• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap gambaran histopatologis hati tikus Sprague Dawley.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap gambaran histopatologis hati tikus Sprague Dawley."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek toksik penggunaan biji

Persea americana Mill. pada pemberian subakut terhadap perubahan struktural histopatologis hati tikus galur Sprague Dawley dan mengetahui reversibilitas sifat efek toksik yang ditimbulkannya.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Lima puluh ekor tikus galur Sprague Dawley

(25 jantan dan 25 betina), umur 2-3 bulan, dibagi dalam 5 kelompok secara acak. Kelompok I-IV dipejankan infusa biji alpukat selama 28 hari secara peroral pada dosis 202,25 ; 360 ; 640,8 ; 1140,6 mg/kgBB, Kelompok V kontrol negative 14.285 mg/kgBB. Pada hari ke-29 sebanyak tiga tikus dari tiap dosis dikorbankan lalu dilakukan pembedahan untuk melihat histopatologis hati. Sisa hewan uji dipelihara tanpa diberi perlakuan selama 14 hari untuk melihat reversibilitas efek toksik yang ditimbulkan. Pada hari ke-15, tikus yang tersisa dikorbankan dan diambil organ hati untuk dilakukan pemeriksaan histopatologis. Perubahan struktural histopatologis hati yang diamati meliputi kejadian degenerasi dan nekrosis dari sel hati di sekitar vena porta dan vena sentralis. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya (Olympus PP 10®) di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta.

(2)

ABSTRACT

The aim of this study is to determine the subacute toxic effects of the use of Persea americana Mill. seed infusion on structural changes of liver histopathologic in Sprague Dawley rats and to know reversibility of toxic effects caused.

This study is a pure experimental design with randomized design pattern. A total of 50 Sprague Dawley rats (25 males and 25 females), aged 2-3 months, were randomly divided into 5 groups. Group I-IV were administered avocado seed infusion during 28 days, orally at a dose of 202.25; 360; 640.8; 1140.6 mg/kg, Group V negative control 14.285 mg/kg. On day 29, three rats from each dose was sacrificed and then performed surgery to examine the liver histopathology. The rest of the test animals were reared without treated for 14 days to see the reversibility of toxic effects caused. On the 15th day, the remaining rats were sacrificed and the liver was taken for histopathological examination. Structural changes in liver histopathologic which is observed were the incidence of degeneration and necrosis of liver cells around the portal vein and central vein. Observations were carried out under a light microscope (Olympus PP 10®) at the Faculty of Veterinary Pathology UGM Laboratory, Yogyakarta.

Liver histopathologic analysis results showed that there are no subacute toxic effects of the use of Persea americana Mill. seed infusion on structural changes of liver histopathologic in Sprague Dawley rats. Reversibility of toxic effects of the use of Persea americana Mill. seed infusion can not be determined because there are no structural changes in liver histopathologic due to the usage of

Persea americana Mill. seeds infusion in Sprague Dawley rats.

(3)

UJI TOKSISITAS SUBAKUT INFUSA BIJI Persea americana Mill. TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HATI

TIKUS SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Trifonia Ingrid Octavia NIM : 118114138

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

UJI TOKSISITAS SUBAKUT INFUSA BIJI Persea americana Mill. TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HATI

TIKUS SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Trifonia Ingrid Octavia NIM : 118114138

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Filipi 1:6: “Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai

pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada

akhirnya pada hari Kristus Yesus.”

Apapun yang telah Tuhan mulai dalam kehidupanku, Ia akan menyelesaikan karyaNya hingga pada akhirnya, Ia tidak akan meninggalkan karya yang telah Ia

mulai. Kita bisa meninggalkan Allah, namun Allah tidak akan pernah meninggalkan kita, meskipun kita sering meninggalkan dan mengecewakan Allah.

Kupersembahkan karya ini bagi ....

Tuhan Yesus yang selalu menerangi jalanku dikala ku tersesat dan tak kenal arah

serta melimpahkan berkat kasih karunia kepadaku.

Keluarga tercinta yang selalu mendukung dan melimpahiku dengan kasih yang menguatkan aku.

(8)
(9)
(10)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Uji Toksisitas Subakut Infusa Biji Persea americana Mill. terhadap

Gambaran Histopatologis Hati Tikus Sprague Dawley” ini dengan baik. Skripsi

ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu

Program Studi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan berbagai pihak. Oleh karena itu

penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu drh. Sitarina Widyarini MP., PhD selaku Pembimbing I skripsi ini, atas

segala kesabaran dalam membimbing, memberi masukan dan memotivasi

penulis selama pelaksanaan dan penulisan skripsi.

3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Pembimbing II skripsi ini atas

segala kesabaran untuk selalu membimbing dan memberikan masukan kepada

penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas

bantuan dan masukkan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas

(11)

viii

6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas

Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas

laboratorium selama penelitian ini.

7. Bapak Heru Purwanto selaku Laboran Farmakologi dan Toksikologi, Bapak

Supardjiman selaku Laboran Imono, Bapak Kayatno selaku Laboran Biokimia,

Bapak Wagiran selaku Laboran Farmakognosi-Fitokimia, Bapak Kunto selaku

Laboran Kimia Analisis, Bapak Ottok selaku pengelola gudang kefarmasian atas

segala bantuan selama pelaksanaan penelitian skripsi ini.

8. Bapak Sugiyono yang telah banyak membantu dalam pemeriksaan dan

menentukan diagnosis histopatologis organ, serta Bapak Lilik selaku laboran

Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM yang membantu

dalam pembuatan preparat histopatologis.

9. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu yang diberikan.

10. Kedua orang tua penulis, Yusuf Evol Chairul dan Merani Leo yang

memberikan doa, kasih sayang, semangat dan telah mendanai sebagian besar

penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Keponakan tersayang Golvinus Noah Suciptan yang selalu menjadi semangat

dikala sedih, kakak perempuan Theresia Imelda Octavia dan sepupu

tersayang Sunny Cheryline yang selalu mendukung dalam penyelesaian

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

12. Sahabat dan rekan sekerja “Tim Biji Alpukat” Marselina Cresentia Tisera,

Agustina Iswara Maharani, Rosita Olimpia Bagiastrasari, Christina Desi,

(12)

ix

perjuangan, dan kebersamaan selama penelitian dan pengerjaan skripsi ini

sampai akhir.

13. Sahabat terkasih, Verni Emelia, Esterina Dwi Astuti, Fransisca Andriani,

Theresia Eviani, Gretta Paulina, Lusia Drikti, Stefani Agustina, Juventia Tjoa,

dan Daisy Orlana atas bantuan, dukungan, perhatian dan motivasi dalam suka

maupun duka selama ini.

14. Teman-teman Farmasi angkatan 2011, khususnya FSM C dan FKK B 2011

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang selalu

memberikan dukungan, motivasi dan masukan terhadap penelitian maupun

penyusunan skripsi ini.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran dan

masukan demi kemajuan di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga

tugas akhir ini dapat memberikan manfaat sekecil apapun bagi perkembangan

ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu kefarmasian, serta semua pihak, baik

mahasiswa, maupun masyarakat.

