SKRIPSI
Oleh
SAATUL IKSAN C1M010004
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MATARAM
2014
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BIBIT JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L. ) PADA BERBAGAI
TEKNIK SAMBUNG
Oleh
SAATUL IKSAN C1M010004
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Serjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Universitas Mataram
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MATARAM
2014
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Saatul Iksan NIM : C1M010004
menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya yang belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar atau diploma pada perguruan tinggi manapun, dan bukan merupakan duplikasi sebagian atau seluruhnya dari karya orang lain yang diterbitkan atau yang tidak diterbitkan, kecuali kutipan berupa data atau informasi yang sumbernya dicantumkan dalam naskah dan daftar pustaka.
Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya secara sadar dan bertanggung- jawab, dan saya bersedia menerima sanksi pembatalan skripsi apabila terbukti melakukan duplikasi terhadap karya ilmiah lain yang sudah ada.
Mataram, Oktober 2014
Saatul Iksan C1M010004
HALAMAN PENGESAHAN
Rencana Penelitian yang diajukan oleh:
Nama NIM
Program Studi Jurusan
JudulPenelitian : : : : :
Saatul Iksan C1M010004 Agroekoteknologi Budidaya Pertanian
Pertumbuhan Dan Perkembangan Bibit Jarak Pagar ( Jatropha curcas L. ) Pada Berbagai Teknik Sambung
Telah berhasil dipertahankan di depan Dosen Penguji yang terdiri atas: Dr. Ir. I Gst Md Arya Parwata, M.App.Sc.,Ir. I Ketut Ngawit, MP., dan Dr. Ir. Bambang Budi Santoso, M.Sc. Agr., pada tanggal 06 Oktober 2014, dan diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Serjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Skripsi tersebut diperiksa, diperbaiki dan disetujui oleh dosen pembimbing.
Menyetujui:
Pembimbing Utama,
Ir. I Ketut Ngawit, MP.
NIP. 19620715198902 1 001
Pembimbing Pendamping,
Dr. Ir. Bambang Budi Santoso, M.Sc.Agr.
Nip 19630610 198902 1 001 DekanFakultas Pertanian,
Prof. Ir. H. M. Sarjan, M.Ag.CP.,Ph.D.
NIP. 19620406 198703 1 002
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian,
Ir. Idris, MP.
NIP. 195912311986021 005
Tanggal Pengesahan:
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehinga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Perkembangan bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Berbagai Teknik Sambung” ini merupakan laporan hasil percobaan lapangan yang telah Penulis kerjakan sejak bulan Mei sampai dengan bulan agustus 2014.
Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan penghargaan kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga tugas pembuatan skripsi ini dapat Penulis selesaikan. Khususnya kepada Bapak Ir. I Ketut Ngawit, MP., dan Dr. Ir. Bambang Budi Santoso, M.Sc Agr., dan Dr. Ir. I Gst Md Arya Parwata, M.App.Sc., masing- masing selaku Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping dan penguji yang banyak memberikan arahan dan masukan yang berharga untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini melalui kritik, pandangan dan saran yang diberikan selama penelitian dan ujian skripsi berlangsung. Penulis sampaikan terima kasih.
Selanjutnya Penulis haturkan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa seperjuangan di kampus Fakultas Pertanian Unram, yang telah membantu selama percobaan. Ungkapan rasa terima kasih yang paling dalam Penulis tujukan kepada ayahanda M. Ismail, Ibunda Nuriah serta segenap keluarga atas doa, harapan dan segala pengorbanannya yang tak terbilang selama ini.
Semoga Allah SWT membalas segala bantuan dari semua pihak yang telah diberikan kepada Penulis dengan kebaikan yang lebih banyak lagi. Amin.
Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya Mataram, Oktober 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
RINGKASAN ... ix
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ... 1
1.2. Tujuan dan kegunaan penelitian ... 3
1.3. Hipotesis ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jarak pagar ... 4
2.2. Sarat tumbuh jarak pagar ... 5
2.3. Perbanyakan jarak pagar ... 6
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode penelitian ... 11
3.2. Rancangan percobaan ... 11
3.3. Tempat dan waktu percobaan ... 11
3.4. Alat dan bahan percobaan ... 11
3.5. Pelaksanaan percobaan ... 12
3.6. Parameter yang diamati ... 14
3.7. Analisis Data ... 15
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ... 16
4.2. Pembahasan ... 21
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 27
5.2. saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA ... 28 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rangkuman hasil analisis variabel pertumbuhan dan perkembangan
hasil sambung selama 42 hari setelah penyambunga (HSP) ... 16 2. Jumlah daun bibit jarak pagar hasil sambungan pada berbbagai
teknik sambung selama 42 HSP ... 17 3. Luas daun bibit jarak pagar hasil sambungan pada berbagai teknik
sambung selama 42 HSP ... 17 4. Panjang tangkai daun bibit jarak pagar hasil sambungan pada
berbagai teknik sambung selam 42 HSP ... 18 5. Panjang tunas bibit jarak pagar hasil sambungan pada berbagai
teknik sambung selam 42 HSP ... 18 6. Diameter batang atas bibit jarak pagar hasil sambungan pada
berbagai teknik sambung selam 42 HSP ... 19 7. Diameter batang bawah bibit jarak pagar hasil sambungan pada
berbagai teknik sambung selama 42 HSP ... 19 8. Berat kering akar dan tajuk bibit jarak pagar hasil sambungan pada
berbagai teknik sambung ... 20 9. Persentase hidup bibit sambung jarak pagar pada berbagai teknik
sambung ... 21 10. Laju Pertumbuhan Panjang Tunas (cm/minggu) dan jumlah daun
(helai/minggu) Sambungan pada berbagai teknik sambung ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Hasil pengamatan dan analisis keragaman luas daun umur 14 hari
setelah penyambungan ... 31 2. Hasil pengamatan dan analisis keragaman luas daun umur 21 hari
setelah penyambungan ... 32 3. Hasil pengamatan dan analisis keragaman luas daun umur 28 hari
setelah penyambungan ... 33 4. Hasil pengamatan dan analisis keragaman luas daun umur 35 hari
setelah penyambungan ... 34 5. Hasil pengamatan dan analisis keragaman luas daun umur 42 hari
setelah penyambungan ... 35 6. Hasil pengamatan dan analisis keragaman jumlah daun unur 14
hari setelah penyambungan ... 36 7. Hasil pengamatan dan analisis keragaman jumlah daun unur 21
hari setelah penyambungan ... 37 8. Hasil pengamatan dan analisis keragaman jumlah daun unur 28
hari setelah penyambungan ... 38 9. Hasil pengamatan dan analisis keragaman jumlah daun unur 35
hari setelah penyambungan ... 39 10. Hasil pengamatan dan analisis keragaman jumlah daun unur 42
hari setelah penyambungan ... 40 11. Hasil pengamatan dan analisis keragaman tinggi tunas umur 14
hari setelah penyambungan ... 41 12. Hasil pengamatan dan analisis keragaman tinggi tunas umur 21
hari setelah penyambungan ... 42 13. Hasil pengamatan dan analisis keragaman tinggi tunas umur 28
hari setelah penyambungan ... 43 14. Hasil pengamatan dan analisis keragaman tinggi tunas umur 35
hari setelah penyambungan ... 44 15. Hasil pengamatan dan analisis keragaman tinggi tunas umur 42
hari setelah penyambungan ... 45 16. Hasil pengamatan dan analisis keragaman panjang tangkai daun
umur 14 hari setelah penyambungan ... 46 17. Hasil pengamatan dan analisis keragaman panjang tangkai daun
umur 21 hari setelah penyambungan ... 47 18. Hasil pengamatan dan analisis keragaman panjang tangkai daun
umur 28 hari setelah penyambungan ... 48 19. Hasil pengamatan dan analisis keragaman panjang tangkai daun
umur 35 hari setelah penyambungan ... 49 20. Hasil pengamatan dan analisis keragaman panjang tangkai daun
umur 42 hari setelah penyambungan ... 50
21. Hasil pengamatan dan analisis keragaman diameter batang
bawah umur 14 hari setelah penyambungan ... 51
22. Hasil pengamatan dan analisis keragaman diameter batang bawah umur 21 hari setelah penyambungan ... 52
23. Hasil pengamatan dan analisis keragaman diameter batang bawah umur 28 hari setelah penyambungan ... 53
24. Hasil pengamatan dan analisis keragaman diameter batang bawah umur 35 hari setelah penyambungan ... 54
25. Hasil pengamatan dan analisis keragaman diameter batang bawah umur 42 hari setelah penyambungan ... 55
26. Hasil pengamatan dan analisis keragaman diameter batang atas umur 14 hari setelah penyambungan ... 56
27. Hasil pengamatan dan analisis keragaman diameter batang atas umur 21 hari setelah penyambungan ... 57
28. Hasil pengamatan dan analisis keragaman diameter batang atas umur 28 hari setelah penyambungan ... 58
29. Hasil pengamatan dan analisis keragaman diameter batang atas umur 35 hari setelah penyambungan ... 59
30. Hasil pengamatan dan analisis keragaman diameter batang atas umur 42 hari setelah penyambungan ... 60
31. Hasil dan analisis berat kering akar jarak pagar ... 61
32. Hasil dan analisis berat berat kering tajuk jarak pagar ... 62
33. Hasil pengamatan dan analisis keragaman laju pertumbuhan tunas bibit sambung (cm/minggu) ... 63
34. Hasil pengamatan dan analisis keragaman laju pertumbuhan jumlah daun bibit sambung (helai/minggu)… ... 64
35. Hasil pengamatan persentase hidup bibit sambung ... 65
36. Gambar penyiapan benih dan penyemaian. ... 66
37. Gambar penyiapan benih dan penyemaian. ... 67
38. Gambar penyiapan benih dan penyemaian. ... 68
39. Gambar penyiapan benih dan penyemaian. ... 69
40. Gambar penyiapan benih dan penyemaian. ... 70
Saatul Iksan. Pertumbuhan Dan Perkembangan Bibit Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Pada Berbagai Teknik Sambung. Dibimbing oleh Ir. I Ketut Ngawit, MP., dan Dr.
