• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan bahan ajar sejarah yang inovatif.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan bahan ajar sejarah yang inovatif."

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SEJARAH YANG INOVATIF

Maria Felicia Universitas Sanata Dharma

2015

Makalah ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan bentuk bahan ajar sejarah inovatif yang dibutuhkan siswa kelas XI IPS di SMA BOPKRI 2, Yogyakarta.

Makalah ini disusun menggunakan Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) yang telah dimodifikasi, yaitu tahap analisis potensi dan masalah, pengumpulan data, desain produk, dan validasi desain. Makalah ditulis secara deskriptif analitis.

Hasil penulisan menunjukkan bentuk bahan ajar inovatif yang dibutuhkan oleh siswa kelas XI IPS di SMA BOPKRI 2, Yogyakarta adalah modul pembelajaran sejarah. Modul pembelajaran yang dihasilkan berjudul “Membangun Republik Indonesia: Modul Pembelajaran Pembentukan Pemerintahan dan Kelengkapan Negara Pertama Republik Indonesia”. Aspek inovasi dari modul pembelajaran yang dikembangkan adalah penggunaan model pembelajaran Pedagogi Reflektif, penerapan konsep historiografi modern dalam penulisan materi, serta pemanfaatan media video sosio-drama untuk memberikan pengalaman belajar yang menarik bagi siswa.

(2)

ABSTRACT

DEVELOPING INNOVATIVE HISTORY TEACHING MATERIAL

Maria Felicia Sanata Dharma University

2015

This study is aimed to analyze and describe the suitable form of innovative teaching material for the students of XI IPS class of SMA BOPKRI 2, Yogyakarta.

This study used modified Research and Development method using the following steps: potency and problem analysis, data gathering, product design, and design validation. The report was presented in analytical-descriptive writing.

The result of this study showed that the suitable innovative teaching material for the students of XI IPS class of SMA BOPKRI 2, Yogyakarta was a history learning module. The module developed was entitled “Membangun Republik Indonesia: Modul Pembelajaran Pembentukan Pemerintahan dan Kelengkapan Negara Pertama Republik Indonesia (The Building of the Republic of Indonesia:

(3)

i

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SEJARAH YANG

INOVATIF

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh: Maria Felicia NIM: 081314006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Makalah ini saya persembahkan kepada:

1. Tuhan YME atas berkat penyertaan dan penguatan-Nya.

2. Ayah dan Bunda untuk doa, cinta, kebebasan memilih, dan aksesibilitas serta

Adek untuk hiburan yang selalu diberikan.

3. Dibya Pradipta, Puji Wijaya, Lucia Nino, Dicky Sugianto, Sinta Triyani, Luki

Primaningtias, dan Wieana Oktami untuk doa, semangat, dan energi yang telah

dibagikan.

4. Para guru TK Gradika, TK St. Bellarminus II, SD St. Bellarminus II, SMP St.

Vincentius, dan SMA St. Ursula untuk bimbingan, dukungan, dan teladan yang

diberikan.

5. Yosefin Fitri, Yoel Febriantoro, Thomas Cahyo, Nova Utomo, Elisabeth

Yulian, dan segenap rekan-rekan Pendidikan Sejarah 2008 untuk kebersamaan

(7)

v MOTTO

“Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa Anda gunakan untuk

mengubah dunia.”

“Keberanian bukanlah ketiadaan rasa takut, tapi kemenangan atasnya. Seorang

pemberani bukanlah ia yang tidak merasa takut, tetapi ia yang menaklukkan rasa

takut tersebut.”

(Nelson Mandela)

“Masih banyak hal untuk dipelajari dan selalu ada hal-hal luar biasa di luar sana.

Bahkan kesalahan-kesalahan pun bisa menjadi indah.”

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SEJARAH YANG INOVATIF

Maria Felicia Universitas Sanata Dharma

2015

Makalah ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan bentuk bahan ajar sejarah inovatif yang dibutuhkan siswa kelas XI IPS di SMA BOPKRI 2, Yogyakarta.

Makalah ini disusun menggunakan Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) yang telah dimodifikasi, yaitu tahap analisis potensi dan masalah, pengumpulan data, desain produk, dan validasi desain. Makalah ditulis secara deskriptif analitis.

Hasil penulisan menunjukkan bentuk bahan ajar inovatif yang dibutuhkan oleh siswa kelas XI IPS di SMA BOPKRI 2, Yogyakarta adalah modul pembelajaran sejarah. Modul pembelajaran yang dihasilkan berjudul

“Membangun Republik Indonesia: Modul Pembelajaran Pembentukan Pemerintahan dan Kelengkapan Negara Pertama Republik Indonesia”. Aspek inovasi dari modul pembelajaran yang dikembangkan adalah penggunaan model pembelajaran Pedagogi Reflektif, penerapan konsep historiografi modern dalam penulisan materi, serta pemanfaatan media video sosio-drama untuk memberikan pengalaman belajar yang menarik bagi siswa.

(11)

ix ABSTRACT

DEVELOPING INNOVATIVE HISTORY TEACHING MATERIAL

Maria Felicia Sanata Dharma University

2015

This study is aimed to analyze and describe the suitable form of innovative teaching material for the students of XI IPS class of SMA BOPKRI 2, Yogyakarta.

This study used modified Research and Development method using the following steps: potency and problem analysis, data gathering, product design, and design validation. The report was presented in analytical-descriptive writing.

The result of this study showed that the suitable innovative teaching material for the students of XI IPS class of SMA BOPKRI 2, Yogyakarta was a

history learning module. The module developed was entitled “Membangun Republik Indonesia: Modul Pembelajaran Pembentukan Pemerintahan dan Kelengkapan Negara Pertama Republik Indonesia (The Building of the Republic

of Indonesia: Learning Module about the Establishment of the First Governmental Body and Other State Organizations of the Republic of Indonesia)”. The innovation aspects of the learning module were the use of Reflective Pedagogy learning model, the application of modern historiography concept in the material writing process, and the use of socio-drama video to enhance students’ learning experience.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SEJARAH YANG INOVATIF”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar

Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari

batuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta;

2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan

makalah ini;

3. Drs. Sutarjo Adisusilo, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah

sabar membimbing dan memberikan banyak pengarahan, saran, serta

masukan selama penyusunan makalah ini;

4. Kepala Sekolah dan guru pengampu mata pelajaran sejarah SMA BOPKRI

2, Yogyakarta yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan

pengambilan data di sekolah;

5. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah

yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis

menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma;

6. Seluruh karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, yang telah

memberikan pelayanan dan membantu penulis dalam memperoleh sumber

penulisan makalah ini;

7. Kedua orang tua penulis dan adik penulis yang telah memberikan

dorongan spiritual dan material selama proses penulisan makalah ini;

8. Teman-teman Pendidikan Sejarah angkatan 2008 yang telah membantu

(13)
(14)

xii DAFTAR ISI

Konten Hlm.

HALAMAN JUDUL ……….

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………...

HALAMAN PENGESAHAN ………..

HALAMAN PERSEMBAHAN ………...

HALAMAN MOTTO ………...

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………...

i

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………...

ABSTRAK ………

1.1 Latar Belakang ………

1.2 Rumusan Masalah ………...

1.3 Tujuan Penulisan Makalah ……….

1.4 Manfaat Makalah ………

1.5 Batasan Pengembangan ………..

1

2.1 Mata Pelajaran Sejarah Indonesia dalam Kurikulum 2013 ……

2.2 Bahan Ajar ………..……

2.3 Pembelajaran Reflektif ………...

2.4 Model Pembelajaran Pedagogi Reflektif ………

2.5 Tahap Perkembangan Psikologis Siswa ………..

2.6 Konsep Historiografi Modern dalam Penulisan Bahan Ajar

Sejarah Indonesia ………

2.7 Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam

Pembelajaran Sejarah Indonesia ……….

