6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Masjid
a. Definisi Masjid
Menurut (Frishman & Khan, 2002; Mokhtar, 2003) Masjid merupakan sebuah institusi umat yang mempunyai kedudukan dan peran yang sangat strategis di dalam Islam. Masjid bukan hanya tempat untuk melaksanakan ibadah, tetapi juga memiliki fungsi sebagai pusat kegiatan umat (a one-stop center for the society). Pada masa Rasulullah SAW, selain untuk wadah ibadah ritual, masjid juga digunakan sebagai wadah belajar mengajar, menyantuni fakir miskin, memutuskan sengketa di antara berbagai pihak, sebagai tempat berdiskusi untuk mengatur strategi perang, menerima duta dari negara lain, dan lain sebagainya (Budiman dan Mairijani 2016:175–
76). Pendapat lain juga disampaikan oleh Sidi (1994:118) yang mendefinisikan masjid sebagai wadah atau bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah umat islam seperti shalat, zikir, membaca al-Qur’an dan ibadah lainnya, terutama sholat jemaah.
Masjid sangat erat hubungannya dengan kegiatan keagamaan, karena masjid merupakan pusat peradaban bagi umat muslim. Di Indonesia, jumlah penduduk muslim sangat besar dan menjadi mayoritas dari penduduk yang memeluk agama selain agama islam.
Berdasarkan dengan data perhitungan Badan Pusat Statistik pada Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk muslim di Indonesia sebesar 207.176.162 jiwa atau sebesar 87,18% dari jumlah penduduk Indonesia yaitu 237.641.326 jiwa (Diah Intan Syahfitri dan Ulandari, 2019:45).
Pada masa peradaban Rasulullah SAW Masjid bukan hanya bertujuan untuk mengajarkan agama Islam, tapi berkaitan juga dengan politik dan strategi perang. Masjid merupakan salah satu organisasi sektor publik yang tergolong dalam organisasi nirlaba (non-profit oriented) yang dalam menjalankan aktivitasnya, dengan pengelolaan sumber daya yang dimilikinya dan sumber daya yang didapat bersumber dari masyarakat secara sukarela dan ikhlas.
Menurut Dewan Masjid Indonesia (DMI) terdapat 3 (tiga) fungsi Masjid. Pertama, Masjid sebagai ibadah (mdlahah) juga merupakan tempat ibadah secara luas (ghairu madhlah) selama dilakukan dalam batas-batas syariah. Kedua, Masjid sebagai wadah pengembangan masyarakat melalui berbagai sarana dan prasarana yang dimiliki Masjid yang bersangkutan. Ketiga, Masjid sebagai pusat komunikasi dan persatuan umat (Ula dkk, 2021:2).
b. Peran dan Tujuan Masjid
Menurut (Ayub dkk, 1996) masjid juga berperan sebagai sumber aktivitas. Pada zaman Rasulullah SAW, eksistensi masjid tidak hanya dimanfaatkan khusus sebagai pusat ibadah saja tetapi juga memiliki peran yang lain yakni:
1) Peranan masjid dapat dikatakan sebagai tempat untuk berlindung, karena Rasulullah setelah mencapai tujuan hijrah di Madinah langsung membangun masjid dibandingkan untuk membangun benteng pertahan untuk musuh
2) Kalender Hijriah dimulai dengan pendirian masjid yang pertama yakni tanggal 12 Rabiul Awal, permulaan tahun hijrah selanjutnya jatuh pada tanggal 1 Muharram
3) Masjid menghubungkan ikatan yang terdiri dari kelompok Muhajirin dan Anshar dengan satu landasan keimanan kepada Allah SWT
4) Masjid didirikan oleh orang-orang takwa secara bergotong royong untuk kemaslahatan bersama.
Pada masa rasulullah SAW, pembangunan masjid mempunyai dua tujuan yakni:
1) Al-Quran (at-Taubah: 108) menyatakan bahwa masjid dibangun atas dasar takwa dengan melibatkan masjid sebagai pusat ibadah dan pusat pembinaan jamaah/umat Islam.
