REKONSILIASI FISKAL DAN
KOMPENSASI KERUGIAN
BY SUHARTINI
Tujuan Pembelajaran:
1.Memahami perbedaan laba komersial (akuntansi) dengan laba fiskal
2.Menjelaskan pengertian perbedaan permanen dan perbedaan temporer
3.Menjelaskan perhitungan pajak terhutang
4.Menjelaskan pengertian kredit pajak
5.Memahami pajak akhir tahun (PPh 28
dan PPh 29)
PENDAHULUAN
REKONSILIASI FISKAL
Laporan Keuangan Komersial
- Neraca
- Laporan Laba Rugi
- Laporan Perubahan Modal - Laporan Arus Kas
- dll
Laba/Penghasilan Neto
Menentukan Besarnya Pajak Penghasilan Perlakuan2 akuntasi yang berbeda dg
ketentuan perpajakan, seperti:
- Ketentuan Perpajakan : tidak semua biaya dapat dijadikan pengurang
- Terdapat penghasilan yang bukan Objek Pajak,
- dll
Perlakuan2 akuntasi yang berbeda dg ketentuan perpajakan, seperti:
- Ketentuan Perpajakan : tidak semua biaya dapat dijadikan pengurang
- Terdapat penghasilan yang bukan Objek Pajak,
- dll
Disesuaikan dg Aturan Perpajakan (Fiskal)
dengan melakukan
Rekonsiliasi Fiskal
4
Contoh Rekonsiliasi Fiskal --->Penghasilan
REKONSILIASI FISKAL
Uraian Akuntansi Koreksi Fiskal Fiskal Phs usaha 100 - 100
Deviden dari subs. 40 (40) - Keuntungan Penj Kend. 60 - 60 Restitusi PBB 10 - 10
Restitusi PPh 30 (30) -
Total 240 170
Kutipan Lap Keuangan PT. Selalukomplain Penghasilan dari usaha 100 juta
Deviden dari anak perusahaan (>25%) 40 juta Keuntungan penjualan kendaraan 60 juta Restitusi PBB 10 juta
Restitusi PPh 30 juta
Rekonsiliasi Fiskal
Adalah:
Proses membuat penyesuaian-penyesuaian terhadap laporan keuagan komersial dengan berdasarkan ketentuan- ketentuan perpajakan sehingga diperoleh yang namanya laba fiskal
Tujuan:
Agar laporan keuangan komersial sebelum datanya
dimasukan dalam SPT tahunan PPh terlebih dahulu disesuaikan
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku
6
HAL-HAL YANG PERLU DILAKUKAN DIPERHATIKAN DALAM REKONSILIASI FISKAL
P E N G H A S I L A N
PENGHASILAN BUKAN OBJEK PPh
PENGHASILAN BUKAN OBJEK PPh
OBJEK PPh TIDAK BERSIFAT FINAL
OBJEK PPh TIDAK BERSIFAT FINAL
OBJEK PPh DIPOTONG FINAL
OBJEK PPh DIPOTONG FINAL
1.
BIAYA
NON DEDUCTIBLE EXPENSE :
TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
NON DEDUCTIBLE EXPENSE :
TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
DEDUCTIBLE EXPENSE :
DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
DEDUCTIBLE EXPENSE :
DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
2.
