• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (Cod) pada Air Limbah Rumah Sakit di Kota Medan di Balai Laboratorium Kesehatan Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (Cod) pada Air Limbah Rumah Sakit di Kota Medan di Balai Laboratorium Kesehatan Medan"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN DI BALAI LABORATORIUM

KESEHATAN MEDAN

KARYA ILMIAH

YESSI JUNIAR R.B SAMOSIR 092401067

PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012

(2)

PENENTUAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN DI BALAI LABORATORIUM

KESEHATAN MEDAN

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya

YESSI JUNIAR R.B SAMOSIR 092401067

PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KADAR CHEMICAL

OXYGEN DEMAND (COD) PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN MEDAN Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : YESSI JUNIAR R B SAMOSIR

NIM : 092401067

Program Studi : D3 KIMIA ANALIS Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan , Juni 2012 Diketahui/Disetujui Oleh :

Program Studi D III Kimia Pembimbing Ketua

Dra.Emma Zaidar Nst,M.Si

NIP .1955121181987012001 NIP .1968111101999031001 Dr. Saharman Gea

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua

NIP .195408302985032001 Dr.Rumondang Bulan Nst, MS

(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN DI BALAI LABORATORIUM

KESEHATAN MEDAN

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa Karya Ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2012

NIM.092401067

YESSI JUNIAR R.B.SAMOSIR

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang mencurahkan rahmat, berkah dan karunianNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan karya ilmiah ini yang merupakan salah satu syarat guna menyelesaikan Studi Program Diploma 3 pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Karya ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di BALAI LABORATORIUM KESEHATAN MEDAN, dengan judul “PENENTUAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN MEDAN”.

Selesainya Karya Ilmiah ini juga tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada :

1. Orang tua tercinta Ayah dan Ibu yang telah memberikan doa restunya yang tiada terhingga, dan telah banyak memberikan pengorbanan moril maupun materil serta kesabaran yang tulus, adik saya Yolanda, Yopi, Ywandes yang memberikan semangat setiap harinya untuk penulis sehingga selalu termotivasi ingin menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik. serta seluruh keluarga saya yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

2. Bapak Dr Saharman Gea sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan kepada penulis.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan MS, selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU, dan Ibu Dra. Emma Zaidar MSi, selaku Ketua Program Studi D3 Kimia Analis.

4. Ibu Erna dan Bapak M.Yusuf selaku pembimbing praktek kerja lapangan dan manager di BALAI LABORATORIUM KESEHATAN MEDAN 5. Partner saya saat Praktek Kerja Lapangan,Masryana,Tatiana,May

Fransiska,Nurhamidah Sagala,Ulfa terima kasih buat pengertian dan bantuan yang diberikan saat Praktek Kerja Lapangan masih berlangsung sampai Tugas Akhir penulis di selesaikan.

6. Rekan-rekan mahasiswa/i Kimia Analis D3 angkatan 2009, Sahabat- sahabat/Teman dekat saya Bg Julkarnine Marpaung, Masryana, Ireka, Martina, Yulia, Mawar, Windy, Stevani, Liesa, Maria dan Adik-adik juniorku yang lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

(6)

Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dalam materi dan penyajian. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak yang dapat menjadi bahan masukan bagi penulis. Semoga penulisan Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, Juni 2012

Penulis

(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar COD pada limbah cair dari beberapa rumah sakit di kota Medan dengan metode titrimetri. Dengan adanya pemanasan pada reaktor COD selama 2 jam pada suhu 150oC diperoleh bahwa kadar COD berada di bawah kadar maksimum dimana kadar maksimum COD menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup /MENLH untuk limbah cair rumah sakit yang memenuhi standar adalah 80- 100mg/l. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar COD dari limbah cair rumah sakit tersebut telah memenuhi standar baku yang ditentukan

(8)

DETERMINING CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) CONTENT FROM HOSPITAL’S WASTEWATER IN MEDAN AT LABORATORY HEALTY

MEDAN

ABSTRACT

` The determination of COD level of wastewater from hospital around in the city of Medan by using titrimetry method. Has been made carried out by the heating in the Reaktor’COD for 2 hours and with temperatur 150oC. Analysis showed result that levels below maximum level where According to the Ministry of enviroment/MENLH for hospital wastewater that meet the standart is 80-100 mg/l. Based on analysis resultis showed that COD levels from wastewater’hospital has met a standart quality required.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN...i

PERNYATAAN...ii

PENGHARGAAN...iii

ABSTRAK...v

ABSTRACT...vi

DAFTAR ISI...vii

BAB I PENDAHULUAN...1

DAFTAR PUSTAKA...ix

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Permasalahan...2

1.3. Tujuan...3

1.4. Manfaat...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

2.1. Limbah...4

2.1.1. Pengertian Limbah...4

2.1.2. Sumber Limbah...4

2.2. Ciri-ciri Air Limbah...5

2.2.1. Ciri-ciri Fisik...5

2.2.2. Ciri-ciri Kimia...7

2.2.3. Ciri-ciri Biologis...7

2.3. Limbah Rumah Sakit...8

2.4. Jenis Limbah Rumah Sakit...8

2.5. Metode Menangani Limbah...10

2.5.1. Penanganan Primer...10

2.5.2. Penanganan Sekunder...11

2.5.3. Penanganan Tersier...11

2.5.4. Penanganan Lanjutan...12

2.6. Dampak Buruk Air Limbah...13

2.7. Kebutuhan Oksigen Kimia/Chemical Oxygen Demand(COD)...14

2.8. Gangguan,Keuntungan, dan Kekurangan tes COD...17

2.8.1. Gangguan tes COD...17

2.8.2. Keuntungan tes COD...18

2.8.3. Kekurangan tes COD...18

2.9. Metode Penentuan COD...19

2.10.Analisa Titrimetri...20

BAB III METODOLOGI...24

3.1. Alat-alat...24

3.2. Bahan...24

3.3. Prosedur...25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...26

4.1. Data Hasil PERCOBAAN...26

4.2. Perhitungan...26

4.3. Pembahasan...27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...29

(10)