2) Al-Quran (at-Taubah: 107-108) menyatakan bahwa masjid dibangun atas dasar permusuhan dan perpecahan di kalangan umat dan sengaja untuk menghancurkan umat Islam.
c. Fungsi Masjid
Menurut (Ayub dkk, 1996), Fungsi utama masjid adalah tempat beribadah kepada Allah SWT, Selain itu fungsi masjid adalah:
1) Masjid merupakan tempat kaum muslimin beritikaf, membersihkan diri, melatih batin untuk membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman batin/keagamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian.
2) Masjid adalah tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan persoalan yang timbul dalam masyarakat.
3) Masjid adalah tempat kaum muslimin berkonsultasi, meminta bantuan dan pertolongan.
4) Masjid adalah tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan gotong royong di dalam mewujudkan kesejahteraan.
5) Masjid dengan majelis taklim nya merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan muslimin.
6) Masjid adalah tempat pembinaan dan pengembangan untuk pimpinan umat.
7) Masjid sebagai tempat mengumpulkan dana, mengelola dan menyalurkan nya.
8) Masjid sebagai tempat melaksanakan pengaturan dan fungsi sosial. Kegiatan sosial, tidak bisa dipisahkan dengan masjid sebagai tempat berkumpulnya para jamaah dalam berbagai masyarakat.
Selain itu fungsi masjid pada masa Rasulullah SAW, dapat diuraikan antara lain:
1) untuk melaksanakan ibadah seperti shalat wajib, shalat sunnah, sujud, i’tikaf, dan shalat-shalat sunnah seperti shalat Id, shalat gerhana dan sebagainya. Seminggu sekali setiap hari jumat dilaksanakan shalat jumat dengan didahului dua khutbah untuk membina keimanan dan ketakwaan kaum muslimin.
2) Sebagai pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Nabi SAW sering menerima wahyu dalam masjid Madinah, dan mengajarkannya pada para sahabat dalam berbagai hal seperti hukum, kemasyarakatan, perundangundangan dan berbagai ajaran lainnya. Para sahabat Nabi melakukan berbagai kegiatan ilmiah di masjid, termasuk mempelajari dan membahas sumber- sumber ajaran Islam.
3) sebagai pusat informasi Islam. Rasulullah SAW menyampaikan berbagai macam informasi di masjid termasuk menjadikannya sebagai tempat bertanya bagi para sahabat
4) masjid sebagai pusat kegiatan ekonomi. Yang dimaksud kegiatan ekonomi, tidak berarti sebagai pusat perdagangan atau industri, tetapi sebagai pusat untuk melahirkan ide-ide dan sistem ekonomi yang Islami, yang melahirkan kemakmuran dan pemerataan pendapatan bagi umat manusia secara adil dan berimbang (Rochman, 2014:45).
Ketika Nabi SAW memilih masjid sebagai langkah pertama dalam menciptakan masyarakat madani, konsep masjid bukan hanya sebagai tempat beribadah, atau tempat berkumpulnya kelompok masyarakat tertentu. Akan tetapi masjid digunakan sebagai majelis
untuk memotivasi atau mengendalikan seluruh masyarakat. Melihat secara umum perkembangan masjid di masa sekarang, terutama dalam hal kepengurusan anggota dengan seorang Imam, muazin, khatib, dan pengurus lain yang sering disebut juga dengan ta’mir masjid. Ta’mir merupakan orang yang sudah sepuh dan tidak memiliki latar belakang keilmuan yang cukup untuk mengelola keuangan secara profesional. Hal ini menimbulkan persoalan ketika dana masjid yang diperoleh dari infak atau sumbangan para donatur dikelola secara apa adanya tanpa melalui proses pencatatan keuangan yang semestinya (Andarsari, 2016:144).
