh :

RAHMAN NIM. 100500031

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA 2013

(3)

PAGUN RAYA BINUSAN

Oleh :

RAHMAN NIM. 100500031

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA

2013

(4)

Judul Karya Ilmiah : STUDI PENYEBARAN PERMUDAAN ALAM JENIS BENGKIRAI (SHOREA LAEVIS RIDL) TINGKAT SEMAI DI AREAL HUTAN KOTA PAGUN RAYA BINUSAN

Nama : Rahman

NIM : 100500031

Program Studi : Manajemen Hutan Jurusan : Manajemen Pertanian

Pembimbing

Rudi Djatmiko, S. Hut, MP NIP.19700915 199512 1 001

Penguji I,

Penguji II,

Menyetujui

Ketua Program Studi Manajemen Hutan

Ir. M. Fadjeri, MP

NIP. 19610812 198803 1 003

Mengesahkan

Ketua Jurusan Manajemen Pertanian

Ir. Hasanudin, MP

NIP.19630805 198903 1 005

(5)

Rahman. Studi Penyebaran Permudaan Alam Jenis Bengkirai (Shoea leavis RIDL) Tingkat Semai di Areal Hutan Kota Pagun Raya Binusan, Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan (di bawah bimbingan Rudi Djatmiko).

Penelitian ini dilatar belakangi oleh langkanya jenis Bengkirai (Shorea leavis RIDL) akibat dari semakin banyaknya areal-areal hutan yang terbuka, pada akhirnya mengakibatkan adanya tanah-tanah yang kosong. Untuk mengantisipasi kebutuhan kayu di masa yang akan datang maka pemerintah telah memprogram pembangunan hutan tanaman industri (HTI), selain itu permudaan buatan dan reboisasi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebaran permudaan alam jenis Bengkirai (Shorea leavis RIDL) tingkat semai disekitar pohon induk Bengkirai pada Areal Hutan Desa Binusan, Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan. Hasil yang di harapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi/gambaran tentang penyebaran permudaan alam pohon jenis Bengkirai (Shorea leavis RIDL) tingkat semai agar dapat menjadi acuan/bahan pertimbangan tindakan silvikultur untuk mempertahankan kelestariannya.

Penelitian ini dilaksanakan di Areal Hutan Desa Binusan, Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan. selama 3 bulan (Juni-Agustus), meliputi kegiatan persiapan penelitan, pengamatan dan pengumpulan data, pengolahan data dan penyusunan laporan penelitian. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pengamatan semai Bengkirai secara langsung di lapangan menggunakan 5 plot pengamatan berbentuk lingkaran dengan titik pusat Pohon Induk Bengkirai, dan masing-masing dari plot dibagi menjadi 8 jalur.

Hasil dari penelitian ini adalah jumlah anakan terbanyak terdapat pada plot pengamatan ke-5 dengan jumlah 19 anakan, sedangkan jumlah anakan paling sedikit terdapat pada plot pengamatan ke-3 dan ke-4 dengan jumlah 11 anakan. Jumlah ankan Bengkirai yang ditemukan pada semua plot pengamatan 67 anakan, untuk diameter terbesar yaitu 63,10 cm berada pada pohon induk ke- 4, dan untuk tinggi yaitu 41,11 m berada pada pohon induk ke-5, sedangkan jarak terjauh anakan terhadap pohon induk adalah 17 m, selain itu diperkirakan rata-rata jumlah anakan Ulin dalam 1 hektar adalah 144 anakan/Ha.

Kata kunci: anakan semai Bengkirai

(6)

RAHMAN , lahir pada tanggal 08 April 1987, di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur. Merupakan anak Pertama pasangan Bapak JOHAN dan Ibu ISUNG.

Memulai pendidikan pada tahun 1994 di Sekolah Dasar Negeri 006 Binusan, lulus pada tahun 1999. Tahun yang sama melanjutkan sekolah ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 03 Binusan, lulus pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan lagi ke Sekolah SMA Pancasila Nunukan dan lulus pada tahun 2008.

Tahun 2010 melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri di Samarinda, yaitu Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mengambil jurusan Manajemen Pertanian Program Studi Manajemen Hutan.

Tanggal 06 Maret 2013 sampai dengan 06 Mei 2013 mengikuti kegiatan Peraktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Swakarsa Sinarsentosa Kec . Muara Wahau Kab. Kutai Timur.

(7)

Puji Syukur Kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang menguasai seluruh alam jagat raya, yang telah melimpahkan rahmat-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Hutan Kota Pagun Raya Binusan dari bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Agustus 2013, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapat sebutan Ahli Madya.

Penyelesaian karya ilmiah ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua, Bapak dan Mama tercinta yang memberikan doa, materi dan motivasi.

2. Bapak Rudy Djatmiko, S.Hut, MP selaku dosen pembimbing karya ilmiah yang mengarahkan penulis mulai dari persiapan sampai penyusunan karya ilmiah.

3. Bapak Ir. M. Fadjeri, MP selaku ketua Program Studi Manajemen Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

4. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku ketua Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

5. Administrasi dan Pranata Laboratorium Pendidikan (PLP) jurusan Manajemen Pertanian.

6. Sulaiman, Dedi Rahmat, Benyamin, Sayid Hamzah Hairid, Moh. Adzri, Sardi dan rekan-rekan lainnya mahasiswa Angkatan 2010 yang telah membantu selama penelitian dan membantu dalam penyelesaian karya ilmiah.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan karya ilmiah ini, harapan penulis karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Rahman Kampus Sei Keledang,……….2013

(8)

Hal

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL……… iii

DAFTAR GAMBAR ……… iv

I. PENDAHULUAN ……….. 1

II. TINJAUAN PUSTAK A……….... A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian………... 3 3 B. Tinjauan UmumTanaman Bangkirai (ShorealaevisRIDL...……….. 4

C. Suksesi Hutan……… 7

D. Permudaan Alami Dari Biji………... 10

E. Pengukuran Tinggi dan Diameter Anakan... 11

III. METODE PENELITIAN ……….. 12

A. Waktu danTempat Penelitian………. 12

B. Bahan dan Peralatan Penelitian………. 12

C. Prosedur Penelitian……….. 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 17

A. Hasil Pengukuran Pohon Induk………... 17

B. Jumlah dan Komposisi Anakan Bengkirai………... 17

C. Penyebaran (Distribusi) Anakan Bengkirai………... 19

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 22

A. Kesimpulan………...……… 22

B. Saran………. 23

DAFTAR PUSTAKA……… 24

LAMPIRAN ………... 25

(9)

