• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kecemasan Definisi Kecemasan Kecemasan (Ansietas) adalah perasaan ketidaknyamanan atau rasa takut yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kecemasan Definisi Kecemasan Kecemasan (Ansietas) adalah perasaan ketidaknyamanan atau rasa takut yang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kecemasan

2.1.1 Definisi Kecemasan

Kecemasan (Ansietas) adalah perasaan ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respon (penyebab yang tidak spesifik bahkan tidak diketahui oleh individu) perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa akan ada tanda bahaya yang datang dan memperkuat individu tersebut melakukan atau mengambil tindakan menghadapi ancaman.

Kejadian dalam hidup seperti menghadapi persaingan, tuntutan, serta bencana dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Salah satu contoh dampak psikologis yaitu timbulnya kecemasan.

Kecemasan merupakan gangguan psikososial yang dapat terjadi pada setiap individu. Ansietas juga didefinisikan sebagai perasaan ketakutan secara menyeluruh, tidak menyenangkan, bersifat samar-samar, seringkali disertai gejala otonomik, seperti nyeri kepala, jantung berdebar, gangguan lambung ringan, maupun berkeringat. (Laela & Wahyuni, 2018)

DSM-5 mengklasifikasikan gangguan depresi dan kecemasan berdasarkan gejala klinis dan menilai kemungkinan korelasi dengan kondisi medis, penggunaan obat psikoaktif atau farmakologis, atau penyalahgunaan zat. Kecemasan adalah emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir, dan perubahan fisik seperti tekanan darah yang meningkat. Orang dengan gangguan kecemasan biasanya memiliki pikiran atau kekhawatiran mengganggu yang berulang. Mereka mungkin menghindari situasi tertentu karena khawatir (Maina et al., 2016).

2.1.2 Rentang Kecemasan

2.1.2.1Rentang kecemasan diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Kecemasan ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan presepsinya. Ansietas menumbuhkan motivasi belajar serta menghasiljan pertumbuhan dan kreativitas. Dalam kondisi seperti ini seseorang

(2)

2. Kecemasan sedang, memungkinkan seseoraang untuk memusatkan perhatian pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

3. Kecemasan berat sangat, megurangi lahan presepsi seseorang. Adanya kecenderungan untuk memusatkan pada suatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.

4. Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan ketakutan dan merasa di terror, sera tidak mampu melakukan apapun walau dengan pengarhan. Panik meningkatkan aktivitas motoric, menurunkan kemampuan berhubungan dengan orang lain, presepsi menyimpang, serta kehilangan pemikiran rasional (Stuart W., 2016; Windarwati, 2020)

2.1.2.2 Respon Kecemasan

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik Sumber : (Stuart W., 2016)

2.1.3 Aspek-aspek Kecemasan

Aspek-aspek kecemasan dibagi dalam empat bentuk yaitu :

1. Aspek kognitif (pikiran seseorang), dalam fase ini kekhawatiran dapat terjadi mulai dari tingkat khawatir, lalu panik, cemas dan merasa akan terjadi malapetaka. Dalam kondisi seperti ini seseorang tidak dapat berkonsentrasi, tidak bisa mengambil keputusan, dan mengalami kesulitan tidur. Sulit tidur di malam hari, mudah bingung dan lupa termasuk dalam dimensi kognitif.

(3)

2. Aspek motorik (tindakan seseorang) merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul dalam bentuk tingkah laku seperti meremas jari, tangan gemetar, tidak dapat duduk atau diam di tempat, menggigit bibir dan gugup. Seseorang yang cemas biasanya menunjukkan pergerakan secara acak.

3. Aspek somatis (reaksi fisik/biologis) yaitu perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul dalam reaksi fisik secara biologis seperti mulut terasa kering, kesulitan bernafas, jantung berdebar, tangan dan kaki kering, diare, pusing seperti ingin pingsan, banyak berkeringat, tekanan darah naik, otot tegang terutama pada kepala, leher, bahu dan dada, serta sulit mencerna makanan.