2. Organisasi Nirlaba
Organisasi secara umum memiliki pengertian suatu kesatuan dari sekelompok orang yang bekerja secara bersama-sama demi suatu tujuan tertentu. Tujuan tersebut dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dapat dibagi lagi menjadi tujuan yang bersifat financial maupun yang nonfinancial. Tujuan dari setiap organisasi menurut Mahsun (2006:3) yakni sebagai berikut:
a. Pure Profit Organization merupakan organisasi yang bertujuan untuk menyediakan atau menjual barang dan jasa dengan maksud utama untuk mendapatkan laba sebanyak-banyaknya sehingga bisa dinikmati oleh para pemilik.
b. Quasi-Profit Organization merupakan organisasi yang bertujuan menyediakan atau menjual barang dan jasa dengan tujuan untuk memperoleh laba dan mencapai tujuan lainnya sebagaimana yang dikehendaki oleh para pemilik.
c. Quasi-Non-Profit Organization adalah organisasi yang menyediakan dan menjual barang dan jasa yang bertujuan untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Secara umum sering kali organisasi dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu organisasi profit dan organisasi non-profit. Dengan pengelompokan diatas maka organisasi sektor publik dapat dikategorikan sebagai organisasi non-profit.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Komang dkk, (2008) yang dikutip oleh Widiyanto (2019:12), organisasi nirlaba merupakan suatu organisasi yang mempunyai sasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal untuk menarik perhatian publik dengan suatu tujuan yang tidak komersial atau tanpa adanya perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari keuntungan. Organisasi nirlaba meliputi organisasi keagamaan, rumah sakit, sekolah negeri, organisasi politis, organisasi jasa sukarelawan. Organisasi nirlaba menjadikan sumber daya manusia sebagai harta yang paling berharga, karena semua aktivitas organisasi ini pada dasarnya adalah dari, oleh, dan untuk manusia (Pontoh 2013:130).
Walaupun organisasi nirlaba tidak bersifat mencari laba, akan tetapi organisasi nirlaba dapat menghasilkan beberapa keuntungan. Hanya saja organisasi nirlaba tidak diizinkan untuk memberikan keuntungan kepada anggotanya melainkan untuk menambah atau menutupi biaya operasional yang ada.
(Zietlow dkk, 2007) menyatakan bahwa organisasi nirlaba adalah organisasi yang diperbolehkan untuk mencari keuntungan tetapi tidak boleh membagikan keuntungannya. Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa organisasi nirlaba adalah organisasi yang didirikan oleh publik, dan sumberdaya dari pengelolaan organisasi tersebut berasal dari publik, sehingga tujuannya untuk kepentingan publik (Marlinah dan Ibrahim 2018).
3. Kinerja Keuangan
Kinerja sering disebut dengan performa atau performance. Kinerja merupakan hasil yang didapatkan oleh indikator dalam suatu pekerjaan
(Wirawan, 2009). Menurut Mangkunegara (2001) kinerja merupakan kuantitas dan kualitas yang telah dicapai individu dalam menjalankan tanggung jawab yang telah diberikan. Kualitas yang dimaksud adalah cara kerja dan ketekunan dalam melakukan setiap pekerjaan. Sedangkan kuantitas adalah dinilai dari seberapa banyak jumlah pekerjaan yang telah dikerjakan dalam masa kerja tertentu (Kharismaputri dan Oktaviana, 2020:137).
Menurut Irhan Fahmi (2011:2) dikutip dari (Faisal dkk, 2018:7) kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan aturan-aturan keuangan secara baik dan benar dengan alat analisis keuangan. Kinerja perusahaan yang baik dapat menggambarkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini dapat dikatakan bahwa kinerja keuangan merupakan penilaian terhadap keadaan organisasi atau perusahaan dalam menjalankan fungsinya pada suatu periode tertentu. Untuk mendapatkan informasi tentang kinerja organisasi khususnya kinerja keuangan, diperlukan analisis kinerja keuangan organisasi (Prabowo dan Hadi, 2020).
4. Analisis Kinerja Keuangan Organisasi Nirlaba
Semua jenis perusahaan menggunakan teknis analisis pengukuran kinerja keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis alat ukuran yang relevan untuk diterapkan. Pengukuran kinerja keuangan dapat dilakukan untuk masjid sebagaimana yang dilakukan terhadap lembaga nirlaba lainnya. Karena pada dasarnya masjid merupakan bagian dari organisasi nirlaba yang tidak berorientasi terhadap laba (Romantin, dkk, 2017:100).