5.1. Kesimpulan...29 5.2. Saran...29 DAFTAR PUSTAKA...31 LAMPIRAN

(11)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencemaran lingkungan berakibat terhadap kesehatan manusia, tata kehidupan, pertumbuhan flora dan fauna yang berada dalam jangkauan pencemaran. Gejala pencemaran dapat dilihat pada jangka waktu singkat maupun panjang, yaitu pada tingkah laku dan pertumbuhan. Kondisi air, mikroorganisme, unsur hara, dan nilai estetika mengalami perubahan yang cukup menyedihkan (Agusnar, 2008).

Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah. Hal ini karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk memecahkan/mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap. Selain dari itu bahan buangan organik juga dapat bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air mengikuti reaksi oksidasi biasa.

Makin banyak bahan buangan organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya (Wardhana, 1995).

Air limbah yang berasal dari kegiatan rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemar air yang sangat potensial. Oleh karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa organik bersifat biodegradable yang cukup tinggi, kemungkinan mengandung senyawa-senyawa kimia lain serta mikro organisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit terhadap masyarakat disekitarnya. Karena potensi limbah rumah sakit terhadap kesehatan masyarakat sangat besar, maka setiap rumah sakit diharuskan mengolah limbah rumah sakit sampai memenuhi persyaratan standar baku mutu yang berlaku

(12)

(Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor : Kep-58/MENLH/12/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kesehatan rumah sakit)

Berdasarkan sifat air limbah rumah sakit yang biodegradable, maka pengolahan air limbah rumah sakit untuk menurunkan kandungan zat organik akan lebih sesuai dilakukan dengan cara biologi. Pengolahan air limbah rumah sakit dengan proses biofilter tercelup dengan menggunakan media plastik sarang tawon merupakan proses sederhana tetapi hasilnya cukup baik. Proses ini mampu mengurangi BOD, COD, TSS, senyawa ammonium, deterjen, dan phospat yang ada di dalam air baku.

(www.wikipedia.org)

Kemajuan industri dan teknologi seringkali berdampak pula terhadap keadaaan air lingkungan, baik air sungai, air laut, air danau, maupun air tanah. Dampak ini di sebabkan oleh adanya pencemaran air oleh berbagai hal. Salah satu cara untuk menilai seberapa jauh air lingkungan tersebut telah tercemar adalah dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air.

Pada kegiatan industri dan teknologi air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran. Air tersebut harus diolah terlebih dahulu agar menjadi kualitas yang sama dengan kualitas air lingkungan. Jadi air limbah industri harus mengalami proses daur ulang sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang kembali kelingkungan tanpa menyebabkan pencemaran air lingkungan (Wardhana, 1995).

1.2 Permasalahan

(13)

Dengan adanya kegiatan rumah sakit yang menghasilkan limbah cair, berapa besar kadar COD pada limbah cair rumah sakit, apakah masih memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup

1.3 Tujuan

- Untuk mengetahui kadar COD pada limbah cair beberapa rumah sakit di kota Medan

- Untuk mengendalikan kadar COD agar sesuai dengan standar baku mutu limbah yang diijinkan oleh MENLH

- Untuk melatih diri bekerja secara langsung dilapangan dengan ilmu Kimia Analis

1.4 Manfaat

Memberikan informasi dan pengetahuan tentang limbah cair rumah sakit dan kelayakannya dibuang ke badan air tanpa melakukan pencemaran pada perairan di sekitar lingkungannya

(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah

2.1.1 Pengertian limbah

Menurut Ehless dan Steel, air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan (Chandra, 2006).

2.1.2 Sumber air limbah

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber antara lain a) Rumah tangga

Contoh : air bekas cucian, air memasak, air bekas mandi, dan sebagainya b) Perkotaan

Contoh : air limbah dari perkantoran, perdagangan, selokan dan dari tempat- tempat ibadah

c) Industri

Contoh : air limbah dari pabrik baja, pabrik tinta, pabrik cat, dan pabrik karet

(15)

2.2 Ciri-Ciri Air Limbah

2.2.1 Ciri-ciri fisik limbah

a. Bahan Padat Total

Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal.

Bahan padat total terdiri dari bahan padat tak telarut atau bahan padat terapung serta senyawa-senyawa yang terlarut dalam air (zat padat yang lolos filter kertas) dan bahan tersuspensi (zat yang tidak lolos saringan filter)

b. Warna

Bahan buangan industri dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut didalam air. Apabila bahan buangan dan air limbah industri dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna sehingga tampak bening dan jernih. Selain itu degradasi bahan buangan industri dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan warna air. Tingkat pencermaran tidak mutlak tergantung pada warna air, karena bahan buangan industri yang memberikan warna belum tentu lebih berbahaya dari bahan buangan yang tidak memberikan warna. Seringkali zat-zat yang beracun justru terdapat didalam bahan buangan industri yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air sehingga air tetap tampak jernih