Skema Rekonsiliasi Fiskal
Dokumen Sumber
Dokumen Sumber JurnalJurnal Buku BesarBuku Besar
Laba Rugi Komersial Laba Rugi Komersial
Rekonsiliasi Fiskal Rekonsiliasi
Fiskal
Laba Rugi Fiskal Laba Rugi
Fiskal
Koreksi Positif Koreksi
Positif Koreksi FiskalKoreksi Fiskal Koreksi Negatif Koreksi Negatif
Beda Waktu
Beda Waktu PSAK 46PSAK 46 Beda waktuBeda waktu
Beda Tetap
Beda Tetap Beda TetapBeda Tetap
8
ISTILAH DALAM REKONSILIASI FISKAL
BEDA
FISKAL BEDA SEMENTARA (TEMPORARY DIFFERENCE)
BEDA SEMENTARA (TEMPORARY DIFFERENCE)
BEDA TETAP
(PERMANENT DIFFERENCE) BEDA TETAP
(PERMANENT DIFFERENCE)
PENYESUAIAN FISKAL
NEGATIF
NEGATIF
POSITIF
POSITIF
Koreksi Fiskal Koreksi Fiskal
Keperluan Perpajakan Keperluan Perpajakan
Keperluan Penerapan
PSAK 46 Keperluan Penerapan
PSAK 46
Koreksi Positif Koreksi Positif
Koreksi Negatif Koreksi Negatif
Beda Waktu Beda Waktu
Beda Permanen Beda Permanen
10
KOREKSI FISKAL
Jenis Koreksi Fiskal Lap.
Komersial VS Lap. Fiskal
Koreksi Positif Penghasilan < Penghasilan Biaya > Biaya
Koreksi Negatif Penghasilan > Penghasilan
Biaya < Biaya
Koreksi Fiskal Positif
Menyebabkan Bertambahnya jumlah pajak penghasilan terutang
Contoh:
a. Biaya yang dibebakan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungannya
b. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh WP
c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan
d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan e. Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan
f. Pajak penghasilan
g. Gaji yang dibayarkan kepada pemilik h. Sanksi administrasi
i. Selisih penyusutan/amortisasi komersial di ats penyusutan/ amortisasi fiskal j. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
dikenakan Pajak Penghasilan Final dan penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak
Koreksi Fiskal Negatif
Menyebabkan Berkurangnya jumlah pajak penghasilan terutang Contoh:
a. Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final dan penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha
b. Selisih penyusutan/amortisasi komersial dibawah penyusutan atau amortisasi fiskal
Beda Tetap dan Beda Sementara
BEDA TETAP (Permanent Different) :
Perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak yang disebabkan ketentuan perpajakan dan tidak akan menimbulkan permasalahan akuntansi serta tidak memberikan pengaruh terhadap kewajiban perpajakan masa mendatang.
- Penghasilan yang telah dipotong PPh final
- Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
- Pengeluaran yang termasuk dalan non deductible expense
(pasal 9 ayat 1 UU PPh) dan tidak termasuk dalam deductible
expense (pasal 6 ayat 1 UU PPh)
14
PENYESUAIAN FISKAL – BEDA TETAP
REKONSILIASI FISKAL
1. Komersial = Penghasilan v.s
Fiskal = Bukan Penghasilan
– Misal:
dividen yg diterima oleh PT sbg WP DN dg penyertaan modal >= 25% yg didirikan dan berkedudukan di Indonesia.
2. Komersial = Penghasilan v.s.
Fiskal = PPh yang bersifat final
– Misal:
Penghasilan atas bunga deposito atau tabungan
lainnya yg tlh dipotong PPh Final oleh Bank sebesar
20%.
15
PENYESUAIAN FISKAL – BEDA TETAP
REKONSILIASI FISKAL
3. Komersial = Beban (biaya) v.s.
Fiskal = Non Deductible Expense
Misal:
Biaya-biaya utk memperoleh penghasilan yg bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final.
Penggantian/imbalan sehubungan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
Sanksi perpajakan spt bunga, denda, dan kenaikan.
Biaya-biaya yg menurut Fiskal tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu
• Seperti : daftar nominatif biaya entertainment, daftar
nominatif atas penghapusan piutang
BEDA SEMENTARA (Temporary Different)
Perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan memberikan pengaruh di masa mendatang dalam jangka waktu tertentu sehingga pengaruh terhadap laba akuntansi dan penghasilan kena pajak akhirnya menjadi sama.