Yogyakarta, 22 April 2015

(13)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN …... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB 1. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 6

a. Manfaat teoritis ... 6

(14)

xi

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Persea americana Mill. ... 7

1. Deskripsi tanaman ... 7

2. Taksonomi biji alpukat ... 8

3. Kandungan kimia dan kegunaannya ... 8

B. Toksikologi ... 9

C. Toksisitas Subakut ... 10

D. Hati ... 12

1. Anatomi hati ... 12

2. Fisiologi hati ... 15

E. Hepatotoksisitas ... 16

F. Infusa ... 18

G. Keterangan empiris ... 18

BAB III. METODE PENELITIAN ... 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 19

1. Variabel utama ... 19

2. Variabel pengacau ... 19

3. Definisi operasional ... 20

(15)

xii

D. Alat atau Instrumen Penelitian ... 22

1. Alat pembuatan simplisia ... 22

2. Alat penetapan kadar air ... 22

3. Alat pembuatan infusa biji Persea americana Mill. ... 22

4. Alat uji perlakuan dan pemeriksaan histopatologis ... 23

E. Tata Cara Penelitian ... 23

1. Determinasi serbuk biji Persea americana Mill. ... 23

2. Pengumpulan bahan ... 23

3. Pembuatan serbuk ... 23

4. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill…... 23

5. Pembuatan infusa biji Persea americana Mill. ... 24

6. Penetapan dosis infusa biji Persea americana Mill. ... 24

7. Penetapan dosis kontrol negatif (aquadest )... 25

8. Penyiapan hewan uji ... 26

9. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ... 26

10.Prosedur pelaksanaan penelitian ... 26

11.Prosedur pemusnahan hewan uji ... 27

12.Pengamatan ... 27

a. Penimbangan berat badan hewan uji ... 27

b. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji... 27

13.Pembuatan preparat dan pemeriksaan histologis ... 28

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 29

(16)

xiii

2. Uji reversibilitas ... 29

3. Pengamatan berat badan hewan uji ... 29

4. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji ... 29

G. Alur Penelitian ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Determinasi Tanaman ... 31

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Biji Persea americana Mill. ... 31

C. Gambaran Histopatologis Hati Tikus Sprague Dawley yang Diberi Infusa Biji Persea americana Mill. ... 32

D. Perubahan Berat Badan ... 41

E. Asupan Pakan Tikus Jantan dan Betina ... 44

F. Asupan Minum Tikus Jantan dan Betina ... 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN ... 53

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus jantan hari

ke-28 ... 33

Tabel II. Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus betina hari

ke-28 ... 33

Tabel III. Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus jantan hari

ke-42 ... 39

Tabel IV. Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus betina hari

ke-42 ... 39

Tabel V. Purata berat badan ± SE tikus jantan akibat pemberian infusa biji

Persea americana Mill. selama 28 hari ... 42 Tabel VI. Purata berat badan ± SE tikus betina akibat pemberian infusa biji

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Buah Persea americana Mill. ... 7

Gambar 2. Hati dalam sistem pencernaan ... 12

Gambar 3. Hati tampak depan ... 13

Gambar 4. Struktur dasar lobulus hati ... 13

Gambar 5. Histopatologi hati ... 14

Gambar 6. Histopatologi hati normal ... 38

Gambar 7. Gambar perubahan struktur histopatologis hati ... 38

Gambar 8. Grafik perubahan berat badan tikus jantan selama 28 hari pemberian infusa biji alpukat ... 42

Gambar 9. Grafik perubahan berat badan tikus betina selama 28 hari pemberian infusa biji alpukat ... 43

Gambar 10. Grafik asupan pakan tikus jantan selama 28 hari pemberian infusa biji Persea americana Mill. ... 45

Gambar 11. Grafik asupan pakan tikus betina selama 28 hari pemberian infusa biji Persea americana Mill. ... 45

Gambar 12. Grafik asupan minum tikus jantan selama 28 hari pemberian infusa biji Persea americana Mill. ... 47

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto biji Persea americana Mill. ... 54

Lampiran 2. Foto serbuk biji Persea americana Mill. ... 54

Lampiran 3. Foto infusa biji Persea americana Mill. ... 54

Lampiran 4. Foto instrumen pembuatan infusa biji Persea americana Mill. ... 55

Lampiran 5. Hasil replikasi perhitungan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ... 55

Lampiran 6. Surat pengesahan determinasi biji Persea americana Mill. ... 56

Lampiran 7. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics Commitee (MHREC) ... 57

Lampiran 8. Surat Amandment ApprovalMedical and Health Research Ethics Commitee (MHREC) ... 58

Lampiran 9. Hasil histopatologi ... 59

Lampiran 10. Analisis statistik berat badan tikus jantan ... 61

(20)

xvii INTISARI

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek toksik penggunaan biji

Persea americana Mill. pada pemberian subakut terhadap perubahan struktural histopatologis hati tikus galur Sprague Dawley dan mengetahui reversibilitas sifat efek toksik yang ditimbulkannya.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Lima puluh ekor tikus galur Sprague Dawley

(25 jantan dan 25 betina), umur 2-3 bulan, dibagi dalam 5 kelompok secara acak. Kelompok I-IV dipejankan infusa biji alpukat selama 28 hari secara peroral pada dosis 202,25 ; 360 ; 640,8 ; 1140,6 mg/kgBB, Kelompok V kontrol negative 14.285 mg/kgBB. Pada hari ke-29 sebanyak tiga tikus dari tiap dosis dikorbankan lalu dilakukan pembedahan untuk melihat histopatologis hati. Sisa hewan uji dipelihara tanpa diberi perlakuan selama 14 hari untuk melihat reversibilitas efek toksik yang ditimbulkan. Pada hari ke-15, tikus yang tersisa dikorbankan dan diambil organ hati untuk dilakukan pemeriksaan histopatologis. Perubahan struktural histopatologis hati yang diamati meliputi kejadian degenerasi dan nekrosis dari sel hati di sekitar vena porta dan vena sentralis. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya (Olympus PP 10®) di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta.

(21)

xviii ABSTRACT

The aim of this study is to determine the subacute toxic effects of the use of Persea americana Mill. seed infusion on structural changes of liver histopathologic in Sprague Dawley rats and to know reversibility of toxic effects caused.

This study is a pure experimental design with randomized design pattern. A total of 50 Sprague Dawley rats (25 males and 25 females), aged 2-3 months, were randomly divided into 5 groups. Group I-IV were administered avocado seed infusion during 28 days, orally at a dose of 202.25; 360; 640.8; 1140.6 mg/kg, Group V negative control 14.285 mg/kg. On day 29, three rats from each dose was sacrificed and then performed surgery to examine the liver histopathology. The rest of the test animals were reared without treated for 14 days to see the reversibility of toxic effects caused. On the 15th day, the remaining rats were sacrificed and the liver was taken for histopathological examination. Structural changes in liver histopathologic which is observed were the incidence of degeneration and necrosis of liver cells around the portal vein and central vein. Observations were carried out under a light microscope (Olympus PP 10®) at the Faculty of Veterinary Pathology UGM Laboratory, Yogyakarta.

Liver histopathologic analysis results showed that there are no subacute toxic effects of the use of Persea americana Mill. seed infusion on structural changes of liver histopathologic in Sprague Dawley rats. Reversibility of toxic effects of the use of Persea americana Mill. seed infusion can not be determined because there are no structural changes in liver histopathologic due to the usage of

Persea americana Mill. seeds infusion in Sprague Dawley rats.

(22)

1 BAB I PENGANTAR

A.Latar Belakang Penelitian

Di Indonesia ini, penggunaan obat tradisional sebagai terapi utama atau

alternatif telah menjadi trend saat ini. Munculnya trend penggunaan obat tradisional ini disebabkan karena obat tradisional memiliki harga yang murah,

mudah didapat dan adanya sugesti bahwa obat tradisional tidak memiliki efek

samping dan aman digunakan (Ozolua, Anaka, Okpo, Idogun, 2009).

