KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE
GITA ELISA BERLINA GINTING
NIM. 081101015
SKRIPSI
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Sang Pemilik hidup dan penghidupan yang telah merahmati peneliti dalam
penyelesaian skripsi yang berjudul Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan perhatian
banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Setiawan, S.Kp, MNS, Ph,D., selaku dosen pembimbing skripsi yang tidak
hanyatelah meluangkan waktu untuk memberi dukungan, masukan, pemikiran
dan perhatian yang menjadi inspirasipenulisan skripsi ini namun juga
mengajarkan banyak hal dan memberikan pandangan baru yang berbeda bagi
peneliti.
3. Mula Tarigan S.Kp, M.Kes dan Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen
penguji, yang telah meluangkan waktu untuk memperhatikan perkembangan
skripsi dan memberi bantuan yang berarti bagi peneliti selama penulisan skripsi
4. Nur Asnah S., S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing akademik dan
seluruh staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara tempat
peneliti menempuh pendidikan.
5. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe yang telah memberikan izin
bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini.
6. Kedua orangtua peneliti, B. Ginting dan S. Sinambela dan adik-adik peneliti,
Fajar Agape Meliasta Ginting dan Michael Andareas Ginting, yang tidak
putus-putusnya memenuhi kebutuhan holistik peneliti lewat setiap perkataan dan
tindakan.
7. Sahabat peneliti, Septa Merianana Lumbantoruan, Ira Kristayani Saragih,
Meidina Sari Sinaga, Juli Rostandi Purba, Ririn Sartika Dewi dan Yessikha
Valerina Irwani Barus yang telah menjaga irama langkah dalam kehidupan untuk
tetap saling berbagi dan mengasihi satu dengan yang lain.
8. Estomihi, Kairos, Timpel, adik-adik 2009, 2010 dan 2011 yang senantiasa
memberi semangat dan menanyakan kelanjutan dari penulisan skripsi ini dan
seluruh teman-teman 2008 yang berjuang bersama-sama dengan peneliti
sepanjang 4 tahun terakhir serta kepada banyak pihak yang tidak bisa peneliti
sebutkan satu persatu. Without you all, I’m nothing.
Medan, Juli 2012
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Lembar Persetujuan Skripsi ... ii
Prakata ... iii
2. Pertanyaan Penelitian ... 3
3. Tujuan Penelitian ... 3
1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat ... 14
2. Penilaian Kinerja ... .15
2.1 Pengertian Penilaian Kinerja Keperawatan ... .15
2.2 Aspek Penilaian Kinerja Perawat ... .16
1. Kerangka Konseptual dan Metodologi Penelitian ... 26
2. Defenisi Operasional ... 27
5. Instrumen Penelitian ... 29
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 31
2.1 Uji Validitas ... .31
1.3 Perbedaan Kinerja Perawat yang Diukur dengan Kuesioner Self Report, Observasi Checklist dan Retrospektif Audit ... 41
2. Pembahasan ... 41
2.1 Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Kabanjahe ... 41
2.2 Perbedaan Kinerja Perawat yang Diukur dengan Kuesioner Self Report, Observasi Checklist dan Retrospektif Audit ... 49
1. Formulir Persetujuan Peserta Penelitian
2. Instrumen Penelitian
3. Jadwal Tentatif Penelitian
4. Alokasi Dana
5. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU
6. Surat Izin Penelitian dari RSUD Kabanjahe
7. Surat Selesai Penelitian dari RSUD Kabanjahe
8. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
9. Hasil Analisa Data
10.Lembar Bukti Bimbingan
DAFTAR SKEMA
Skem 2.1 Delapan Dimensi Kinerja Campbell (1990). ... 9
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 27
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik
demografi responden perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum
Kabanjahe ... 37
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap
Rumah Sakit Umum Kabanjahe dengan latar belakang pendidikan terakhir
D-3 dan S-1 ... 38
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap
Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan kuesioner self report. .. 38
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap
Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan observasi ... 39
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap
Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan retrospektif audit ... 40
Tabel 5.6 Hasil penilaian kinerja perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum
Kabanjahe berdasarkan ketiga metode ... 40
Tabel 5.7 Perbedaan hasil pengukuran kinerja dengan metode kuesioner self report,
Judul : Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Kabanjahe
Nama Mahasiswa : Gita Elisa Berlina Ginting
NIM : 081101015
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2012
Abstrak
Penilaian kinerja perawat di sebuah institusi rumah sakit adalah sebuah proses membandingkan standar pelayanan keperawatan dalam sebuah rumah sakit dengan kinerja perawat yang telah dicapai melalui pemberian pelayanan keperawatan. Penilaian kinerja perawat ini adalah salah satu upaya manajemen rumah sakit untuk meningkatkan kinerja perawat. Melalui penilaian kinerja ini rumah sakit memiliki dasar untuk membuat kebijakan-kebijakan yang lebih baik, terkait dengan upaya peningkatan pelayanan keperawatan. Peningkatan pelayanan keperawatan ini kemudian akan menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas sebuah rumah sakit. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 58 perawat. Sampel diperoleh dengan menggunakan tehnik total sampling. Data dikumpulkan menggunakan tiga metode, yakni kuesioner kinerja perawat, observasi dan audit.Pengambilan data dilakukan pada Maret hingga April 2012. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini menemukan bahwa 89.7% perawat memiliki kinerja yang baik jika diukur dengan kuesioner, hanya 28.6% perawat yang memiliki kinerja yang baik jika diobservasi dan hanya 57.1% perawat yang memikiki kinerja yang baik jika diaudit, secara keseluruhan 58.6% perawat memiliki kinerja yang baik. Dari hasil penelitian ini dapat direkomendasikan agar rumah sakit mengukur kinerja perawat secara berkala yang diikuti dengan upaya-upaya peningkatan kinerja sehingga tingkat kinerja perawat dapat dipertahankan bahkan lebih jauh dapat ditingkatkan.
Title : Nurse’s Performance in-Patient at General Hospital
Kabanjahe
Name : Gita Elisa Berlina Ginting
NIM : 081101015
Departement : Bachelor of Nursing (S.Kep)
Year : 2012
Abstract
Nurse’s performance appraisal at a hospital is a process of comparing between hospital’s expected standard nursing service at a hospital with results achieved during the delivery of daily nursing service. Nurse’s performance appraisal is one of hospital management effort to increase nurses’s performance. A hospital will be able to make a better policy related with improving the quality of nursing service based on the result of nurse’s performance appraisal. The increased nursing services will become one of the important factor that affect the quality of a hospital. This descriptive study aimed at indentifing nurse’s performance in-patient unit at Kabanjahe General Hospital. The number of samples were 58 nurses. These samples were selected by using a total sampling technique. Data collected by using three method, questionnaire of nurse’s performance, observation and audit. This study took place on March to April 2012. Collected data were analized descriptively. This study found that 89.7% nurses have a good performance as measured by questionnaire, only 28.6% nurses have a good performance when observed and 57.1% nurses have a good performance when audited, over all there are 58.6% nurses have a good performance. It is recommended that a hospital should perform the periodically appraisal for nurse’s performance followed by efforts to improvement so that the level of nurse’s performance can be maintained, even nurse’s performance can further be improved.
Judul : Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Kabanjahe
Nama Mahasiswa : Gita Elisa Berlina Ginting
NIM : 081101015
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2012
Abstrak
Penilaian kinerja perawat di sebuah institusi rumah sakit adalah sebuah proses membandingkan standar pelayanan keperawatan dalam sebuah rumah sakit dengan kinerja perawat yang telah dicapai melalui pemberian pelayanan keperawatan. Penilaian kinerja perawat ini adalah salah satu upaya manajemen rumah sakit untuk meningkatkan kinerja perawat. Melalui penilaian kinerja ini rumah sakit memiliki dasar untuk membuat kebijakan-kebijakan yang lebih baik, terkait dengan upaya peningkatan pelayanan keperawatan. Peningkatan pelayanan keperawatan ini kemudian akan menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas sebuah rumah sakit. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 58 perawat. Sampel diperoleh dengan menggunakan tehnik total sampling. Data dikumpulkan menggunakan tiga metode, yakni kuesioner kinerja perawat, observasi dan audit.Pengambilan data dilakukan pada Maret hingga April 2012. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini menemukan bahwa 89.7% perawat memiliki kinerja yang baik jika diukur dengan kuesioner, hanya 28.6% perawat yang memiliki kinerja yang baik jika diobservasi dan hanya 57.1% perawat yang memikiki kinerja yang baik jika diaudit, secara keseluruhan 58.6% perawat memiliki kinerja yang baik. Dari hasil penelitian ini dapat direkomendasikan agar rumah sakit mengukur kinerja perawat secara berkala yang diikuti dengan upaya-upaya peningkatan kinerja sehingga tingkat kinerja perawat dapat dipertahankan bahkan lebih jauh dapat ditingkatkan.
