• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Hasil studi Hardian (2010) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian handphone Nokia pada pengguna handphone Nokia di Semarang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel dari ekuitas merek (brand equity) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian oleh konsumen.

Peneliti berikutnya adalah I Gede (2015) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian Iphone di Depanasar. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa variabel-variavel dari ekuitas merek (brand equity) secara besama- sama berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian oleh konsumen.

Peneliti yang terakhir adalah Amira (2011) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian handphone Blackberry. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa variabel-variavel dari ekuitas merek (brand equity) secara besama-sama berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian oleh konsumen.

(2)

10 Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian terdahulu terdapat pada uji hipotesis. Uji hipotesis dalam penelitian ini hanya menggunakan uji t parsial.

B. Landasan Teori

1. Keputusan Pembelian

Dalam membeli dan mengkonsumsi sesuatu terlebih dahulu konsumen membuat keputusan mengenai produk apa yang dibutuhkan, kapan, bagaimana dan dimana proses pembelian atau konsumsi itu akan terjadi. Dengan kata lain diperlukan suatu proses pengambilan keputusan untuk membeli sesuatu baik barang atau jasa. Schiffman dan Kanuk (2010) mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif.

Menurut Machfoedz (2005) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah proses penilaian dan pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertentu dengan menetapkan suatu pilihan yang dianggap paling menguntungkan. Proses penilaian itu biasanya diawali dengan mengindentifikasi masalah utama yang mempengaruhi tujuan, menyusun, menganalisis, dan memilih berbagai alternatif tersebut dan mengambil keputusan yang dianggap paling baik.

Langkah terakhir dari proses itu merupakan sistim evaluasi untuk menentukan efektifitas dari keputusan yang telah diambil.

Menurut Setiadi (2003), pengambilan keputusan yang diambil oleh

(3)

11 seseorang dapat disebut sebagai suatu pemecahan masalah. Dalam proses pengambilan keputusan, konsumen memiliki sasaran atau perilaku yang ingin dicapai atau dipuaskan. Selanjutnya konsumen membuat keputusan perilaku mana yang ingin dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut.

Amirullah (2002) bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses penilaian dan pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertentu dengan menetapkan suatu pilihan yang dianggap paling menguntungkan. Jadi pengambilan keputusan pembelian adalah proses pemelihan yang diambil melalui berbagai tahap dan memilih dari berbagai alternatif-alternatif yang tersedia sesuai dengan kebutuhan dan memilih pilihan yang dianggap paling menguntungkan dan melakukan evaluasi terhadap barang yang telah dipilih untuk menentukan apakah tepat atau tidaknya keputusan yang telah diambil.

a. Proses keputusan pembelian

Proses keputusan pembelian atau mengkonsumsi suatu produk dengan merek tertentu akan diawali oleh langkah-langkah sebagai berikut.

(4)

12 Gambar 2.1

Proses Pengambilan Keputusan Konsumen

Sumber: Sutisna (2001) Pengenalan Kebutuhan

Pengenalan kenutuhan mucul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebananya terjadi.

Seorang ibu yang bekerja menghadapi masalah tekanan waktu, dia harus mencuci baju keluarganya, tetapi ia tidak memiliki banyak waktu untuk melakukannya. Kondisi ini membangkitkan pengenalan kebutuhan akan pembanu rumah tangga atau kebutuhan memiliki mesin pencuci pakaian.

Pengenalan Masalah/Kebutuhan dan Keinginan

Pencarian Berbagai Informasi

Pilihan Atas Merek Produk Untuk Dibeli Evaluasi Berbagai Alternatif Merek

Produk

Evaluasi Pasca Pembelian

(5)

13 Pencarian Informasi

Seorang konsumen yang telah tertarik mungkin mencari lebih banyak informasi. Jika dorongan konsumen begitu kuatnya dan produk yang memuaskan berada dalam jangkauan, kemungkinan besar akan membelinya. Jika tidak, konsumen mungkin menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi (information search) yang berkaitan dengan kebutuhan konsumen tersebut.

Evaluasi Berbagai Alternatif

Dalam melakukan keputusan pembelian, setiap konsumen pasti akan mencari produk yang dapat memuaskannya. Sehingga dalam tahap ini konsumen akan mengevaluasi berbagai alternatif produk-produk yang didapatkan dari tahap pencarian informasi.

Normalnya konsumen akan memilih produk yang dirasa akan menguntungkan mereka.