Untuk menganalisis kinerja keuangan nirlaba membutuhkan rasio- rasio keuangan yang tidak sama dengan rasio keuangan yang mengukur kinerja perusahaan bisnis. Hal ini dikarenakan perbedaan dari sumber daya keuangan dan juga operasional organisasi nirlaba dengan organisasi
profit (Prabowo dan Hadi, 2020). Berikut beberapa rasio yang dapat mengukur kinerja organisasi nirlaba:
a. Rasio Kinerja Fiskal (Fiscal Performance Ratio)
Rasio kinerja fiskal merupakan rasio yang menggambarkan seberapa besar penerimaan dana yang memperlihatkan kinerja organisasi (Romantin dkk, 2017). Dari rasio ini dapat diketahui sejauh mana keefektifan organisasi masjid dalam mengelola asetnya untuk mendapatkan dana dengan optimal. Berikut ini beberapa perhitungan dalam rasio keuangan fiskal yang akan digunakan untuk mengukur kinerja keuangan masjid:
1) Fiscal Performance Ratio = total Revenue – Total Asset
Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar total pendapatan/pemasukan dana dari aset yang dimiliki.
Untuk rasio pertama yaitu total pendapatan dibagi total asset, menurut Sanders (2008) yang dikutip dari (Hasanah, 2020:8) dalam penelitiannya mengatakan bahwa “rasio di atas 1,0 menunjukan bahwa pendapatan tahunan lebih besar dari total asset. Sedangkan nilai mendekati 1,0 menunjukan bahwa organisasi memiliki pendapatan yang sedikit di bawah penilaian asset pada akhir periode. Jadi dapat disimpulkan, bahwa semakin besar rasio ini maka kinerja organisasi nirlaba semakin baik.
2) Fiscal Performance Ratio = total Revenue – Total Expanse/
Total Asset
Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar total pendapatan/pemasukan dana bersih dari aset yang dimiliki.
Nilai yang positif menunjukan bahwa pendapatan lebih besar dari biaya dan proporsi pendapatan yang disimpan menjadi asset pada tahun tersebut. Nilai rasio negatif terjadi karena total
pendapatan (perolehan dana) lebih rendah daripada total biaya (penggunaan dana) (Hasanah, 2020:8)
Keterangan:
Total Revenue = Total penerimaan dana
Total Expense = Total biaya operasional yang dikeluarkan Total Asset = Total aset yang dimiliki organisasi
b. Rasio Dukungan Publik (Public Support Rasio)
Rasio dukungan publik adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar dana yang diperoleh organisasi dari masyarakat (publik). Dari rasio ini dapat diketahui sejauh mana organisasi tersebut bergantung pada sumbangan sukarela atau mampu secara mandiri menghimpun dana melalui program penghimpunan dana yang dimilikinya (Romantin dkk, 2017:100–
101). Berikut ini perhitungan dalam rasio dukungan publik yang akan digunakan untuk mengukur kinerja keuangan masjid:
1) Public Support Ratio = Total Contribution / Total Revenue Rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa proporsi dana sukarelawan yang didapat dari semua jenis dana yang terhimpun. Untuk rasio dukungan publik, yaitu total kontribusi dibagi total pendapatan (perolehan dana) menurut Sanders (2008) dikutip dalam (Hasanah, 2020:8) mengatakan apabila rasio ini di atas 0,50 menunjukan bahwa pendapatan utama organisasi bergantung kepada dukungan sukarela. Sedangkan nilai di bawah 0,50 menunjukan hal sebaliknya, yaitu bergantung pada dukungan publik (masyarakat). Semakin tinggi rasio ini menunjukan bahwa pendapatan berasal dari sumbangan sukarela bukan dari penghimpunan dana yang diusahakan sendiri oleh masjid.
2) Public Support Ratio = Total Contribution / Total Expense Rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa besar pengeluaran biaya yang digunakan dari total dana sukarela.
Rasio keempat yaitu total kontribusi dibagi total biaya (penggunaan dana), menurut Sanders (2008) dalam (Hasanah, 2020:8-9) nilai rasio di atas 1,0 menunjukan bahwa kontribusi melebihi biaya, sedangkan nilai kurang dari 1,0 menunjukan bahwa biaya lebih besar dari kontribusi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila rasio ini di atas 1,0 organisasi masjid mengandalkan dana kontribusi untuk menopang biaya program maupun operasional dan sebaliknya.
