ABSTRAK
Winarsih. 2013. Peningkatan Kemampuan Berwawancara dengan Pendekatan Cooperative Learning pada Siswa Kelas VIIIA Semester Gasal SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi S1. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.
Penelitian ini mengkaji keterampilan berbahasa siswa dalam mengemukakan pendapat. Hal ini dilatarbelakangi oleh keterampilan berbicara siswa yang masih rendah. Ini terlihat dari nilai rata-rata tes berbicara siswa yang hanya 60, di bawah dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu 70. Mereka kesulitan pada saat mengekspresikan ide, menyusun ide, dan memilih kata-kata yang cocok terutama ketika mereka mengikuti kelas wawancara.
Ada dua tujuan dalam penelitian ini. Pertama, untuk mengetahui apakah cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan berwawancara dan kedua, untuk mengetahui seberapa besar peningkatan siswa pada kemampuan berwawancara.
Penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi sebuah penelitian tindakan kelas. Objek yang digunakan untuk penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA SMP Islam Sarbini Grabag sebanyak 28 siswa. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap yaitu pra-siklus, siklus I, siklus II, dan siklus III. Pertama, pada pra-siklus penulis mengadakan pengamatan dan memberikan tes tanpa teknik cooperative learning. Pada siklus I sampai siklus III penulis mengadakan pengamatan dan memberikan sebuah tes kemampuan berwawancara menggunakan teknik cooperative learning.
Ada beberapa perubahan kemampuan pada siswa setelah mengikuti kelas berwawancara yang diajarkan dengan menggunakan teknik cooperative learning. Siswa SMP Islam Sarbini Grabag mengalami peningkatan nilai sekitar 21% setelah mereka mengikuti kelas berwawancara menggunakan teknik cooperative learning. Pada pra siklus, nilai rata-rata siswa hanya 52 atau termasuk kategori kurang. Pada siklus I, nilai rata-rata siswa 60 atau termasuk kategori cukup. Pada siklus II, nilai rata-rata siswa mencapai 67 dan masih masuk pada kategori cukup. Pada siklus III, nilai rata-rata siswa mencapai 73 atau termasuk kategori baik.
ABSTRACT
Winarsih.2013. The Improvement of the Ability to Interview Using Cooperative Learning Approach of students grade VIIIA Semester Gasal SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang in the School Year 2011/2012. S1 Thesis. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.
This research examine of students language skill to suggest their opinion. This background condition because of students speaking skill still low. It can be seen from the average score of the speaking test of the students which is only 60, less than the minimum requirement standard score of 70. They have difficulties in expressing ideas, organizing ideas, and choosing appropriate words especially when they taking a interview class.
There are two main objectives in this study. Firstly, to know whether cooperative learning can improve the interview ability and secondly, to know how great the improvement of the students’ speaking skill is.
This research can be classified as a classroom action research. The population used in this study is the eighth A grade students of SMP Islam Sarbini Grabag. There are 28 students. The research was divided into four phases; pre-cycle, cycle I, cycle II, and cycle III. First, in pre-cycle the writer made some observation and gave a test without cooperative learning technique. In Cycle I until Cycle III the writer gave some observation and gave tests of interview ability using cooperative learning technique.
There was some change in the students’ ability after taking a interview class taught using cooperative learning. The students of SMP Islam Sarbini Grabag made some improvement in their scores of about 21% after they were taught interview ability using cooperative learning. In pre-cycle, the students’ average score was 52 or of the poor category. In Cycle I the students’ average score was 60 or of the fair category. In Cycle II, the students’ average score reached 67 or of the fair category. In Cycle III, the students’ average score was 73 or of the good category.
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA DENGAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING
PADA SISWA KELAS VIIIA SEMESTER GASAL SMP ISLAM SARBINI GRABAG KABUPATEN MAGELANG
TAHUN AJARAN 2011/2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Oleh : Winarsih 101222005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Tuhan Yang Maha Esa
Yang telah mencurahkan rahmat, hidayah dan perlindungan-Nya
Keluarga saya yang selalu mendukung dan mendoakan agar saya
dapat menuntaskan pendidikan di Universitas Sanata Dharma
Skripsi ini saya persembahkan sebagai tanda terima kasih yang mendalam atas
MOTTO
Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit
kembali setiap kali kita jatuh. (Muhammad Ali).
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau
kita telah berhasil melakukannya dengan baik. (Andrew Jackson).
Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang
harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Winarsih
NIM : 101222005
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul,
Peningkatan Kemampuan Berwawancara dengan Pendekatan Cooperative Learning
Pada Siswa Kelas VIIIA Semester Gasal SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang
Tahun Ajaran 2011/2012
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk
media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasinya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu
meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 15 Februari 2013
Yang menyatakan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan
rencana. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dari berbagai pihak. Untuk
itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, selaku penuntun hidup dan jalan penulis untuk mencari
kenyataan hidup.
2. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
3. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra
Indonesia, dan Daerah yang telah memberikan kesempatan dan berbagi kemudahan
berkaitan dengan penyusunan skripsi ini.
4. Setya Tri Nugraha, S.Pd, M.Pd., selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan
bimbingan, motivasi, dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
5. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan
motivasi, kritik, dan saran selama skripsi ini dikerjakan.
6. Para dosen PBSID yang telah membagi ilmu, dan pengalamannya selama penulis
menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.
7. Robertus Marsidiq selaku karyawan sekretariat PBSID atas pelayanannyaselama ini.
8. Keluarga, yang telah memberi dukungan dan kepercayaan untuk menyelesaikan
9. Kepala SMP Islam Sarbini Grabag, Bapak Wahyuono, yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian ini, serta tidak lupa kepada siswa-siswa
yang terlibat dalam penelitian.
10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan
doa dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sepenuhnya penulis menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan untuk itu saran
dan kritik yang membangun penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya.
Yogyakarta, 15 Februari 2013
ABSTRAK
Winarsih. 2013. Peningkatan Kemampuan Berwawancara dengan Pendekatan Cooperative Learning pada Siswa Kelas VIIIA Semester Gasal SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi S1. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.
Penelitian ini mengkaji keterampilan berbahasa siswa dalam mengemukakan pendapat. Hal ini dilatarbelakangi oleh keterampilan berbicara siswa yang masih rendah. Ini terlihat dari nilai rata-rata tes berbicara siswa yang hanya 60, di bawah dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu 70. Mereka kesulitan pada saat mengekspresikan ide, menyusun ide, dan memilih kata-kata yang cocok terutama ketika mereka mengikuti kelas wawancara.
Ada dua tujuan dalam penelitian ini. Pertama, untuk mengetahui apakah cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan berwawancara dan kedua, untuk mengetahui seberapa besar peningkatan siswa pada kemampuan berwawancara.
Penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi sebuah penelitian tindakan kelas. Objek yang digunakan untuk penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA SMP Islam Sarbini Grabag sebanyak 28 siswa. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap yaitu pra-siklus, siklus I, siklus II, dan siklus III. Pertama, pada pra-siklus penulis mengadakan pengamatan dan memberikan tes tanpa teknik cooperative learning. Pada siklus I sampai siklus III penulis mengadakan pengamatan dan memberikan sebuah tes kemampuan berwawancara menggunakan teknik cooperative learning.
Ada beberapa perubahan kemampuan pada siswa setelah mengikuti kelas berwawancara yang diajarkan dengan menggunakan teknik cooperative learning. Siswa SMP Islam Sarbini Grabag mengalami peningkatan nilai sekitar 21% setelah mereka mengikuti kelas berwawancara menggunakan teknik cooperative learning. Pada pra siklus, nilai rata-rata siswa hanya 52 atau termasuk kategori kurang. Pada siklus I, nilai rata-rata siswa 60 atau termasuk kategori cukup. Pada siklus II, nilai rata-rata siswa mencapai 67 dan masih masuk pada kategori cukup. Pada siklus III, nilai rata-rata siswa mencapai 73 atau termasuk kategori baik.