Keputusan Pembelian

Dalam memutuskan untuk membeli atau tidak membeli, akan ada dua faktor yang mempengaruhi. Pertama, attitudes of other, yaitu perilaku seseorang terhadap suatu merek yang mempengaruhi pertimbangan konsumen dalam memilih suatu merek. Kedua, unanticipated situational factors, yaitu meliputi kelengkapan suatu produk di dalam pasar.

(6)

14 Evaluasi Pasca Pembelian

Setelah melakukan pembelian konsumen bisa merasa puas bisa juga tidak merasakan kepuasan dari produk yang dibeli. Maka dari sini konsumen akan mempertimbangkan apakan tidak akan memnggunakan lagi produk tersebut karena tidak merasakan kepuasan setelah menggunakan produk tersebut atau tetap akan berlanjut atau loyal kepada produk tersebut karena merasakan kepuasan setelah menggunakan produk tersebut.

b. Perilaku Pengambilan Keputusan

Schiffman dan Kanuk (2010) mengemukakan empat macam perspektif dari model manusia (model of man). Model manusia yang dimaksud di sini adalah suatu model tingkah laku keputusan dari seorang individu berdasarkan empat perspektif, yaitu manusia ekonomi (ecomonic man), manusia pasif (passive man), manusia kognitif (cognitive man) dan manusia emosional (emotional man).

Model manusia ini menggambarkan bagaiman dan mengapa seorang individu berprilaku seperti apa yang mereka lakukan.

1) Manusia Ekonomi (economic man)

Konsep manusia ekonomi berasal dari disiplin ekonomi.

Manusia dipandang sebagai orang individu yang melakukan keputusan secara rasional. Agar seorang individu dapat berpikir rasional, maka ia harus menyadari berbagai alternatif produk yang tersedia. Dia juga harus mampu merangking berbagai

(7)

15 alternatif tersebut dan mampu memilih yang terbaik dari alternatif yang tersedia. Manusia ekonomi berusaha mengambl keputusan yang memberikan kepuasan maksimum. Keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi, seperti harga, jumlah barang, utilitas marjinal, dna kurva indifferen.

2) Manusia Pasif (passive man)

Model ini menggambarkan manusia sebagai individu yang mementingkan diri sendiri dan menerima berbagai macam promosi yang ditawarkan pemasar. Konsumen digambarkan sebagai pembeli yang irasional dan impulsif, yang siap menyerah kepada usaha dan tujuan pemasar. Model ini bertolak belakang dengan model manusia ekonomi.

Model manusia pasif dianggap tidak realistis. Model tidak menggambarkan peran konsumen yang sama dalam banyak situasi pembelian. Peran adalah mencari informasi mengenai alternatif-alternatif produk dan memilih produk yang bisa memberikan kepuasan paling besar.

3) Manusia Kognitif (cognitive man)

Model manusia kognitif menggambarkan konsumen sebagai individu yang berpikir untuk memecahkan masalah (a thinking problem solver). Konsumen sering kali bisa pasif dalam menerima produk dan jasa apa adanya, tetapi sering kali juga sangat aktif dalam mecari alternatif produk yang dapat

(8)

16 memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Model ini berfokus kepada konsumen dalam mencari dan mengevaluasi informasi dalam memilih merek dna toko eceran.

4) Manusia Emosional (emotional man)

Model ini menggambarkan konsumen sebagai individu yang memiliki perasaan mendalam dan emosi yang mempengaruhi pembelian atau pemilikan barang-barang tertentu. Perasaan seperti rasa senang, takut, cinta, khawatir, fantasi, atau kenangan sangat mempengaruhi konsumen.

Konsumen yang melakukan keputusan pembelian emosional, sedikit sekali yang dilakukan untuk mencari informasi sebelum membeli. Konsumen model ini lebih banyak mempertimbangkan mood dan perasaan saat itu mengambil keputusan pembelian.

c. Tipe Pengambilan Keputusan Konsumen

Sebagian konsumen mungkin melakukan lima langkah keptusan seperti disebutkan diatas, sebagian hanya melalui beberapa langkah, dan sebagian hanya melakukan langkah pembelian saja.

Schiffman dan Kanuk (2010) menyebutkan tiga tipe pengambilan keputusan konsumen yang diantaranya adalah, pemecahan masalah yang diperluas (extensive problem solving), pemecahan masalah terbatas (limited problem solving), dan yang terakhir adalah pemecahan masalah rutin (routinized response behavior).