No TubuhUtama Hal

1. Hasil Pengukuran Pada Setiap Pohon Induk……….... 17

2. Jumlah Anakan Bengkirai Pada Masing-masing Plot Pengamatan……... 17

3. Jumlah Anakan Dari Setiap Jalur Pengamatan Pada Masing-masing Pohon Induk………...…… 19

4. Jumlah Tinggi Rataan, Jarak, Cover Crop Rataan dan Frekuensi Anakan Bengkirai pada Masing-masing Pohon Induk……… 21

Lampiran 5. Penyebaran Anakan Bengkirai Pada Plot 1…………...………. 33

6. Penyebaran Anakan Bengkirai Pada Plot 2…………...………. 33

7. Penyebaran Anakan Bengkirai Pada Plot 3…………...………. 34

8. Penyebaran Anakan Bengkirai Pada Plot 4…………...………. 34

9. Penyebaran Anakan Bengkirai Pada Plot 5…………...………. 35

10. Distribusi Anakan Bengkirai di Hutan Kota Pagun Raya Binusan…..…... 36

(10)

No TubuhUtama Hal

1. Gambaran Pembuatan Plot/Sketsa Penyebaran Anakan (Semai) Bengkirai di Sekitar Pohon Induk…...………

14

Lampiran

2. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk 1……… 26

3. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk 2……… 27

4. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk 3……… 28

5. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk 4……… 29

6. Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk 5……… 30

7. Kawasan Tempat Penelitian.…..………. 31

8. Mengikat Pohon Induk Bengkirai ………..………… 31

9. Membuat Jalur Penelitian……… 31

10. Pengompas Arah Jalur……… 31

11. Mengukur Kelerengan Jalur………. 31

12. MengukurTinggi Pohon Induk Bengkirai…..………. 31

13. Mengukur Lebar Tajuk Anakan……….…………. 32

14. Mengukur Tinggi Anakan Bengkirai………….……….. 32

(11)

BAB. I PENDAHULUAN

Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable), namun kita semua wajib berusaha agar fungsi hutan dapat diusahakan seoptimal mungkin dan diawetkan secara lestari agar berkesinambungan. Hutan juga mempunyai fungsi yang sangat penting dan serbaguna bagi kehidupan manusia, antara lain sebagai pencegah erosi, tempat rekreasi, tempat kepentingan ilmu pengetahuan atau pendidikan serta tempat kehidupan flora dan fauna yang dilindungi.

Adanya Hak Pengusahaan Hutan (HPH) ataupun Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan penebangan liar (illegal logging) di indonesia, jadi semakin banyak pula kegiatan eksploitasi terhadap hutan indonesia.

Dengan adanya kegiatan ini berarti semakin banyak pula areal-areal hutan yang terbuka, pada akhirnya mengakibatkan adanya tanah-tanah kosong dan langkanya suatu jenis tanaman seperti Bangkirai (Shorea leavis), Ulin (Eusidaroxylon zwageri), dan lain-lain. Untuk mengantisipasi kebutuhan kayu di masa yang akan datang maka pemerintah telah memprogram pembangunan hutan tanaman industri (HTI), selain itu permudaan buatan dan reboisasi merupakan salah satu mata rantai yang sangat penting dalam proses pengelolaan hutan dalam usaha mempertahankan kelestariannya serta kesinambungan ekosistem hutan.

Selain kegiatan yang dijalankan oleh pemerintah tersebut, jenis tanaman yang langka akibat kegiatan eksploitasi seperti Bengkirai (Shorea leavis), kemudian dilindungi oleh pemerintah melalui beberapa peraturan, oleh sebab itu tidak boleh ditebang dan diperjual belikan agar dapat berkembang biak secara

(12)

alami (generatif) maupun buatan (vegetatif), sehingga jumlah individunya bertambah dan tidak menjadi suatu jenis yang langka.

Informasi tentang permudaan alam jenis Bengkirai dari berbagai tempat tumbuhnya di wilayah Kalimantan Timur perlu dihimpun untuk diperoleh data yang akurat agar dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dan informasi guna melestarikannya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebaran permudaan alami tanaman meranti (shorea leavis) tingkat semai di sekitar pohon induk pada Areal desa Binusan, Kecamatan Nunukan, Kabupaen Nunukan.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi/

gambaran tentang penyebaran alam pohon Bengkirai (shorea leavis ) tingkat semai agar dapat menjadi acuan/ bahan pertimbangan tindakan silvikultur yang tepat guna mempertahankan kelestariannya.

(13)

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian termasuk dalam Kawasan Hutan Kota Pagun Raya Binusan yang luas arealnya 40 Ha, kawasan Hutan Kota Pagun Raya Binusan merupakan salah satu tempat rekreasi yang terdapat berbagai keindahan alam lainnya yang sangat intresting untuk dinikmati seperti pesona hutan tropis yang kaya akan Biodiversiti meski tak seindah Natural Rain Forest sesungguhnya terutama untuk faunanya oleh sentuhan pengaruh kehidupan tapi cukup untuk sebagai gambaran hutan tropik tersebut, dihiasi dengan berbagai pohon baik yang ditanam pihak pengelola seperti Agathis, Kruing, Beringin, Pandan-pandanan, Akasia dan Buah-buahan serta yang tumbuh alami seperti Ulin, Kayu Kapur, Bengkirai, Kruing, Pohon Ellai, Pohon Durian, Bunga Orchid dan terdapat dua bagian kawasan air terjun Binusan, sebagai mana teruraikan berikut:

1. Kawasan Sikuluk

Pada bagian ini pengunjung dapat menemukan air terjun dengan ketinggian 1,6 m dan lebar 3 m yang mengalir pada batu alam hitam yang berjenjang, didepannya terbentuk kolam alami sebagai tempat kucuran air terjun yang dikitari batu dan pasir putih sebagai tempat mandi bagi pengunjung sambil menikmati terpaan air yang jatuh ketubuh dan indahnya suara deru air yang mengalir, kolam ini berukuran lebar 4 m panjang sekitar 6 m dengan kedalaman 1,7 m berbentuk agak opal dan

(14)

bila belum puas ke arah bawah masih terdapat sebuah kolam buatan dari semen bertegel ukuran 3 m x 6 m dalam 1,5 m dan lebih santai untuk dinikmati.