ABSTRACT
Winarsih.2013. The Improvement of the Ability to Interview Using Cooperative Learning Approach of students grade VIIIA Semester Gasal SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang in the School Year 2011/2012. S1 Thesis. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.
This research examine of students language skill to suggest their opinion. This background condition because of students speaking skill still low. It can be seen from the average score of the speaking test of the students which is only 60, less than the minimum requirement standard score of 70. They have difficulties in expressing ideas, organizing ideas, and choosing appropriate words especially when they taking a interview class.
There are two main objectives in this study. Firstly, to know whether cooperative learning can improve the interview ability and secondly, to know how great the improvement of the students’ speaking skill is.
This research can be classified as a classroom action research. The population used in this study is the eighth A grade students of SMP Islam Sarbini Grabag. There are 28 students. The research was divided into four phases; pre-cycle, cycle I, cycle II, and cycle III. First, in pre-cycle the writer made some observation and gave a test without cooperative learning technique. In Cycle I until Cycle III the writer gave some observation and gave tests of interview ability using cooperative learning technique.
There was some change in the students’ ability after taking a interview class taught using cooperative learning. The students of SMP Islam Sarbini Grabag made some improvement in their scores of about 21% after they were taught interview ability using cooperative learning. In pre-cycle, the students’ average score was 52 or of the poor category. In Cycle I the students’ average score was 60 or of the fair category. In Cycle II, the students’ average score reached 67 or of the fair category. In Cycle III, the students’ average score was 73 or of the good category.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA... vii
KATA PENGANTAR... viii
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 3
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 4
E. Hipotesis Tindakan... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA... 7
A. Penelitian Yang Relevan... 7
B. Kajian Teori... 7
1. Keterampilan Berbicara... 7
2. Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara... 10
3. Wawancara... 10
4. Penilaian Kemampuan dalam Berwawancara... 12
5. Pendekatan Belajar Bahasa... 14
C. Kerangka Pikir... 25
BAB III METODE PENELITIAN... 27
A. Setting Penelitian... 27
B. Desain Penelitian... 28
C. Prosedur Penelitian... 28
D. Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Penelitian, ... dan Analisis Data... 33 E. Analisis Data... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 35
A. Hasil Penelitian... 35
a. Laporan Prasiklus... 35
b. Laporan Siklus I... 37
c. Laporan Siklus II... 42
d. Laporan Siklus III... 47
B. Pembahasan... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 58
A. Kesimpulan... 58
B. Saran... 59
DAFTAR PUSTAKA... 60
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tabel Kriteria Kemampuan Berbicara... 12
Tabel 2.2 Aspek Penilaian, Unsur Penilaian, Aspek yang dinilai... 13
dan Skor Penilaian Wawancara...
Tabel 4.1 Hasil prasiklus kemampuan berwawancara... 36
pendekatan cooperative learning...
Tabel 4.2 Hasil siklus I kemampuan bewawancara dengan... 41
pendekatan cooperative learning...
Tabel 4.3 Hasil siklus II kemampuan berwawancara dengan... 46
pendekatan cooperative learning...
Tabel 4.4 Hasil siklus III kemampuan berwawancara... 50
pendekatan cooperative learning...
Tabel 4.5 Deskripsi kondisi dan kemajuan hasil penelitian... 52
Tabel 4.6 Rekapitulasi nilai wawancara siswa... 54
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 4.1 Hasil prasiklus kemampuan berwawancara... 37
Grafik 4.2 Hasil siklus I kemampuan berwawancara dengan...
pendekatan cooperative learning... 42
Grafik 4.3 Hasil siklus II kemampuan berwawancara dengan...
pendekatan cooperative learning... 47
Grafik 4.4 Hasil siklus III kemampuan berwawancara dengan...
pendekatan cooperative learning... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian...
Lampiran 2 Daftar Siswa Kelas VIIIA...
Lampiran 3 Silabus Pembelajaran... 62
Lampiran 4 Rencana Pembelajaran (RPP)... 64
Lampiran 5 Pedoman Wawancara
Transkrip Nilai Hasil Wawancara
Hasil Observasi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan
emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari
semua bidang studi. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, baik secara lisan maupun tulis. Bahasa adalah alat komunikasi verbal yang
dimiliki manusia dan merupakan sarana perhubungan rohani yang sangat penting
dalam hidup bersama (Dewey via Soenjono,1983:20). Dengan kemampuan berbahasa
seseorang akan mampu berkomunikasi dengan lainnya. Sebagaimana diungkapkan
oleh Pringgowidagdo (2001:2) bahwa bahasa menjadi sarana komunikasi manusia
dalam berhubungan sosial. Kegiatan berbahasa sendiri dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu lisan dan tulis, yang termasuk ke dalam empat aspek yaitu
mendengarkan berbicara, menulis dan membaca.
Berdasarkan hasil observasi pada siswa kelas VIIIA SMP Islam Sarbini
Grabag, peneliti menemukan banyak siswa tidak begitu menguasai kemampuan
berbicara khususnya dalam berwawancara. Ini dapat terlihat ketika guru memberi
sebuah pertanyaan, mereka masih membuat kesalahan dan kesulitan berbicara
dikarenakan kondisi nyata di SMP tersebut menunjukkan bahwa kemampuan
akademik siswa cukup baik, tetapi dalam hal berbicara mereka sangat kesulitan. Guru
Bahasa Indonesia yang mengajar kelas VIIIA mengeluhkan keadaan siswanya yang
kurang terampil dalam berwawancara. Berdasarkan dialog dan diskusi, ditemukan
kurang terampil dalam berwawancara. Mereka takut mengungkapkan gagasannya
secara lisan. Berbicara adalah sebuah kegiatan yang sangat penting dalam
berkomunikasi. Setelah digali bersama secara dialogis dan demokratis, ditemukan
bahwa faktor penyebab rendahnya kemampuan berbicara siswa disebabkan faktor
internal dan eksternal. Faktor internal terkait dengan kondisi siswa, seperti sikap,
psikologis, dan motivasi belajar siswa yang kurang mendukung. Faktor eksternal
berkaitan dengan keadaan di luar siswa, seperti lingkungan, model belajar, peran guru,
strategi ajar, materi, dan media yang ada.
Berbagai teknik dan model pembelajaran yang merangsang berbicara siswa
telah dicoba oleh guru, seperti memberi pertanyaan lisan, mengadakan diskusi
kelompok, memberi tugas pidato, menugasi penanggapan masalah secara lisan, dan
sebagainya tetapi ternyata, belum dapat membuat siswa terampil berbicara. Justru
kegiatan belajar berbicara menjadi pelajaran yang menyebalkan dan menakutkan bagi
siswa. Hal ini diakui oleh beberapa siswa dalam wawancara informal yang dilakukan di
lapangan. Dengan kondisi semacam itu, wajar saja jika kemampuan berbicara dalam
berwawancara siswa menjadi rendah. Dengan demikian, guru sangat berharap adanya
suatu teknik yang dapat melatihkan siswa terampil berbicara dalam berwawancara
tanpa membebani siswa. Hal ini ditujukan agar siswa mempunyai kemampuan
memadai dalam berwawancara karena banyak lomba yang menuntut kemampuan
berbicara (presentasi) di samping kemampuan tulisnya. Oleh karena itu, peneliti
bersepakat bahwa masalah yang paling penting dan perlu penanganan segera dalam
materi bahasa Indonesia adalah pembelajaran kemampuan berbicara dalam
terampil berbicara dan senang dengan kegiatan berwawancara.