(15)

xiii

2.8 Kerangka Berpikir ………...

2.9 Langkah-langkah Penulisan Bahan Ajar ……….

38

39

BAB III BAHAN AJAR SEJARAH INOVATIF ………. 42

3.1 Penerapan Teori dalam Pembuatan Bahan Ajar Inovatif……….

3.2 Sistematika Isi Bahan Ajar ………..

3.3 Tampilan Bahan Ajar ………..

42

43

44

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 45

4.1 Kesimpulan ……….

4.2 Saran ………....

45

47

DAFTAR PUSTAKA ………...

LAMPIRAN ………..

48

(16)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Konten Hlm.

Lampiran 1: Silabus ……….. 51

Lampiran 2: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) …………. 56

Lampiran 3: Tampilan Modul Pembelajaran Sejarah ………... 68 Lampiran 4: Intisari Hasil Wawancara Guru ………... 91

Lampiran 5: Intisari Hasil Angket Kebutuhan Siswa ………... 93

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai mata pelajaran yang diajarkan sejak tingkat SD sampai SMA,

mata pelajaran sejarah memiliki peran dalam upaya pembangunan bangsa

Indonesia menjadi bangsa yang memiliki daya saing tinggi dalam era

globalisasi. Pelajaran sejarah menjadi mata pelajaran yang ideal dalam

penanaman karakter karena sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan

yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan

masyarakat di masa lampau. Pengetahuan masa lampau tersebut mengandung

nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan,

membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu,

mata pelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan

peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia

Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.1

Pada kenyataannya pengajaran sejarah di sekolah-sekolah di

Indonesia mengalami banyak tantangan dalam mewujudkan pembelajaran

sejarah Indonesia yang ideal. Salah satu contohnya terjadi di SMA BOPKRI

2, Yogyakarta. Dari hasil wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran

sejarah untuk kelas XI IPS di SMA BOPKRI 2, Yogyakarta, ditemukan

bahwa ada dua kesulitan utama yang dialami dalam proses pembelajaran

(18)

sejarah. Pertama, keterbatasan akses siswa terhadap sumber bahan ajar

karena buku paket sejarah hanya bisa digunakan saat berada di sekolah dan

tidak bisa dibawa pulang. Kedua, meski guru pengampu sudah menggunakan

metode yang bervariasi saat mengajar dengan meminimalisasi ceramah dan

menggiatkan presentasi kelompok serta menggunakan berbagai media ajar

seperti slide presentasi, film, maupun gambar, siswa masih mudah bosan

dengan materi dan mengeluhkan materi yang dirasa kurang relevan dengan

situasi masa kini. Sementara itu, para siswa melalui kuesioner kebutuhan

menyatakan bahwa mereka menyukai pembelajaran yang menggunakan

media bervariasi.

Dari wawancara dan survei di SMA BOPKRI 2 tersebut, dapat dilihat

bahwa hambatan yang paling menonjol adalah hambatan terkait materi

pelajaran sejarah. Siswa memiliki akses yang terbatas terhadap sumber bahan

ajar dan materi yang terkandung dalam bahan ajar itu sendiri dikemas dengan

cara yang kurang menarik. Akibatnya siswa mudah bosan dan merasa tidak

menemukan relevansi materi pelajaran dengan kehidupannya di masa kini.

Oleh karena itu, solusi yang dapat ditempuh adalah dengan mengembangkan

bahan ajar sejarah inovatif yang bisa mengakomodasi kebutuhan dan kondisi

siswa untuk bisa mengalami pembelajaran sejarah yang menarik serta relevan

bagi hidupnya, dengan tetap memperhatikan kaidah penulisan sejarah

modern.

Pengembangan bahan ajar inovatif, layaknya pengembangan bahan

(19)

kondisi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Untuk situasi di kelas

kelas XI IPS SMA BOPKRI 2, ada tiga aspek yang bisa dijadikan

pertimbangan pengembangan bahan ajar, yaitu bagaimana kegiatan

pembelajaran yang telah berlangsung selama ini, bagaimana materi bisa

ditulis sedemikian rupa sehingga terasa aktual bagi siswa, dan bagaimana

media bisa dimanfaatkan secara efektif sehingga aktivitas pembelajaran

menjadi menarik bagi siswa.

Pertama, dari aspek kegiatan pembelajaran. Aktivitas pembelajaran

sejarah di kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 yang telah berlangsung selama ini

dapat dilihat dengan Teori Brain-based Teaching. Teori ini menjelaskan

bahwa otak manusia mengembangkan lima sistem pembelajaran, yaitu sistem

pembelajaran emosional, sistem pembelajaran sosial, sistem pembelajaran

kognitif, sistem pembelajaran fisik, dan sistem pembelajaran reflektif2. Dari

hasil wawancara guru dan kuesioner siswa, terlihat bahwa sebenarnya proses

pembelajaran di kelas XI IPS SMA BOPKRI 2 sudah mencakup kegiatan

yang merangsang perkembangan sistem pembelajaran emosional (siswa

sudah bisa ditarik perhatiannya lewat penggunaan berbagai media), sistem

pembelajaran sosial (siswa sudah terbiasa bekerja dalam kelompok), sistem

pembelajaran kognitif (siswa sudah diberi berbagai macam tugas dan tes),

serta sistem pembelajaran fisik (siswa sudah didorong untuk berpartisipasi

aktif lewat presentasi dan tanya-jawab). Dengan kata lain, model

pembelajaran sejarah yang dibutuhkan di kelas ini adalah model

2

(20)

pembelajaran yang mampu merangsang perkembangan sistem pembelajaran

reflektif sehingga perkembangan siswa dalam keempat sistem pembelajaran

lainnya bisa lebih dimaksimalkan hasilnya dan siswa juga bisa dibiasakan

untuk mengenali dirinya dengan lebih baik, terutama bila dikaitkan dengan

pembelajaran sejarah yang diharapkan juga melatih dan membentuk sikap,

watak, dan kepribadian luhur siswa.

Untuk mengakomodasi perkembangan sistem pembelajaran reflektif

siswa, model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran

Pedagogi Reflektif. Pedagogi Reflektif adalah model pembelajaran yang

menekankan peran guru dalam pendampingan siswa dengan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan pengetahuan dan pengalaman

yang telah ia peroleh dalam selama proses pembelajaran. Pedagogi Reflektif

diterapkan melalui proses yang terdiri atas lima langkah, yaitu konteks

belajar, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi.3

Kedua, aspek aktualisasi peristiwa sejarah yang disampaikan dalam

pelajaran. Siswa mengeluhkan peristiwa sejarah yang mereka pelajari di

sekolah kurang terasa relevansinya dengan kehidupan mereka saat ini. Oleh

karena ini, materi yang disampaikan bisa dibuat supaya terasa lebih aktual

bagi siswa dengan menerapkan prinsip penulisan sejarah atau historiografi

modern dalam penulisan materi. Sartono Kartodirdjo4 menjelaskan bahwa

penyusunan bahan ajar sejarah Indonesia tidak lepas dari penulisan sejarah

3

Subagya (penerj.), Paradigma Pedagogi Reflektif, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2010, hlm. 22-65.

4

(21)

nasional Indonesia itu sendiri. Pada tahun 1970-an, para sejarawan Indonesia

telah merintis usaha penulisan sejarah nasional Indonesia yang bersifat

Indonesia-sentris melalui pembuatan buku pedoman Sejarah Nasional

Indonesia yang salah satu tujuannya adalah agar bisa dijadikan acuan bagi

penulisan buku-buku ajar sejarah di sekolah. Penulisan sejarah yang

Indonesia-sentris ini juga harus proporsional, ditulis apa adanya sesuai

pasang surut perjalanan bangsa Indonesia dengan harapan bisa mempertinggi

kesadaran bangsa Indonesia sebagai suatu nasion serta bisa membangkitkan

rasa kebanggaan pada generasi muda, memantapkan kepribadian bangsa,

serta identitasnya.

