• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 UNSUR KEBUDAYAAN SUKU DAYAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "7 UNSUR KEBUDAYAAN SUKU DAYAK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

7 UNSUR KEBUDAYAAN SUKU DAYAK

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia Dosen Pengampu : Siti Nurbayani K, S.Pd., M.Si.

Disusun Oleh :

Carla Monica Iskandar 1301127

Dhenda Fildza F 1301113

Dzikra Nurhizkhy 1303482

Faisal Abda U 1304624

Neng Siti Mulyani 1301163 Rendy Mochamad Nur 1304426

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2014

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah, sebagaimana Dia telah mengagungkan nama-Nya dan kekuasaann-Nya Yang Mulia dan yang telah memberikan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada penebar rahmat-Nya bagi seluruh alam, pembawa hujjah bagi segenap manusia, junjungan kita, penghulu dan teladan kita, kekasih dan maha guru kita Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya, juga bagi mereka yang menjalani dan membela (sunnah) nya sampai hari kiamat.

Adapun makalah tentang 7 Unsur Kebudayaan Suku Dayak ini telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Penulis berterima kasih kepada Ibu Siti Nurbayani K, S.Pd., M.Si selaku dosen mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia yang telah memberikan arahan serta bimbingannya dan juga kepada semua pihak dan sumber-sumber yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.

Oleh karena itu kami mengharapkan pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.

Bandung, Oktober 2014

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adat- istiadat tersendiri yang pula tidak sama dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adat- istiadat yang hidup di dalam masyarakat Suku Dayak merupakan unsur terpenting, akar identitas bagi masyarakat Dayak. Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Garna, 1996).

Jika pengertian tersebut dijadikan untuk mengartikan kebudayaan Dayak maka paralel dengan itu, kebudayaan Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia Dayak dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan milik manusia Dayak dengan belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Dayak, kepemilikannya tidak melalui warisan biologis yang ada di dalam tubuh manusia Dayak, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Berdasarkan atas pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk pada wujud kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam kebudayaan Dayak juga dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi: Pertama, wujud kebudayan sebagai suatu himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan- peraturan. Wujud itu merupakan wujud hakiki dari kebudayaan atau yang sering disebut dengan adat, yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku manusia Dayak, tampak jelas di dalam berbagai upacara adat yang dilaksanakan berdasarkan siklus kehidupan, yakni kelahiran, perkawinan dan kematian, juga tampak dalam berbagai upacara adat yang berkaitan siklus perladangan;

Kedua, wujud kebudayaan sebagai sejumlah perilaku yang berpola, atau lazim disebut sistem sosial. Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi yang senantiasa merujuk pada pola-pola tertentu yang di dasarkan pada adat tata kelakuan yang mereka miliki, hal ini tampak dalam sistem kehidupan sosial orang Dayak yang sejak masa kecil sampai tua selalu dihadapkan pada aturan-aturan mengenai hal-hal mana yang harus dilakukan dan mana yang dilarang yang sifatnya tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi sebagai pedoman dalam bertingkah laku

(5)

bagi masyarakat Dayak; Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil karya manusia Dayak, misalnya seperti rumah panjang dan lain-lain. Berdasarkan atas pemahaman itu, maka kebudayaan Dayak sangat mempunyai makna dan peran yang amat penting, yaitu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses kehidupan orang Dayak. Atau dengan kata lain kebudayaan Dayak dalam perkembangan sejarahnya telah tumbuh dan berkembang seiring dengan masyarakat Dayak sebagai pendukungnya.

Dewasa ini, seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, kebudayaan Dayak juga mengalami pergeseran dan perubahan. Hal ini berarti bahwa kebudayaan Dayak itu sifatnya tidak statis dan selalu dinamik; meskipun demikian, sampai saat ini masih ada yang tetap bertahan dan tak tergoyahkan oleh adanya pergantian generasi, bahkan semakin menunjukkan identitasnya sebagai suatu warisan leluhur. Dalam konteks ini, dan dalam tulisan ini bermaksud untuk mengupas kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Dayak, baik yang berupa kebudayaan material maupun non material.