Biji alpukat (Persea americana Mill.) merupakan salah satu obat tradisional yang telah diketahui sebelumnya melalui uji praklinik efek

farmakologinya memiliki fungsi sebagai antihipertensi dan penyakit

kardiovaskuler (Imafidon dan Amaechina, 2010), agen nefroprotektif (Yoseph,

2013), agen hepatoprotektif (Permatasari, 2013), dapat menurunkan kadar gula

darah (Alhassan, Sule, Atiku, Wudil, Abubakar, dan Mohammed, 2012), memiliki

aktivitas antimikroba (Idris, Ndukwe, dan Gimba, 2009), dan memiliki aktivitas

antiinflamasi dan meningkatkan sistem imun (Arukwe, Amadi, Duru, Agomuo,

Adindu, Odika, et al., 2012).

Secara farmakokinetika, setiap senyawa xenobiotika yang masuk ke

dalam tubuh akan mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan

eliminasi. Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dan memiliki

kapasitas yang tinggi untuk mengikat zat kimia (Baradero, Dayrit, dan Siswadi,

2008). Hati juga merupakan filter utama untuk mengeliminasi senyawa

(23)

terjadinya penumpukkan senyawa xenobiotika pada hati sehingga dapat

menimbulkan efek hepatotoksik. Salah satu wujud efek ketoksikan pada hati

adalah perubahan struktural, yakni seperti degenerasi melemak, nekrosis, dan

lain-lain (Gad, 2002), di mana telah diketahui meskipun hati berperan penting dalam

tubuh, organ hati rentan terhadap kerusakan dan penyakit diakibatkan sistem

sirkulasi darahnya yang tidak biasa (Wibowo dan Paryana, 2009).

Bahaya pemaparan suatu zat pada manusia dapat diketahui dengan

mempelajari efek kumulatif, dosis yang dapat menimbulkan efek toksik pada

manusia, dan lain-lain. Informasi tersebut dapat diperoleh dari uji toksisitas,

meliputi uji toksisitas akut, toksisitas subakut, dan lain-lain, tergantung dari tujuan

penggunaan suatu zat dan kemungkinan terjadinya risiko akibat pemaparan pada

manusia (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014). Uji

toksisitas subakut merupakan salah satu contoh uji ketoksikan tak khas yang

dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan spektrum efek toksik suatu senyawa

pada aneka ragam hewan uji (Donatus, 2005). Uji ini dapat memberikan

gambaran tentang toksisitas calon obat herbal terstandar pada penggunaan

berulang untuk jangka waktu yang relatif lama dan kecenderungan akumulasi dan

reversibilitas efek toksik calon obat herbal terstandar (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 1992).

Penelitian ini merupakan penelitian paralel di mana pengamatan yang

dilakukan antara lain toksisitas akut, kadar BUN dan kreatinin, kadar SGPT dan

SGOT, kadar glukosa darah, histopatologis ginjal, histopatologis hati,

(24)

penelitian ini peneliti berpusat pada perubahan struktural histopatologis hati.

Penelitian ini penting dilakukan untuk memperoleh informasi efek toksik pada

penggunaan obat tradisional infusa biji Persea americana Mill. secara subakut terhadap perubahan struktural histopatologis hati tikus galur Sprague Dawley, serta untuk mengetahui efek kumulatif dan efek reversibilitas sifat efek toksik

yang ditimbulkan infusa biji Persea americana Mill. terhadap perubahan struktural hati.

Sedian infusa dipilih peneliti karena merupakan salah satu bentuk

sederhana dalam pembuatan obat tradisional yang sering digunakan oleh

masyarakat dan mudah dilakukan (Badan Pengawas obat dan Makanan Republik

Indonesia, 2010).

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

a. Apakah pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara subakut memiliki efek toksik pada tikus Sprague Dawley yang dilihat dari wujud perubahan struktural histopatologis hati tikus?

(25)

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan pada biji alpukat, yaitu:

a. “Chemical Composition of Persea americana Leaf, Fruit and Seed” yang

menyatakan bahwa biji Persea americana Mill. mengandung tanin, saponin, flavonoid, alkaloid, steroid, sianogenik glikosida dan fenol yang

memiliki aktivitas antiinflamasi, antioksidan serta meningkatkan sistem

imun (Arukwe, et al., 2012).

b. Pengaruh Waktu Pemberian Infusa Biji Alpukat Persea Americana Mill Secara Akut sebagai Hepatoprotektif terhadap Aktifitas ALT-AST Serum

pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” menyatakan bahwa

pemberian infusa biji Persea americana Mill. pada dosis 360,71 mg/kgBB dan dalam jangka waktu 4 jam setelah tikus terinduksi karbon tetraklorida

mampu memberikan efek hepatoprotektif (Permatasari, 2013).

c. “Efek Nefroproktetif Pemberian Jangka Panjang Infusa Biji Persea Americana Mill. terhadap Kadar Kreatinin dan Gambaran Histologi Ginjal

Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” menyatakan bahwa variasi dosis

biji alpukat (Persea americana Mill.) 360,71 mg/kgBB; 642,06 mg/kgBB; 1142,86 mg/kgBB mampu memberikan efek nefroprotektif (Yoseph,

2013).

d. “Effects of Aqueous Seed Extract of Persea americana Mill. (Avocado) on

Blood Pressure and Lipid Profile in Hypertensive Rats” menyatakan

(26)

e. “Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol

Biji alpukat (Persea americana Mill.)” menyatakan bahwa biji alpukat

(Persea americana Mill.) mengandung alkaloid, triterpenoid, tannin, flavonoid dan saponin serta Nilai LC50 biji alpukat biasa segar dan kering

yaitu masing-masing sebesar 42,270 mg/L, 36,078 mg/L, 36,924 mg/L dan

34,302 mg/L (Marlinda, Sangi, dan Wuntu, 2012).

f. “Acute and Sub-acute Americana Mill (Lauraceae) in Rats” penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui keamanan serta ketoksisitasan ekstrak air

serbuk biji alpukat yang direndam selama 24 jam serta dibuat konsentrat

dengan rotari evaporator dan dikeringkan di oven pada suhu 300C selama 3 hari. Penelitian ini menyatakan bahwa LD50 tidak ditemukan pada uji

toksisitas akut sedangkan pada uji toksisitas subakut ditemukan kenaikan

jumlah minum pada tikus dan kenaikan total protein pada hematologi

darah (Ozulua, dkk., 2009) Perbedaan penelitian yang dilakukan Ozulua,

dkk. (2009) dengan penelitian yang akan dilakukan adalah cara pembuatan

infusa biji alpukat dan pengamatan yang dilakukan.

Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa penelitian uji toksisitas

subakut infusa biji alpukat terhadap gambaran histopatologis hati tikus jantan

(27)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan

kefarmasian dalam memberikan kajian efek toksik subakut mengenai

penggunaan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.).

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang dosis yang menyebabkan toksisitas infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) pada penggunaan subakut terhadap wujud perubahan struktural histopatologis dan reversibilitas sifat efek toksik hati.

B.Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ketoksikan dari

pengunaan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) secara subakut.

2. Tujuan khusus

a. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan ada tidaknya efek toksik

pada pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara subakut yang diberikan pada tikus Sprague Dawley terhadap wujud perubahan struktural histopatologis hati tikus.

b. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi reversibilitas dari sifat efek

(28)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Persea americana Mill. 1. Deskripsi tanaman

Gambar 1. Buah Persea americana Mill. (Plantamor, 2012)

Pohon Persea americana Mill. berukuran sedang hingga besar dengan tinggi ±10 m, batang berkayu, bulat, bercabang, berwarna coklat. Daun

tunggal, bulat telur, bertangkai, letak tersebar, ujung dan pangkal runcing,

berbulu, panjang 10-20 cm dan lebar 3-10 cm. Warna daun kemerahan ketika

masih muda dan ketika menua berwarna hijau tua dan teksturnya halus.