Ketiga, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam

pembelajaran sejarah. Salah satu upaya untuk menarik minat siswa untuk

menikmati pembelajaran sejarah di sekolah adalah dengan memanfaatkan

teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam berbagai bentuk media

yang cocok untuk mendukung penyampaian materi. Perlu juga ditekankan

bahwa pemanfaatan TIK dalam pembelajaran sejarah ini hanya merupakan

salah satu elemen dari sebuah strategi yang holistik untuk memfasilitasi

pencapaian tujuan belajar sejarah. Oleh karena itu, pemanfaatan TIK dalam

pembelajaran sejarah sebaiknya mempertimbangkan tiga prinsip utama yaitu

apakah penggunaan TIK mendukung praktik pembelajaran sejarah yang baik

atau tidak, penggunaan TIK harus memfasilitasi pencapaian tujuan belajar,

(22)

mencapai sebuah tujuan yang tidak bisa dicapai tanpa penggunaan teknologi

tersebut serta membantu siswa untuk belajar dengan lebih efisien5.

Berdasarkan kondisi dan situasi yang sudah dijelaskan di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa bahan ajar sejarah yang selayaknya dikembangkan

untuk mengakomodasi kebutuhan siswa kelas XI IPS SMA BOPKRI 2

adalah bahan ajar inovatif dengan menggunakan model pembelajaran

reflektif, menerapkan prinsip penulisan historiografi modern, serta

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses

pembelajaran.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah

yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

Bagaimana bentuk bahan ajar inovatif untuk mata pelajaran sejarah yang

sesuai dengan kebutuhan belajar siswa kelas XI IPS SMA BOPKRI 2?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah

Tujuan dari penelitian ini adalah:

Menganalisis dan mendeskripsikan bentuk bahan ajar inovatif yang

dibutuhkan oleh siswa kelas XI IPS BOPKRI 2;

5

(23)

1.4. Manfaat Makalah

Adapun manfaat dari makalah ini yaitu:

1.4.1. Bagi guru sejarah

Memfasilitasi guru dengan tambahan referensi bahan ajar sejarah serta

mendorong guru untuk mendampingi siswa lewat kegiatan

pembelajaran yang lebih kreatif serta sebagai alternatif persiapan

menyongsong kemungkinan penerapan kembali Kurikulum 2013 pasca

evaluasi oleh Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan

Menengah.

1.4.2. Bagi siswa

Memfasilitasi siswa kelas XI IPS dengan bahan ajar sejarah yang dapat

mengakomodasi kebutuhan belajarnya dan memfasilitasi siswa dalam

belajar secara mandiri.

1.4.3. Bagi penulis

Memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam pembuatan bahan

ajar inovatif sejarah serta berkontribusi bagi pengembangan bahan ajar

(24)

1.5. Batasan Pengembangan

Batasan pengembangan yang mendasari makalah ini adalah sebagai berikut:

1.5.1. Subyek penulisan makalah

Subyek penulisan makalah ini adalah siswa kelas XI IPS SMA

BOPKRI 2, Yogyakarta. Siswa berasal dari kelas XI IPS 1 dan XI IPS

2 dengan total 36 orang siswa.

1.5.2. Bahan ajar sejarah inovatif

Bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun

teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh

dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dan digunakan dalam proses

pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan

implementasi pembelajaran. Aspek inovasi dari bahan ajar yang

dikembangkan dalam makalah ini adalah penggunaan model

pembelajaran Pedagogi Reflektif, penerapan prinsip historiografi

modern dalam penulisan bahan ajar, dan pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi.

1.5.3. Prosedur pengembangan bahan ajar

Prosedur pengembangan bahan ajar yang digunakan dalam makalah ini

adalah metode Research and Development (Penelitian dan

Pengembangan).

1.5.4. Desain produk bahan ajar

Desain produk yang dihasilkan dari makalah ini adalah modul bahan

(25)

1.5.5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Desain produk bahan ajar yang dibuat dalam makalah ini merujuk

pada Kurikulum 2013 mata pelajaran sejarah Indonesia untuk SMA

Kelas XI Kelompok Wajib, dan dibatasi pada:

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar 1. Menghayati dan

mengamalkan ajaran agama yang dianutnya karunia Tuhan yang Mahaesa terhadap bangsa dan negara Indonesia.

2. Menghayati dan

mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

2.4 Meneladani perilaku kerjasama, tanggung jawab, cinta damai para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan dan menunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari.

(26)

3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan

metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,

kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

3.8 Menganalisis peristiwa pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia dan maknanya bagi kehidupan kebangsaan Indonesia masa kini.

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu

menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

(27)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Mata Pelajaran Sejarah Indonesia dalam Kurikulum 2013

Permendikbud Nomor 64 tahun 2013 tentang Standar Isi untuk

SMA-MA mengatur tentang kompetensi yang harus dicapai siswa kelas XI dalam

mata pelajaran sejarah Indonesia untuk kelompok Wajib sebagai berikut:

1) Memahami nilai-nilai yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah.

2) Meneladani kepemimpinan tokoh sejarah dalam kehidupan masa kini.

3) Membangun semangat kebangsaan, persatuan, dan kesatuan.

4) Menganalisis peristiwa sejarah berdasarkan hubungan sebab akibat.

5) Menulis cerita sejarah.

Dalam makalah ini dikembangan produk bahan ajar yang didasarkan

pada Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran sejarah (wajib) untuk kelas XI

yang mencakup Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sebagai berikut:

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar 1. Menghayati dan

mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

1.1 Menghayati nilai-nilai persatuan dan keinginan bersatu dalam perjuangan pergerakan nasional menuju kemerdekaan bangsa sebagai karunia Tuhan yang Mahaesa terhadap bangsa dan negara Indonesia.

2. Menghayati dan

mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi

2.4 Meneladani perilaku kerjasama, tanggung jawab, cinta damai para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan dan menunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari.

(28)

atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

3.8 Menganalisis peristiwa pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia dan maknanya bagi kehidupan kebangsaan Indonesia masa kini.

4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan

pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

4.8 Menalar peristiwa pembentukan pemerintahan pertama Republik Indonesia dan maknanya bagi kehidupan kebangsaan Indonesia masa kini dan menyajikannya dalam bentuk cerita sejarah.

(Tabel 1: Batasan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar)

Produk bahan ajar yang dikembangkan dalam makalah ini akan

berfokus pada materi dengan topik pembentukan negara dan kelengkapan

(29)

hingga November 1945, yang masih merupakan bagian dari peristiwa di

sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. Tujuan dari materi ini adalah agar siswa

bisa melihat makna, hubungan, dan dampak dari peristiwa yang terjadi pada

periode tersebut terhadap kehidupan nyata siswa di masa kini.

Arti penting dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada periode 18

Agustus hingga November 1945 telah dijelaskan oleh Suwarno (2003). Pasca

proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia secara formal telah

merdeka, namun tujuan negara, bentuk negara, serta dasar negara Indonesia

masih belum didefinisikan dengan jelas. Proklamasi Kemerdekaan telah

mengawali kekuasaan de jure Indonesia, namun kekuasaan de facto Indonesia

justru belum jelas. Oleh karena itu para pemimpin bangsa berusaha

memperjelas kekuasaan de facto Indonesia lewat perumusan Undang-Undang

Dasar 1945, pembentukan pemerintahan eksekutif dan legislatif Indonesia,

pembatasan dan pembagian wilayah Indonesia, serta pembentukan angkatan

bersenjata. 6

Peristiwa-peristiwa di sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 ini akan

dikemas dalam bentuk bahan ajar yang menekankan pada model pembelajaran

Pedagogi Reflektif. Selain untuk membantu siswa memahami materi dengan

lebih mudah, juga untuk membantu siswa menemukan hubungan antara

peristiwa-peristiwa yang dibahas dengan peristiwa aktual yang terjadi di

kehidupan mereka saat ini.