B. Rumusan Masalah

1. Dimana lokasi, lingkungan alam dan demografi Suku Dayak?

2. Bagaimana asal mula dan sejarah Suku Dayak?

3. Bagaimana sistem bahasa masyarakat Suku Dayak?

4. Bagaimana sistem religi masyarakat Suku Dayak?

5. Bagaimana sistem kekerabatan masyarakat Suku Dayak?

6. Bagaimana sistem ekonomi masyarakat Suku Dayak?

7. Bagaimana sistem kesenian masyarakat Suku Dayak?

8. Bagaimana sistem peralatan / perlengkapan hidup masyarakat Suku Dayak?

9. Bagaimana sistem pengetahuan masyarakat Suku Dayak?

C. Tujuan Penulisan Makalah

1. Untuk mengetahui lokasi, lingkungan alam dan demografi Suku Dayak.

2. Untuk mengetahui asal mula dan sejarah Suku Dayak.

3. Untuk mengetahui sistem bahasa masyarakat Suku Dayak.

4. Untuk mengetahui sistem religi masyarakat Suku Dayak.

5. Untuk mengetahui sistem kekerabatan masyarakat Suku Dayak.

6. Untuk mengetahui sistem ekonomi masyarakat Suku Dayak.

7. Untuk mengetahui sistem kesenian masyarakat Suku Dayak.

8. Untuk mengetahui sistem peralatan / perlengkapan hidup masyarakat Suku Dayak.

9. Untuk mengetahui sistem pengetahuan masyarakat Suku Dayak.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Lokasi, Lingkungan Alam, dan Demografi Suku Dayak

Kalimantan Tengah adalah salah satu dari provinsi Republik Indonesia yang terletak di Pulau Kalimantan Indonesia. Provinsi Kalimantan Tengah terdiri dari lima kabupaten, yaitu: Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Kapuas, Barito Utara dan Barito Selatan.

Luas seluruh Kalimantan Tengah adalah 152.600 kilometer persegi sehingga melebihi

(7)

luas Pulau Jawa dan Madura. Namun daerah itu menurut sensus 1961 hanya berpenduduk 497.000 jiwa, jadi kepadatan penduduk rata-rata hanya 3.3 orang saja per tiap kilometer persegi. Sebagaian besar penduduknya terdiri dari orang Dayak yang terbagi atas beberapa suku bangsa seperti Ngaju, Ot Danum, Ma`anyan, Ot Siang, Lawangan, Katingan,dan sebagainya. Mereka ini berdiam di desa-desa sepanjang sungai-sungai besar dan kecil seperti sungai-sungai Barito, Kapuas, Kahayan, Katingan, Mentaya,Seruyan, dan lain-lain.

Penduduk Kalimantan Tengah selain orang Dayak yang merupakan penduduk asli daerah itu, ada pula keturunan orang-orang pendatang. Mereka ini adalah orang-orang Banjar, Bugis, Madura, Makasar, Melayu, Cina, dan lain-lain. Dalam makalah ini, kebudayaan penduduk pendatang itu tidak akan dijelaskan. Yang menjadi pokok pembicaraan dalam makalah ini adalah penduduk asli daerah tersebut yang terdiri dari orang Dayak. Tempat tinggal suku bangsa Dayak Ngaju adalah di sepanjang sungai- sungai besar Kalimantan Tengah seperti Kapuas, Kahayan, Rungan Manuhin, Barito, dan Katingan. Sedangkan tempat kediaman orang Dayak Ot Danum adalah selain disepanjang sungai-sungai besar seperti Kahayan, Rungan, Barito, dan Kapuas juga di hulu sungai-sungai dari Kalimantan Barat seperti sungai Melawi. Suku-suku bangsa Ngaju dan Ot Danum yang akan dibicarakan dalam makalah ini adalah mereka yang berdiam di sungai Kapuas dan Kahayan. Secara administratif kenegaraan, kediaman mereka ini termasuk bagian dari kabupaten Kapuas. Didaerah aliran sungai Kahayan suku bangsa Ngaju berdiam di sebelah hilir sedangkan suku bangsa Ot Danum di daerah hulu.

