• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP, KONTEKS, DEFINISI & KLASIFIKASI DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KONSEP, KONTEKS, DEFINISI & KLASIFIKASI DATA "

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

1

Analisis Kebijakan Bidang Ekonomi Kreatif oleh Amelia Day @ameliaday

Y = C

reativity

+ I + G + NX

BAGIAN PERTAMA:

KONSEP, KONTEKS, DEFINISI & KLASIFIKASI DATA

“Developing clear advocacy based on facts and evidence”

--Unesco

(2)

2 DAFTAR ISI

BAGIAN PERTAMA: KONSEP, KONTEKS, DEFINISI & KLASIFIKASI DATA

A. IKHTISAR 1. LATAR BELAKANG 2. PERMASALAHAN 3. METODOLOGI 4. TUJUAN PENULISAN 5. ALUR NASKAH

6. MAKLUMAT PENOLAKAN (DISCLAIMER)

B. KONSEP DAN KONTEKS EKONOMI KREATIF GLOBAL 1. KAJIAN GELOMBANG PERTAMA, KEDUA & KETIGA 2. KAJIAN GLOBAL

3. KAJIAN SWASTA 4. KAJIAN INDONESIA

C. DEFINISI & KLASIFIKASI DATA 1. EKONOMI BUDAYA & KREATIVITAS 2. EKONOMI KREATIF & INDUSTRI KREATIF 3. SUBBIDANG INDUSTRI KREATIF

3.1. UNDP/UNESCO dan Uni Eropa: Berbasis budaya 3.2. WIPO: Berbasis HaKI

3.3. TERA Consultants dalam Kerangka Persaingan Usaha 3.3.1. Core Creative Industries [CCI]

3.3.2. Non-Core Creative Industries

3.4. UNCTAD dalam Kerangka Skala dan Risiko Industri 4. PEMBAGIAN SUB-SUBBIDANG INDUSTRI KREATIF

4.1. Indonesia 4.2. Inggris 4.3. Finlandia 4.4. Jerman 4.5. Korea Selatan 4.6. Jepang

5. KLASIFIKASI INDUSTRI DAN PEKERJAAN MENURUT UNITED NATIONS

5.1. ISIC versi 4, revisi tahun 2008 5.2. ISCO versi 8, revisi tahun 2008

5.3. SYSTEM OF NATIONAL ACCOUNTS (SNA) BERBASIS ISIC DAN ISCO

6. KLASIFIKASI INDUSTRI DAN PEKERJAAN KREATIF SESUAI ISIC

& ISCO

6.1. ISIC untuk Industri Kreatif 6.1.1. Industri Kreatif Inti

6.1.2. Industri Lainnya, yang bisa terkait dengan Industri Kreatif

6.2. ISCO untuk Pekerjaan Kreatif 6.2.1. Pekerjaan Kreatif Inti

6.2.2. Pekerjaan Lainnya yang menjadi bagian Industri Kreatif

7. PRODUK KREATIF: BARANG & JASA 7.1. Definisi Umum Barang & Jasa

7.1.1. Barang (Goods atau Merchandise) 7.1.2. Layanan atau Jasa (Services) 7.2. Definisi Khusus Barang & Jasa Kreatif

7.2.1. Barang Kreatif (Creative Goods)

7.2.2. Jasa atau Layanan Kreatif (Creative Services) 8. ORANG/PEKERJA KREATIF

8.1. Definisi

8.2. Matriks ISIC & ISCO

8.2.1. Pekerja Kreatif di Bidang Kreatif Creative Workers at Creative Sectors 8.2.2. Pekerja Non-Kreatif di Sektor Kreatif

Non-core Creative at Creative Sector 8.2.3. Pekerja Kreatif di Sektor Non-kreatif Creative at Non-core Creative Sector 8.2.4. Pekerja Non-kreatif di Sektor Non-kreatif

Non-core Creative at Non-core Creative Sector 9. RANTAI NILAI PRODUK KREATIF

9.1. Definisi

9.1.1. Kreasi/Ide

9.1.2. Produksi/Pembuatan 9.1.3. Distribusi/Penyebaran

9.1.4. Pameran/Penerimaan/Penyampaian 9.1.5. Konservasi

9.2. Manfaat

9.2.1. Troubleshooting & Sustainability 9.2.2. Local/National Trade

9.2.3. Global Trade

9.3. Rantai Nilai Khas Setiap Subbidang 9.3.1. Aplikasi dan Game Developer 9.3.2. Arsitektur

9.3.3. Desain Interior

9.3.4. Desain Komunikasi Visual 9.3.5. Desain Produk

9.3.6. Fashion

9.3.7. Film, Animasi dan Video 9.3.8. Fotografi

9.3.9. Kriya 9.3.10. Kuliner 9.3.11. Musik 9.3.12. Penerbitan 9.3.13. Periklanan 9.3.14. Seni Pertunjukan 9.3.15. Seni Rupa 9.3.16. Televisi dan Radio

D. DUKUNGAN PEMERINTAH

1. PENGATURAN berupa RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)

1.1. RPJMN 2015-2019 1.2. RPJMN 2020-2024 1.3. RINDEKRAF

2. TAHAPAN KERJA KELEMBAGAAN 3. KELEMBAGAAN TINGKAT PUSAT

3.1. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) 3.2. Kementerian Perindustrian (Kemenperin)

3.3. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)

3.4. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)

3.5. Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (KemenkopUKM)

3.6. Kementerian Perdagangan (Kemendag)

3.7. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumah Rakyat (KemenPUPR)

3.8. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 3.9. Kelembagaan lain

3.9.1. Badan Koordinasi Penanaman Modal [BKPM]

3.9.2. Badan Pusat Statistik [BPS]

3.9.3. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi [Kemenakertrans]

3.9.4. Badan Nasional Sertifikasi Profesi [BNSP]

3.9.5. Kementerian Pariwisata [Kemenpar]

(3)

3 DAFTAR ISI

BAGIAN KEDUA: PENGHITUNGAN INDUSTRI KREATIF INDONESIA SECARA GLOBAL

A. LOMPATAN KUANTUM

1. DINAMIKA KEBIJAKAN EKONOMI KREATIF DI INDONESIA 1.1. Dimensi Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya

1.1.1 Dimensi Hak Komunal vs Hak Individu 1.1.2 Dimensi Pasar Dalam Negeri 1.1.3 Dimensi Pasar Luar Negeri 1.2 Kondisi Indonesia Hari Ini

1.2.1 Fakta Pertama: SDM Unggul 1.2.2 Fakta Kedua: Sasaran Pasar Global

1.2.3 Fakta Ketiga: Klasifikasi Stastistik Masih Disempurnakan

1.2.4 Fakta Keempat: Orkestrasi Otonomi Daerah 2. DINAMIKA KEBIJAKAN EKONOMI KREATIF NEGARA LAIN

2.1. Inggris 2.2. Jepang

B. STRATEGI GLOBAL 1. STRATEGI GLOBAL

1.1. Europeana atau Cool Japan Strategy?

1.1.1. Cool Japan Strategy 1.1.2. Europeana

1.2. Budaya & Industri Kreatif dalam Perspektif Makroekonomi

1.2.1. Penghitungan Jepang 1.2.2. Penghitungan Uni Eropa

C. AGREGAT INDONESIA HARI INI

1. ANALISIS KONTEKS OTONOMI DAERAH

2. RANTAI NILAI UNTUK AKTIVITAS INDUSTRI KREATIF 2.1. Produk Domestik Bruto

2.2. Kontribusi Ekspor

3. PEKERJA KREATIF UNTUK NILAI TAMBAH

3.1. Pelatihan, Pendidikan & Sertifikasi: Sukses Ainaki 3.2. Pelaksanaan Kartu Pra Kerja 2020-2024

3.2.1. Sensus Pekerja Kreatif 3.2.2. Aktivitas Pasar Global

D. STRATEGI INDONESIA

1. MENIMBANG STRATEGI UNI EROPA VS JEPANG 1.1. Mengupas Konteks dan Potensi Indonesia 1.2. Menimbang Lintas Bidang Pembangunan

1.3. Merumuskan Quick Wins Ekonomi Kreatif 2020-2024 2. INDONESIA: PASAR PENAWARAN & PERMINTAAN

2.1. Pasar Permintaan

2.1.1. Survei Konsumen & Diplomasi Budaya

2.1.2. Data Ekspor Unggulan atas Kriya, Fashion, Kuliner 2.2. Pasar Penawaran

2.2.1. Sumber Daya Budaya 2.2.2. Destinasi Pariwisata Unggulan

1) Outbound 2) Inbound

2.2.3. Subsektor Unggulan Dalam Negeri dalam Kerangka Transmedia

1) Karakter Gundala untuk Keberlanjutan Pasar Permintaan

2) Orkestrasi Semua Potensi E. SIMPULAN & PENUTUP

(4)

4

A. IKHTISAR

1. LATAR BELAKANG

Hubungan antara kreativitas dan ekonomi adalah terkait inovasi dan diferensiasi suatu negara1. Negara harus memiliki sumber keunggulan kompetitif dalam konteks persaingan global. Kreativitas dan inovasi pada dasarnya adalah bagian dari proses yang sama; kreativitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggabungkan makna dan elemen dalam cara-cara baru, sedangkan inovasi mengacu pada kemampuan dan keberanian untuk mengubah ide-ide kreatif menjadi produk, layanan, dan praktik baru. Banyak negara, bahkan Indonesia sebagai anggota United Nations, menyepakati Sustainable Development Goals (SDG)2, atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dengan budaya, kreativitas dan inovasi sebagai faktor pendorong utamanya.