6

(30)

2.2 Bahan Ajar

2.2.1 Definisi Bahan Ajar

Bahan ajar adalah segala hal yang digunakan oleh para guru atau

para siswa untuk memudahkan proses pembelajaran. Bahan ajar bisa

berupa kaset, video, CD-ROM, kamus, buku bacaan, buku kerja, atau

fotokopi latihan soal. Bahan juga bisa berupa koran, paket makanan, foto,

perbincangan langsung dengan mendatangkan penutur asli,

instruksi-instruksi yang diberikan oleh guru, tugas tertulis atau kartu atau juga

diskusi antar siswa.7

Kemendiknas (2008) juga memberikan beberapa definisi bahan

ajar, antara lain : 1) Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang

diperlukan guru/instruktur untuk perencanan dan penelahan implementasi

pembelajaran; 2) Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan

untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar

mengajar di kelas; 3) Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis

maupun bahan tidak tertulis, dan 4) Bahan ajar adalah seperangkat materi

yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehinga tercipta

lingkungan / suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.8

Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan

ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik

7

Ajat Sudrajat, Pengembangan Bahan Ajar Materi Pembelajaran PAI, Makalah (tidak diterbitkan), hlm.1.

8Ifdhal, et.al.,“Pengembangan Bahan Ajar Berbentuk Komik Pada Mata Pelajaran Ilmu Bangunan Gedung (IBG) Kelas X SMK Negeri 5 Padang”, Journal of Civil Engineering &

(31)

tertulis maupun tidak tertulis, yang digunakan baik oleh guru maupun

siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran.

2.2.2 Langkah Pembuatan Bahan Ajar

Langkah langkah untuk membuat bahan ajar adalah sebagai berikut9:

1) Melakukan analisis kebutuhan bahan ajar

Langkah pertama dalam analisis kebutuhan bahan ajar adalah

analisis kurikulum. Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan

kompetensi-kompetensi yang memerlukan bahan ajar. Terdapat lima

hal yang harus diperhatikan dalam analisis kurikulum, yaitu standar

kompetensi, kompetensi dasar, indikator ketercapaian hasil belajar,

materi pokok, dan pengalaman belajar.

Setelah melakukan analisis kurikulum, langkah selanjutnya

adalah menganalisis sumber belajar, dengan kriteria analisis terhadap

sumber belajar tersebut berdasarkan ketersediaan, kesesuaian, dan

kemudahan dalam memanfaatkannya.

Langkah ketiga adalah memilih dan menentukan bahan ajar.

Langkah ini ini bertujuan memenuhi salah satu kriteria bahwa bahan

ajar harus menarik dan dapat membantu siswa untuk mencapai

kompetensi. Dalam pemilihan bahan ajar, ada tiga prinsip yang dapat

dijadikan pedoman. Pertama, prinsip relevansi, yaitu bahwa bahan ajar

yang dipilih hendaknya ada relasi dengan pencapaian standar

kompetensi maupun kompetensi dasar. Kedua, prinsip konsistensi,

9

(32)

yaitu bahan ajar harus memiliki kesamaan dan keselarasan dengan

kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Ketiga, prinsip

kecukupan, yaitu hendaknya bahan ajar yang dipilih memadai untuk

membantu siswa menguasai kompetensi yang diajarkan.

2) Memahami kriteria pemilihan sumber belajar

Dalam penyusunan bahan ajar, ada dua kriteria yang bisa

digunakan dalam pemilihan sumber belajar, yaitu kriteria umum dan

kriteria khusus.

Kriteria umum pemilihan sumber bahan ajar meliputi empat

hal, yaitu sumber belajar harus ekonomis, praktis dan sederhana,

mudah diperoleh, serta fleksibel. Ekonomis berarti sumber belajar

tidak mahal. Praktis dan sederhana berarti sumber belajar tidak

memerlukan pelayanan atau pengadaan sampingan yang sulit atau

langka. Mudah diperoleh berarti sumber belajar dekat dan mudah

dicari. Sementara fleksibel berarti sumber belajar kompatibel dengan

berbagai tujuan pembelajaran.

Sementara itu, kriteria khusus yang harus diperhatikan dalam

pemilihan sumber belajar yaitu sumber belajar dapat memotivasi

peserta didik dalam belajar, mendukung kegiatan belajar mengajar

yang diselenggarakan, sumber belajar hendaknya bisa dikaji dan

dianalisis secara ilmiah untuk penelitian, sumber belajar sebaiknya

(33)

belajar mengajar, dan sumber belajar sebaiknya bisa berfungsi sebagai

alat, metode, atau strategi penyampaian pesan.

3) Menyusun peta bahan ajar

Menurut Diknas (2004), setidaknya ada tiga kegunaan

penyusunan peta kebutuhan bahan ajar, yaitu mengetahui jumlah

bahan ajar yang harus ditulis, mengetahui urutan bahan ajar, serta

menentukan sifat bahan ajar. Setelah membuat peta kebutuhan bahan

ajar, maka tahap berikutnya adalah menyusun bahan ajar menurut

strukturnya masing-masing. Oleh karena itu, penting untuk memahami

struktur masing-masing bahan ajar.

4) Memahami struktur bahan ajar

Bahan ajar terdiri atas susunan bagian-bagian yang dipadukan

menjadi sebuah kesatuan utuh. Oleh karena itu, bahan ajar harus

memenuhi tujuh komponen dasar yang wajib ada dalam setiap bahan

ajar, yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok,

informasi pendukung, latihan, tugas atau langkah kerja, dan penilaian.

2.2.3 Pengembangan Bahan Ajar Modul

1) Definisi Modul

Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004)

yang diterbitkan oleh Diknas, modul diartikan sebagai sebuah buku yang

ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau

dengan bimbingan guru. Sementara itu, Surahman (2010:2) mengatakan

(34)

dipelajari oleh peserta didik secara perorangan (self instructional). Setelah

peserta menyelesaikan satu satuan dalam modul, selanjutnya peserta dapat

melangkah maju dan mempelajari satuan modul berikutnya. Sedangkan

modul pembelajaran, sebagaimana yang dikembangkan di Indonesia,

merupakan suatu paket bahan pembelajaran (learning materials) yang

memuat deksripsi tentang tujuan pembelajaran, lembaran petunjuk

pengajar atau instruktur yang menjelaskan cara mengajar yang efisien,

bahan bacaan bagi peserta, lembaran kunci jawaban pada lembar kertas

kerja peserta, dan alat-alat evaluasi pembelajaran.10

Dari beberapa pandangan di atas dapat dipahami bahwa modul

pada dasarnya adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis

dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat

pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat belajar sendiri (mandiri)

dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik. Dengan

modul, peserta didik juga dapat mengukur sendiri tingkat penguasaan

mereka terhadap materi yang dibahas pada setiap satu satuan modul,

sehingga apabila telah menguasainya, maka mereka dapat melanjutkan

pada satu satuan modul tingkat berikutnya. Sebaliknya jika peserta didik

belum mampu menguasai, maka mereka akan diminta untuk mengulangi

dan mempelajari kembali. Oleh karena itu, modul harus menggambarkan

kompetensi dasar yang akan dicapai oleh peserta didik, serta disajikan

dengan bahasa yang baik, menarik, dan dilengkapi dengan ilustrasi.

10

(35)

2) Penulisan Modul

Dalam penulisan modul, terdapat lima hal penting yang dijadikan acuan,

yaitu11:

a. Perumusan Kompetensi Dasar yang Harus Dikuasai

Rumusan kompetensi dasar pada suatu modul adalah spesifikasi

kualitas yang semestinya telah dimiliki oleh siswa setelah mereka

berhasil menyelesaikan modul tersebut. Jika siswa tidak berhasil

menguasai tingkah laku sebagaimana yang dirumuskan dalam

kompetensi dasar tersebut, maka kompetensi dasar pembelajaran

dalam modul itu harus dirumuskan ulang.

b. Penentuan Alat Evaluasi atau Penilaian

Poin ini adalah mengenai criterion items, yaitu sejumlah pertanyaan

atau tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan

peserta didik dalam menguasai suatu kompetensi dasar dalam bentuk

tingkah laku. Evaluasi dapat langsung disusun setelah ditentukan

kompetensi dasar yang akan dicapai, sebelum menyusun materi dan

lembar kerja atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Hal

tersebut bertujuan agar evaluasi yang dikerjakan benar-benar sesuai

dengan apa yang dikerjakan siswa.

c. Penyusunan Materi

Materi atau isi modul sangat bergantung pada kompetensi dasar yang

akan dicapai. Untuk penulisannya, materi modul tidak harus ditulis

(36)

secara lengkap. Pembuat modul dapat menunjukkan referensi yang

digunakan agar siswa membaca lebih jauh tentang materi tersebut.