Batas kediaman orang Ngaju dihulu Kahayan hanya samapai di Tumbang Miri saja sebagai desanya yang terakhir, sedangkan di hilir terus turun sampai ke muara sungai Kahayan. Letak kediaman orang Ot Danum adalah di hulu Kahayan, yaitu daerah sebelah utara Tumbang Miri. Jika desa-desa orang Ot Danum pada umumnya merupakan daerah eksklusif dari orang Ot Danum, maka sebaliknya desa-desa orang Ngajumakin ke hilir makin kemasukan orang-orang dari luar yang bukan Dayak.

Suku Bangsa Ma`anyan tersebar di berbagai bagian dari Kabupaten Barito Selatan yaitu, di tepi timur Sungai Barito, terutama di antara anak-anak sungainya seperti Patai, Telang, Karau, dan Dayu. Di timur, daerah suku bangsa Ma`anyan bersentuhan dengan wilayah orang Banjar dari daerah hulu sungai dari Provinsi Kalimantan Selatan, dibarat berbatasan dengan suku-suku bangsa Bakumpai, dan orang Banjar dari daerah Hulu Sungai dari Sungai Barito, di selatan dibatasi tanah paya-paya di selatan Sungai Patai, dan di utara sampai ke Sungai Ayu di sebelah utara Buntuk. Di daerah aliran sungai-sungai

(8)

Karau dan Ayu, orang Ma`anyan banyak bercampur dengan suku bangsa dayak lain, yaitu suku bangsa Lawangan, yang memang sudah mendiami wilayah itu sebelum orang Ma`anyan memasukinya. Mengenai hinungan ketiga suku nagsan tersebut, ada sarjana seperti Mallinckrodt yang menganggapnya berasal dari satu strams yaitu stamras der OtDanum. Mengani hal ini perlu dilakukan penelitian lebih dalam. Menurut pengakuan orang Ngaju, memang orang Ngaju berasal dari orang-orang Ot Danum juga, tetapi kemuadian karena mereka berdiam di daerah hilir, lambat laun mereka telah mengalami perubahan kebudayaan, sebagai akibat dari akulturasi dengan kebudayaan orang-orang pendatang. Kebenaran pendapat ini sudah tentuperlu diuji lagi, tatapi jika kita teliti sebentar memang tak dapat kita sangkal bahwa orang-orang Dayak di seluruh Kalimantan, terutama yang hidup dipedalaman sesungguhnya memiliki corak kebudayaan. kesatuan mereka ini adalah berdasarkan persamaan dalam beberapa unsur kebudayaan, yaitu misalnya mata pencaharian hidup yang berdasarkan perladangan.

Mengenai jumlah penduduk dari ketiga suku-suku Dayak yang dibicarakan dalam makalah ini, kami hanya memperoleh bahan dari Ot Danum dab Ma`anyansaja, sedangkan dari orang Ngaju tidak. Jumalah penduduk Ot Danum kurang lebih adalah 5.900 jiwa dan jumlah penduduk Ma`anyan diantara 3.000 sampai4.000 jiwa.

Orang-orang Dayak di Kalimantan Tengah mendiami desa-desa yangterletak jauh satu dari yang lain, di tepi-tepi atau eekat sunagi-sungai besar dan kecil dari provinsi itu.

Komunikasi antara satu desa dengan desa lain pada umumnya melalui air, dan jarang sekali melalui darat. Hal ini disebabkan karena daerah dimana desa-desa itu didirikan masih merupakan daerah hutan tropis dansemak belukar bawah yang padat. Untuk mengunjungi suatu desa, orang harus merapatkan perahunya pada sebuah tempat berlabuh yang dibuat dari balok-balok.Satu desa pada umumnya mempunyai sekitart 100-500 rumah.