4. Aspek afektif (emosi seseorang) perasaan tegang karena luapan emosi berlebihan, seperti dihadapkan suatu teror. Luapan emosi tersebut seperti biasanya berupa kekhawatiran, kegelisahan, bahwa ia dekat dengan bahaya padahal tidak terjadi apapun. (Pane et al., 2021) 2.1.4 Faktor Predisposisi

Menurut (Stuart W., 2016) menjelaskan faktor predisposisi dan presipitasi dibagi dalam beberapa aspek yaitu :

1. Faktor biologis

Faktor yang berhubungan dengan kondisi fisiologis dari individu yang dapat mempengaruhi terjadinya ansietas. Teori yang melatarbelakangi cara pandang dari faktor predisposisi biologis adalah teori genetik dan teori biologi. Teori genetik menekankan pada campur tangan komponen genetik terhadap berkembangnya perilaku kecemasan, sedangkan teori biologi lebih melihat struktur fisiologis yang meliputi fungsi saraf, hormon, anatomi dan kimia saraf.

2. Faktor psikologis

Teori psikoanalisa menjelaskan kecemasan adalah interaksi antara temperament dan lingkungan. Individu yang lahir ke dunia dengan pembawaan fisiologis sejak lahir mempengaruhi rasa takut pada tahapan awal kehidupan, sebagai upaya dalam menghadapi berbagai konflik. Penyebab kecemasan yaitu rasa cemas yang timbul akibat

(4)

melihat adanya bahaya yang mengancam, kecemasan lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas dalam pikiran individu itu sendiri. Yang kedua, cemas karena merasa bersalah atau berdosa karena melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani atau keyakinan. Kecemasan disertai dengan gejala-gejala gangguan mental, kadang-kadang terlihat dalam bentuk umum. Yang ketiga, kecemasan berupa penyakit yang terlihat dalam beberapa bentuk, kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak diketahui secara jelas dan tidak berhubungan dengan apapun disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya, seperti yang dialami oleh Tn.G yang saat ini cemas karena telah menjalani isolasi mandiri akibat terkonfirmasi positif Covid-19, selain itu angka kejadian Covid-19 semakin meningkat yang membuat dirinya semakin merasa takut.

3. Faktor sosial dan budaya

Lingkungan keluarga dapat mempengaruhi terjadinya ansietas, mengapa demikian karena kondisi rumah dengan adanya pertengkaran atau penuh dengan kesalah pahaman, dan adanya ketidakpedulian orang tua terhadap anak-anaknya dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak saat berada di rumah.

Lingkungan sosial juga menjadi salah satu pengaruh terjadinya ansietas, jika individu tersebut berada di lingkungan yang tidak baik dapat menimbulkan suatu perilaku yang buruk, dan akan menimbulkan adanya berbagai penilaian buruk dari masyarakat sekitar sehingga mengakibatkan munculnya ansietas atau kecemasan.

(Stuart W., 2016; Windarwati, 2020) 2.1.5 Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dibedakan sebagai berikut :

1. Memiliki riwayat trauma lebih dari satu kali dalam hidup penderita 2. Ancaman dari integritas fisik, ancaman yang melibatkan potensi

kecacatan atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari yang berasal dari sumber internal dan eksternal

(5)

a. Sumber internal yaitu kegagalan sistem tubuh seperti jantung, sistem kekebalan, atau pengaturan suhu. Perubahan secara biologis seperti pada kehamilan, kegagalan dalam berpartisipasi dalam praktifk kesehatan preventif.

b. Sumber eksternal yaitu polusi lingkungan, bahaya keamanan, cedera traumatis, terpapar bakteri dan infeksi virus seperti pada klien yang terdampak Covid-19.

3. Ancaman sistem diri meliputi hal-hal yang dapat membahayakan identitas diri, harga diri, dan fungsi sosial (Pratiwi, Widianti, Solehati, 2017.)

2.1.6 Tanda dan Gejala Ansietas 1. Respon kognitif

Individu yang mengalami ansietas respon kognitif yang muncul yaitu respon kognitif secara subjektif dan objektif. Respon kognitif diantaranya adalah mudah lupa, sulit dalam mengambil keputusan, sering mimpi buruk, takut kehilangan kontrol, bingung, pikiran bloking, mengungkapkan atau menyadari adanya gejala fisiologis, serta ketakutan terhadap konsekuensi yang tidak spesifik. Sedangkan respon kognitif secara objektif adalah kesulitan berkonsentrasi, atau tidak bisa konsentrasi, penurunan kemampuan untuk belajar, penurunan lapang persepsi, berfokus pada apa yang menjadi perhatian, penurunan kemampuan untuk memecahkan suatu masalah dan tidak mampu menerima rangsangan dari luar.