Tugas-tugas juga harus ditulis secara jelas dan tidak membingungkan

untuk mengurangi pertanyaan dari siswa tentang hal-hal yang

semestinya dapat mereka kerjakan. Selain itu, gambar-gambar yang

dapat mendukung dan memperjelas isi materi juga sangat dibutuhkan.

Selain untuk memperjelas uraian, gambar juga dapat menambah daya

tarik dan mengurangi kebosanan siswa untuk mempelajarinya.

d. Urutan Pengajaran

Urutan pengajaran dapat disertakan dalam petunjuk penggunaan

modul. Pencantuman urutan pengajaran dapat dibedakan dalam

petunjuk untuk guru dan petunjuk untuk siswa. Petunjuk bagi siswa

lebih berisi tentang hal-hal yang harus maupun yang tidak boleh

dilakukan, sehingga siswa tidak perlu banyak bertanya dan guru juga

tidak perlu banyak menjelaskan sehingga bisa berfungsi sepenuhnya

sebagai fasilitator.

e. Struktur Bahan Ajar (Modul)

Struktur modul paling tidak harus memuat tujuh komponen utama

yaitu judul modul, petunjuk belajar, materi pokok, informasi

pendukung, latihan, tugas atau langkah kerja, dan penilaian. Meski

demikian, struktur modul dapat bervariasi tergantung kenyataan di

lapangan seperti karakter materi yang disajikan, ketersediaan sumber

(37)

2.3 Pendekatan Saintifik

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan

Pendidikan Menengah pada Lampiran IV tentang Pedoman Pelaksanaan

Pembelajaran menjelaskan bahwa pembelajaran pada Kurikulum 2013

menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan.

Pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman belajar sebagaimana

tercantum dalam tabel berikut:

Langkah pembelajaran

Deskripsi kegiatan Kompetensi yang dikembangkan dan sebagainya) dengan atau tanpa alat waktu (on task) yang digunakan untuk

(38)

Menalar/ Mengasosiasi (associating)

mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data

menemukan suatu pola, dan menyimpulkan. dua sumber atau lebih yang tidak bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan

(39)

2.4 Model Pembelajaran Pedagogi Reflektif

Pedagogi Reflektif adalah model pembelajaran yang menekankan

peran guru untuk mendampingi siswa dalam pertumbuhan dan perkembangan

akademik maupun kepribadian dengan memberikan kesempatan kepada siswa

untuk merefleksikan pengetahuan dan pengalaman yang telah ia peroleh, yang

bertujuan untuk membentuk siswa menjadi manusia yang kompeten,

bertanggung jawab, dan berkepedulian12.

Penerapan Pedagogi Reflektif dilakukan melalui 5 langkah sebagai

berikut 13:

1) Konteks Belajar

Guru dituntut untuk memahami konteks kehidupan dari siswanya

supaya bisa memilih kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan situasi

siswa dan untuk menciptakan hubungan yang otentik keterbukaan antara

guru dan siswa dituntu sikap saling mempercayai dan saling menghargai.

Baik guru atau anggota lain dari komunitas sekolah harus

memperhatikan:

a. Konteks nyata dari kehidupan siswa yang mencakup keluarga, kelompok

baya, keadaan sosial, lembaga pendidikan dan pengajaran, politik,

ekonomi, suasana kebudayaan, media, musik, dan kenyataan-kenyataan

hidup lain. Ada baiknya siswa didorong untuk berefleksi atas faktor-faktor

kontekstual yang mereka alami dan bagaimana hal-hal itu mempengaruhi

12

Subagya (penerj.), Paradigma Pedagogi Reflektif, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2010, hlm. 22-29.

13

(40)

sikap-sikap, tanggapan-tanggapan, penilaian-penilaian, pilihan-pilihan

mereka.

b. Konteks sosio-ekonomik politis, dan kebudayaan yang merupakan

lingkungan hidup pelajar dapat amat mempengaruhi perkembangan pelajar

sebagai orang yang peduli terhadap situasi orang lain di sekitarnya.

Konteks yang negatif bisa mempengaruhi cara pandang siswa terhadap

kehidupan menjadi negatif juga, dan sebaliknya konteks yang positif bisa

membuat siswa memiliki cara pandang dan keterlibatan positif di

lingkungan masyarakatnya.

c. Suasana kelembagaan sekolah, yaitu jaringan kompleks yang terdiri dari

norma-norma, harapan-harapan, dan lebih-lebih hubungan-hubungan yang

menciptakan suasana kehidupan sekolah. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa suasana atau iklim sekolah merupakan prasyarat yang harus

dipenuhi sebelum pendidikan nilai dapat dimulai. Unsur-unsur suasana

sekolah diwujudkan dalam: perhatian kepada mutu akademik sekolah,

kepercayaan, penghargaan, akan orang lain kendati berbeda pendapat,

perhatian satu sama lain, saling mengampuni, usaha membantu para

pelajar menjadi pribadi dewasa, suatu ungkapan iman yang jelas di

sekolah terhadap Tuhan.

d. Pengertian-pengertian yang dibawa seorang pelajar ketika memulai proses

belajar, berupa pendapat-pendapat dan pemahaman-pemahaman yang

mereka peroleh dari studi sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka

(41)

perasaan mereka, sikap, dan nilai-nilai mereka mengenai bidang studi

yang akan dipelajari merupakan konteks nyata proses belajar mereka.

2) Pengalaman

Istilah pengalaman merujuk pada setiap kegiatan yang memuat

pemahaman kognitif bahan yang disimak yang juga memuat unsur afektif

yang juga dihayati oleh pelajar. Pada setiap pengalaman ada data yang

diserap secara kognitif. Lewat menanyakan, membayangkan, menyelidiki

unsur-unsurnya dan hubungan-hubungan antara data tersebut, pelajar

menyusun data membentuk gambaran mengenai yang disimak atau suatu

hipotesis.

Pengalaman dapat berupa pengalaman langsung atau tidak langsung.

Pengalaman langsung diperoleh melalui proses yang dijalani sendiri oleh

siswa, dalam situasi akademiki bisa melalui pengalaman interpersonal

seperti diskusi, penelitian, proyek pelayanan, dan sebagainya. Sementara

pengalaman tidak langsung biasanya berlangsung lewat pengalaman

pengganti melalui membaca atau mendengarkan, yang menantang siswa

untuk menggunakan imajinasi dan inderanya sehingga seolah dapat

langsung memasuki kenyataan yang sedang dipelajari.

3) Refleksi

Refleksi merupakan proses menyimak kembali dengan penuh

perhatian bahan studi tertentu, pengalaman, ide, usul, atau reaksi spontan

(42)

suatu proses yang memunculkan makna dalam pengalaman manusiawi

dengan:

a. memahami kebenaran yang dipelajari secara lebih baik;

b. mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami dalam

menelaah sesuatu;

c. memperdalam pemahaman tentang implikasi yang telah dimengerti

bagi diri sendiri dan bagi orang lain;

d. berusaha menemukan makna bagi diri pribadi tentang

kejadian-kejadian, ide-ide, kebenaran atau pemutarbalikan dari kebenaran dan

sebagainya; dan

e. mulai memahami siapa dirinya dan bagaimana seharusnya sikapnya

terhadap orang lain.

4) Aksi

Aksi merujuk pada pertumbuhan batin seseorang yang didasarkan pada

pengalaman yang telah direfleksikan dan juga pada manifestasi

lahiriahnya. Istilah ini mencakup dua langkah, yaitu:

a. Pilihan-pilihan batin

Setelah berefleksi, siswa mempertimbangkan pengalamannya dari sudut

pandang pribadi dan manusiawi. Kemauan baru akan tergerakkan, setelah

terjadi pemahaman kognitif mengenai pengalaman tersebut yang disertai

perasaan-perasaan afektif, baik positif maupun negatif. Makna yang

tertangkap dan dinilai akan menyajikan pilihan yang harus diambil, yang

(43)

menjadi pegangan yang akan mempengaruhi semua keputusan lebih lanjut.