B. Rumusan Masalah
Penelitian tindakan kelas ini berupaya untuk menemukan suatu model
pendekatan dalam pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam berwawancara, termasuk meningkatkan kemampuannya dalam bersosialisasi,
berpikir kritis dan menambah percaya diri. Permasalahan yang muncul dalam
kemampuan berbicara dalam berwawancara siswa cukup kompleks, meliputi faktor
internal dan eksternal. Adapun masalah yang akan diteliti dan dicari pemecahannya
melalui penelitian ini dibatasi pada upaya peningkatan kemampuan berbicara siswa
dalam berwawancara dengan menemukan teknik mengajar berbicara yang tepat dan
menyenangkan. Penelitian ini disepakati untuk dilakukan di kelas VIIIA berhubung
kelas tersebut merupakan kelas yang paling bermasalah. Rumusan masalah penelitian
ini adalah (1) Apakah pembelajaran dengan pendekatan cooperative learning dapat
meningkatkan kemampuan berwawancara siswa kelas VIIIA semester gasal SMP Islam
Sarbini Grabag Kabupaten Magelang tahun ajaran 2011/2012 dan (2) Berapa besar
peningkatan siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan cooperative
learning.
Bertolak dari fakta di lapangan, dapat dikemukakan bahwa kemampuan
berwawancara dan presentasi siswa sangat kurang. Oleh karena itu, peneliti berupaya
untuk menumbuhkan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat. Sebagai upaya
pemecahan masalah perlu kiranya dicobakan model pendekatan belajar yang dalam
kemampuan berbicaranya. Salah satu pilihan pendekatan yang dipilih adalah
pendekatan cooperative learning. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang memiliki
ciri yaitu berkelompok, bekerja sama, interaksi, dan mencapai tujuan bersama. Dengan
demikian, siswa akan dipacu untuk bekerja sama dalam bermain peran secara
secara berkelompok dan maksimal. Cakupan penelitian ini adalah berwawancara
dengan narasumber dari berbagai kalangan siswa yang dilihat dari proses belajar
berbicara di kelas.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui apakah pendekatan cooperative learning dapat meningkatkan
kemampuan berwawancara siswa kelas VIIIA semester gasal SMP Islam Sarbini
Grabag Kabupaten Magelang tahun ajaran 2011/2012.
2. Mengetahui berapa besar peningkatan siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan
pendekatan cooperative learning.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil jumlah bangan pemikiran
yang bermanfaat bagi semua pihak. Berikut ini deskripsi hasil penelitian yang
diharapkan
1. Hasil penelitian ini akan dapat meningkatkan kemampuan berbicara
khususnya dalam bermain peran menjadi lebih baik. Selain itu, dapat
menumbuhkan sikap dan rasa percaya diri siswa.
suatu usaha untuk meningkatkan dan memperbaiki kondisi pembelajaran
sebelumnya. Guru dapat mengambil hikmah penelitian ini sebagai salah satu
contoh penelitian tindakan guna meningkatkan mutu pembelajaran yang mereka
lakukan selama ini. Mereka juga akan mendapatkan pengalaman sebagai upaya
meningkatkan profesionalisme guru dalam mengembangkan kinerja.
3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini adalah akan bermanfaat untuk merperbaiki
metode belajar yang dapat dijadikan refleksi untuk terus mencari dan
mengembangkani motivasi dalam hal pembelajaran menuju hasil yang lebih
baik. Melalui penelitian semacam ini, guru dapat mengembangkan kinerjanya
sebagai peneliti yang profesional.
4. Bagi pihak sekolah, hasil penelitian ini adalah secara konkret untuk
meningkatkan kualitas proses belajar dan kelulusan siswa. Melalui penelitian
seperti ini masalah pembelajaran dapat dikaji, diteliti, dan dituntaskan.
Dengan demikian, kualitas sekolah juga akan menjadi lebih baik. Di lain pihak,
dengan adanya penelitian ini di sekolah, budaya meneliti di lingkungan sekolah
dapat dibina dalam usaha meningkatkan keprofesionalan guru. Berbagai manfaat di
atas dalam pembelajaran yang akan dihasilkan dalam penelitian ini adalah
ditcmukannya suatu model pendekatan belajar yang dapat meningkatkan
kemampuan berkomunikasi siswa secara lisan.
E. Hipotesis Tindakan
Adapun hipotesis tindakan yang muncul dalam penelitian ini adalah bahwa
pembelajaran yang menerapkan pendekatan cooperative learning dapat
Sarbini Grabag Kabupaten Magelang. Kemampuan berwawancara siswa dapat
membuatnya aktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswa lain dalam
berdiskusi, bermain peran, berwawancara dan dalam pembelajaran di kelas.
Demikian pula, siswa akan lebih berani dan percaya diri dengan frekuensi berlatih
berbicara yang semakin sering. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia,
khususnya berwawancara tidak lagi menjadi beban dan sebaliknya akan menjadi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Yang Relevan
Dalam penelitian Tika Risti Mulawati (2011) yang berjudul Peningkatan
Kemampuan Diskusi Siswa Kelas 8 Melalui Model Pembelajaran Two Stay Two
Stray dibahas masalah pembelajaran di kelas yang menggunakan teknik Two Stay
Two Stray atau diskusi. Kelebihan model pembelajaran ini yakni siswa dapat aktif
selama pembelajaran dan lebih menguasai permasalahan yang di diskusikan. Dengan
model pembelajaran ini, siswa akan mampu berbicara karena langkah dalam model
Two Stay Two Stray mengharuskan siswa untuk berbicara dalam sebuah diskusi.
Pembelajaran diskusi menggunakan model Two Stay Two Stray di harapkan mampu
menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan menarik serta menyenangkan bagi
siswa. Selain itu, guru juga dapat lebih mudah dalam membimbing siswa.
Hasil penelitian pada siklus I tingkat kemampuan berdiskusi siswa masih
rendah, karena terlihat dari nilai rata-rata 12,59 yang terdiri dari aspek keberanian
atau semangat sebesar 2.82, kelancaran berbicara 2.41, kejelasan ucapan dan pilihan
kata 2.50, penguasaan masalah 2.41, dan penyampaian pendapat 2.45. Pada siklus II
hasil penelitian mengalami peningkatan positif yaitu nilai rata-rata menjadi 17.09
yang terdiri dari aspek keberanian atau semangat sebesar 3.72, kelancaran berbicara
3.61, kejelasan ucapan dan pilihan kata 3.31, penguasaan masalah 3.41, dan
penyampaian pendapat 3.41. Hasil penelitian pada siklus III mengalami peningkatan
yaitu rata-rata sebesar 20.90 yang terdiri dari aspek keberanian atau semangat sebesar
masalah 4.13, dan penyampaian pendapat 4.22. Kesimpulan penelitian di atas adalah
efektivitas kemampuan berdiskusi dapat ditingkatkan menggunakan teknik Two Stray
Two Stray. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan pembelajaran yang dilakukan
dalam penelitian tersebut. Siswa menjadi semakin aktif , interaktif, dan komunikatif
baik terhadap guru maupun terhadap siswa lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Tika Risti Mulawati relevan dengan penelitian
ini karena sama-sama menggunakan jenis penelitian tindakan kelas dan sama-sama
menjadikan keterampilan berbicara sebagai objek penelitian. Namun, yang
membedakan penelitian ini adalah model pembelajaran yang digunakan.
B. Kajian Teori
1. Kemampuan Berwawancara
Kemampuan berwawancara adalah aktivitas, berbicara kedua yang harus
dilakukan dalam kehidupan berbahasa setelah mendengarkan. Kemampuan
berbicara merupakan suatu kemampuan untuk mengungkapkan bunyi (bahasa) yang
didengarnya. Itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu
untuk berbicara.Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara
harus menguasai lafal, struktur, kosakata. Di samping itu diperlukan juga
penguasaan masalah atau gagasan yang akan disampaikan serta kemampuan
memahami lawan bicara( Nurgiantoro, 2001:399)
Demikian juga yang diungkap Tarigan (1984:15) bahwa berbicara
merupakan suatu bcntuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,
psikologis, morfologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif secara luas.
bahasa hendaknya memperhatikan berbagai kemampuan siswa untuk dapat
berbicara secara baik.
