• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA FASHION LOKAL BERBASIS EKONOMI KREATIF DI KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA FASHION LOKAL BERBASIS EKONOMI KREATIF DI KOTA MEDAN"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

RAUDHI AHMAD AZIZI SIREGAR 160501030

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA FASHION LOKAL BERBASIS EKONOMI KREATIF DIKOTA MEDAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan, kendala yang dihadapi oleh para pelaku usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan, serta solusi dan strategi pengembangan usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan.

Penelitian ini menggunakan 15 sampel usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan. Jenis usaha fashion yang menjadi objek penelitian adalah usaha fashion “Street Wear. Penelitian ini menggunakan model analisis data kualitatif Miles dan Huberman yang dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penentuan kesimpulan/verifikasi. Kemudian untuk menentukan kesimpulan berdasarkan data yang telah melalui tahap-tahap sebelumnya maka digunakan Skala Guttman model Cross Sectional untuk melihat dan menilai kesesuaian pernyataan yang disajikan peneliti dengan kondisi yang dialami oleh pelaku usaha.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan tergolong jenis usaha mikro. Permasalahan yang dihadapi usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan antara lain Harga bahan baku, kualitas produk, tenaga penjual, kapasitas/stok produk, produk pesaing, kondisi penjualan dan pendapatan, daya saing, kecelakaan, peristiwa tidak terduga. Strategi pengembangan usaha yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan adalah Integrasi ke Belakang, Penetrasi Pasar, Pengembangan Pasar, Pengembangan Produk, Diversifikasi Konsentrik, Diversifikasi Horizontal.

Kata Kunci : Strategi Pengembangan, Usaha, Fashion Lokal, Ekonomi Kreatif, Risik.

(6)

ABSTRACT

LOCAL FASHION BUSINESS DEVELOPMENT STRATEGY BASED ON CREATIVE ECONOMY IN MEDAN

This research aims to know the general overview of the local fashion business based on the creative economy in Medan, the obstacles faced by local fashion-based creative businesses in Medan City, as well as the solutions and strategies for development of local fashion based creative economy in Medan.

The research uses 15 samples of the local fashion business based on creative economy in Medan City. The type of fashion business that became the object of research was the fashion business "Street Wear. The research uses a qualitative data analysis model Miles and Huberman which starts from data collection, data reduction, data display, and conclusion/verification. Then to determine the conclusion based on data that has been through the previous stages then used the Guttman scale Cross Sectional model to see and assess the suitability statement presented researchers with the conditions experienced by the business actors.

The results showed that the local fashion business based on the creative economy in Medan is a type of micro enterprise. The problem faced by local fashion business based on the creative economy in Medan, among others, the price of raw materials, product quality, salespeople, capacity/stock products, competitor products, conditions of sale and income, competitiveness, accidents, unexpected events.

Business development strategy that can be done by local fashion business actors based on the creative economy in the city of Medan is backward integration, market penetration, market development, product development, concentric diversification, diversification Horizontal.

Keywords: development strategies, business, local Fashion, creative economy, risk.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim, Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah Tuhan semesta alam, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga peneliti telah mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Pengembangan Usaha Fashion Lokal Berbasis Ekonomi Kreatif Di Kota Medan”. Penelitian skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari bahwa penelitian skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, terutama kepada kedua orangtua yang tersayang Ummi Mariati Lingga dan Abah Supryadi Siregar yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan selama proses perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Coki Ahmad Syahwier, SE, MP., selaku Ketua Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Inggrita Gusti Sari Nst, SE, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi S- 1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Walad Altsani HR, SE., M.Ec., selaku Dosen Pembimbing peneliti yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti mulai dari awal hingga selesainya skripsi ini.

5. Bapak Coki Ahmad Syahwier, SE, MP., selaku Dosen Penguji I yang telah membantu peneliti melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Ilyda Sudardjat, S.Si., M.Si., selaku Dosen Penguji II yang membantu peneliti melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Ibu Inggrita Gusti Sari Nst, SE, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan, nasehat serta saran dalam menghadapi masa perkuliahan.

8. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan ilmu dan perhatiannya kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

9. Keluarga besar Abah, khususnya Nenek Endut, Seluruh Uwak dan Ibuk yang telah memberikan petuah, semangat dan motivasi sehingga peneliti

(8)
(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis ... 11

2.1.1 Stretegi Pengembangan. ... 11

2.1.1.1 Tipe Strategi ... 12

2.1.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 16

2.1.3. Usaha Mikro ... 18

2.1.4. Fashion ... 20

2.1.3.1. Jenis Fashion ... 22

2.1.5. Ekonomi Kreatif ... 28

2.1.5.1. Peranan Ekonomi Kreatif ... 31

2.1.5.2. Pengembangan Ekonomi Kreatif ... 32

2.1.6. Teori Permintaan dan Penawaran... 33

2.1.6.1. Pengertian Permintaan ... 33

2.1.6.1.1. Penentu Permintaan ... 34

2.1.6.2. Pengertian Penawaran ... 37

2.1.6.2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penawaran ... 39

2.2. Penelitian Terdahulu ... 43

2.3. Kerangka Konseptual ... 55

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 56

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 57

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 57

3.4. Teknik Pengumpulan data ... 59

3.5. Defenisi Operasional ... 59

3.6. Analisis Data ... 60

(10)

3.6.1. Analisis Data ... 60

3.6.1.1. Pengumpulan Data ... 60

3.6.1.2. Reduksi Data ... 61

3.6.1.3. Display Data ... 61

3.6.1.4. Kesimpulan/Verifikasi ... 62

3.6.2. Uji Keabsahan Data... 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Penelitian ... 65

4.1.1. Gambaran Umum Usaha Fashion Lokal Berbasis Ekonomi Kreatif Di Kota Medan ... 65

4.1.2. Profil Usaha ... 65

4.1.2.1. Umur Pemilik Usaha ... 68

4.1.2.2. Pendidikan Terakhir ... 69

4.1.2.3. Lama Usaha ... 69

4.1.3. Oprasional Usaha ... 70

4.1.3.1. Struktur Kepemilikan Usaha ... 70

4.1.3.2. Kategori Tahapan Usaha ... 71

4.1.3.3. Alasan Utama Memulai Usaha ... 71

4.1.3.4. Faktor-Faktor Dalam Menjalankan Usaha 72

4.1.3.5. Jenis Pendanaan ... 73

4.1.3.6. Hal-Hal Yang Dipertimbangkan Sebagai Hambatan Dalam Menjalankan Usaha ... 74

4.1.3.7. Target/Tujuan Pengembangan Usaha Kedepan ... 75

4.1.3.8. Faktor-Faktor Yang Dipertimbangkan Dalam Memutuskan Strategi Usaha ... 76

4.1.4. Informasi Oprasional ... 77

4.1.4.1. Modal Awal ... 77

4.1.4.2. Nilai Modal Saat Ini ... 78

4.1.4.3. Omset Rata-Rata Dalam Periode 1 Tahun 79

4.1.4.4. Persentase Keuntungan Rata-Rata Dalam Periode 1 Tahun ... 80

4.1.4.5. Jumlah Pegawai ... 80

4.1.4.6. Total Biaya Produksi ... 81

4.1.4.7. Lama Produksi ... 82

4.1.4.8. Media Pemasaran ... 83

4.1.4.9. Tenggang Waktu Pemasaran ... 84

4.1.4.10. Hak Atas Kekayaan Intelektual ... 85

4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 86

4.2.1. Risiko ... 87

4.2.1.1. Pendapat Responden Terhadap Pernyataan Terkait Risiko ... 87

4.2.1.2. Pengalaman Responden Ketika Mengalami Risiko ... 88

4.2.1.3. Upaya Responden Mengurangi Risiko ... 90

(11)

4.2.2. Strategi Pengembangan ... 91 4.2.2.1. Strategi Pengembangan Untuk Menghadapi

Risiko ... 91 4.2.3. Ekonomi Kreatif ... 92 4.3. Keterbatasan Penelitian ... 94 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 95 5.2. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA ... 100 LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1. Data Kontribusi Subsektor Ekonomi Kreatif terhadap PDB Tahun 2015 .... 3