Ini bisa dalam bentuk makin jelasnya prioritas hidup siswa. Inilah saat

memilih kebenaran itu sebagai miliknya, sambil tetap membiarkan diri ke

arah mana ia akan digiring oleh kebenaran itu.

b. Pilihan yang dinyatakan secara lahiriah

Pada satu saat ketika makna hidup, sikap, dan nilai terlah menjadi bagian

dari diri siswa, ia akan terdorong untuk berbuat sesuatu yang konsisten

dengan keyakinannya yang baru. Kalau makna itu positif, si pelajar akan

meningkatkan keadaan yang menimbulkan pengalaman yang bermakna

positif tersebut. Misalnya, kalau ia beranggapan bahwa membantu sesama

teman adalah hal yang baik, ia akan menawarkan diri untuk ikut dalam

program membantu siswa lain yang membutuhkan. Sebaliknya jika ia

mengalami pengalaman negatif, ia akan berusaha memperbaiki,

mengubah, mengurangi, atau menghindari apa yang menimbulkan

pengalaman negatif itu.

5) Evaluasi

Semua guru menyadari bahwa kadang-kadang mengevaluasi

kemajuan akademik pelajar memang penting. Tes, ulangan, ujian

merupakan alat evaluasi untuk menilai seberapa jauh pengetahuan sudah

dikuasai dan keterampilan sudah diperoleh. Evaluasi berkala juga

mendorong guru maupun siswa untuk memperhatikan pertumbuhan

intelektual dan juga apakah ada kekurangan yang perlu ditangani. Umpan

(44)

mencari cara atau metode mengajar yang lain. Selain itu membantu juga

untuk lebih memperhatikan tiap pelajar apakah memerlukan perbaikan

dalam cara belajar mereka.

Pedagogi Reflektif berusaha mendorong tidak hanya kemajuan

akademik tetapi juga pertumbuhan siswa secara menyeluruh menjadi

pribadi bagi sesamanya. Ada banyak cara untuk menilai perkembangan

menyeluruh tersebut, dengan memperhitungkan umur, bakat, kemampuan,

dan tingkat perkembangan masing-masing siswa. Pedagogi Reflektif

memiliki tiga aspek khas dalam konteks evaluasinya yang sering disingkat

menjadi 3C yaitu competence, conscience, dan compassion14.

Competence (kompetensi) mencakup spektrum dari berbagai jenis

kemampuan akademis, keterampilan teknis, apresiasi seni, olahraga,

hiburan, serta kemampuan berkomunikasi secara efektif. Dalam konteks

Pedagogi Reflektif, competence secara khusus merujuk pada aspek

pengetahuan dan keterampilan siswa (kognitif dan psikomotorik).

Penilaian aspek ini dilakukan melalui tes tertulis maupun tidak tertulis,

yang menguji pemahaman dan keterampilan siswa.

Conscience (suara hati) adalah kemampuan menggunakan kesadaran

moral untuk membedakan mana yang benar dan baik, serta keberanian

untuk melakukan hal yang berintegritas. Evaluasi aspek ini dapat

dilakukan dengan merumuskan perilaku siswa yang dapat diobservasi dan

diukur, misalnya menggunakan skala Likert. Perilaku yang menunjukkan

14

(45)

kualitas conscience adalah perilaku yang sifatnya intrapersonal, antara lain

seperti kemandirian, tanggung jawab, kejujuran, kedisiplinan, keberanian

mengambil risiko, dan ketekunan.

Compassion (bela rasa) adalah kemampuan untuk berbela rasa

kepada orang lain dan lingkungan sekitar. Sama dengan conscience,

penilaian aspek compassion juga dilakukan dengan dilakukan dengan

merumuskan perilaku siswa yang dapat diobservasi dan diukur dengan

skala Likert. Yang membedakan adalah perilaku yang diobservasi, yaitu

perilaku yang sifatnya interpersonal. Contoh perilaku interpersonal

tersebut antara lain kerja sama, kepedulian terhadap orang lain,

keterlibatan dalam kelompok, dan penghargaan terhadap sesama.

2.5 Tahap Perkembangan Psikologis Siswa

2.5.1 Lima Sistem Pembelajaran yang Dikembangkan Otak Manusia

Otak manusia mengembangkan lima sistem pembelajaran, yaitu

sistem pembelajaran emosional, sosial, kognitif, fisik, dan reflektif.

Pemahaman akan perkembangan kelima sistem ini dapat membantu guru

membangun kegiatan belajar yang efektif dan menyenangkan bagi siswa15.

Sistem pembelajaran emosional adalah sistem pembelajaran yang

terkait dengan hasrat individu untuk belajar. Sistem pembelajaran ini

bersifat pribadi, internal, dan berpusat pada diri individu. Untuk

mengembangkan sistem pembelajaran emosional, guru harus menciptakan

(46)

iklim belajar yang kondusif, mendorong siswa untuk menanamkan hasrat

belajar, serta menantang siswa untuk mengembangkan kemampuannya

lebih jauh lagi.

Sistem pembelajaran sosial merupakan sistem pembelajaran yang

terkait dengan hasrat individu untuk untuk menjadi bagian dari sebuah

kelompok, untuk dihormati, dan untuk menikmati perhatian dari yang lain.

Sistem pembelajaran sosial berpusat pada interaksi dengan orang lain dan

pengalaman interpersonal. Untuk mengembangkannya, guru dituntut untuk

mengelola sekolah sebagai komunitas pelajar tempat guru dan siswa

bekerja sama secara setara sebagai mitra dalam mengambil keputusan dan

memecahkan masalah dan meningkatkan toleransi serta pemahaman akan

keberagaman.

Sistem pembelajaran kognitif adalah sistem pembelajaran yang

terkait dengan kemampuan siswa memproses dan memahami informasi

dalam pengembangan kecakapan akademis. Sistem pembelajaran ini baru

akan berkembang jika guru memberikan informasi dalam satuan

pembelajaran bertema yang terkait kehidupan siswa. Guru memfokuskan

diri sebagai fasilitator pembelajaran, sementara siswa menjadi pemecah

masalah dan pengambil keputusan nyata dan dipenuhi kebutuhannya untuk

mengetahui lebih banyak lagi informasi.

Sistem pembelajaran fisik merupakan sistem pembelajaran yang

terkait dengan keterlibatan aktif siswa dalam kegiatan belajar. Sistem

(47)

menantang, dengan guru melatih, mengilhami, dan mendukung partisipasi

aktif siswa dalam proses belajar.

Sistem pembelajaran reflektif sendiri adalah sistem pembelajaran

yang melibatkan pertimbangan pribadi siswa terhadap hasil

pembelajarannya melalui berbagai cara pembelajaran, di mana siswa dapat

belajar membuat penilaian tentang kinerjanya sendiri. Secara biologis,

sistem pembelajaran reflektif berkembang paling akhir dalam diri

individu, namun merupakan sistem pembelajaran yang paling manusiawi

dibanding yang lainnya dan bertindak sebagai organisator eksekutif dalam

memadukan semua kerja otak yang dilakukan oleh keempat sistem

pembelajaran lainnya. Apabila sistem pembelajaran reflektif siswa tidak

dikembangkan, hasil dari keempat sistem pembelajaran yang telah

berkembang sebelumnya tidak akan maksimal. Sistem pembelajaran

reflektif membutuhkan instruksi eksplisit dalam pemantauan diri dan

analisis kerja untuk bisa berkembang dengan baik. Dalam sistem

pembelajaran reflektif, guru didorong untuk menjadi pencari bakat yang

bisa mengenali kelebihan siswa dan membimbing siswa mengembangkan

kelebihan tersebut.

2.5.2 Tahap Perkembangan Psikososial Siswa

Psikolog Erik Erikson merumuskan tahap-tahap perkembangan

kepribadian, atau dikenal juga dengan tahap perkembangan psikososial.

(48)

untuk meraih sistem pembelajaran yang semakin kompleks seiring

berjalannya usia.