2. Respon afektif

Respon afektif yang muncul pada seseorang yang mengalami ansietas yaitu pengalaman berinteraksi dengan orang lain, respon emosi dalam menghadapi stresor serta intensitas stresor yang diterima oleh individu tersebut. Respon afektif secara subjektif meliputi merasa cemas, merasa menyesal, perasaan tidak aman, perasaan senang atau sedih yang belebihan, gelisah dan merasa ketakutan, kesedihan yang mendalam, perasaan tidak adekuat, dan perasaan tidak berdaya. Sedangkan respon afektif secara objektif meliputi berfokus pada diri sendiri, ragu dan tidak

(6)

percaya diri, tidak sabaran, marah yang berlebihan, cenderung menyalahkan orang lain, kewaspadaan meningkat dan gugup.

3. Respon perilaku

Respon perilaku yang muncul pada seseorang yang mengalami ansietas yaitu penurunan produktivitas, suka melamun, tidak bisa tenang misal pada gerakan kaki dan tangan, gerakan tersentak, gerakan irrelevan, gelisah serta tampak kurang koordinasi dalam gerakan. (Febtrina, 2019) 2.1.7 Penatalaksanaan

2.1.7.1 Intervensi Keperawatan

Menurut (Zaini, 2019) Penatalaksanaan keperawatan pada klien ansietas dilakukan melalui pemberian asuhan keperawatan ners dan ners spesialis.

Berikut merupakan tindakan keperawatan ners dan ners spesialis yang diberikan pada individu yang mengalami ansietas :

1. Intervensi keperawatan pada individu dengan ansietas

Latihan relaksasi otot seperti latihan relaksasi otot progresif yang dapat menimbulkan aktifitas involunter pada tubuh termasuk kelenjar adrenal untuk melepas sejumlah eprinefrin sehingga dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah perifer serta dapat meningkatkan kerja glikogenolisis menjadai glukosa untuk menyokong jantung, otot dan sistem saraf pusat.

2. Intervensi keperawatan keluarga dengan ansietas

Intervensi dalam keperawatan keluarga dengan ansietas dapat dilakukan dengan psikoedukasi keluarga merupakan salah satu terapi yang dapat dilakukan perawat di komunitas untuk menyelesaikan masalah-masalah psikososial, terutama yang berkaitan dengan masalah fisik. Psikoedukasi pada keluarga memiliki manfaat untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat anggota yang sakit serta menurunkan angka kekambuhan. Selain itu, psikoedukasi pada keluarga memiliki manfaat yang lain yaitu sebagai terapi keperawatan yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengontrol kecemasan, meningkatkan pengetahuan keluarga tentang masalah kesehatan anggota keluarganya, mengajarkan teknik yang dapat membantu keluarga untuk

(7)

mengetahui gejala munculnya masalah kesehatan jiwa serta meningkatkan dukungan bagi anggota keluarga tersebut.

3. Terapi kelompok suportif ansietas

Tujuan dari terapi ini yaitu untuk memberikan motivasi dan perubahan perilaku pada individu, tindakan yang dilakukan meliputi 4 sesi diantaranya sesi pertama mengidentifikasi kemampuan caregiver dan sistem pendukung yang ada, sesi kedua menggunakan sistem pendukung yang ada di dalam keluarga, sesi ketiga menggunakan sistem pendukung yang di luar keluarga, sesi keempat mengevaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber pendukung. Terapi suportif ini diharapkan mampu meningkatkan kemampua kognitif, afektif dan psikomotor, dari anggota kelompok suportif. Hal ini membuktikan bahwa terapi suportif pada individu dengan masalah kesehatan jiwa dapat membangkitkan dan memberi dukungan terhadap masing-masing anggota kelompok untuk tetap menjaga kondisi kesehatan fisik dan psikologisnya.

2.1.7.2 Penatalaksanaan Ansietas

Penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :

1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara : a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.

b. Tidur yang cukup.

c. Cukup olahraga.

d. Tidak merokok.

e. Tidak meminum minuman keras.

2. Terapi psikofarmaka

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,

(8)

clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.

1. SRRIs 2. SNRI

3. Benzodiazepin 4. TCAs

3. Terapi somatic

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan- keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.

4. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:

a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.

b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.

c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re- konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu

d. kemampuan untuk berpikir rasional, konsentrasi dan daya ingat.

e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.

f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.

