• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. GIZI IBU HAMIL. Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "III. GIZI IBU HAMIL. Universitas Sumatera Utara"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

III. GIZI IBU HAMIL

3.1 Kebutuhan Gizi Ibu Hamil 3.1.1 Kebutuhan Energi

Besaran energi yang dikonsumsi merupakan faktor gizi yang paling penting bila dikaitkan dengan berat badan lahir bayi. Jumlah energi yang harus disiapkan hingga kehamilan berakhir sekitar 80.000 Kkal (National Academy of Sciences, 1990), atau kira-kira 300 Kkal per hari di atas kebutuhan wanita tidak hamil. Angka ini dihitung berdasarkan kesetaraan dengan protein dan lemak yang tertimbun untuk pertumbuhan janin dan keperluan ibu.

Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak 5180 kkal, dan lemak 36.337 Kkal. Agar energi ini bisa ditabung masih dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.244 Kkal, yang digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan menjadi energi yang bisa dimetabolisir. Dengan demikian jumlah total energi yang harus tersedia selama kehamilan adalah 74.537 Kkal, dibulatkan menjadi 80.000 Kkal. Sementara Durin, dkk. membulatkan ke bawah menjadi 70.000 Kkal, bahkan menganjurkan kisaran 69.000 – 70.000 Kkal (National Academy of Sciences, 1990).

Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil penjumlahan ini kemudian dibagi dengan angka 250 (perkiraaan lamanya kehamilan dalam hari) sehingga diperoleh angka 300 Kkal, sedangkan Durin, dkk memperoleh hasil 100- 150 Kkal per hari. Perbedaan angka perkiraabn ini berawal dari perbedaan menaksir cadangan lemak ibu, perubahan derajat kegiatan fisik dan keefisienan energi selama hamil disamping lamanya kehamilan.

Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemudian sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak. Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta.

Karena banyaknya perbedaan kebutuhan energi selama hamil, maka WHO yang dikutip Arisman (2002) menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 Kkal

(2)

sehari pada trimester I, 350 Kkal sehari pada trimester II dan III. Sedangkan di Kanada, penambahan untuk trimester I sebesar 100 Kkal dan 300 Kkal untuk trimester II dan III. Sementara di Indonesia, berdasarkan hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII tahun 1998 ditentukan angka 285 Kkal perhari selama kehamilan, dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kecukupan gizi pada wanita dewasa dan ibu hamil Zat gizi Satuan Wanita dewasa Ibu hamil Tambahan

Energi Kalori 2200 2485 285 (13 %)

Protein g 48 60 12 (25 %)

Viamin A RE 500 700 200 (40 %)

Vitamin D mg 5 15 10 (200 %)

Vitamin E mg 8 18 10 (125 %)

Vitamin K mg 65 130 65 (100 %)

Thiamin mg 1,0 1,2 0,2 (20 %)

Riboflavin mg 1,2 1,4 0,2 (16,7 %)

Niacin mg 9 9,1 0,1 (1,1 %)

Vitamin B12

mg 1,0 1,3 0,3 (30 %)

Asam folat μg 150 300 150 (100 %)

Piridoksin mg 1,6 3,8 2,2 (137,5 %)

Vitamin C mg 60 70 10 (16,7 %)

Kalsium mg 500 900 400 (80 %)

Fosfor mg 450 650 200 (44,4 %)

Besi mg 26 46 20 (76,9 %)

Seng mg 15 20 5 (33,3%)

Yodium μg 150 175 25 (16,7 %)

Selenium μg 55 70 15 (27,3 %)

Sumber: Muhilal. Dkk. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (1998)

(3)

Dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 (belum dipublikasi), angka tersebut telah disesuaikan dengan hasil-hasil kajian yang relevan. Angka kecukupan Energi (AKE) bagi ibu hamil ditetapkan 180 kkal/hari untuk trimester I, dan 300 kkal/hari untuk trimester II dan III.

3.1.2 Kebutuhan Protein

Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga meningkat, bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Bila PER dianggap 70 % maka rataan tambahan protein sebesar 8,5 g/hari. Jika koefisien variabilitas sebesar 15 % maka tambahan ini menjadi 10 g/hari. National Academy of Sciences (1990) mematok angka sekitar 30 g/hari.