1.2. Data Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku dan Kontribusi Ekonomi Kreatif 2010 - 2016 ... 4

1.3. Data Observasi Brand-Brand Street Wear Lokal Kota Medan Tahun 2019 . 7 2.1. Penelitian Terdahulu ... 43

3.1. Data Observasi Brand-Brand Street Wear Lokal Kota Medan Tahun 2019 ... 58

4.1. Data Profil Usaha Berdasarkan Umur Pemilik Usaha ... 68

4.2. Data Profil Usaha Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 69

4.3. Data Profil Usaha Berdasarkan Lama Usaha ... 69

4.4. Data Oprasional Usaha Berdasarkan Struktur Kepemilikan Usaha ... 70

4.5. Data Oprasional Usaha Berdasarkan Kategori Tahapan Usaha ... 71

4.6. Data Oprasional Usaha Berdasarkan Alasan Utama Memulai Usaha ... 72

4.7. Data Oprasional Usaha Berdasarkan Faktor-Faktor Penting dalam Menjalankan Usaha ... 72

4.8. Data Oprasional Usaha Berdasarkan Jenis Pendanaan ... 73

4.9. Data Oprasional Usaha Berdasarkan Hal-Hal Yang Dipertimbangkan Sebagai Hambatan Dalam Menjalankan Usaha ... 74

4.10. Data Oprasional Usaha Berdasarkan Target/Tujuan Pengembangan Usaha Kedepan ... 75

4.11. Data Oprasional Usaha Berdasarkan Faktor-Faktor Yang Dipertimbangkan Dalam Menentukan Strategi Usaha ... 76

4.12. Data Informasi Oprasional Berdasarkan Modal Awal... 77

4.13. Data Informasi Oprasional Berdasarkan Nilai Modal Saat Ini ... 78

4.14. Data Informasi Oprasional Berdasarkan Omset Rata-Rata Dalam Periode 1 Tahun ... 79

4.15. Data Informasi Oprasional Berdasarkan Persentase Keuntungan Rata-Rata Dalam Periode 1 Tahun ... 80

4.16. Data Informasi Oprasional Berdasarkan Jumlah Pegawai... 81

4.17. Data Informasi Oprasional Berdasarkan Total Biaya Produksi ... 82

4.18. Data Informasi Oprasional Berdasarkan Lama Produksi ... 82

4.19. Data Informasi Oprasional Berdasarkan Tenggang Waktu Pemasaran ... 84

4.20. Data Informasi Oprasional Berdasarkan Pendapat Pemilik Usaha Tentang HAKI ... 85

4.21. Data Informasi Oprasional Berdasarkan Usaha Terdaftar/Tidak Terdaftar HAKI ... 86

4.22. Data Pendapat Responden Terhadap Pernyataan Terkait Risiko ... 87

4.23. Data Pengalaman Responden Ketika Mengalami Risiko ... 89

4.24. Data Upaya Responden Mengurangi Risiko... 90

4.25. Data Strategi Pengembangan Untuk Menghadapi Risiko ... 91

(13)

4.26. Data Pendapat Responden Mengenai Pernyataan Tentang Ekonomi Kreatif ... 93

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kerangka Konseptual ... 55 2.2. Analisis Data Model Miles dan Hubberman ... 55 4.1. Data Informasi Oprasional Berdasarkan Media Pemasaran... 83

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1. Kuesioner Penelitian

2. Distribusi Jawaban Responden Penelitian 3. Uji Validitas

4. Foto Penelitian

(16)

Dunia fashion di Indonesia saat ini sedang ramai diperbincangkan. Hal ini sedang ramai diperbincangkan oleh kaum Milenial. Membahas fashion dalam tata cara berpakaian menjadi topik perbincangan yang sering dibahas oleh kaum Milenial. Bukan hanya itu, topik perbincangan mereka juga membahas tentang produk-produk fashion. Bukan hanya membahas produk-produk fashion yang berasal dari luar negeri tetapi juga produk-produk fashion yang berasal dari dalam negeri. Tak hanya menjadi topik perbincangan, fashion juga menjadi hal yang digemari oleh kaum Milenial. Fashion adalah hal yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari manusia. Fashion turut hadir membantu manusia dalam memilih bagaimana tata cara berpakaian yang akan ia gunakan untuk menjalankan kesehariannya. Hal inilah yang menjadi sebab mengapa fashion digemari oleh manusia.

Menurut Poppy Dharsono, tokoh fashion Indonesia yang tidak hanya sebagai pengamat tapi juga praktisi, fashion adalah sebuah kecenderungan gaya yang sedang digemari pada saat itu dan berlaku dalam jangka waktu tertentu.

Menurut Ellen, owner butik Nyla, fashion adalah bagian gaya hidup yang merupakan pilihan pribadi setiap orang, yang bisa membuat diri mereka merasa lebih baik dan nyaman. (Savitrie, 2008: 53-54).

Arti kata fashion itu sendiri memiliki banyak sisi. Menurut Troxell dan Stone dalam bukunya Fashion Merchandising, fashion didefinisikan sebagai gaya

(17)

diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota sebuah kelompok dalam satu waktu tertentu. Dari defenisi-defenisi tersebut dapat terlihat bahwa fashion erat kaitannya dengan gaya yang digemari, kepribadian seseorang, dan rentang waktu.

Maka bisa dimengerti mengapa sebuah gaya digemari bulan ini bisa dikatakan ketinggalan jaman beberapa bulan kemudian. (Savitrie, 2008: 13-14).

Beberapa dekade terakhir sudah banyak pelaku usaha lokal yang sudah dan mau memulai berkecimpung dalam dunia fashion. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan usaha fashion di Indonesia. Fashion merupakan subsektor Ekonomi Kreatif. Sebagai bagian dari subsektor Ekonomi Kreatif, fashion merupakan subsektor yang berpengaruh terhadap kenaikan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Berikut merupakan Data Kontribusi Subsektor Ekonomi Kreatif terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

(18)

Tabel 1.1.

Data Kontribusi Subsektor Ekonomi Kreatif terhadap PDB Tahun 2015

No Subsektor Kontribusi

1 Kuliner 41,69%

2 Fashion 18,15%

3 Kriya 15,70%

4 Televisi dan Radio 7,78%

5 Penerbitan 6,29%

6 Arsitektur 2,30%

7 Aplikasi dan Game Developer 1,77%

8 Periklanan 0,80%

9 Musik 0,47%

10 Fotografi 0,45%

11 Seni pertunjukan 0,26%

12 Desain Produk 0,24%

13 Seni Rupa 0,22%

14 Desain Interior 0,16%

15 Film 0,16%

16 Desain Komunikasi Visual 0,06%

Sumber : Hasil Survei Khusus Ekonomi Kreatif (SKEK), 2016

Ekonomi di Indoensia didominasi oleh 3 subsektor Ekonomi Kreatif.

Subsektor Ekonomi Kreatif yang mendominasi adalah Kuliner, Fashion, Kriya.

Fashion menjadi salah satu dari 3 Subsektor Ekonomi Kreatif yang mendukung perekonomian di Indonesia. Fashion menyumbang 18,15% kepada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tahun 2015. (Survei Khusus Ekonomi Kreatif (SKEK), 2016).

(19)

Tabel 1.2.

Data Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku dan Kontribusi Ekonomi Kreatif 2010 – 2016

No Tahun Kontribusi

1 2010 525,96 T

2 2011 581,54 T

3 2012 638,39 T

4 2013 708,27 T

5 2014 784,87 T

6 2015 852,56 T

7 2016 922,59 T

Sumber : Hasil Survei Khusus Ekonomi Kreatif (SKEK), 2016

Menurut data PDB atas dasar harga berlaku dan kontribusi Ekonomi Kreatif pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2016 mengalami peningkatan secara terus menerus dengan rata-rata peningkatan sebesar 7,45 % pertahun.

(Survei Khusus Ekonomi Kreatif (SKEK), 2016).

Joshua Puji Mulia Simanjuntak, Deputi Pemasaran Bekraf, fashion merupakan salah satu sub-sektor ekonomi kreatif yang menjadi unggulan. Pada tahun 2017, data Outlook Ekonomi Kreatif menunjukkan bahwa subsektor fashion menyumbang 54,54% (US$ 510,90 miliar) terhadap nilai total ekspor sektor ekonoml kreatif pada 2015. Selain itu, subsektor mode itu memliki nllai pendapatan negara terbesar tahun 2016, yakni Rp 166 triliun atau berkontribusi 18,01% terhadap Product Domestic Brutto (PDB) ekonomi kreatif.