(9)

5. Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial. Terapi Murottal Al- Qur’an atau mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an memiliki pengaruh dalam persepektif fisiologis dan psikologis seperti mengurangi ketegangan saraf (fisiologis), dan mengurangi kecemasan dengan memberikan efek ketenangan (psikologis). (Asiyah &

Istikhomah, 2019) 6. Napas Dalam

Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas pernapasan abdominal (diafragma) Prosedur :

1) Atur posisi yang nyaman

2) Fleksikan lutut klien untuk merelaksasi otot abdomen

3) Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang iga.

4) Tarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup. Hitung sampai 3 selama inspirasi.

5) Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup secara perlahan – lahan (Kandar & Iswanti, 2019)

7. Teknik Imajinasi Terbimbing Hipnosis lima jari

Teknik imajinasi terbimbing hipnosis lima jari merupakan salah satu bentuk self hypnosis yang dapat menimbulkan efek relaksasi yang tinggi, sehingga mengurangi ketegangan dan stres dalam pikiran seseorang.

Hipnosis lima jari mempengaruhi sistem limbik seseorangsehingga mempengaruhi pelepasan hormon yang dapat memicu kecemasan. Berikut prosedur yang dijelaskan meliputi :

1. Memberikan posisi yang nyaman pada klien

2. Mengatur lingkungan sekitar dengan memastikan lingkungan tenang, terhindar dari kebisingan, pencahayaan yang cukup,

(10)

3. Menganjurkan pasien untuk duduk bersila, kedua tangan diletakkan diatas lutut, lalu memutarkan musik yang menenangkan, menganjurkan pasien untuk berkonsentrasi dan rileks,

4. Kemudian menyatukan ibu jari dengan telunjuk dan membayangkan bahwa kita sedang merasa sehat

5. Menyatukan ibu jari dengan jari tengah membayangkan kita sedang bersama dengan orang yang kita sayangi

6. Menyatukan ibu jari dengan jari manis lalu membayangkan saat kita sedang mendapatkan pujian,

7. Terakhir menyatukan ibu jari dengan jari kelingking dan membayangkan bahwa kita pernah berada di tempat paling indah jauh dari perkotaan yang membuat tenang pikiran, jiwa dan raga.(Febtrina, 2019; Purwaningsih et al., 2021)

2.2 Konsep Covid-19 2.2.1 Definisi Covid-19

Coronavirus baru berawal mula muncul di kota Wuhan China pada tahun 2020 yang menggemparkan seluruh dunia disebut sebagai SARS-Cov-2 atau dinamai sebagai Coronavirus Desease 19 (COVID-19), WHO mengemukakan sebanyak 65 negara terjangkit virus ini. Penyebaran Covid- 19 sangat cepat dan mematikan. Penyebarannya melalui kontak langsung yang ditularkan melalui mulut, hidung, mata dna mulai berkembang di paru- paru. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga keagamaan untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19 dengan menerbitkan beberapa pengaturan agar dipatuhi oleh masyrakat. (Yang et al., 2020 : Yuliana, 2020)

2.2.2 Etiologi

Analisa filogenetik Covid-19 bagian dari subgenus Sarbecovirus dan genus Betacoronavirus. Protein spike (S) memfasilitasi masuknya virus corona ke dalam target sel, pada proses ini bergantung pada pengikatan protein spike (S) ke reseptor selular dan priming protein S ke protease selular, penelitian saat ini menunjukkan kemungkinan dari proses masuknya Covid- 19 ke dalam sel yang miring dengan SARS didasari oleh kemiripan dengan

(11)

presentase 76% antara SARS dan Covid-19. Sehingga diperkirakan virus ini menarget Angiotensin Converting Enzyme 2 ( ACE 2) sebagai reseptor untuk masuk dan menggunakan serine protease TMPRSS2 untuk priming S protein, meskipun masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. (Levani et al., 2021).

Covid-19 merupakan zoonosis yang dapat menular dari human to human yaitu diprediksi menular melalui droplet dan kontak dengan virus yang dikeluarkan dalam droplet, riwayat perjalanan ke luar kota maupun luar negeri mendukung penularan yang terjadi antara manusia dan manusia.