Kemampuan yang diperlukan dalam berbicara yang baik menurut Dalman
(via Syafe'i, dkk, 1997:19) adalah sebagai berikut.
1) Pengucapan bunyi yang bahasa yang baik dan jelas,
2) pengucapan bunyi yang betul,
3) menyatakan sesuatu dengan tegas,
4) sikap berbicara yang baik,
5) nada bicara yang menyenangkan,
6) menggunakan kata yang tepat makna,
7) menggunakan kalimat efektif,
8) mengorganisasi pokok pikiran dengan baik,
9) mengetahui kapan bicara dan kapan mendengar, dan
10)berbicara bijak - mendengar sopan.
Kesepuluh kemampuan tersebut dapat terangkum dalam empat kemampuan
penting berbahasa, yaitu: kemampuan intonasi, kemampuan kosakata,
kemampuan kalimat, dan kemampuan berbicara lancar.Tujuan utama pembelajaran
bahasa adalah berkomunikasi. Seseorang dapat menjalin komunikasi harmonis jika
pembicara dan lawan bicara terjalin baik. Pembicara harus dapat berbicara dengan
baik, artinya terampil dalam berbicara untuk dapat mengesankan sebagai pembicara,
yang menguasai masalah dan memiliki kepercayaan diri. Oleh karena itu, pembicara
perlu memperhatikan beberapa faktor penunjang keefektifan berbicara khususnya
2. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berbicara
Berbicara yang efektif melibatkan dua faktor penting, yaitu faktor
kebahasaan dan faktor non-kebahasaan. Faktor kebahasaan merupakan faktor
yang terkait dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi yang meliputi:
a) ketepatan ucapan (lafal)
b) pilihan kata (diksi),
c) ketepatan sasaran pembicaraan.
Sebagai guru hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor di atas dan
faktor di luar itu dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara para siswa.
Faktor non-kebahasaan di sisi lain berhubungan dengan faktor di luar bahasa yang
ikut mempengaruhi keberhasilan komunikasi dalam berwawancara, antara lain:
a. sikap wajar, tenang, dan tidak kaku
b. pandangan yang diarahkan kepada lawan bicara
c. kesediaan menghargai pendapat orang lain
d. gerak-gerik dan mimik yang tepat
c. kenyaringan suara yang rnenentukan
f. kelancaran
g. penalaran
h. penguasaan topik
3. Wawancara
Wawancara (oral interview) merupakan teknik yang paling banyak dipergunakan untuk menilai kompetensi berbicara seseorang dalam suatu bahasa,
seorang pembelajar yang kompetensi berbahasa lisannya dan bahasa target yang sedang
dipelajarinya sudah cukup memadai sehingga memungkinkan untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaannya dalam bahasa itu.
Kegiatan wawancara dilakukan oleh dua (beberapa) orang penguji. Dalam
praktik yang sering terjadi disekolah, hanya seorang penguji terhadap peserta didik atau
calon tertentu selama jangka waktu tertentu, minimum sepuluh menit untuk seorang
calon. Wawancara dimaksudkan untuk menilai kompetensi berbahasa peseta uji lewat
pertanyaan tentang berbagai masalah keseharian. Pewawancara hendaknya
mengusahakan agar calon tetap tenang, tidak merasa tertekan, tidak merasa sedang diuji,
sehingga bahasa yang diungkapkan dapat mencerminkan kemampuan yang sebenarnya.
Biasanya kesadaran calon bahwa ia sedang diuji akan mempengaruhi mentalnya sehingga
bahasanyapun akan terpengaruh pula, misalnya tidak lancar, sering terjadi kesalahan atau
bahkan mungkin tidak dapat berbicara. Oleh karena itu, pada awal dimulainya
wawancara, penguji sebaiknya menanyakan hal-hal yang mudah dijawab calon agar
tumbuh keberanian dan rasa percaya diri. Masalah yang ditanyakan dalam wawancara
dapat menyangkut berbagai hal, tetapi hendaknya disesuaikan dengan tingkat
pengalaman peserta uji (Valette, 1977:156), misalnya usia sekolah, sekolah dan
kemampuan berbahasa. Terhadap calon yang “tingkatnya” lebih rendah pertanyaan dapat
dimulai dengan (misalnya): berapa usiamu, berapa orang saudaramu, dimana alamatmu,
apa saja yang kamu kerjakan setelah pulang sekolah, dan sebagainya.
Pertanyaan-pertanyaan terhadap calon tingkat “menengah” misalnya: seandainya menjadi x apa yang
anda lakukan?, Seandainya anda mempunyai kesempatan untuk berbuat, apakah anda
akan melakukannya?, Bagaimana sikap anda seandainya melihat orang lain melakukan
tinggi” misalnya: Setujukah saudara terhadap pandangan itu?, Mengapa saudara
setuju(atau menolak)?, Bagaimana pendapat saudara tentang masalah itu, dan
sebagainya.
Jawaban peserta uji terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut, selain
menunjukkan keluasan pandangan, jelas mencerminkan kompetensi berbahasa lisannya.
(Nurgiantoro, Burhan. 2001)
4. Penilaian Kemampuan dalam Berwawancara
Ada berbagai cara untuk menilai kemampuan berbahasa dalam berwawancara.
Yang dinilai ketika seseorang berbicara mencakup faktor kebahasaan yang
digunakannya dan nonkebahasaan yang ada ketika ia berbicara. Di dalam
penelitian ini akan digunakan penilaian berbicara dengan metode wawancara atau oral
interview. Wawancara biasanya dilakukan terhadap seorang pembelajar yang
berkompeten berbahasa secara lisan.
Tabel 2.1 Tabel Kriteria Kemampuan Berwawancara
No Kategori Rentang nilai
1 Sangat Baik 85-100
2 Baik 70-84
3 Cukup 60-69
4 Kurang 50-59
Tabel 2.2
Aspek Penilaian, Unsur Penilaian, Aspek Yang Dinilai dan Skor Penilaian Wawancara
ASPEK UNSUR PENILAIAN
ASPEK YANG DINILAI SKOR
BAHASA Pilihan Kata Sangat baik, sangat variatif, tidak klise, canggih
18-20
Baik, variatif, tidak klise, canggih 15-17
Cukup baik, cukup variatif, sedikit klise, cukup canggih
12-14
Kurang baik, kurang variatif, klise, sedikit canggih
Sikap Berbicara Tenang, sangat kuasai medan 18-20
Tenang, menguasai medan 15-17
Cukup tenang, cukup menguasai medan
12-14
Tegang, sedikit menguasai medan 6-11 Tegang, banyak tingkah laku, mengganggu komunikasi
1-5
Gerak dan mimik Tenang, sesuai pembicaraan, serius, tidak overacting
Volume suara Keras, jelas dan menjangkau semua penyimaknya
18-20
Jelas, cukup menjangkau penyimaknya
Cukup keras, kadang keras kadang lirih
12-14
Kurang keras, kurang jelas 6-11 Lirih tak terdengar 1-5 Penguasaan topik Kuasai, dapat menjawab dengan
tepat, lihai
18-20
Menguasai, dapat menjawab dengan baik
15-17
Cukup menguasai, cukup dapat menjawab
12-15
Kurang menguasai, sedikit terjawab
6-11
Tidak kuasai sama sekali 1-5 Jumlah 100
5. Pendekatan Belajar Bahasa
Pendekatan dalam pembelajaran bahasa menjadi cara terbaik untuk
mencapai tujuan. Di dalam pendekatan termuat dasar teoritis yang menentukan
pelaksanaan teknik tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan
bahasa berhubungan dengan ajumlahsi dalam belajar dan mengajar bahasa. Beberapa
pendekatan bahasa yang biasa digunakan dalam pembelajaran, antara lain:
a) Pendekatan kontekstual.