- Penyisihan / Akrual dan Realisasi - Penyusutan
- Amortisasi
- Kompensasi rugi
- Rugi – Laba selisih kurs
PERBEDAAN TEMPORER YANG BOLEH DIKURANGKAN
Contoh:
a) Beban piutang tak tertagih
Secara komersial: metode pencadangan
Secara fiskal: PMK No. 105/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009 b) Beban pesangon
Secara komersial: metode pencadangan
Secara fiskal: pada saat pembayaran pesangon c) Beban penyusutan:
Perbedaan timbul mungkin karena beda penggunaan metode penyusutan atau umur manfaat ekonomis. Penyusutan fiskal harus mengacu ke
PMK No. 96/PMK.03/2009 tanggal 15 Mei 2009.
d) Lainnya: pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible expense) kecuali: yang sesuai dengan PMK No. 81/PMK.03/2009 tanggal 22 April 2009.
PERBEDAAN TEMPORER YANG BOLEH DIKURANGKAN
No Uraian Akuntansi Perpajakan
1. Penentuan masa manfaat Tergantung pada justifikasi
manajemen Sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan secara kaku
2. Besaran nilai perolehan Mengenal prinsip materialitas, bila tidak material bisa dibebankan sekaligus sebagai biaya
Tidak mengenal prinsip materialitas. Bila memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan melalui penyusutan sesuai Keputusan Menteri Keuangan
3. Metode penyusutan Metode garis lurus Metode saldo menurun Metode satuan produksi Metode identifikasi khusus
Kelompok bangunan harus menggunakan metode garis lurus,
Kelompok selain bangunan boleh memilih antara metode garis lurus atau saldo menurun
4. Aset yang boleh disusutkan Semua aset tetap yang dimiliki badan
usaha, kecuali tanah. Hanya aset yang dimiliki dan digunakan untuk
memelihara (3M) penghasilan yang merupakan obyek pajak tidak final
5. Penghitungan jumlah bulan sejak saat dimulainya penyusutan
Jumlah bulan dapat dibulatkan ke atas atau ke bawah. Misalnya pembelian di atas tanggal 15 dibulatkan ke bawah dan belum diakui penyusutannya
Jumlah bulan selalu dibulatkan ke atas, walaupun dibeli di atas tanggal 15 setiap bulannya.
19
JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
PERKIRAAN AKUNTANSI PAJAK BEDA
I. Peredaran Usaha
1.1 Potongan Penjualan Realisasi
Penyisihan Realisasi
- No
Temporer 1.2 Retur Penjualan Realisasi
Penyisihan
Realisasi -
No
Temporer 1.3 Jasa Konstruksi oleh
Pengusaha Kecil Pendapatan PPh Final
(2%, 3%, 4% atau 6%)
Tetap
1.4 Penghasilan Perusahaan Pelayaran DN
Pendapatan PPh Final
(1,2%*peredaran)
Tetap
1.5 Penghasilan Perusahaan
Pelayaran/Penerbangan LN Pendapatan PPh Final
(2,64%*peredaran) Tetap 1.6 Penghasilan BUT Perwakilan
Dagang Asing Pendapatan PPh Final
(0,44*ekspor) Tetap 1.7 Penghasilan BUT Perwakilan
Dagang Asing
Pendapatan PPh Final
(0,44*ekspor)
Tetap
20
JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
PERKIRAAN AKUNTANSI PAJAK BEDA
1.8 Penghasilan atas distributor
produk Pertamina dan Premix Pendapatan PPh Final
(0,25% / 0,3%) Tetap 1.9 Penghasilan atas penyalur gula
pasir dan tepung terigu Bulog Pendapatan PPh Final Tetap 1.10 Penghasilan sebagai
Distributor Kertas
Pendapatan PPh Final
(0,10% * H Jual)
Tetap
1.11 Penghasilan atas Distributor
Industri Rokok DN Pendapatan PPh Final (0,15%*H Bandrol)
Tetap
II. Harga Pokok Penjualan
2.1 Penilaian Persediaan Harga Perolehan COMWIL
Prosentase Laba Bruto Harga Eceran
Harga Perolehan -
- -
No
Temporer Temporer Temporer
2.2 Metode FIFO
Rata-rata LIFO
FIFO
Rata-rata -
No No
Temporer
21
JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
PERKIRAAN AKUNTANSI PAJAK BEDA
III. Penghasilan Di Luar Usaha