Title : Nurse’s Performance in-Patient at General Hospital
Kabanjahe
Name : Gita Elisa Berlina Ginting
NIM : 081101015
Departement : Bachelor of Nursing (S.Kep)
Year : 2012
Abstract
Nurse’s performance appraisal at a hospital is a process of comparing between hospital’s expected standard nursing service at a hospital with results achieved during the delivery of daily nursing service. Nurse’s performance appraisal is one of hospital management effort to increase nurses’s performance. A hospital will be able to make a better policy related with improving the quality of nursing service based on the result of nurse’s performance appraisal. The increased nursing services will become one of the important factor that affect the quality of a hospital. This descriptive study aimed at indentifing nurse’s performance in-patient unit at Kabanjahe General Hospital. The number of samples were 58 nurses. These samples were selected by using a total sampling technique. Data collected by using three method, questionnaire of nurse’s performance, observation and audit. This study took place on March to April 2012. Collected data were analized descriptively. This study found that 89.7% nurses have a good performance as measured by questionnaire, only 28.6% nurses have a good performance when observed and 57.1% nurses have a good performance when audited, over all there are 58.6% nurses have a good performance. It is recommended that a hospital should perform the periodically appraisal for nurse’s performance followed by efforts to improvement so that the level of nurse’s performance can be maintained, even nurse’s performance can further be improved.
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keperawatan adalah komponen utama pada sebuah pelayanan kesehatan khususnya
rumah sakit, hal ini dikarenakan perawat adalah kelompok yang paling besar
memberikan kontribusi pada sistem tersebut. Kinerja perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan menjadi salah satu aspek penting yang menjadi tolak ukur
keberhasilan sebuah pelayanan kesehatan dalam menciptakan pemberian pelayanan
keperawatan yang berkualitas (Potter & Perry, 1992)
Kinerja adalah prestasi atau kemampuan yang dicapai oleh seseorang dalam
mengerjakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan
sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan di dalam
organisasi (Mangkunegara, 2008). ANA (1996, dalam Rowell 2003) menyatakan
bahwa standar kinerja perawat adalah kriteria yang menggambarkan tingkat
kompetensi praktik keperawatan klinis yang diaplikasikan melalui pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Penilaian kinerja keperawatan adalah proses membandingkan tingkat kinerja
seorang perawat dalam pemberian pelayanan keperawatan dengan standar pelayanan
keperawatan dalam sebuah rumah sakit. Penilaian kinerja profesi keperawatan ini
untuk meningkatkan kinerja pelayanan keperawatan dan kualitas rumah sakit
(Marquis & Huston, 2010).
Johnson (1988) melakukan penelitian tentang differences in the performances
of baccalaureate, associate degree, and diploma nursesmenemukan bahwa, terdapat
perbedaan yang signifikan antara perawat dengan jenjang pendidikan diploma dan
sarjana terkait dengan kinerjanya dalam pemberian layanan asuhan keperawatan. Hal
ini menjadi menarik untuk meneliti gambaran kinerja perawat berdasarkan latar
belakang pendidikan karena Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe sendiri adalah
rumah sakit pemerintah bertipe C yang memiliki 58 orang perawat dengan komposisi
1 orang berpendidikan Ners, 5 orang dengan tingkat pendidikan sarjana keperawatan
dan 52 orang berpendidikan diploma.
Selain itu Rumah Sakit Umum Kabanjahe saat ini sedang melakukan proses
pembenahan sehubungan dengan program pemerintah untuk menjadikan rumah sakit
sebagai badan layanan umum. Dengan memiliki bentuk sebagai Badan Layanan
Umum, maka rumah sakit memiliki pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibelitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan pada masyarakat (Hanum, Djasri & Kuntjoro, 2006). Untuk
menjadi sebuah badan layanan umum maka rumah sakit dituntut untuk melakukan
peningkataan kinerja dalam memberikan pelayanan termasuk kinerja pelayanan
keperawatan karena kinerja pelayanan keperawatan ini secara langsung akan
Berdasarkan kondisi rumah sakit yang sedang mengadakan pembenahan
menuju badan layanan umum dan didukung belum pernahnya penelitian yang
berkaitan dengan kinerja diteliti di rumah sakit tersebut, maka peneliti tertarik untuk
meneliti kinerja perawat yang bekerja di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah
Kabanjahe.
2. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana kinerja perawat di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah
Kabanjahe?
3. Tujuan Penelitian
3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi kinerja perawat di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah
Kabanjahe
3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kinerja perawat dengan tingkat pendidikan D III
2. Mengidentifikasi kinerja perawat dengan tingkat pendidikan S I
3. Mengidentifikasi perbedaan kinerja dengan menggunakan pengukuran
self report, observasi dan audit
4.1 Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pimpinan rumah
sakit atau kepala perawat untuk menyusun satu kebijakan yang terkait dengan kinerja
perawat dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja perawat di ruang rawat
inap.
4.2 Penelitian Keperawatan yang akan datang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti yang
tertarikuntuk meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kinerja perawat di masa
yang akan datang.
4.3 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pendidikan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kinerja
1.1 Pengertian Kinerja
Kinerja dalam konteks tugas sama dengan prestasi kerja. Banyak pakar yang
telah memberikan pengertian kinerja secara umum, dan berikut adalah penjelasannya.
Kinerja adalah prestasi atau kemampuan yang dicapai oleh seseorang dalam
mengerjakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dan
sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan di dalam
organisasi (Mangkunegara, 2008).Kinerja merupakan catatan keluaran akhir pada
suatu fungsi jabatan atau seluruh aktivitas kerja dalam suatu periode tertentu yang
merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha untuk menghasilkan apa yang
dikerjakan, kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan atau kelompok. Kinerja
organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah
individu dalam organisasi (Nasution, 2005).
Robbins berpendapat bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi antara
kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau
opportunity (O); artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan
kesempatan (Moeheriono, 2009). Campbell (1990, dalam Jex 2002) mendefinisikan
kinerja sebagai perilaku yang diharapkan oleh organisasi dalam mencapai sasaran.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah segala
dan peran seseorang dalam organisasi pada kurun waktu tertentu yang nantinya akan
diwujudkan dalam pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan
dalam mewujudkan sasaran dan tujuan organisasi. Menurut Kaluzny (1982) kinerja
perawat sendiri memiliki lima komponen yang terdiri dari produktifitas, efisiensi,
inovasi, kepuasan kerja dan kelangsungan hidup. Produktivitas adalah segala hal yang
terkait dengan kuantiti dan kuantitas pelayanan yang disediakan. Efisiensi adalah
rasio antara alokasi sumber daya dalam penyelesaian tugas yang diberikan dengan
total tugas yang diberikan. Inovasi adalah kemampuan untuk beradaptasi dalam
melakukan perubahan yang dapat mempengaruhi baik secara internal maupun
eksternal. Kepuasan kerja adalah tingkat kemampuan seseorang dalam bertindak
positif terhadap semua kegiatan yang diberikan organisasi dan keberlangsungan hidup
adalah kemampuan untuk berfungsi dan menegaskan persepsi jangka panjang.