Siswa SMA di Indonesia pada umumnya berada pada rentang usia

antara 15 – 18 tahun. Berdasarkan teori Erikson, maka mereka berada pada

tahap perkembangan sebagai berikut16:

Tahap

Kesetiaan Setia pada citra diri; mencapai identitas seksual; mencari nilai-nilai baru.

(Tabel 3: Tahap perkembangan psikososial remaja 13-18 tahun)

Dari rumusan tersebut dapat dilihat bahwa subyek penelitian yang

berusia antara 16-17 tahun berada pada tahap fokus perkembangan

“identitas diri versus pencampuradukan peran”. Tahapan perkembangan

ini ditandai dengan beberapa hal, yaitu:

- Siswa mulai berpikir dalam persepsi subyektif dan realitas obyektif,

terutama terkait dengan identitas dirinya. Siswa sudah bisa memedakan

perasaan dan emosi dalam dirinya dan orang lain, siswa bisa melihat dari

sudut pandang orang lain, memahami makna simbolis, memerankan

skenario “seandainya” (berandai-andai), mengembangkan empati dan

altruisme;

- Siswa masih memiliki egosentrisme yang cukup besar, dan menunjukkan

hal tersebut dengan mengimajinasikan keyakinan yang mendalam tentang

16

(49)

identitas pribadinya dan mengidentifikasi dirinya sesuai dengan imajinasi

tersebut.

- Siswa menginginkan afiliasi dan mengidentifikasi dirinya dalam kelompok

teman sebaya dan cenderung setia ke dalam kelompoknya. Siswa jadi

lebih peduli pada kata-kata teman sebayanya dibandingkan orang yang

lebih tua seperti guru, kerabat, atau orang tua. Semakin siswa

dikonfrontasi atau digurui, semakin negatif reaksi siswa.

- Siswa sudah bisa menyadari, secara sadar memantau dan mengendalikan

pikiran mereka sehingga siswa bisa memilih dan menentukan strategi

belajar yang sesuai dengan kondisi dirinya.

Melihat ciri-ciri tahapan perkembangan siswa ini, maka guru

diharapkan mengembangkan kurikulum yang berfokus pada upaya

membantu siswa memahami diri sendiri dan orang lain tanpa menggurui.

Pada tahapan ini, guru bisa mengajar dengan cara yang implisit, tidak

secara langsung memberikan informasi atau wejangan kepada siswa, tetapi

lebih menggiring siswa untuk memahami dan memaknai informasi secara

personal.

2.6 Konsep Historiografi Modern dalam Penulisan Bahan Ajar Sejarah

Indonesia

Penyusunan bahan ajar sejarah Indonesia tidak lepas dari penulisan

sejarah nasional Indonesia itu sendiri. Pada tahun 1970-an, para sejarawan

(50)

bersifat Indonesia-sentris untuk menghapus paradigma Neerlando-sentris

melalui penulisan buku pedoman Sejarah Nasional Indonesia. Salah satu

alasan utama pengerjaan buku ini adalah supaya bisa dijadikan acuan bagi

penulisan buku-buku ajar sejarah di sekolah. Para sejarawan Indonesia saat itu

menyadari bahwa pengajaran sejarah merupakan dasar bagi pendidikan dalam

masa pembangunan bangsa, terutama untuk menggembleng jiwa generasi

muda dengan membangkitkan pada mereka suatu kesadaran bahwa mereka

adalah anggota dari suatu bangsa. Oleh karena itu, penulisan kembali sejarah

Indonesia pun memiliki beberapa syarat:

a. sejarah Indonesia yang wajar ialah sejarah yang mengungkapkan

“sejarah dari dalam” di mana bangsa Indonesia sendiri memegang

peranan pokok;

b. proses perkembangan masyarakat Indonesia hanya dapat diterangkan

sejelas-jelasnya dengan menguraikan faktor atau kekuatan yang

mempengaruhinya, baik ekonomis, sosial, maupun politik atau kulturil;

c. erat berhubungan dengan kedua pokok di atas perlu ada pengungkapan

aktivitas dari pelbagai golongan masyarakat, tidak hanya para

bangsawan atau ksatriya, tetapi juga dari kaum ulama dan petani serta

golongan-golongan lainnya;

d. untuk menyusun sejarah Indonesia sebagai suatu sintese, di mana

digambarkan proses yang menunjukkan perkembangan ke arah

(51)

mengukur seberapa jauh integrasi itu dalam masa-masa tertentu telah

tercapai.

Meskipun demikian, ditekankan pula bahwa penulisan sejarah yang

sifatnya Indonesia-sentris juga harus proporsial. Sejarah bangsa Indonesia

tidak boleh digambarkan dalam serba keagungan belaka hingga

mengorbankan objektivitas. Sejarah Indonesia harus ditulis apa adanya,

lengkap dengan pasang surutnya kegiatannya, maju-mundurnya karya dan

kebudayaannya, timbul-tenggelamnya lembaga-lembaganya,

unggul-kalahnnya perjuangannya, yang semuanya diharapkan akan mempertinggi

kesadaran bangsa Indonesia sebagai suatu nasion. Melalui penggambaran

seperti itu, diharapkan sejarah Indonesia bisa membangkitkan rasa

kebanggaan pada generasi muda, memantapkan kepribadian bangsa, serta

identitasnya. Dengan demikian akan tercapai pula apa yang diharapkan dari

pelajaran Sejarah Nasional, tanpa mengurangi tuntutan-tuntutan ilmu

sejarah.17

2.7 Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam

Pembelajaran Sejarah Indonesia

2.7.1 Prinsip Penggunaan TIK dalam Pembelajaran Sejarah

Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran sejarah sebaiknya

mempertimbangkan tiga prinsip utama yaitu apakah penggunaan TIK

mendukung praktik pembelajaran sejarah yang baik atau tidak,

17 Sartono Kartodirdjo et. al., Sejarah Nasional Indonesia 1, Depdikbud, Jakarta, 1975, tanpa no.

(52)

penggunaan TIK harus memfasilitasi pencapaian tujuan belajar, dan TIK

yang digunakan harus membantu guru maupun siswa untuk mencapai

sebuah tujuan yang tidak bisa dicapai tanpa penggunaan teknologi tersebut

serta membantu siswa untuk belajar dengan lebih efisien18.

2.7.2 Penggunaan Video dalam Bahan Ajar

Video dalam Kamus Merriam-Webster didefinisikan sebagai

gambar-gambar bergerak yang dapat dilihat dalam sebuah rekaman atau

siaran. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006) mendefinisikan

video sebagai rekaman gambar hidup atau program televisi lewat tayangan

pesawat televisi. Dalam konteks bahan ajar, video termasuk dalam

kategori bahan ajar audiovisual atau bahan ajar pandang-dengar. Bahan

ajar audiovisual merupakan bahan ajar yang mengombinasikan materi

visual, yaitu materi yang merangsang indra penglihatan, dan materi audio,

yang merangsang indra pendengaran. Dengan kombinasi kedua materi ini,

guru dapat menciptakan proses pembelajaran yang lebih berkualitas karena

komunikasi berlangsung secara lebih efektif 19.

Hasil survei dari Corporation for Public Broadcasting terhadap para

guru (2004) menunjukkan bahwa penggunaan tayangan video dalam

aktivitas belajar di kelas memiliki dampak sebagai berikut: 20

1) menstimulasi diskusi kelas

18 Rob Phillips, Reflective Teaching of History 11-18, Continuum, London, 2002, hlm. 128. 19

Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, Diva Press, Yogyakarta, 2012, hlm. 300-301

20

EDC's Center for Children and Technology, Television goes to school: The impact of video on

student learning in formal education, Corporation for Public Broadcasting, Washington DC, 2004,

(53)

2) memperkuat materi ceramah dan bacaan,

3) memberikan pengetahuan dasar yang sama bagi semua siswa,

4) membantu guru mengajar dengan lebih efektif,

5) meningkatkan pemahaman dan diskusi siswa dalam materi terkait,

6) dapat mengakomodasi keragaman gaya belajar,

7) meningkatkan motivasi dan antusiasme siswa untuk belajar.