3.1 Deviden dari Penyertaan DN
(minimal 25% dan ada usaha lain)
Pendapatan (Equity Method)
Bukan Obyek Pajak
Tetap 3.2 Bunga Deposito dan Tabungan
(termasuk Jasa Giro dan SBI)
Pendapatan PPh Final (20%)
Tetap 3.3 Keuntungan Penjualan Saham di
Bursa Efek Indonesia Pendapatan PPh Final
(0,1% x H Jual Tetap 3.4 Keuntungan pengalihan tanah dan
bangunan:
- oleh orang pribadi dan yayasan - oleh badan (bukan usaha pokok) - oleh badan (usaha pokok)
Pendapatan Pendapatan Pendapatan
PPh Final (5%) PPh 25 (5%) PPh 23
Tetap No No 3.5 Penghasilan Sewa
- Badan
- Orang Pribadi Pendapatan
Pendapatan PPh Final (10%)
PPh Final (10%) Tetap Tetap 3.6 Penghasilan dari Hadiah atas
Undian
Pendapatan PPh Final (25%) Tetap
22
JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
PERKIRAAN AKUNTANSI PAJAK BEDA
3.7 Bunga atau diskonto Obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek
Pendapatan PPh Final
(15% * bunga)
Tetap
IV. Beban Usaha
4.1 Biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang meru-
pakan Obyek Pajak
Realisasi
Penyisihan Realisasi
- No
Temporer
4.2 Biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan Obyek Pajak
Biaya Undeductible Tetap
4.3 PPh pasal 21 (karyawan)
Tunjangan PPh 21 Ditanggung Perush
Deductible Undeductible
No Tetap 4.4 Pemberian kenikmatan dalam
bentuk natura
- Umum
- Makan minum di tempat kerja - Berkaitan dg pekerjaan
- Daerah terpencil
-Undeductible -Deductible -Deductible -Deductible
Tetap No No No
23
JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
PERKIRAAN AKUNTANSI PAJAK BEDA
4.5 Sumbangan Biaya Undeductible Tetap
4.6 Entertainment Daftar Nominatif
Tdk Daftar Nominatif Deductible
Undeductible No Tetap
4.7 Penyusutan - Beda Metode
- Beda umur ekonomis
-Sesuai pajak -Beda Metode -Beda umur eko.
Deductible Deductible Deductible
No
Temporer Temporer 4.8 Kendaraan dibawa
pulang Biaya 50%
Undeductible 50% Deductible
Tetap
4.9 Sewa rumah karyawan Tidak diberi tunjangan
Diberi tunjangan Undeductible
Deductible Tetap
No
4.10 Biaya pengobatan Penggantian Tunj. Pengobatan Cuma-Cuma
Deductible Deductible Undeductible
No No Tetap
4.11 SGU dengan hak opsi Penyusutan aktiva SGU Bunga SGU
Jumlah Pembayaran
Biaya Biaya Non Biaya
Undeductible Undeductible Deductible
Temporer Temporer Temporer
4.12 Biaya lain-lain Tidak dirinci
Dirinci Undeductible
Deductible Tetap
No
24
KOMPENSASI KERUGIAN
Pasal 6 ayat (2) dan PP 34 Tahun 1994 Pasal 6 ayat (2) dan PP 34 Tahun 1994
KERUGIAN DAPAT DIKOMPENSASIKAN DENGAN PENGHASILAN MULAI TAHUN PAJAK BERIKUTNYA BERTURUT-TURUT SAMPAI DENGAN 5 (LIMA) TAHUN PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA PERKEBUNAN
TANAMAN KERAS DAN PERTAMBANGAN, DI DAERAH TERPENCIL, KOMPENSASI KERUGIAN PALING LAMA 10
TAHUN
PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA PERKEBUNAN TANAMAN KERAS DAN PERTAMBANGAN DI LUAR DAERAH
TERPENCIL, KOMPENSASI KERUGIAN DIBERIKAN PALING LAMA 8 TAHUN
Kerugian yang diakibatkan karena penghasilan yang telah dikenakan pajak final, tidak dapat
dikompensasikan ke tahun pajak berikutnya
25
KOMPENSASI KERUGIAN
KOMPENSASI KERUGIAN
5 (LIMA) TAHUN
CONTOH
PT.A TAHUN 2009 MENDERITA KERUGIAN FISKAL SEBESAR Rp 1.200.000.000.- DALAM 5 TAHUN BERIKUTNYA RUGI-
LABA FISKAL PT A. MENGGAMBARKAN SEBAGAI BERIKUT:
2010 : LABA FISKAL Rp 200.000.000.-
2011 : RUGI FISKAL Rp 300.000.000.-
2012 : LABA FISKAL N I H I L
2013 : LABA FISKAL Rp 100.000.000.-
2014 : LABA FISKAL RP 800.000.000.-
26
KOMPENSASI KERUGIAN DILAKUKAN Sbb:
RUGI FISKAL TAHUN 2009 (Rp 1.200.000.000.)