1.2 Teori Kinerja
Teori kinerja yang akan dipaparkan pada kesempatan ini adalah teori kinerja
Campbell. Campbell (1990, dalam Jex 2002) membagi model kinerja ke dalam
delapan dimensi. Delapan dimensi tersebut yaitu:
1. Job specific task proficiency adalah dimensi yang menggambarkan perilaku yang
berhubungan dengan tugas utama seseorang dalam organisasi sesuai dengan
perannya. Seorang perawat memiliki beberapa peran dan salah satu peran terpenting
dari seorang perawat adalah care provider yang memiliki tugas utama memberikan
keperawatan inilah yang menjadi tugas utama dari seorang perawat yang dikerjakan
sesuai perannya yakni care provider.
2. Non-job spesific task proficiency adalah dimensi yang menggambarkan perilaku
yang harus dimiliki secara umum yang sifatnya tidak spesifik. Perawat selain
memiliki tugas utama yang telah dirumuskan, perawat juga memiliki tugas yang tidak
tertulis atau semua perawat harus memiliki hal tersebut, misalnya semua perawat
harus tersenyum ketika menyapa orang lain, ramah dan bertutur kata yang sopan
ketika berbicara. Sikap dan perilaku tersebut tidak dituliskan secara spesifik namun
perawat harus menampilkannya sebagai bentuk kinerja.
3. Written and oral communication task proficiency adalah dimensi di mana
individu harus mampu melakukan komunikasi satu dengan yang lain baik melalui
tulisan maupun verbal sebagai prasarana yang mendukung kinerja individu dalam
organisasi. Seorang perawat harus mampu melakukan komunikasi yang efektif
khususnya secara verbal kepada pasien dan keluarganya agar dapat terbina hubungan
saling percaya dan kerja sama yang baik dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.Perawat juga harus mampu berkomunikasi secara tulisan pada saat
mendokumentasikan asuhan keperawatan agar terjalin kesinambungan pengertian
antara perawat dalam pemberian pelayanan asuhan keperawatan.
4. Demonstrating effort adalah dimensi yang menggambarkan tentang motivasi
pekerja dan komitmen mereka terhadap pekerjaan mereka. Dimensi ini adalah
dimensi yang mencoba melihat seberapa kuat keinginan seseorang dalam bekerja dan
dengan kinerja mereka dengan organisasi. Dimensi ini merepresentasikan motivasi
seorang perawat dalam melakukan tugas utamanya terkait dengan pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien dan keluarganya.
5. Maintaining personal discipline adalah dimensi yang menggambarkan perlakuan
yang diberikan pada pekerja yang berulang kali melakukan perilaku negatif yang
mengarah pada tindakan yang tidak produktif. Dimensi ini membahas tentang
tindakan-tindakan atau kebijaksanaan yang ditetapkan organisasi sehubungan dengan
pelanggaran-pelanggaran yang dibuat pekerja yang berimbas pada penurunan kinerja
karyawan, misalnya denda atau sanksi yang dikenakan pada perawat cenderung
memilih berbicara hal-hal yang tidak membangun pada saat jam kerja dari pada
memperhatikan pasien atau hukuman yang diberikan pada perawat ketika perawat
terlambat.
6. Facilitating peer and team performance adalah dimensi yang menggambarkan
keefektifan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya pada suatu kelompok teman
sebaya. Hal ini terlihat dalam kerja sama antara perawat yang didalamnya tidak ada
senioritas atau junioritas. Kelompok ini akan lebih efektif untuk saling mengajari dan
melengkapi dalam menyelesaikan tugas sebab tidak ada pihak senior yang cenderung
memerintah junior maupun pihak junior yang cenderung diperintah oleh senior.
7. Supervision/leadership adalah dimensi yang menggambarkan salah satu aspek
kinerja yang dengan nyata diterapkan pada organisasi yang berhubungan dengan
perilaku kepemimpinan yang ada dalam organisasi. Pemimpin biasanya membantu
metode kerja yang efektif dan berusaha untuk menampilkan kinerja yang baik.
Kinerja perawat dalam suatu rumah sakit dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan di
rumah sakit tersebut. kepemimpinan yang otoriter dan mendesak akan sangat
membuat pekerja kelelahan dan mengalami penurunan kinerja.
8. Management and administration adalah dimensi yang menggambarkan struktur
dan kepengurusan organisasi itu sendiri dalam hubungannya dengan kinerja pekerja
yang ada. Dengan adanya manajemen yang baik dalam rumah sakit akan membuat
seluruh karyawan di rumah sakit tersebut teratur dan mengetahui tujuan mereka
bekerja, serta adanya evaluasi yang dilakukan sebagai kebijakan manajemen akan
Skema 2.1: Delapan Dimensi Kinerja Campbell (1990)
Menurut Campbell (1990, dalam Jex 2002) ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi kinerja individu, yakni pengetahuan, keahlian dan motivasi.
Pengetahuan adalah faktor yang berperan besar terhadap kinerja seseorang, faktor ini
meliputi kemampuan, kepribadian, pendidikan, pelatihan dan hubungan keterkaitan
antara bakat dan pelatihan. Pengetahuan adalah dasar individu dalam mengambil
keputusan dalam situasi yang dihadapinya. Keahlian adalah kemampuan individu
untuk melakukan suatu prosedur kerja dengan tepat. Ketika pengetahuan dan keahlian
JOB PERFORMANCE
Job specific task proficiency
Written and oral communication
Demonstratig effort
Non - job specific task proficiency
Facilitating peer and team performance
Supervision/ leadership Maintaining personal discipline
disatukan maka pekerja tidak hanya tahu apa yang harus dilakukan tetapi pekerja juga
tahu bagaimana melakukannya dengan benar. Motivasi adalah dorongan yang timbul
pada individu secara sadar untuk berusaha melakukan tindakan tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu.
Gibson (1988) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
menjadi tiga kelompok variabel, yaitu: variabel individu, variabel organisasi, dan
variabel psikologi.Variabel ini kemudian memiliki sub-varibel masing-masing.
Variabel individu memiliki sub-variabel kemampuan dan keterampilan dan
demografi. Variabel psikologis memiliki sub-variabel persepsi, sikap dan motivasi.
Sedangkan variabel organisasi memiliki sub-variabel sumber daya, kepemimpinan,
imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
Kemampuan dan keterampilan adalah salah satu variabel penting yang
mempengaruhi kinerja seseorang, walaupun pada kenyataannya seseorang memiliki
motivasi yang tinggi dalam bekerja tapi tidak memiliki kemampuan dan keterampilan
yang mendukung maka kinerja yang akan ditampilkan akan buruk. Kemampuan dan
keterampilan memainkan peran penting dalam pencapaian kinerja seseorang (Gibson,
1988). Menurut Robbins (1991) kemampuan adalah kapasitas seseorang dalam
melakukan berbagai macam tugas atau apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang.
Kemampuan ini pada dasarnya dibentuk dari kemampuan secara mental dan
kemampuan secara fisik. Sedangkan keterampilan menurut Gibson (1988) adalah
segala hal yang berhubungan dengan kompetensi seseorang untuk mengerjakan suatu
Menurut Robbins (1991) demografi meliputi usia, jenis kelamin, status
perkawinan, jumlah keluarga yang ditanggung dan lama seseorang menjabat. Usia
menjadi suatu hal yang mempengaruhi kinerja. Pertambahan usia menyebabkan
seseorang mengalami kemunduran dalam menampilkan kinerja terbaiknya, hal ini
disebabkan oleh asumsi bahwa semakin tua seseorang maka semakin menurun
kemampuan dan keterampilan orang tersebut, terutama sekali dalam kecepatan kerja,
kecerdasan mental, kekuatan dan kepemimpinan yang akan terus menurun seiring
berjalannya waktu. Kejenuhan kerja serta kurangnya stimulus intelektual berperan
besar terhadap penuruan kinerja seseorang.