Setelah “kreativitas” masuk sebagai satu faktor pembangunan, banyak negara mulai membuat peta dan kajian “Ekonomi Kreatif”, mulai analisis tren dan dampak ekonomi, identifikasi masalah hingga ke peluang untuk pengembangan kebijakan. Bidang Ekonomi Kreatif juga menjadi potensi baru untuk perekonomian Indonesia, masuk sebagai bidang unggulan sejak Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan tetap masuk di RPJMN 2020-2024.

1.1. RPJMN 2015-2019

Bidang Ekonomi Kreatif ini menjadi satu bidang unggulan di RPJMN 2015-20193. Hingga pertengahan Juli 2019, pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia masih dilaporkan oleh beberapa kementerian dan lembaga terkait sebagai bidang yang memiliki “progres”, bukan

“retrogres”. Capaian periode ini menjadi menjadi baseline atau patokan dasar untuk periode pemerintahan 2020-2024. Laporan resmi Bekraf4 bahwa Sasaran RPJMN 2015-2019 dilaporkan tercapai sebagai berikut:

1.1.1. Jumlah tenaga kerja yang diserap di sektor ekonomi kreatif adalah 17,7 juta pekerja ekonomi kreatif pada 2017, atau 14,61 persen dari jumlah tenaga kerja nasional.

1.1.2. Hingga 2017 kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional baru mencapai 7,28 persen, dengan tingkat pertumbuhan 5,06 persen dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan PDB ekonomi kreatif masih di bawah PDB Nasional yang mencapai 5,07 persen pada 2017.

1.1.3. Perhitungan BPS: kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap PDB adalah Rp 952 triliun di tahun 2017, sementara sasaran RPJMN 2020-2024 untuk tahun 2020 adalah Rp1.100 triliun.

1.2. RPJMN 2020-2024

Bidang Ekonomi Kreatif tetap masuk sebagai bidang unggulan di RPJMN IV tahun 2020 – 2024, khususnya pilar “Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas”5

1 Definisi kreativitas dan inovasi ini diadopsi dari laporan akhir kelompok kerja Finlandia (Yksitoista askelta luovaan Suomeen, 2006).

2 SDG adalah kumpulan 17 tujuan yang ditetapkan oleh General Assembly United Nations pada tahun 2015 untuk sebagai sasaran tahun 2030.

3 Pilar ini berisi: Perkembangan Ekonomi Makro, Reformasi Keuangan Negara; Stabilitas Moneter; Makroprudensial dan Keuangan yang Inklusif; Re-Industrialisasi yang Berkelanjutan;Peningkatan Efisiensi, Produktivitas, dan Daya Saing BUMN;

Pemberdayaan UMKM dan Koperasi; Peningkatan Pariwisata; Peningkatan Ekonomi Kreatif; Penguatan Investasi; Mendorong Perdagangan Dalam Negeri; Peningkatan Daya Saing Ekspor; Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja dan Perluasan Lapangan Kerja; Perlindungan Pekerja Migran; Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); Kerjasama Ekonomi Internasional;

dan Data dan Informasi Statistik

4 Lalu Rahadian, Bekraf Ungkap Alasan Sektor Industri Kreatif Harus Dipacu, 31 Juli 2019, Bisnis.com.

5 Pilar ini menegaskan: Pembangunan ekonomi akan dipacu untuk tumbuh lebih tinggi, inklusif dan berdaya saing melalui: 1) Pengelolaan sumber daya ekonomi yang mencakup pemenuhan pangan dan pertanian serta pengelolaan kelautan, sumber daya air, sumber daya energi, serta kehutanan; dan 2) Akselerasi peningkatan nilai tambah agrofishery industry, kemaritiman, energi, industri, pariwisata, serta ekonomi kreatif dan digital.

(5)

5 dalam 7 Agenda Pembangunan. Di dalam RPJMN ini, disampaikan juga kreativitas dalam pemanfaatan dan pemaduan sumber daya ekonomi dan budaya mendorong perkembangan aktivitas ekonomi kreatif6.

2. PERMASALAHAN

Dilaporkan secara resmi bahwa Sasaran RPJMN 2015-2019 tercapai. Hanya saja, memasuki 2019 (atau akhir dari RPJMN 2015-2019) defisit anggaran nasional terjadi7. Beberapa fakta di lapangan terkait penggunaan anggaran, misalnya, adalah peristiwa di mana dua kementerian mengadakan kegiatan pelatihan animasi untuk individu-individu pelaku kreatif yang sama. Perhitungan keluaran (output) atas hal ini berarti 2 (dua) dokumen, padahal hasil (outcome) yang didapat hanya 1 (satu).

Di tahun berikutnya yang terdampak (impact) dari pelatihan ini tetap satu individu. Contoh lain adalah penyelenggaraan kegiatan tahunan penghargaan karya desain dan desainer, seperti Orbit8 (Bekraf) bukan desainer pemula, dan Indonesia Good Design Selection9 atau IGDS (Kemenperin) juga bukan pemula. Dengan demikian, yang terjadi adalah siklus anggaran negara di periode berikutnya adalah asumsi keluaran tetap 2, namun hasil dan dampak tetap 1.

Ilustrasi ___ Kesalahan Manajemen Birokrasi: Obyek Pelatihan Sama

Laporan data yang salah adalah bentuk kinerja yang buruk, yang akan mengakibatkan proses pengambilan keputusan yang buruk pula dalam rentang tahun berikutnya. Ada beberapa catatan lain terkait rencana kerja hingga laporan beberapa lembaga pemerintah, mulai dari hal sesederhana salah ketik (typo) hingga pemutakhiran data dan ketiadaan laporan yang harus dipublikasikan sebagai transparansi penggunaan uang negara.

2.1. Salah Penulisan

Kontribusi ekspor dilaporkan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dalam Laporan “Opus 2019”

(halaman 19), dan tertulis Nilai Ekspor Ekonomi Kreatif adalah US$ Rp 19,98 M (2016) naik dari US$ Rp 19,33 M (2015). Nilai yang dipakai, dolar atau rupiah?

2.2. Tak Ada Data

2.2.1. Statistik Global: Jika kontribusi ekspor naik, Indonesia sebagai anggota United Nations dan World Trade Organization, seharusnya menyampaikan data ini ke publik10;

6 Bappenas, Narasi RPJMN 2020-2024, halaman 33

7 Detik.com, Sri Mulyani Mulai Was-was Defisit Anggaran Rp 127 T, 21 Jun 2019 , https://finance.detik.com/berita-ekonomi- bisnis/d-4595325/sri-mulyani-mulai-was-was-defisit-anggaran-rp-127-t

8 Tertulis di situs resmi Bekraf: “Prinsip dasar penyusunan program ORBIT adalah sebagai reward sekaligus scenario planning dan modelling program dukungan pemerintah terhadap penguatan ekosistem desain di Indonesia. Definisi ORBIT adalah wahana bagi para desainer muda Indonesia bertalenta untuk tumbuh berkembang secara maksimal melalui program pengembangan kapasitas secara berkelanjutan sehingga dapat berkontribusi kepada bangsa dan negara melalui profesinya.”

9 Tertulis di situs resmi Kementerian Perindustrian: “Kemenperin mewujudkannya melalui gelaran Indonesia Good Design Selection (IGDS) 2019 sebagai ajang penghargaan tertinggi dalam bidang desain industri dan desain produk di Tanah Air.

Selain itu, kegiatan tersebut dapat mengangkat kemampuan dan potensi yang ada di Indonesia, baik itu seni dan budayanya maupun kompetensi sumber daya manusianya.”