2. Kawasan Sitambun

untuk sampai kekawasan ini dari kawasan Sikuluk harus melalui tebing terjal dengan kemiringan 65-90 derajat melewati tangga dari Ulin dua tahap dan berpagar pada bagian tertentu kita dapat berpegang pada akar kayu yang keluar dari Rock. Dari sini kita akan sedikit menurun melalui lereng dengan kemiringan 35-50 derajat sejauh 95 m berupa jalan setapak dari bebatuan alami, sisi kiri kanan jalan dihiasi pandan kecil hingga pandan setinggi 7 m dan bunga efifit lainnya yang indah serta kita akan merasakan aroma hutan tropis yang segar. Sesampai di air terjun pengunjung akan dibuat kagum menyaksikan ketinggian tebing batu di kiri kanan yang mengapit tempat air jatuh yang dihiasi tumbuhan menempel dan menjuntai setinggi 5-6 m sedang ketinggian air terjun sekitar 3-4 m pada bagian depannya ditemukan kolam alami seluas 3 m x 5 m dalam 1,6 m (Anonim, 2011).

(15)

B. Tinjauan Umum Tanaman Bangkirai (Shorea laevis RIDL)

1. Tempat Tumbuh dan Penyebarannya

Bangkirai termasuk dalam famili Dipterocarpaceae, memiliki beberapa species seperti Shorea leavofelia Encert, Shorea reprosusla dan Shorea macrophylla dryer.

Menurut ATMOSUSENO dan DULJAPAR (1996), Famili Dipterocarpaceae mempunyai jenis pohon dominan pada hutan tropika basah dan banyak terdapat pada lingkungan Indo Malaya yaitu India, Burma, Thailand. Indonesia yang terbesar di daerah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Jenis Shorea leavis ini tumbuh bersama-sama dengan jenis-jenis Diptorecarrpaceae lainnya di dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan A dan B (diatas 3.000 mm/ tahuun.) pada tanah liat,tanah pasir basal laterit tua dan podzolik, terutama pada tanah yang datar dan sering di genangi air tawar secara bermusim, dapat juga tumbuh di bukit-bukit secara berkelompok atau secara berpencar,pada ketinggian sampai 600 m dari permukaan laut.

2. Lukisan Pohon a. Habitus

Tinggi pohon dapat mencapai 50 m, dengan panjang batang bebas cabang 35 samapai dengan 40 m, dengan diameter 100 m atau lebih yang mempunyai akar banir yang nyata tinggi banir sampai 2 m. kulit luar berwarna kelabu merah atau coklat,kadang-kadang sampai merah tua Beralur dan mengelupas

(16)

kecil-kecil, tipis berdamar warna kunig tua.

b. Batang

Menurut ANONIM 1983, batang dari shorea laevis RIDL .berwarna abu-abu kemerahan atau berwarna kuning coklat-kecoklatan, sedikit beralur tidak dalam agak besar dan tebal, permukaan kayu licin atau brganti-ganti antara licin dan kesat karena arah serat yang berpadu, permukaan kayu mengkilap pada bidang radial kadang baris-baris yang berwarna lebih muda, dengan kulit luar berwarna kelabu merah atau coklat, kadang-kadang sampai merah tua.

Kayu teras berwarna kuning coklat, kayu gubal coklat muda pucat kekunig-kuningan, tekstur kayu halus sampai agak kasar, arah sarat lurus dan perpadu, jari-jari satu macam sempit dan pendek frekuensi 6-8 per mm, kadang-kadang beris warna coklat.

c. Daun

Berdaun Tunggal, pada umumnya berbentuk bulat sampai melancip pada ujungnya tulang daun sebelah bawah menonjol pada umumnya permukaan daun sebelah bawah atas licin, beberapa species mengkilap, sedangkan permukaan bagian bawah kasar dan berbulu halus. Tangkai daun ramping panjang 1-2 cm pangkal daun biasanya membulat dan melancip pada ujungnya (ANONIM, 1983) d. Buah

Pohon berbuah tidak menentu, sangat bergantung kepada

(17)

keadaan iklim, kadang-kadang berbuah banyak selang 3-7 tahun.

Banyaknya biji perkilogram, bepariasi tergantung jenisnya,untuk jenis Shorea leavis RIDL dan jenis yang lainnya berbeda-beda, biji yang segar dan baik mempunyai daya kecambah 80-90 %.

3. Permudaan

Permudaan alam cukup baik walaupun kurang merata. Karna perlu dilakukan tebang penerang untuk merangsang pertumbuhannya.

Di tempat yang permudaan alamnya kurang banyak perlu dibantu dengan pengayaan jenis permudaan buatan kebanyakan dilakukan anakan yang tumbuh di hutan alam, karna musim berubah tidak menentu.

Anakan yang diambil dengan cara putaran atau cabutan tingginya mencapai 30-50 cm. Anakan yang telah tercapai 75-100 cm masih baik untuk bibit stump. Jarak tanaman yang lazim adalah 3m x 2m atau 4m x 3m.

4. Hama dan Penyakit

Anakan pada permudaan alam sering dirusak babi hutan, bajing / tupai, ulat, semut dan rayap.

5. Iklim

Benkirai dapat berkembang dengan baik pada iklim tipe A sampai B dan pada curah hujan rata-rata berkisar 2000 samapai 2500 mm bertahun dengan temperatur harian rata-rata berkisar 22,2 -32,2 0C.

(18)

6. Kegunaan Kayu

Karna kekuatan kayu dan keawatan yang tinggi, kayubengkirai dipergunakan untk kontruksi berat dibawah atap maupun di tempat terbuka antara lain untuk bangunan jembatan, bantalan, tiang listrik, Lantai, bangunan maritime, perkepalan, karoseri, dan perumahan.

C. Suksesi Hutan

Istilah Suksesi digunakan pertama kali oleh Hult pada tahun 1885 dalam studi tentang perubahan pada komunikasi. Mengenai dasar studi suksesi itu sendiri dicetus oleh Cowles pada tahun 1899, sedangkan prinsip-prinsip dan teori suksesi dikemukakan secara mendalam seksama oleh Clements pada masa stelah Cowles, yaitu tahun 1907 (Gopal dan Bhardwaj, 1979 dalam Indriyanto, 2006).

Beberapa pengertian tentang istilah suksesi dikemukakan sebagai berikut:

a. Suksesi, yaitu perubahan langsung secara keseluruhan pada selang waktu lama, bersifat komulatif, di dalam komunitas tertuntu, dan terjadi pada tempat yang sama (Gopal dan Bhardwaj, 1979 dalam Indriyanto, 2006).

b. Suksesi, yaitu proses perubahan dalam komunikasi yang berlangsung menuju ke satu arah, berlangsung lambat, secara teratur, pasti dan diramalkan (Irwan,1992).

c. Suksesi, yaitu perubahan dalam komunitas yang berlangsung secara teratur dan menuju ke satu arah (Resosoudarmo dkk, 1986).

(19)

Menurut Indriyanto (2006), komunikasi merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh, sekaligus sebagai sistem yang dinamis.