Bunganya majemuk, bentuk malai, berkelamin dua, tumbuh di ujung ranting,

benang sari duabelas, ruang kepala sari empat, berwarna putih kekuningan

dengan diameter 1-1,5 cm. Biji bulat, diameter 2,5-5cm, keping biji putih

kemerahan. Akar tunggang, bulat berwarna coklat (Napitupulu dan Wisaksono,

2008). Buahnya memiliki biji tunggal yang besar, berbentuk bulat hingga

lonjong (Gambar 1.) dan beratnya hingga 2,3 kg. Buah matang berwarna hijau,

hitam, ungu atau kemerahan tergantung dari varietasnya (World Agroforestry

(29)

2. Taksonomi biji alpukat

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Genus : Persea

Spesies : Persea americana Mill.

(Plantamor, 2012)

3. Kandungan kimia dan kegunaannya

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Malangngi, Meiske, dan Jessy,

(2012), biji Persea americana Mill. memiliki kandungan kimia berupa tannin. Selain itu, biji Persea americana Mill. juga memiliki kandungan saponin, flavonoid, alkaloid, steroid, glikosida sianogen dan fenol (Arukwe, dkk., 2012).

Infusa biji alpukat dapat digunakan sebagai agen nefroprotektif pada

tikus terinduksi karbon tertraklorida (Yoseph, 2013). Infusa biji alpukat dapat

digunakan sebagai agen hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon

tertraklorida (Permatasari, 2013). Ekstrak etanol biji alpukat memiliki aktivitas

antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas DPPH (Malangngi dkk.,

(30)

penyakit kardiovaskular (Imafidon dan Amaechina, 2011). Ekstrak air biji

alpukat juga memiliki efek hipoglikemik pada tikus diabetes yang terinduksi

aloksan (Alhassan, et al., 2012) dan memiliki aktivitas antimikroba (Idris dkk., 2009). Biji alpukat memiliki aktivitas antiinflamasi dan meningkatkan sistem

imun (Arukwe, et al., 2012).

B. Toksikologi

Toksikologi dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari

antaraksi berbahaya zat kimia atau senyawa asing terhadap sistem biologi

makhluk hidup (Donatus, 2005).

Kondisi efek toksik adalah keadaan atau faktor yang mempengaruhi

keefektifan absorpsi, distribusi, dan eliminasi zat beracun di dalam tubuh sehingga

menentukan keberadaan (kadar dan lama tinggal) senyawa atau metabolitnya di

tempat aksi dan keefektifan antaraksinya (mekanisme aksi). Keadaan ini

bergantung pada kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup (Donatus, 2005).

Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat

pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari

sediaan uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi

mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia,

sehingga dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamanan penggunaan pada

manusia (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014).

Pada dasarnya, uji toksikologi dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni

(31)

toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek

toksik suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Contoh uji ketoksikan

tak khas adalah uji ketoksikan akut, subkronis dan kronis. Uji ketoksikan khas

adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek yang

khas suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Contoh uji ketoksikan khas

adalah uji potensiasi, kekarsinogenikan, kemutagenikan, reproduksi, kulit, mata,

dan perilaku (Donatus, 2005).

C. Toksisitas Subakut

Toksisitas subakut merupakan salah satu jenis uji toksikologi. Uji

toksisitas subakut adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan

dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari 3 bulan (Gad, 2002).

Tujuan uji toksisitas subakut adalah untuk memperoleh informasi adanya efek

toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut; informasi kemungkinan

adanya efek toksik setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka

waktu tertentu; informasi dosis yang tidak menimbulkan efek toksik (No Observed Adverse Effect Level / NOAEL); dan mempelajari adanya efek kumulatif dan efek reversibilitas zat tersebut (Kepala Badan Pengawas Obar dan

Makanan Republik Indonesia, 2014).

Uji ini dapat memberikan gambaran tentang toksisitas calon obat herbal

terstandar pada penggunaan berulang untuk jangka waktu yang relatif lama.

(32)

terstandar juga dapat dinyatakan dari hasil uji toksisitas subakut (Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, 1992).

Uji toksisitas subakut tidak difokuskan pada titik akhir tertentu,

melainkan untuk mengeksplorasi secara luas keseluruhan efek biologis yang

ditimbulkan pada tempat aksi yang diberikan pada rentang dosis tertentu. Uji

toksisitas subakut dapat menentukan toksisitas secara kualitatif (organ target dan

efek yang ditimbulkan) dan kuantitatif (perubahan struktural atau efek yang

ditimbulkan terhadap jaringan dan plasma darah) dari pemberian dosis berulang

pada hewan uji (Gad, 2002).

Sarana utama dalam mendeteksi respon toksisitas apabila tidak terdapat

kematian seperti organisme atau jaringan adalah:

1. Perubahan biokimia melibatkan efek pada enzim seperti inhibitor atau

perubahan jalur metabolik tertentu. Munculnya enzim atau substansi tertentu

dalam cairan tubuh menunjukkan kebocoran dari jaringan dan merupakan

indikasi perubahan patologis.

2. Perubahan status normal yakni perubahan berat badan, asupan makanan dan

minuman, output urin, dan berat organ merupakan indicator umum dan spesifik untuk toksisitas (Timbrell, 2008).

Reversibilitas (keterbalikan) toksisitas terjadi apabila efek yang tidak

diinginkan (efek toksik) dapat dikembalikan apabila perlakuan dihentikan.

Reversibilitas toksisitas bergantung pada sejumlah faktor, antara lain tingkat

pemaparan (waktu dan jumlah racun) dan kemampuan jaringan yang terkena

(33)

D. Hati

1. Anatomi hati

Gambar 2. Hati dalam sistem pencernaan (Baradero, dkk., 2008)

Hepar atau hati (Gambar 2.) adalah kelenjar yang paling besar dalam

tubuh manusia dengan berat 1,5 kg. Hati berwarna merah coklat, sangat

vaskular dan lunak. Bagian superior dari hati berbentuk cembung dan terletak

di bawah kubah kanan diafragma. Bagian inferior hati berbentuk cekung dan

dibawahnya terdapat ginjal kanan, gaster, pankreas, dan usus (Baradero, dkk.,

2008). Hati dilapisi peritoneum kecuali pada bagian terbuka (Faiz dan Moffat,

2002).

(34)

Hati (Gambar 3.) terdiri dari banyak unit fungsional yaitu lobulus.

Setiap lobulus terdiri dari sel-sel hati yang berbentuk segi enam atau

heksagonal. Hati dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus kiri dan kanan.

Ligamen falsiform membagi lobus kanan menjadi segmen anterior dan posterior serta membagi lobus kiri menjadi segmen medial dan lateral. Dari

hati, ligamen falsiform melintasi diafragma sampai ke dinding abdomen

anterior (Baradero, dkk., 2008).

Gambar 4. Struktur Dasar Lobulus Hati (Baradero, dkk., 2008).

Saluran-saluran yang berada di hati terdiri dari (Gambar 4.) : arteri

hepatika yang berfungsi untuk menyuplai darah ke hati; vena porta hepatika

yang berfungsi untuk membawa darah dari vena ke seluruh traktus

gastrointestinal ke hati, darah yang dibawa ini mengandung zat-zat makanan

yang telah diserap oleh vili usus halus; vena sentralis berfungsi untuk

membawa darah vena dari hati ke vena inferior; saluran-saluran bilier juga

(35)

menyatu dan menyalurkan empedu yang dihasilkan oleh sel-sel hati (Baradero,

dkk., 2008).

Gambar 5. Histopatologi hati (Thoolen, dkk., 2010).