(16)

c. Bau

Bau yang keluar dari dalam air dapat berlangsung berasal dari bahan buangan atau limbah dari kegiatan industri atau dapat pula berasal dari hasil degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air. Bahan buangan industri yang bersifat organik atau bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri pengolahan bahan makanan seringkali menimbulkan bau yang sangat menyengat hidung. Mikroba didalam air akan mengubah bahan buangan organik, terutama gugus protein secara degradasi menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Timbulnya bau pada air lingkungan secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi.

d. Suhu

Dalam kegiatan industri seringkali suatu proses disertai dengan timbulnya panas reaksi atau panas dari gerakan mesin. Penghilang panas dapat dilakukan dengan proses pendinginan air. Air pendingin akan mengambil panas yang terjadi. air yang menjadi panas tersebut kemudian dibuang kelingkungan. Apabila air yang panas tersebut dibuang ke sungai maka air tersebut akan panas. Air sungai yang suhunya naik akan menggangu kehidupan hewan air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikkan suhu. Makin tinggi kenaikan suhu air makin sedikit oksigen yang lar

2.3.2 Ciri-ciri kimia

(17)

Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan logam-logam berat yang terkandung dalam air

limbah. Tes BOD dalam air limbah merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan sampai saat ini. Metode pengukuran limbah dengan cara ini sebenarnya merupakan pengukuran tidak langsung dari bahan organik. Pengujian dilakukan pada temperatur 200o C selama 5 hari. Kalau disesuaikan dengan temperatur alami Indonesia maka seharusnya pengukuran dapat dilakukan pada lebih kurang 300o C. Pengukuran dengan COD lebih singkat tetapi tidak mampu mengukur limbah yang dioksidasi secara biologis. Nilai-nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD (Situmorang, 2007)

2.2.3. Ciri-ciri biologis

Ciri-ciri biologis limbah kadang-kadang merupakan hal yang penting. Karena ada beribu-ribu bakteri per milimeter dalam air limbah yang belum diolah, maka perhitungan keseluruhan jarang dilakukan. Walaupun demikian pengujian untuk coliform pada buangan instalasi kadang-kadang dilakukan untuk mengkaji dapat tidaknya di buang ke perairan yang dipakai untuk rekreasi. Tergantung pada persyaratan pembuanganya mungkin diperlukan klorinasi air buangan untuk mengurangi jumlah bakteri-bakteri tersebut

Berbagai jenis bakteri yang terdapat didalam air limbah sangat berbahaya karena menyebabkan penyakit. Kebanyakan bakteri yang terdapat dalam air limbah merupakan bantuan yang sangat penting bagi proses pembusukkan bahan organik. Proses pengolahan biologis bertumpu pada percepatan siklus perusakan alamiah, sehingga tujuan dari perencanaan instalansi pengolahan pada umumnya adalah untuk

(18)

mempersiapkan suatu lingkungan yang baik untuk kegiatan bakteri yang menstabilkan bahan organik dalam air limbah (Linsley, 1996)

2.3. Limbah Rumah Sakit

Limbah rumah sakit adalah semua limbah baik yang berbentuk padat maupun cair yang berasal dari kegiatan rumah sakit baik kegiatan medis maupun nonmedis yang kemungkinan besar mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif.

Apabila tidak ditangani dengan baik, limbah rumah sakit dapat bermasalah baik dari aspek pelayanan maupun estetika selain dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan menjadi sumber penularan penyakit (infeksi nosokomial). Oleh karena itu pengolahan limbah rumah sakit perlu mendapatkan perhatian yang serius dan memadai agar dampak negatif yang terjadi dapat dihindari atau dikurangi.

2.4 . Jenis limbah rumah sakit

Limbah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat dibagi menjadi dua seperti berikut:

1. Limbah medis a. Padat

b. Cair c. Radioaktif

2. Limbah nonmedis a. Padat

b. Cair

(19)

Adapun yang meliputi limbah medis antara lain : a. Limbah padat medis

Limbah padat medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan tersebut juga kegiatan medis di ruang poliklinik, perawatan, bedah dan ruangan laboratorium.

b. Limbah cair medis.

Limbah cair medis adalah limbah cair yang mengandung zat beracun seperti bahan-bahan kimia anorganik. Zat-zat organik yang berasal dari air bilasan ruang bedah dan otopsi apabila tidak dikelola dengan baik atau langsung dibuang ke saluran pembuangan umum akan sangat berbahaya dan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap serta mencemari lingkungan

Adapun yang meliputi limbah nonmedis antara lain : a. Limbah padat nonmedis

Limbah padat nonmedis adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti ruang tunggu, ruang inap, unit gizi dan dapur

b. Limbah cair nonmedis

Limbah cair nonmedis merupakan limbah rumah sakit yang berupa :

1. Kotoran manusia seperti tinja, dan air kemih yang berasal dari kloset dan peturasan di dalam toilet atau kamar mandi

2. Air bekas cucian yang berasal dari lavatory, kitchen sink, atau floor drain dari ruangan-ruangan di rumah sakit.

(20)

Pengolahan limbah rumah sakit harus dilakukan dengan benar dan efektif dan memenuhi persyaratan sanitasi. Adapun persyaratan sanitasi yang harus dipenuhi antara lain :

1. Limbah tidak boleh mencemari tanah, air permukaan atau air tanah dan juga udara

2. Limbah tidak boleh dihinggapi lalat, tikus dan binatang lainnya

3. Limbah tidak menimbulkan bau busuk dan pemandangan yang tidak baik.

4. Limbah cair yang beracun harus dipisahkan dari limbah cair lain dan harus memiliki tempat penampungan sendiri (Chandra, 2006).