Perubahan dalam komunitas selalu terjadi perubahan, misalnya pohon yang telah tua menjadi tumbang dan mati, terjadilah pembukaan tajuk hutan, sehingga sinar matahari masuk ke lapisan tajuk bagian bawah, maka anakan pohon yang semula tertekan akan tumbuh dengan baik hingga menyusun lapisan tajuk atas. Demikian seterusnya, setiap perubahan pasti ada mekanisme atau proses yang mengembalikan kepada keadaan keseimbangan.

Selama proses suksesi akan terjadi perubahan yang mengarah kepada perkembangan atau kemajuan kondisi habitat yang mendukung terbentuknya komunitas baru, beberapa perubahan itu antara lain:

1. Adanya perkembangan sifat substrat (tanah),

2. Adanya peningkatan idensitas, tinggi tumbuhan, dan struktur komunikasi yang semakin kompleks,

3. Adanya peningkatan produktivitas komunitas sejalan dengan perkembangan sifat substrat,

4. Adanya peningkatan jumlah spesies organisme sampai tahap tertentu dalam proses suksesi,

5. Adanya peningkatan pemanafaatan sumber daya lingkungan sesuai (sejalan) dengan peningkatan jumlah spesies organisme,

6. Adanya perubahan iklim setempat, dan 7. Komutas berkembang menjadi lebih kompleks.

(20)

Adapun kecepatan proses suksesi pada setiap habitat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:

1. Luasnya komunitas awal yang rusak oleh adanya gangguan,

2. Spesies-spesies tumbuhan yang terdapat di sekitar tempat terjadinya suksesi,

3. Sifat-sifat setiap spesies tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi,

4. Kehadiran bakal kehidupan (biji, buah, spora, dan lain-lain), 5. Jenis substrat baru yang terbentuk, dan

6. Kondisi iklim.

Suksesi sebagai suatu proses perubahan komunitas atau ekosistem terjadi melalui beberapa tahap yang meliputi tahap nudasi, invasi, kompetitis dan reaksi, serta stasbilitas dan klimaks. Nudasi adalah proses pembentukan atau terjadinya daerah (wilayah) gundul baru. Invasi adalah datangnya bakal kehidupan bermacam-macam organisme dari suatu daerah ke daerah yang barudan menetap di daerah tersebut. Bakal kehidupan yang dimaksudkan di atas dapat berupa buah, biji, spora, telur, larva dan lain sebagainya. Invasi dikatakan sempurna jika telah ditempuh tiga tahap proses invasi yang meliputi: migrasi, penyesuaian, dan agregasi.

Selanjutnya setiap organisme akan bersaing dan berusaha memodifikasi lingkungan dalam wilayahnya agar meraka dapat bertahan hidup.

Modifikasi lingkungan berjalan sedemikian rupa sehingga lingkungan tersebut menjadi sangat cocok dengan organisme yang telah ada, dan

(21)

sebaliknya lingkungan semakin menjadi kurang baik bagi spesies organism lain yang akana hadir berikutnya ke wilayah itu. Tingkatan terakhir dari proses suksesi dicapai ketika komunitas tersebut stabil.

D. Permudaan Alami Dari Biji

Permudaan alam adalah suatu permudaan yang terjadi secara alami mulai dari berkecambah sampai penyebarannya, tetapi meskipun demikian diperlukan bantuan manusia untuk merawatnya dapat mencapai hasil yang baik (Djiun 1963 dalam Djatmiko, 2008).

Proses terjadinya permudaan alam menurut Anwarsyah (1980) dikutip oleh Djatmiko (2008), dimulai berkecambahnya biji-biji dorman yang terbesar dari lantai hutan, dilanjutkan dengan tumbuhnya akar rambut, bakal batang serta daun dan kelangsungannya tergantung viabilitas benih dan kondisi lingkungannya.

Adanya semai pada lantai hutan, baik sebelum maupun sesudah penebangan sangat mempengaruhi regenerasi dan kelangsungan hidup suatu jenis di hutan alam Dipterocarpaceae. Sehingga kematian, kerapatan serta pola penyebaran dari jenis itu perlu untuk diketahui.

Darjadi dan Hardjono (1972) dikutip oleh Djatmiko (2008), menyatakan bahwa regenerasi yang baik pada hutan hujan tropis biasanya dilakukan oleh alam itu sendiri. Oleh karena itu permudaan alam terutama dari jenis-jenis komersil perlu untuk dipelihara. Permudaan di hutan hujan tropis sebagian besar tergantung pada permudaan alam (natural regeneration). Pada umumnya permudaan alam sering

(22)

mendapat gangguan berupa pengaruh faktor lingkungan dan faktor biotik.

E. Pengukuran Tinggi dan Diameter anakan

1. Pengukuran Tinggi

Tinggi adalah jarak terpendek antara satu titik dengan titik proyeksinya pada bidang horizontal atau bidang datar. Sedangkan panjang adalah jarak yang menghubungkan dua titik yang diukur menurut atau tidak menurut garis lurus. Selanjutnya dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan pengukuran tinggi pohon seluruhnya adalah pengukuran jarak antara titik puncak pohon dengan proyeksinya pada bidang datar atau permukaan tanah tanpa memperdulikan pohon tersebut berdiri tegak lurus, dalam hal dimana proyeksi puncak jatuh tepat pada pangkal pohon (Endang, 1990).

2. Pengukuran Diameter

Diameter batang pada Bengkirai (Shorea leavis RIDL) diukur dengan menggunakan Phiband. Diameter yang diukur pada batang setinggi dada dari permukaan tanah. Pengukuran diameter adalah mengukur panjang garis antara dua titik pada lingkaran yang melalui pusat lingkaran (Endang, 1990).

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan Juni 2013 sampai bulan Agustus 2013, meliputi kegiatan persiapan penelitian, pengamatan dan pengumpulan data, pengolahan data dan penyusunan laporan penelitian. Penelitian dilaksanakan di Areal Hutan Kota Pagun Raya Binusan.

B. Bahan dan Peralatan Penelitian

Bahan yang di gunakan pada penelitian ini adalah anakan (semai) pohon Bengkirai (Shorea laevis RIDL). Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah:

Alat :

• Meteran, untuk mengukur plot.

• Parang, untuk merintis batas plot dan rintisan jalan.

• Kamera, untuk dokumentasi penelitian.

• Phiband, untuk mengukur diameter pohon induk.

• Kompas, untuk menentukan arah dan jalur pengamatan.

Clinometer, untuk mengukur kelerengan.

Calculator, untuk mengolah data hasil penelitian.

• Alat tulis menulis.

(24)

Bahan :

• Tali rafia, untuk membatasi batas jalur pengamatan dalam

plot.