Secara histologis, hati dibagi menjadi lobulus. Pusat lobulus adalah

vena sentralis dan bagian perifer lobus disebut triad portal. Secara fungsional,

hati dibagi menjadi 3 zona (Gambar 5.). Zona 1 (periportal) mengelilingi

saluran vena porta di mana darah yang mengandung paling banyak oksigen

dari arteri hepatika masuk, akibatnya zona ini pertama kali yang akan

terpengaruh oleh perubahan darah yang masuk. Zona 1 memiliki hepatosit

khusus yang berfungsi dalam proses oksidatif hati seperti glukoneogenesis, β

-oksidasi asam lemak, dan sintesis kolesterol. Zona 2 (transitional; midzonal)

merupakan zona sel yang memberikan respon kedua terhadap darah yang

masuk. Zona 3 (centro lobular) terletak disekitar vena sentralis, di mana zona

ini menerima darah yang sedikit mengandung oksigen, sehingga zona ini

paling rentan terhadap cidera iskemik. Hepatosit pada zona 3 berfungsi dalam

proses glikolisis, lipogenesis, dan detoksifikasi xenobiotika oleh sitokrom

(36)

Hati mempunyai struktur seragam yang terdiri dari kelompok sel-sel

yang dipersatukan oleh sinusoid (Gambar 4.). Sinusoid adalah saluran

pembuluh darah yang dilapisi oleh hepatosit. Di mana darah yang mengalir

melalui sinusoid akan diproses dan diolah oleh hepatosit serta sel Kupffer yang

bertugas untuk membersihkan darah dari patogen asing seperti bakteri sebelum

akhirnya bermuara keluar melalui vena sentralis (Barron, 2009). Sel-sel hepar

mendapat suplai darah dari vena porta hepatika yang kaya akan makanan, tidak

mengandung oksigen dan terkadang toksik, serta dari arteri hepatika yang

mengandung oksigen menuju vena sentralis, karena mempunyai sistem

peredaran darah yang tidak biasa ini, maka sel-sel hepar mendapat darah relatif

kurang oksigen. Keadaan ini menjelaskan mengapa hati lebih rentan terhadap

kerusakan dan penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009).

2. Fisiologi hati

Fungsi hati bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya

mengenai pengaruhnya atas makanan dan darah. Hati merupakan pabrik kimia

terbesar dalam tubuh, dalam hal menjadi “perantara metabolisme”, artinya hati

mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan disimpan, guna

dikeleluarkan sesuai pemakaiannya di dalam jaringan tubuh. Hati juga

berfungsi menghancurkan atau mengubah zat toksik menjadi senyawa yang

kurang berbahaya bagi tubuh (Pearce, 2009).

Beberapa fungsi penting lain hati yakni memproduksi empedu, yang

digunakan oleh usus kecil untuk mengahancurkan dan menyerap lemak,

(37)

dan melepaskan bilirubin, menghasilkan berbagai protein darah, seperti

protrombin dan fibrinogen, yang membantu dalam pembekuan darah (Gylys

dan Wedding, 2009).

E. Hepatotoksisitas

Hati merupakan organ yang luar biasa dalam mempertahankan fungsinya,

sehingga masih dapat mempertahankan fungsi normalnya meskipun hanya dengan

10-12% unit fungsional yang normal (Soeksmanto, 2008). Enzim-enzim yang

biasanya digunakan dalam mendiagnosis kerusakan hati adalah SGPT dan SGOT.

Keberadaan aktivitas SGPT dalam plasma menunjukkan bahwa adanya kerusakan

pada hati, sedangkan enzim GOT tersebar dalam sel-sel tubuh di mana terbanyak

dimiliki oleh otot jantungm kemudian hepar, otot tubuh, ginjal, dan pankreas. Bila

terjadi kerusakan pada membran sel hati maka kenaikan SGPT lebih menonjol.

Bila terjadi kerusakan organel sel hati maka kenaikan SGOT akan lebih menonjol.

Pada cidera sederhana yang meluas, kadar SGPT dan SGOT umumnya tidak

memperlihatkan peningkatan, sehingga produksi enzim GOT dan GPT tidak

bertambah (Carl, Edward, David, 2006).

Jenis-jenis kerusakan hati yang digunakan sebagai parameter perubahan

struktural histopatologis hati :

1. Nekrosis hati: kematian hepatosit, dapat bersifat fokal (sentral, pertengahan,

perifer) atau difus. Nekrosis hati merupakan suatu manifestasi toksik yang

berbahaya tetapi tidak kritis, karena hati memiliki kemampuan regenerasi

(38)

2. Sirosis hati: penyakit kronis pada hati dengan inflamasi dan fibrosis serta

hilangnya sebagian besar fungsi hati. Menurut Lu (2006), sirosis ditandai oleh

adanya septa kolagen, kumpulan hepatosit dan jaringan parut yang tersebat di

sebagian besar hati.

3. Degenerasi hidropik adalah degenerasi sel dalam bentuk hidropik adalah

adanya akumulasi cairan pada sitoplasma sel yang terlihat seperti vakuola.

Secara mikroskopis terlihat bahwa sel mengandung ruang-ruang jernih yang

mengelilingi hati Cheville (2006). Degenerasi hisropik merupakan perubahan

struktural akut yang bersifat reversibel yang dihasilkan sebagai respon

terhadap cidera yang tidak mematikan. Degenerasi hidropik merupakan

akumulasi air pada intrasitoplasma yang disebabkan karena ketidakmampuan

sel untuk mempertahankan homeostasis ion dan cairan sehingga

menyebabkan gangguan integritas sel membran. Jika terjadi pada organ hati

biasanya disebabkan oleh hepatitis atau hipoksia (Danciu, Mihailovici, Dima,

Cucu, 2014).

4. Steatosis (perlemakan/degenerasi lemak): adanya penimbunan trigliserida di

hepatosit yang bersifat reversible (Corwin, 2009). Degenerasi melemak

adalah munculnya droplet lemak dalam sitoplasma sel tanpa perubahan

nukleus. Degenerasi melemak muncul akibat ketidakmampuan hati untuk

(39)

F. Infundasi

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi

simplisia nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit. Pembuatan infusa merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dan dapat

diminum panas atau dingin. Cara pembuatan infusa adalah dengan mencampur

simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya,

panaskan ditangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 900C sambil sekali-sekali diaduk. Penyarian dilakukan menggunakan kain flanel dengan

penambahan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa

yang diinginkan (Badan Pengawas obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010).

G. Keterangan Empiris

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif untuk mendapatkan bukti

adanya tidaknya efek toksik subakut dari infusa biji alpukat terhadap perubahan

(40)

19 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian

Penelitian toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill.terhadap gambaran hispatologis hati tikus Sprague Dawley ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian

menggunakan hewan uji ini telah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (Lampiran 7 dan 8).

B. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis

pemberian infusa biji Persea americana Mill.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung penelitian ini adalah wujud

perubahan struktural histopatologis hati tikus galur Sprague Dawley.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam

penelitian ini adalah, kondisi hewan uji, yaitu tikus galur Sprague Dawley,

jenis kelamin jantan dan betina, berat badan 150-250 g, dan umur 2-3 bulan

diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono, Fakultas Farmasi, Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta. Selain itu variabel pengacau juga dari bahan

(41)

mempunyai waktu panen, waktu tumbuh dan panen yang sama. Frekuensi

pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara per oral satu kali sehari selama dua puluh delapan hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang

sama di mana bahan uji berupa biji Persea americana Mill. diperoleh dari Depot Es Teller 77, Galeria Mall, Yogyakarta yang diambil pada bulan Juni

2014.

b. Variabel Pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam

penelitian ini adalah keadaan patologis tikus jantan dan betina galur

Sprague Dawley yang digunakan.