2.5 Metode Menangani Limbah

Penanganan limbah yang terlarut dapat menggunakan metode biologik dan dengan menggunakan metode fisikokimia. Dengan berbagai kombinasi perlakuan penanganan limbah maka BOD, partikel-pertikel dan juga mikroba patogen dapat dikurangi. Untuk menghilangkan zat-zat padat yang terdapat pada limbah dapat dilakukan dengan penyaringan ataupun pengendapan (sedimentasi). Sedangkan untuk menentralkan asam atau basa dan menghilangkan bahan-bahan organik tertentu dapat digunakan metode kimia. Sedangkan metode fisikokimia seperti adsorbsi, pertukaran ion, osmosis, oksidasi kimia, dan pengendapan biasanya dilakukan untuk menghilangkan komponen- komponen kimia tertentu yang bersifat mencemari. Pada prinsipnya penanganan limbah dikelompokkan menjadi empat tahapan tergantung dari jenis limbah dan tujuan penanganan. Keempat tahapan tersebut adalah sebagi berikut :

(21)

Proses penanganan primer air buangan pada prinsipnya terdiri dari tahap- tahapan untuk memisahkan air dari limbah padat yaitu dengan membiarkan padatan tersebut mengandap atau dengan memisahkan bagian-bagian padatan yang mengapung seperti daun, plastik, kertas dan sebagainya. Pada dasarnya primary treatment dilakukan dengan dua metode yaitu pengolahan secara fisik dan pengolahan secara kimia. Pengolahan secara kimia yaitu mengendapkan bahan padatan dengan penambahan zat kimia. Reaksi antara zat kimia dengan bahan yang akan diendapkan akan mengakibatkan butiran bahan bertambah besar, sehingga berat jenisnya lebih besar daripada air. Namun tidak semua reaksi dapat berjalan secara sempurna sebab untuk senyawa kimia organik tidak dapat mengendap. Pengendapan terjadi bila senyawa limbah pencemar terdiri dari senyawa anorganik seperti aluminium, besi, nikel dll.

Pengolahan secara fisik dimungkinkan bagi bahan kasar yang telah diolah dengan pengendapan atau pengapungan. Tujuan penanganan ini adalah untuk menghilangkan partikel-partikel padat anorganik dan organik melalui proses fisika yaitu sedimentasi dan flotasi.

2.5.2. Penanganan sekunder (Secondary Treatment )

Perlakuan (treatment) kedua pada umumnya melibatkan proses biologis dengan tujuan untuk menghilangkan bahan organik melalui oksidasi biokimia. Pilihan proses biologis tergantung pada banyak faktor misalnya kuantitas air buangan dan luas areal.

Pada proses biologis ini banyak digunakan reaktor lumpur aktif .

2.5.3. Penanganan tersier (Tertiary Treatment )

(22)

Dalam prakteknya pengolahan air limbah pada tingkat primary, dan secondary treatment sering kali tidak memuaskan bahkan tidak berhasil sehingga dibutuhkan

pengolahan tingkat lanjut. Proses primer dan sekunder dapat menurunkan nilai BOD air dan menghilangkan bakteri yang berbahaya tetapi tidak dapat menghilangkan komponen-komponen organik dan anorganik yang terlarut. Jika air buangan tersebut harus memenuhi standar mutu air yang ada maka bahan-bahan terlarut tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu yaitu dengan proses perlakuan tersier (tertiary treatment) atau penanganan lanjut. Tujuannya untuk menghilangkan bahan-bahan terlarut yang telah dikembangkan, dimulai dari proses biologis untuk menghilangkan senyawa- senyawa nitrogen dan fosfor sampai pada proses pemisahan fisika-kimia seperti adsorbsi, destilasi dan osmosis.

2.5.4. Penanganan lanjutan (advanced treatment)

Pada tahap ini pengolahan lanjutan diperlukan untuk membuat komposisi air limbah sesuai dengan yang dikehendaki seperti menghilangkan kandungan fosfor ataupun senyawa-senyawa lainnya dari air limbah (Kristanto, 2004)

Pengelolaan atau penanganan air limbah sebagi suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Oleh karena itu peraturan perundangan yang mengatur masalah pengelolaan lingkungan hidup perlu diketahui oleh setiap petugas yang bergerak dalam bidang industri dan teknologi (Wardhana, 1995)

Air limbah sebelum dilepaskan ke pembuangan akhir harus menjalani

(23)

efektif diperlukan rencana pengelolaan yang baik. adapun tujuan dari pengelolaan air limbah itu sendiri antara lain :

1) Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga 2) Melindungi hewan dan tanaman yang hidup didalam air 3) Menghindari pencemaran tanah permukaan

4) Menghilangkan tempat berkembang biaknya bibit dan vektor penyakit

Sementara itu sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan berikut :

1) Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum 2) Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan

3) Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air didalam penggunaanya sehari-hari

4) Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit 5) Tidak terbuka dan harus tertutup

6) Tidak menimbulkan bau, atau aroma yang tidak sedap (Chandra, 2006).

2.6. Dampak Buruk Air Limbah

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut adalah sebagai berikut :

1.Gangguan kesehatan

(24)

Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit bawaan air (waterborne disease). Selain itu didalam air limbah mungkin juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi makluk hidup yang mengkonsumsinya

2. Penurunan kualitas lingkungan

Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya : sungai dan danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Air limbah juga dapt merembes ke dalam air tanah, sehingga menyebabkan pencemaran air tanah

3.Gangguan terhadap keindahan

Air limbah mengandung polutan yang tidak menggangu kesehatan dan ekosistem, tetapi menggangu keindahan. Contohnya yang sederhana adalah air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapt menimbulkan perubahan warna pada badan air penerima. Walaupun pigmen tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, tetapi terjadi gangguan keindahan terhadap badan air penerima tersebut.