Keterangan:
Total Contribution = Total penerimaan dana yang didapat dari sumbangan
Total Revenue = Total penerimaan dana
Total Expense = Total biaya operasional yang dikeluarkan
c. Rasio Efisiensi Penghimpun Dana (Fundraising Efficiency Ratio) Rasio efisiensi penghimpun dana adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa efisien penggunaan dana yang dicairkan untuk membiayai pelaksanaan aktivitas dalam penghimpunan dana (seperti: biaya iklan, kampanye dan sosialisasi). Dengan rasio ini dapat diketahui seberapa besar biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan dana baru (Romantin dkk, 2017:101). Berikut ini perhitungan dalam rasio Efisiensi Penghimpun Dana yang akan digunakan untuk mengukur kinerja keuangan masjid:
1) Fundraising Efficiency Ratio = Total Revenue / Fundraising Expense
Rasio efisiensi penghimpunan dana adalah rasio total pendapatan (perolehan dana) dibagi total biaya penghimpunan dana. Nilai rasio di atas 1,0 menunjukan bahwa total pendapatan lebih besar dari biaya penghimpunan dana. Sedangkan nilai rasio di bawah 1,0 menunjukan bahwa biaya penghimpunan dana lebih besar dari pendapatan (Sanders:2008) yang dikutip dari (Hasanah, 2020:9).
Semakin tinggi rasio ini semakin baik, biaya penghimpunan dana yang dikeluarkan semestinya mampu memberikan hasil yang baik terhadap perolehan dana’
Keterangan:
Total Revenue = Total penerimaan dana
Fundraising Expense = Total biaya yang dikeluarkan pada aktivitas menghimpun dana.
d. Rasio Kas Cadangan (Cash Reserve Ratio)
Menurut (Zietlow dkk, 2007) dikutip dari (Prabowo dan Hadi, 2020) Rasio Kas Cadangan merupakan rasio yang menggambarkan berapa lama organisasi bertahan jika benar-benar tidak ada pemasukan serta hanya dengan mengandalkan kas yang ada tanpa pemasukan. Berikut ini perhitungan dalam rasio kas cadangan yang akan digunakan untuk mengukur kinerja keuangan masjid:
1) Cash Reserve Ratio = Cash and Cash Equivalents / Total Annual Expense
Keterangan:
Cash and Cash Equivalents = Kas dan Setara Kas
Total Annual Expense = Total biaya operasional yang dikeluarkan
e. Rasio Efisiensi Program (Program Efficiency Ratio)
Rasio Efisiensi program merupakan bagian kinerja keuangan yang menggambarkan seberapa efisien aktivitas operasi yang dijalankan suatu organisasi nirlaba (Zietlow dkk, 2007). Rasio ini digunakan untuk menggambarkan seberapa besar program yang dimiliki berdasarkan banyaknya biaya operasional organisasi.
Berikut ini perhitungan dalam rasio efisiensi program yang akan digunakan untuk mengukur kinerja keuangan masjid:
1) Program Efficiency Ratio = Total Program Expense / Total Expense
Keterangan:
Total Program Expense = Total biaya program
Total Expense = Total biaya operasional yang dikeluarkan
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian yang membahas tentang kinerja keuangan masjid masih jarang dilakukan para peneliti sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2.2
Tabel 2. 1 Hasil Penelitian terdahulu
Aspek (Indriana 2021) (Prabowo dan Hadi 2020)
(Saputra 2021) Judul Analisis Dampak
Pandemi Covid-19 terhadap Kinerja Keuangan Masjid Raya Al-Azhar Sentra Primer.
Analisis Kinerja Keuangan Pada Organisasi Nirlaba (studi kasus pada masjid jami’ Al- Nizham kec.
Cempaka Putih periode 2015 s.d.
2019)
Analisis Kinerja Keuangan Entitas Nirlaba Pada Yayasan XYZ Periode 2015-2019
Institusi yang diteliti
Masjid Raya Al-Azhar Sentra Primer
Masjid jami’ Al- Nizham kec.