Jenis kelamin menurut Robbins (1991) mempengaruhi kinerja karena ada
perbedaan yang signifikan antara wanita dan pria dalam kemampuan pemecahan
masalah, kemampuan menganalisa, kemampuan berkompetisi, motivasi,
kepemimpinan, kemampuan bersosialisasi, atau kemampuan dalam belajar. Status
perkawian dalam Robbins (1991) menjelaskan bahwa pekerja yang telah menikah
memiliki kinerja yang lebih baik dari pekerja yang tidak menikah. Pekerja yang
menikah memiliki jumlah absensi yang rendah dan memiliki tingkat kepuasan yang
lebih tinggi dengan pekerjaan mereka dibanding dengan pekerja yang tidak menikah.
Hal ini diasumsikan sebagai dampak meningkatnya tanggung jawab seseorang yang
telah menikah yang membuat pekerjaan mereka menjadi sesuatu yang bernilai dan
penting. Sedangkan jumlah keluarga yang ditanggung sering sekali mempengaruhi
kinerja pekerja wanita khususnya dalam hal absen dari pekerjaan dengan alasan
merupakan suatu tolak ukur yang pasti untuk menilai produktivitasnya. Pekerja yang
memiliki masa jabatan yang lama (senioritas) belum tentu memiliki produktivitas
yang lebih baik dibanding dengan pekerja yang memiliki masa jabatan yang lebih
singkat begitu juga sebaliknya.
Perilaku di tempat kerja tidak hanya dihasilkan oleh kebutuhan atau
dikendalikan oleh penampilanindividu, perilaku juga dipengaruhi oleh persepsi
individu. Pekerja memiliki persepsi tentang diri mereka sendiri, tentang orang-orang
di sekitar mereka, aturan main, dan sumber-sumber pengaturan dan kekuasaan.
Persepsi ini kemudian mempengaruhi perilaku individu dalam bekerja. Harris dan
Hartman (2002) mendefenisikan persepsi adalah pengalaman sensori di mana
individu mengobservasi perilaku orang lain, kejadian atau situasi dan kondisi yang
kemudian menginterpretasikannya untuk membangun sebuah sikap dan menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi perilaku individu.
Sikap adalah suatu predisposisi umum untuk berespon atau bertindak secara
positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang yang disertai emosi positif atau
negatif. Dengan kata lain sikap adalah sebuah proses penilaian tentang hal positif atau
negatif (Maramis, 2006). Sikap sangat mempengaruhi perilaku individu dalam
menyelesaikan pekerjaannya (Robbins, 1991).
Motivasi adalah sebuah dorongan atau keinginan untuk mencapai tingkatan
usaha yag lebih tinggi ke arah tujuan organisasi atau suatu keinginan untuk berusaha
memberi pemenuhan kebutuhan individu. Motivasi individu dalam bekerja sangat
1991). Menurut Harris dan Hartman (2002) mengetahui tujuan akhir suatu organisasi
akan menimbulkan motivasi positif untuk bekerja.
Kanter (1982, dalam Gibson 1988) berpendapat bahwa kekuasaan akan
tercermin lewat adanya akses organisasi kepada sumber daya, informasi dan
dukungan serta kemampuan untuk bekerja sama dalam mengerjakan pekerjaan
penting. Kekuasaan terlihat ketika individu memiliki akses langsung untuk
memperoleh sumber daya dengan mudah, seperti uang, pekerja, teknologi, bahan
baku dan konsumen. Beberapa organisasi besar dapat dengan mudah memiliki
sumber daya yang berlimpah yang menyebabkan pekerjanya dengan segera memiliki
alat dan perlengkapan yang modern dan berkualitas tinggi untuk membantu
menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan organisasi yang minim dengan sumber daya
akan berjuang lebih keras untuk mencapai pencapaian terbaik mereka (Robbins,
1991)
Kepemimpinan adalah suatu usaha untuk mempengaruhi aktivitas bawahan
dengan cara berkomunikasi agar bawahan mau bekerja sama untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Hasil dari sebuah kepemimpinan adalah ketika seseorang
mempengaruhi bawahannya untuk menerima dan melakukan keinginan atasan tanpa
adanya desakan secara nyata (Gibson, 1988)
Imbalan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk menarik
perhatian orang yang memiliki kecakapan untuk mau bergabung dengan sebuah
organisasi, untuk mempertahankan kinerja mereka dan untuk memotivasi mereka
keterampilan dan usaha untuk dihargai dengan imbalan. Hubungan antara pemberian
imbalan dengan para pekerja dikenal sebagai kontrak psikologis (Gibson, 1988).
Milles (1980, dalam Robbins 1991) mendefenisikan struktur organisasi
dibentuk untuk tujuan kelompok yang didefinisikan secara luas sebagai kontrol utama
atau sebagai pembeda bagian dalam organisasi.
Desain pekerjaan adalah usaha untuk mengidentifikasi atau mengelompokkan
kebutuhan pekerja dan organisasi yang penting dengan tujuan untuk menghilangkan
penghambat di tempat kerja.
1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh beberapa hal. Faktor-faktor tersebut
menurut Al-Ahmadi (2009) meliputi kepuasan kerja dan komitmen organisasi.
Kepuasan kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan dapat dilihat dari kepusaan
perawat akan pekerjaannya sendiri, kepuasan akan pengawasan yang diterima,
hubungan yang terbina selama bekerja seperti penerimaan yang baik dari pasien dan
keluarganya kepada perawat, adanya kerja sama yang kooperatif antara sesama
perawat dan penghargaan terkait pekerjaan yang telah mereka lakukan serta
keputusan yang mereka putuskan. Kinerja perawat juga dipengaruhi oleh kepuasan
akan imbalan jasa yang diterima serta adanya kesempatan promosi yang membuat
para perawat terpacu untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu kondisi pada tempat
kerja juga mempengaruhi kinerja perawat, kebutuhan merasa dibutuhkan di mata
Komitmen organisasi menurut Al-Ahmadi (2009) memiliki peranan penting
dalam mempengaruhi kinerja perawat. Komitnen organisasi ini meliputi hubungan
perawat dengan atasan dan teman sekerja, kebijakan-kebijakan organisasi, imbalan
yang diterima, penghargaan dan pengakuan, keamanan bekerja dan kesempatan untuk
berkembang. Awases (2006) melakukan penelitian tentang factors affecting
performance of professional nurses in Namibia menemukan bahwa kinerja perawat
juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan perawat, bentuk manajemen
rumah sakit, tujuan organisasi, penilaian kinerja dan metode penilaian kinerja yang
diterapkan oleh rumah sakit serta kebijakan rumah sakit dalam membagi shift dan
jadwal kerja perawat.
2. Penilaian Kinerja
2.1 Pengertian Penilaian Kinerja Keperawatan
Penilaian kinerja adalah suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai
kualitas kerja personel dan usaha untuk memperbaiki cara kerja personel dalam suatu
organisasi Hall (1986, dalam Nurhaeni 2001). Penilaian kinerja adalah proses menilai
bagaimana tingkat kinerja seorang pegawai dan membandingkannya dengan harapan
organisasi mereka (Marquis & Huston, 2010). Gibson (1988) mendefinisikan
penilaian kinerja adalah sebuah penilaian formal yang sistematik tentang kinerja
seorang pekerja dan pembangunan potensial di masa yang akan datang.
Penilaian kinerja keperawatan sendiri adalah salah satu upaya menejemen
rumah sakit yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja perawat
2007), penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari sistem manajemen yang
digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja dan digunakan secara efektif dalam
mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan yang
berkualitas tinggi.
2.2 Aspek Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja perawat diukur melalui standar praktik keperawatan yang
ada. Penilaian kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dikatakan
baik apabila memenuhi minimal 75 % standar praktik keperawatan. Standar praktik
keperawatan itu sendiri seperti telah dijabarkan oleh PPNI (2000, dalam Nursalam
2007), mengacu pada lima tahapan proses keperawatan, yang meliputi pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Pengkajian keperawatan adalah
proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien
(Potter & Perry, 1992), dengan tujuan untuk mengumpulkan data-data pasien dan
menjadikannya sebagai data dasar proses keperawatan selanjutnya.