C. Prosedur Penelitian

1. Orientasi lapangan

Orientasi lapangan dilakukan untuk menentukan dan mempersiapkan lokasi penelitian, mencari informasi tentang lokasi pohon induk Bengkirai (Shorea laevis RIDL serta permudaan alamnya melalui perantara pihak berwenang yang berada di sekitar Areal Hutan Kota Pagun Raya Binusan.

2. Menyiapkan bahan dan alat

Kegiatan ini dilakukan untuk menyiapkan bahan dan alat akan digunakan selama kegiatan penelitian, sebelum menuju objek penelitian di lokasi pohon Bengkirai yang akan di teliti.

3. Penentuan dan pembuatan plot

Kegiatan dilakukan berdasarkan hasil orientasi lapang dengan bantuan teknisi lapangan setempat yang tahu posisi/keberadaan pohon induk Bengkirai.

Plot dibuat berupa jalur-jalur pengamatan dengan pohon Bengkirai (pohon induk) sebagai titik sentral pengamatan. Jalur pengamatan dibuat sebanyak 8 jalur disesuaikan dengan arah mata angin dangan panjang jalur sejauh tiga kali lebar tajuk. Panjang jalur tiga kali lebar tajuk dimaksudkan untuk membatasi batas terjauh pengamatan semai ulin yang menjadi objek penelitian, sedangkan pembuatan batas jalur dimaksudkan sebagai pembatas pengamatan semai Bengkirai supaya tidak terjadi perhitungan berulang (tumpang tindih perhitungan).

(25)

Jumlah pohon induk ditentukan masing-masing sebanyak 5 pohon yang berada di sekitar Hutan Kota Pagun Raya Binusan. Sebagai gambaran pembuatan plot/sketsa penyebaran anakan (semai) Bengkirai di sekitar pohon induk dapat di lihat pada Gambar 1 berikut ini:

Keterangan :

: Proyeksi Tajuk Pohon Bengkirai : Lingkar Batas Plot 0,1 Ha (r = 13,7 m)

: Lingkar Batas Pengamatan Penyebaran (r = 3x lebar tajuk)

Jalur 8 Jalur 1

Jalur 7 Jalur 2

J l 6 J l 3

Jalur 8 Jalur 1

Jalur 7 Jalur 2

J l 6 J l 3

(26)

Dari Gambar 1 di atas terdapat garis lingkar batas plot dengan luas 0,1 ha (r = 13,7 m) hal ini dimakksudkan untuk mengetahui jumlah anakan (semai) Bengkirai jika diasumsikan per hektar luasan.

4. Pengumpulan dan pengambilan data

Pengumpulan dan pengambilan data di lapangan dibedakan menjadi 2 kategori yaitu:

a. Data Pohon Induk

Mendata pohon induk Bengkirai dengan mengukur tinggi, diameter, dan lebar tajuk pada setiap puhon induk.

b. Data Permudaan Bengkirai (semai)

Mendata dan menginventarisir permudaan alami jenis Bengkirai tingkat semai pada masing-masing jalur pengamatan, dengan mencatat jumlah, diameter, tinggi dan jarak anakan terhadap pohon induk.

5. Pengolahan data

Dari hasil tabulasi dan pengukuran di lapangan kemudian diolah untuk mengetahui jumlah, potensi, penyebaran dan kerapatan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

a. Frekuensi

Frekuensi digunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu jenis tertentu terhadap jumlah total sampel. Atau jumlah petak contoh tempat ditemukannya suatu jenis dari sejumlah petak contoh yang dibuat (Indriyanto, 2006).

Jumlah petak contoh ditemukannya suatu jenis F = --- x 100 % Jumlah seluruh petak contoh

(27)

Frekuensi suatu jenis ke-i FR = --- x 100 % Frekuensi seluruh jenis

b. Luas Bidang Dasar (Basal Area) Pohon Induk

Luas penutupan (coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh jenis tumbuhan tertentu terhadap luas total habitat. Luas penutupan dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk pohon atau luas bidang dasar (luas basal area) (Indriyanto, 2006).

LBD = ¼ π d 2 Keterangan :

π : 3,1415....

d : diameter pohon

c. Luas Proyeksi Tajuk

Luas proyeksi tajuk adalah besarnya/luasnya proyeksi tajuk dari tiap-tiap individu pada lantai hutan. Satuannya m2, d2, cm2. Dasar perhitungan untuk menentukan luas penutupan adalah dari hasil pengukuran luas tajuk (diameter tajuk) yang diukur dua kali pengukuran (d1 dan d2) Luas Proyeksi Tajuk (LPT) diperoleh dengan rumus :

LPT = [(d1 + d2)/4]2 * ! Dimana :

 d1 = Lebar diameter tajuk 1

 d2 = Lebar diameter tajuk 2

 " = 3,1415

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengukuran Pohon Induk

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran pada masing-masing pohon induk Bengkirai (Shorea laevis) memiliki perbedaan data pada masing-masing pohon induk mulai dari pendataan diameter, tinggi, dan lebar tajuk. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Hasil Pengukuran Pada Setiap Pohon Induk.

Poho n Induk

Diamete r (cm)

Tingg i (m)

Lebar Tajuk LBD

(m2) LPT D1 (m) D2 (m)

1 61 41 13 10 0,2922 0,0103

2 60 38 12 9,5 0,2827 0,0091

3 62 40 12,5 10 0,3019 0,0099

4 63,10 39,20 12,20 12,10 0,3127 0,0012

5 62,25 41,11 12 12,10 0,3043 0,0011

B. Jumlah dan Komposisi Anakan Bengkirai

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran pada masing-masing lokasi plot penelitian yang di temukan pohon induk Bengkirai (Shorea laevis), memiliki keanekaragaman data tentang jumlah anakan Bengkirai. Secara garis besar mengenai jumlah anakan dapat di lihat pada Tabel 2 berikut ini:

(29)

Tabel 2. Jumlah Anakan Bengkirai Pada Masing-masing Plot Pengamatan.

Nomor

Pohon Induk Jumlah Anakan

(Bengkirai) Jarak Terjauh

Anakan (m) LPT Semai Bengkirai

Perkiraan Jumlah Anakan Perhektar 1

2 3 4 5

12 14 11 11 19

17 16 14 15 14

0,3456 0,2005 0,2323 0,1388 0,2866

90 120 100 90 170

Jumlah 67 76 1,2038 570

Rata-rata 13,4 15,2 0,24076 144

Dari Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa anakan terbanyak terdapat pada plot pengamatan ke-5 dengan jumlah 19 anakan, sedangkan anakan paling sedikit terdapat pada plot pengamatan ke-3 dan ke-4 dengan jumlah 11 anakan. Jumlah anakan (semai) Bengkirai yang ditemukan pada semua plot pengamatan adalah 67 anakan, selain itu di perkirakan rata-rata anakan Bengkirai perhektar adalah 144 anakan/Ha.