2.7.3 Video Fragmen Sidang PPKI 1945

Video yang digunakan sebagai media dalam modul pembelajaran yang

disusun dalam makalah ini adalah video sosio-drama Fragmen Sidang

PPKI produksi Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada (PSP

UGM), dengan melibatkan Teater Gamatua Keluarga Alumni UGM

sebagai para pemeran tokoh sejarah di dalamnya. Penulisan naskah

sosio-drama ini didasarkan dari berbagai sumber, dengan sumber utama dari

buku “Lahirnya Undang-undang Dasar 1945” karya A.B. Kusuma serta

wawancara langsung dengan A.B. Kusuma. Supervisi naskah juga

dilakukan oleh Prof. Dr. Sutaryo selaku staf ahli PSP UGM.21

Dalam video ini terdapat dua bagian besar. Bagian pertama berisi reka

ulang peristiwa pembahasan rancangan Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945 yang dilakukan oleh Panitia Sembilan dari Badan Penyelidik

Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 22 Juni 1945 (dalam teks

pengantar video terdapat kesalahan ketik menjadi 22 Juli 1945, seharusnya

yang benar 22 Juni 1945), yang menghasilkan Piagam Jakarta. Sementara

21

(54)

bagian kedua berisi reka ulang peristiwa sidang Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945, dengan menekankan pada

bagian musyarawah di mana para Bapak Pendiri Bangsa melakukan

pengubahan pada rumusan sila pertama Pancasila yang terkandung di

dalam teks Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dari “Ketuhanan

dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya

menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

2.8 Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil wawancara guru, diketahui bahwa guru sudah

menggunakan bahan ajar berbasis teknologi dengan sumber bahan ajar yang

juga beragam. Selain itu, guru juga sudah menerapkan metode pembelajaran

yang bervariasi dengan meminimalisasi ceramah dan menggiatkan aktivitas

presentasi siswa. Meski demikian, proses pembelajaran terkendala oleh

keterbatasan akses siswa terhadap bahan ajar karena buku paket yang

menjadi pegangan hanya bisa digunakan di sekolah sehingga menjelang

ulangan siswa biasanya hanya mengandalkan buku catatan sebagai sumber

belajar. Diungkapkan pula bahwa siswa mudah merasa bosan dan

mengeluhkan bahwa materi pelajaran dirasa kurang relevan dengan

kehidupan mereka di masa kini.

Sementara itu, dari angket kebutuhan siswa, diketahui bahwa siswa

(55)

dengan berbagai media pendukung seperti gambar atau film supaya

pembelajaran tidak membosankan.

Dari hasil studi kebutuhan guru dan siswa, maka peneliti

mengembangkan bahan ajar inovatif. Inovasi dalam bahan ajar diwujudkan

dalam tiga hal, yaitu penggunaan model pembelajaran Pedagogi Reflektif

untuk melengkapi aspek pembelajaran yang selama ini sudah berlangsung

serta membantu siswa menemukan relevansi pelajaran dengan hidupnya

sehari hari, penerapan konsep historiografi modern dalam penulisan bahan

ajar untuk mengaktualisasikan peristiwa masa lampau dalam pembangunan

karakter dan identitas siswa, serta pemanfaatan TIK untuk memenuhi

kebutuhan siswa akan media belajar yang bervariasi dan menarik.

Pengembangan bahan ajar inovatif ini diwujudkan dalam bentuk

desain produk berupa modul bahan ajar. Bahan ajar modul dipilih karena

selain bisa memfasilitasi akses siswa terhadap bahan ajar, modul juga bisa

memberikan petunjuk kepada siswa untuk belajar lebih mandiri dan juga

mengevaluasi perkembangannya setelah melewati proses pembelajaran.

2.9 Langkah-langkah Penulisan Bahan Ajar

Langkah penulisan bahan ajar dalam makalah ini menggunakan

metode penelitian dan pengembangan (dari bahasa Inggris Research &

(56)

produk dan menguji keefektifan produk tersebut. Langkah-langkah penelitian

dan pengembangan ditunjukkan pada gambar berikut22:

Sehubungan dengan tujuan penulisan makalah yaitu untuk menganalisis dan

mendeskripsikan bentuk bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa kelas

XI IPS SMA BOPKRI 2, maka prosedur pengembangan bahan ajar sejarah

dalam makalah ini dibatasi hanya sampai pada tahap desain produk sebagai

berikut:

Prosedur yang dilaksanakan dalam penelitian ini dapat dijabarkan

sebagai berikut:

- Potensi yang ditemukan dari pembelajaran sejarah di kelas XI IPS SMA Bopkri 2 selama ini adalah metode dan sumber ajar yang digunakan oleh guru sudah sesuai dengan konteks situasi siswa. Guru

22 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,

Alfabeta, Bandung, 2010, hlm. 408-416.

Potensi dan

Revisi Produk Produksi Massal

(57)

sudah biasa menggunakan metode presentasi untuk mendorong siswa lebih aktif dan menggunakan sumber bahan ajar yang beragam untuk melengkapi informasi siswa.

- Masalah yang dihadapi dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IPS adalah keterbatasan akses siswa terhadap bahan ajar karena buku paket yang menjadi pegangan utama tidak bisa dibawa pulang. Selain itu, siswa juga kerap mengeluhkan kurangnya relevansi materi pembelajaran dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Pengumpulan Data

- Dari hasil angket siswa, ditemukan bahwa siswa menyukai bahan ajar yang mengintegrasikan bermacam-macam media.

- Dari wawancara guru, guru mengharapkan siswa bisa lebih tertarik untuk belajar sejarah dan aktif dalam proses pembelajaran.

- Untuk membuat siswa lebih tertarik belajar sejarah dan memahami relevansi materi dengan kehidupan nyata mereka, maka dipilih teori Sistem Pembelajaran Reflektif dan model pembelajaran Pedagogi Reflektif.

- Untuk mendorong ketertarikan dan keaktifan siswa belajar sejarah, maka bahan ajar yang cocok adalah modul karena modul tidak hanya berisi materi tapi juga petunjuk bagi siswa untuk dapat belajar dengan lebih mandiri dan guru cukup menjadi pendamping.

Desain Produk - Mempelajari Kompetensi Inti dan Kompetensi

Dasar yang akan dikembangkan menjadi bahan ajar inovatif.

- Menyusun silabus dan RPP yang menggunakan

model pembelajaran Pedagogi Reflektif, dengan menerapkan langkah khas Pedagogi Reflektif yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi.

- Merancang desain produk bahan ajar inovatif mata

pelajaran sejarah berupa modul pembelajaran sejarah Indonesia.

- Melakukan validasi desain kepada dosen

pembimbing penelitian.

Validasi Desain - Validasi desain produk dilakukan oleh dosen pembimbing penelitian.

Gambar

grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan
Gambar 1: Suasana rapat PPKI 18 Agustus 1945
Gambar 2: Kabinet pertama Republik Indonesia
Gambar 3: Presiden Soekarno menyampaikan amanat dalam pelantikan anggota KNIP di Gedung Kesenian Jakarta, 29 Agustus 1945
+2

Referensi

Dokumen terkait

HASIL UJI HIPOTESIS SECARA PARSIAL (UJI t) Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients. t

Hasil penelitian seperti terlihat pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar air karaginan yang dihasilkan dari pengeringan dengan spray dryer dipengaruhi oleh suhu

Bagian dari denah umum yang dijadikan denah khusus adalah area pameran tetap di Museum Astronomi karena area yang paling penting di dalam museum adalah area

The aims of the research are to find out the implicature in the dialogue of the characters in the film and the intention of the speakers in flouting the maxims in

Arang aktif merupakan senyawa karbon, yang dapat dihasilkan dari bahan- bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk

Demikian agar menjadi maklum, dan atas partisipasinya diucapkan terima kasih.. Jakarta, 29

Gambaran Senam Hamil di RSUD Cideres Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang dari setengahnya ibu bersalin di RSUD Cideres

Berdasarkan tabel di atas dapat kita ketahui bahwa secara langsung Strategi promosi memberikan kontribusi secara langsung sebesar 18,75% terhadap keputusan