Merupakan konsep belajara yang membantu guru mengaitkan materi yang
dikaji di kelas dengan situasi dunia nyata siswa. Siswa juga dibantu
menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam
konteks kehidupan kelompok sebayanya, keluarga, dan masyarakat.
b) Pendekatan belajar aktif.
Pendekatan ini mengikuti paradigma student centered. Siswa adalah subjek
pembelajaran. Paradigma ini mengajarkan bahwa yang aktif dalam
c) Pendekatan struktural.
Pendekatan ini dilandasi ketika siswa masuk dalam kelas dan mengikuti
pembelajaran tidak dengan pemikiran kosong. Masing-masing siswa
membawa bekal awal pengetahuan mereka tentang apa saja. Bekal awal ini
adalah skemata atau jaringan pengetahuan yang sudah terbentuk dipikirannya
karena interaksinya dengan buku, teman, orang tuanya, dll.
d) Pendekatan komunikatif.
Pendekatan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan menggunakan
bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dalam penjelasan ini bahasa tidak
dipandang sebagai seperangkat kaidah, tetapi sebagai sarana untuk
berkomunikasi dalam lingkungan masyarakat dan pekerjaan (Littlewood,
1991).
e) Pendekatan terpadu.
Pendekatan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa pembelajaran bahasa Indonesia
seharusnya tidak diskrip atau terpisah-pisah atas aspek-aspeknya. Misalnya
bunyi dan kata.
f) Pendekatan pembelajaran kooperatif (cooperative learning).
Pendekatan dalam pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa
untuk saling bekerja sama (berkelompok) untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Di dalam pembelajaran yang kooperatif siswa diijinkan untuk
saling bekerja sama, tidak bekerja (baca: belajar) sendiri-sendiri.
g) Pendekatan whole language.
dipisah-pisahkan. Oleh karena itu pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen
bahasa seperti tata bahasa dan kosa kata disajikan secara bulat, utuh, dan
lengkap, baik dalam situasi nyata atau autentik.
Dalam hal ini penelitian menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif
(cooperative learning)
6. Pendekatan Cooperative Learning a. Pengertian
Pendekatan Cooperative Learning adalah sebuah pendekatan dalam
pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk saling bekerja
sama (berkelompok) untuk mencapai tujuan pembelajaran. Di dalam
pembelajaran yang kooperatif siswa diijinkan untuk saling bekerja sama, tidak
bekerja (baca: belajar) sendiri-sendiri.
Cooperative learning dapat dilakukan dalam kelas rendah, kelas
menengah, dan lanjutan. Kemampuan dalam cooperative learning terbagi atas
tiga bagian, yaitu: formal dan normal, komunikasi, dan membuat keputusan.
(http://www. geocities.com).
Ada lima komponen dalam cooperative learning (Johnson, Johnson,
Holobec, via Cox, 1999:167), meliputi: positive independence, face-to face
promotive interaction, individual accountability, interpersonal and small-group
skill, group-processing skill.
b. Ciri dan Prinsip Pendekatan Cooperative Learning
1. Kerjasama kelompok;
Semua anggota kelompok saling bahu-membahu dan bekerja sama untuk
mencapai tujuannya dan menguasai suatu konsep pembelajaran atau
memenangkan suatu permainan. Semua anggota terlibat dalam proses belajar.
2. Peranan anggota kelompok;
Setiap anggota kelompok memiliki tugas dan peran masing-masing secara
jelas dalam upaya mencapai tujuan bersama (kelompok).
3. Sumber atau bahan;
Sumber atau bahan pembelajaran didiskusikan di dalam kelompok. Hal ini
sekaligus memupuk interaksi antar anggota kelompok.
4. Interaksi;
Interaksi yang terjadi antar anggota kelompok terjadi secara langsung,
bertatap muka (face to face) secara teratur, akrab, dan dinamis.
5. Penghargaan kelompok;
Penghargaan akan diberikan jika kelompok tersebut telah memenangkan suatu
permainan atau mempunyai poin lebih di antara kelompok lainnya.
6. Tanggung jawab individu; Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab
secara kelompok dan individu. Masing -masing harus bersedia melakukan
kegiatan-kegiatan yang ada selama proses pembelajaran berlangsung.
Keberhasilan kelompok tergantung pada usaha para anggotanya.
7. Peluang kesuksesan bersama; Keberhasilan kelompok adalah atas usaha
bersama dan akan dinikmati semua anggota kelompok.
8. Hubungan pribadi; Antara anggota kelompok, satu dengan yang lain memiliki
menghargai di antara mereka.
9. Kepemimpinan bersama; Setiap anggota kelompok mempunyai tugas masing-
masing dan kepemimpinan dilakukan bersama secara terbuka. Guru berperan
sebagai pembimbing pada proses pembelajaran.
10.Penilaian kelompok; Penilaian kelompok dilakukan atas dasar usaha
kelompok seluruhnya.
Kagan (1991, dalam http://www. geocities.com) mengemukakan lima
prinsip utama dalam cooperative learning. Prinsip utama tersebut antara lain :
1. Antara anggota kelompok saling bergantung secara positif. Saling
ketergantungan positif terjadi apabila pencapaian suatu tujuan individual
siswa dihubungkan dengan pencapaian tujuan siswa lain sehingga terjalin
kerjasama yang harmonis antarsiswa.
2. Tanggung jawab pribadi atau perseorangan.
Tanggung jawab perseorangan ini merupakan suatu akibat dari prinsip pertama.
Siswa harus mempunyai komitmen yang kuat untuk mengerjakan tugas yang
diberikan kepadanya. Dia harus mempertanggungjawabkan aktivitasnya sehingga
tidak mengganggu kinerja tim.
3. Tatap muka.
Tatap muka ini merupakan suatu bentuk kemampuan sosial yang
memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan masing-masing anggota
kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama.
4. Komunikasi antar anggota.
kemampuan komunikasi agar mereka bersedia mendengar pendapat orang lain
sekaligus dapat menyatakan pendapatnya dengan baik dan komunikatif.
5. Keberagaman pengelompokan.
Siswa bekerja dalam kelompok yang anggotanya sangat beragam, baik dari segi
kemampuan, ketertarikan, etnik, maupun jenis kelamin dan status sosial mereka.
Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelompokkan kelas yang
menerapkan pendekatan ini yaitu :
1. Pengelompokkan heterogin
2. Penumbuhan semangat dan motivasi untuk kerjasama
3. Penataan ruang kelas
Pengelompokkan siswa dilakukan dengan memperhatikan keanekaragaman
gender, latar belakang sosial, kemampuan akademik, dan kecakapan berbahasa. Dengan
demikian siswa dapat saling memberi dan menerima dalam suasana keberagaman.
Ada tiga keuntungan pengelompokkan heteregon. Pertama, pengelompokkan
heterogen akan memberi kesempatan pada siswa untuk saling mengajar dan saling
mendukung. Kedua, kelompok yang beragam akan semakin meningkatkan interaksi
antar etnik, gender, dan tingkatan lainnya. Ketiga, guru dimudahkan dengan bantuan
dari siswa yang mempunyai kemampuan lebih baik dari siswa lain.