3. Definisi operasional

a. Biji Persea americana Mill. Biji Persea americana Mill. yang digunakan adalah biji alpukat segar dan tidak busuk.

b. Infusa biji Persea americana Mill. Infusa didapatkan dengan cara menginfudasi 8 g serbuk kering biji Persea americana Mill. ke dalam 100,0 ml air pada suhu 900C selama 15 menit sehingga diperoleh konsentrasi infusa biji P. americana Mill. 8% b/v.

c. Dosis infusa biji P. americana Mill. Dosis yang diberikan kepada hewan uji yakni : Dosis I = 202,24 mg/kgBB, Dosis II = 360 mg/kgBB, Dosis III

=640,8 mg/kgBB dan Dosis IV = 1140,6 mg/kgBB.

d. Parameter efek toksisitas subakut. Parameter efek toksisitas subakut pada

organ hati ditunjukkan dengan adanya perbedaan gambaran histopatologis

(42)

e. Perubahan struktural histopatologis hati. Perubahan histopatologis hati

merupakan gambaran perubahan struktural histopatologis kelompok

perlakuan yang dibandingkan terhadap kelompok kontrol negatif.

f. Sifat efek toksik. Sifat efek toksik yang mungkin muncul adalah reversible

atau irreversible pada organ hati.

g. Uji toksisitas subakut. Uji toksisitas subakut adalah uji ketoksikan infusa

biji Persea americana Mill. secara per oral satu kali sehari selama dua puluh delapan hari berturut-turut pada waktu yang sama.

C. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari Depot Es Teller 77, Galeria Mall, Yogyakarta, pada bulan Juni 2014.

b. Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus galur Sprague Dawley, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono, Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

c. Aquadest yang digunakan sebagai pelarut infusa dan larutan kontrol negatif

hewan uji, diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

d. Moisture Balanced, alat penetapan kadar air serbuk biji Persea americana

Mill. yang berasal dari Laboratorium Kimia Analisis, Fakultas Farmasi,

(43)

e. Pellet AD-2, asupan pakan hewan uji dan air reverse osmose, asupan minum hewan uji yang diperoleh dari Laboratorium Imono, Fakultas Farmasi,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

f. Bahan pemeriksaan histologis adalah formalin 10% yang dibuat dengan

mengencerkan formalin 30% dengan aquadest sesuai volume yang telah

dihitung menggunakan rumus pengenceran. Formalin 30% diperoleh dari

Laboratorium Kimia Analisis, Fakultas Farmasi, Sanata Dharma, Yogyakarta.

D. Alat Atau Instrumen Penelitian

1. Alat pembuatan simplisia : timbangan digital, oven, blender, ayakan no.40, wadah untuk menyimpan serbuk biji alpukat.

2. Alat penetapan kadar air : Moisture balanced dan sendok.

3. Alat pembuatan infusa biji Persea americana Mill. : panci enamel, termometer,

stopwatch, bekker glass, gelas ukur, cawan porselen, batang pengaduk, corong, labu alas bulat, penangas air, timbangan analitik, kain flannel.

4. Alat uji perlakuan dan pemeriksaan histopatologis : kandang metabolik

(metabolic cage) tikus, jarum suntik per oral, spuit injeksi, timbangan, seperangkat alat bedah, pipa kapiler (haematokrit), eppendorf alat-alat gelas

(44)

E.Tata Cara Penelitian 1. Determinasi serbuk biji Persea americana Mill

Determinasi serbuk biji Persea americana Mill. dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari Penjual dari Depot Es Teller 77, Galeria Mall, Yogyakarta pada

bulan Juni 2014.

3. Pembuatan serbuk

Biji Persea americana Mill. dibersihkan dari kulit luarnya lalu dicuci dengan air mengalir kemudian dipotong tipis, lalu dikeringanginkan hingga biji

tidak tampak basah kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven pada

suhu 50˚C selama 72 jam. Potongan biji yang sudah kering kemudian diserbuk

dan diayak dengan ayakan no. 40 agar kandungan fitokimia yang terkandung

lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang berkontak dengan

pelarut semakin besar (Lampiran 3.).

4. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill.

(45)

5. Pembuatan infusa biji Persea americana Mill.

Serbuk biji Persea americana Mill.yang kering ditimbang sebanyak 8 g. Kemudian serbuk kering tersebut dibasahi aquadest dengan 2

kali bobot serbuk. Lalu dimasukkan ke dalam 100,0 ml pelarut aquadest,

sehingga total aquadest yang digunakan adalah 116,0 ml. Campuran tersebut

diinfudasi pada suhu 900C selama 15 menit, waktu 15 menit dihitung ketika suhu campuran mencapai 900C. Setelah 15 menit, campuran tersebut diambil dan diperas menggunakan kain flannel lalu dimasukkan ke dalam labu ukur.

Apabila infusa yang didapatkan belum tepat 100,0 ml maka ditambahkan

dengan air panas melalui flannel tersebut kembali (Lampiran 4.).

6. Penetapan dosis infusa biji Persea Americana Mill.

Peringkat dosis infusa biji alpukat didasarkan pada pengobatan yang

biasa digunakan oleh masyarakat yaitu ± 2 sendok makan (4 g) serbuk yang

direbus dengan 250 ml air. Maka dosis perlakuan yang digunakan adalah

4g/70kgBB manusia. Berdasarkan data di atas maka konversi dosis manusia 70

kg ke tikus 200 g = 0,018

Dosis untuk tikus 200 g = 0,018 x 4 g – 0,72 g/200 g BB = 360 mg/kgBB

Berdasarkan hasil orientasi infusa penelitian yang dilakukan oleh

Yoseph (2013), konsentrasi maksimal infusa biji alpukat yang dapat dibuat

adalah 8g/100ml dengan asumsi berat badan hewan uji maksimal adalah 350 g

(46)

Maka dilakukan perhitungan untuk menetukan dosis tinggi perlakuan

dengan rumus : D x BB = C X V

D x 350 g = 8 g/100ml x 5 ml

D = 1142,8 mg/kgBB

Kemudian dihitung faktor kelipatan dari dosis rendah dan dosis tinggi

untuk menentukan peringkat dosis infusa biji Persea americana Mill. dilakukan perhitungan sebagai berikut:

= √

(Faktor Kelipatan)

Berdasarkan faktor kelipatan yang maka diperoleh 4 peringkat dosis yaitu:

Dosis I : 360 mg/kgBB : 1,78 = 202,24 mg/kgBB

Dosis II : 360 mg/kgBB

Dosis III : 360 mg/kgBB x 1,78 = 640,8 mg/kgBB

Dosis IV : 640,8 mg/kgBB x 1,78 = 1140,6 mg/kgBB

7. Penetapan dosis kontrol negatif (aquadest)

Berdasarkan perhitungan di atas diasumsikan berat badan hewan uji

maksimal adalah 350 g dan volume maksimal pemberian infusa secara p.o = 5 ml.

Menurut Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (1995) konsentrasi aquadest

sebesar 0,998 g/ml yang dibulatkan menjadi 1g/ml maka didapatkan dosis kontrol

negatif (aquadest), yakni :

D x BB = C x V

D x 350 g = 1 g/ ml x 5 ml

D =

(47)

D =

D = 14285 mg/kgBB

Maka dosis aquadest adalah 14285 mg/kgBB

8. Penyiapan hewan uji

Hewan uji tikus yang digunakan berjumlah 50 ekor (25 ekor jantan

dan 25 ekor betina) dari galur Sprague Dawley dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 g. Hewan uji ditempatkan dalam metabolic cage secara acak. Sebelum perlakuan hewan uji diadaptasikan dengan lingkungan selama 3

hari. Penelitian dengan hewan coba telah mendapat ethical clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (Lampiran 7 dan 8.).

9. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Penelitian ini menggunakan 50 ekor tikus yakni 25 ekor tikus jantan

dan 25 ekor tikus betina yang masing-masing dibagi secara acak ke dalam lima

kelompok di mana setiap kelompok akan berisi 5 ekor tikus. Kelompok I

sampai IV diberi perlakuan infusa biji alpukat dengan peringkat dosis

berturut-turut 202,24 ; 360 ; 640,8 ; 1140,6 mg/kgBB. Kelompok V adalah tikus yang

diberikan aquadest sebagai kontrol negatif. Pemberian infusa biji Persea americana Mill. dilakukan satu kali sehari selama dua puluh delapan hari berturut-turut secara peroral.

10. Prosedur pelaksanaan penelitian

Uji toksisitas subakut dilakukan dengan cara pemberian infusa biji

(48)

sebanyak 3 ekor hewan uji dari tiap kelompok dilakukan pembedahan baik

jantan maupun betina. Sementara hewan uji yang tersisa yakni sebanyak 2 ekor

dipelihara tanpa diberi perlakuan infusa biji Persea americana Mill., selama 14 hari untuk melihat sifat efek toksik reversible atau irreversible, lalu pada hari ke-15 hewan uji dilakukan pembedahan.

11. Prosedur pemusnahan hewan uji

Sebelum pembedahan, hewan uji dikorbankan dengan cara anastetika

overdosis yakni memasukkan tikus kedalam wadah tertutup berisi eter yang

akan diinhalasi oleh tikus. Setelah dibedah, organ yang diinginkan diambil

menggunakan pinset dan gunting bedah, kemudian organ dicuci dengan larutan

NaCl 0,9% dan dimasukkan kedalam pot formalin 10% untuk diawetkan.

Hewan uji yang telah diambil organnya kemudian dikubur.

12. Pengamatan

a. Penimbangan berat badan hewan uji

Data penimbangan berat badan hewan uji dihitung purata

perubahan berat badan tiap kelompok hewan uji pada hari ke-0, 7, 14, 21

dan 28. Data perubahan berat badan hewan uji antar minggu dan

kelompok perlakuan dianalisis secara statistik dengan menggunakan

General Linier Model (Multivariate).

b. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji

Hewan uji asupan 30 g setiap harinya dan asupan minum 100 ml

setiap harinya. Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang sisa pakan

(49)

pertama dan kedua dihitung sebagai asupan pakan yang dikonsumsi pada

hari pertama, metode yang sama juga dilakukan pada pengukuran asupan

minum setiap harinya selama 28 hari perlakuan.

13. Pembuatan preparat dan pemeriksaan histopatologis

Organ yang telah disimpan dalam larutan formalin 10% dilakukan

trimming yakni pemotongan tipis jaringan setebal ±4mm dengan orientasi

sesuai dengan organ yang akan dipotong. Potongan jaringan kemudian

dimasukkan dalam embeding cassete lalu dilanjutkan dengan proses dehidrasi menggunakan tissue processor untuk mengeluarkan kandungan air dalam jaringan organ. Proses dehidrasi ini menggunakan cairan dehidran, seperti

etanol atau isopropil alkohol. Cairan dehidran kemudian dibersihkan dari

jaringan menggunakan reagen pembersih, yaitu xilol selama 1 jam, yang

kemudian diganti dengan parafin dengan metode penetrasi ke dalam jaringan

selama 2 jam. Setelah melalui proses dehidrasi, jaringan yang berada dalam

embeding cassete dipindahkan ke base mold yang berisi parafin cair. Jaringan kemudian dipotong menggunakan mikrotom, lalu dilakukan pewarnaan

menggunakan hematoksilin-eosin. Setelah jaringan pada preparat diwarnai,

kaca preparat ditutup dengan cover glass (Carson, 1990). Preparat yang sudah dibuat, dilakukan pembacaan dan pengamatan untuk mendiagnosis gambaran

histopatologis organ hati. Prosedur ini dilakukan oleh pihak Laboratorium

Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada,

(50)

F. Tata Cara Analisis Hasil 1. Pemeriksaan histopatologis organ

Data pemeriksaan histopatologis organ dianalisis secara kualitatif

dengan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus dp 10) berdasarkan

perubahan struktural yang terjadi dibandingkan dengan kelompok kontrol

negatif. Data ini digunakan untuk melihat hubungan antara dosis dan spektrum

efek toksik.

2. Uji reversibilitas

Data uji reversibilitas dianalisis secara kualitatif berdasarkan

perubahan struktural yang terjadi pada kelompok tikus yang diberhentikan dari

pemberian infusa biji alpukat dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.

3. Pengamatan berat badan hewan uji

Data penimbangan berat badan hewan uji dihitung purata perubahan

berat badan tiap kelompok hewan uji pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28. Data

perubahan berat badan hewan uji antar minggu dan kelompok perlakuan

dianalisis secara statistik dengan analisis General Linier Model (Multivariate). 4. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji

Data asupan pakan dan minum dianalisis dengan cara menghitung

purata makanan dan minuman yang dihabiskan tiap kelompok hewan uji setiap

(51)

G. Alur Penelitian

50 ekor tikus yakni 25 jantan dan 25 betina masing-masing dibagi kedalam 5 kelompok

Kel.

Selama 28 hari injeksi infusa biji alpukat secara peroral pada hewan uji dilakukan pada jam yang sama dengan hari pertama

Kemudian 2 hewan uji sisanya dipelihara tanpa perlakuan selama 14 hari untuk uji reversibilitas, pada hari ke-15

diakukan pembedahan dan pengamatan histopatologis Kel.

Hewan uji ditempatkan dalam metabolic cage secara acak dan diadaptasikan selama 3 hari sebelum memulai perlakuan

Hari I hewan uji diberikan

infusa biji Persea americana Mill. secara peroral

Hewan uji dikembalikan dalam metabolic cage dan diberi asupan pakan

(52)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian toksisitas subakut ini bertujuan untuk membuktikan ada

tidaknya potensi efek toksik dari infusa biji Persea americana Mill. terhadap histopatologis hati tikus Sprague Dawley serta mengungkapkan sifat efek toksik senyawa bersifat reversibel atau tidak.

A. Determinasi Tanaman

Tujuan dari determinasi serbuk biji Persea americana Mill. ini adalah untuk membuktikan bahwa serbuk biji yang digunakan dalam penelitian benar

berasal dari tanaman Persea americana Mill. Determinasi dilakukan dengan cara mencocokan ciri-ciri morfologi dari biji Persea americana Mill. dengan biji

Persea americana Mill. yang telah diketahui pasti merupakan biji tanaman Persea americana Mill.. Determinasi ini dilakukan oleh Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hasil determinasi membuktikan bahwa biji yang

digunakan benar berasal dari tanaman Persea americana Mill. (Lampiran 6.)

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Biji Persea americana Mill.

Sebelum digunakan untuk penelitian, serbuk biji Persea americana Mill. terlebih dahulu dilakukan penetapan kadar air yang bertujuan untuk mengetahui

kandungan air dalam serbuk biji tersebut memenuhi persyaratan kadar air serbuk

(53)

dan Makanan RI (1995), syarat kadar air yang baik adalah kurang dari 10%,

dikarenakan simplisia yang memiliki kadar air lebih dari 10% memungkinkan

tumbuhnya mikroorganisme yang nantinya akan menjadi kontaminan yang dapat

mengganggu hasil penelitian.

Penetapan kadar air ini dilakukan dengan menggunakan alat Moisture Balanced. Prinsip penetapan kadar air pada alat Moisture Balanced ini adalah penetapan jumlah sampel berdasarkan pengukuran berat zat konstan (Sujadi,

2010). Sebanyak 5g serbuk biji Persea americana Mill. dipanaskan di dalam alat pada suhu 105˚C selama 15 menit. Hasil rata-rata kadar air yang diperoleh yaitu

5,63% (Lampiran 5.) sehingga diketahui bahwa serbuk biji Persea americana

Mill. yang digunakan telah memenuhi syarat kadar air simplisia yang baik yaitu

kurang dari 10%.