LABA FISKAL TAHUN 2010 Rp 200.000.000.(+)
SISA RUGI FISKAL TH 2009 (Rp 1.000.000.000.)
RUGI FISKAL TAHUN 2011 (Rp 300.000.000.)
SISA RUGI FISKAL TH 2009 (Rp 1.000.000.000.)
LABA FISKAL TAHUN 2012 Rp N I H I L (+)
SISA RUGI FISKAL TH 2009 (Rp 1.000.000.000.)
LABA FISKAL TAHUN 2013 Rp 100.000.000.(+)
SISA RUGI FISKAL TH 2009 (Rp 900.000.000)
LABA FISKAL TAHUN 2014 Rp 800.000.000.(+)
SISA RUGI FISKAL TH 2009 (Rp 100.000.000.)
27
- SISA RUGI FISKAL TAHUN 2009 Rp 100.000.000.
YANG MASIH TERSISA PADA AKHIR TH 2014,
TIDAK BOLEH DIKOMPENSASIKAN DGN LABA FISKAL
TAHUN 2015. SEDANGKAN : - RUGI FISKAL TAHUN 2011 Rp 300.000.000.-
HANYA DIKOMPENSASIKAN DENGAN LABA FISKAL TAHUN 2015 DAN TAHUN 2016, KARENA JANGKA
WAKTU LIMA TAHUN DIMULAI SEJAK TAHUN 2012 DAN BERAKHIR TH 2016.
PASAL 6 Ayat (2) PASAL 6 Ayat (2)
KREDIT PAJAK DAN
TARIF PPh BADAN
KREDIT PAJAK
Kredit Pajak adalah:
Pengurang PPh terutang yang merupakan rincian kredit PPh yang dipotong/dipungut pihak lain tidak termasuk bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta rincian penghasilan neto dari luar negeri yang diterima WP sendiri, isteri dan anak-anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali istri yang telah hidup berpisah atau yang mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
Dasar:
- UU PPh Pasal 24 - UU PPh pasal 28
- PP Nomor 42 tahun 1995 jo. PP Nomor 25 tahun 2001
Terdiri dari:
1. PPh yang ditanggung pemerintah
2. PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain dalam negeri meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh pasal 23
3. PPh Pasal 24 sebagai kredit pajak luar negeri
PENJELASAN
1. PPh yang ditanggung pemerintah
Pembahasan PPh yang ditanggung pemerintah adalah jumlah PPh yang ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.03/2009
2. PPh Pasal 21
Kredit PPh asal 21 adalah jumlah PPh yang telah dipotong oleh pemotong pajak PPh Pasal 21 dalam tahun pajak yang bersangkutan, baik terhadap WP sendiri maupun terhadap istri WP yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja, dan anak/ anak angkat yang belum dewasa
Dalam hal WP Orang Pribadi luar negeri berubah status
menjadi WP dalam negeri, PPh Pasal 26 yang telah dipotong
disamakan dengan kredit pajak PPh Pasal 21
3. PPh Pasal 22
Kredit Pajak PPh Pasalm 22 adalah jumlah PPh yang telah dipungut dalam tahun Pajak yang bersangkutan oleh:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea Cukai, atas impor barang;
b. Direktorat jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah, BUMD dan BUMN, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negra atu belanja daerah;
c. Badan Usaha yang bergerak di bidang industri semen,industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya dalam negeri;
d. Pertamina atas penjualan hasil produksi berupa premium, solar, pelumas, minyak tanah, dan gas LPG kepada pembeli yang bukan sebagai penyalur/agen/dealer
e. Bulog atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu kepada pembeli yang bukan penyalur/grosir.