Penumbuhan semangat untuk saling kerja sama perlu dilakukan agar setiap siswa
mau memikirkan siswa lainnya. Dengan semangat ini, siswa mau memikirkan siswa
c. Metode Cooperative Learning
Menurut Richard (1998) dalam tim restrukturasi kurikulum PBM
dikemukakan ciri-ciri model cooperative learning, yaitu:
1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi
belajarnya;
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan akademis tinggi,
sedang, dan rendah serta berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang
berbeda;
3) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
Metode cooperative learning mempunyai tiga tujuan penting antara lain :
Hasil belajar akademik, yakni siswa dituntut untuk dapat menyelesaikan tugas-
tugas akademik. Model ini dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang
sulit. Para pengembang model ini menunjukkan bahwa model stuktur
penghargaan kooperatif dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar
akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Penerimaan terhadap keragaman, yaitu memberikan peluang kepada siswa yang
berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu dengan
yang lainnya atas tugas-tugas bersama, melalui penggunaan stuktur penghargaaan
kooperatif, belajar untuk menghargai satu dengan yang lainnya.
d. Teknik Cooperative Learning antara lain:
2. Team Game Tournament (TGT)
3. Jigsaw
4. Group Investigation
5. Tanya Jawab atau wawancara (interview)
Deskripsi teknik Cooperative Learning (modul PLPG)
1. Student Teams Achievement Division (STAD) terdiri dari 5 komponen pokok yaitu:
a. presentasi kelas, dalam tahap ini siswa diperkenalkan dengan materi
pembelajaran
yang diberikan langsung oleh guru atau didiskusikan dalam kelas dengan guru
sebagai fasilitator.
b. Kelompok, dalam tahap ini siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok (4
sampai 5 per kelompok) yang heterogen.
c. Kuis atau soal, diberikan setelah selesai satu sub pokok bahaan atau sub pokok
bahasan dan bersifat individual.
d. Nilai kemajuan individu, tahap ini bertujuan untuk memberikan kepercayaan
kepada siswa bahwa nilai yang diperoleh akan maksimal jika para siswa
berusaha mengerjakan lebih baik dari kuis sebelumnya.
e. Kelompok unggulan, apabila anggota suatu kelompok berhasil
mengumpulkan nilai rata-rata yang melebihi kriteria tertentu, kelompok
tersebut berhak mendapatkan penghargaan atau hadiah, kelompok ini disebut
kelompok unggulan.
2. Team Game Tournament (TGT)
individu. Adapun komponen pokok dalam TGT adalah:
a. presentasi kelas;
b. kelompok;
c. permainan (games);
d. pertandingan (tournament). Untuk pertandingan pertama, guru memberikan
kepada siswa-siswa permainan meja tiga. Siswa yang mempunyai nilai tinggi
berada di meja 1, meja 2, dan seterusnya. Kompetensi ini ini juga dapat
digunakan untuk menilai kemampuan perorangan sehingga setiap siswa dapat
memberikan nilai maksimal bagi kelompoknya.
3. Jigsaw
Siswa dibagi dalam kelompok kecil yang heterogen dengan menggunakan
ppla kelompok 'asal' dan kelompok 'ahli'. Bahan pelajaran dibagikan kepada para
anggota kelompok (disebut kelompok 'asal'), kem udian siswa mempelajari
bagian mereka masing-masing bersama-sama dengan anggota-anggota dari
kelompok lain yang memiliki bahan yang sama (disebut kelompok 'ahli'). Siswa
mempelajari materi yang dipelajari oleh kelompok 'ahli' kemudian membantu
belajar temannya dalam kelompok 'asal'. Akhirnya, kepada semua siswa diberikan
tes mengenai seluruh bahan pelajaran.
4 Group Investigation
Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang heterogen. Setiap kelompok
membagi-bagi topik menjadi sub topik-sub topik, selanjutnya topik tersebut
dipelajari dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.
5 Tanya Jawab atau wawancara (interview)
mengajar melalui interaksi dua arah atau two way traffic dari :
a. Interaksi dari guru ke siswa
b. Interaksi dari siswa ke guru
c. Interaksi dari siswa ke siswa lain
Tujuan dari teknik ini antara lain membuat siswa mengerti, memahami, dan
berinteraksi secara aktif dalam pembelajaran. Dalam model pembelajaran bahasa,
teknik Tanya jawab ini dikemas ke dalam kegiatan komunikatif seperti wawancara,
interview, dan sejenisnya.
e. Prosedur Cooperative Learning dalam Pembelajaran Berbicara
Pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya kemampuan berwawancara,
menggunakan model cooperative learning melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut ini
1. Pendahuluan
Pendahuluan meliputi:
(a) pengelompokan siswa,
(b) penggalian kemampuan asal siswa, dan
(c) memotivasi siswa.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti terdiri atas:
(a) penyajian informasi tentang pelajaran yang akan diterima,
(b) pertanyaan awal pelajaran,
(d)diskusi antarkelompok,
(e) merangkum pelajaran yang diterima hari ini,
(f) pertanyaan akhir pelajaran dan evaluasi.
3. Penutup
Penutup terdiri atas:
(a) guru memberikan tugas/ulasan materi, dan
(b) memberikan penghargaan kepada kelompok yang terbaik (nilai
terbaik kelompok).
Jadi, dalam KBM siswa lebih diarahkan agar bekerja sama antarteman
dengan menggunakan prinsip kooperatif. Siswa dikelompokkan dengan maksud agar
mereka mampu mengisi kekurangan tiap-tiap siswa. Dengan demikian, mereka juga
mempunyai bekal untuk belajar hidup bermasyarakat dengan latar belakang yang
bebeda-beda. Di dalam cooperative learning siswa yang aktif dan guru hanya berperan
sebagai fasilitator.
Dengan kerja sama semacam ini beberapa manfaat yang dapat dipetik, yaitu;
memupuk hubungan sosial, meningkatkan kemampuan sosial, meningkatkan
kemampuan memimpin, meningkatkan cara berpikir kritis, memupuk dan
meningkatkan percaya diri. Hal yang penting dalam pelaksanaan cooperative learning
adalah pemilihan teknik yang tepat, materi yang sesuai, pembentukan kelompok,
pengembangan materi dan tujuan, perencanaan wakru dan tempat belajar, serta aturan
B. Kerangka Berpikir
Pembelajaran berbicara, yang terintegrasi dalam pelajaran bahasa
Indonesia, merupakan bagian pembelajaran kemampuan berbahasa yang penting. Masalah
penelitian ini adalah kurang memadainya kemampuan berbicara siswa. Hal ini
disebabkan karena beberapa faktor. Faktor yang menjadi sasaran obervasi penelitian ini
adalah kegiatan berbicara siswa dalam proses belajar dan kemampuan berbicara
siswa. Artinya, bahwa kemampuan berbicara mencakup aspek proses pembelajarannya
dan hasil yang diperoleh dari pembelajaran itu.
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan cooperative learning. Siswa akan
belajar dalam bentuk kelompok dan berinteraksi aktif melalui kelompok tersebut untuk
mempelajari sesuatu bersama. Menurut Cox (1999:167), cooperative learning is an
instructional technique that uses student's own conversation as a vehicle for learning.
Dengan demikian, harapannya secara proses belajar siswa akan termotivasi untuk
berbicara sebanyak mungkin tanpa rasa takut dan minder. Sementara itu, kemampuan
berbicara siswa pun dapat ditingkatkan selama pembelajaran berlangsung.
Selain hal di atas, di dalam cooperative learning siswa dituntut lebih aktif
interaktif dan guru hanya sebagai fasilitator saja. Data lapangan menunjukkan bahwa
selama ini guru juga memberikan tugas kelompok kepada siswa, tetapi hasilnya belum
maksimal karena kelompok yang terbentuk masih homogen. Dengan teknik
cooperative learning, diharapkan siswa lebih banyak terlibat secara aktif dan mandiri
tanpa tergantung pada guru, dan berkelompok secara lebih heterogen. Keterlibatan
siswa dalam setiap kegiatan itu sangat berharga dan berguna untuk perkembangan
berpola 'bermain sambil belajar'. Dengan demikian, suasana kelas dapat dibuat tidak
menjemukan dan menegangkan. Siswa dapat menikmati pembelajaran dan melatihkan
kemampuan berbicaranya. Sebagaimana diungkap Topatimasang (via Harefa, 2000:
11) yaitu perlunya kesadaran bahwa sekolah dibentuk untuk menikmati proses belajar di
sela waktu senggang, dan bukan untuk meniadakan waktu luang serta kesempatan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1) Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa-siswa kelas VIIIA SMP Islam Sarbini Grabag
yang terdiri atas 28 siswa. Ketiga puluh dua siswa terdiri laki-laki 20 siswa dan
perempuan 8 siswa. Guru pelaksana tindakan kelas ini adalah guru Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia kelas VIII.