Cempaka Putih
Yayasan XYZ
Periode Analisis
2021 2020 2021
Lanjutan
Rumusan masalah
1. Bagaimana dampak Pandemi Covid-19 terhadap kinerja keuangan MRA Sentra Primer berdasarkan Rasio Kinerja Fiskal?
2. Bagaimana dampak Pandemi Covid-19 terhadap kinerja keuangan MRA Sentra Primer berdasarkan Rasio Dukungan Publik?
3. Bagaimana dampak Pandemi Covid-19 terhadap kinerja keuangan MRA Sentra Primer berdasarkan Rasio Kas Cadangan?
4. Bagaimana dampak Pandemi Covid-19 terhadap kinerja keuangan MRA Sentra Primer berdasarkan Rasio Efisiensi Program?
Rumusan permasalahan penelitian yaitu bagaimana kinerja keuangan organisasi nirlaba; khususnya Masjid Jami’ Al- Nizham Kec.
Cempaka Putih pada periode 2015 s.d.
2019?
1. Bagaimana kinerja keuangan yayasan XYZ yang ditinjau dari rasio kinerja fiskal, rasio dukungan publik, rasio efisiensi program, rasio efisiensi non program, dan rasio kinerja investasi selama periode 2015- 2019?
2. Bagaimana trend dari kinerja keuangan yayasan XYZ berdasarkan hasil perhitungan rasio yang diperoleh selama periode 2015-2019?
5. Bagaimana dampak Pandemi Covid-19 terhadap kinerja keuangan MRA Sentra Primer berdasarkan Rasio Efisiensi NonProgram?
6. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan MRA Sentra Primer sebelum dan setelah Pandemi Covid- 19?
Lanjutan
Tujuan penelitian
tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini untuk mengukur dampak Pandemi Covid-19 terhadap kinerja keuangan MRA Sentra Primer berdasarkan Rasio Kinerja Fiskal, Rasio Dukungan Publik, Rasio Kas Cadangan, Rasio Efisiensi Program, Rasio Efisiensi NonProgram, dan menguji adanya perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan MRA Sentra Primer sebelum dan setelah terjadi Pandemi Covid-19.
Tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja keuangan pada organisasi nirlaba; khususnya Masjid Jami’ Al- Nizham Kec.
Cempaka Putih pada periode 2015 s.d.
2019.
1. Untuk mengukur kinerja keuangan yayasan XYZ yang ditinjau dari rasio kinerja fiskal, rasio dukungan publik, rasio efisiensi program, rasio efisiensi aktivitas non program, dan rasio kinerja investasi selama periode 2015- 2019 7 Politeknik Negeri Jakarta 2. Untuk
menganalisis trend kinerja berdasarkan hasil rasio yang telah diperoleh Metode
penelitian
Alat analisis yang digunakan adalah Rasio Keuangan Organisasi Nirlaba (sebelum dan setelah Pandemi Covid-19 terjadi) dan
Independent Sample T- Test dengan SPSS 24.
Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif
Hasil penelitian
Berdasarkan hasil dari analisis signifikansi menggunakan SPSS 24, Rasio yang memiliki perbedaan signifikan antara sebelum dan setelah pandemi covid-19 terjadi yaitu Rasio Kinerja Fiskal 1, Rasio Dukungan Publik 2, dan Rasio Efisiensi Program.
Hasil perhitungan rasio kinerja fiskal menunjukkan grafik yang meningkat dan fluktuatif. Hasil perhitungan rasio dukungan publik menunjukkan grafik yang menurun untuk kedua rasio nya.
Hasil perhitungan rasio efisiensi penghimpunan dana menunjukkan grafik yang meningkat.
Hasil perhitungan rasio kas cadangan menunjukkan grafik yang fluktuatif. Hasil perhitungan rasio efisiensi program menunjukkan grafik yang menurun.
Hasil dari analisis dan trend rasio efisiensi program selama kurun waktu lima tahun
dinyatakan efisien dalam
mengoptimalkan biaya yang dikeluarkan, walaupun dengan pergerakan trend yang ber fluktuatif.
Peningkatan dibuktikan dengan meningkatnya program layanan yang terselenggara.
Dari hasil analisis dan trend kinerja efisiensi aktivitas non program, yayasan XYZ secara efisien
dalam penghimpunan dana untuk
menghasilkan pendapatan. Hasil analisis dan trend kinerja investasi menunjukkan bahwa kinerja dinyatakan baik dengan nilai rasio diatas standar.
Sumber: Dibuat oleh penulis (2022)