Banyak anggapan bahwa angka ini terlalu tinggi bagi wanita normal pada trimester I. Di Kanada tambahan yang dianjurkan adalah 5 g pada trimester I, 15 g trimester II dan 24 g pada trimester III. Sementara di Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII tahun 1998 menganjurkan penambahan protein 12 g/hari selama kehamilan (Tabel 3.1). Kemudian angka kecukupan protein ini juga direvisi pada Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII tahun 2004, yang menganjurkan tambahan protein untuk ibu hamil sebesar 17 gram/hari.

Bahan pangan yang dijadikan sumber protein sebaiknya (2/3 bagian) pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan (nilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian (Arisman, 2002).

3.1.3 Kebutuhan Vitamin dan Mineral

Kebutuhan vitamin dan mineral secara umum neningkat selama hamil.

Beberapa vitamin memerlukan tambahan 100 % atau bahkan lebih, seperti vitamin D, vitamin E, vitamin K dan asam folat (Tabel 3.1). Ibu hamil memerlukan tambahan vitamin D sebesar 200 % dari sebelum hamil yang digunakan untuk membantu penyerapan kalsium. Metabolisme kalsium meningkat selama hamil karena kalsium diperlukan untuk pembentukan tulang pada janin. Untuk itu

(4)

seorang ibu hamil harus memperoleh sinar matahari secara reguler. Bila sinar matahari tidak dapat diperoleh ibu hamil dapat meminum susu yang diperkaya dengan vitamin D, atau mengkonsumsi suplemen vitamin D yang mengandung 5- 10 µg atau sekitar 200-400 IU (Wardlaw, G.M., et al, 1992).

Asam folat dibutuhan untuk pembentukan DNA, yang berarti pertumbuhan janin maupun komponen ibu sangat tergantung pada ketersediaan asam folat. Selain itu asam folat dibutuhkan untuk pembentukan sel-sel darah merah yang juga meningkat selama hamil. Bila intik asam folat tidak cukup dapat menyebabkan anemia yang cukup serius pada ibu selama hamil.

Secara umum kebutuhan mineral juga meningkat selama hamil, terutama, kalsium, zat besi, fosfor dan seng (Tabel 3.1). Tambahan zat besi hampir dua kali kebutuhan sebelum hamil, diperlukan untuk pembentukan hemoglobin bagi ibu dan janin. Kebutuhan besi paling besar pada masa timester dua dan tiga. Pada saat ini suplemen besi sangat diperlukan, terutama bila ibu hanya sedikit mengkonsumsi makanan kaya zat besi atau yang difortifikasi zat besi (Wardlaw, G.M., et al, 1992).

3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intik Gizi Ibu Hamil

Selama 12 minggu pertama kehamilan (trimester pertama), intik makanan ibu biasanya kurang dari yang seharusnya, hal ini mungkin disebabkan perasaan nek dan mual dan muntah (nausea dan vomit) yang dialami hampir semua ibu hamil. Namun pada minggu-minggu berikutnya selera makan akan meningkat kembali dan ibu biasanya merasa bahwa mereka makan lebih banyak dari sebelum hamil.

Beberapa faktor yang mempengaruhi intik makanan selama hamil, antara lain : hormon-hormon plasenta; zat gizi yang masuk ke janin; pengeluaran energi untuk mobilisasi pertambahan berat badan ibu, serta pengurangan aktifitas fisik Pengaruh setiap faktor mungkin berbeda selama periode kehamilan.

Hormon progesteron dan estrogen dalam plasma meningkat selama kehamilan. Kedua hormon tersebut berperan dalam pengaturan nafsu makan.

Estrogen dan progesteron mempengaruhi nafsu makan melalui pengaruhnya pada sistem “endogenous opioid” (sistem kecanduan yang timbul dari dalam tubuh).

(5)

Pada percobaan terhadap tikus, menunjukkan bahwa estradiol menurunkan sensitifitas naloxone, yang menyebabkan penurunan makanan yang dikonsumsi (Rosso, 1990).

Penurunan intik makanan pada periode akhir kehamilan merupakan refleksi dari penurunan aktivitasfisik ibu. Pengeluaran energi untuk aktivitas fisik berpengaruh cukup besar terhadap pengeluaran total energi sehari. Jadi pengurangan aktifitas fisik dapat mengimbangi kebutuhan energi yang lebih besar untuk janin atau untuk metabolisme ibu.

Wanita hamil juga mengalami perubahan kualitas dalam makanan mereka, kesukaan terhadap makanan tertentu dan menghindari makanan yang lainnya.

Alasan perubahan ini tidak diketahui dengan jelas. Makanan tertentu dipilih karena dapat mengurangi “heartburn” (rasa panas di perut), alasan lain karena mereka tahu bahwa dalam makanan tersebut ada zat gizi yang penting bagi ibu hamil. Pada budaya tertentu bisa karena alasan “taboo” (tabu/pantang). Sejumlah makanan yang disukai, terutama berkaitan dengan “craving” (mengidam) terdiri dari makanan yang lebih asin dan lebih lezat/sedap dari biasanya. Suatu studi di New York (Hook, 1979, dalam Rosso,1990), pada wanita yang berpenghasilan rendah dan menengah, menunjukkan bahwa makanan yang sering dikonsumsi saat mengidam adalah es krim, coklat, buah-buahan, dan ikan. Sedangkan makanan yang tidak disukai antara lain daging merah, unggas, dan bumbu masak.

Selain itu wanita hamil sering mempunyai kebiasaan ngidam terhadap beberapa bahan lain yang yang tidak mngandung zat gizi atau bahkan bukan makanan, misalnya pasir, arang, debu dan lain-lain, kebiasaan ini disebut “pica”.

Kebiasaan ini dilakukan dengan berbagai alasan, misalnya untuk mengurangi ketegangan dan nyeri karena lapar, perangsang napsu makan dan ada juga karena kepercayaan tentang kelahiran bayi (mempermudah proses kelahiran, warna kulit bayi putih, dan mencegah terjadinya tanda lahir).

3.3 Status Gizi Ibu hamil

3.3.1 Pertambahan Berat Badan Selama Hamil

Kehamilan yang normal menambah sejumlah berat badan selama kehamilan. Pertambahan berat badan ini merefleksikan pertambahan pada berat

(6)

tubuh ibu untuk pertumbuhan janin. Pertambahan berat badan yang normal merupakan gejala yang baik bahwa kehamilan tumbuh dengan normal.

Sebelum dekade tujuh puluhan, banyak paramedis (termasuk dokter) yang menganut konsep semi starvasi, yaitu pembatasan pertambahan berat badan akan membantu mencegah terjadinya toxaemia. Mereka menganjurkan agar pertambahan berat hingga kehamilan berakhir tidak lebih dari 8,2 kg. National Academy of Scienses (1970) menganjurkan pertambahan berat sekitar 9-11,3 kg.

Pada tahun 1983 usulan ini diubah menjadi 10-12,2 kg, dan tahun 1990 bersama- sama dengan Instutut of Medicine, angka tersebut diperbaiki menjadi 11,3-15,9 kg (bagi wanita yang berat terhadap tinggi badannya normal).

Rata-rata pertambahan berat badan wanita Amerika pada tahu 1980 sebesar 13 kg, yang kemudian bergerak sampai 14,4 kg pada tahun 1988.

Seberapa besar sebenarnya jumlah pertambahan yang pasti masih kontroooversi.

Namun demikian, American College of Obstetrics and Gineaecology, yang dikutip Arisman (2002), menganjurkan pertambahan berat badan sebesar 10-12,3 kg sampai akhir kehamilan.

Pertambahan berat badan selama hamil bervariasi tergantung pada berat ibu sebelum hamil dan proporsi tubuh yang digambarkan dengan Body Mass Index (BMI = BB/TB2) ibu. Menurut Zeman et.al (1988) yang dikutip Arisman (2002), berat badan wanita yang kurus (underweight) cenderung bertambah lebih besar dari rata-rata, sebaliknya wanita yang gemuk (overweight) pertambahan berat badan biasanya kurang dari rata-rata (Tabel 3.2).