2) Lokasi dan waktu penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan di SMP
Islam Sarbini Grabag Sekolah yang beralamat di Jalan Raya Grabag XII-81
Kabupaten Magelang ini, meskipun sekolah swasta, tidak luas dan berhimpit dengan
sekolah lain, namun animo siswa cukup tinggi. Penelitian ini diadakan dalam kurun
waktu 3 bulan dimulai bulan April 2011 sampai dengan bulan Juni 2011, yang
meliputi keseluruhan kegiatan penelitian, dari persiapan sampai pelaporan.
Pelaksanaan dilakukan di semester genap.
3) Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah berwawancara dengan narasumber dari berbagai
kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara. Guru merasa kesulitan
menggerakkan siswanya untuk maju di depan kelas. Para siswa tampak takut,
tertekan, stres, selalu mengeluh, dan bersikap masa bodoh, jika diberi tugas
berwawancara. Hal ini sangat dirasakan dan menjadi kendala pada saat pembelajaran
B. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Alasan peneliti
memilih PTK ini, karena penelitian merupakan salah satu cara untuk memperbaiki
atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas VIII. Upaya perbaikan dilakukan
dengan tujuan
- memperbaiki prestasi siswa
- memperbaiki proses pembelajaran
- membuat siswa berani tampil
Masalah yang ingin diatasi oleh peneliti adalah kurangnya kemampuan siswa kelas
VIIIA pada SMP Islam Sarbini Grabag dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan
dalam berwawancara.
C. Prosedur Penelitian
1. Alur Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan ini mengikuti alur prosedur penelitian yang bersiklus seperti
penelitian tindakan pada umumnya. Berikut uraian alur penelitian ini.
1. Penggalian ide yang melahirkan temuan dan analisis masalah.
Penelitian ini diawali dengan adanya ide awal untuk meneliti yang
dilanjutkan dengan dialog bersama antara siswa dan guru di SMP Islam
Sarbini Grabag. Berdasarkan dialog yang dilakukan, diperoleh temuan masalah
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dan masalah itu dianalisis bersama
untuk kemudian diupayakan pemecahannya. Dengan kesepakatan bersama,
akhirnya jadilah suatu rencana upaya peningkatan kemampuan berbicara siswa
2. Permasalahan dalam penelitian berlangsung bersama antara siswa dan guru
sekolah. Pada bulan April – Juni 2011, mulai dilakukan diskusi-diskusi sebagai
tahap persiapan penelitian setelah ada izin dari kepala sekolah. Selain
mempersiapkan langkah penelitian, pada waktu awal. ini peneliti kembali
memantapkan rencana penelitiannya. Dalam tahap persiapan ini peneliti
mempersiapkan berbagai keperluan penelitian, seperti instrumen penelitian,
perencanaan waktu tindakan, penentuan subjek penelitian, dan sebagainya.
Instrumen yang disiapkan berupa lembar observasi, lembar dan panduan
catatan lapangan, lembar dan panduan refleksi, tes awal dan tes akhir, serta
dokumentasi penelitian.
3. Prasurvei dan pengukuran kemampuan berbicara awal dilakukan di kelas
VIIIA dalam pembelajaran berwawancara dengan teman sekelas. Kegiatan ini
terlaksana pada bulan April 2011. Setelah diperoleh informasi kondisi awal
dari prasurvei, dilakukan diagnosis masalah. Guru saling berdialog dan
berdiskusi dalam menganalisis permasalahan yang ditemui. Hal ini sesuai
dengan validitas dialogis yang dianut (Burns, 1999:161). Selanjutnya
dilakukan perencanaan tindakan berdasarkan temuan yang ada. Perencanaan
dilakukan secara umum dan khusus. Perencanaan umum dilakukan di awal
kegiatan penelitian, sedangkan perencanaan khusus dilakukan pada tiap
siklusnya yang lebih menekan pada implementasi tindakan per siklus. Rencana
tersebut dilakukan dengan integgrasi tindakan di dalamnya.
Perencanaan umum meliputi:
a) Bentuk tindakan dalam penelitian sesuai tujuan dan masalah. Dalam penelitian
mengarah pada model atau tekniknya yang lebih spesifik untuk dilakukan di
kelas.
b) Pembentukan kelompok siswa yang direncanakan sesuai teknik yang
digunakan dalam tiap siklusnya.
c) Materi pelajaran yang disiapkan dan dikembangkan dengan berpedoman pada
materi yang ada di kurikulum kelas VIIIA semester gasal dan sesuai dengan
tindakan penelitian dan arah yang akan dicapai.
d) Pembuatan instrumen yang sesuai untuk memotret kondisi selama penelitian.
Instrumen yang dibuat diselaraskan dengan bentuk penelitian tindakan, yakni
berupa catatan lapangan, pedoman dan lembar observasi, pedoman dan lembar
refleksi, format penugasan, lembar interview, dan sebagainya.
e) Ancangan format pengukuran keberhasilan dilakukan untuk mellhat
keberhasilan penelitian secara proses dan hasil. Pengukuran kemampuan siswa
dilakukan dari awal penelitian dan selama tindakan penelitian dilakukan.
Penilaian kemampuan berbicara dilakukan secara individu maupun kelompok.
Berkaitan dengan hal teknis penelitian, secara lebih rinci, dilakukan
dalam perencanaan di awal tiap siklusnya. Perencanaan siklus I dilakukan
setelah kegiatan prasurvei, bersamaan dengan analisis hasil prasurvei tersebut.
Sementara perencanaan untuk siklus II dan III dilakukan dengan
mempertimbangkan hasil refleksi siklus sebelumnya.Pemberian tindakan dan
pengamatan (observasi) dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Penelitian
dilakukan dalam beberapa siklus (tiga siklus) dengan mempertimbangkan atas
a) Siklus pertama dalam penelitian ini menggunakan teknik paired storytelling. Dua
orang siswa berpasangan berwawancaradi depan kelas mengenai topik
tertentu. Siklus I terlaksana dalam 3 kali pertemuan.
b) Siklus kedua menerapkan teknik Group Investigation. Siswa berada dalam
kelompok yang menyajikan hasil wawancara di depan kelas, dan melakukan
tanya jawab dengan teman lain (kelompok lain). Siklus ini terselesaikan dalam
sekali pertemuan.
c) Bentuk tindakan dalam siklus ketiga adalah Group Investigation dengan
simulasi dan media. Kelompok siswa ditugasi mencermati kegiatan
prosedural, sedangkan lain melaporkan hasilnya di kelas disertai dengan
simulasi aktivitas bersangkutan disertai medianya. Siklus ini dilakukan dalam 2
kali pertemuan.
Selanjutnya hasil observasi dijadikan bahan refleksi yang dilakukan
bersama seluruh anggota tim peneliti. Di dalam proses refleksi guru kolaborator
dan semua partisipan bebas menyatakan pendapat dari hasil observasinya. Hal ini
mengacu pada validitas demokrasi (Burns, 1999:161). Hasil refleksi digunakan
sebagai acuan dalam perencanaan siklus selanjutnya yang disebut perencanaan
terevisi.