(www.swa.co.id, 2018).

Dibalik semua kesuksesan bisnis fashion dibidang retail pakaian dalam berkontribusi untuk memajukan perekonomian di Indonesia. Fashion di Indonesia

(20)

beberapa gerai fashion di Indonesia. Hal ini terjadi bukan karena produk yang dipasarkan tidak laku, melainkan daya beli masyarakat yang berkurang.

Pada tahun 2015, Michael Kurniawan founder brand fashion lokal Trap &

Co. menutup brand fashion yang sudah ia mulai dari tahun 2013. Founder brand fashion lokal Trap & Co. pada tahun 2015 juga membuat Brand fashion lokal kedua sebagai Brand fashion lokal sampingan yaitu Public Culture. Ternyata setelah kedua Brand fashion lokal ciptaannya berproduksi, Public Culture lebih diterima oleh masyarakat. Respon positif dari masyarakat menyebabkan besarnya peluang usaha Brand fashion lokal sampingannya ketimbangan Trap & Co.

sebagai Brand fashion lokal yang lebih dahulu diciptakannya. Oleh sebab itu, Trap & Co. ditutup karena peluang usaha yang kecil serta kurang diterimanya Brand fashion lokal ini di masyarakat. Hal ini dipaparkannya ketika wawancara dengan pemilik channel youtube Maskoolin. (www.youtube.com, 2015).

Pada tahun 2017, departement store Matahari kembali harus menutup beberapa gerainya. Padahal, PT. Matahari Department Store, Tbk telah menutup gerainya pada September lalu di Pasaraya Manggarai dan Blok M. Plaza, Jakarta.

Tepatnya pada 3 Desember dan 31 Desember 2017, gerai Matahari di Taman Anggrek, Jakarta Barat dan Lombok City Center, Nusa Tenggara Barat akan ditutup. (www.idntimes.com, 2017).

Jika Matahari dikabarkan akan menambah gerai di Surabaya, lain halnya dengan Ramayana. Hingga saat ini, Ramayana menutup delapan gerainya di beberapa daerah. Adapun gerai Ramayana yang ditutup berlokasi di Banjarmasin,

(21)

Bulukumba, Gresik, Bogor, Pontianak, Sabang, dan Surabaya. Kabarnya, penutupan ini hanya bersifat sementara (www.idntimes.com, 2017).

Kembali kepada keadaan fashion di Indonesia. Trand fashion yang sedang marak digemari anak muda sekarang ini adalah “Street Wear”. Dalam wawamcara antara CNBC Indonesia dengan Isser Whitey James, seorang kolektor sneakers sekaligus pemilik toko Badass Monkey menarik jauh pada sejarah street wear untuk mengedukasi fenomena tersebut. Pada era 90-an, budaya skate sedang marak di California, Amerika Serikat. Lalu muncul-lah orang-orang yang membuat toko pakaian di level jalanan sperti Stüssy, Diamond Supply Co., Undefeated, sampai The Hundreds. (www.cnbcindonesia.com, 2019).

Produk-produk fashion yang berasal dari dalam negeri saat ini sudah mampu bersaing dengan produk-produk fashion yang berasal dari luar negeri.

Hastag #LocalPride juga menjadi dasar dalam keputusan pembelian konsumen untuk membeli produk-produk fashion lokal. Mencintai produk dalam negeri merupakan bukti nasionalisme kebangsaan. Rasa nasionalisme yang tinggi terhadap konsumsi produk dalam negeri menjadikan konsumen beralih dari yang sebelumnya membeli produk-produk fashion yang berasal dari luar negeri kini membeli produk-produk fashion yang berasal dari dalam negeri.

Dunia fashion yang sedang ramai diperbincangkan juga merambat ke daerah-daerah. Kota Medan menjadi salah satu dari 5 kota besar di Indonesia yang mengalami dampak positif dari pesatnya perkembangan dunia fashion. Beberapa brand fashion dikota Medan layak untuk diperhitungkan sebab brand-brand itu memiliki daya saing dengan brand-brand yang berasal dari luar Kota Medan.

(22)

Event-event yang bertemakan fashion juga mulai sering dibuat dikota Medan.

Antusias brand-brand fashion dikota Medan sangat tinggi untuk meramaikan suasana fashion di Indonesia yang sedang mengalami perkembangan.

Tabel 1.3.

Data Obsevasi Brand-Brand Street Wear Lokal Kota Medan Tahun 2019 No Nama Usaha

1 Snoozle 2 Tortoui 3 Diatrema 4 Kydi.Me 5 Sarkas 6 Forlyfe 7 Moongear 8 Godart 9 Swb 10 Wingskie 11 Illegal Behavior 12 Kokila Id 13 Dimitry 14 Habits

15 Fuse Concept Sumber : Hasil Observasi

Menurut hasil observasi, terdapat 15 brand-brand lokal Kota Medan bergerak dalam bidang fashion Street Wear. Beberapa brand-brand lokal Kota Medan itu tergabung dalam Medan Clothing Syndicate. Sindikat brand-brand lokal Kota Medan ikut meramaikan dunia fashion di Indonesia.

Dalam upaya mengembangakan usahanya. Founder brand fashion lokal Ara (VOYAJ), Direz (BLUESVILLE), dan Michael Kurniawan (PUBLIC CULTURE) menyebutkan strategi-strategi dalam mengembangkan usaha mereka, yaitu : fokus dalam berbisnis, harus memiliki konsep dan keorisinilan, niat,

(23)

memiliki produk andalan, menciptakan suatu bisnis yang berkepanjangan, memiliki komitmen, learning by doing. Selalu belajar, mengevaluasi dan merevisi kesalahan, memiliki rencana, dan menggali terus-menerus bidang yang digeluti.

(www.youtube.com, 2018).

Para pelaku usaha fashion melakukan strategi-strategi untuk mendatangkan konsumen. Strategi yang saat ini digunakan oleh para pelaku usaha fashion adalah Strategi Penetrasi Pasar. Dimana Strategi ini digunakan untuk meningkatkan pangsa pasar produk/jasa saat ini melalui upaya pemasaran yang lebih besar. Terdapat beberapa strategi lain yang dapat digunakan oleh para pelaku usaha fashion. Sehingga beberapa strategi-strategi lain yang dapat digunakan inilah yang akan saya teliti agar dapat berguna untuk mengembangkan usaha.

Berdasarkan latar belakang ini, saya akan meneliti fenomena-fenomena yang terjadi. Maka, lahirlah judul skripsi saya yaitu “Strategi Pengembangan Usaha Fashion Lokal Berbasis Ekonomi Kreatif di Kota Medan”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gambaran umum usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan?

2. Apa saja kendala yang dihadapi oleh para pelaku usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan?

3. Bagaimana solusi dan strategi pengembangan usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan?

(24)

4. Bagaimana keterkaitan strategi pengembangan usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan dengan teori pertumbuhan ekonomi menurut Schumpeter?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui gambaran umum usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan.

2. Mengetahui serta mengidentifikasi permasalahan apa saja yang dihadapi oleh para pelaku usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan.

3. Mengetahui solusi dan strategi dalam mengembangkan usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan.

4. Mengetahui keterkaitan strategi pengembangan usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan dengan teori pertumbuhan ekonomi menurut Schumpeter?

1.3.2. Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, sebagai tambahan informasi dan disiplin ilmu, menambah ilmu pengetahuan.

2. Bagi peneliti lain dan akademik, sebagai tambahan informasi dan disiplin ilmu, menambah ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya di bidang yang sama.

(25)

3. Bagi pelaku usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif, diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapinya sehingga mampu mengembangkan usaha mereka.

4. Bagi calon pelaku usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif, sebagai tambahan informasi dan kiat-kiat dalam memulai usaha yang akan mereka bangun.

5. Bagi Pemerintah, diharapkan dapat berperan serta dalam mendukung pemberdayaan usaha fashion lokal berbasis ekonomi kreatif di Kota Medan untuk ke depannya.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis

2.1.1. Strategi Pengembangan

Menurut Siagian (2004), strategi adalah serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh menejemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut. (Abdillah, 2014 : 5).