Penularan ini dapat terjadi melalui droplet dan kontak dengan virus kemudian virus dapat masuk ke dalam mukosa yang terbuka. Analisis mencoba mengukur laju penularan berdasarkan masa inkubasi, gejala dan durasi antara gejala dengan pasien yang diisolasi. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan penularan 1 pasien ke sekitar 3 orang lainnya, namun kemungkinannya penularan pada masa inkubasi menyebabkan masa kontak dengan pasien ke orang sekitar lebih lama sehingga risiko jumlah kontak yang terpapar dari 1 pasien mungkin dapat jauh lebih besar (Yang et al., 2020).

2.2.3 Klasifikasi

Menurut panduan Surveilans Global WHO tentang Covid-19 per 20 maret 2020 . Definisi infeksi Covid-19 diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Kasus Terduga (suspect case)

a. Pasien dengan gangguan napas akut (demam setidaknya satu tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas), riwayat perjalanan jauh atau tinggal di daerah yang melaporkan penularan di komunitas dari penyakit Covid-19 selama 14 hari sebelum gejala onset b. Pasien dengan gangguan napas akut yang mempunyai kontak erat dengan kasus terkonfirmasi atau problable Covid-19 dalam 14 hari terakhir sebelum onset

c. Pasien dengan gejala pernapasan berat (demam setidaknya satu tanda atau gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas dan memerlukan rawat inap) tidak adanya alternatif diagnosis lain secara lengkap dapat menjelaskan presentasi klinis tersebut.

(12)

2. Kasus Probable (probable case)

a. Kasus terduga hasil tes Covid-19 inkonklusif

b. Kasus terduga yang hasil tesnya tidak dapat dikerjakan karena alasan apapun

3. Kasus terkonfirmasi yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan laboratorium infeksi Covid-19 positif, terlepas dari ada atau tidaknya gejala dan tanda klinis.

Klasifikasi infeksi COVID-19 di Indonesia saat ini didasarkan pada buku panduan tata laksana pneumonia COVID-19 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Terdapat sedikit perbedaan dengan klasifikasi WHO, yaitu kasus suspek disebut dengan Pasien dalam Pengawasan (PdP) dan ada penambahan Orang dalam Pemantauan (OdP).

Istilah kasus probable yang sebelumnya ada di panduan Kemenkes RI dan ada pada panduan WHO saat ini sudah tidak ada. Berikut klasifikasi menurut buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disesase (COVID-19) per 27 Maret 2020 :

1. Pasien Dalam Pengawasan (PDP)

a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam (≥38ºC) atau riwayat demam disertai dengan salah satu tanda dan gejala penyakit pernapasan akut seperti sesak napas, batuk, sakit tenggorokan, pilek, pneumonia ringan hingga berat, lalu tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan, pada 14 hari terakhir timbul gejala yang memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan tranmisi lokal

b. Orang dengan demam (≥38ºC) atau riwayat demam atau ISPA, pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi Covid-19.

c. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

(13)

2. Orang Dalam Pengawasan (ODP)

a. Orang yang mengalami demam ≥38℃ atau memiliki riwayat demam dan gejala sistem gangguan pernapasan seperti pilek, sakit tenggorokan, batuk, atau tidak ada penyebab lainnya berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan, pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di wilayah yang melaporkan tranmisi lokal

b. Orang yang memiliki gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek, sakit tenggorokan, batuk, pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi ovid-19

3. Orang Tanpa Gejala (OTG)

Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari orang terkonfirmasi Covid-19. Orang tanpa gejala adalah seseorang dengan riwayat kontak erat dengan kasus terkonfirmasi Covid-19. (Huang et al., 2020;Davies, 2020)

2.2.4 Manifestasi Klinis

Gejala umum yang dijumpai adalah demam, kelelahan (myalgia), batuk kering. Serta beberapa organ yang terlibat dalam pernapasan (sesak napas, batuk, sakit tenggorokan, hemoptisis atau batuk darah, nyeri dada), gastrointestinal (diare, mual, muntah), neurologis (kebingungan dan sakit kepala). Tetapi tanda gejala awal yang sering ditemukan yaitu demam (83- 98%), batuk (76%-82%), sesak napas atau dyspnea (31-55%). Pasien dengan gejala yang ringan akan sembuh dalam watu kurang lebih 1 minggu, sementara pasien dengan gejala yang parah akan mengalami gagal napas progresif karena virus telah merusak alveolar dan akan menyebabkan kematian. Kasus kematian terbanyak adalah pasien usia lanjut dengan penyakit bawaan seperti kardiovaskular, hipertensi, diabetes mellitus, dan parkinson. (26) Seperempat pasien yang dirawat di rumah sakit Wuhan memiliki komplikasi serius berupa aritmia, syok, cedera ginjal akut dan acute respiratory distress syndrome (ARDS). (Levani et al., 2021)

(14)

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Ct-Scan Thoraks

Ct-Scan Thoraks dapat dilakukan untuk melihat lebih detail kelainan, seperti gambaran ground glass opacity, konsolidasi, efusi pleura, dan gambaran pneumonia lainnya.