Diagnosa keperawatan adalah suatu proses pengidentifikasian kebutuhan
perawatan kesehatan berdasarkan prioritas pemenuhan yang akan dirumuskan dalam
suatu diagnosis keperawatan. Perencanaan keperawatan adalah proses
pengidentifikasian tujuan, pernyataan yang menyatakan tindakan yang akan diambil
untuk mencapai tujuan sehubungan dengan pemenuhan prioritas kebutuhan pasien
dan keluarganya serta deskripsi dari kriteria evaluasi yang jelas terhadap tindakan
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan yang diperlukan
untuk menyelesaikan rencana asuhan keperawatan sehubungan dengan pencapaian
tujuan. Evaluasi keperawatan adalah proses di mana perawat menentukan sejauh
mana tindakan perawatan telah mencapai tujuan (Potter & Perry, 1992).
Menurut Gillies (1994), hal-hal yang perlu dinilai dalam suatu penilaian
kinerja keperawatan meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat dalam
melaksanakan asuhan keparawatan pada pasien. Pengetahuan adalah segala hal yang
berkaitan erat dengan tingkat kognitif seseorang, perawat yang memiliki pengetahuan
yang baik diharapkan untuk bersikap sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Keterampilan adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas yang
diberikan kepadanya dengan benar, sedangkan sikap adalah faktor utama pembentuk
perilaku yang berhubungan langsung dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
Sikap didefinisikan sebagai tingkatan kesiapan mental, kemampuan belajar melalui
pengalaman, kemampuan mempengaruhi respon seseorang terhadap orang lain, objek
atau situasi (Gibson, 1988).
ANA memiliki standar penilaian kinerja selain mengacu pada asuhan
keperawatan yang meliputi kualitas praktik perawat, pendidikan perawat, praktik
profesional perawat, collegiality, kolaborasi, tindakan etik, penggunaan sumber daya
dan penelitian (ANA, 2010)
2.3 Tujuan Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja memiliki beberapa tujuan, menurut Gibson (1988) penilaian
pengertian tentang apa yang diharapkan mereka kerjakan dan membantu atasan untuk
mengerti hubungan yang dihasilkan antara atasan dan bawahan. Penilaian kinerja juga
berguna sebagai dasar untuk menetapkan perencanaa, pelatihan dan pembangunan.
Kelemahan dan kekurangan seperti kompetensi teknis, keterampilan berkomunikasi
dan pemecahan dari sebuah masalah dapat dianalisa dan diidentifikasi melalui
penilaian kinerja.
Kaluzny (1982) menyatakan bahwa tujuan dari sebuah penilaian kinerja
perawat adalah untuk mendapat informasi yang bertujuan untuk memutuskan
pengadaan pembangunan dan pelatihan perawat, untuk mendapatkan informasi yang
cukup mengenai keputusan personel tentang promosi, pemindahan, terminasi dan
kenaikan gaji. Selain itu penilaian kinerja perawat juga bertujuan untuk memotivasi
perawat untuk meningkatkan kinerjanya, untuk mengidentifikasi kebutuhan perawat
tentang pendidikan dan mengkaji kualitas asuhan keperawatan yang diberikan
perawat kepada pasien.
Gillies (1994) mengemukakan penilaian kinerja perawat dilakukan dengan
tujuan membantu kepuasan pekerja untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka,
memberitahu pekerja yang tidak memuaskan bahwa pelaksanaan kerja mereka kurang
serta menganjurkan metode perbaikannya, mengidentifikasi pegawai yang layak
menerima promosi atau kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat
penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara dirinya sendiri dan bawahan,
serta menentukan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan
Hasil yang diharapkan setelah diadakannya penilaian kinerja ini adalah
adanya umpan balik dari pekerja berupa peningkatan kinerja, berkurangnya
pemindahan pekerja, adanya peningkatan motivasi untuk menampilkan kinerja yang
lebih baik, terciptanya keadilan yang dirasakan di antara sesama pekerja dan adanya
landasan pemberian penghargaan kepada pekerja (Dobbins, Cardy & Platzvieono
(1990) dalam Ishaq, Iqbal & Zahear (2009). Beer (1981, dalam Ishaq, Iqbal dan
Zahear 2009) menyatakan bahwa hasil dari sebuah penilaian kinerja yang baik
adalah adanya proses pembelajaran yang dilakukan oleh pekerja tentang diri mereka
sendiri, pengetahuan mereka dan tentang apa yang sedang mereka kerjakan serta
belajar tentang nilai-nilai manajemen.
2.4 Metode Penilaian Kinerja Perawat
Pada dasarnya penilaian yang dilakukan oleh suatu organisasi sangat
dipengaruhi oleh ukuran organisasi, skala organisasi dan tingkat kompleksitas suatu
organisasi (Moeheriono, 2009). Menurut Marquis dan Huston (2010) metode yang
digunakan dalam penilaian kinerja perawat adalah:
1. Skala peringkat
Skala peringkat adalah metode mengurutkan peringkat seseorang berdasarkan standar
yang telah disusun, yang mungkin terjadi atas deskripsi pekerjaan, perilaku yang
diinginkan, atau sifat personal. Skala peringkatmerupakan metode yang paling
banyak digunakan untuk menilai kinerja.
Teknik ini mengharuskan skala peringkat disusun untuk setiap klasifikasi pekerjaan.
Faktor peringkat diambil dari konteks deskriptif pekerjaan tertulis.
3. Skala peringkat berdasarkan prilaku (Behaviorally Anchored Rating Scales,
BARS)
Skala peringkat berdasarkan perilaku mensyaratkan bentuk tingkat terpisah dibentuk
untuk setiap klasifikasi kerja kemudian, seperti pada skala dimensi pekerjaan,
pegawai pada posisi kerja spesifik menejemen menggambarkan area penting
tanggung jawab. Skala pengukuran dengan metode ini dapat diterapkan khususnya
pada penilaian keterampilan yang dapat diobservasi secara fisik, bukan pada
keterampilan konseptual.
4. Daftar titik
Daftar titik adalah metode penilaian kinerja berupa beberapa pernyataan tentang
perilaku yang nantinya akan dipilih oleh masing-masing individu yang akan mewakili
perilaku kinerja yang diinginkan.
5. Esai
Metode esai sering disebut sebagai peninjauan ulang bentuk bebas. Penilai
menjelaskan dalam bentuk narasi mengenai kekuatan pegawai dan area yang
membutuhkan perkembangan dan pertumbuhan.
6. Penilaian diri
Penilaian diri merupakan metode di mana pegawai diminta untuk menyerahkan
ringkasan tertulis atau portofolio mengenai pencapaian yang terkait dengan pekerjaan
sering memberikan contoh tentang bagaimana pegawai mengimplementasikan
pedoman klinis, kriteria hasil pasien yang tercapai dan contoh dokumentasi asuhan
keperawatan.
7. Management by objective
Management by objective adalah metode yang paling baik digunkan untuk melakukan
penilaian terhadap kinerja pegawai karena menggabungkan pengkajian pegawai dan
organisasi. Pada metode ini pegawai dan organisasi sama-sama merencanakan dan
menyetujui pekerjaan, tujuan, serta tanggung jawab pekerjaan pagawai dan pada
akhirnya atasan akan menilai kinerja dengan mengacu pada tujuan yang telah
disepakati.
2.5 Jenis-Jenis Alat Penilaian Kinerja Perawat
Menurut Henderson (1984, dalam Gillies 1994) ada lima jenis alat penilaian
kinerja yang secara umum sering digunakan yang meliputi laporan tanggapan bebas,
pengurutan yang sederhana, checklist pelaksanaan kerja, penilaian grafik dan
perbandingan pilihan yang dibuat-buat.
Dalam laporan tanggapan bebas, evaluator diminta komentar dalam bentuk
tulisan menganai kualitas pelaksanaan kerja perawat dalam jabatan khusus dalam
jangka pendek waktu tertentu. Karena tidak ada petunjuk sehubungan dengan apa
yang harus dievaluasi, penilaian cenderung menjadi tidak sah disebabkan ia
mengabaikan satu atau lebih aspek penting dari deskripsi kerja pegawai. Laporan
daerah pelaksanaan kerja perawat yang mana mempunyai perasaan kuat pada
supervisior.