Menurut Januch dan Glueck (1991), strategi adalah rencana yang disatukan, luas dan integrasi yang menghubungkan keunggulan strategis perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yangt dirancang untuk memastikan bahwa tujuan dari perusahaan itu dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya.

(Abdillah, 2014 : 5).

Menurut Ismail Solihin (2012), strategi didefenisikan sebagai berbagai cara untuk mencapai tujuan. Sejalan dengan perkembangan konsep manajemen strategik, strategi tidak hanya didefenisikan sebagai cara untuk mencapai tujuan karena strategi dalam konsep manajemen strategik mencakup juga penetapan berbagai tujuan itu sendiri yang diharapkan akan menjamin terpeliharanya keunggulan kompetitif perusahaanya. (Abdillah, 2013 : 9).

(27)

.Menurut ME Porter, tujuan utama pembuatan strategi oleh perusahaan adalah agar perusahaan mampu menghadapi perubahan lingkungan dalam jangka panjang. (Abdillah, 2013 : 9).

Menurut Ismail Solihin (2012), Strategi bisnis (business Strategy) merupakan strategi yang dibuat pada level unit bisnis dan strateginya lebih ditekankan untuk meningkatkan posisi bersaing produk atau jasa perusahaan di dalam suatu industri atau segmen pasar tertentu. Strategi bisnis sering juga disebut strategi bisnis secara fungsional karena strategi ini berorientasi pada fungsi0fungsi kegiatan manajemen, seperti strategi pemasaran, strategi produksi atau operasional, strategi distribusi, strategi organisasi, dan strategi-strategi yang berhubungan dengan keuangan.

(Abdillah, 2013 : 9).

2.1.1.1. Tipe Strategi

Strategi bisnis dapat dikembangkan melalui beberapa Strategi alternatif. Menurut David (2006:227) mengenai strategi alternatif yang dapat dijalankan sebuah perusahaan dikategorikan dalam 12 tindakan, yaitu:

1. Integrasi ke Depan (forward integration)

Melibatkan akuisisi kepemilikan atau peningkatan kontrol atas distributor atau pengecer. Strategi akan efektif jika distributor sangat mahal/tidak dapat diandalkan/tidak mampu memenuhi kebutuhan perusahaan, ketersediaan distributor yang berkualitas sangat terbatas, keuntungan

(28)

produksi yang stabil sangat tinggi, dan distributor/pengecer memiliki margin laba yang tinggi.

2. Integrasi ke Belakang (backward integration)

Strategi untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pemasok perusahaan. Strategi ini sangat cocok ketika pemasok perusahaan saat ini tidak dapat diandalkan, terlalu mahal, atau tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan.

3. Integrasi Horizontal (horizontal integration)

Mengacu pada strategi yang mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pesaing perusahaan.

Strategi ini bisa menjadi efektif apabila perusahaan bisa mendapatkan karakteristik monopolistik dalam area atau daerah tertendu tanpa ditentang oleh pemerintah, perusahaan bersaing dalam industri yang berkembang, perusahaan memiliki talenta manusia dan modal yang dibutuhkan untuk mengelola organisasi.

4. Penetrasi Pasar (market penetration)

Strategi ini berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk/jasa saat ini melalui upaya pemasaran yang lebih besar. Penetrasi pasar mencakup meningkatkan jumlah tenaga penjual, meningkatkan jumlah belanja iklan,

(29)

menawarkan promosi penjualan yang ekstensif, atau meningkatkan usaha publisitas.

5. Pengembangan Pasar (market development)

Melibatkan perkenalan produk yang ada saat ini ke area geografi yang baru. Strategi ini akan bekerja efektif ketika tersedia jaringan distribusi baru yang dapat diandalkan, perusahaan sangat berhasil dalam apa yang dilakukannya, ada pasar yang belum tersentuh atau belum jenuh, perusahaan kelebihan kapasitas produksi.

6. Pengembangan Produk (product development)

Strategi yang mencari peningkaan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk/jasa saat ini.

Pengembangan produk biasa melibatkan biaya litbang yang besar. Strategi ini akan bekerja efektif jika perusahaan memiliki produk yang berhasil, bersaing dalam satu industri, produk pesaing berkualitas lebih baik, bersaing dalam industri yang tumbuh cepat, memiliki kemampuan litbang yang kuat.

7. Diversifikasi Konsentrik (concentric diversification)

Menambah produk atau jasa baru, tetapi berhubungan. Strategi ini efektif ketika penambahan produk yang baru, tetapi berkaitan, akan secara signifikan

(30)

mendorong penjualan produk saat ini, dapat ditawarkan pada harga yang kompetitif.

8. Diversifikasi Horizontal (horizontal diversification)

Menambahkan produk atau jasa baru, yang tidak berkaitan, untuk pelanggan. Strategi ini tidak seberisiko diversifikasi konglomerat karena perusahaan seharusnya sudah lebih kenal dengan pelanggan saat ini. Strategi ini menjadi efektif ketika pendapatan yang dihasilkan produk atau jasa perusahaan saat ini akan meningkat secara signifikan dengan penambahan produk baru, yang tidak berkaitan.

9. Diversifikasi Konglomerat

Menambahkan produk atau jasa baru, yang tidak berkaitan. Strategi ini akan berjalan efektif ketika industri dasar perusahaan mengalami penurunan penjualan dan laba, perusahaan memiliki modal dan talenta manajerial yang dibutuhkan untuk bersaing di industri baru, pasar produk perushaaan saat ini sudah jenuh.

10. Retrenchment

Strategi ini disebut juga sebagai berputar (turn- around) atau strategi reorganisasi. Retrenchment didesain untuk memperkuat kompetensi dasar organisasi yang unik.

Strategi ini akan efektif ketika perusahaan adalah salah satu

(31)

dari pesaing yang paling lemah di industri, perusahaan terbebani oleh ketidakefisienan, dan profitabilitas yang rendah.

11. Divestasi (divestiture)

Menjual satu divisi atau bagian dari suatu organisasi. Divestasi sering digunakan untuk meningkatkan modal untuk akuisisi strategis atau investasi lebih lanjut.

Strategi ini akan berjalan efektif ketika perusahaan gagal dalam menjalankan strategi retrenchment, ketika sejumlah besar uang dibutuhkan secara cepat dan tidak dapat diperoleh secara wajar dari sumber lainnya.

12. Likuidasi

Menjual seluruh aset perusahaan, secara terpisah- pisah atau sepotong-sepotong, untuk nilai riilnya. Likuidasi adalah pengakuan atas kekalahan, konsekuensinya dapat menjadi strategi yang sulit secara emosional. Tetapi, mungkin lebih baik menghentikan operasi dibandingkan terus kehilangan sejumlah besar uang.

2.1.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Proses perkembangan ekonomi menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah para inovator atau entrepreneur (wiraswasta). Kemajuan

(32)

ekonomi suatu masyarakat hanya bisa diterapkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur. (Astutiningsih dan Sari, 2017).

Dalam membahas perkembangan ekonomi, Schumpeter membedakan pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan “teknologi” produksi itu sendiri. (Astutiningsih dan Sari, 2017).

Dilansir dari situs Wordpress yang dirilis oleh akun Putri Prafanda, Unsur utama pembangunan terletak pada usaha melakukan kombinasi yang baru, yang ada dalam keadaan mantap. Kombinasi baru ini muncul dalam bentuk inovasi. Menurut Schumpeter ada 5 macam kegiatan yang termasuk sebagai inovasi :

1. Pengenalan produk baru.

2. Pengenalan metode produksi baru.

3. Pembukaan pasar baru.

4. Penguasaan sumber penawaran baru, baik bahan mentah atau barang semi manufaktur.

5. Pembentukan organisasi baru pada setiap industry seperti penciptaan monopoli.

(33)

Adapun syarat terjadinya inovasi, yaitu :

1. Adanya calon pelaku inovasi (inovator dan wiraswasta) dalam masyarakat.

2. Adanya lingkungan sosial, politik dan teknologi untuk merangsang semangat inovasi dan pelaksanaan ide-ide untuk berinovasi.

2.1.3. Usaha Mikro

Sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro didefinisikan sebagai usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan batasan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu untuk industri rumah tangga memiliki jumlah tenaga kerja 1 sampai 4 orang, usaha kecil memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang. (Susanti, 2009).

Berdasarkan kekayaan dan hasil penjualan, menurut Undang- Undang Nomor 20 tahun 2008 pasal 6, kriteria usaha mikro yaitu:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(34)

Sulistyastuti (2004) menyebutkan ada empat alasan yang menjelaskan posisi strategis UMKM di Indonesia. Pertama, UMKM tidak memerlukan modal yang besar sebagaimana perusahaan besar sehingga pembentukan usaha ini tidak sesulit usaha besar. Kedua, tenaga kerja yang diperlukan tidak menuntut pendidikan formal tertentu. Ketiga, sebagian besar berlokasi di pedesaan dan tidak memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar. Keempat, UMKM terbukti memiliki ketahanan yang kuat ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi. (Utama, 2013).

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, UMKM juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. UMKM diharapkan mampu memanfaatkan sumber daya nasional, termasuk pemanfaatan tenaga kerja yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang maksimum. Rahmana (2009) menambahkan UMKM telah menunjukkan peranannya dalam penciptaan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Usaha kecil juga memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di sektor-sektor industri, perdagangan dan transportasi. Sektor ini mempunyai peranan cukup penting dalam penghasilan devisa negara melalui usaha pakaian jadi

(35)

(garment), barang-barang kerajinan termasuk meubel dan pelayanan bagi turis. (Utama, 2013).

2.1.4. Fashion

Aspek fashion semakin menyentuh kehidupan sehari-hari setiap orang. Fashion mempengaruhi apa yang kita kenakan, kita makan, bagaimana kita hidup, dan bagaimana kita memandang diri sendiri.

Fashion juga memicu pasar dunia untuk terus berkembang, produsen untuk berproduksi, pemasar untuk menjual dan konsumen untuk membeli.

Cara berpakaian yang mengikuti fashion juga memperlihatkan kepribadian dan idealisme kita. (Savitrie, 2008: 13).

Fashion sekarang ini adalah bisnis yang cukup besar dan menguntungkan. Seperti dikatakan oleh Jacky Mussry, Partner / Kepala Divisi Consulting & Research Mark Plus&Co, bahwa gejala ramai- ramainya berbagai produk mengarah ke fashion muncul tatkala konsumen makin ingin diakui jati diri sebagai suatu pribadi. Karena itu, mereka sengaja membentuk identitasnya sendiri dan kemudian bersatu dengan kelompok yang selaras dengannya. Inilah kebanggaan seseorang jika bisa masuk ke dalam apa yang sedang menjadi kecenderungan umum, karena berarti ia termasuk fashionable alias modern karena selalu mengikuti mode. (Savitrie, 2008: 13).

Arti dari kata fashion itu sendiri memiliki banyak sisi. Menurut Troxell dan Stone dalam bukunya Fashion Merchandising, fashion didefinisikan sebagai gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas

(36)

anggota sebuah kelompok dalam satu waktu tertentu. Dari definisi-definisi tersebut dapat terlihat bahwa fashion erat kaitannya dengan gaya yang digemari, kepribadian seseorang, dan rentang waktu. Maka bisa dimengerti mengapa sebuah gaya yang digemari bulan ini bisa dikatakan ketinggalan jaman beberapa bulan kemudian. (Savitrie, 2008: 14).

Menurut Solomon dalam bukunya ’Consumer Behaviour:

European Perspective’, fashion adalah proses penyebaran sosial (social- diffusion) dimana sebuah gaya baru diadopsi oleh kelompok konsumen.

Fashion atau gaya mengacu pada kombinasi beberapa atribut. Dan agar dapat dikatakan ’in fashion’, kombinasi tersebut haruslah dievaluasi secara positif oleh sebuah reference group. (Savitrie, 2008: 13-14).

Fashion dapat dikategorikan berdasarkan di kelompok mana mereka terlihat. High fashion mengacu pada desain dan gaya yang diterima oleh kelompok fashion leaders yang eksklusif, yaitu konsumen- konsumen yang elit dan mereka yang paling pertama mengadaptasi perubahan fashion. Gaya yang termasuk high fashion biasanya diperkenalkan, dibuat, dan dijual dalam jumlah yang terbatas dan relatif mahal kepada socialites, artis, selebritis dan fashion inovators. Sedangkan mass fashion atau volume fashion mengacu pada gaya dan desain yang diterima publik lebih luas. Jenis fashion ini biasanya diproduksi dan dijual dalam jumlah banyak dengan harga murah sampai sedang. Karena penelitian ini ditujukan untuk memahami perilaku konsumen secara

(37)

umum, maka fokus pembahasan jatuh pada mass fashion dimana dapat dinikmati masyarakat pada umumnya. (Savitrie, 2008: 15-16).

2.1.4.1. Jenis Fashion

Terdapat beberapa jenis-jenis fashion yang dapat kita jumpai di dunia (www.Kumparan.com, 2018), yaitu ;

1. Chic

Chic berasal dari kata Prancis yang berarti keterampilan dan keanggunan. Dengan arti lain, Chic Fashion ini menjadikan seseorang stylish tanpa menjadi budak dari fashion, yang menggambarkan seseorang yang modis, tetapi tidak terikat atau tidak harus mengikuti tren yang diikuti kebanyakan orang yang ada pada zaman itu. Seseorang yang mengikuti fashion chic ini juga memiliki selera yang tidak terikat, tetapi selalu mengembangkan gayanya menjadi modern tetapi unik.

2. Haute Couture

Adibusana adalah kata yang ditetapkan dalam Bahasa Indonesia untuk menggambarkan fashion yang satu ini. Gaya ini memiliki teknik pembuatan pakaian level tinggi yang dibuat khusus bagi yang memesan. Memakai bahan kualitas terbaik, dengan hiasan mendetail dan tentu saja membutuhkan waktu yang lama untuk membuatnya begitu spesial.

(38)

3. Casual

Gaya casual merupakan gaya berpakaian yang digunakan pada waktu santai, selalu beridentik dengan kaos, celana jeans, flat shoes, dan sepatu sneakers.

4. Edgy Style

Secara harfiah, istilah 'edgy style' adalah "tajam". Tajam yang dimaksud ialah gaya ini memiliki mode atau menerapkan penampilan yang berkarakter 'garang' yang menunjukkan ciri khasnya yaitu lebih banyak memadukan banyak warna hitam (mulai dari kaos, jaket, sweater) dengan aksesoris lainnya.

5. Classy

Gaya ini artinya berkelas, yang selalu identik dengan barang-barang yang mewah, yang biasa dipakai oleh orang-orang kelas atas.

6. Capsule Wardobe

Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh seorang pemilik butik di London, Inggris yang bernama Susie Faux pada tahun 70- an. Lalu, pada 1985, fashion designer asal Amerika, Donna Karan, memopulerkan capsule wardrobe dengan mengeluarkan capsule collection untuk baju kerja yang diberi nama Seven Easy Pieces Collection.

(39)

7. Faux Pas

Istilah ini dipopulerkan oleh Louis XIV. Dalam Bahasa Prancis, kata Faux Pas sendiri artinya 'melenceng' yang berarti seseorang yang mengikuti fashion ini akan memiliki penampilan yang tidak sesuai dengan dress code atu tren mode yang ada saat ini.

8. Pret-a-Porter

Istilah 'siap pakai' dalam bahasa indonesia digunakan untuk mengartikan istilah asing ini. Ya, istilah Pret-a-Porter dalam bahasa Prancis ini juga biasa dikenal dengan sebutan Ready to Wear (RTW). Istilah ini digunakan untuk menjelaskan koleksi suatu label yang diproduksi secara massal yang dibuat berdasarkan ukuran standar internasional (S, M, L, XL, dll).

9. Monochrome

Mode fashion yang satu ini mungkin terbilang simple.

Seperti yang dikenal biasanya, monokrom ini hanya identik dengan dua warna, yaitu hitam dan putih. Namun, seiring perkembangan mode ini menambah satu warna lagi yaitu percampuran antara hitam dan putih. Ya, abu-abu.

10. Fashion Du Jour

Secara literal, du jour adalah of the day dalam Bahasa Inggris. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan tentang gaya berpakaian yang sedang tren pada zaman itu.

(40)

11. Fashion Editrix

Editrix diambil dari perpaduan kata dalam bahasa inggri yakni Editor dan Dominatrix. Biasanya panggilan ini ditujukan untuk editor majalah fashion yang sudah berada di posisi pimpinan senior, di mana mereka yang sudah membawa pengaruh besar buat industri mode dunialah yang dijuluki dengan istilah fashion editrix.

Fashion editrix sendiri juga selalu memiliki hot topic yang bisa selalu dibahas dan akan menjadi perhatian khusus bagi para designer. Contoh dari fashion editrix ini adalah Anna Wintour, sebagai Editor-in-Chief majalah Vogue USA sejak tahun 1988.

12. Vintage

Istilah vintage sebenarnya ditujukan untuk barang ataupun pakaian, aksesori, dan sepatu yang berumur minimal 20 tahun.

Tetapi, seiring berjalannya waktu terjadi pergeseran makna yang membuat arti dari fashion ini adalah gaya berpakaian ala tahun 70- an dan 80-an.

13. Retro

Istilah retro sendiri berasal dari kata retrospective yang menuju kepada barang yang dibuat masa kini tetapi mengambil model atau terinspirasi dari gaya busana di era sebelumnya. Retro juga bisa diartikan sebagai fashion yang sudah tidak ngetren lagi tetapi umurnya masih di bawah 20 tahunan.

(41)

14. Oversized

Oversized artinya adalah kebesaran atau pakaiannya melebihi dari ukuran tubuh pemakai.

15. Fashionista

Istilah ini kerap digunakan untuk sebutan semua orang yang berkecimpung di dunia fashion. Baik dari designer, model, fotografer, penulis fashion atau siapapun yang bergelut dalam bidang industri fashion.

16. Avant-Grade

Dalam bahasa Inggris, avant garde merupakan bentuk kata sifat yang merujuk kepada orang atau karya yang bersifat kreatif, unik, dan eksperimental, atau inovatif dalam desain serta teknik pengerjaannya, terutama sebagai bentuk penghormatan terhadap kultur atau kebudayaan, seni, dan politik. Busana ini menembus batas konvensional yang menciptakan bentuknya sendiri sehingga terlalu dipandang eksentrik oleh orang awam.

17. Layering

Secara harfiah, istilah Layering artinya adalah lapisan.

Namun, jika dalam dunia mode, layering berarti "menumpuk".

Maksudnya menumpuk adalah memadukan beberapa item sekaligus untuk menciptakan gaya yang lebih stylish.

(42)

18. Street Wear

Street wear adalah gaya khas fashion jalanan. Street wear memiliki gaya secara konstan dengan jenis pakaian yang umumnya berpusat pada pakaian casual, celana seperti jeans, t-shirt, topi bisbol, dan sepatu kets.

19. Sophisticated

Istilah ini memiliki makna untuk menggambarkan seseorang yang memiliki selera tinggi dan berkelas. Fashion ini berusaha menunjukkan status, hak istimewa, dan keunggulannya.

Seseorang yang memiliki gaya ini selalu memakai balutan yang sempurna, tidak berlebihan namun selalu menarik perhatian untuk estetikanya.

20. Outwear

Outwear memiliki arti yaitu busana bagian luar yang biasa dipakai sebagai pelengkap dalam penampilan. Istilah ini biasanya dipakai untuk menyebutkan pakaian luaran seperti jaket, kardigan, blazer, mantel, dan lainnya.

21. Outfit

Istilah outfit mengartikan keseluruhan fashion yang sedang dikenakan saat itu. Outfit of The Day ini biasa dipakai untuk menjelaskan item fashion yang dikenakan pada hari itu juga.

(43)

22. Androgynous Style

Salah satu alasan kenapa kaum hawa bisa lebih bebas berekspresi dalam hal fashion adalah karena perempuan bisa lebih fleksibel menggunakan gaya buasana pria. Nah, gaya yang terinspirasi dari cara pria berpakaian ini disebut dengan istilah androgynous style. Beberapa contoh androgynous style, antara lain blazer, oxford shoes, dan celana lurus.

2.1.5. Ekonomi Kreatif

Era ekonomi kreatif merupakan pergeseran dari era ekonomi pertanian, era industrialisasi, dan era informasi. Menurut Departemen Perdagangan RI (2009, h.5), Industri Kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan memberdayakan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Simatupang (2008, h.69) juga menjelaskan bahwa industri kreatif adalah industri yang mengandalkan talenta, keterampilan, dan kreativitas yang merupakan elemen dasar setiap individu. Unsur utama industri kreatif adalah kreativitas, keahlian, dan talenta yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui penawaran kreasi intelektual. Sementara itu, di kalangan para pakar dalam bidang tersebut, nampaknya tidak ada perbedaan pengertian yang mendasar antara Ekonomi Kreatif dengan Industri Kreatif. Ditinjau dari aspek kebutuhan praktis, sebenarnya bukan merupakan persoalan yang serius. Secara umum dapat dikatakan bahwa

(44)

keduanya mengandung pengertian sebagai aktivitas berbasis kreativitas yang berpengaruh terhadap perekonomian atau kesejahteraan masyarakat.

(Fitriana, 2014).

Lingkup kegiatan dari ekonomi kreatif dapat mencakup banyak aspek.

Departemen Perdagangan (2008, h.4) mengidentifikasi setidaknya 14 sektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif, yaitu:

1. Periklanan.

2. Arsitektur.

3. Pasar Barang Seni.

4. Kerajinan (handicraft).

5. Desain.

6. Fashion.

7. Film, video, dan fotografi.

8. Permainan interaktif.

9. Musik.

10. Seni pertunjukan.

11. Penerbitan dan percetakan.

12. Layanan komputer dan piranti lunak.

13. Radio dan Televisi.

14. Riset dan Pengembangan.

Bisa dilihat luasan cakupan ekonomi kreatif tersebut, sebagian besar merupakan sektor ekonomi yang tidak membutuhkan skala produksi dalam jumlah besar. Tidak seperti industri manufaktur yang berorientasi

(45)

pada kuantitas produk, industri kreatif lebih bertumpu pada kualitas sumber daya manusia. Industri kreatif justru lebih banyak muncul dari kelompok industri kecil menengah. (Fitriana, 2014).

Ekonomi kreatif terdiri dari kelompok luas profesional, terutama mereka yang berada di dalam industri kreatif yang memberikan sumbangan terhadap garis depan inovasi. Mereka seringkali mempunyai kemampuan berpikir menyebar dan mendapatkan pola yang menghasilkan gagasan baru. Claire (2009) menulis tentang bagaimana menumbuhkan ekonomi kreatif di Tacoma, USA dengan menggunakan sebuah eksperimen yang diberi nama “Tacoma Experiment”. Dalam eksperimen ini direkrut 30 orang dengan latar belakang profesi dari berbagai bidang, diantaranya adalah dari bidang bisnis, pemerintahan, pendidikan, pekerja seni, dan bidang non-profit untuk bekerja selama setahun. Proses proyek eksperimen ini lebih kepada bagaimana 30 orang tersebut saling menjaga komunikasi antara satu dengan lainnya sehingga tercipta hubungan yang baik antara masing-masing orang. (Utama, 2013).

Industri kreatif merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi kreatif. Istilah industri kreatif sendiri memiliki definisi yang beragam. Definisi industri kreatif yang saat ini banyak digunakan oleh pihak yang berkecimpung dalam industri kreatif adalah definisi berdasarkan UK DCMS Task Force dalam Primorac (2006) : “Creative Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill and talent, and which have a potential for wealth and job

(46)

creation through the generation and exploitation of intellectual property and content”. (Utama, 2013).

2.1.5.1. Peranan Ekonomi Kreatif

Kathrin Muller, Christian Rammer, dan Johannes Truby (2008) mengemukakan tiga peran industri kreatif terhadap inovasi ekonomi dalam penelitiannya di Eropa. Yang pertama, industri kreatif adalah sumber utama dari ide-ide inovatif potensial yang berkontribusi terhadap pembangunan/inovasi produk barang dan jasa. Kedua, industri kreatif menawarkan jasa yang dapat digunakan sebagai input dari aktivitas inovatif perusahaan dan organisasi baik yang berada di dalam lingkungan industri kreatif maupun yang berada diluar industri kreatif. Terakhir, industri kreatif menggunakan teknologi secara intensif sehingga dapat mendorong inovasi dalam bidang teknologi tersebut. Industri kreatif digambarkan sebagai kegiatan ekonomi yang berkeyakinan penuh pada kreativitas individu. (Utama, 2013).