2. Pemeriksaan Proklasitonin (PCT)

Proklasitonin (PCT) bermanfaat untuk menilai perlu tidaknya biakan darah dilakukan serta penetapan untuk penggunaan antibiotik, pemeriksaan proklasitonin meningkatkan sensivitas dan spesifisitas dalam mendagnosis sepsis akibat bakteri. Bila dicurigai adanya infeksi bakteri maka PCT akan meningkat. Pemeriksaan lain dilakukan untuk melihan comorbid dan evaluasi kemungkinan komplikasi pneumonia yaitu fungsi ginjal, fungsi hati, albumin serta analisis gas darah (AGD), elektrolit, gula darah dan biakan kuman dan uji kepekaan untuk melihat kemungkinan penyebab bakteri atau bila dicurigai terjadi infeksi ganda dan infeksi bakteri.

3. Swab Test

Diagnosis pasti atau kasus terkonfirmasi ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan ekstraksi RNA virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). COVID-19 menggunakan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) untuk mengekstraksi 2 gen SARS-CoV-2. Uji yang dapat digunakan yaitu swab tenggorokan, untuk swab nasofaring baik untuk evaluasi influenza tetapi untuk virus corona lain swab nasofaring yang diambil menggunakan swab dari dacron atau rayon bukan kapas

4. Pemeriksaan ulang perlu dilakukan untuk menentukan respons terapi seiring proses perbaikan klinis. Bila didapatkan perbaikan klinis dan hasil RTPCR negatif 2 kali berturut turut dalam 2-4 hari negatif pasien dinyatakan sembuh (Davies, 2020; Yuliana, 2020)

(15)

2.2.6 Upaya Pencegahan Covid-19

1. Menerapkan cuci tangan enam langkah benar dengan menggunakan sabun dan air yang bersih mengalir

2. Menggunakan masker saat bepergian keluar rumah

3. Menjaga jarak dengan orang lain terlebih saat orang tersebut batuk dan bersin, menghindari menyentuh area mata, hidung dan mulut, menggunakan siku atau tissue untuk menutup mulut saat batuk,

4. Membatasi kegiatan (stay home) jika kegiatan masih bisa digantikan di rumah dan meminimalisir keluar rumah (isolasi mandiri) seperti yang dilakukan Tn. G saat periksa kondisi ke IGD klien dianjurkan untuk isolasi mandiri selama 14 hari dengan diberikannya beberapa obat untuk meredakan gejala yang dialami. (Levani et al., 2021)

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa dalil-dalil yang mendasari gugatan Penggugat pada pokonya rumah tangga Penggugat dan Tergugat rukun dan damai hanya sampai degan akhir tahun

Pembebanan Pelat Lantai Jenis beban yang bekerja pada pelat lantai adalah beban mati dan hidup dengan perhitungan sebagai berikut.. Beban plafon

Selanjutnya untuk meningkatkan presta- si belajar dalam pembelajaran PKn ditem- puh dengan menerapkan metode carausal. Sesuai dengan konsep metode carausal dikemukakan

Karena memelihara keyakinan dan kebebasan memeluk suatu agama merupakan hal yang paling mendasar dalam Islam, maka Islam memandang orang yang murtad dari Islam,

Kompetensi Guru Agama adalah kewenangan untuk menentukan pendidikan agama yang akan diajarkan pada jenjang tertentu di sekolah tempat guru itu mengajar, dan sebagai seorang

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi maksimum dari fermentasi larutan glukosa dengan teknik immobilisasi sel

57 Total regulatory adjustments to Tier 2 capital Jumlah faktor pengurang (regulatory adjustment) Modal Pelengkap -. 58 Tier 2 capital (T2) Jumlah Modal Pelengkap (T2)

Oleh karena itu, ANIMA CONSULTING hadir sebagai solusi yang tepat bagi semua orang yang membutuhkan mitra yang handal dan dapat dipercaya dalam menghadapi berbagai