C. Gambaran Histopatologis Hati Tikus Sprague Dawley yang Diberi Infusa Biji Persea americana Mill.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan ada tidaknya

efek toksik pada pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara subakut (selama 28 hari) yang diberikan pada tikus Sprague Dawley terhadap gambaran histopatologis hati tikus, oleh karena itu pada hari ke-28 dibuat preparat dari 3

ekor tikus jantan dan betina dari masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol

aquadest. Selain itu, untuk mengetahui sifat efek toksik bersifat reversible atau

(54)

Tabel I . Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus jantan hari ke-28

Perlakuan

Jumlah hewan uji yang mengalami perubahan struktural pada organ hati (n=3)

DM DH DHCL ASH RPV

Keterangan : IBA = Infusa Biji Alpukat DM = Degenerasi Melemak DH = Degenerasi Hidropik

DHCL = Degenerasi Hidropik Centro Lobular ASH = Atrofi sebagian hepatosit

RPV = Radang di sekitar pembuluh vaskuler (-) = Tidak ada perubahan struktural

Tabel II . Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus betina hari ke-28

Perlakuan

Jumlah hewan uji yang mengalami perubahan struktural pada organ hati (n=3)

DM DH DHCL ASH RPV

Keterangan : IBA = Infusa Biji Alpukat DM = Degenerasi Melemak DH = Degenerasi Hidropik

DHCL = Degenerasi Hidropik Centro Lobular ASH = Atrofi sebagian hepatosit

(55)

Gambar 6. Histopatologi Hati Normal. Anak panah biru menunjukkan vena sentralis, anak panah hijau menunjukkan sinusoid, anak panah oranye menunjukkan hepatosit (Pewarnaan H&E, Perbesaran 100x).

Gambar 7. Gambar perubahan struktur histopatologis hati (A) Atrofi sebagian hepatosit pada tikus betina kelompok kontrol aquadest, (B) Radang di sekitar pembuluh vaskuler pada tikus betina kelompok kontrol aquadest, (C) Degenerasi Hidropik pada tikus jantan kelompok dosis 640,8 mg/kgBB, (D) Degenerasi Hidropik Centro Lobular tikus betina kelompok dosis 1140,6 mg/kgBB, (E) Degenerasi Melemak pada tikus jantan kelompok kontrol aquadest, (Pewarnaan H&E, Perbesaran 400 x).

A

B

C

D

(56)

Berdasarkan Tabel I dan II. di atas dapat dilihat bahwa tidak terjadi

perubahan struktural histopatologis hati (Gambar 6.) pada tikus jantan dosis

202,24 mg/kgBB, tikus betina dosis I 202,24 mg/kgBB, dosis II 360 mg/kgBB,

dan dosis III 640,8 mg/kgBB, namun sebagian tikus baik jantan dan betina baik

pada kelompok pemberian infusa biji Persea americana Mill. maupun kelompok kontrol aquadest menunjukkan beberapa perubahan struktural pada histopatologis

hati, di mana berdasarkan urutan keparahannya, yaitu, pertama adalah atrofi

sebagian hepatosit, kedua adalah radang di sekitar pembuluh vaskular, ketiga

adalah degenerasi hidropik, degenerasi hidropik centro lobular, dan degenerasi

melemak yang memiliki tingkat keparahan perubahan struktural yang sama.

Atrofi sebagian hepatosit ditandai dengan penyusutan sel-sel hepatosit

dan pelebaran sinusoid yang disebabkan oleh mengecilnya sel atau berkurangnya

jumlah sel. Kondisi ini terjadi dikarenakan lingkungan sel atau asupan sel yang

tidak memadai sehingga sel tersebut perlu mengecil sampai ke tingkat di mana sel

dapat melangsungkan kehidupannya. Perubahan struktural ini hanya merupakan

homeostatis adaptif yang bersifat reversibel jika penyebabnya dapat dieliminasi

atau diperbaiki (Donatus,2005). Penyebab dari atrofi dapat disebabkan oleh

banyak faktor, antara lain karena berkurangnya aktivitas, fisiologis/proses

metabolik normal dalam tubuh misal saat infant berubah menjadi dewasa akan

membuat menghilangnya timus, pasokan darah yang kurang/anemia, nutrisi yang

tidak adekuat, luka pada sistem saraf, hilangnya stimulasi endokrin, kondisi

patologis hewan uji dan penuaan (Kumar, Cotran, Robbins, 2007). Atrofi sebagian

(57)

hari (Tabel II.), sehingga dapat diketahui bahwa atrofi sebagian hepatosit yang

terjadi tidak diakibatkan dari pemberian infusa biji Persea americana Mill.. Radang di sekitar pembuluh vaskuler ditandai dengan munculnya

neutrofil dan limfosit di sekitar pembuluh darah vena porta. Inflamasi merupakan

respon luka ekstra sel yang muncul sebagai mekanisme pertahanan diri dan respon

terhadap xenobiotika agar sel yang cidera dapat diperbaiki (Donatus, 2005).

Radang di sekitar pembuluh vaskular (Gambar 7.) ini terjadi pada tikus betina

kontrol aquadest perlakuan 28 hari (Tabel II.), sehingga dapat diketahui bahwa

radang di sekitar pembuluh vaskuler yang terjadi tidak diakibatkan dari pemberian

infusa biji Persea americana Mill..

Hati merupakan organ yang mampu memperbaiki dan melindungi dirinya

sendiri, tergantung pada keparahan cidera yang terjadi padanya dan kemampuan

beregenerasi hati itu sendiri (Gupta, 2007). Degenerasi hidropik merupakan

manifestasi pertama yang muncul pada hampir semua jenis cidera sel. Degenerasi

hidropik merupakan perubahan struktural akut yang bersifat reversibel (Kumar,

Abbas, Aster, 2015). Degenerasi hidropik ditandai dengan pelebaran vakuola

berbatas tidak jelas pada sel epitel kuboid di sitoplasma (Gambar 7.). Degenerasi

ini terjadi akibat adanya gangguan oksidasi pada sel hati (kerusakan mitokondria,

penghentian produksi ATP, kegagalan pompa natrium), sehingga meningkatkan

tekanan osmotik dan menyebabkan sel tidak dapat mengeliminasi air dan air

tertimbun di dalam sel, sehingga terjadi pembengkakan (Donatus, 2005).

Degenerasi hidropik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain trauma

Gambar

Tabel I. Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus jantan hari ke-
Gambar 1. Buah  Persea americana Mill. (Plantamor, 2012)
Gambar 2. Hati dalam sistem pencernaan (Baradero, dkk., 2008)
Gambar 4. Struktur Dasar Lobulus Hati (Baradero, dkk., 2008).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan 1) mengkaji pengaruh tata letak parit terhadap gerakan air lateral dari dalam parit ke tanah yang ditanami dan kelembaban tanah yang sesuai dengan sistem

[r]

1) Mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan tanah yang luas. 2) Mengadakan pembagian yang adil atas sumber-sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah dengan

Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategic yang menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolak ukur kinerja

• Untuk mengerjakan boneka memerlukan waktu 1jam pekerjaan tukang kayu dan 2 jam tukang poles sedang untuk kereta api diperlukan 1jam pekerjaan tukang kayu dan 1 jam

[r]

Sebelum dikenakan tindakan, siswa diberikan tes awal dengan memberikan soal pilihan ganda sebanyak 20 butir.Tes awal tersebut untuk mengetahui pen- guasaan siswa

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.. Universitas Pembangunan