Industri kreatif perlu dikembangkan di Indonesia karena memiliki beberapa alasan. Pertama, dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan seperti peningkatan lapangan pekerjaan, peningkatan ekspor, dan sumbangannya terhadap PDB. Kedua, menciptakan iklim bisnis positif yang berdampak pada sektor lain.

Ketiga, membangun citra dan identitas bangsa seperti turisme, ikon Nasional, membangun budaya, warisan budaya, dan nilai lokal.

(47)

Keempat, berbasis kepada sumber daya yang terbarukan seperti ilmu pengetahuan dan peningkatan kreatifitas. Kelima, menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa. Terakhir, dapat memberikan dampak sosial yang positif seperti peningkatan kualitas hidup dan toleransi sosial. (Utama, 2013).

2.1.5.2. Pengembangan Ekonomi Kreatif

Konsep Ekonomi Kreatif perlu dikembangkan di Indonesia karena (pertama) memberi Multiple-Effect dalam ekonomi. Selain secara statistik keberadaan industri kreatif meningkatkan PDB, konsep ini juga banyak menyerap tenaga kerja. Ekonomi Kreatif tidak berproses sendiri, dengan efek hasil yang kecil. Industri ini menghidupkan industri lain, seperti pengolahan, kemasan, distribusi transportasi periklanan, desain produk, jasa dan sewa lahan lalu menciptakan lapangan pekerjaan baru. (kedua) Sumber daya utamanya terbarukan, tidak terbatas, serta berkelanjutan.

Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, konsep ekonomi kreatif tidak melakukan eksploitasi secara masif kepada sumber daya alam, berkelanjutan di masa yang akan datang dan tentunya ramah terhadap lingkungan. (ketiga) Menghidupkan iklim persaingan terhadap pelaku ekonomi dengan kompetitornya. Memiliki usaha di era Ekonomi Kreatif itu lebih menarik dari pada era ekonomi sebelumnya, karena sudah ada media massa, cetak dan online.

(48)

Usaha yang kita miliki tidak hanya dapat kita jual terbatas, tetapi luas dan dapat diekspansi karena pertukaran informasi yang tidak terbatas. Konten digital menjadi pilihan utama di era kekinian.

(keempat) Memicu pola piker masyarakat menjadi lebih kreatif, inovatif, serta peka terhadap isu sekitar. Masyarakat juga dituntut untuk lebih melek teknologi, dengan keterbatasan yang ada dan talenta yang dimiliki. Hal tersebut menjadi titik acuan masyarakat untuk lebih maju dan menciptakan hal serta produk-produk baru dalam memenuhi kebutuhannya. (kelima) Sebagai branding suatu daerah, pembentukan identitas dan icon. Suatu daerah, kota atau provinsi dapat menjadikan konsep Ekonomi Kreatif sebagai strategi pengembangan daerahnya, sekaligus branding citra diri daerahnya.

(Hutabarat, 2015).

2.1.6. Teori Permintaan dan Penawaran 2.1.6.1. Pengertian Permintaan

Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu harga dan waktu tertentu. Permintaan berkaitan dengan keinginan konsumen akan suatu barang dan jasa yang ingin dipenuhi. Dan kecenderungan permintaan konsumen akan barang dan jasa tak terbatas. (basuki, 2020).

Hukum permintaan dibuat oleh Alfred Marshall setelah mengkaji data antara tingkat harga dengan permintaan (inipun dengan batasan yang sangat ketat), lalu diperoleh nilai hubungan

(49)

yang negatif sehingga dibuatlah satu kesimpulan bahwa ada hubungan terbalik antara harga terhadap permintaan, lalu dijadikan prinsip dasar teori permintaan. (basuki, 2020).

2.1.6.1.1. Penentu Permintaan

Faktor-faktor penentu permintaan suatu komoditi adalah sebagai berikut :

a. Harga barang itu sendiri.

Harga barang akan memengaruhi jumlah barang yang diminta. Jika harga naik jumlah permintaan barang tersebut akan menurun, sedangkan jika harga turun maka jumlah permintaan barang akan meningkat.

b. Harga barang substitusi (pengganti).

Harga barang dan jasa pengganti (substitusi) ikut memengaruhi jumlah barang dan jasa yang diminta. Apabila harga dari barang substitusi lebih murah maka orang akan beralih pada barang substitusi tersebut. Akan tetapi jika harga barang substitusi naik maka orang akan tetap menggunakan barang yang semula.

c. Harga barang Komplementer (pelengkap).

Barang pelengkap juga dapat memengaruhi permintaan barang/jasa.

(50)

d. Jumlah pendapatan.

Besar kecilnya pendapatan yang diperoleh seseorang turut menentukan besarnya permintaan akan barang dan jasa. Apabila pendapatan yang diperoleh tinggi maka permintaan akan barang dan jasa juga semakin tinggi.

Sebaliknya jika pendapatannya turun, maka kemampuan untuk membeli barang juga akan turun. Akibatnya jumlah barang akan semakin turun.

e. Selera konsumen.

Selera konsumen terhadap barang dan jasa dapat memengaruhi jumlah barang yang diminta. Jika selera konsumen terhadap barang tertentu meningkat maka permintaan terhadap barang tersebut akan meningkat pula.

f. Intensitas kebutuhan konsumen.

Intensitas kebutuhan konsumen berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta. Kebutuhan terhadap suatu barang atau jasa yang tidak mendesak, akan menyebabkan permintaan masyarakat terhadap barang atau jasa tersebut rendah. Sebaliknya jika kebutuhan terhadap barang atau jasa sangat mendesak maka permintaan masyarakat terhadap barang atau jasa tersebut menjadi meningkat.

(51)

g. Perkiraan harga di masa depan.

Apabila konsumen memperkirakan bahwa harga akan naik maka konsumen cenderung menambah jumlah barang yang dibeli karena ada kekhawatiran harga akan semakin mahal. Sebaliknya apabila konsumen memperkirakan bahwa harga akan turun, maka konsumen cenderung mengurangi jumlah barang yang dibeli.

h. Jumlah penduduk.

Pertambahan penduduk akan memengaruhi jumlah barang yang diminta. Jika jumlah penduduk dalam suatu wilayah bertambah banyak, maka barang yang diminta akan meningkat.

Dari penentu permintaan tersebut dapat diturunkan hubungan antara penentu permintaan dengan jumlah permintaan suatu barang sebagai berikut:

Qdx = f (Px, Py, Y, S, ………) Dimana :

Qdx = jumlah yang diminta Px = harga barang itu sendiri Py = harga barang lain Y = pendapatan konsumen S = selera

(52)

Agar lebih mudah memahami teori permintaan maka kita asumsikan factor lain selain harga barang itu sendiri kita asumsikan tidak berubah (ceteris paribus), sehingga didapatkan fungsi permintaan sebagai berikut :

Qdx = f (Px)

sehingga didapatkan persamaan demand Qdx = a + b Px

Hubungan Harga dan jumlah barang yang diminta adalah sebagai berikut makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut.

Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. (Basuki, 2020).

2.1.6.2. Pengertian Penawaran

Penawaran, dalam ilmu ekonomi, adalah banyaknya barang atau jasa yang tersedia dan dapat ditawarkan oleh produsen kepada konsumen pada setiap tingkat harga selama periode waktu tertentu.

(Basuki, 2020).

Menurut Gregory Mankiw (2000) penawaran adalah kuantitas yang ditawarkan berhubungan positif dengan harga barang. Kuantitas yang ditawarkan meningkat ketika harga meningkat dan menurun ketika harga menurun. Hubungan antara harga dan kuantitas yang ditawarkan ini dinamakan hukum

(53)

penawaran (law of suplay) dengan menganggap hal lainnya sama, ketika harga barang meningkat, maka kuantitas barang tersebut yang ditawarkan akan meningkat. (www.ekonomimanajemen.com, 2020)

Penawaran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain harga barang, tingkat teknologi, jumlah produsen di pasar, harga bahan baku, serta harapan, spekulasi, atau perkiraan. Di antara faktor-faktor di atas, harga barang dianggap sebagai faktor terpenting dan sering dijadikan acuan untuk melakukan analisis penawaran. Harga berbanding lurus dengan jumlah penawaran. Jika harga tinggi, maka produsen akan berlomba-lomba menjajakan barangnya sehingga penawaran meningkat. Sementara itu, jika harga turun, maka produsen akan menunda penjualan atau menyimpan produknya di gudang sehingga jumlah penawaran akan berkurang. (Basuki, 2020).