Beberapa alat evaluasi menghendaki agar evaluator menggolongkan pegawai
dalam hubungan dengan rekan sekerjanyaberkenaan dengan beragamnya aspek
pelaksanaan kerja. Staf perawat khusus bisa saja digolongkan sebagai orang yang
telah menunjukkan pelaksanaan kerja tinggi di antara tujuh staf perawat di unitnya
berkenaan dengan perawatan pasien, ketiga tertinggi di dalam kelompok yang sama
berkenaan dengan mutu pengajaran pasiennya dan terendah dalam kelompok
berkenaan dengan jumlah produktifitas penelitiannya.
Checklist pelaksanaan kerja bisa terdiri atas daftar kriteria pelaksanaan kerja
untuk tugas paling penting di dalam deskripsi kerja karyawan dengan lampiran
formulir di mana evaluator dapat menyatakan apakah perawat memperlihatkan
tingkah laku yang diinginkan atau tidak karena kriteria adalah pernyataan dari tingkah
laku yang diinginkan, melihat sekilas pada isian yang lengkap menampakkan kualitas
keseluruhan dari pelaksanaan kerja total kerja perawat.
Skala penggolongan grafik adalah serangkaian hal yang mewakili aktifitas
berbeda yang termasuk dalam deskripsi kerja perawat. Supervisior menyatakan
kualitas pelaksanaan kerja perawat dalam setiap aktivitas dengan cara mengecek hal
yang cocok dalam skala numerik atau dengan memilih ungkapan yang sesuai dalam
serangkaian susunan.
Perbandingan pilihan yang dibuat-buat, evaluator memilih
menggambarkan perawat yang sedang dievaluasi dan yang terendah yang
menggambarkan dirinya. Hal-hal yang disukai dan tidak dikelompokkan, sehingga
evaluator dipaksa untuk memilih beberapa pernyataan hal yang tidak disukai maupun
yang disukai guna menggambarkan pelaksanaan kerja perawat. Ciri-ciri terakhir ini
meniadakan kecenderungan yang mengarah kepada kelonggaran yang diperlihatkan
oleh beberapa evaluator. Pernyataan deskriptif yang menyusun isian tersebut
diartikan menurut kemampuan mereka untuk meramal sukses dalam jabatan yang
sedang dipertimbangkan. Karena supervisior yang menggunakan isian tidak
mengetahui kemampuan prediktif masing-masing soal, ia tidak bisa membohongi
skor akhir dengan sengaja menurut arah positif atau negatif.
2.6 Permasalahan dalam Penilaian Kinerja
Agar objektif menilai bawahan, manajer perawat harus berjuang untuk
mengatasi dua katagori prasangka, yang umumnya berkenaan dengan halo effect dan
horn effect. Halo effect atau pengaruh mahkota keagungan adalah tendensi untuk
menilai pelaksanaan kerja bawahan terlalu tinggi karena beberapa alasan (Gillies,
1994). Pegawai yang berkepribadian menyenangkan atau memiliki keterampilan
sosial yang tinggi cocok untuk menerima penilaian kinerja yang lebih tinggi daripada
kualitas kerjanya yang akan membenarkan secara sederhana karena manajer secara
tidak sadar menyamaratakan kesukaan pribadinya terhadap individu guna menerima
kerjanya. Seorang bawahan yang berkinerja baik di masa lalu namun kerjanya yang
sekarang tidak diamati secara dekat oleh manajer sehingga dianggap tidak ada
Seorang pegawai yang kinerjanya pertengahan sepanjang tahun sebelumnya, tetapi
telah menunjukan kinerja yang luar biasa atau telah menerima penghargaan yang
mengesankan dalam beberapa dari hari evaluasi, pelaksanaan kerja tahunannya,
cenderung diberi penilaian yang lebih tinggi daripada kinerja tahuan yang ia terima
secara keseluruhan karena perhatian manajer difokuskan kepada keberhasilan pekerja
yang baru saja diterima. Seorang bawahan yang berbagi keahlian klinis dengan
manajer, minat penelitian atau kebiasaan tingkah laku yang sama biasanya menerima
penilaian yang lebih tinggi daripada yang selayaknya ia terima karena manajer
cenderung lebih suka pada minat dan kecenderungan yang sama dengan dirinya.
Horn effect adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah deri
kinerja yang sebenarnya karena suatu alasan (Gillies, 1994). Seorang pegawai yang
kinerjanya di atas rata-rata sepanjang tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari
penilaian kinerja tahunannya telah melakukan kesalahan besar yang tercamkan dalam
ingatan manajer. Seorang pegawai yang kinerjanya di atas rata-rata tetapi cenderung
untuk membantah secara terbuka pada manajernya, memperoleh penilaian yang lebih
rendah dari yang seharusnya ia peroleh karena kegagalan pegawai untuk mendukung
pendapat dan saran manajer. Seorang pegawai yang kualitas kinerjanya tinggi namun
gagal untuk menyesuaikan diri dengan selera ideal berpakaian dan tingkah laku
manajernya maka bagi pegawai unit kerja itu cenderung menerima pengurutan yang
lebih rendah dari yang seharusnya ia peroleh karena manajer tersebut secara tidak
sadar menyamaratakan penolakannya terhadap cara berpakaian dan cara menolak
dengan pegawai yang berkinerja buruk cenderung menerima pengurutan yang lebih
rendah dari yang seharusnya karena manajer cenderung menilai bawahan berdasarkan
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual dan Metodologi Penelitian
Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
kinerja perawat di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah Kabanjahe, konsep
yang dipakai dalam penelitian ini adalah konsep Campbell (1990). Konsep ini
memiliki 8 rumusan dimensi kinerja. Penelitian ini akan mengacu pada dimensi
pertama dari 8 dimensi yang ada, yakni jobspecific task proficiency. Jobspecific task
proficiency adalah gambaran kinerja utama seseorang sesuai dengan perannya.
Asuhan keperawatan adalah jobspecific task proficiencyseorang perawat. Peneliti
meneliti pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan dan mengidentifikasikannya
sesuai dengan pendidikan perawat.
Berdasarkan pemaparan kerangka konseptual di atas, maka peneliti membuat
kerangka penelitian sebagai berikut ini.
Perawat D III Kinerja perawat:
(ASKEP)
Pengkajian Diagnosa Perancanaan Implementasi Evaluasi
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan pada penelitian
ini adalah desain deskriptif. Desain deskriptif digunakan untuk mengobservasi,
mendeskripsikan atau mengidentifikasi serta mendokumentasikan sebuah situasi
tanpa harus menghubungkan satu variabel dengan variabel yang lain (Polit &
Hungler, 1997).
2 Populasi dan Sampel
2.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas melaksanakan
asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe yang
berjumlah 58 orang dengan komposisi 52 orang berpendidikan diploma 3 dan 6 orang
berpendidikan sarjana keperawatan.
2.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sejumlah subjek yang dapat mewakili sebuah
populasi, dan proses dalam memilih sampel dalam populasi untuk mewakili seluruh
populasi yang ada disebut sampling (Polit & Hungler, 1997). Teknik yang dipakai
dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling sehingga sampel
berjumlah 58 orang.
Penelitian ini telah dilaksanakan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum
Daerah Kabanjahe pada Oktober 2011 hingga Juli 2012. Pengambilan data dilakukan
pada Maret hingga April 2012.
4. Pertimbangan Etik
Pengambilan data dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Dekan
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan permohonan izin dari direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Pengumpulan data di mulai dengan
menemui satu responden. Peneliti kemudian memperkenalkan diri kepada responden,
menjelaskan tujuan dari penelitian serta prosedur pengambilan data penelitian secara
lisan kepada responden. Pada pengambilan data ini seluruh responden bersedia untuk
diteliti dan responden mengisi lembar kuesioner dengan lengkap. Untuk menjaga
kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan
data yang diisi oleh responden melainkan lembar tersebut hanya akan diberi kode
tertentu. Peneliti tidak menyediakan kolom tanda tangan pada lembar persetujuan
responden untuk menghindari pengidentifikasian tanda tangan dan untukmenjaga
kerahasiaan informasi yang diberikan responden.