Tabel 3.2 Pertambahan berat badan ibu hamil menurut BMI

BMI Tambahan BB (kg)

Rendah : < 19,8 12,5 – 18,0 Normal : 19,8 –26,0 11,5 – 16,0 Tinggi : 26,1 – 29,0 7,0 – 11,5

Obes : > 29,0 6,0

Sumber : Zeman et.al, 1988, dikutip Arisman (2002)

(7)

Menurut Hytten and Leitch (1971) dalam Rosso (1990), hasil penelitiannya menunjukkan rata-rata wanita mengalami pertambahan berat badan sekitar 12,5 kg selama kehamilan, dan pertambahan tersebut hanya sekitar 1 kg pada trimester pertama. Rata-rata pertambahan berat badan menurut usia kehamilan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Pada usia kehamilan 16-18 minggu, rata-rata pertambahan berat badan 0,36 kg/minggu; selanjutnya sampai usia kehamilan 26-28 minggu berat badan bertambah paling cepat yaitu 0,45 kg/minggu. Selama 12-14 minggu terakhir kehamilan pertambahan berat badan menurun yaitu sekitar 0,35-0,40 kg/minggu.

Sumber: Hytten and Leitch, 1971 dalam Rosso (1990)

Gambar 3.1 Rata-rata pertambahan BB ibu selama kehamilan

Laju pertambahan berat selama hamil merupakan petunjuk yang sama pentingnya dengan pertambahan berat badan itu sendiri. Oleh karena itu, disarankan untuk mematok besaran pertambahan berat sampai kehamilan berakhir sekaligus memantau prosesnya, untuk kemudian dicatat dalam KMS ibu hamil.

Selama trimester I kisaran pertambahan berat sebaiknya 1-2 kg (350-400 g/minggu); sementara trimester II dan III sekitar 0,34-0,50 kg /minggu.

Pertambahan yang berlebihan setelah minggu ke 20 sering menyebabkan terjadinya retensi air, yang sekaligus berkaitan dengan janin yang besar dan resiko

(8)

penyulit Disproporsi Kepala-Panggul (DKP). Retensi berlebihan juga merupakan tanda awal preeklampsi. Sebaliknya, pertambahan berat <1 kg selama trimester II apalagi trimester III jelas tidak cukup dan sekaligus meningkatkan resiko kelahiran berat badan rendah, pemunduran pertumbuhan dalam rahim, serta kematian perinatal (Arisman, 2000).

3.3.2 Perubahan Komposisi Tubuh Ibu hamil

Komponen pertambahan berat badan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu produk konsepsi dan pertumbuhan jaringan maternal (National Academy Sciences, 1990). Produk konsepsi mencakup fetus (janin), plasenta, dan cairan amniotik. Rata-rata pertambahan untuk janin sekitar 25 % dari total pertambahan berat badan ibu, plasenta 5 %, dan cairan amniotik 6 %. Sedangkan jaringan maternal (ibu) mencakup uterus, jaringan mammae, darah, cairan ekstraseluler, dan cadangan (simpanan) lemak. Pertambahan untuk jaringan maternal mencapai 2/3 dari total pertambahan berat badan ibu. Pertambahan uterus dan jaringan mammae sekitar 10 %, volume darah 10 %, cairan ekstraseluler 10,4 % dan jaringan lemak 32 % (Tabel 3.3).

Tabel 3. 3 Komposisi Pertambahan Berat Badan Total Ibu Selama Hamil Pertambahan berat (gram)

Komponen

pertambahan BB Minggu ke-10

Minggu ke-20

Minggu ke-30

Mnggu ke-40 1. Ibu :

Simpanan lemak Cairan ekstraseluler Darah

Uterus

Kelenjar mamae

310 0 100 140 45

2.050 30 600 320 180

3.480 80 1.300 600 360

3.345 1.680 1.250 405

Total (1) 595 3.180 5.820 7.650

2. Janin:

Fetus

Cairan amniotik Plasenta

5 30 20

300 350 170

1.500 750 430

3.400 800 650

Total (2) 55 820 2.680 4.850

Total (1+2) 650 4.000 8.500 12.500

Sumber: Hytten and Leitch (1971) dalam Rosso (1990)

(9)

Namun demikian masih ada pengecualian dalam penggunaan patokan di atas, karena pada hakekatnya tujuan pertambahan berat kumulatif itu didasarkan pada berat dan tinggi badan sebelum hamil. Pertambahan berat kumulatif wanita pendek (< 150 cm) cukup sekitar 8,8-13,6 kg. Mereka yang hamil kembar dibatasi sekitar 15,4 - 20,4 kg. Bagi mereka dengan berat badan berlebih pertambahan berat diperlambat sampai 0,3 kg/minggu (Arisman, 2002).