Faktor teknologi akan memengaruhi output barang atau jasa yang akan dihasilkan produsen. Semakin tinggi teknologi, semakin cepat barang dihasilkan, maka semakin besar pula penawaran yang terjadi. (Basuki, 2020).

Harga-harga barang lain, termasuk di antaranya harga bahan baku, juga ikut memengaruhi penawaran. Semakin mahal harga bahan baku, semakin mahal pula harga produk yang dihasilkan.

Namun biasanya, kenaikan harga bahan baku cenderung

(54)

mengurangi keuntungan yang diterima oleh produsen, sehingga produsen akan mengurangi tingkat produksi dan mengurangi tingkat penawaran. (Basuki, 2020).

Hubungan antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan menggambarkan hukum penawaran yaitu semakin tinggi harga suatu produk maka semakin banyak jumlah barang yang akan ditawarkan oleh penjual, dan begitu juga sebaliknya jika harga barang semakin murah maka jumlah yang ditawarkan akan semakin berkurang. Dengan menggunakan asumsi Cateris Paribus.

2.1.6.2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran Penawaran dan produksi mempunyai hubungan yang sangat erat. Hal-hal yang mendorong dan menghambat kegiatan produksi berpengaruh terhadap jumlah penawaran.

Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi penawaran:

a. Harga barang itu sendiri

Apabila harga barang yang ditawarkan mengalami kenaikan, maka jumlah barang yang ditawarkan juga akan meningkat. Sebaliknya jika harga barang yang ditawarkan turun jumlah barang yang ditawarkan penjual juga akan turun.

b. Harga barang pengganti

Apabila harga barang pengganti meningkat maka penjual akan meningkatkan jumlah barang yang ditawarkan.

(55)

Penjual berharap, konsumen akan beralih dari barang pengganti ke barang lain yang ditawarkan, karena harganya lebih rendah.

c. Biaya produksi

Biaya produksi berkaitan dengan biaya yang digunakan dalam proses produksi, seperti biaya untuk membeli bahan baku, biaya untuk gaji pegawai, biaya untuk bahan-bahan penolong, dan sebagainya. Apabila biaya- biaya produksi meningkat, maka harga barang-barang diproduksi akan tinggi. Akibatnya produsen akan menawarkan barang produksinya dalam jumlah yang sedikit. Hal ini disebabkan karena produsen tidak mau rugi.

Sebaliknya jika biaya produksi turun, maka produsen akan meningkatkan produksinya. Dengan demikian penawaran juga akan meningkat.

d. Kemajuan teknologi

Kemajuan teknologi sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya barang yang ditawarkan. Adanya teknologi yang lebih modern akan memudahkan produsen dalam menghasilkan barang dan jasa. Selain itu dengan menggunakan mesin-mesin modern akan menurunkan biaya produksi dan akan memudahkan produsen untuk menjual barang dengan jumlah yang banyak. Kemajuan teknologi

(56)

dapat mengurangi biaya produksi mempertinggi produktifitas, mutu dan menciptakan barang-barang baru.

Ini akan mendorong kenaikan penawaran.

e. Pajak

Pajak yang merupakan pungutan resmi yang ditetapkan pemerintah terhadap suatu produk sehingga memiliki pengaruh terhadap harga. Jika barang tersebut dikenakan pajak maka harga barang tersebut menjadi tinggi, akibatnya permintaan akan barang tersebut menjadi berkurang, sehingga penawaran juga akan berkurang.

f. Perkiraan harga di masa depan

Perkiraan harga di masa datang sangat memengaruhi besar kecilnya jumlah penawaran. Jika perusahaan memperkirakan harga barang dan jasa naik, sedangkan penghasilan masyarakat tetap, maka perusahaan akan menurunkan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan.

Dari penentu permintaan tersebut dapat diturunkan hubungan antara penentu permintaan dengan jumlah permintaan suatu barang sebagai berikut:

Qsx = f (Px, Py, T, BB, Tx,………) Dimana :

Qsx = jumlah yang ditawarkan Px = harga barang itu sendiri

(57)

Py = harga barang lain T = Teknologi

BB = Bahan Baku Tx = Pajak

Agar lebih mudah memahami teori penawaran maka kita asumsikan factor lain selain harga barang itu sendiri kita asumsikan tidak berubah (ceteris paribus), sehingga didapatkan fungsi penawaran sebagai berikut :

Qsx = f (Px)

sehingga didapatkan persamaan demand Qsx = a + b Px

Hubungan Harga dan jumlah yang ditawarkan adalah sebagai berikut makin rendah harga suatu barang maka makin sedikit jumlah barang yang dijual. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka makin banyak jumlah barang yang dijual. (Basuki, 2020).

(58)

2.2. Penelititan Terdahulu

Tabel 2.1.

Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Asal Jurnal Metode Hasil 1 Dani

Danuar Tri Utama.

(2013)

Pengembanga n Usaha Mikro Kecil Dan

Menengah (UMKM) Berbasis Ekonomi Kreatif Di Kota Semarang

Diponegoro Journal of Economics – Universitas Diponegoro

Teknik wawancara mendalam, observasi serta

dokumentasi . Teknik Analisis Data Skunder.

Penelitian kualitatif dengan teknik analisis data Miles dan Huberman.

UMKM kreatif di Kota

Semarang belum dapat dijadikan sebagai penopang utama

perekonomian di Kota

Semarang.

Hal tersebut dikarenakan industri besar lebih mendominasi di kota ini.

UMKM kreatif di Kota

Semarang memiliki kemampuan yang

terbatas serta mengalami permasalahan dalam

pengembangan usahanya. Hal ini

menyebabkan UMKM kreatif belum mampu memberikan ciri

khas tersendiri bagi Kota Semarang.

Permasalahan

(59)

yang dihadapi UMKM kreatif di Kota Semarang antara lain permodalan, bahan baku dan faktor

produksi, tenaga kerja, biaya transaksi, pemasaran, dan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual).

UMKM berbasis

ekonomi kreatif memerlukan kerja sama dari berbagai pihak untuk mencapai kemajuan di dunia usaha.

Tidak hanya pemerintah dan pelaku UMKM itu sendiri, tetapi juga masyarakat perlu turut.

Gambar

Tabel  4.1.  berisi  data  profil  usaha  berdasarkan  umur  pemilik usaha, sebagai berikut:
Tabel 4.2. berisi data profil usaha berdasarkan pendidikan  terakhir, sebagai berikut:
Tabel 4.4. berisi data oprasional usaha berdasarkan struktur  kepemilikan usaha, sebagai berikut:
Tabel 4.5. berisi data oprasional usaha berdasarkan struktur  kepemilikan usaha, sebagai berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini yaitu potensi ekonomi kreatif yang berada di Kota Medan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1-30 tenaga kerja pada setiap bidang usaha dan

Dari Hasil penelitian terhadap 40 responden dapat diambil kesimpulan bahwa Modal Kredit Perbankan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan usaha ekonomi kreatif di kota

“Wirausaha Aksesoris (Studi Etnografi Strategi Ekonomi Kreatif di Pasar UD Pajus Baru Medan)” yang menjadi judul dari skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

Strategi yang digunakan adalah strategi tumbuh dan kembangkan yaitu terdiri dari strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau

Strategi yang cocok adalah intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integrasi (integrasi ke belakang, integrasi ke depan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Daya Saing Usaha Ekonomi Kreatif di Kota Medan” adalah benar

RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini bersifat mendalam dalam mengeksplorasi pengembangan ekonomi masyarakat Kota Medan yang berlandaskan pada sektor ekonomi kreatif, dengan tahun

PENGEMBANGAN STRATEGI EKONOMI KREATIF DI KOTA PALANGKARAYA Muhamad Yusuf Universitas Muhammadiyah Palangka Raya *Korespondensi : m.yusuf@umpr.ac.id ABSTRAK Ekonomi kreatif