10 Terkait data ekonomi sebuah negara anggota UN atau WTO, beberapa institusi global lain seperti IMF dan UNCTAD mencatat transaksi global Balance of Payments (BOP) yang dilakukan secara bilateral antara negara asal ekspor ke negara tujuan Ekspor untuk current accounts, atau laporan lain terkait capital & financial accounts. Lebih lanjut tentang BOP ini,

MASUKAN (A)

PROSES (A)

KELUARAN

(A) HASIL

(A)

DAMPAK (A) MASUKAN

(B)

PROSES (B)

KELUARAN (B)

HASIL DAMPAK

(6)

6 sementara di pokok data daring (online database) UNCTAD ataupun WIPO, kolom data transaksi ekonomi kreatif dari Indonesia cenderung kosong.

Ilustrasi 1 - Statistik Ekonomi Kreatif di UNCTAD

2.2.2. Statistik Lokal: Data Badan Pusat Statistik (BPS) adalah data 2010-2016. Sensus Ekonomi BPS terakhir adalah tahun 2016, terkait data usaha/perusahaan11. Belum ada data termutakhir dalam bentuk survei nasional, terutama yang membedakan jasa (trade of creative services) dan barang kreatif (trade of creative goods). BPS mengambil data instansi terkait lain seperti Kantor Pos dan Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan. Laporan ini juga hanya terkait barang kreatif (bukan jasa/layanan) secara umum, selain itu tidak semua Subbidang Industri Kreatif dipaparkan.

2.3. Terkait Dokumen Publik yang Wajib Dipublikasikan

2.3.1. Belum Ada Survei Ekraf Menyeluruh: Belum ditemukan dokumen publik Bekraf terkait survei yang diselenggarakan Bekraf sendiri untuk menghitung capaian atas Sasaran RPJMN 2015-2019. Bekraf dalam laporan “Opus 2018” mengambil data dari pihak swasta, seperti Ernst & Young dan dari BPS. BPS, untuk beberapa data, juga mengambil dari kantor pemerintah atau BUMN lainnya. Data terakhir adalah, data pekerja dan PDB dilakukan bersama antara Bekraf dan BPS pada pertengahan 201812.

2.3.2. Belum Dihitung Semua Subbidang: Laporan Bekraf juga belum secara transparan mengungkapkan cara menghitung “keberhasilan” Bidang Ekonomi Kreatif dan setiap subbidang Industri Kreatif terhadap pemasukan negara setiap tahunnya. Beberapa nilai keberhasilan ini adalah kutipan dari berbagai sumber (Badan Pusat Statistik hingga Ernst

silakan cek di bagian Klasifikasi Data. Untuk mengecek data daring terkait transaksi Bidang Ekonomi Kreatif atau yang terkait HaKI, silakan cek https://data.imf.org/, https://unctadstat.unctad.org/ atau https://www.wipo.int/ipstats/en/.

11 Untuk publikasi resmi BPS, silakan cek https://www.bps.go.id/news/2015/05/21/114/sensus-ekonomi-2016.html

12 Seperti dilaporkan di situs resmi Bekraf, terkait buku hasil kerjasama antara Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Badan Pusat Statistik (BPS), yang mencakup data dan informasi mengenai PDB, Ekspor, dan Tenaga Kerja di tahun 2015 serta Profil Usaha dan Pengusaha Ekonomi Kreatif 2016, per 31 Juli 2018, sila unduh di https://www.bekraf.go.id/pustaka/page/data- statistik-dan-hasil-survei-khusus-ekonomi-kreatif

(7)

7

& Young). Selain itu, porsi penulisan “Opus 2019” lebih banyak tentang profil pegiat ekonomi kreatif dan kegiatan terkait.

2.3.3. Bukan Laporan Kinerja Pemerintahan: Laporan Badan Ekonomi Kreatif yang telah diterbitkan berjudul “Opus” (versi tahun 2017 dan tahun 2019) bukanlah Laporan Kinerja atau LAKIP (Laporan Kinerja Instansi Pemerintah). LAKIP adalah wajib bagi kementerian dan lembaga (tingkat pusat) dan pemerintah provinsi, kota dan kabupaten (tingkat daerah)13.

2.4. Transparansi Kinerja

Dokumen publik juga wajib dipublikasikan14, dan daring salah satu cara untuk mempublikasikannya. Tujuan publikasi ini adalah mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.

Dan tidak semua kementerian/lembaga yang memiliki tugas fungsi terkait Subbidang Industri Kreatif menyampaikan dokumen laporan tahunannya, seperti LAKIP, ke publik.

3. METODOLOGI

Dengan salah satu sasaran pembangunan dalam RPJMN adalah Kontribusi Ekspor, atau pasar internasional, penting akhirnya menghitung kontribusi ini dalam skala global. Penulis kemudian mengkaji beberapa hal sejak perumusan pola pikir kebijakan (policy framework) di negara-negara lain, hingga cara mereka mengidentifikasi, menganalisis dan mengevaluasi hasil kinerja program pemerintah. Penulis membandingkan beberapa sumber, terutamanya dari laporan resmi negara- negara dengan ekspor produk kreatif ke pasar global. Selain itu, penulis juga mengkaji laporan badan atau forum internasional seperti UNCTAD, UNESCO, UNDP, ITU, WIPO, WEF, OECD dan IMF yang secara khusus memanfaatkan analisis makroekonomi yang dibantu pengalaman pakar ekonomi kreatif dan budaya mereka. Dalam laporan UNCTAD 2008, “The Challenge of Assessing Creative Economy: towards Informed Policy Making”, bahwa tantangan bagi pembuat kebijakan adalah menguraikan kerangka kerja konseptual, kelembagaan dan kebijakan di saat ekonomi sedang tumbuh positif.

4. TUJUAN PENULISAN

Naskah Akademis ini dituliskan dengan beberapa tujuan:

4.1. Naskah Akademis ini bisa menjadi catatan kinerja, progres ataupun retrogres, yang dicapai semua pemangku kepentingan Bidang Ekonomi Kreatif di Indonesia periode 2014-2019.

Penting diingat bahwa pengumpulan data hingga analisis kebijakan yang tidak akurat akan mengarah pada pengambilan keputusan yang tidak tepat.

4.2. Dengan mengetahui konteks dan konsep global, serta beberapa best practices di negara lain, semua pemangku kepentingan patut mempertimbangkan strategi percepatan pertumbuhan Ekonomi Kreatif (quick wins) yang khas untuk pasar penawaran Indonesia dan pasar permintaan global.

4.3. Untuk menghindari gelembung ekonomi Indonesia di masa depan, pengesahan RPJMN 2020- 2024 dapat memasukkan pertimbangan definisi dn klasifikasi global serta mencantumkan program-program quick wins yang dirancang khusus untuk mengejar pasar global.

13 Peraturan tentang Laporan Kinerja ini tercantum dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, kemudian dilengkapi dengan dua peraturan: 1) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Kinerja Pemerintah Pusat, dan 2) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Pemerintah Pusat

14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 2 menyatakan bahwa setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.

(8)

8 5. ALUR NASKAH

Secara umum, Naskah Akademis ini ditulis dengan tahapan:

6.1. Mengkaji konsep dan konteks Ekonomi Kreatif secara global dari berbagai perspektif waktu dan pola pikir. Beberapa defisini dan klasifikasi data digali untuk rumusan yang dapat meningkatkan kualitas pengukuran Bidang Ekonomi Kreatif dan sub-subbidang Industri Kreatif.

Harapannya, kualitas pengukuran ini dapat diterapkan untuk RPJMN 2020-2024. Langkah pertama dalam menilai ekonomi berbasis budaya dan kreativitas di Indonesia adalah mendefinisikan pembagian bidang15, subbidang dan aktivitas16 yang sesuai.

6.2. Menjabarkan keterkaitan beberapa klasifikasi data global, baik ekonomi secara umum ataupun tentang Bidang Ekonomi Kreatif dan Sub-subbidang Industri Kreatif.

6.3. Menjabarkan tugas dan fungsi yang tercantum dalam Rencana Strategis setiap kementerian dan lembaga yang terkait Bidang Ekonomi Kreatif secara umum atau pun khusus. Analisis atas LAKIP atau laporan kinerja setiap kementerian dan lembaga ini menjadi pertimbangan koordinasi pemerintah di masa mendatang.

6.4. Mengajukan alternatif penghitungan Sasaran dan Capaian RPJMN 2015-2019 berdasarkan konsep, konteks, serta definisi dan klasifikasi data yang benar.