Pada plot 1 ditemukan anakan (semai) Bengkirai dangan jumlah 12 anakan, dari plot ini yang yang terdapat anakan terbanyak ada pada jalur 6, jalur dengan jumlah 4 anakan, sedangkan di jalur 4 tidak terdapat sama sekali anakan. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Tabel 5 pada lampiran.

Pada plot 2 ditemukan anakan (semai) Bengkiai dengan jumlah 14 anakan, dari plot ini yang terdapat anakan terbanyak di jalur 5 dengan jumlah 3 anakan, sedangkan di jalur 2, 6, dan 8 hanya terdapat 1 anakan Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6 pada lampiran.

Pada plot 3 di temukan anakan (semai) Bengkirai dengan jumlah 11

(30)

anakan, dari plot ini yang terdapat anakan terbanyak ada pada jalur 1, jalur 5 dan jalur 8 dengan jumlah 2 anakan, sedangkan jalur 2, 3, 4, 6 dan jalur 7 dengan jumlah 1 anakan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7 pada lampiran.

Pada plot 4 ditemukan anakan (semai) Bengkirai dengan jumlah yang sama pada plot ke-3 yaitu 11 anakan, dari plot ini yang terdapat anakan tebanyak di jalur 1, 5, 6 dan 8 dengan jumlah 2 anakan, sedangkan di jalur 2 tidak terdapat anakan sama sekali. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8 pada lampiran.

Pada plot 5 ditemukan anakan (semai) Bengkirai dengan jumlah 19 anakan, dari plot ini yang terdapat anakan terbanyak ada pada jalur 1, 4, 5, dan jalur 8 dengan jumlah 3 anakan sedangkan yang paling sedikit berada di jalur 1 dan jalur 6 dengan jumlah 1 anakan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9 pada lampiran.

C. Penyebaran (Distribusi) Anakan Bengkirai

Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah anakan dengan jarak 1 m dari semua pohon induk adalah 2 anakan, sedangkan jumlah anakan dengan jarak 2 m dari semua pohon induk adalah 3 anakan, pada jarak 3 m dari jumlah semua pohon induk adalah 12 anakan, kemudian jumlah anakan dengan jumlah 4 m dari semua pohon induk adalah 18 anakan, selain itu jumlah anakan dengan jarak 5 m dari semua pohon induk adalah 7 anakan, sedangkan jumlah anakan dengan jarak 8 m dari semua pohon induk adalah 7 anakan, kemudian. Dari seluruh jumlah anakan yang ada

(31)

setiap meter, jarak 1 m mendapatkan jumlah anakan paling sedikit yaitu dengan jumlah 1 anakan, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3. Jumlah Anakan dari Setiap Jalur Pengamatan Pada Masing-Masing Pohon Induk.

No Pohon Induk

Jumlah Anakan Pada Setiap Jalur

Pengamatan F N

1 2 3 4 5 6 7 8

1 1 3 1 0 1 4 1 1 7 12

2 2 1 2 2 3 1 2 1 8 14

3 2 1 1 1 2 1 1 2 8 11

4 2 0 1 1 2 2 1 2 7 11

5 3 2 2 3 3 1 2 3 8 19

Jumlah 12 9 17 17 8 10 8 10 38 67

Rangkuman hasil penghitungan tinggi dan cover crop rataan, jarak terdekat, jarak terjauh serta frekuensi anakan Bengkirai pada masing-masing pohon induk pada lokasi plot pengamatan di sajikan pada Tabel 4 berikut di bawah ini:

Tabel 4. Jumlah Tinggi Rataan, Jarak, Cover Crop Rataan dan Frekuensi Anakan Bengkirai Pada Masing-Masing Pohon Induk.

Pohon Induk

Jumlah Anakan

Tinggi Rataan (cm)

Jarak Terjauh

(m)

Jarak Terdeka

t (m)

LPT Rataan

(m2)

Frekuen si (%) 1

2 3 4 5

12 14 11 11 19

54,58 30,78 49,45 50,09 35,38

17 16 14 15 14

2 1 3 2 3

0,0288 0,0143 0,0211 0,0126 0,0159

87,5 100 100 87,5

100

Pada Tabel 4 menggambarkan data yang berbeda pada setiap parameter yang diamati. Jumlah jumlah anakan pada pohon induk ke-5 lebih banyak anakannya yaitu 19 anakan, dibandingkan pohon induk

(32)

lainnya khususnya pohon induk ke-3 dan ke-5 terdapat jumlah anakan yang sama yaitu 11 anakan. Dari tinggi rataan anakan yang ditemukan, terlihat tinggi rata-rata tertinggi ditemukan pada anakan pohon induk ke-1 yaitu 54,58 cm. sedangkan tinggi rata-rata terendah ditemukan pada pohon induk ke-2 yaitu 30,78 cm. di samping itu dari frekuensi juga nampak terlihat perbedaannya bahwa anakan yang di temukan pada pohon induk ke-2, ke-3, dan ke-5 mencapai 100% sehingga pada setiap jalur plot pengamatan dapat di temukan anakan Bengkirai, sedangkan frekuensi anakan pada pohon induk ke-1 dan ke-4 hanya 87,75%.

Hal ini menunjukkan bahwa kondisi dan keadaan pertumbuhan Bengkirai (Shorea laevis) serta regenerasinya di masing-masing pohon induk tersebut sangat berbeda. Dari pengamatan secara sepintas, terdapat perbedaan yang mencolok dalam hal ini kondisi pohon induk, yang nampak jelas perbedaannya adalah umur dan kondisi pohon Bengkrai yang terpilih berbeda kondisinya. Untuk pohon induk ke-5 diduga lebih matang dalam hal umur dan dan kondisi pohonnya dibandingkan dengan pohon induk ke-3 dan ke-4. Hal ini di sebabkan karena sulitnya mencari pohon Bengkirai yang memenuhi standar untuk kriteria pohon induk. Walaupun dengan survey dan penyisiran lokasi juga tidak ditemukan pohon Bengkirai yang unggul, akhirnya di pilih yang ada walaupun sebenarnya umurnya masih muda dan belum cukup untuk di jadikan pohon induk.