Meskipun laju pertambahan berat ibu pada trimester II dan III pada dasarnya sama, penimbunan porsi ibu dan pertambahan jaringan janin tidak berlangsung serentak. Pertambahan komponen dalam tubuh ibu terjadi sepanjang trimester II, sementara pertumbuhan janin dan plasenta serta penambahan jumlah cairan amnion berlangsung sangat cepat selama trimester III (Tabel 3.3). Untuk lebih jelasnya komponen pertambahan berat badan ibu dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Mgg ke 10 Mgg ke 20 Mgg ke 30 Mgg ke 40 Komposisi Pertambahan BB Ibu Selama Kehamilan

Lemak Cairan interstitial

Darah Uterus dan kel.mamae

Fetus Plasenta dan Cairan amniotik

Sumber: Hytten and Leitch (1971) dalam Rosso (1990)

Gambar 3.2 Komposisi pertambahan BB ibu selama kehamilan

3.3.3 Penilaian Status Gizi Ibu Hamil

Penilaian status gizi ibu hamil meliputi : evaluasi faktor resiko diet, pengukuran antropometrik dan biokimiawi. Penilaian tentang asupan makanan

(10)

dapat diperoleh antara lain dengan metode ”food recall” (tanya ulang), atau ”food record” (pencatatan).

Faktor resiko diet dapat dikelompokkan berdasarkan waktu yaitu resiko selama hamil dan resiko selama perawatan antenatal. Faktor resiko ini meliputi usia di bawah 18 tahun, keluarga prasejahtera, ”food fadism”, perokok, pecandu obat dan alkohol, berat badan < 80 % atau >120 % berat baku, terlalu sering hamil dengan jarak < 1 tahun, riwayat obstetrik jelek, pernah melahirkan anak mati, sedang menjalani terapi gizi untuk penyakit sistemik (Arisman, 2002).

Pengukuran antropometri dapat dilakukan dengan menggunakan indikator pertambahan berat badan, sebagaimana telah dibahas sebelumnya pada topik pertambahan berat badan ibu hamil (sub bab 3.3.1). Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Memantau pertambahan berat badan ibu selama hamil merupakan upaya mengetahui dan mempertahankan status gizi ibu agar tetap pada kondisi yang baik selama kehamilan.

Untuk memantau pertambahan berat badan ibu hamil, di Indonesia dikembangkan Kartu Menuju Sehat (KMS) melalui penelitian Husaini di wilayah kabupaten dan kotamadya Bogor selama 2 tahun (1983-1985). Dalam KMS tercantum data tinggi badan, berat badan dan usia kehamilan. Namun penggunaan KMS beberapa tahun terakhir banyak dikritik, karena tidak sesuai dengan kondisi yang ditemukan pada gambaran klinik. Hal ini menurut Husaini (1986) diduga karena pada umumnya tidak ada data berat badan ibu sebelum hamil atau saat memulai kehamilan, sehingga KMS tersebut memang dirancang menggunakan BB ideal (menurut tinggi ibu), sehingga sulit digunakan untuk memperkirakan berat bayi yang akan dilahirkan. Bgaimanapun, KMS bukan berarti tidak berguna lagi, tepat masih dapat digunakan untuk memantau keadaan gizi ibu hamil, sebagai alat pendidikan gizi dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya. Selain itu menurut WHO (1996), KMS di Indonesia lebih komplek karena kurva berat badan berbeda untuk setiap tinggi badan yang berbeda, sehingga memerlukan pencatatan yang teliti dan interpretasi grafik lebih rumit.

Ukuran antropometrik lain yang umum digunakan untuk ibu hamil adalah Lingkar Lengan Atas (LILA), bertujuan untuk mengetahui apakah seorang ibu

(11)

menderita Kurang Energi Kronis (KEK). Di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm. Hal ini berarti ibu hamil yang mempunyai LILA < 23,5 cm termasuk dalam kategori KEK, yang diduga mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR.

Secara biokimia, status gizi ibu hamil dapat ditentukan berdasarkan kadar Hb dan kadar hematokrit dalam darah, yang bertujuan untuk mengetahui kondisi ibu apakah menderita anemia gizi. Kadar Hb < 11 g/100 dl dan Hematokrit (Ht)

< 33 (terendah 30) merupakan faktor resiko untuk ibu hamil. Cara menentukan kadar Hb yang dianggap akurat dan dianjurkan oleh International Committee for Standardization in Hematology (ICSH) adalah dengan Cianmethemoglobin (WHO, 1986).

Indikator atau risiko lain yang dapat digunakan walaupun tidak berkaitan langsung dengan gizi adalah tinggi badan < 150 cm, tungkai terkena polio, hemoglobin < 8,5 g %, tekanan darah >140/90 mm Hg, odem dan albuminuria >2, presentase bokong, janin kembar, pendarahan vagina, dan malaria endemik.

3.4 Masalah Gizi Ibu Hamil dan Dampaknya pada Pertumbuhan Janin Kurang Energi Kronik (KEK) merupakan salah satu dari masalah gizi yang sering ditemukan pada ibu hamil dan ibu menyusui di Indonesia. Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai risiko kematian mendadak pada masa perinatal atau risiko melahirkan bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR).

Bila bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akan mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. Bayi yang dilahirkan BBLR kemungkinan meninggal sebelum berumur satu tahun 17 kali lebih besar dari bayi yang lahir normnal (Depks, 2003). BBLR juga dapat berdampak serius terhadap kualitas SDM di masa mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan mental anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (IQ). Setiap anak yang berstatus gizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ sekitar 10 – 13 poin.

Pada tahun 1999 diperkirakan terdapat kurang lebih 1,3 juta anak berstatus gizi buruk, yang merarti terjadi potensi kehilangan IQ sebesar 22 juta poin. Sementara

(12)

itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7 – 14 % (sekitar 459.200 – 900.000 bayi) (www:gizi.net/kebijakan gizi).

Masalah KEK ditambah dengan kekurangan zat gizi mikro seperti besi (anemia) merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang besar terhadap tingginya angka BBLR di Indonesia. Untuk mencegah risiko KEK pada ibu hamil, sebelum kehamilan wanita usia subur sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm. Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda hingga keadaan gizi ibu berada pada kondisi normal.

Sebagaimana disebutkan di atas, berat bayi yang dilahirkan dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu baik sebelum hamil maupun saat hamil. Status gizi ibu sebelum hamil juga cukup berperan dalam pencapaian gizi ibu saat hamil.

Penelitian Rosmeri (2000) menunjukkan bahwa status gizi ibu sebelum hamil mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan status gizi kurang (kurus) sebelum hamil mempunyai resiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi baik (normal).

Permasalahan anemia bukan saja milik negara sedang berkembang, namun merupakan permasalahan gizi di hampir seluruh dunia. Soekirman (1999/2000) melaporkan bahwa para pakar gizi internasional sepakat untuk menyatakan bahwa masalah anemia gizi besi merupakan masalah gizi terbesar di dunia, karena kurang lebih 2.1 milyar orang di dunia diduga menderita kurang gizi besi termasuk anemia.

Di Indonesia anemia gizi besi merupakan salah satu masalah gizi mikro yang paling luas cakupannya, dimana kejadian AGB ini menimpa hampir semua kelompok umur, baik pria maupun wanita. Angka prevalensi anemia ibu hamil untuk rata-rata nasional yang dilaporkan Depkes (2-003) sebesar 50,9 % yang didasarkan pada hasil SKRT 1995.

Berbagai penelitian juga mendokumentasikan dampak anemia gizi besi terhadap perkembangan dan fungsi otak serta perilaku kognitif terutama pada anak usia bawah tiga tahun. Hal ini disebabkan kekurangan zat besi mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kematangan sel otak serta

(13)

menghambat produksi dan pemecahan zat senyawa transmiter yang diperlukan untuk mengantar rangsangan pesan dari satu sel neuron ke neuron lainnya yang akhirnya mempengarhi kinerja otak (Soekirman, 1999/2000).

Soekirman (1999/2000) mengutip laporan WHO menyebutkan bahwa beberapa penelitian epidemiologis telah menunjukkan adanya hubungan antara anemi pada trimester terakhir dengan bayi lahir prematur, bayi lahir dengan berat badan bayi lahir rendah (BBLR), dan kematian bayi.