4.Gangguan terhadap kerusakan benda

Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi (misalnya pipa saluran air limbah ) dan bangunan air kotor lainnya (Mulia, 2005)

(25)

Perkembangan bakteri anaerob ini terjadi pada tempat-tempat yang sedikit atau sama sekali tidak mengandung oksigen. Kuman-kuman ini normalnya ditemukan di mulut, saluran pencernaan dan vagina serta pada kulit. Umumnya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri anaerob adalah gas gangren, tetanus dan botulisme.

Bakteri anaerob dapat menyebabkan infeksi jika barier (sawar) normal (seperti kulit, gusi dan dinding usus) mengalami kerusakkan akibat pembedahan, jejas atau penyakit.

Biasanya sistem kekebalan tubuh akan membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh, tetapi kadang-kadang bakteri tersebut mampu berkembang dan menyebabkan infeksi.

Bagian tubuh yang mengalami kerusakkan jaringan (nekrosis) atau suplai aliran darahnya sedikit merupakan tempat-tempat yang disenangi oleh bakteri anaerob untuk tumbuh dan berkembang karena miskin akan oksigen. Bakteri anaerob menyebabkan pneumonia, abses paru, infeksi pada salaput pembungkus paru (empiema) dan pelebaran bronkhus pada paru (bronkiektasis).

2.7. Kebutuhan Oksigen Kimia atau Chemical Oxygen Demand (COD)

Kebutuhan oksigen kimia atau chemical atau Chemical oxigen demand (COD) didefinisikan sebagai kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi senyawa kimia yang terdapat di dalam air. Pengujian COD dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa organik yang dapat dioksidasi di dalam air tetapi dengan menggunakan senyawa kimia sebagai sumber oksigen. Senyawa kimia yang dipergunakan sebagi oksidator adalah pengoksida kuat kalium dikromat (K2Cr2O7), karena senyawa ini akan dapat mengoksidasi senyawa organik menjadi senyawa CO2 dan H2O dengan persamaan reaksi :

(26)

CxHyOz + Cr2O72- +H+ CO2 + H2O + Cr3+

Penentuan COD di laboratorium dilakukan secara titrasi, dimana banyaknya bikromat yang di perlukan dalam reaksi oksidasi adalah setara dengan banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik. Dalam reaksi ini senyawa bikromat adalah sebagai sumber oksigen untuk mengoksidasi senyawa organik. Kelebihan penentuan COD adalah sangat cepat yaitu membutuhkan waktu 1-2 jam untuk menganalisis, hal ini relatif sangat singkat bila dibandingkan dengan penentuan BOD yang membutuhkan waktu beberapa hari (Situmorang, 2007)

...(1)

COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2

Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis misalnya selulosa, tanin, lignin, fenol, polisakarida, benzena dan sebagainya maka lebih cocok dilakukan pengukuran nilai COD dibandingkan dengan nilai BOD

O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988)

Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat (kalium dikromat/ K2Cr2O7

Meskipun demikian terdapat juga bahan organik yang tidak dapat dioksidasi ) dalam suasan asam. Dengan menggunakan dikromat sebagai oksidator, diperkirakan sekitar 95-100% bahan organik dapat dioksidasi.

(27)

menguap (volatile). Glukosa dan lignin dapat dioksidasi secara sempurna. Asam amino dioksidasi menjadi amonia nitrogen. Nitrogen organik dioksidasi menjadi nitrat.

Pada penentuan COD, kalium dikromat yang ditambahkan harus melebihi kebutuhan untuk mengoksidasi bahan organik. Kelebihan oksidator ini dititrasi kembali untuk mengetahui oksidator yang sesungguhnya yang terpakai. Asam lemak dan hidrokarbon aromatik tidak dapat dioksidasi oleh kalium dikromat.

Kalium dikromat dapat mengoksidasi bahan organik secara sempurna apabila berlangsung dalam suasana asam dan suhu yang tinggi. Oleh karena itu bahan-bahan mudah menguap (volatile) yang terdapat dalam air akan menguap selama proses oksidasi berlangsung jika tidak dilakukan pencegahan. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya penguapan bahan-bahan mudah menguap ini adalah dengan menggunakan kondensor refluks. Pada metode refluks, air sampel dapat didihkan tanpa kehilangan bahan-bahan mudah menguap.

Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga dan industri misalnya pabrik bubur kertas, pabrik kertas dan industri makanan.

Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter (Effendi, 2003)

2.8. Gangguan, keuntungan dan, kekurangan tes Chemical Oxygen Demand (COD) 2.8.1. Gangguan tes COD

(28)

1. Kadar klorida < 2000 ppm mengganggu bekerjanya katalisator AgSO4

Hg

, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh dikromat. Gangguan ini dihilangkan dengan penambaha reagen lainnya. Ion merkurik bergabung dengan ion klorida membentuk merkuri klorida sesuai dengan reaksi dibawah ini

2+ + 2Cl- HgCl2

Dengan adanya ion Hg

...(2)

2+ ini konsentrasi ion Cl-

2. NO

menjadi sangat kecil dan tidak menggangu oksidasi zat organis dalam tes COD

2-

juga akan teroksidasi menjadi NO3-

. Bila konsentrasi NO2-

> 2 mg/l maka perlu penambahan 10 mg Asam sulfamat per mg NO2-

2.8.2. Keuntungan tes COD

, baik dalam sampel maupun blangko.