6. MAKLUMAT PENOLAKAN (DISCLAIMER)

6.1. Berdasarkan kesepakatan global yang telah disampaikan sebelum ini, dan untuk konsistensi di dalam Naskah Akademis ini, Penulis menggunakan “Industri Kreatif” sebagai bagian dari

“Ekonomi Kreatif”. Penulis juga menyepakati bahwa “Budaya” adalah faktor khas dari “Industri Kreatif”.

6.1.1. Industri Kreatif terdiri dari 16 subbidang (kata lain dari subsektor), dan 6.1.2. Ekonomi Kreatif adalah bidang pembangunan.

6.2. Untuk sub-subbidang Industri Kreatif tetap 16 (enam belas), mengikuti definisi yang dimaksud RPJMN 2015-2019. Hal ini mengingat bahwa Naskah Akademis ini hanya menghitung Industri Kreatif secara umum, karena data setiap subbidang yang terbatas hari ini. Selain itu, perlu diingat juga bahwa perubahan 16 subsektor berarti perubahan peraturan perundang- undangan yang menaunginya.

6.3. Ada beberapa hal yang tak bisa dikalkulasi hingga hari ini, misalnya, WIPO yang menemui kesulitan mengidentifikasi masalah khusus dalam melacak arus ekspor barang yang memiliki nilai HaKI dan produk lainnya di bidang jasa budaya/kreatif, misalnya karya seni dan barang antik yang dijual secara pribadi atau dengan metode transaksi lainnya. Metode dan data penghitungan akhirnya harus diselenggarakan di kajian-kajian di masa mendatang, dan kemudian disepakati oleh semua pemangku kepentingan untuk hasil optimal.

15 Istilah “bidang” digunakan oleh Bappenas dalam RPJMN 2015-2019, daripada istilah “sektor”, dan untuk itu dalam Naskah Akademis ini, Penulis menggunakan istilah “bidang”. Sedangkan istilah “subbidang” seperti “Subbidang Industri Kreatif”

digunakan, sebagai bagian dari “Bidang Ekonomi Kreatif”.

16 Istilah “aktivitas” digunakan dalam penghitungan kuantitatif dari Badan Pusat Statistik dan United Nation ISIC; untuk membedakan dengan istilah birokrasi Indonesia “kegiatan” yang lebih kualitatif dan merupakan bagian dari “program kerja”.

(9)

9 B.

KONSEP DAN KONTEKS EKONOMI KREATIF GLOBAL

1. KAJIAN GELOMBANG PERTAMA, KEDUA & KETIGA

Berbagai metodologi dan perangkat dibuat untuk mengkaji industri-industri yang terkait agar dapat membuat kebijakan yang terfokus. Kajian ini dikelompokkan ke dalam beberapa gelombang pemikiran, yang semuanya diselenggarakan secara resmi oleh negara berkolaborasi dengan pakar atau akademisi bidang terkait.

Untuk mendapatkan indikator penghitungan, sumber data baru perlu diidentifikasi. Hal ini dimanfaatkan untuk menyelaraskan proses pemantauan dengan baseline (patokan pertama). Pada Gelombang Pertama dan Kedua, para peneliti yang resmi ditunjuk negara ini tak mendapatkan data cukup, ditambah lagi kerangka kerja statistik yang tidak selalu memungkinkan ekstraksi informasi spesifik berbagai kegiatan kreatif dan kaitannya ke seluruh perhitungan ekonomi.

1.1. Kajian Gelombang Pertama (First Wave): Subbidang Industri Kreatif

Kajian pertama ini hanya melihat “Ekonomi Kreatif” dan industri-industri terkait. Inggris adalah negara pertama yang melakukan pemetaan aktivitas bisnis tertentu ini, yang dimulai pada 1998 dari Inggris di bawah koordinasi Department of Culture, Media and Sport (DCMS) dengan Creative Industries Mapping Study17. Data yang relevan diekstraksi dari berbagai survei bisnis di dalam industri-industri ini, ditambah dengan beberapa data ketenagakerjaan khusus industri di mana ia tersedia.

1.2. Kajian Gelombang Kedua (Second Wave): Nilai Tambah Produk Kreatif

Kajian kedua ini mencoba mengaitkan aktivitas industri kreatif dengan pekerjaan. Kajian Tim CreateHK (2003) yaitu Baseline Study on Hong Kong Creative Industries, adalah pemetaan industri kreatif berdasarkan karakteristik budaya, sosial, teknologi, dan faktor ekonomi nasional yang beragam. Dengan melihat hubungan pekerjaan kreatif (creative occupations) di dalam industri kreatif, CreateHK juga mengkaji industri kreatif sebagai bagian khusus ekonomi sebuah negara, yang dilengkapi dengan tahap-tahap nilai tambah (added value) dalam rantai produksi kreatif (creative value chain).

1.3. Kajian Gelombang Ketiga (Third Wave): Penghitungan Data Kreatif Secara Global

Kajian ketiga ini dipelopori banyak negara. UNESCO menyatakan bahwa industri budaya dan kreatif adalah pendorong utama ekonomi negara maju dan berkembang. Keduanya adalah sektor yang paling cepat berkembang di seluruh dunia, dengan mempengaruhi penghasilan, penciptaan lapangan kerja, dan kontribusi ekspor18. Industri budaya dan kreatif juga menghasilkan nilai non-moneter untuk pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Kajian yang cukup signifikan adalah kajian dari Perancis (2013)19 dan Australia (2007)20, yang mengkaji dan menghitung industri kreatif dalam sistem klasifikasi statistik industri dan pekerjaan yang lebih baru. Di Australia, klasifikasi industri adalah ANZSIC0621, dan pekerjaan

17 Pemerintah Inggris membuat kajian masing-masing Subbidang Industri Kreatif sejak 1998, yang kemudian direvisi 2001.

Untuk kajian-kajiannya, silakan cek pranala https://www.gov.uk/government/publications/creative-industries-mapping- documents-1998.

18 UNESCO, Cultural times, The first global map of cultural and creative industries, December 2015

19 France Créative Releases First Overview of France’s Cultural and Creative Industries, 7 November 2013. Perancis merilis kajian industri budaya dan kreatif pertama kali. Kajian ini dibuat oleh EY (sebelumnya Ernst & Young), yang berupa fakta dan angka-angka penting, menghadirkan panorama pertama dari sembilan sektor budaya Prancis dalam hal pekerjaan dan nilai ekonomi. (www.cisac.org)

20 Di bawah koordinasi Australian Research Council Linkage Project yaitu Department of Communications, Information Technology and the Arts, the Australian Film Commission dan Queensland University of Technology, Australia mengkaji ekonomi kreatif sebagai bagian ekonomi nasional dan global, dalam “Australia’s Creative Economy: Mapping Methodologies”

pada tahun 2007.

21 ANZSIC06 adalah Australian and New Zealand Standard Industrial Classification (ANZSIC), 2006 (cat.no.1292.0), dikelola oleh Australian Bureau of Statistics

(10)

10 adalah ANZSCO22. Keduanya melihat klasifikasi ISIC dan ISCO sebagai patokan. Kajian ini melihat ekstraksi data yang lebih tepat dan relevan bagi kegiatan kreatif23. Metode di dalam kajian ini pun lebih fleksibel terhadap perubahan model bisnis dan teknologi.

2. KAJIAN GLOBAL

Memasuki dekade kedua, kajian ekonomi kreatif adalah kajian global. Banyak negara berlomba membuat kajian didasari keniscayaan Ekonomi Kreatif sebagai satu fenomena baru di era digital.

Sebagai bidang yang sarat teknologi dan perubahannya, definisi dan klasifikasi data “Ekonomi Kreatif” kerap berubah. UNCTAD (2018) menyampaikan maklumat penolakan (disclaimer) terkait definisi “Ekonomi Kreatif” ini:

There is no single definition of the creative economy nor is there a consensus as to the set of knowledge- based economic activities on which the creative industries are based. There is no one-size-fits-all recipe but rather, flexible and strategic choices to be made by national governments in order to optimize the benefits of their creative economies for development.24

Meski demikian, UNCTAD memberikan contoh best practices (pelaksanaan terbaik) di setiap negara, yang merupakan pengekspor produk kreatif ke pasar dunia. Dirangkum dari laporan- laporan UNCTAD (2018) dan WIPO (2012)25 beberapa metode mengukur kekuatan ekonomi kreatif di berbagai negara:

2.1. Australia: melakukan survei industri dan survei individu juga kehadiran pengunjung di acara- acara kreatif;

2.2. Kanada: menganalisis data statistik atas besar industri, partisipasi kegiatan budaya, dan survei tenaga kerja budaya;

2.3. Finlandia, Perancis dan Italia: menganalisis data statistik badan pemerintah atas sektor kreatif;

2.4. Filipina: menghitung ekstrasi data terkait dari badan statistiknya yang mengabaikan sektor informal dan UKM;

2.5. Jepang dan China: menganalisis data statistik pemerintah secara umum terkait ekspor barang dan pekerja kreatif di luar negaranya;

2.6. Inggris dan Singapura: menghitung ekstrasi data bisnis dari level SIC 4-5 digit yang diambil oleh badan pemerintah terakit, dan masih dalam tataran data ekspor jasa kreatif (belum barang kreatif).