Siklus yang. berikutnya merupakan perbaikan dari siklus yang sebelumnya
dalam hal tindakan ataupun yang lain berdasarkan efek yang ditimbulkan atau hal
lain yang terjadi pada siswa. Dalam setiap siklusnya terjadi rangkaian
perencanaan - tindakan - observasi - refleksi. Perpindahan antarsiklus didasarkan
Dengan kata lain, tindakan dalam. Tiap siklus mengalami perubahan sesuai
kebutuhan dan hasil refleksi. Setelah siklus ketiga berakhir, guru merasakan
perubahan yang bagus pada kemampuan berwawancara
Berikut ini tampilan visual tahapan atau prosedur penelitian.
pengamatan Perencanaan
Siklus I
Perencanaan Pengamatan
Pengamatan Siklus III Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Pelaksanaan Siklus II
Pengamatan
Kesimpulan Refleksi
Secara proses, indikator keberhasilan dapat dilihat dengan pengamatan proses
belajarnya yang menunjukkan interaksi belajar yang aktif, keterlibatan siswa dalam
berbagai kegiatan, sikap siswa yang antusias dan senang dalam belajar, serta
kepercayaan diri siswa yang meningkat. Secara produk, indikator keberhasilan tampak
dalam peningkatan kemampuan berbicara siswa yang dilihat dari faktor kebahasaan dan
non-kebahasaan.
D. Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Penelitian, dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa pengamatan,
wawancara, dan praktik berbicara. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh data berupa
gambaran proses praktik berbicara, perlakuan tindakan dalam penelitian, interaksi, dan
sikap siswa.
Instrumen yang digunakan untuk hal itu adalah human instrument, peneliti dalam hal
ini adalah para guru bahasa Indonesia di sekolah baik yang melakukan tindakan maupun
yang menjadi observer. Dalam penelitian ini, selama kegiatan lapangan di sekolah guru
memegang kendali atas jalannya penelitian. Kerja guru maksimal dalam pelaksanaan
tindakan, pengamatan, dan refleksi. Selain itu, instrumen lainnya dalam pengamatan
adalah lembar pedoman observasi dan lembar catatan lapangan. Semua data yang
ditangkap pada saat observasi direkam dalam instrumen tersebut.
Selain pengamatan di kelas, data penelitian juga diperoleh melalui wawancara
dengan siswa dan guru pelaku tindakan. secara informal. Kegiatan wawancara dilakukan
untuk menjaring data yang tidak terekam dalam pengamatan, seperti perasaan dan
komentar siswa terhadap perubahan model praktek berbicara.
cara pengamatan penilaian proses selama kegiatan pembelajaran dan dengan praktek
berbicara di depan kelas pada saat sebelum tindakan dan setelah tindakan. Instrumennya
adalah tugas berbicara seperti bercerita, melaporkan peristiwa, diskusi, wawancara,
pidato, dan sebagainya. Untuk melihat kondisi nyata dari setiap siklus, dibuat vignette.
Penelitian ini juga menggunakan instrumen rekaman audio visual.
Data yang diperoleh melalui kegiatan pengamatan, rekaman wawancara dan audio
visual, serta penilaian proses dianalisis secara kualitatif. Analisis dilakukan secara
kontinyu selama proses penelitian, dan dianalisis dari hasil keseluruhan di akhir penelitian.
Untuk data yang berupa hasil praktek berbicara siswa dilakukan analisis kuantitatif dengan
membandingkan kuantitas dan kualitas kemampuan berbicara siswa sebelum adanya
tindakan dan sesudah diberikannya tindakan. Kegiatan analisis dilakukan secara bersama
antara dosen dan guru yang terlibat dalam penelitian.
E. Analisis Data
Teknik anlisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar berupa
analisis diskriptif kualitatif. Teknik ini digunaknan untuk mengolah data yang bersifat
kualitatif, baik yang berhubungan dengan keberhasilan proses maupun hasil belajar. Adapun
data yang bersifat kuantitatif seperti nilai
SP = SS X 100%
R
Keterangan :
SP : nilai presentase (%)
SS : nilai yang dicapai siswa
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN a. Laporan Prasiklus
Kegiatan prasiklus dilaksanakan pada bulan April 2011. Guru melaksanakan
pembelajaran berbicara dengan model yang biasanya digunakan. Siswa akan berbicara
secara individu dan bergiliran. Kegiatan prasiklus ini melibatkan observer yaitu guru
di sekolah tersebut yang telah terbiasa dengan para siswa, sehingga kehadirannya tidak
menganggu proses pembelajaran di kelas.
Hasil pengamatan prasiklus menunjukkan bahwa siswa yang diberi kesempatan
untuk praktik berwawancara di depan kelas kebanyakan kurang menguasai materi.
Berdasarkan catatan lapangan yang dibuat observer, tidak terjalin interaksi yang baik antara
siswa yang praktik berbicara dengan siswa penyimaknya. Siswa yang tidak mendapatkan
giliran untuk praktik berbicara, sama sekali tidak terlibat dalam proses pembelajaran.
Beberapa siswa tampak tidak serius dan seenaknya sendiri mengikuti pelajaran.
Sementara itu, guru duduk di tempatnya. Guru fokus mengamati siswa yang praktik
berbicara ke depan, sehingga tidak mengontrol siswa yang ada di belakang. Akibatnya,
suasana kelas menjadi tidak kondusif. Dalam pengamatan, terekam bahwa guru memberi
tugas kepada siswa untuk menceritakan pengalaman pribadinya ketika bepergian
menggunakan alat transportasi. Beberapa siswa lancar berbicara, tetapi banyak yang masih
kurang lancar. Siswa enggan dan takut untuk mengungkapkan segala ide dan gagasan
secara lisan, siswa banyak yang merasa kurang percaya diri, malu, dan kesulitan. Hal ini
menakutkan. Tidak semua siswa mendapat giliran untuk praktik berbicara dalam satu kali
tatap muka sehingga banyak yang santai dan ramai sendiri.
Guru beberapa kali memberikan kesempatan kepada siswa yang ada di
belakang untuk memberikan tanggapan kepada teman yang telah praktik berbicara,
namun tawaran tersebut tidak mendapatkan respon yang baik dari para siswa. Ada
beberapa anak yang menanggapi namun lebih cenderung mengejek dan menjatuhkan
penampilan temannya yang telah praktik berbicara. Berikut ini adalah tabel hasil prasiklus.
Tabel 4.1 Hasil Prasiklus Kemampuan Berwawancara
No Kategori Rentang
kategori Kurang. Siswa yang mendapat nilai pada kategori Baik dan Sangat Baik sebanyak
0 siswa atau 0%. Siswa yang mendapat nilai pada kategori Cukup sebanyak 4 orang atau
17.23% dari semua siswa. Siswa yang mendapat nilai pada kategori Kurang sebanyak 17
orang atau 60.40 dari semua siswa dan siswa yang mendapat nilai pada kategori Sangat
Kurang sebanyak 7 orang atau 22.37% dari semua siswa. Nilai rata-rata didapat dari pilihan
kata, sikap berbicara, volume suara, kelancaran dan penguasaan topik. Nilai dari pra-siklus
Grafik 4.1 Hasil Prasiklus Kemampuan Berwawancara
Grafik 4.1 menunjukkan jumlah tertinggi ada pada kategori Kurang. Keadaan ini
mengindikasi bahwa 60.40% siswa dalam kemampuan berbicara berada pada kategori
Kurang, kategori Cukup sebanyak 17.23%, Sangat Kurang sebanyak 22.37%. Kategori
Sangat Baik dan Baik sebanyak 0 atau 0%.
b) Laporan Siklus I
a) Perencanaan
Setelah pelaksanaan prasiklus selesai dilakukan, peneliti berdialog untuk
melaksanakan siklus pertama. Perencanaan dalam penelitian ini di antaranya menyangkut
beberapa hal, yakni: 1) bentuk strategi yang digunakan yaitu cerita berpasangan, 2)
persiapan guru melaksanakan pembelajaran bercirikan cooperatif learning, 3) menyiapkan
materi dan pembagian kelompok siswa, 5) menyiapkan sarana/prasarana/instrumen yang
dibutuhkan, 6) persiapan pengukuran kemampuan berbicara siswa.
0 10 20 30 40 50 60 70 80