Ir. Bambang Budi Santoso, M.Sc. Agr.
Semakin pesat pengembangan jarak pagar sebagai sumber bahan bakar alternatif, mengakibatkan penyediaan bibit yang unggul sangat diperlukan. Kriteria bibit yang unggul adalah tanaman yang nantinya mampu beradaptasi di lahan marginal. Sedangkan untuk tanaman yang unggul dalam produksi atau hasil bagus juga harus mendapatkan perhatian. Kriteria tanaman yang demikian dapat diperoleh dengan melakukan penyambungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa teknik penyambungan tehadap keberhasilan sambung Bibit Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2014 di Kebun Percobaan Pembibitan Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan percobaan di screen house/ bangunan naungan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 aras perlakuan (teknik sambung celah atas, teknik celah bawah, teknik cemeti, teknik tangga dan teknik samping 2 entris),diulang tiga kali, masing-masing ulangan dibuat dalam 5 sub ulangan sehingga diperoleh 75 unit percobaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik sambung yang berbeda berpengaruh tehadap luas daun, jumlah daun, panjang tunas sambung, diameter batang bawah dan berangkasan kering akar. Sedangkan terhadap panjang tangkai daun, diameter batang atas, persentase hidup dan berangkasn kering tajuk, teknik sambung tidak berpengaruh.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia adalah negara berkembang dengan jumlah penduduk yang tinggi dan mempengaruhi peningkatan kebutuhan akan tenaga mesin untuk menunjang aktifitas hidupnya, sehingga berimbas pada kebutuhan bahan bakar minyak ( BBM ) sangat tinggi. Konsumsi BBM selama tahun 2004 mencapai 61,7 juta kilo liter, sedangkan produksi bahan bakar minyak di dalam negeri hanya sekitar 44,8 juta kilo liter, sehingga sebagian kebutuhan dalam negeri harus diimpor (Syah, 2006).
Tingginya impor yang tiap tahunnya mengalami kenaikan diakibatkan oleh penggunaan minyak bumi sangat tinggi, bersamaan dengan itu harga yang harus disesuaikan atau dapat dijangkau masyarakat, membuat pemerintah mengeluarkan subsidi yang cukup besar. Minyak bumi ini sifatnya tidak dapat diperbarui, sehingga ketersediaannya terbatas. Oleh karena itu pemerintah mencari sumber bahan bakar alternatif yang berasal dari tumbuhan bukan bahan pangan, namun minyaknya hanya diutamakan untuk sumber penunjang kebutuhan bahan bakar dalam negeri.
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) adalah salah satu tanaman yang pada awalnya merupakan tanaman yang digunakan sebagai tanaman pagar pembatas pekarangan. Tanaman jarak pagar dapat dengan mudah diperbanyak dan ditanam rapat untuk tujuan tersebut. Tanaman ini berpotensi sebagai penghasil bahan baku energi terbarukan (Achten, 2010). Tanaman jarak pagar cukup menjanjikan karena disamping kandungan minyaknya yang mencapai 30-50%, hampir seluruh bagian tanamannya juga dapat dimanfaatkan, diantaranya sebagai insektisida, pupuk, dan memiliki bahan anti kanker, bahan baku sabun dan kosmetik (Pambudy, 2006)
Semakin pesat pengembangan jarak pagar sebagai tanaman sumber BBM mengakibatkan penyediaan bibit yang unggul sangat diperlukan. Kriteria bibit yang unggul adalah tanaman yang nantinya mampu berdaptasi di lahan marginal.
Sedangkan untuk tanaman yang unggul dalam produksi atau hasil bagus juga harus mendapatkan perhatian. Kriteria tanaman yang demikian dapat diproleh dengan melakukan penyambungan.
Penyambungan merupakan penggabungan dua bagian tanaman berbeda (batang bawah dan batang atas) menjadi suatu tanaman utuh yang tumbuh terus dan berkembang dengan baik (Alnopri, 2005). Bagian atas tanaman yang disisipkan disebut entris. Umumnya entris yang digunakan mempunyai dua atau lebih mata tunas. Sementara itu untuk batang bawah yang akan disisipkan entris disebut rootstock. Agar tanaman sambungan yang diperoleh baik, maka sebaiknya menggunakan batang bawah yang memiliki perakaran yang kuat dan memiliki daya adaptasi yang luas (Santoso, 2009), sedangkan untuk entris sebaiknya digunakan tanaman yang sudah berproduksi dan tidak dalam keadaan terserang penyakit (sehat) dan bisa menyesuaikan diri dengan batang bawah sehingga sambungan kompatibel.
Selain dari bahan pokok penyambungan yaitu entris dan batang bawah, teknik sambung yang digunakanpun ikut memberi andil dalam keberhasilan penyambungan yang dilakukan.
Penyambungan pada tanaman jarak pagar baik pada fase bibit dalam rangka penyediaan bibit unggul berkualitas maupun tanaman yang sudah berproduksi atau tanaman yang sudah dewasa pada prinsipnya sama. Santoso dan Parwata (2013), menyatakan biasanya batang bawah membawa sifat perakaran yang lebih baik dan tahan terhadap keadaan tanah yang tidak menguntungkan, sedangkan batang atas memiliki sifat hasil (produksi) yang baik secara kualitatif maupun kuatitatif.
Kompatibilitas antara tanaman bagian batang bawah dengan bagian batang atas sudah menunjukan keberhasilan penyambungan, selain faktor kompatibilitas keberhasilan penyambungan dapat dipengaruhi oleh teknik sambung yang diterapkan maupun pelaksanaanya (Santoso, 2009 ).