3. KAJIAN SWASTA

Untuk pasar Industri Kreatif dan Budaya (Creative & Cultural Industries) di Uni Eropa, misalnya, pihak swasta seperti konsultan EY (Ernst & Young, 2014)26 membuat kajian dengan matriks atas:

6.4. Sebelas "pilar vertikal" atau Subbidang Industri Kreatif di Eropa. Penting kemudian menghitung rantai nilai atas 11 bidang secara khas. EY juga mengkaji bahwa semua tingkatan rantai nilai bisa saling terkait, misalnya, novel yang ditulis sebagai buku dapat diadaptasi menjadi film atau permainan video, atau musikal dapat berbentuk film, pertunjukan panggung, atau rekaman.

Teknologi digital telah memperkuat keterkaitan ini, sehingga mempercepat kolaborasi lintas Subbidang Industri Kreatif. Rantai nilai kreatif (konsepsi gagasan, desain, produksi, distribusi barang dan jasa kreatif, hingga pertunjukan, penyiaran dan manajemen penyiaran) ini saling

22 ANZSCO adalah Australian and New Zealand Standard Classification of Occupations, 2013, Version 1.2, , dikelola oleh Australian Bureau of Statistics dan dirilis pada September 2006. ANZSCO direvisi pada Juni 2009 sebagai hasil dari perubahan kecil pada struktur klasifikasi dan perubahan definisi untuk beberapa pekerjaan, lengkap dengan spesialisasi dan judul alternatif; pemisahan dan penggabungan pekerjaan yang ada; revisi judul jabatan utama; dan beberapa lainnya.

23 Ibid.

24 UNCTAD report on “Creative Economy 2008: The Challenge of Assessing the Creative Economy towards Informed Policy- making”

25 Sabri Rbeihat & Amer Bakeer, The South-North Center for Dialogue and Development for WIPO, The Economic Contribution of Copyright-Based Industries in the Hashemite Kingdom of Jordan, Amman, 2012

26 EY, Creating growth: Measuring cultural and creative markets in the EU, 2014

(11)

11 berkaitan, bahkan secara eksternal atau lintas bidang pembangunan lain seperti pendidikan dan pariwisata.

6.4.1. Tumpang tindih terjadi pada tingkat penciptaan antara penulis, komposer, seniman visual, desainer, sutradara, penulis skenario dan penulis, di tingkat produksi, antara TV dan film, seni visual dan video game.

6.4.2. Tumpang tindih juga terjadi pada tingkat distribusi, dengan munculnya berbagai platform untuk distribusi media campuran.

6.4.3. Bidang periklanan di Uni eropa juga memiliki hubungan bisnis yang erat dengan sebagian besar segmen pasar ini: pendapatan iklan adalah aliran pendapatan penting untuk industri radio, TV, dan surat kabar.

6.5. Spektrum aktivitas kreatif yang menghasilkan nilai ekonomi dan pekerjaan. Industri Kreatif dan Budaya semakin dipandang sebagai komponen kunci dari pembangunan ekonomi lokal. Di persimpangan seni, bisnis dan teknologi, kegiatan-kegiatan kreatif ini bertindak sebagai katalis dan mesin inovasi, dengan manfaat yang memperkuat ekonomi yang lebih luas. Ada dua hal yang penting dicatat:

6.5.1. Sektor budaya dan kreatif sangat menarik bagi kaum muda.

6.5.2. Bidang budaya dan kreatif terbuka untuk pekerja muda dan menyerapnya dengan mudah. Industri budaya dan kreatif memiliki peran strategis dalam pemulihan ekonomi dan pertumbuhan Eropa, terutama dalam menyediakan lapangan kerja dan peluang karier bagi kaum muda Eropa.

6.6. Dalam kajian Komisi Eropa (2013), UKM dan organisasi kreatif menemui kesulitan merekrut pekerja serta mengumpulkan modal dan dana. Secara khusus, mereka sangat bergantung pada aset tidak berwujud dan HaKI, hingga mereka harus melayani pasar yang tidak pasti (mengarah ke risiko yang lebih tinggi). Di sisi lain, mereka menderita dari persepsi luas bahwa pengusaha UKM kurang memiliki keterampilan bisnis dan bergantung pada skema investasi publik. Persepsi atas UKM Ekonomi Kreatif ini pada akhirnya harus mengetahui model bisnis dan nilai tambah di setiap rantai nila kreatif.

Ilustrasi ___ : Perbandingan industri kreatif dan budaya (CCI) dengan industri lain

4. KAJIAN INDONESIA

Kementerian Perdagangan (2008) dibantu oleh tim Indonesia Design Power mempublikasikan kajian Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015, yang terdiri atas dokumen cetak biru dan rencana aksi, terkait 14 Subsektor Industri Kreatif, beserta Quick Wins untuk setiap subsektor (subbidang) dan para pemangku kepentingan.

(12)

12 Di dalam kajian itu disampaikan bahwa Ekonomi Kreatif perlu dikembangkan di Indonesia karena:

4.1. Memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan 4.2. Menciptakan Iklim bisnis yang positif

4.3. Membangun citra dan identitas Bangsa

4.4. Berbasis kepada Sumber Daya yang terbarukan

4.5. Menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa 4.6. Memberikan dampak sosial yang positif

Istilah pentahelix ABCGM (academics, business, communities, government, dan media) serta penambahan subbidang lahir dari kajian-kajian berikutnya. Hingga pertengahan 2019, belum ada kajian untuk mendata dan memetakan subbidang industri kreatif yang menyesuaikan dengan Gelombang Ketiga, yaitu ekstraksi data nasional lintas bidang yang lebih tepat dan relevan dengan kegiatan kreatif.

Ilustrasi ___ : Hasil Survei Ekonomi Kreatif Bekraf & BPS (2017)27

\\\\\\

27 Bekraf, Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif, Kerjasama Badan Ekonomi Kreatif dan Badan Pusat Statistik, 2017

(13)

13

C. DEFINISI & KLASIFIKASI DATA

Untuk mengkaji penghitungan kekuatan ekonomi kreatif di Indonesia, perlu disepakati definisi dan klasifikasi data ekonomi kreatif. Definisi dasar, seperti membedakan istilah “Ekonomi Kreatif” dan

“Industri Kreatif” yang mengacu pada kesepakatan global, patut dipertimbangkan untuk keseragaman langkah semua pemangku kepentingan. Harapan lanjutannya adalah pelaksanaan RPJMN 2020-2024 yang optimal.

Dari definisi-definisi kesepakatan global ini, dilanjutkan ke kajian klasifikasi global terhadap bidang atau sektor pembangunan yang terkait ekonomi kreatif. Klasifikasi ini membantu pegiat kreatif Indonesia masuk ke pasar global (outward looking), selain juga menemukenali industri dan pekerjaan di Bidang Ekonomi Kreatif (inward looking), terutama terkait dengan rantai nilai produk kreatif. Dengan mengkaji rantai nilai, termasuk hambatannya, semua pemangku kepentingan di Bidang Ekonomi Kreatif dapat lebih mudah mencari solusi masalah dan optimalisasi hasil.

1. EKONOMI BUDAYA & KREATIVITAS

Dari masa ke masa, telah terbukti bahwa penciptaan tarian, patung dan karya seni lainnya adalah proses kreatif manusia yang tak henti. Fenomena milenium baru kemudian menemukenali bahwa rantai nilai kreativitas telah dipengaruhi oleh solusi digital baru. Transformasi pengetahuan dalam hitungan detik, dan melimpahnya pengetahuan ini telah membawa peluang baru untuk praktik- praktik inovatif dan cara-cara baru interaksi dengan masyarakat lebih luas lagi. Akibatnya karya- karya budaya “diperjualbelikan”, bersamaan dengan proses inovasi yang tak henti. Selanjutnya, terjadi dinamika persaingan, ketidaksempurnaan pasar, pengelolaan hak, keanekaragaman budaya dan masalah lain yang penting bagi bidang budaya dan kreatif saat ini. Menjadikan budaya dan seni sebagai produk bernilai komersial tinggi.