Pada retrospektif audit dan observer checklist peneliti tidak mengidentifikasi
responden secara pribadi melainkan secara kelompok dalam satu ruangan dan hal ini
dilakukan atas persetujuan dan izin dari rumah sakit. Untuk menjaga kerahasiaan data
peneliti hanya membubuhkan kode pada tertentu pada lembar yang peneliti gunakan
untuk melakukan penelitian.
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat
pengumpul data berupa kuesioner self report, observer checklist dan retrospektif
audit. Kuesioner self report akan berisi 24 pernyataan yang dibuat berdasarkan 5
sub-variabel dari asuhan keperawatan yang terdiri dari 4 buah pernyataan pengkajian dan
diagnosa, 5 pernyataan tentang perencanaan dan evaluasi serta 6 buah pernyataan
tentang implementasi, yang kemudian dimodifikasi sesuai kebutuhan oleh peneliti
dan saran tiga orang ahli. Kuesioner ini menggunakan model skala Likert yang
terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu tidak pernah dilakukan (1), kadang-kadang
dilakukan (2), sering dilakukan (3) dan selalu dilakukan (4). Cara pemberian skor
pada pertanyaan yang diajukan adalah nilai 4 untuk “selalu dilakukan”, nilai 3 untuk
“sering dilakukan”, nilai 2 untuk “kadang-kadang dilakukan” dan nilai 1 untuk “tidak
dilakukan sama sekali”. Skor tertinggi adalah 96 dan skor terendah adalah 24.
Kinerja perawat dibagi menjadi 2 kategori yaitu kinerja baik dan kinerja kurang baik.
Berdasarkan rumus statistika menurut Sudjana (1992), p = rentang kelas/banyak
kelas, rentang kelas merupakan selisih dari nilai tertinggi dan terendah yakni sebesar
72 dan banyak kelas ada 2, yaitu kinerja perawat baik dan kinerja perawat kurang
baik. Sehingga didapat p = 36. Dengan menggunakan nilai p maka kinerja perawat
dikategorikan sebagai berikut:
24-59= kinerja kurang baik
60-96= kinerja baik
Observer checklist berisi 24 pernyataan yang sama dengan bentuk pernyataan
observer checklist dilakukan oleh peneliti sendiri. Peneliti mengobservasi kegiatan
perawat yang terkait dengan pemberian asuhan keperawatan tanpa diketahui oleh
perawat yang bersangkutan. Observer checklist ini dilakukan dengan cara
menchecklist form observer checklist yang berisi 24 pernyataan terkait pemberian
pelayanan keperawatan.Observer checklist ini disajikan menggunakan model skala
Guttman yang terdiri dari dua pilihan jawaban “ya” atau “tidak”. Cara pemberian skor
pada observer checklist ini adalah nilai 1 bagi jawaban “ya” dan nilai 0 bagi jawaban
“tidak”. Dengan menggunakan rumus statistika menurut Sudjana (1992), p = rentang
kelas/banyak kelas. Sehingga didapat p = 12. Dengan menggunakan nilai p maka
kinerja perawat dikategorikan sebagai berikut :
1-12= kinerja kurang baik
13-24= kinerja baik
Retrospektif audit dilakukan oleh peneliti dengan lembaran yang berisi 12
pernyataan mengenai dokumentasi keperawatan yang ada di rumah sakit tersebut.
Peneliti melakukan audit terhadap dokumentasi keperawatan yang telah dikerjakan
oleh perawat. Retrospektif audit ini dikerjakan peneliti di ruang rekam medik pada
pagi hari setelah seluruh kepala ruangan menyerahkan laporan hasil dokumentasi
mereka.Retrospektif audit menggunakan model skala Guttman dengan dua pilihan
jawaban yakni “ya” atau ”tidak”. Cara pemberian skor pada retrospektif auditini
adalah nilai 1 bagi jawaban “ya” dan nilai 0 bagi jawaban “tidak”. Dengan
kelas. Sehingga didapat p = 6. Dengan menggunakan nilai p maka kinerja perawat
dikategorikan sebagai berikut :
1-6= kinerja kurang baik
7-12= kinerja baik
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
6.1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu tingkatan di mana sebuah instrumen mampu mengukur
apa yang ingin diukur dengan akurat (Polit & Back, 2004).Adapun pengujian
validitas yang dilakukan yaitu pengujian validitas isi (content validity) yaitu
instrumen dibuat berdasarkan isi dan menjelaskan isi.
Kuesioner self report adalah kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti
berdasarkan teori proses keperawatan yang terdiri dari lima tahapan yakni pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Potter&Perry, 1992). Pengujian
validitas kuesioner self report dilakukan oleh tiga orang ahli di bidang manajemen
keperawatan. Pengujian validitas ini melibatkan dua orang staf pengajar Fakulatas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara yakni di bidang manajemen yakni Achmad
Fathi, S.Kep, Ns, MNS dan Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep dan satu orang staf
Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan yakni Liberta Lumbantoruan, SKp,
M.Kep.
Peneliti memberikan draft kuesioner pada tiga orang penguji validitas yang
ditentukan, dalam satu pernyataan diberikan nilai kevalidan 0.1 hingga 1. Sebanyak
dinyatakan valid dengan revisi, 2 pernyataan (8%) dihapuskan dan diganti dengan
pernyataan baru dan 1 pernyataan (4%) dihapus. Nilai CVI yang didapatkan dari
pengujian validitas ini adalah 0.87 dan dinyatakan telah valid.
Observer checklist adalah susunan pernyataan yang sama dengan kuesioner
self report namun berbeda dalam bentuk kalimat. Peneliti pada penelitian ini tidak
melakukan uji validitas instrumen observer checklist.
Instrumen yang digunakan peneliti dalam melakukan retrospektif audit
dimodifikasi dari instrumen retrospektif audit Gillies (1994). Instrumen Gillies
(1994) terdiri dari 18 item pernyataan yang kemudian dimodifikasi oleh peneliti
menjadi 12 pernyataan dengan membuang 6 pertanyaan dari instrumen yang asli.
Peneliti pada penelitian ini juga tidak melakukan uji validitas instrumen retrospektif
audit.
6.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukuran tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali pengukuran dengan
menggunakan alat ukur yang sama (Polit & Beck, 2004). Uji reliabilitas dilakukan
pada instrumen kuesioner self report yang dilakukan dengan menggunakan teknik
komputerisasi, yaitu uji cronbach alpha. Uji reliabel pada penelitian ini dilakukan
setelah data diperoleh. Pengujian reliabel dilakukan pada 58 orang responden dengan
nilai reliabel 0.943 dan instrumen dikatakan reliabel. Menurut Polit dan Hungler
(1997) suatu instrument dikatakan reliabel jika nilai reliabilitasnya > 0.70.
Proses pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan tiga metode yakni retrospektif audit, observer checklist dan
kuesioner self report. Proses pengumpulan data adalah sebagai berikut. Permohonan
izin pelaksanaan penelitian didapatkan dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara, kemudian surat permohonan izin dikirim ke tempat penelitian, yakni
RSUD Kabanjahe. Peneliti memberikan surat izin kepada bagian pendidikan dan
pelatihan rumah sakit yang kemudian menyampaikan surat itu kepada direktur rumah
sakit. Setelah mendapat balasan bahwa rumah sakit memberi izin maka peneliti mulai
mengumpulkan data.
Peneliti dibantu kepala dan salah satu staf bagian pendidikan dan pelatihan
rumah sakit dalam melakukan penelitian ini. Staf bagian pendidikan dan pelatihan
rumah sakit kemudian memperkenalkan peneliti kepada semua kepala ruangan yang
ada di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe. Pengambilan data
yang pertama kali dilakukan oleh peneliti adalah menggunakan retrospektif audit.