Rumah-rumah desa pada umumnya didirikan di tepi jalan yang dibuat sejajar ataupun tegak lurus dengan sungai. Rumah penduduk pada umumnya dibuat dari sirap (lempengan kayu) atau kulit kayu. Rumah-rumah itu pada umumnya didirikan diatas tonggak-tonggak setinggi kira-kira dua setengah meter, sehingga untuk memasukinya, kita harus menaiki tangga yang dibuat darisetengah balok yang diberi lekuk-lekuk tempat kaki berpijak.

Dahulu rumah-rumah gaya lama di Kalimantan Tengah merupakan rumah panjang yang oleh orang-orang Ngaju dan Ot Danum di sebut betang. Betang tersebut dapat mempunyai ruangan-ruangan kecil sampai 50 banyaknya. Rumah semacam itu. kini sudah jarang di Kalimantan Tengah, tetapi masih banyak terdapat di daerah utara, yaitu di

(9)

daerah-daerah suku bangsa Ot Siang dan Murung. Di daerah sungai Kahayan hanya di daerah suku bangsa Ot Danum saja yang masih terdapat rumah betang.

Bentuk rumah yang paling umum kini terdapat di Kalimantan Tengah adalah rumah- rumah yang lebih kecil yang didiami oleh satu samapai lima keluarga batih yang berkerabat, yaitu yang terdiri dari satu keluarga batih senior ditambah dengan keluarga batih anak-anaknya, baik laki-laki maupun yang perempuan, yang dapat kita sebut keluarga luas yang utrolokal. Pada orang Ma`anyan, rumah demikian disebut lewu.

B. Asal Mula dan Sejarah Suku Dayak

Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.

Pada tahun 1977-1978 saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.

Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku berbeda.

Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 . Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman.

Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu sekitar tahun 1608 .

Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari,

(10)

Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).

Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan.

Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.

Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak.

Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto kertodipoero,1963)

C. Sistem Bahasa

Bahasa yang sering dipakai oleh suku dayak dalam kehidupan sehari-hari dibagi 2, yaitu : 1. Bahasa Pengantar

Seperti pada umumnya bagian negara Indonesia yang merdeka lainnya, masyarakat Kalimantan Tengah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Bahasa Indonesia telah digunakan untuk sebagai bahasa pengantar di Pemerintahan dan pendidikan.

2. Bahasa sehari-hari

Keberagaman etnis dan suku bangsa menyebabkan Bahsa Indonesia dipengaruhi oleh berbagai dialeg. Namun kebanyakan bahasa daerah ini hanya digunakan dalam lingkungan keluarga dan tempat tinggal, tidak digunakan secara resmi sebagai bahasa pengantar di pemerintahan maupun pendidikan. Sebagian besar suku Kalimantan Tengah terdiri dari suku bangsa Dayak. Suku bangsa dayak sendiri terdiri atas

Referensi

Dokumen terkait

Ringkasan: Penelitian ini merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan beberapa manfaat dari pembuatan lubang biopori dan sampah organik yang tersimpan didalam

Adakah alat dan bahan lain yang dapat d Adakah alat dan bahan lain yang dapat digunakan untuk membuat model atau karya igunakan untuk membuat model atau karya

Selama bulan April 2013, sebanyak dua kelompok pengeluaran mengalami penurunan indeks harga yang mengakibatkan deflasi di Kota Kupang. Kelompok bahan makanan

Nilai maksimum ROE dimiliki oleh PT Bentoel International Investama sebesar 1,63 pada tahun 2014 memiliki profitabilitas tertinggi, berarti perusahaan tersebut

Populasi dari penelitian ini adalah laporan keuangan pada bank Jabar Banten periode tahun 2014 sampai dengan tahun 2018 yang berkaitan dengan variabel yang diteliti

Mengingat senyawa fitokimia yang dikandung oleh buah Kawista bermanfaat sebagai pengobatan, maka perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan bahwa buah Kawista

Pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh filtrat daun lamtoro sebagai sumber nitrogen terhadap kualitas nata de cassava, dilihat dari parameter ketebalan,

Batako mutu A2 adalah bata beton yang digunakan hanya untuk konstruksi.. seperti tersebut dalam jenis A1, hanya permukaan dinding