Definisi “Ekonomi Kreatif” yang dirumuskan Florida (2002)28, Caves (2002)29 dan Cox (2005)30 memang tumpang tindih, namun sampai taraf tertentu, semua saling memperkuat satu sama lain.

Mereka memiliki kepakaran sendiri-sendiri, misalnya, Richard Florida sebagai pakar tata kota, lalu Richard E. Caves pakar struktur kontrak bisnis kreatif, serta George Cox pakar desain dan inovasi bisnis. Mengingat mereka juga tidak memberikan definisi industri kreatif yang dinamis, akhirnya selama 20 tahun terakhir ini banyak negara dan lembaga internasional merumuskan kembali

“Ekonomi Kreatif”.

Di sisi lain, bagi banyak orang, budaya (culture) adalah kuno, dan seni atau kesenian (arts) adalah masalah pencerahan atau hiburan. Seni dan budaya menjadi marjinal dalam kontribusi ekonomi.

Keduanya tak masuk pada ranah kebijakan publik karena tak memiliki peran ekonomi besar, dibandingkan dengan sektor atau industri lainnya. Padahal yang terjadi adalah kurangnya alat statistik yang tersedia untuk mengukur kontribusi bidang budaya terhadap ekonomi baik di tingkat nasional maupun internasional31.

Melihat fenomena antara budaya dan kreativitas, tahun 1998 Department of National Heritage (Kementerian Warisan Budaya Nasional) di Inggris mengubah nomenklatur dirinya menjadi Department for Culture, Media & Sport (DCMS)32. Pada tahun 2001 DCMS memetakan “industri kreatif” yang dibedakan dengan “industri budaya”, namun hingga hari ini, badan dunia seperti

28 Richard Florida, Cities and the Creative Class, Routledge, 2005

29 Richard E. Caves, Creative Industries: Contracts Between Art and Commerce, Harvard University Press, 2000

30 The Cox Review of Creativity in Business, https://webarchive.nationalarchives.gov.uk/+/http://www.hm- treasury.gov.uk/coxreview_index.htm

31 KEA European Affairs team, The Economy of Culture, Study prepared for the European Commission, (Directorate-General for Education and Culture), Komisi Eropa, 2006

32 Sejak Olimpiade Musim Panas 2012 di London, DCMS diubah lagi menjadi Department for Culture, Olympics, Media and Sport (DCOMS).

(14)

14 UNESCO (di bawah United Nations) dan Uni Eropa lebih memilih penggunaan istilah “industri budaya”33, termasuk di dalamnya “industri kreatif”. European Commission (Komisi Eropa yang membawahi banyak negara di Eropa) juga mengkaji bahwa di dalam "bidang kreatif", budaya menjadi input "kreatif" dalam produksi barang-barang non-budaya. Bidang Kreatif ini mencakup kegiatan seperti desain (desain mode, desain interior, dan desain produk), arsitektur, dan periklanan. Kreativitas menggunakan sumber daya budaya. Kreativitas menjadi konsumsi perantara ke dalam proses produksi sektor non-budaya. Dengan demikian kreativitas berbasis budaya adalah sumber inovasi.

UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development) kemudian membuat perbedaan antara "kegiatan hulu" (kegiatan budaya tradisional seperti seni pertunjukan atau seni visual) dan

"kegiatan hilir" (lebih dekat ke pasar, seperti periklanan, penerbitan, atau kegiatan terkait media), dan berpendapat bahwa kelompok kedua memperoleh nilai komersial dari biaya reproduksi rendah dan transfer mudah ke domain ekonomi lainnya. Dari perspektif Komisi Eropa dan UNCTAD ini, industri budaya merupakan bagian dari industri kreatif.

2. EKONOMI KREATIF & INDUSTRI KREATIF 2.1. UNCTAD

UNCTAD dalam laporan“Creative Economy Report 2008, The Challenge of Assessing the Creative Economy: Towards Informed Policy-making”, ditegaskan bahwa Bidang Ekonomi kreatif adalah konsep yang berkembang yang berpusat pada dinamika industri kreatif. Bidang ini bagi sebagian orang, harus dilihat secara holistik karena ia secara global berinteraksi dengan budaya, ekonomi, dan teknologi kontemporer yang didominasi oleh simbol, teks, suara, dan gambar.

Industri Kreatif adalah jantung Bidang Ekonomi Kreatif. Industri Kreatif memiliki siklus penciptaan, produksi dan distribusi barang dan jasa yang menggunakan HaKI sebagai masukan (input) utama mereka. Semua aktivitas di industri ini sarat dengan keterampilan kreatif, dan ia juga dapat menghasilkan pendapatan melalui perdagangan barang/jasa dan transaksi HaKI.

2.2. WIPO

WIPO (World Intellectual Property Organization) melihat “Ekonomi Kreatif” sebagai kesadaran global tentang peran kreativitas dan inovasi, yang didukung oleh hak kekayaan intelektual (HaKI, atau intellectual property rights), salah satunya hak cipta (copyrights)34.

Klasifikasi industri hak cipta ke dalam pengelompokan semacam itu Sistem Klasifikasi WIPO35 menekankan karakteristik keluaran industri hak cipta inti (core copyrights), karakteristik dan penggunaan keluaran atas aktivitas yang saling tergantung (inter-dependent activities) dan dan tujuan transaksi atas aktivitas yang tidak didedikasikan (non-dedicated activities). WIPO telah menyelaraskan klasifikasi WIPO dengan klasifikasi UN ISIC untuk kejelasan dan konsistensi global. Hal ini ditujukan agar negara-negara anggota dapat melakukan pengembangan metodologi lebih lanjut.

Kategorisasi WIPO juga telah mengakui efisiensi pendekatan SNA36, terutama sebagai dasar klasifikasi kegiatan hak cipta ke dalam empat kategori: inti, saling tergantung, parsial, dan tidak berdedikasi. WIPO membagi industri hak cipta berdasarkan bagan berikut ini:

33 BOP Consulting, Creative and Cultural Economy series ⁄ 2, Mapping the Creative Industries: A Toolkit, British Council, 2010

34 Kontribusi Ekonomi Kreatif terhadap pembangunan ekonomi, sosial, dan budayabisa diukur dengan syarat bahwa aktivitas ekonomi yang dapat diukur yang dilindungi oleh hak cipta adalah yang mendapatkan perlindungan hak cipta telah

ditegakkan, dan aktivitas ekonomi ini telah berjalan sesuai dengan hukum.

35 WIPO, Guide on Surveying the Economic Contribution of the Copyright Industries, 2015 Revised Edition

36 Silakan cek nomor 5.3. tentang SNA, System for National Accounting.

(15)

15

Ilustrasi ___ : Pembagian Barang Berwujud (Benda) dan Tak Berwujud (Takbenda)

2.3. DCMS Inggris

DCMS dari Inggris sejak 201637 telah membedakan antara industri kreatif dan ekonomi kreatif38:

2.3.1. Industri Kreatif adalah bagian dari Ekonomi Kreatif yang mengikutsertakan hanya mereka yang bekerja di industri-industri kreatif itu sendiri, walau ada juga yang berperan umum di industri itu (seperti bagian keuangan di subbidang animasi)39.

2.3.2. Ekonomi Kreatif meliputi pekerjaan kreatif di industri kreatif dan di luar industri kreatif40.

Ilustrasi ____: Domain Industri Kreatif vs Ekonomi Kreatif

3. SUBBIDANG INDUSTRI KREATIF

Ada beberapa mazhab Sub-subbidang Industri Kreatif, dan dikaji dari perspektif dan kepakaran masing-masing.

3.1. UNDP/UNESCO & Uni Eropa: Berbasis Budaya

Ekonomi budaya dalam kehidupan manusia adalah ritme, gerakan, hubungan, dan pertukaran sumber daya alam dan dirinya. Bersama UNDP, UNESCO sebagai badan dunia yang mengayomi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya mengkaji ekonomi budaya dalam Kerangka Kerja Statistik Budaya UNESCO 2009 dan diilustrasikan di halaman berikut.

Pada saat negara-negara berusaha untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) , negara-negara anggota United Nations menyepakati bahwa budaya sebagai pendorong pembangunan manusia berkelanjutan. Ekonomi berbasis budaya memiliki pemicu produk-produk industri kreatif dan budaya. Inovasi dan teknologi yang lekat dalam produksi industri kreatif dan budaya ini diakui tidak hanya karena nilai ekonominya, tetapi juga karena perannya dalam menghasilkan ide atau teknologi kreatif baru41.