Keuntungan dari tes COD dibandingkan tes BOD diantaranya adalah

− Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam sedangkan analisa BOD memerlukan waktu 5 hari

− Untuk menganalisa COD antara 50 sampai 800 mg/l tidak dibutuhkan pengenceran sampel sedangkan pada umumnya analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran

− Ketelitian dan ketepatan tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD

− Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikro-organisme pada tes BOD

(29)

2.8.3. Kekurangan dari tes COD

Kekurangan tes COD diantaranya adalah

Tes COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu reaksi oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi dialam) sehingga merupakan endekatan saja. Karena hal tersebut maka tes COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis (Alaerts, 1984)

2.9. Metode penentuan Chemical Oxygen Demand (COD)

Adapun metode yang digunakan dalam menetukan COD diantaranya adalah A. Metode refluks terbuka

Kebanyakan bahan-bahan organik yang telah teroksidasi oleh suatu campuran dari pemanasan kromat dan asam sulfat yang mendidih. Suatu sampel merupakan larutan asam kuat yang diketahui jumlah potasium dikromatnya. Setelah mengalami proses pencampuran sisa K2Cr2O7 dititrasi dengan menggunakan Ferro Amonium Sulfat untuk menentukan jumlah K2Cr2O7 yang dipakai atau dipergunakan. Banyaknya bahan organik yang dioksidasi dihitung sebagai oksigen yang setara dengan kalium dikromat yang terikat. Untuk menjaga agar volume dan kekuatan reagen agar tetap konstan maka volue sampel lain berkurang daripada 50 ml dari yang diperlukan.

Standart waktu yang digunakan agar boleh mereduksi selama 2 jam jika ingin mendapatkan waktu dan juga menghasilkan hasil yang sama.

(30)

B. Metode refluks tertutup

Senyawa organik yang bersifat volatil akan teroksidasi secara sempurna dalam sistem tertutup karena dapat berhubungan langsung dengan oksidas. Sebelum tiap-tiap pemeriksaan dipergunakan tabung untuk mencapai titik akhir di TFE linier memilih tabung yang cocok untuk sensitivitas yang diinginkan, digunakan 25x150 mm ukuran tabung untuk suatu sampel dengan keadaan kadar COD yang umum karena volume sampel yang dipergunakan banyak.

C. Metode refluks tertutup ( kolorimetri tertutup)

Reaksi kolorimetri yang memakai ampul glass atau sebuah tabung tertutup.

Unsur oksigennya dapat diukur dengan menggunakan standart 600 nm dengan spektrofotometer (Greenberg, 1917)

2.10. Analisa Titrimetri

Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinnya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan. Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut larutan standar. Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap disebut titrasi dan zat yang ditetapkan disebut dititrasi. Titik pada saat reaksi itu tepat lengkap disebut titik

(31)

tidak dapat disalah lihat oleh mata yang dihasilkan oleh larutan standar itu sendiri atau lebih lazim lagi oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator dan titik pada saat mana ini terjadi disebut titik akhir titrasi.

Pada analisis titrimetri, suatu reaksi harus memenuhi kondisi-kondisi berikut:

1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana yang dapat dinyatakan dengan persamaan kimia, zat yang akan ditetapkan harus bereaksi dengan lengkap dengan reagensia dalam proporsi yang stokiometrik atau ekuivalen

2. Reaksi harus praktis berlangsung dalam sekejap atau berjalan dengan sangat cepat sekali. Dalam beberapa keadaan penambahan suatu katalis akan menaikkan kecepatan reaksi tersebut

3. Harus ada perubahan yang menyolok dalam energi-bebas yang menimbulkan perubahan dalam beberapa sifat fisika atau kimia larutan pada titik-ekuivalen. Harus tersedia suatu indikator, yang oleh perubahan sifat-sifat fisika (warna atau pembentukkan endapan), harus dengan tajam menetapkan titik-akhir reaksi.

Reaksi yang digunakan dalam analisis titimetri dapat dibagi menjadi dua golongan utama yaitu :

a. Reaksi dalam mana tak terjadi perubahan keadaan oksidasi reaksi ini bergantung pada bersenyawaanya ion-ion

b. Reaksi oksidasi-reduksi ini melibatkan suatu perubahan kedaaan oksidasi atau dengan kata lain pemindahan elektron

(32)

namun demi kemudahan kedua tipe reaksi ini dibagi dalam empat golongan utama:

1. Reaksi penentralan atau asidimetri dan alkalimetri : ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas, atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawaannya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air

2. Reaksi pembentukkan kompleks : reaksi ini bergantung pada bersenyawaannya ion-ion yang bukan ion hidrogen atau ion hidroksida untuk membentuk suatu ion atau senyawa yang dapat larut atau sedikit terdisosiasi seperti titrasi larutan sianida dengan perak nitrat. Asam etilenadiaminatetraaseta, sebagian besar garam dinatriumnya, EDTA merupakna reagensia yang sangat penting untuk pembentukkan kompleks.

3. Reaksi pengendapan : reaksi ini bergantung pada bersenyawanya ion- ion untuk membentuk suatu endapan sederhana seperti ion perak dengan suatu larutan klorida. Tak terjadi perubahan kedaan oksidasi 4. Reaksi oksidasi-reduksi : dalam golongan ini termaksuk semua reaksi

yang melibatkan perubahan bilangan-oksidasi atau pemindahan elektron. Larutan standarnya adalah zat pengoksid ataupun zat pereduksi. Zat pengoksid yang utama adalah kalium permanganat,

(33)

bromat. Zat pereduksi yang sering digunakan adalah senyawa besi (II) dan timah (II), natrium tiosulfat, dll (vogel, 1994).