Teknik penyambungan yang umum digunakan pada jarak pagar adalah tehnik sambung celah (sambung V), merupakan tehnik sambung yang banyak berhasil digunakan misalnya pada penyambungan manggis dengan keberhasilan mencapai
100% (Sumarsono dkk, 2002), pada tanaman kopi berkisar antara 70-90% (Alnopri, 2005), sedangkan pada tanaman jarak pagar telah mencapai 83,5-89,6% (Dhillon et al, 2011). Namun tidak menutup kemungkinan bahwa penggunaan teknik sambung yang lain seperti sambung cemeti (splice graft) dan lateral grafting, dapat memberikan hasil yang lebih bagus terhadap persentase keberhasilan penyambungan jarak pagar. Oleh karena itu telah dilakukan penelitian yang berjudul “ Pertumbuhan Dan Perkembangan Bibit Jarak Pagar Pada Berbagai Teknik Sambung”
1.2.Tujuan dan kegunaan penelitian 1.2.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa teknik penyambungan tehadap, pertumbuhan dan perkembangan serta keberhasilan sambung bibit tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L)
1.2.2. Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai dasar dalam perbanyakan melalui penyambungan dan meningkatkan hasil jarak pagar (Jatropha curcas L.). Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan dan sumber pustaka bagi peneliti lainnya.
1.3. Hipotesis penelitian
Untuk mengarahkan jalannya penelitian ini maka diajukan hipotesis yakni dengan perbedaan tehnik penyambungan memberikan pengaruh terhadap keberhasilan penyambungan bibit tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.).
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Jarak Pagar
Tanaman jarak pagar merupakan tanaman berupa semak atau pohon yang tahan dan dapat tumbuh baik pada lingkungan kering (Santoso, 2011). Sistematika tanaman jarak menurut Prihandana dan Handroko (2006) adalah sebagai berikut:
Divisio : Spermathophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Eurporbiales Family : Euporbiaciae Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas L
Tanaman ini berupa perdu dengan tinggi tanaman rata-rata 5 - 7 m dengan percabangan tidak teratur, namun pada kondisi yang baik tinggi tanaman dapat mencapai 8 - 10 m (Achten et al., 2008). Tanaman ini diperbanyak dengan biji dan stek, mampu hidup sampai berumur 50 tahun. Dari biji yang berkecambah akan tumbuh 5 akar, yaitu sebuah akar tunggang dan 4 akar cabang. Sementara itu, bibit yang berasal dari stek tidak mempunyai akar tunggang (Prihandana dan Handroko,2006).
Daun tanaman ini merupakan daun tunggal, berwarna hijau muda sampai hijau tua, permukaan bawah lebih pucat dari pada bagian atasnya. Bentuk daun agak menjari (5 – 7 lekukan) dengan panjang dan lebar 6 – 15 cm yang tersusun secara selang-seling. Panjang tangkai daun sekitar 4 – 15 cm (Prihandana dan Hendoko, 2006).
Tanaman jarak memiliki struktur bunga majemuk dalam tandan (Felter dan Lloyd, 1998), yang berwarna kuning kehijauan, berumah satu dan bunga uniseksual,
kadang – kadang ditemukan bunga hermaprodit. Bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan yang muncul di ujung batang atau ketiak daun (Prihadana dan Handroko, 2006). Bunga memiliki 5 kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang 4 mm. Benang sari menggumpal pada pangkal dan berwarna kuning. Tangkai putik berukuran pendek dengan kepala putik melengkung keluar. Bunga memiliki 5 mahkota berwarna ungu (Felter dan Lloyd, 1998; Hambali, 2006).
Buah berbentuk bunga oval, berupa buah kotak, berdiameter 2-4 cm.
Berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika sudah matang. Pembentukan buah membutuhkan waktu selama 90 hari pembungaan sampai matang. Buah jarak pagar matangnya tidak serentak. Pada satu rangkaian akan terdapat bunga, buah muda, serta buah yang sudah kering. Buah jarak pagar terbagi menjadi 3 ruang yang masing-masing ruang terdapat 3-4 biji (Prihandana dan Handroko, 2006).
Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna coklat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm dan berat 0,4-0,6 g/biji mengandung minyak dengan rendemen sekitar 35-45% dan beracun (Hambali et al. 2006). Biji jarak pagar termasuk biji ortodoks, karena itu harus dikeringkan setelah dipanen hingga kadar air 5-7% dan disimpan dalam kantong plastik kedap udara, karena apabila tekena matahari secara langsung akan mempengaruhi daya kecambah benihnya.
2.2. Syarat tumbuh jarak pagar
Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampe ke tinggian sekitar 500 m dpl.
Curah hujan yang sesuai untuk jarak pagar adalah 625 mm/tahun. Namun tumbuhan ini dapat tumbuh didataran rendah dengan curah hujan antara 300- 2.380 mm/tahun.
Kisaran suhu yang sesuai untuk tanaman jarak pagar adalah 20-26 oC. Pada daerah dengan suhu terlalu tinggi (di atas 35 oC) atau terlalu rendah (di bawah 15 oC) akan menghambat pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah komposisinya (Hambali et al, 2006)
Kesesuaian lahan, jarak pagar dapat tumbuh di lahan marginal yang miskin hara. Tanaman ini memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air dan tanah
sehingga tahan terhadap kekeringan serta berfungsi menahan erosi. Jarak pagar dapat tumbuh pada berbagai ragam tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu,tanah berpasir maupun tanah berlempung ataupun tanah liat.
2.3. Perbanyakan jarak pagar
Perbanyakan jarak pagar dapat dilakukan secara generatif ataupun saecara vegetatif. Perbanyakan secara generatif menggunakan biji yang cukup tua, yaitu dari buah yang yang telah masak (bewarna hitam). Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan stek batang atau cabang, okulasi penyambungan maupun kultur jaringan (Hambali et al, 2006)
2.3.1. Perbanyakan generatif ( biji )
Perbanyakan secara generatif merupakan perbanyakan dengan organ reproduksi tanaman yang berupa biji. Perbanyakan melalui cara ini adalah budi daya yang dimulai dari penyiapan benih berupa biji. Biji yang digunakan sebaiknya diambil dari tanaman yang berumur lebih kurang 4 tahun ( Sudrajat 2006 ).
Perbanyakan dengan biji sebaiknya dilakukan lebih cepat untuk mempertahan kan vigornya karena benih jarak pagar tidak bisa disimpan terlalu lama akan mengurangi daya kecambah. Menurut Syah (2006), biji jarak pagar jika disimpan terlalu lama melebihi 15 bulan akan mengurangi daya kecambah hingga 50 %. Pada perbanyakan dengan biji kebanyakan sifat yang dimiki oleh turunan relatif tidak sama dengan tanaman induk karena adanya penyerbukan silang serta umur berproduksinya lebih lambat dibanding melalui perbanyakan dengan penyambungan.
2.3.2. Perbanyakan dengan penyambungan (grafting).
Penyambungan adalah suatu teknik perbanyakan tanaman dengan menyatukan dua atau lebih bagian tanaman (dari jenis yang sama maupun berbeda) menjadi suatu kesatuan bagian utuh (Santoso, 2009). Perbanyakan tanaman jarak pagar dengan cara penyambungan belum banyak dilakukan sebagai teknik budidaya, padahal beberapa
tanaman seperti karet dan manggis telah berhasil mendapatkan bibit unggul dengan teknik ini, (Alnopri, 2005). Penyambungan adalah sebuah teknik yang efektif untuk mengatasi masalah seperti infeksi patogen (Biles et al, 1989), meningkatkan daya serap hara mineral (White dan Castillo, 1989), dan meningkatkan produktivitas tanaman (Wani dan Sreedevi, 2005).
Agar tanaman hasil penyambungan diperoleh lebih baik, maka sebaiknya sifat tanaman sabagai batang bawah (stock) memiliki karakter yang tepat seperti yang di kemukakan oleh Santoso dan Parwata (2013), batang bawah sebaiknya memiliki karakter seperti : (1). Sistem perakaran cukup kuat dan tahan terhadap serangan hama penyakit, serta keadaan yang tidak menguntungkan seperti kekeringan, (2) memiliki daya adaptasi luas, (3) kecepatan tumbuh sesuai dengan batang atas agar bisa hidup bersama, (4) batang kuat dan kokoh, (5) tidak mempengaruhi kearah yang tidak menguntungkan baik kualitas maupun kuantitas tanaman hasil sambungan.