4. PPh Pasal 23
Kredit Pajak PPh Pasal 23 adalah jumlah PPh yang telah dipotong dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh pemotong PPh Pasal 23 atas penghasilan berupa dividen, royalti, hadiah dan penghargaan, sewa, imbalan atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak, kecuali PPh yang bersifat final.
5. PPh Pasal 24
Kredit Pajak PPh Pasal 24 adalah jumlah pajak yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dalam tahun yang bersangkutan, sebesar PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tetapi tidak bolah melebihi perhitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh.
Contoh perhitungan:
Pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ataupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, dapat dikreditkan
terhadap pajak yang terutang pada akhir tahunyang bersangkutan.
Pajak penghasilan yang terutang Rp 80.000.000,00 Kredit pajak:
Pemotong pajak dari pekerjaan (Pasal 21) Rp 5.000.000,00 Pemungut pajak oleh pihak lain (Pasal 22) Rp 10.000.000,00
Pemotong pajak dari modal (Pasal 23) Rp 5.000.000,00 Kredit pajak luar negeri (Pasal 24) Rp 15.000.000,00
Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25) Rp 10.000.000,00 (+) Jumlah pajak penghasilan yang dapat dikreditkan Rp 45.000.000,00 (-) Pajak penghasilan yang masih harus dibayar Rp 35.000.000,00
PPh Pasal 28A (Lebih Bayar)
Apabila pajak yang terutang untuk satu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungan dengan utang pajak berikut sanksi- sanksinya.
PPh Pasal 29 (Kurang bayar)
Apabila pajak yang terutang untuk satu tahun pajak ternyata
lebih besar dari kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak
yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuna
Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan
BAGAN PAJAK PENGHASILAN (PPH BADAN)
UU PPh Pasal UU PPh Pasal
Pasal 24
WAJIB PAJAK BADAN
Laporan Laba / Rugi
Penghasilan xxx
Biaya (xxx)
Laba xxx
Koreksi Fiskal xxx
Penghasilan Kena Pajak xxx
Pajak Terutang xxx
Pajak dibayar dimuka (xxx) Pajak yang harus dibayar xxx
Pasal 23
Pasal 6
Pasal 22, 23, 24, 25
Pasal 26
Pasal 23
Pasal 4
Pembayaran dari Luar Negeri Pembayaran ke Luar Negeri Luar Negeri
Indonesia
Pasal 9 Pasal 17 Pasal 29
PERHITUNGAN PPH SECARA UMUM
UU PPh Pasal UU PPh Pasal
Komersial Fiskal
Penghasilan xxx xxx Biaya ( dan bukan biaya) (xxx)(xxx) Laba/Penghasilan netto xxx xxx
Kompensasi rugi tahun sebelumnya (xxx) Penghasilan kena pajak (PKP) xxx
PPh terhutang (PKP x Tarif) xxx Kredit Pajak :
- PPh 22/23/24/25 (xxx)
Kurang (lebih) bayar xxx
Penyesuaian Dilakukan dengan Rekonsiliasi Fiskal
Penyesuaian Dilakukan dengan Rekonsiliasi Fiskal
TARIF PPH BADAN
UU PPh Pasal UU PPh Pasal