Beberapa hasil penelitian tentang status besi, dikutip oleh Rosso (1990) memperlihatkan adanya hubungan nyata dan langsung antara kadar feritin ibu dan bayi yang dilahirkannya. Bahkan bayi yang dilahirkan dalam kondiri kadar feritin rendah juga memiliki kadar feritin yang nyata rendah pada saat usianya mencapai 6 bulan (Tabel 3.4).

Tabel 3.4. Pengaruh Status Besi Ibu Hamil terhadap Bayi Baru Lahir dan Bayi usia 6 Bulan

Newborn Infant

Ferritin Hb Transferin Ferritin Hb Transferin

Maternal Iron Status at Delivery

( µg/L) (g/L) (g/L) (µg/L) (g/L) (g/L)

Low Iron

Stores 222 147 2.1 99 119 2.3

Normal

Iron Store 324 157 2.3 150 118 2.5

Sumber: Rosso (1990), halaman 219

(14)

IV. PENUTUP

Masa prenatal (janin) merupakan masa ktritis yang sangat menentukan proses tumbuh kembang bayi dan anak, yang selanjutnya akan berpengaruh pada kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang.

Status gizi dan kesehatan ibu hamil berperan penting dalam pertumbuhan dan pekembangan janin. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, sehingga dapat melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi yang sehat dan ibu juga sehat Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis dan anemia pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, bayi lahir mati serta dapat menimbulkan kematian ibu. Selain itu kekurangan gizi masa prenatal (janin) juga dapat menyebabkan pertumbuhan otak terhambat serta pada masa anak-anak berpengaruh pada perkembangan kecerdasan yang ditandai dengan penurunan IQ poin.

Masalah gizi yang terjadi pada ibu hamil antara lain kurang energi kronis dan anemia gizi, dan kedua masalah tersebut termasuk penyebab tingginya BBLR, gagal tumbuh pada usia anak-anak dan kematian ibu saat melahirkan.

Agar pertumbuhan janin normal, perlu diperhatikan keadaan gizi dan kesehatan ibu hamil dan bahkan sebelum hamil. Status gizi ibu hamil dapat dipantau melalui berbagai cara antara lain : pertambahan berat badan selama hamil, mengukur lingkar lengan atas (LILA) untuk mengetahui risiko KEK, dan mengukur Hb untuk mengetahui risiko anemia gizi.

Gambar

Tabel 3.1   Kecukupan gizi pada wanita dewasa dan ibu hamil  Zat gizi  Satuan  Wanita dewasa  Ibu hamil  Tambahan
Tabel 3.2  Pertambahan berat badan ibu hamil menurut BMI
Gambar 3.1  Rata-rata pertambahan BB ibu selama kehamilan
Tabel 3. 3  Komposisi Pertambahan Berat Badan Total Ibu Selama Hamil  Pertambahan berat (gram)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jika lokomotor didefinisikan sebagai suatu aksi yang memindahkan tubuh dari satu titik ke titik lain dengan menggunakan kaki atau bagian tubuh yang lain, yang di

termasuk  jenjang  sekolah  dasar  untuk  mencapai  tujuan  pendidikan  yang  telah  ditentukan,  secara  operasional  memfungsikan  fungsi  manajemen  dimulai 

Hanya karena nikmat kesehatan dan kesempatan dari Allah-lah kegiatan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu yang berjudul “Analisis

Salah satu yang melatar belakangi penggunaan wireless sebagai media untuk jaringan komputer adalah kemudahan, dan letak geografis yang tidak memungkinkan menggunakan kabel, karena

Yohana Melvani: Prosedur Hukum Pengikatan Kredit Pada Bank (Studi Pada Bank Bukopin Cabang Medan), 2000... Yohana Melvani: Prosedur Hukum Pengikatan Kredit Pada Bank (Studi Pada

Pada tahun 2008, THI, anak perusahaan, memperoleh fasilitas demand loan dan rekening koran dengan jumlah maksimum masing-masing sebesar Rp 5 milyar dan Rp 3 milyar yang jatuh

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitas laba, sedangkan variabel independennya yaitu struktur modal, investment opportunity set , kepemilikan

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, konsumsi protein, dan kecernaan protein pada ayam broiler yang diberi perlakuan ransum dengan penggunaan