Bila pohon induk tumbuh pada areal dengan kelerengan yang tajam

(33)

(ekstrim) maka akan berpengaruh terhadap kehadiran anakan pada jalur-jalur yang diamati dalam hal jarak, karena secara fisik biji Bengkirai retatif oval, kulit biji yang keras, berat sehingga apabila terjatuh kelantai hutan akan menggelinding pada tempat-tempat yang rendah, sehingga pada lahan tersebut akan banyak di temukan anakan. Namun pada tempat penelitian, kelerengan (helling) relative tajam (ekstrim), dapat dilihat data tentang kelerengan setiap plot pengamatan disajikan pada Tabel 5 hingga Tabel 9 pada lampiran.

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan penelitian di lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Anakan terbanyak terdapat pada plot pengamatan ke-5 dengan jumlah 19 anakan, sedangkan anakan paling sedikit terdapat pada plot pengamatan ke-4 dan ke-3 dengan jumlah 11 anakan. Jumlah anakan (semai) Bengkirai yang ditemukan pada semua plot pengamatan adalah 67 anakan.

2. Jarak terjauh anakan tearhadap pohon induk adalah 17 meter hal ini lebih disebab kan karena tajuk pohon induk yang lebar dan bentuk percabangan yang panjang, sehingga pada saat biji terjatu maka akan menggelinding ke tempat jauh dari pohon induknya.

3. Tinggi rata-rata anakan Ulin di temukan pada pohon induk ke-1 yaitu 54,58 cm. sedangkan tinggi rata-rata terendah anakan Ulin di temukan pada pohon induk ke-2 yaitu 30,78.

(35)

B. Saran

1. Perlunya dilakukan penelitian yang sama pada daerah lain di Kalimantan Timur untuk mengetahui penyebaran dari pohon Bengkirai (Shorea leavis RIDL) di masing- masing daerah.

2. Perlu dilakukan penelitian tentang regenerasi jenis Bengkirai di Kalimantan Timur guna mengetahui perkembangan dan keberadaannya mulai dari biji, semai hingga pohon dewasa.

3. Perlunya campur tangan manusia terhadap semai-semai Bengkirai agar dapat memulihkan anakan Bengkirai, sehingga keberadaan jenis Bengkirai ini dapat berkembang/tumbuh dewasa, agar dapat mengurangi resiko kelangkaan dan kepunahan.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1983. Potensi dan Penyebaran Kayu Komersil di Indonesia.

Bengkirai. Buku 7 Dapertemen Kehutanan.

Anonim, 2011. Hutan Kota Binusan (online), Http:// BakRiToMaiWa. Di akses 15 September 2013, waktu 07.03

Atmosuseno, BS, dan Duljapar, K. 1996. Kayu Komersil. Penebar Swadaya Jakarta.

Djatmiko, R. dan Fadjeri, M. 2008. Studi Tentang Kehadiran Permudaan Alam dan Regenerasi Jenis Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis Beccari) di Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) dan Hutan Pendidikan UNMUL Bukit Soeharto Kalimantan Timur.

Samarinda.

Endang, dkk. 1990. Manajemen Hutan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Universitas Padjajaran.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Irwan, Z.D.1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi : Ekosistem, Komunitas, dan Lingkungan. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Resosoedarmo, S., K. Kartawinata, dan A. Soegiarto. 1996.

Pengamatan Ekologi.Penerbit Remadja Rosda Karya. Bandung.

(37)

Tabel 5. Penyebaran Anakan Bengkirai Pada Plot 1 Jalur

Tinggi Diameter Tajuk

Jarak

(m)

Cover

Crop

Kelerengan

(0)

Frekuensi

(%)

No Individu D1 D2

1 1 45 13 14 14 0,0143 7

87,5

2 1 52 17 13 3 0,0176 6

2 62 15 10 8 0,0122

3 33 16 14 17 0,0176

3 1 32 25 16 4 0,0330 7

4 - - - - - - 10

5 1 52 17 20 3 0,0268 5

6 1 53 30 21 2 0,0510 -8

2 76 35 19 3 0,0572

3 60 20 18 4 0,0283

4 78 12 17 10 0,0165

7 1 67 25 20 5 0,0397 -1

8 1 45 23 17 15 0,0314 -2

Tabel 6. Penyebaran Anakan Bengkirai Pada Plot 2 Jalur

Diameter Tajuk

Tinggi Jarak Cover

Crop

Kelerengan (0)

Frekuensi (%)

No Individu D1 D2

1 1 31 21 15 2 0,0254 5

2 27 5 10 4 0,0044

2 1 30 14 17 4 0,0188 6

3 1 40 5 12 8 0,0056 3

2 37 15 9 14 0,0113

4 1 27 21 16 1 0,0268 4 100

2 26 35 10 16 0,0397

5 1 18 5 10 3 0,0044 -2

2 21 16 11 4 0,0143

3 23 10 12 9 0,0095

6 1 19 10 4 4 0,0038 -4

7 1 34 6 11 4 0,0056 -3

2 50 15 18 12 0,0213

8 1 47 6 14 3 0,0078 3

(38)

Tabel 7. Penyebaran Anakan Bengkirai Pada Plot 3 Jalur

Diameter Tajuk

Tinggi Jarak Cover

Crop

Kelerengan (0)

Frekuensi (%)

No Individu D1 D2

1 1 50 10 15 1 0,0122 -2

2 68 20 15 9 0,0240

2 1 62 30 17 8 0,0433 0

3 1 44 18 10 5 0,0153 -2

4 1 29 25 22 14 0,0433 -3 100

5 1 35 17 21 3 0,0283 -3

2 45 20 16 8 0,0254

6 1 40 10 8 8 0,0063 4

7 1 50 11 17 12 0,0153 3

8 1 61 10 11 3 0,0086 2

2 72 12 11 9 0,0103

Tabel 8. Penyebaran Anakan Bengkirai Pada Plot 4 Jalur

Diameter Tajuk

Tinggi Jarak Cover

Crop

Kelerengan (0)

Frekuensi (%)

No Individu D1 D2

1 1 37 12 13 3 0,0122 7

2 35 16 14 14 0,0176

2 - - - - - - 9

3 1 46 10 9 3 0,0070 8

4 1 70 10 13 4 0,0103 8 87,5

5 1 63 14 20 4 0,0226 5

2 60 11 9 11 0,0078

6 1 55 12 15 2 0,0143 -2

2 37 10 14 4 0,0113

7 1 53 16 14 4 0,0176 -3

8 1 54 12 10 3 0,0095 -4

2 41 10 11 15 0,0086

(39)

Tabel 9. Penyebaran Anakan Bengkirai Pada Plot 5 Jalur

Diameter Tajuk

Tinggi Jarak Cover

Crop

Kelerengan (0)

Frekuensi (%)