Pengauditan menggunakan retroospektif audit dilakukan di seluruh nurse station
ruang rawat inap namun peneliti tidak mendapatkan data yang akurat maka peneliti
dianjurkan untuk melakukan audit di bagian rekam medik. Peneliti melakukan audit
pada pagi hari karena semua catatan asuhan diserahkan pada pagi hari oleh kepala
runagan. Di ruangan rekam medik, peneliti melakukan pengauditan sesuai dengan
dokumentasi tiap ruangan. Dokumentasi yang diaudit oleh peneliti sebanyak lima
Setelah pengumpulan data menggunakan retrospektif audit selesai, maka
peneliti kemudian mengumpulkan data menggunakan observer checklist untuk
mengobservasi kinerja perawat. Peneliti melakukan observasidengan mengunjungi
ruang rawat inap satu per satu pada shift pagi dan sore selama tiga kali. Peneliti hanya
duduk di ruangan perawat dan mengobservasi kegiatan mereka selama satu shift dan
dua kali mengikuti dokter melakukan visiteuntuk mengobservasi perawat. Peneliti
menggunakan catatan di handphone untuk mencatat hal-hal yang diobservasi. Dengan
menggunakan cara ini peneliti dapat mengobservasi perawat tanpa sepengetahuan
perawat tersebut.Pada observasi yang pertama peneliti mengobservasi 20 perawat
yang bertugas pada shift pagi, pada observasi yang kedua peneliti mengobservasi 15
perawat yang bertugas pada shift sore dan pada observasi yang ketiga peneliti
mengobservasi 22 orang yang bertugas pada shift pagi. Jumlah rata-rata perawat yang
diobservasi pada penelitian ini adalah 19 orang. Peneliti tidak melakukan observasi
pada malam hari karena beberapa pertimbangan dan saran dari pihak rumah sakit.
Pengumpulan data selanjutnya dilakukan dengan membagikan kuesioner self
report kepada seluruh perawat. Peneliti menemui setiap perawat satu demi satu,
kemudian menjelaskan kepada responden tentang tujuan, manfaat penelitian dan
prosedur pengumpulan data secara lisan. Setelah perawat mengerti, maka peneliti
bertanya tentang kesediaan dalam menjawab kuesioner. Peneliti meminta perawat
untuk mengisi kuesioner yang berisi data demografi dan kuesioner tentang kinerja
kuesioner selesai diisi seluruhnya, peneliti mengumpulkan jawaban dan melakukan
analisa data dari seluruh data yang diperoleh.
8. Analisa Data
Setelah data terkumpul peneliti memeriksa kelengkapan pengisian data dan
memastikan seluruh data diisi seluruhnya. Setelah itu peneliti melakukan pengolahan
data demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, masa kerja dan tingkat pendidikan
pada data yang diperoleh melalui kuesioner self report. Pengolahan data demografi
ini dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi. Pengolahan data kinerja
perawat yang dikumpulkan menggunakan kuesioner self report, observasi dan
auditkemudian diproses secara komputerisasi dan ditampilkan dalam bentuk tabel
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan
dan pembahasan mengenai kinerja perawat ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum
Kabanjahe. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai
April 2012. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 58 perawat. Hasil
penelitian ini menguraikan karakteristik demografi responden dan kinerja parawat di
ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe.
1. Hasil Penelitian
1.1 Karakteristik Demografi
Hasil penelitian tentang karakteristik responden diperoleh mayoritas
responden adalah wanita sebanyak 54 orang (93.1 %) dan sisanya adalah pria
sebanyak 4 orang (6.9 %), dengan rentang usia 24-30 tahun sebanyak 27.6%, 31-37
tahun sebanyak 36.2% dan di atas 37 tahun sebanyak 36.2%. Masa kerja responden
mayoritas berada di rentang 1-5 tahun sebanyak 44.8%, rentang 6-10 tahun 31.0%
dan di atas 10 tahun sebanyak 24.1%. Tingkat pendidikan terakhir mayoritas adalah
diploma 3 sebanyak 52 orang (89.7 %) dan selebihnya adalah strata 1 keperawatan
sebanyak 6 orang (10.3 %). Hasil penelitian tentang karakteristik demografi di atas
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik demografi responden perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe (n=58)
Data Demografi Responden Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin
1.2 Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe
Melalui pengambilan data menggunakan kuesioner self report peneliti
menemukan bahwa perawat yang berpendidikan terakhir diploma keperawatan yang
berjumlah 52 orang yakni 89.7% total sampel. 90.4% perawat dengan latar belakang
pendidikan diploma memiliki kinerja yang baik dan sisanya, 9.6% masih perlu
meningkatkan kinerja mereka. Sedangkan untuk perawat yang berpendidikan terakhir
perawat dengan latar belakang pendidikan sarjana memiliki kinerja yang baik dan
sisanya, 16.7% masih perlu meningkatkan kinerjanya. Hasil penelitian tentang kinerja
perawat berdasarkan latar belakang pendidikan di ruang rawat inap Rumah Sakit
Umum Kabanjehedapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe dengan latar belakang pendidikan terakhir D-3 dan S-1 (n=58)
Kinerja Perawat Frekuensi Persentase (%)
Diploma 3
Kurang (24-59) 5 9.6%
Baik (60-96) 47 90.4%
Strata 1
Kurang (24-59) 1 16.7%
Baik (60-96) 5 83.3%
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dengan kuesioner self report
ditemukan bahwa perawat yang memiliki kinerja yang baik dalam pengkajian adalah
sebanyak 81%, 89.6% perawat baik dalam kinerjanya pada diagnosa, perencanaan
dan implementasi dan 91.4% baik dalam evaluasi. Secara keseluruhan, perawat
memiliki kinerja yang baik dengan nilai antara 60-96 adalah sebanyak 89.7 % dan
perawat yang berkinerja kurang dengan rentang nilai 24-59 adalah sebanyak 10.3 %.
Hasil penelitian tentang kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan kuesioner self report (n=58)
Kinerja Perawat Frekuensi Persentase (%)
Kurang (24-59) 6 10.3%
Baik (60-96) 52 89.7%
Berdasarkan observasi ditemukan bahwa kinerja perawat pada observasi I
adalah perawat dengan kinerja baik terdapat sebanyak 85.7% dan kurang baik adalah
sebanyak 14.3 %. Pada observasi yang kedua ditemukan bahwa perawat dengan
kinerja baik adalah sebanyak 28.6 % dan kurang baik adalah sebanyak 71.4 %. Pada
observasi ketiga didapati kinerja perawat yang baik adalah sebanyak 14.3 % dan
kurang baik sebanyak 85.7 %.
Peneliti menemukan bahwa kinerja dalam pengkajian baik sebanyak 14.3%,
kinerja baik dalam diagnosis adalah 33.4%, kinerja baik dalam perencanaan dan
implementasi sebanyak 28.6% dan kinerja baik pada evaluasi adalah 71.5%. Secara
keseluruhan peneliti menemukan bahwa kinerja perawat yang baik adalah sebanyak
28.6% dan kinerja perawat yang kurang baik adalah sebanyak 71.4%. Hasil penelitian
tentang kinerja perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjehe secara
Tabel 5.4
Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan observasi (n=58)
Kinerja Perawat Frekuensi Persentase (%)
Kurang (1-12) 41 (5 ruangan) 71.4%
Baik (13-24) 17 (2 ruangan) 28.6%
Berdasarkan pengambilan data menggunakan retrospektif audit peneliti
menemukan bahwa kinerja perawat yang baik dalam pengkajian adalah sebanyak
42.9%, kinerja baik dalam diagnosis dan pelaksanaan adalah 28.6%, kinerja baik pada
perencanaan adalah 85.7% dan kinerja baik pada evaluasi adalah 57.1%. Secara
keseluruhan kinerja perawat yang baik adalah sebanyak 57.1 % dan kinerja perawat
yang kurang baik adalah sebanyak 42.9 %. Hasil penelitian tentang kinerja perawat di
ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjehe berdasarkan retrospektif audit dapat
dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Distribusi frekuensi dan persentase kinerja perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan retrospektif audit (n=58)
Kinerja Perawat Frekuensi Persentase (%)
Kurang (1-6) 25 (3 ruangan) 42.9%
Baik (7-12) 33 (4 ruangan) 57.1%
Berdasarkan penilaian kinerja dengan gabungan tiga pengukuran maka pada