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa dimana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa tidak kepada atomnya saja. Jika suatu reagen berperan baik sebagai reduktor dan oksidator maka dapat dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau disproporsionasi

Banyak sekali metode volumetri yang berprinsipkan pada transfer elektron.

pemisahan oksidasi reduksi menjadi komponen-komponenya yaitu reksi separuhnya adalah cara untuk menunjukkan masing-masing spesis yang memperoleh maupun kehilangan elektron. Reaksi oksidasi reduksi berasal dari transfer langsung elektron dari donor ke akseptor. Bermacam reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi volumetri asalkan kesetimbangannya yang tercapai setimpa penambahan titran dapat berlangsung dengan cepat. Dan diperlukan juga adanya indikator yang mampu menunjukkan titik ekivalen stokiometri dengan akurasi yang tinggi. Banyak titrasi redoks dilakukan dengan menggunakan indikator warna dua setengah reaksi untuk setiap sistem titrasi redoks selalu dalam kesetimbangan pada seluruh titik setelah mulainya titrasi, sehingga potensial reduksi untuk separuh sel adalah identik ada seluruh

(34)

titik sedangkan potensial E sel berubah selam titrasi, perubahannnya sangat spesifik.

Banyak reaksi redoks yang berlangsung lambat sehingga digunakan katalis untuk mempercepat reaksinya (Khopkar, 2008).

(35)

BAB 3

METODE DAN BAHAN

3.1.Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

- Pipet volume pyrex

- Gelas ukur

- Erlemeyer pyrex

- Alat refluks (COD reaktor)

- Botol aquadest - Buret digital - Pipet tetes

3.1.2.Bahan - Aquadest

- Sampel air - K2Cr2O7 - H

0,25N

2SO4 yang mengandung Ag2SO4

(36)

- Indikator feroin

- FAS 0,01N (Fero ammonium sulfat / Fe (NH4)2 (SO4)2

3.1.3 Prosedur Percobaan

)

- Dimasukkan 1ml K2Cr2 O7

- Ditambahkan 3ml H

0,01N ke dalam tabung COD

2SO4 dalam AgSO - Ditambahkan

4

40mg HgSO - Ditambahkan 2ml sampel

4

- Direfluks atau dimasukan ke dalam COD reaktor (150o

- Setelah 2 jam didinginkan, pindahkan sampel kedalam erlemeyer dan ditambahkan aquadest 2x volume awal

C) selama 2 jam

- Ditambahkan indikator feroin 2-3 tetes

- Dititrasi dengan ferro amonium sulfat 0,01N sampai terjadi perubahan dari warna (larutan kuning-hijau-biru-bening-merah orange)

- Dicatat volume titrannya

- Dilakukan hal yang sama untuk blanko tanpa menggunakan sampel

(37)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Data Hasil Percobaan

Tabel : Data Hasil Penentuan COD (Chemical Oxgen Demand)

Data Analisa COD

Kode Sampel/Minggu Konsentrasi Mg/l

Kode 0209 39,6mg/l

Kode 0415 65,2mg/l

Kode 0398 56mg/l

Kode 0210 67,2mg/l

4.2. Perhitungan

Kadar COD (mg/l) = 8000

)

( xNx

sampel ml

b a

Dimana a = ml titrasi blanko b = ml titrasi sampel

N = Normalitas Fe (NH4)2 (SO4) Limbah 1 (kode sampel 0209)

2

(38)

Kadar COD (mg/l) = 0,01 8000 2

93 , 26 92 ,

27 x Nx

ml

= 0,01 8000 2

99 ,

0 x Nx

ml ml

=39,6mg/l

1.3. Pembahasan

Dari hasil uji yang dilakukan terhadap limbah cair dengan parameter COD maka kadar COD yang diperoleh pada sampel tersebut masih dapat ditoleransi karena tidak melebihi batas maksimum yang ditentukan sehingga tidak terlalu bahaya bila di buang kebadan air, di dalam perlakuan dilakukan pemanasan sampai suhu 150oC, apabila di atas 150oC maka akan hilang zat-zat organik dan dapat merusak pereaksi yang ada di dalamnya sehingga nilai COD nya sulit untuk ditentukan. Apabila di bawah 150oC belum terbentuk reaksi yang diinginkan.

Penambahan katalisator perak sulfat (AgSO4) untuk mempercepat reaksi.

Apabila dalam bahan buangan organik diperkirakan ada unsur Chlorida yang dapat menggangu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk menghilangkan gangguan tersebut. Selain Chlorida, nitrit juga menjadi gangguan dalam analisa COD nitrit pada analisa COD tidak boleh > 2 mg/l maka perlu ditambahkan asam sulfamat. Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organis habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang tersisa di dalam larutan tersebut

(39)

tersebut ditentukan melalui titrasi dengan fero amonium sulfat (FAS). Indikator feroin digunakan untuk menentukkan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau- biru larutan berubah menjadi coklat merah. (Alaert, 1987). Bila dibandingkan dengan reaksi COD yang hanya memakan waktu sekitar 2 jam sedangkan uji BOD relatif sangat lambat karena tergantung cara kerja bakteri. Reaksi uji COD relatif lebih cepat karena tidak tergantung pada cara kerja bakteri. Masing- masing cara pengujian, baik reaksi uji COD maupun reaksi uji BOD mempunyai keterbatasan yang tidak dapat mengoksidasi segala macam buangan. Dalam uji BOD apabila kandungan oksigen dalam air lingkungan menurun maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecahkan bahan buangan organik akan menurun pula. Bahkan mungkin pula apabila oksigen terlarut sudah habis maka bakteri aerobik akan mati semua. Dalam keadaan seperti ini bakteri anaerobik akan memecahkan bahan buangan yang ada di dalam air lingkungan. Pada uji COD jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bikromat yang dipakai. Makin banyak kalium dikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti bahwa air lingkungan makin banyak yang tercemar oleh bahan buangan organik. Dengan demikian maka seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan dapat ditentukan. (Wardhana, 1995).