No Individu D1 D2

1 1 46 15 4 5 0,0070 0

2 58 17 6 5 0,0103

3 39 6 13 9 0,0070

2 1 31 4 10 3 0,0038 -2

2 43 18 11 4 0,0165

3 1 37 15 17 4 0,0201 3

2 32 11 15 8 0,0132

4 1 19 18 15 4 0,0213 4

2 20 13 10 5 0,0103 100

3 15 12 10 12 0,0095

5 1 38 20 15 3 0,0240 -3

2 44 17 15 4 0,0201

3 29 23 19 16 0,0346

6 1 31 17 15 4 0,0201 2

7 1 41 11 7 4 0,0063 -1

2 62 12 16 12 0,0153

8 1 19 12 10 4 0,0095 -2

2 15 11 7 8 0,0063

3 18 21 19 14 0,0314

(40)

Tabel 10. Distribusi Anakan Bengkirai di Hutan Kota Pagun Raya Binusan

Nomor Jarak terjauh ditemukan anakan kayu ulin terhadap pohon induk F N

Pohon Jalur 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

1 1 1 1

2 1 1 1 3 3

3 1 1 1

1 4 0 0

5 1 1 1

6 1 1 1 1 4 4

7 1 1 1

8 1 1 1

1 1 1 2 2

2 1 1 1

3 1 1 2 2

2 4 1 1 2 2

5 1 1 1 3 3

6 1 1 1

7 1 1 2 2

8 1 1 1

1 1 1 1 1

2 1 1 1

3 1 1 1

3 4 1 1 1

5 1 1 2 2

6 1 1 1

7 1 1 1

8 1 1 2 2

1 1 1 2 2

2 0 0

(41)

3 1 1 1

4 1 1 1

4 5 1 1 1 1

6 1 1 1 1

7 1 1 1

8 1 1 2 2

1 2 1 2 3

2 1 1 2 2

3 1 1 2 2

5 4 1 1 1 3 3

5 1 1 1 3 3

6 1 1 1

7 1 1 2 2

8 1 1 1 3 3

Jumlah 63 67

(42)

Gambar2 :Penyebaran Anakan di SekitarPohon Induk 1 Keterangan :

: Proyeksi Tajuk Pohon Ulin

: Lingkar Batas Plot 0,1 Ha (r = 13,7 m)

: Lingkar Batas Pengamatan Penyebaran (r = 3x lebar tajuk) : Anakan/Semai Bengkirai

Jalur 8 Jalur 1

Jalur 7 Jalur 2

Jalur 6 Jalur 3

Jalur 5 Jalur 4

(43)

Gambar3 :Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk 2

Keterangan :

: Proyeksi Tajuk Pohon Bengkirai : Lingkar Batas Plot 0,1 Ha (r = 13,7 m)

: Lingkar Batas Pengamatan Penyebaran (r = 3x lebar tajuk) : Anakan/Semai Bengkirai

Jalur 8 Jalur 1

Jalur 7 Jalur 2

Jalur 6 Jalur 3

Jalur 5 Jalur 4

(44)

Gambar4 :Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk 3 Keterangan :

: Proyeksi Tajuk Pohon Bengkirai : Lingkar Batas Plot 0,1 Ha (r = 13,7 m)

: Lingkar Batas Pengamatan Penyebaran (r = 3x lebar tajuk) : Anakan/Semai Bengkirai

Jalur 8 Jalur 1

Jalur 7 Jalur 2

Jalur 6 Jalur 3

Jalur 5 Jalur 4

(45)

Gambar5 :Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk 4 Keterangan :

: Proyeksi Tajuk Pohon Bengkirai : Lingkar Batas Plot 0,1 Ha (r = 13,7 m)

: Lingkar Batas Pengamatan Penyebaran (r = 3x lebar tajuk) : Anakan/Semai Bengkirai

Jalur 8 Jalur 1

Jalur 7 Jalur 2

Jalur 6 Jalur 3

Jalur 5 Jalur 4

(46)

Gambar6 :Penyebaran Anakan di Sekitar Pohon Induk 5 Keterangan :

: Proyeksi Tajuk Pohon Bengkirai : Lingkar Batas Plot 0,1 Ha (r = 13,7 m)

: Lingkar Batas Pengamatan Penyebaran (r = 3x lebar tajuk) : Anakan/Semai Bengkirai

Jalur 8 Jalur 1

Jalur 7 Jalur 2

Jalur 6 Jalur 3

Jalur 5 Jalur 4

(47)

Gambar 7. Kawasan Tempat Penelitian Gambar 8. Mengikat Pohon Induk Bengkirai

Gambar 9. Membuat Jalur Penelitian Gambar 10. Mengompas Arah Jalur

Mengukur Kelerengan Jalur & Mengukur Tinggi Pohon Induk Bengkirai

(48)

Mengukur Lebar Tajuk Anakan & Mengukur Tinggi Anakan

Gambar

Tabel 1. Hasil Pengukuran Pada Setiap Pohon Induk.
Tabel 2.  Jumlah Anakan Bengkirai Pada Masing-masing Plot  Pengamatan.
Tabel 3. Jumlah Anakan dari Setiap Jalur Pengamatan Pada  Masing-Masing Pohon Induk.
Tabel 5. Penyebaran Anakan Bengkirai Pada Plot 1  Jalur     Tinggi  Diameter  Tajuk     Jarak  (m)     Cover Crop        Kelerengan (0)       Frekuensi (%)     No  Individu  D1  D2  1  1  45  13  14  14  0,0143  7        87,5             2 1 52 17 13 3 0,0
+4

Referensi

Dokumen terkait

bagi masyarakat samin adalah pemeluknya mampu melaksanakan prinsip ajaran dan meninggalkan pantangan ajaran samin, sekaligus berpatokan pada garis besar ’syariatnya’ yakni

Penelitian ini berjudul Kewenangan Kepolisian Dalam Menangani Tindak Pidana Pertambangan (Ilegal Mining) Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 (Studi di Kepolisian

Merenkurkussa pyyntiruudun 23 alueella 2017 ‒ 2019 tehdyissä merkinnöissä ahvenet ovat jääneet saaliiksi läheltä kutualuetta alle 10 km etäisyydeltä (Veneranta ym. 2020), mutta

Dalam sistem ini, ukuran busana terbagi menjadi dua jenis yaitu berdasarkan ukuran konstruksi tubuh dan ukuran standar baju. Pada jenis ukuran konstruksi tubuh,

Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palangka Raya tahun 2017 merupakan penjabaran dari Renstra Politeknik Kesehatan Kementerian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan pengolahan serta analisa data yang peneliti lakukan, diperoleh hasil tidak ada hubungan antara kemampuan personal

Puji syukur penulis hanturkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat- Nya, yang tidak henti-hentinya di tujukan untuk semua hamba-Nya, dan berkat ijin-Nya juga akhirnya