Sedangkan untuk batang atas atau entris sebaiknya memiliki karakter seperti, karakter terpilih ( unggul ) dan dalam keadaan sehat, kuat dan bebas hama penyakit. Batang atas ini sebaiknya diambil dari batang yang lurus dari percabangan yang sehat dan tumbuh subur.
2.3.3. Keberhasilan penyambungan.
2.3.3.1. Faktor Dalam
Keberhasilan penyambungan dapat ditentukan ketika fungsi floem dan
\xilem terhubung dengan baik ( kompatibel ) antara kedua permukaan sambungan (Gokbayrak et al. 2007). Terjalinnya bidang sambung merupakan kunci utama keberhasilan suatu penyambungan. Hal ini akan terjadi bilamana hubungan kambium antara batang bawah dan batang atas tersebut rapat (Santoso dan Parwata, 2013 ).
Kompatibilitas atau kecocokan antara scion dan stok bersambung bilamana keduanya satu variatas atau memilki hubungan kekerabatan yang dekat satu sama lainya. Penyambungan antar varietas tidak akan mengalami kesukaran sedangkan
penyambungan antara spesies antara satu genus relatif sulit (Santoso, 2009).
Sedangkan ketidak mampuan tanaman membentuk bidang sambungan dengan baik dikenal sebagai inkompatibilitas. Inkompatibilitas adalah keadaan kegagalan batang atas dan batang bawah membentuk pohon atau tanaman gabungan (Santoso dan Parwata , 2013).
2.3.3.2. Faktor Luar ( lingkungan ) a. Waktu Penyambungan
Waktu yang dimaksud yaitu terkait dengan musim. Umumnya penyambungan dilakukan pada musim kemarau. Demikian pula untuk penempelan (okulasi). Pada musim kemarau, biasanya pengelupasan kulit batang sangat mudah, pertumbuhan batang sedang aktif, dan mata tunas yang tersedia cukup banyak.
Namun demikian diperlukan penaungan setelah dilakukan penyambungan maupun penempelan.
b. Suhu dan Kelembaban
Pembentukan jaringan kalus akan baik bila suhu lingkungan dalam keadaan optimum. Suhu yang baik berkisar antara 25-32oC. bila keadaan suhu di bawah 25oC atau di atas 32oC, pembentukan kalus akan lambat dan merusak sel-sel pada daerah sambungan.
Kelembaban yang cukup tinggi merupakan kondisi lingkungan yang diperlukan bagi keberhasilan penyambungan. Kelembaban yang rendah menyebabkan kekeringan dan menghalangi pembentukan kalus karena sel-sel pada daerah sambungan banyak yang mati.
c. Cahaya
Cahaya sangat berpengaruh terhadap waktu pelaksanaan penyambungan, oleh karena itu penyambungan sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari.
Cahaya yang terlalu kuat akan mengurangi daya tahan batang atas terhadap kekeringan.
2.3.3.3. Faktor Pelaksanaan
Keberhasilan penyambungan, selain dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar, keberhasilan penyambungan juga dipengaruhi oleh teknik penyambungan. Teknik penyambungan merupakan salah satu faktor pelaksanaan penyambungan.
Keberhasilan penyambungan (grafting) seringkali rendah, sehingga masing-masing teknik sambung akan cocok untuk jenis tanaman lainnya. Teknik penyambungan approach graft dan apical graft nampak sangat baik bagi perbanyakan tanaman hortikultura. Beberapa teknik sambung tersebut antara lain adalah:
a. Sambung pucuk atau Apical grafting
Sambung pucuk merupakan teknik penyambungan batang atas dengan batang bawah sehingga terbentuk tanaman baru yang mampu bersesuaian satu sama lainnya.
Teknik penyambungan ini telah merakyat dan umum diterapkan pada banyak jenis tanaman hortikultura. Cara penyambungan ini banyak macamnya diantaranya : splice graft (sambung cemeti), whip and tongue graft (sambung celah lidah) wedge graft (sambung celah atau sambung baji).
Sambung cemeti merupakan sambungan yang berbentuk diagonal atau miring. Kedua batang atas ataupun batang bawah dipotong dengan bentuk sama, kemudian ditempelkan atau dihubungkan satu sama lain.
Sambung celah lidah merupakan cara penyambungan yang dilakukan dengan memotong secara diagonal atau miring calon batang bawah dan batang atas.
Kemudian pada potongan tersebut dibuat potongan ke bawah lalu ke atas lagi sehingga di tengah potongan tersebut terdapat celah. Sambungan dengan cara ini memungkinkan semakin banyaknya dan luasnya kambium yang saling berhimpit atau bersatu.
Sambung celah atau sambung baji merupakan model penyambungan dimana batang bawah dipotong kemudian dibuat belahan yang mmembagi sama besar atau dibuatkan potongan yang miring berlawanan sehingga seolah-olah membentuk huruf V. untuk batang atas dipotong miring kedua arah sisinya. Bilamana kita mengiginkan
model lain pada penyambungan baji ini dapat dilakukan dengan model yang berlawanan dari bentuk V yaitu batang atas dibuat belahan, sedangkan batang bawah dipotong miring kedua arah sisinya, kemudian celah pada batang atas disisipkan batang bawah (Santoso, 2009).
b. Lateral grafting
Penyambungan ini merupakan penyambungan batang atas sepanjang batang bawah. Pada sisi batang bawah dilakukan penyayatan batang, namun sayatan masih dibiarkan melekat pada batang sehingga membentuk suatu celahan. Sedangkan entries sebagai calon batang atas dipotong menyesuaikan dengan bentuk sayatan batang bawah dan kemudian disisipkan pada belahan yang ada pada batang bawah tersebut.
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan percobaan di screen house / bangunan naungan
3.2.Rancangan Percobaan
Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima perlakuan tehnik sambung yaitu:
t1 = Teknik sambung celah atas t2 = Teknik sambung celah bawah t3 = Teknik sambung cemeti t4 = Teknik sambung tangga
t5 = Teknik sambung samping 2 entris
Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, setiap unit ulangan terdapat lima bibit tanaman jarak pagar sehingga terdapat tujuh puluh lima polibag.
3.3. Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian ini telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Pembibitan Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Mataram selama 4 bulan pada bulan Mei-Agustus 2014. Pembibitan dilakukan selama 2 bulan, sedangkan keberhasilan penyambungan diamati selama 1-2 bulan.
3.4. Alat dan Bahan Percobaan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, ember, gembor, penggaris, kayu, gunting, isolasi, label, cuter, bak kecambah, timbangan analitik, oven dan alat tulis menulis Sedangkan bahan–bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah media tanam, polibag, benih jarak pagar, isolasi bening, plastik pembungkus, tali rafia
3.5. Pelaksanaan Percobaan 3.5.1. Persiapan Media Tanam
Media yang digunakan sebagai media tanam yaitu tanah yang dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 2-1 (v/v), yang diperoleh dari stan penjualan media tanaman. Polibag berdiameter 20 cm, diisi media tanam sebanyak ¾ bagian penuh.
3.5.2. Persiapan benih
Benih yang digunakan dalam percobaan ini adalah jarak pagar genotipe IP- 1A yang diperoleh dari Balitas Malang. Benih diangin-anginkan sebelum disemai.
3.5.3. Persamaian benih dan pindah tanam ke polibag
Persemaian benih ini dilakukan lebih dahulu pada medium pasir (lebih kurang dua minggu) atau sampai benihnya berkecambah dan memiliki daun, dan kemudian dilakukan pindah tanam pada polibag. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar semai yang digunakan untuk pembibitan seragam dalam hal umur ataupun ukuran.
3.5.4. Pemeliharaan Bibit 3.5.4.1. Penyiraman
Penyiraman dilakukan secara serempak pada sore hari. Teknik penyiraman langsung diberikan tepat pada permukaan tanahnya atau disiram pada kanopi daunya dengan menggunakan gembor. Untuk satu gembor diberikan pada 10 pohon bibit.
3.5.4.2. Penyiangan
Penyiangan yaitu dengan mencabut gulma yang ada disekitar tanaman, untuk waktunya tidak menentu disesuaikan dengan ada tidaknya gulam disekitar bibit 3.5.5. Pelaksanaan Penyambungan
Penyambungan dilakukan setelah bibit berumur dua bulan setelah semai, sesuai dengan teknik penyambungan yang digunakan (perlakuan).