.

(40)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari analisis yang dilakukan terhadap limbah cair dengan parameter COD pada sampel 1 diperoleh kadar COD sebesar 39,6 mg/l, pada sampel 2 diperoleh kadar COD sebesar 65,2mg/l, pada sampel 3 kadar COD sebesar 56 mg/l, pada sampel 4 diperoleh kadar COD sebesar 67,2 mg/l sampel 5 diperoleh kadar COD sebesar 48,8 mg/l. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup No.Kep 58/MENKLH/12/1995 kadar maksimum COD 80-100 mg/l. Kadar maksimum baku mutu air limbah cair rumah sakit yang telah ditetapkan maka kandungan COD pada air limbah tersebut telah layak untuk dibuang ke badan air.

5.2. Saran

Untuk sampel yang terlalu pekat sebaliknya dilakukan pengenceran terlebih dahulu agar tidak mengganggu proses analisa.

Untuk sampel yang tidak melewati batas maksimum selain parameter COD yang dilakukan perlu dianalisa parameter yang lain untuk mendapatkan kualitas air limbah tersebut

Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan terutama perairan maka sebaliknya

(41)

dibuang langsung ke badan air serta dapat mengolah limbahnya sehingga sesuai standart baku mutu yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan hidup

.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar,H.2008. Analisa Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan. Medan: USU Press

Alaerts,G. 1986. Metode Penelitian Air.Surabaya : Usaha Nasional

Chandra,B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan.Jakarta : Penerbit kedokteran EGC

Effendi,H. 2003. Telaah Kualitas Air.Yogyakarta : kanisius

Greenberg,A.E. 1917. Standar Method For The Examination Of Water and Wastewater.Sixteenth Edition.New York : American Public Health Assciation Press

http : // www.Wikipedia.org. Diakses tanggal 04-03/2012

Khopkar,S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia

Kristanto,P . 2004. Ekologi Industri. Surabaya : Penerbit andi

Linsley,K.R. 1995. Teknik Sumber Daya Air. Edisi jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga Mulia,R.M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu

Situmorang,M. 2007. Kimia Lingkungan. Medan : Unimed University Press

Vogel,1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC

Wardhana,W.A.1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Andi

(43)

LAMPIRAN

(44)

LAMPIRAN A : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, NOMOR : KEP-51/MENLH/10/1995

TENTANG : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit TANGGAL : 21 Desember 1995

No Parameter BAKU MUTU

1 Ph 6,9-9,0(mg/l)

2 BOD 30(mg/l)

3 COD 80(mg/l)

4 TSS 30(mg/l)

5 NITROGEN TOTAL (NH3-N) 0,1(mg/l)

6 POSPAT 2,0(mg/l)

(45)

LAMPIRAN B :Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup NOMOR :KEP-58/MENLH/12/1995

TENTANG :Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit TANGGAL :21 Desember 1995

PARAMETER KADAR MAKSIMUM

FISIKA

Suhu <30oC

KIMIA

pH 6-9

BOD5 30mg/l

COD 80mg/l

TSS 30mg/l

NH3 Bebas 0,1mg/l

PO4 2mg/l

MIKROBIOLOGIK

MPN-Kumna Golongan Kolo/100mL 10.000

RADIOAKTIVITAS

32P 7x102 Bq/L

35S 2x103 Bq/L

45Ca 3x102 Bq/L

51Cr 7x104 Bq/L

67Ga 1x103 Bq/L

85Sr 4x103 Bq/L

99Mo 7x103 Bq/L

113Sn 3x103 Bq/L

125I 1x104 Bq/L

131I 7x104 Bq/L

192Ir 1x104 Bq/L

201TI 1x105 Bq/L

Referensi

Dokumen terkait

Melalui program ini alat dikendalikan dengan interface empat buah tombol untuk mengeset tampilan jam dan menit pada rangkaian

Pemerintah Kota Surabaya dalam melaksanakan pembangunan selalu diawali dengan proses perencanaan pembangunan seperti yang diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004

Dari gambaran tersebut penulis mendesain alat yang merupakan dasar dari lampu-lampu hias yang sering dijumpai di pusat perbelanjaan, perkantoran atau tempat hiburan. Alat

[r]

Sumber berguna sebagai pemancar infra merah dengan didasarkan pada IC NE555 yang berfungsi untuk membuat dioda D2 dan D3 (dioda infra merah) berkedip pada frekuensi 200 Hz 300

Pada pembuatan aplikasi Cache Konfigurator dapat dilihat kemudahan yang diberikan oleh Microsoft Visual Basic antara lain aplikasi ini dapat dibuat dari versi 4.0 hingga versi

Berpenguat Serta Karbon Searah Hasil Manufaktur Vacuum Infusion Sebagai.. Material

Atas dasar dari masalah di atas penulis mencoba untuk menghindari resiko-resiko tersebut dengan membuatkan suatu sistem pelaksanaan ujian/tes seleksi yang dilangsungkan