(9)

17 1) Pemecahan Masalah yang Diperluas

Pemecahan masalah diperluas biasanya dilakukan pada pembelian barang-barang tahan lama dan barang-barang mewah, seperti mobil, rumah, pakaian mahal, dan peralatan elektronik.

Termasuk didalamnya keputusan yang dianggap penting seperti berlibur, yang diharuskan membuat pilihan yang tepat. Dalam kondisi ini, konsumen akan melakukan pencarian informasi yang insentif serta melakukan evaluasi terhadap beberapa atau banyak alternatif.

2) Pemecahan Masalah yang Terbatas

Pada tipe keputusan ini, konsumen telah memiliki kriteria dasar untuk mengevaluasi kategori produk dan berbagai merek pada kategori tersebut. Namun, konsumen belum memiliki preferensi tentang merek tertentu. Konsumen hanya membutuhkan tambahan informasi untuk membedakan berbagai merek. Konsumen menyederhanakan proses pengembilan keputusan, ia tidak melalui tahapan seperti pada PMD.

3) Pemecahan Masalah Rutin

Konsumen telah memiliki pengalaman terhadap produk yang akan dibelinya, ia juga telah memiliki standar untuk mengevaluasi merek. Konsumen seringkali hanya me-review apa yang telah diketahuinya, konsumen hanya membutuhkan informasi yang sedikit.

(10)

18 2. Merek

Merek (brand) menurut American Marketing Association (AMA) yang dirumuskan merek (brand) sebagai nama, istilah, tanda, simbol atau desain, atau kombinasi diantaranya, yang dimaksudkan untuk mengindentifikasi barang atau jasa dari satu penjual atau sekelompok penjual dan membedakannya dari barang dan jasa para pesainnya.

Pengertian merek munurut David A. Aaker (1997:9) adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang penjual atau kolompok tertentu dengan demikian suatu merek membedakannya dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh kompotitor.

Menurut William J. Stanton (1996:269), merek adalah nama, istilah, simbol, atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini dirancang untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual. Dengan demikian dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa merek berguna untuk membedakan produk satu dengan produk lainnya dan juga berguna untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli.

Sedangkan menurut Kotler, Armstrong (1997:283) Brand atau merek adalah janji penjual untuk menyampaikan kumpulan sifat, manfaat, dan jasa spesifik secara konsisten kepada pembeli. Jadi Brand

(11)

19 adalah identitas tambahan dari suatu produk yang tak hanya membedakannya dari produk pesaing, namun merupakan janji produsen atau kontrak kepercayaan dari produsen kepada konsumen dengan menjamin konsistensi bahwa sebuah produk akan selalu dapat menyampaikan nilai yang diharapkan konsumen dari sebuah produk.

Pemberian nama atau merek pada suatu produk kehendaknya tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian, yaitu:

a. Atribut

Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahiu dengan pasti atribut- atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek. Contohnya.

BMW seri 7 merupakan merek mobil yang dirancang dengan kualitas tinggi, selalu menjaga keamanan, bergengsi, berharga jual mahal serta dipakai oleh para senior eksekutif perusahaan multinasional.

b. Manfaat

Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat.

Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat.

Produsen harus dapat menerjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional. Atribut “aman” dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional, yaitu tidak perlu mengganti berbagai fungsi rem serta balon pelindung baik dari

(12)

20 depan maupun dari samping kiri dan kanan. Manfaat fungsional ini dapat juga diterjemahkan kedalam manfaat emosional yaitu “selama mengendari BMW seri 7, saya merasa aman dan menyenangkan.”

c. Nilai

Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen.

Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tesebut.

d. Budaya

Merek juga mewakili budaya tertentu, misalnya, Mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, memiliki cara kerja yang efisien, dan selalu menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.

e. Kepribadian

Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yang diagunakan.

f. Pemakai

Merek juga menunjukan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk menggunakan mereknya. Misalnya,

(13)

21 untuk menggambarkan orang yang sukses selalu menngunakan BMW seri 7.

3. Brand Equity

Menurut David A. Aaker (1991) yang menyatakan bahwa ekuitas merek (Brand Equity) adalah serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama dan simbolnya, yang menanbah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut. Dalam model Aaker, ekuitas merek (brand equity) diformulasikan dari sudut pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah prilaku konsumen.