Program Uni Eropa, Creative Europe, dirancang untuk mempromosikan keragaman budaya dan bahasa di Eropa dan memperkuat daya saing sektor budaya dan kreatif.

37 Laporan UK DCMS, Creative Industries: Focus on Exports of Service, Juni 2016

38 Ibid.

39 Deskripsi DCMS: The Creative Industries, a subset of the Creative Economy which includes only those working in the Creative Industries themselves (and who may either be in creative occupations or in other roles e.g. finance).

40 Deskripsi DCMS: The Creative Economy, which includes the contribution of those who are in creative occupations outside the creative industries as well as all those employed in the Creative Industries.

41 United Nations Development Programme (UNDP), Creative Economy Report, Widening Local Development Pathways, 2013

(16)

16

Ilustrasi ___ definisi Ekonomi Budaya menurut UN/UNDP/UNESCO (2006)

Tim KEA Research untuk Komisi Eropa (European Commission) kemudian juga mendefinisikan

“Sektor Kreatif” dan “Sektor Budaya” dengan beberapa subbidang/sektor berikut ini42:

Ilustrasi ___ – Batasan Ekonomi Kreatif dan Ekonomi Budaya versi Komisi Eropa 2006

42 KEA European Affairs team, The Economy of Culture, Study prepared for the European Commission, (Directorate-General for Education and Culture), Komisi Eropa, 2006

(17)

17 Komisi Eropa sebagai badan internasional yang menaungi beberapa negara di Eropa, juga mengkaji perpaduan budaya, kreativitas, dan inovasi yang bisa berproses untuk pertumbuhan ekonomi negara-negara anggotanya. Tim KEA Research (2006) menelusuri bidang-bidang yang saling terkait untuk secara akurat menghitung potensi Industri Budaya dan Kreatif terhadap pembangunan nasional negara-negara Eropa. Bidang pembangunan itu di antaranya:

1) Bidang seni tradisional [seni pertunjukan, seni visual, dan warisan], 2) Industri budaya tradisional seperti bioskop, musik dan penerbitan, 3) Industri media [pers, radio dan televisi],

4) Sektor kreatif [seperti fashion, interior, dan desain produk],

5) Industri teknologi informasi dan komunikasi [game, animasi, aplikasi digital], 6) Pariwisata budaya.

3.2. WIPO: Berbasis HaKI

Organisasi dunia untuk hak atas kekayaan intelektual, atau World Intellectual Property Organization (WIPO) mengkaji bagaimana warisan budaya, baik berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible), bahwa kekayaan intelektual ini memberikan pendapatan, juga memberi ingatan budaya, pengetahuan, dan keterampilan yang vital untuk membangun hubungan yang berkelanjutan dengan sumber daya alam dan ekosistem. WIPO membagi

“Industri Kreatif” dari sisi hak cipta dan hak kekayaan intelektual, seperti bagan berikut ini:

Ilustrasi ___ : Pembagian HaKI (Econstor43)

Ilustrasi ___ : Pembagian Industri Kreatif Berbasis HaKI (WIPO44)

43 Tim Karius, Intellectual property and intangible assets: Alternative valuation and financing approaches for the knowledge economy in Luxembourg, Research Report, 2016

44 WIPO, Guide on Surveying the Economic Contribution of the Copyright Industries, Revised Edition, 2015

(18)

18

Ilustrasi _____ – Detail Sub-subbidang Industri Kreatif (WIPO45)

Perlindungan atas Pengetahuan Tradisional yang merupakan intangible heritage, ada 3 bidang46:

3.2.1. Pengetahuan tradisional dalam arti yang ketat (dengan pengetahuan teknis, praktik, keterampilan, dan inovasi yang terkait dengan keanekaragaman hayati, pertanian atau kesehatan);

3.2.2. Ekspresi budaya tradisional atau cerita rakyat (dengan manifestasi budaya seperti musik, seni, desain, simbol dan pertunjukan), dan

3.2.3. Sumber daya genetik (dengan materi genetik nilai aktual atau potensial yang ditemukan pada tumbuhan, hewan dan mikroorganisme).

3.3. TERA Consultants dalam Kerangka Persaingan Usaha

Uni Eropa memahami bahwa banyak negara telah berinvestasi besar di Bidang Ekonomi Kreatif. COSME (Competitiveness of SMEs) adalah program Ui Eropa untuk memperkuat daya saing dan keberlanjutan perusahaan Uni Eropa dan UKM47. Program ini juga mendorong budaya kewirausahaan dan mempercepat munculnya industri kompetitif lintas sektoral.

kegiatan, yang sangat relevan untuk sektor budaya dan kreatif. Dalam kajian TERA Consultants (2014)48 yang mempertimbangkan Eurostat Structural Business Statistics (SBS), Industri Kreatif dibagi menjadi49:

45 Ibid.

46 WIPO, Traditional Knowledge and Intellectual Property, Background Brief, https://www.wipo.int/pressroom/en/briefs/tk_ip.html

47 European Comission, Communication from the Commission to the European Parliament, the Council, the European Economic and Social Committee and the Committee of the Regions; Promoting Cultural and Creative Sectors for Growth and Jobs in the EU, 2012

48 TERA Consultants adalah perusahaan konsultan ekonomi internasional yang didirikan tahun 1996 oleh Laurent Benzoni yang merupakan Profesor Ekonomi di Universitas Paris II Panthéon-Assas dan ahli ekonomi industri dan persaingan usaha.

49 TERA Consultants, The Economic Contribution of The Creative Industries to EU and GDP Development, Evolution 2008-2011, Paris, 2014

(19)

19 3.3.1. Core Creative Industries (CCI)

CCI memproduksi dan mendistribusikan produk kreatifnya untuk pasar besar dalam dan luar negeri. CCI ini termasuk film/video, videogames, broadcasting, musik, buku dan pers cetak. TERA juga memasukkan “other relevant sectors” yang menjadi kontributor utama Ekonomi Kreatif seperti perangkat lunak, basis data [databases], kegiatan percetakan, dan distribusi konten daring [online distribution of content].

3.3.2. Non-Core Creative Industries (NCCI)

NCCI tak memiliki hak cipta langsung tapi mendukung atau terkait langsung:

1) Interdependent Industries atau Industri Terkait

Berupa adalah produksi, manufaktur dan penjualan perangkat untuk rantai nilai budaya/kreatif [kreasi, produksi, konsumsi]. Industri ini termasuk pabrik, gudang dan retail perangkat TV, radio, pemutar CD/DVD, konsol permainan [game console], komputer, alat musik, kertas, mesin fotokopi, alat fotografi dan sinematografi.

2) Non-dedicated Support Industries atau Industri Pendukung “Tidak Tergantung”

Berupa industri media, terkait kegiatan penyiaran, komunikasi, distribusi, penjualan produk budaya, termasuk kegiatan gudang/retail, transportasi, telepon dan internet.

3.4. UNCTAD dalam Kerangka Skala dan Risiko Industri

Terlepas dari dinamika setiap rumusan di atas, UNCTAD menyebut ciri-ciri Creative Class &

Creative Entrepreneurs, yaitu lapisan masyarakat yang memiliki talenta kreatif dan mampu menggerakkan dinamika ekonomi, sosial dan budaya khususnya di daerah perkotaan/urban.

Selain berciri urban, usaha di bidang ekonomi kreatif umumnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang memiliki sifat risiko bisnis yang khas, serta didominasi oleh orang muda50. Singkatnya, UMKM adalah struktur usahanya, sementara Industri Kreatif yang berupa jenis usahanya atau aktivitasnya51.

Selanjutnya, UNCTAD menyarankan agar pembuat kebijakan perlu memprioritaskan industri budaya dan kreatif, memperkuat pendidikan dan pelatihan kejuruan/vokasional, akses ke teknologi informasi dan komunikasi, fasilitas pembiayaan, selain juga menerapkan lingkungan bisnis yang ramah bagi UMKM kreatif52. Pengalaman Asia Timur dan Tenggara dengan orientasi ekspor menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan kecil berkinerja buruk di pasar dunia (ILO, 1996). Yang mungkin bertahan adalah mereka dengan potensi ekspor yang tumbuh dari usaha kecil menjadi perusahaan menengah yang efisien. Dengan persaingan intensif dan kemajuan teknologi, sebuah negara harus memiliki cara terbaik menggunakan sumber daya ilmiah dan pendidikan yang ada. Salah satu upaya negara adalah meningkatkan kemampuan teknologi dalam negeri sebagai bagian integral dari kebijakan industri53. Beberapa kasus negara sukses menjadi contoh, seperti Namibia (2017) dengan sumber daya mineral dan Uni Arab Emirates (2016) sumber daya non-migas telah memprioritaskan nilai tambah dari sumber daya alam mereka yang fokus pada pegiat kreatif berskala UMKM.

4. PEMBAGIAN SUB-SUBBIDANG INDUSTRI KREATIF

Dari berbagai mazhab di atas, ditelusuri ada beberapa versi pembagian Subbidang Industri Kreatif dari berbagai negara. Maklumat UNCTAD (2018) bahwa tak ada “single definition”, terlebih lagi kesepakatan diperbaharui setiap periode di tingkat global. Sebagai catatan, selama lebih dari satu

50 UNCTAD, Creative Economy: A Feasible Development Option, 2010

51 Jenis aktivitas ini telah ditetapkan oleh UN ISIC yang terus diperbaiki sejalan dengan perkembangan teknologi dunia.

52 UNCTAD, Creative Economy Outlook: Trends in international trade in creative industries (2002–2015) & Country Profiles (2005–2014), 2018

53 UNCTAD, Growing Micro and Small Enterprises in LDCs, The “missing middle” in LDCs: why micro and small enterprises are not growing, 2001

(20)

20 dekade, rumusan di Indonesia masih terpaku pada rumusan lama, yang belum diperbaharui seperti rumusan negara-negara pengekspor utama produk kreatif.

4.1. Indonesia

Indonesia pernah menerapkan pembagian 15 subbidang di Kementerian Perdagangan (2004).

Selanjutnya, subbidang ini ditambah “kuliner” sehingga berjumlah 16 sejak di Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif (2009); diteruskan Badan Ekonomi Kreatif (2014) hingga hari ini.

Perihal definisi ini, di Indonesia sendiri secara resmi menjadikan “ekonomi kreatif” sektor unggulan nasional, seperti tercantum dalam RPJMN 2015-2019, dengan 16 “Subbidang Ekonomi Kreatif”, bukan “Subbidang Industri Kreatif”.

4.1.1. Aplikasi dan game developer;

4.1.2. Arsitektur;

4.1.3. Desain interior;

4.1.4. Desain komunikasi visual;

4.1.5. Desain produk;

4.1.6. Fashion;

4.1.7. Film, animasi dan video;

4.1.8. Fotografi;

4.1.9. Kriya;

4.1.10. Kuliner;

4.1.11. Musik;

4.1.12. Penerbitan;

4.1.13. Periklanan;

4.1.14. Seni pertunjukan;

4.1.15. Seni rupa; dan 4.1.16. Televisi dan radio54. 4.2. Inggris

Inggris mengubah konsep sektor Industri Kreatif sejak 200155. DCMS (2015) menetapkan 9 subbidang56 yaitu:

4.2.1. Periklanan & pemasaran;

4.2.2. Arsitektur;

4.2.3. Kriya;

4.2.4. Desain [produk, grafik & fashion];

4.2.5. Film, televisi, video, radio & fotografi;

4.2.6. Teknologi informasi, perangkat lunak & layanan komputer;

4.2.7. Penerbitan;

4.2.8. Museum, galeri & perpustakaan;

4.2.9. Musik, seni pertunjukan & visual.

4.3. Finlandia

Finlandia membagi dalam 4 klaster57, yaitu:

54 Pembagian ke-16 subbidang ini dirancang oleh Kementerian Perdagangan dalam dokumen “Cetak Biru Ekonomi Kreatif Indonesia” (29 Mei 2008), dan buku “Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025” oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2014).

55 Irina Bokova & Helen Clark, Creative Economy Report, Widening Local Development Pathways, UNESCO and UNDP, 2013

56 DCMS UK, Creative Industries Economic Estimates, 2016

57 Juha Oksanen, et. al., In search of Finnish Creative Economy Ecosystems and Their Development Needs – Study Based on International Benchmarking, Publication Series of The Government’s Analysis, Assessment and Research Activities 50/2018, Finland Prime Minister´s Office, 2018

(21)

21 4.3.1. Produk Kreatif & Budaya, dengan fokus warisan budaya & seni, seperti kriya, festival dan

produk museum/galeri/perpustakaan, musik, seni pertunjukan & seni visual;

4.3.2. Konten Kreatif, dengan fokus media, seperti film, animasi, video, radio, fotografi, penerbitan termasuk musik, dan karya sastra;

4.3.3. Layanan Kreatif, dengan fokus kreasi fungsional, seperti periklanan & pemasaran, aristektur, desain termasuk desain produk, desain grafis & desain fashion;

4.3.4. Lingkungan & Pelantar Kreatif, dengan fokus media baru dan permainan, seperti teknologi informatika, layanan perangkat lunak & keras, permainan digital, AR/augmented reality, VR/virtual reality, dan acara-acara kreatif.

4.4. Jerman

Jerman membagi dua domain, budaya dan kreatif58: 4.4.1. Industri Budaya

1) Musik [the music industry], 2) Buku [the book market}, 3) Seni [the art market}, 4) Film [the film industry},

5) Penyiaran [the broadcasting industry},

6) Seni pertunjukan [the performing arts market}, 7) Desain [the design industry},

8) Arsitektur [the architecture market}, 9) Pers [the press market. }

4.4.2. Industri Kreatif

10) Periklanan [the advertising market},

11) Perangkat lunak dan game [the software and games industry}.

4.5. Korea Selatan

Korea Selatan membagi 2 klaster59:

4.5.1. Jasa/services: periklanan, riset pasar & polling opini publik; arsitektur, teknik & lainnya;

penelitian & pengembangan; layanan personal, budaya & rekreasi.

4.5.2. Barang/goods: seni kriya; audio visual; desain; media baru; seni pertunjukan;

penerbitan; dan seni visual.

4.6. Jepang

Jepang memfokuskan pada produk kreatif yang memiliki pasar permintaan tinggi di Jepang dan masing-masing negara tujuan. Pemerintah Jepang, melalui METI (Minister of Economics, Trade and Industry) juga mengaitkan industri kreatif dengan strategi gaya hidup dan outbound-inbound di Bidang Pariwisata.

4.6.1. Konten: animasi, musik, tayangan informatif 4.6.2. Fashion: pakaian, kosmetika

4.6.3. Kuliner: makan di resto/warung/gerobak, makanan olahan, minuman hingga alat makan 4.6.4. Gaya hidup: perlengkapan sekolah, alat dapur, kriya, interior

4.6.5. Pariwisata: atraksi, penginapan

5. KLASIFIKASI INDUSTRI & PEKERJAAN MENURUT UNITED NATIONS

United Nations telah beberapa kali merevisi ISIC untuk klasifikasi aktivitas ekonomi dan ISCO untuk klasifikasi okupasi/pekerjaan.

58 Irene Bertschek (ed.), et.al., Federal Ministry for Economic Affairs and Energy (BMWi), Cultural and Creative Industries Monitoring Report, 2018

59 Rene Kooyman, Strengthening the Creative Industries for Development in The Republic of Korea, 2017

Referensi

Dokumen terkait

Setelah itu didapatkan larutan standar 10 ppm, untuk diketahui alat yang kami gunakan yakni pada spektrofotometer uv vis dapat menyerap cahaya apabila senyawa

Contoh kasus pada kawasan Halimun Bogor, jumlah penduduk perempuan pedesaan lebih separuhnya dari jumlah total penduduk, tapi ironisnya tidak ada perempuan yang terlibat dalam

Konsep diri positif merupakan salah satu bagian terpenting dalam menjalani proses perjalanan kehidupan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mendeskripsikan

Rekomendasi Outcome Analisis Kesimpulan & Saran.. Komponen-komponen Input Analisis mencakup fenomena adanya dinamika epistemologi fikih seksual, asumsi terhadap

ditunjukan kepada konsumen sebagai nilai tambah konsumen. Penelitian ini bertujuan: 1) mengetahui pelaksanaan strategi bauran pemasaran yang dilakukan rumah makan mie

Apabila pekerjaan dalam perintah perubahan harga satuannya terdapat dalam daftar kuantitas dan harga dan apabila menurut pendapat direksi pekerjaan bahwa kuantitas

Hazy-Sighted Link State Protokol routing (HSLS) adalah protokol routing hybrid Hazy-Sighted Link State Protokol routing (HSLS) adalah protokol routing hybrid yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemertahanan bahasa Mandailing di generasi kedua tetap bertahan karena mereka masih dapat menggunakan bahasa Mandailing dalam