3.5.5.1. Pengambilan entris
Entris diambil dikebun plasma nutfah kabupaten Lombok utara, pada pohon induk IP-1NTB. Entris dipilih dari tunas utama dengan rata-rata panjang yang diambil yaitu 13 cm, dibawa menggunakan coolbox yang diberi alas Koran atau kertas yang dibasihi agar tetap lembab, sehingga mampu menekan transpirasi pada entris.
3.5.5.2. Penyambungan
Tahapan penyambungan yaitu sebagai berikut:
1. Bibit yang dipilih sebagai batang bawah, dipotong tepat pada daun koteledonya.
2. Membuat belahan sesuai dengan teknik yang diterapkan. Kemudiain dilakukan menyisipkan entris yang sudah disiapkan sesuai dengan dengan teknik yang diterapkan
3. Sambungan diikat dengan menggunakan plastik film (solasi), yang mengelilingi batang yang telah disambung.
4. Sambungan disunggkup dengan plastik yang diikat pada bagian bawahnya 3.5.5.3. Pemeliharaan bibit sambungan
1. Bibit sambungan ditempatkan pada lokasi yang telah dibuatkan naungan
2. Penyiraman dihentikan untuk sementara waktu hingga sambungan menunjukan gejala sambungan berhasil (hidup),
3. Pada hari ke 7-13 paska penyambungan, daun baru pada entris mulai tampak tumbuh dan berkembang, kemudian penyiraman dilakukan secara rutin.
4. Sungkup plastik dibuka pada minggu kedua secara hati-hati.
5. Penyiangan gulma yaitu dengan mencabut gulma yang tumbuh.
3.6. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah persentase hidup, jumlah daun, panjang entris, luas daun, panjang tangkai daun, diameter batang dan bobot kering tanaman. Pengamatan dilakukan setelah 14 hari (2 minggu) setelah sambung dan dilakukan 1 minggu sekali selama 5 minggu.
3.6.1. Persentase hidup
Pengamatan dengan cara menghitung jumlah sambungan yang berhasil dibagi dengan jumlah sambungan keseluruhan dikali 100%.
3.6.2. Panjang tunas
Pengamatan dengan cara mengukur panjang entris mulai dari pertautan sambungan sampai ke pucuk tanaman.
3.6.3. Jumlah daun
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung semua daun yang sudah berwarna hijau yang tumbuh pada entris.
3.6.4. Luas daun
Pengamatan dengan mengukur panjang dan lebar daun, kemudian dikalikan dengan faktor koreksi yg digunakan 0,758. (Tjitrosoepomo, 1989)
3.6.5. Panjang Tangkai daun
Pengamatan dengan cara mengukur panjang tangkai daun, kemudian dirata- ratakan. Pengukuran dengan menghitung panjang dari tempat duduk tangkai pada batang sampe batas bawah duduk daun.
3.6.6. Diameter batang pada sambungan
Pengamatan dengan cara mengukur diameter batang atas (entris) dan diameter batang bawah (rootstock) dengan mengunakan jangka sorong.
3.6.7. Bobot kering tanaman
Pengamatan bobot kering tanaman pada akhir percobaan. dengan menimbang akar dan tajuk bibit secara terpisah baik sebelum atau setelah dioven dengan suhu 700 c.
3.7. Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis dengan Analisis Keragaman (Anova) pada taraf nyata 5%. Hasil analisis keragaman yang menunjukkan beda nyata diuji lanjut dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata yang sama.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan dan analis data teknik sambung yang berbeda berpengaruh nyata tehadap luas daun, jumlah daun, panjang tunas sambung, diameter batang bawah dan berangkasan kering akar. Sedangkan terhadap panjang tangkai daun, diameter batang atas, persentase hidup dan berangkasn kering tajuk, teknik sambung tidak berpengaruh, (Tabel 1).
Tabel 1. Rangkuman hasil analisis variabel pertumbuhan dan perkembangan hasil sambung selama 42 hari setelah penyambunga (HSP)
Parameter Umur sambungan
14 HSP 21 HSP 28 HSP 35 HSP 42 HSP
Jumlah daun S S S S S
Luas daun S S S S S
Panjang tangkai daun S S S S NS
Panjang tunas sambung S S S S S
Diameter batang atas NS NS NS NS NS
Diameter batang bawah S S S S S
Persentase hidup NS NS NS NS NS
Berangkas Kering Akar - - - - S
Berangkas Kering tajuk - - - - NS
Keterngan : NS : Non Signifikan S: Signifikan
HSP: Hari setelah penyambungan
Tabel 2. Jumlah daun bibit jarak pagar hasil sambungan pada berbagai teknik sambung selam 42 HSP
Teknik Sambung
Jumlah daun (Helai)
14 HSP 21 HSP 28 HSP 35 HSP 42HSP
Celah atas 3,7 a 5,7 a 6,4 ab 7,4 ab 9,7 a
Celah bawah 1,5 b 4,1 b 4,7 b 6,1 b 7,7 b
Cemeti 3,9 a 7 a 7,8 a 9,1 a 10,5 a
Tangga 3 a 6,4 a 7,5 a 8,9 a 10,1 a
Samping 2 E 3,5 a 5,3 a 5,7 b 6,3 b 7,1 b c
BNJ 0.05 % 1,1 1,5 1,6 1,5 1,6
Keterangan : angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan BNJ 5%.
Tabel 2 tampak bahwa teknik sambung berpengaruh nyata pada jumlah daun hasil sambung jarak pagar selama periode pertumbuhan (42 Hsp). Teknik sambung cemeti, teknik tangga dan teknik celah atas memiliki jumlah daun yang paling banyak dibandingkan jumlah daun bibit hasil sambung teknik celah bawah dan teknik sambung samping 2 entris
Tabel 3. Luas daun bibit jarak pagar hasil sambungan pada berbagai teknik sambung selam 42 HSP
Teknik Sambung
Luas daun (Cm2)
14 HSP 21 HSP 28 HSP 35 HSP 42HSP
Celah atas 138,1 a 339,1 ab 402,2 ab 490,2 648,4 a Celah bawah 44,8 b 142,0 c 207,6 c 303,7 411,5 b
Cemeti 178,3 a 451,3 a 508,0 a 558 767,9 a
Tangga 128,5 a 407,7 a 489,5 a 566,7 661,7 a
Samping 2 E 115,6 a 278,3 bc 309,0 b 354,4 396,1 b
BNJ 0.05 65,1 105,2 101,1 156,4
Keterangan : Angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan BNJ 5%
Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa teknik sambung berpengaruh nyata terhadap luas daun bibit jarak pagar selama periode 42 Hsp. Pada akhir pengamatan
luas daun pada bibit hasil sambung teknik cemeti, tangga dan celah atas lebih baik dibandingkan dengan luas daun teknik sambung samping 2 entris dan celah bawah.
Tabel 4. Panjang tangkai daun bibit jarak pagar hasil sambungan pada berbagai teknik sambung selam 42 HSP
Teknik sambung
Panjang tangkai daun (cm)
14 HSP 21 HSP 28 HSP 35 HSP 42 HSP
Celah atas 5,5 a 7,9 a 8,3 a 9,1 a 9,2
Celah bawah 2,7 b 5,2 b 5,9 b 7,5 c 8,3
Cemeti 6,1 a 7,9 a 8,3 a 9 ab 9,2
Tangga 4,7 a 7,2 a 7,8 a 8,3 abc 8,6
Samping 2E 5,4 a 7,3 a 7,7 a 7,9 bc 8,3
BNJ 0,05 1,8 1,4 1,3 1,2 -
Keterangan : angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan BNJ 5%
Tampak pada Tabel 4 bahwa teknik sambung berpengaruh nyata pada panjang tangkai daun sambungan, kecuali pada umur 42 HSP, tetapi teknik sambung celah atas, teknik cemeti dan teknik tangga cendrung lebih baik dibandingkan dengan teknik celah bawah, teknik tangga dan teknik samping 2 entris.
Tabel 5. Panjang tunas bibit jarak pagar hasil sambungan pada berbagai teknik sambung selam 42 HSP
Teknik
Sambung Tunas sambungan (cm)
14 HSP 21 HSP 28 HSP 35 HSP 42 HSP
Celah atas 10,5 ab 13,4 ab 13,7 bc 16,6 ab 18,9 a Celah bawah 11,6 a 12,7 abc 13,1 b 14,2 bc 14,8 b
Cemeti 13,7 a 16,9 a 17,5 a 19,4 a 20,6 a
Tangga 13,2 a 16,4 ab 16,9 a 18,9 a 20,6 a
Samping 2E. 8,2 b 10,2 c 10,8 c 12,3 c 12,8 b
BNJ 0,05 3,2 3,9 3,7 3,9 3,8
Keterangan : angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan BNJ 5%
Seperti yang tampak pada Tabel 5 bahwa teknik sambung berpengaruh nyata terhadap panjang tunas sambungan. Pada umur 42 HSP tampak bahwa panjang tunas hasil sambung teknik cemeti, teknik tangga dan teknik celah atas lebih panjang (18,9-20,6 cm) dibandingkan teknik celah bawah dan teknik samping 2 entris (12- 14,8 cm).
Tabel 6. Diameter batang atas bibit jarak pagar hasil sambungan pada berbagai teknik sambung selam 42 HSP
Teknik
Sambung Diameter batang atas (cm)
14 HSP 21 HSP 28 HSP 35 HSP 45 HSP
Celah atas 1,3 1,5 1,7 1,7 1,9
Celah bawah 1,3 1,5 1,6 1,8 1,9
Cemeti 1,5 1,7 1,8 1,9 2
Tangga 1,5 1,7 1,8 1,9 2
Samping 2E. 1,3 1,5 1,7 1,8 1,9
BNJ 0,05 - - - - -
Keterangan : angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata .
Tabel 7. Diameter batang bawah bibit jarak pagar hasil sambungan pada berbagai teknik sambung selam 42 HSP
Teknik
Sambung Diameter batang bawah (cm)
14 HSP 21 HSP 28 HSP 35 HSP 42 HSP
Celah atas 1,9 a 2,0 ab 2,1 bc 2,3 a 2,4 a
Celah bawah 1,4 b 1,7 b 1,8 c 1,9 b 2 b
Cemeti 1,9 a 2,1 a 2,2 ab 2,3 a 2,4 a
Tangga 2,1 a 2,2 a 2,3 ab 2,4 a 2,6 a
Samping 2E, 1,9 a 2,3 a 2,4 a 2,5 a 2,6 a
BNJ 0,05 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2
Keterangan : angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan BNJ 5%
Pada Tabel 6 tampak teknik sambung tidak berpengaruh terhadap diameter batang atas selama periode pertumbuhan. Tetapi teknik sambung berpengaruh nyata
tehadap diameter batang bawah. Teknik sambung celah atas, teknik cemeti, teknik tangga dan teknik samping 2 entris memiliki ukuran yang lebih baik (2,4-2,6 cm), dibandinkan dengan teknik celah bawah (2 cm) (Tabel 7).
Tabel 8. Berat kering akar dan tajuk bibit jarak pagar hasil sambungan pada berbagai teknik sambung.
Teknik
Sambung Berat akar (g) Berat tajuk (g)
Celah atas 2,4 a 10,6
Celah bawah 0,9 b 9,7
Cemeti 2,2 a 10,6
Tangga 2,4 a 12,9
Samping 2E, 2,7 a 15,2
BNJ 0,05 1,4 -
Keterangan : angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan BNJ 5%
Seperti yang tampak pada Tabel 8 bahwa teknik sambung berpengaruh nyata pada berat kering akar. Berat berangkas kering akar bibit hasil sambung teknik 2 entris sebesar 2,7 gram dan menunjukan berat tertinggi diantara teknik sambung lainya. Sedangkan berat berangkasan akar terendah ditunjukan oleh bibit hasil sambung dari teknik sambung celah bawah. Sedangkan terhadap berat kering tajuk teknik sambung tidak berpengaruh.
Tabel 9. Persentase hidup bibit sambung jarak pagar pada berbagai teknik sambung
Teknik Sambung Persentase hidup %
Celah atas 100
Celah bawah 100
Cemeti 100
Tangga 100
Samping 2E. 100
BNJ 0,05
Keterangan : angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji lanjut BNJ 5%
Pada Tabel 9 teknik sambung tidak berpengaruh terhadap persentase hidup, hal tersebut ditunjukan dengan tingkat sambungan hidup mencapai seratus 100 % Tabel 10. Laju Pertumbuhan panjang tunas dan jumlah daun sambungan pada
berbagai teknik sambung
Perlakua Laju pemanjangan panjang tunas (cm / minggu)
Laju penamabahan jumlah daun (helai / minggu)
Celah atas 2,2 a 1,4 a
Celah bawah 0,8 c 1,5a
Cemeti 1,6 ab 1,5 a
Tangga 2,2 a 1,7 a
Samping 2E 1,1 bc 0, 8 b
BNJ 0,05 0,6 0,4
Keterangan : angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji lanjut BNJ 5%
Pada Tabel 10 tampak bahwa teknik sambung berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh panjang tunas sambung bibit jarak pagar periode 42 hari. Tampak bahwa laju pertumbuhan paling cepat terlihat pada teknik celah atas dan teknik tangga (2,2 cm) sedangkan teknik sambung celah bawah adalah terendah yaitu 0,8 cm. Pada Tabel 10 juga tampak bahwa teknik sambung berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh jumlah daun sambungan bibit jarak pagar periode pertumbuhan. Laju
pertumbuhan paling cepat terlihat pada teknik tangga (1,7 helai) sedangkan terendah teknik samping 2 entris (0,8 helai)
4.2. Pembahasan.
Respon keberhasilan penyambungan telah dapat dilihat sejak bibit hasil sambungan telah mencapai fase dimana pertautan batang bawah (rootstock) dengan batang atas (entries). Keberhasilan awal dari penyambungan sudah dapat dilihat dari sejumlah sambungan yang tetap hidup (jadi) saat hari ke 14 hari setelah penyambunga dilakukan. Persentase sambungan hidup dari hasil penyambungan seluruhnya mencapai 100 %. Hal itu dikarena pertautan batang atas dan batang bawah mampu membentuk sambungan dengan baik dan kompatibel. Kompatibilitas tersebut juga didukung oleh jenis jaringan yang berasal dari tanaman satu jenis yaitu sesama Jatropha curcas walaupun beda genotipe. Menurut Santoso, (2009), kompatibilitas sambungan terjadi dengan baik dan cepat bilamana keduanya satu variatas atau memiliki kekerabatan yang dekat satu sama lainya. Hal itu juga diperkuat oleh pendapat Hartmann et al. (2002) proses penyatuan sambungan dimulai dengan pembentukan kalus pada kedua permukaan sambungan, lalu diferensiasi kalus menjadi kambium dan jaringan veskuler serta pembentukan xylem dan floem sekunder.
Perkembangan berikutnya adalah tampak segarnya batang sambungan dan dimulai dengan munculnya bakal daun, kemudian berkembang menjadi sehelai daun yang dilengkapi dengan organ tangkai sebagai penyokong. Itu berarti diharapkan entris mampu melakukan peran sebagai bidang dasar melekatnya dua organ penting seperti tangkai dan daun, selama proses bertambahnya ukuran.
Jumlah daun paling banyak ditunjukan oleh tiga teknik sambung yaitu teknik celah atas, teknik cemeti dan teknik tangga, sedangkan untuk jumlah daun yang paling sedikit yaitu teknik celah bawah dan teknik samping 2 entris. Sedikitnya jumlah daun dari kedua teknik sambung tersebut (celah bawah dan samping 2 entris) diduga yaitu disebabkan oleh bidang sambung pada masing-masing teknik tersebut.
Pada teknik celah bawah terindikasi bidang sambung tidak terjadi secara sempurna (rapat), yang berakibat lambatnya adaptasi tanaman hasil sambung dengan lingkungan tumbuhnya. Jika dibandingkan dengan teknik celah atas bidang sambung antar kedua batang, rekatnya kambium lebih luas dan himpitanya (tautan) lebih kuat.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Marwatin (2013), bahwa teknik sambung celah atas adalah cara penyambungan yang paling aman, karena bidang perekatan antara batang atas dan batang bawah cukup besar.
Jumlah daun yang lebih sedikit pada sambung samping 2 entris diduga karena adannya beban fisiologis dan beban berat (fisik), yaitu tertautnya 2 batang atas (dua bidang sambung) pada satu batang bawah, sehingga calon daun yang baru tumbuh mendapat pasokan nutrisi yang tidak maksimal dari batang bawah. Menurut Kimball (1991) dalam Parsaulian (2012), pertumbuhan daun terjadi akibat pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel-sel pada meristem dari kuncup terminal dan kuncup lateral yang memproduksi sel-sel baru secara periodik, sehinggga akan membentuk daun baru. Terbentuknya daun baru akan meningkatkan laju fotosintesis.
Semakin cepat laju ketiga proses tersebut, maka semakin cepat daun terbentuk dan sekaligus pertumbuhan, berikutnya yakni luas daun.
Teknik samping 2 entris memperoleh luas daun terkecil selama periode pertumbuhan. Hal ini diduga teknik sambung 2 entris dalam hal menggunakan energi tersimpan lebih besar, sedangkan kemampuan batang bawah menyuplai energi sama dengan teknik yang lainya karena berasal dari genotipe yang sama. Pada prinsipnya pertumbuhan daun dikendalikan faktor genetis tetapi juga dipengaruhi oleh faktor luar seperti pasokan air dan nutrisi (Mulyani, 2006). Jika dihitung secara matematis 2 cabang tunas kebutuhan energinya lebih besar jika dibandingkan dengan 1 tunas, ini berarti persediaan atau pasokan hara dan nutrisi dari perakaran (rootstock) lebih terbatas untuk individu tunas berikut dengan daunya sehingga kebutuhan berikutnya tidak terpenuhi dengan baik. Nitrogen adalah salah satu unsur hara yang diharapkan tetap ada dalam jumlah yang memadai agar dalam proses pertumbuhan bagian daun, ataupun batang tetap optimal. Hal ini didukung oleh pernyataan Lakitan (1996)
bilamana kosentrasi N tinggi umumnya menghasilkan daun yang lebih lebar.
Nitrogen dan nutrisi lainya tersedia cukup/banyak bagi teknik sambung yang melibatkan hanya satu tunas sambung.
Luas daun teknik sambung celah bawah lebih kecil dibandingkan jumlah daun pada teknik sambung celah atas, teknik cemeti dan teknik tangga, mengacu pada awal pertumbuhan (14 HSP), terlihat bahwa luas daun pada teknik celah bawah ini sangat rendah dibanding teknik lainnya, artinya bahwa teknik ini memang sudah menunjukan keadaan demikian sejak awal. Hal ini terindikasi bahwa penyatuan bidang sambungan yang lambat. Hartmann et al, (2002), menyatakan bahwa pertumbuhan tunas akan terganggu atau bahkan mati jika terjadi inkompatibilitas sambungan. Adanya perbedaan luas daun tiap macam teknik saambung yang digunakan ternyata tidak mengindikasikan adanya perbedaan yang menonjol untuk panjang tangkai daun pada umur 42 hsp.
Panjang tunas selama periode pertumbuhan dan perkembangan bibit, teknik celah atas, teknik cemeti dan teknik tangga memiliki panjang tunas lebih baik yaitu (18,9-20,6 cm) dibandingkan panjang tunas teknik celah bawah dan samping 2 entris (12,8-14,8 cm). Keberhasilan yang tampak pada teknik sambung celah atas, teknik cemeti dan teknik tangga mengindikasikan bahwa ketiga teknik sambung ini memiliki karakter pelaksanaan lebih mudah dan cepat dalam proses penyatuan pada saat penyambungan. Santoso dan Parwata (2013), menyatakan semakin mudah pembuatan belahan bidang sambung dan juga persiapan entris, maka semakin besar kemungkinan keberhasilan penyambungan karena semakin kecil kerusakan kambium.
Sehingga proses translokasi unsur hara dan dan air dari bawah ke atas atau translokasi hasil fotosintesis dari batang atas ke semua bagian tanaman terlaksana dengan baik.
Hal ini ditegaskan pula oleh Mathius et al. (2007) menyatakan bahwa sambungan yang tidak kompatibel mengakibatkan terjadinya hambatan translokasi nutrisi, air, hormon dan aktifitas enzim yang melewati daerah pertautan antara batang bawah dengan batang atas.
Perihal pertumbuhan dan perkembangan batang bawah perlu diketahui bahwa teknik sambung yang berbeda berpengaruh pada diameter batang bawah. Tampak bahwa diameter paling besar (2,4-2,6 cm) ditunjukan bibit hasil penyambungan dengan teknik celah atas, teknik cemeti, teknik tangga dan teknik samping 2 entris.
Sedangkan untuk diameter dengan ukuran paling kecil ( 2 cm ) di tunjukan oleh bibit hasil sambung teknik celah bawah. Pada teknik celah bawah diduga bahwa kontak batang atas dan batang bawah kurang tepat (klop). Kontak kambium yang tidak tepat atau partial dapat menyebabkan pertautan jaringan pembuluh antara batang bawah dan batang atas tidak sempurna, dan selanjutnya berakibat pada translokasi senyawa- senyawa penting untuk metabolisme pertumbuhan tanaman seperti transpor air dan unsur hara tidak dapat belangsung dengan lancar dari batang bawah menuju batang atas atau traslokasi hasil fotosintesis dari batang atas ke seluruh bagian tanaman (Tirtawinata, 2003).
Keberhasilan penyambungan pada prinsipnya memang ditunjukan dengan perubahan pertumbuhan, baik dalam bentuk jumlah ataupun ukuran. Pertautan antara batang atas dan batang bawah adalah faktor yang sangat menentukan fase selanjutnya. Kategori hasil penyambungan yang baik apabila ada singkronisasi setiap variabel pertumbuhannya baik jumlah daun, luas daun, panjang tangkai, pertumbuhan tunas dan perkembangan diameter batangnya. Selain dari beberapa variabel penting tersebut, variabel berangkasan kering adalah salah satu indikator yang sangat menentukan baik tidaknya hasil bibit yang telah diperlakukan.
Teknik celah atas, teknik cemeti, teknik tangga, teknik samping 2 entris dan memiliki berat berangkasan dengan kisaran 2,2-2,7 g. Sedangkan untuk teknik celah bawah berat berangkasan yaitu 0,9 g. Teknik sambung celah atas, teknik cemeti dan teknik tangga memiliki pertumbuhan yang paling baik, dari sisi jumlah ataupun luas daun. Ketiga teknik ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi jumlah dan luas daun akan memberikan peluang yang lebih besar untuk menghasilkan bahan makan melalui prosses fotosintesis. Hasil fotosintesis berupa senyawa-senyawa penting
inilah yang dikirim kebagian akar dan bagian lainnya. Suplai energi (karbohidrat) yang seimbang dari atas (daun), akan memacu pembelahan sel khususnya maristem pada akar. Setiawan (2009), menyatakan bahwa pada ujung akar terdapat jaringan meristem primer yang aktif membelah, memanjang dan berdifferensiasi yang mengakibatkan akar bertambah panjang
pada laju pertumbuhan tampak bahwa teknik sambung berpengaruh pada laju tumbuh panjang tunas entris (tabel 10) dan laju tumbuh jumlah daun. Pada laju perpanjangan tunas tampak jelas bahwa laju tercepat pada teknik celah atas dan teknik cemeti hal ini terindikasi dengan adanya bentuk penyatuan batang atas dan batang bawah lebih cepat (kompatibal), dengan demikian memberikan nilai positif pada tanaman untuk lebih awal melakukan pertumbuhan, khususnya pada jumlah daun. Keadaan inilah yang tidak dimiliki oleh celah bawah pada proses penyatuannya. Hartmann et al, (2002) jika pertautan kambium dari batang bawah dan batang atas semakin banyak dan jaringan kalus semakin cepat terbentuk, maka kemungkinan keberhasilan penyambungan tinggi. Keberhasilan penyambunagn ditandai dengan entris yang disambung tetap segar dan berwarna hija.
Terhadap laju pertumbuhan jumlah daun teknik sambung berpengaruh terhadap cepat lambatnya pertumbuhan daun tersebut. Teknik samping 2 entris memiliki laju terendah, hal ini diduga karena lambanya penyembuhan luka pada bidang sambungan. Selain itu juga kurangnya pasokan hara atau nutrient dari akar (batang bawah) serta hara dalam tanah cepat habis, akbat adanya penggunaan 2 entris.
Terkait dengan pertumbuhan tunas dan daun yang baru t umbuh pada batang atas, Crabbe dan Barnola, (1996), menyatakan bahwa tunas dan pucuk yang baru tumbuh merupakan sink yang kuat. Periode selanjutnya daun menjadi sink yang kuat agar daun cepat besar sampai ukuran maksimal dan akhirnya sebagai source (sumber fotosintat).
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Teknik sambung berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit jarak pagar hasil sambung dari batang bawah genotipe IP-1A dengan batang atas dari genotipe IP-1 NTB
2. Keberhasilan penyambungan mencapai 100 %, namun pertumbuhan bibit hasil sambung yang lebih baik ditunjukan oleh teknik sambung celah atas, teknik sambung cemeti dan tenknik sambung tangga.
5.2. Saran.
Untuk mengetahui kompatibilitas hasil sambungan (teknik sambung celah atas, teknik celah bawah, teknik cemeti, teknik tangga dan teknik samping 2 entris) perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menanam bibit tersebut di lapangan dan diamati hingga menghasilkan buah dan biji, untuk mengetahui potensi hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achten W .M.J., L. Verhot, Y.J. Franken, E Mathijs., V.P. Singh, R. Aerts, and B.
Muys, 2008. Jatropha bio-diesel production and use (Review). Biomass and Bioenergy 32: 1063-1084
Achten, W.M.J., W.H. Maes, R. Aerts, L. Ve rchot, A. Trabucco, E. Mathijs, V. P.
Sing, B. Muys, 2010. Jatropha: From global hype to local opportunity. J. Arid Environ. 74:164-165.
Alnopri. 2005. Penampilan dan Evaluasi Heterosis Sifat-sifat Bibit pada Kombinasi Sambungan Kopi Arabika. J Akta Agros 8:1:25-29.
Biles CL, Marthyn RD, Wilson HD. 1989. Isozyms and General Protein From Various Watermelon Cultivar and Tissue Type. Hort Sci24:810-812.
Crabbe, J. dan Barnola P. 1996. A new conceptual approach to bud dormancy in woody plants.In G.A. Lang (edt.)in Plant Dormancy. CAB International. 381 p.
Dillon, A.C., Jones, K.M., Bekkedahl, T.A., Kiang, C.H.,Haeben, M.J. 2011.
“Storage of hydrogen in single-walled carbon nanotubes”, Journal of Nature, vol 386, hal 377-379
Felter H.W., and J.U. Lloyd. 1998. Curcas Purgans – Purging Nut. Herriete’s Herbal Homepage. http://www.henrietteherbal.com/electric/king/curcas-purg.html [September 2006]
Garcia NF, Carvajal M, Olmos E. 2004. Graft Union Formation In Tomato Plants : Peroxidase and Catalase Involvement. Ann Bot 93:53-60.
Gökbayrak Z, Soylemezoglu G, Akkurt M, Celik H. 2007. Determination of grafting compatibility of grapevine with electrophoretic methods. Sci Hort 113:343- 352
Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Cetakan Kedua. Jakarta: PT Penebar Swadaya.
Hanafiah, K. A. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo persada. Jakarta.
Hartmann, H.T, D.E. Kester, F.T. Defies, Jr., Geneve.2002. Plant Propagation : Principles and Pratices. 7th edition. Pritice Hall Inc. 770p.
Johkan M, Mitukuri K, Yamasaki S, Mori G, Oda M. 2009. Causes of Defolation And Low Survival Rate of Grafted Sweet Pepper Plants.Sci Hort 119 : 103-107.
Kimball. 1991. Dalam Parsaulian, T. 2012. Pengaruh Panjang Entris Terhadap Keberhasilan Sambung Pucuk Bibit Jambu Air. Jurnal Sains Mahasiswa Pertanian.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Tumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Raja. Jakarta.
Marwatin, F. 2013. Pembiakan Vegetatif Dengan Sambung. Skripsi. Universitas Negeri Jember. Jember.
Mathius, T.N , Lukman dan A. Purwito. 2007. Kompatibilitas Sambung Mikro Cinchona ledgeriana dengan C. succirubra Berdasarkan Anatomi dan Elektroforesis SDSPAGE Protein Daerah Pertautan. Menara Perkebunan, 2007, 75(2), 56-69.
Mulyani, S. 2006. Anatomi Tumbuhan . Kanisius. Yokyakarta.
Pambudy, M. N. 2006. Bahan Bakar Alternatif Tarik Investor. Kompas:21 (3).
Prihandana, R.dan R. Handroko. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Agromedia Pustaka. Depok. Jakarta.
Santoso B.B. 2009. Pembiakan Vegetatif dan Hortikultura . Unram press; Lombok NTB.
Santoso, BB., Hasnam, Hariyadi, Susanto, S., Purwoko, B.S. 2011. Pola Peningkatan Hasil Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Ekotipe Lombok Barat selama Empat Tahun Siklus Produksi, J. Agron. Indonesia 39 (2) : 137 - 143 (2011).
Santoso, Parwata,. 2013. Grafting Teknik Memperbaiki Produktivitas Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha Curcas L). Mataram.
Setiawan, W. 2009. Jaringan Tumbuhan. Universitas Lampung. Bandar Lampung Sudrajad. 2006. Memproduksi Biodisel Jarak pagar. Seri agro. Bogor
Sumarsono L, Sjaefuddin A, Dimyati Dj, Abdurahman, Sudiyanti. 2002. Teknik Sambung Pucuk Dengan Entres Tidak Bercabang dan Bercabang pada Pembibitan Tanaman Manggis. Buletin Teknik PertanianVol.7 No.1.
Syah A.NA. 2006. Biodiesel Jarak Pagar. PT Agromedia Pustaka; Jakarta Selatan
Tirtawinata MR. 2003. Kajiajan Anatomi dan Fisiologi Sambungan Bibit Manggis dengan Beberapa Kerabat Clusiaceae. (desertasi) Bogor: Propgram Doktor, Institute Pertanian Bogor.
Tjitrosoepomo, G. 1989. Botani Morfologi. UGM Press.
Wani SP, Sreedevi TK, 2005. Pongamias Journey FromForest to Micro-Enterprise for Improving Livelihood.Inter Crops Res Ins semi arid tropics.
Patarcheru,Andhra Pradesh, India.
White JW, Castillo JA., 1989. Relative Effect of Root and Shoot Genotype in Yield of Common Bean UnderDrought Stress. Crops sci29:360-362.
Lampiran 1. Hasil pengamatan dan analisis keragaman luas daun (cm2) umur 14 hari setelah penyambungan
a. Hasil pengamatan luas daun umur 14 hari setelah penyambungan.
Teknik sambung
Ulangan
Jumlah Purata
I II III
Celah atas 143,05 130,71 140,67 414,43 138,14
Celah bawah 78,13 15,12 41,00 134,25 44,75
Cemeti 149,86 143,98 241,05 534,89 178,30
Tangga 179,21 86,87 119,48 385,56 128,52
Samping 2e 102,98 131,43 112,46 346,87 115,62
b. Analisis keragaman luas daun umur 14 hari setelah penyambungan.
Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Kuadrat
tengah F hit F tab
Teknik sambung 4 28428,903 7107,225 5,543 3,48 S
Galat 10 12821,827 1282,182
Total 14 41250.730
Keterangan : S = Signifikan