Aaker menjabarkan aset merek yang berkontribusi pada penciptaan ekuitas merek (brand equity) ke dalam empat dimensi yaitu, brand awareness, perceived quality, brand associations, dan brand loyalty. Menurut Kotler dan Amstrong (2003:350) ekuitas merek merupakan nilai suatu merek berdasarkan seberapa kuat nilai merek tersebut memilki nilai loyalitas merek, kesadaran konsumen akan merek tersebut, kualitas yang dipersepsikan, asosiasi merek, dan berbagai aset lainnya seperti paten, merek dagang dan hubungan jaringan distribusi.

Menurut Astuti dan Cahyadi (2007) Ekuitas merek berhubungan dengan nama merek yang dikenal, kesan kualitas, asosiasi merek yang kuat, dan aset-aset lainnya seperti paten, dan merek dagang. Jika pelanggan tidak tertarik pada satu merek dan membeli karena

(14)

22 karakteristik produk, harga, kenyamanan, dan dengan sedikit mempedulikan merek, kemungkinan ekuitas merek rendah.

Jika para pelanggan cenderung membeli suatu merek walaupun dihadapan pada para pesaing yang ditawarkan produk yang lebih unggul, misalnya dalam hal harga dan kepraktisan, maka merek tersebut memiliki nilai ekuitas yang tinggi. Sedangkan Darmadi Durianto dkk (2004:4) ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa, nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa dan bertindak terhadapa merek, harga, pangsa, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan.

Jadi ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan oleh merek suatu produk atau jasa berdasarkan sebarapa kuat nilai loyalitas merek, kesadaran konsumen terhadap merek, kualitas yang dipersepsikan serta asosiasi merek tersebut dan dapat menjadikan produk atau jasa tersebut memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

Gambar 2.2 Dimensi Ekuitas merek

Sumber: Aaker (1991, 1995), Aaker & Joachimsthaler (2000)

Brand Equity

Brand Awareness

Perceived Quality

Brand Associations

Brand

Loyalty

(15)

23 Masing-masing dimensi dijelaskan sebagai berikut:

a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran merek artinya adalah kesanggupan seseorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Aaker, 1996: 90). Peran kesadaran merek (brand awareness) dalam keseluruhan ekuitas merek (brand equity) tergantung dari sejauh mana tingkat kesadaran yang dicapai suatu merek.

Tingkatan kesadaran merek secara beruntun dapat digambarkan sebagai suatu piramida seperti dibawah ini:

Gambar 2.3

Piramida Brand Awareness

Sumber: Rangkuti F. (2002)

Penjelasan mengenai piramida brand awareness dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah:

Top of Mind

Brand Recall Brand Recognition

Unware of Brand

(16)

24 1) Unware of brand (tidak menyadari merek)

Merupakan tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

2) Brand recognition (pengenalan merek)

Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seseorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian.

3) Brand recall (peningkatan kembali terhadap merek)

Peningkatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut.

4) Top of mind (puncak pikiran)

Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebut pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dibenak konsumen

Upaya meraih kesadaran merek, baik dalam tingkat pengenalan maupun pengingat kembali, melibatkan dua kegiatan,

(17)

25 yaitu: berusaha memperoleh identitas merek dna berusaha mengaitkannya dengan kelas produk tertentu.

b. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Pengertian persepsi kualitas menurut Aaker (1996 :24) adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Persepsi kualitas memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini:

Gambar 2.4

Nilai dari Persepsi Kualitas

Sumber: Rangkuti F. (2002)

Menurut Tandjung (2003), Persepsi Kualitas menciptakan nilai terhadap produk/jasa dalam 5 cara:

Persepsi Kualitas

Alasan untuk membeli

Difrensiasi/posisi

Harga optimum

Perluas brand Minat saluran distribusi

(18)

26 1) Alasan untuk membeli

Perceived quality terjalin erat dengan keputusan untuk melakukan pembelian. Ini dapat menyebabkan elemen program pemasaran lebih efektif. Jika Perceived quality tinggi, tugas bagian promosi akan lebih efektif.

2) Posisi

Posisi ini merupakan sebuah nama merek yang akan berpengaruh terhadap nilai yang diharapkan oleh konsumen.

3) Harga Optimum

Suatu nama merek dipersepsi memiliki kualitas yang tinggi akan dengan mudah menetapkan harga yang relatif tinggi pula dampak bagi perusahaan, keuntungan akan meningkat.

4) Minat para pengecer / distributor

Perceived quality sangat berarti bagi pengecer dan distributor.

Citra para pedagang perantara ini sangat dipengaruhi oleh produk/jasa yang dipasarkan. Pengecer atau distributor yang menjual produk merek global tentu memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang perantara yang memasarkan produk/jasa bukan merek yang terkenal.

5) Perluasan nama merek

Produk/jasa yang dipersepsi kualitas akan lebih mudah untuk melakukan perluasan merek dengan menghadirkan kategori produk/jasa baru.

(19)

27 c. Asosiasi Merek (Brand Association)

Pengerian asosiasi merek menurut Aaker (1996: 160) adalah hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan.

Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikan.

Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image di dalam benak konsumen. Kesan kualitas memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti dapat dilihat pada gambar 2.5 dibawah ini.

Gambar 2.5 Nilai Asosiasi Merek

Sumber: Rangkuti F. (2002) Asosiasi merek

Basis perluasan Menciptakan sikap/perasaam positif Alasan untuk membeli

Perbedaan Membantu proses /penyusunan informasi

(20)

28 Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dari merek yang lainnya. Menurut Tandjung (2003), Asosiasi Merek menciptakan nilai terhadap produk/jasa dalam 5 Cara:

a. Membantu memberikan Informasi

Suatu asosiasi tentang nama merek tertentu akan membantu konsumen untuk mengetahui fakta atau spesifikasi suatu produk.

Selain itu, bagi pemasar dapat mengefisiensikan biaya komunikasi.

b. Membedakan

Sebuah asosiasi dapat menjadi dasar untuk membuat suatu perbedaan. Pada dasarnya konsumen agak sulit melakukan pembedaan pada beberapa kelas produk seperti anggur, parfum, dan pakaian. Suatu asosiasi yang dapat dibedakan secara nyata dapat menjadi kunci keunggulan bersaing.

c. Alasan untuk membeli

Banyak asosiasi merek yang menonjolkan atribut produk atau manfaat bagi pelanggan sehingga akhirnya konsumen membeli dan menggunakan nama merek produk tersebut.

d. Menciptakan sikap positif

Beberapa asosiasi merek dapat menciptakan perasaan positif terhadap nama merek tertentu.

(21)

29 e. Basis perluasan

Sebuah asosiasi nama merek dapat digunakan sebgai dasar untuk perluasan lini produk.

C. Kerangka Pikir

Gambar 2.6 Kerangka Pikir

D. Hipotesis

Menurut Kerlinger dalam Widayat (2004), suatu hipotesis adalah pernyataan dugaan, suatu proposisi sementara mengensi hubungan/kaitan antara dua variabel atau lebih fenomena atau variabel.

Hubungan dalam penelititan ini memiliki hipotesis sebagai berikut:

Pengaruh Kesadaran Merek (Brand Awareness) terhadap Keputusan Pembelian

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia Chitra. (2013) menyatakan diduga bahwa kesadaran merek berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian. Dari uraian tersebut maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut:

Asosiasi Merek (X3)

Persepsi Kualitas

(X2) Kesadaran Merek (X1)

Keputusan pembelian

(Y)

(22)

30 H1: Kesadaran merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian.

Pengaruh Persepsi Kualitas (Perceived Quality) terhadap Keputusan Pembelian

Hasil penelitian yang dilakukan oleh I Gede (2015) menyatakan diduga bahwa persepsi kualitas berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian. Dari uraian tersebut maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut:

H2: Persepsi kualitas berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian.

Pengaruh Asosiasi Merek (Brand Associations) terhadap Keputusan Pembelian

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri (2007) menyatakan diduga bahwa asosiasi merek berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian. Dari uraian tersebut maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut:

H3: Asosiasi merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian.

Referensi

Dokumen terkait

Ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan kepada produk sehingga dapat tercermin dari cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek,

Variabel ekuitas merek yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap keputusan pembelian batik (studi kasus konsumen Batik Luar Biasa Laweyan) terdiri dari kesadaran merek

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari variabel ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Ekuitas Merek, yang variabelnya terdiri dari Kesadaran Merek, Persepsi Merek, Asosiasi Merek dan Loyalitas Merek terhadap

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh keempat elemen ekuitas merek merek yang terdiri dari kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan

Adapun variabel yang akan di teliti yaitu; dimensi Ekuitas Merek, yang meliputi ; kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek, dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, loyalitas merek terhadap

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh keempat elemen ekuitas merek merek yang terdiri dari kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan