• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan kemampuan berwawancara dengan pendekatan cooperative learning pada siswa kelas VIIIA semester gasal SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang tahun ajaran 2011/2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan kemampuan berwawancara dengan pendekatan cooperative learning pada siswa kelas VIIIA semester gasal SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang tahun ajaran 2011/2012."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Winarsih. 2013. Peningkatan Kemampuan Berwawancara dengan Pendekatan Cooperative Learning pada Siswa Kelas VIIIA Semester Gasal SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi S1. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini mengkaji keterampilan berbahasa siswa dalam mengemukakan pendapat. Hal ini dilatarbelakangi oleh keterampilan berbicara siswa yang masih rendah. Ini terlihat dari nilai rata-rata tes berbicara siswa yang hanya 60, di bawah dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu 70. Mereka kesulitan pada saat mengekspresikan ide, menyusun ide, dan memilih kata-kata yang cocok terutama ketika mereka mengikuti kelas wawancara.

Ada dua tujuan dalam penelitian ini. Pertama, untuk mengetahui apakah cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan berwawancara dan kedua, untuk mengetahui seberapa besar peningkatan siswa pada kemampuan berwawancara.

Penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi sebuah penelitian tindakan kelas. Objek yang digunakan untuk penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA SMP Islam Sarbini Grabag sebanyak 28 siswa. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap yaitu pra-siklus, siklus I, siklus II, dan siklus III. Pertama, pada pra-siklus penulis mengadakan pengamatan dan memberikan tes tanpa teknik cooperative learning. Pada siklus I sampai siklus III penulis mengadakan pengamatan dan memberikan sebuah tes kemampuan berwawancara menggunakan teknik cooperative learning.

Ada beberapa perubahan kemampuan pada siswa setelah mengikuti kelas berwawancara yang diajarkan dengan menggunakan teknik cooperative learning. Siswa SMP Islam Sarbini Grabag mengalami peningkatan nilai sekitar 21% setelah mereka mengikuti kelas berwawancara menggunakan teknik cooperative learning. Pada pra siklus, nilai rata-rata siswa hanya 52 atau termasuk kategori kurang. Pada siklus I, nilai rata-rata siswa 60 atau termasuk kategori cukup. Pada siklus II, nilai rata-rata siswa mencapai 67 dan masih masuk pada kategori cukup. Pada siklus III, nilai rata-rata siswa mencapai 73 atau termasuk kategori baik.

(2)

ABSTRACT

Winarsih.2013. The Improvement of the Ability to Interview Using Cooperative Learning Approach of students grade VIIIA Semester Gasal SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang in the School Year 2011/2012. S1 Thesis. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

This research examine of students language skill to suggest their opinion. This background condition because of students speaking skill still low. It can be seen from the average score of the speaking test of the students which is only 60, less than the minimum requirement standard score of 70. They have difficulties in expressing ideas, organizing ideas, and choosing appropriate words especially when they taking a interview class.

There are two main objectives in this study. Firstly, to know whether cooperative learning can improve the interview ability and secondly, to know how great the improvement of the students’ speaking skill is.

This research can be classified as a classroom action research. The population used in this study is the eighth A grade students of SMP Islam Sarbini Grabag. There are 28 students. The research was divided into four phases; pre-cycle, cycle I, cycle II, and cycle III. First, in pre-cycle the writer made some observation and gave a test without cooperative learning technique. In Cycle I until Cycle III the writer gave some observation and gave tests of interview ability using cooperative learning technique.

There was some change in the students’ ability after taking a interview class taught using cooperative learning. The students of SMP Islam Sarbini Grabag made some improvement in their scores of about 21% after they were taught interview ability using cooperative learning. In pre-cycle, the students’ average score was 52 or of the poor category. In Cycle I the students’ average score was 60 or of the fair category. In Cycle II, the students’ average score reached 67 or of the fair category. In Cycle III, the students’ average score was 73 or of the good category.

(3)

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERWAWANCARA DENGAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING

PADA SISWA KELAS VIIIA SEMESTER GASAL SMP ISLAM SARBINI GRABAG KABUPATEN MAGELANG

TAHUN AJARAN 2011/2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Oleh : Winarsih 101222005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Tuhan Yang Maha Esa

Yang telah mencurahkan rahmat, hidayah dan perlindungan-Nya

Keluarga saya yang selalu mendukung dan mendoakan agar saya

dapat menuntaskan pendidikan di Universitas Sanata Dharma

Skripsi ini saya persembahkan sebagai tanda terima kasih yang mendalam atas

(7)

MOTTO

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit

kembali setiap kali kita jatuh. (Muhammad Ali).

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau

kita telah berhasil melakukannya dengan baik. (Andrew Jackson).

Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang

harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka

(8)
(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Winarsih

NIM : 101222005

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas

Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul,

Peningkatan Kemampuan Berwawancara dengan Pendekatan Cooperative Learning

Pada Siswa Kelas VIIIA Semester Gasal SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang

Tahun Ajaran 2011/2012

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian, saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk

media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasinya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu

meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 15 Februari 2013

Yang menyatakan,

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan

rencana. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

memperoleh gelar sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dari berbagai pihak. Untuk

itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa, selaku penuntun hidup dan jalan penulis untuk mencari

kenyataan hidup.

2. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta.

3. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra

Indonesia, dan Daerah yang telah memberikan kesempatan dan berbagi kemudahan

berkaitan dengan penyusunan skripsi ini.

4. Setya Tri Nugraha, S.Pd, M.Pd., selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan

bimbingan, motivasi, dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan

motivasi, kritik, dan saran selama skripsi ini dikerjakan.

6. Para dosen PBSID yang telah membagi ilmu, dan pengalamannya selama penulis

menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

7. Robertus Marsidiq selaku karyawan sekretariat PBSID atas pelayanannyaselama ini.

8. Keluarga, yang telah memberi dukungan dan kepercayaan untuk menyelesaikan

(11)

9. Kepala SMP Islam Sarbini Grabag, Bapak Wahyuono, yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk melakukan penelitian ini, serta tidak lupa kepada siswa-siswa

yang terlibat dalam penelitian.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan

doa dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Sepenuhnya penulis menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan untuk itu saran

dan kritik yang membangun penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya.

Yogyakarta, 15 Februari 2013

(12)

ABSTRAK

Winarsih. 2013. Peningkatan Kemampuan Berwawancara dengan Pendekatan Cooperative Learning pada Siswa Kelas VIIIA Semester Gasal SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi S1. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini mengkaji keterampilan berbahasa siswa dalam mengemukakan pendapat. Hal ini dilatarbelakangi oleh keterampilan berbicara siswa yang masih rendah. Ini terlihat dari nilai rata-rata tes berbicara siswa yang hanya 60, di bawah dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu 70. Mereka kesulitan pada saat mengekspresikan ide, menyusun ide, dan memilih kata-kata yang cocok terutama ketika mereka mengikuti kelas wawancara.

Ada dua tujuan dalam penelitian ini. Pertama, untuk mengetahui apakah cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan berwawancara dan kedua, untuk mengetahui seberapa besar peningkatan siswa pada kemampuan berwawancara.

Penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi sebuah penelitian tindakan kelas. Objek yang digunakan untuk penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA SMP Islam Sarbini Grabag sebanyak 28 siswa. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap yaitu pra-siklus, siklus I, siklus II, dan siklus III. Pertama, pada pra-siklus penulis mengadakan pengamatan dan memberikan tes tanpa teknik cooperative learning. Pada siklus I sampai siklus III penulis mengadakan pengamatan dan memberikan sebuah tes kemampuan berwawancara menggunakan teknik cooperative learning.

Ada beberapa perubahan kemampuan pada siswa setelah mengikuti kelas berwawancara yang diajarkan dengan menggunakan teknik cooperative learning. Siswa SMP Islam Sarbini Grabag mengalami peningkatan nilai sekitar 21% setelah mereka mengikuti kelas berwawancara menggunakan teknik cooperative learning. Pada pra siklus, nilai rata-rata siswa hanya 52 atau termasuk kategori kurang. Pada siklus I, nilai rata-rata siswa 60 atau termasuk kategori cukup. Pada siklus II, nilai rata-rata siswa mencapai 67 dan masih masuk pada kategori cukup. Pada siklus III, nilai rata-rata siswa mencapai 73 atau termasuk kategori baik.

(13)

ABSTRACT

Winarsih.2013. The Improvement of the Ability to Interview Using Cooperative Learning Approach of students grade VIIIA Semester Gasal SMP Islam Sarbini Grabag Kabupaten Magelang in the School Year 2011/2012. S1 Thesis. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

This research examine of students language skill to suggest their opinion. This background condition because of students speaking skill still low. It can be seen from the average score of the speaking test of the students which is only 60, less than the minimum requirement standard score of 70. They have difficulties in expressing ideas, organizing ideas, and choosing appropriate words especially when they taking a interview class.

There are two main objectives in this study. Firstly, to know whether cooperative learning can improve the interview ability and secondly, to know how great the improvement of the students’ speaking skill is.

This research can be classified as a classroom action research. The population used in this study is the eighth A grade students of SMP Islam Sarbini Grabag. There are 28 students. The research was divided into four phases; pre-cycle, cycle I, cycle II, and cycle III. First, in pre-cycle the writer made some observation and gave a test without cooperative learning technique. In Cycle I until Cycle III the writer gave some observation and gave tests of interview ability using cooperative learning technique.

There was some change in the students’ ability after taking a interview class taught using cooperative learning. The students of SMP Islam Sarbini Grabag made some improvement in their scores of about 21% after they were taught interview ability using cooperative learning. In pre-cycle, the students’ average score was 52 or of the poor category. In Cycle I the students’ average score was 60 or of the fair category. In Cycle II, the students’ average score reached 67 or of the fair category. In Cycle III, the students’ average score was 73 or of the good category.

(14)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA... vii

KATA PENGANTAR... viii

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 4

E. Hipotesis Tindakan... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 7

A. Penelitian Yang Relevan... 7

B. Kajian Teori... 7

1. Keterampilan Berbicara... 7

2. Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara... 10

3. Wawancara... 10

4. Penilaian Kemampuan dalam Berwawancara... 12

5. Pendekatan Belajar Bahasa... 14

(15)

C. Kerangka Pikir... 25

BAB III METODE PENELITIAN... 27

A. Setting Penelitian... 27

B. Desain Penelitian... 28

C. Prosedur Penelitian... 28

D. Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Penelitian, ... dan Analisis Data... 33 E. Analisis Data... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 35

A. Hasil Penelitian... 35

a. Laporan Prasiklus... 35

b. Laporan Siklus I... 37

c. Laporan Siklus II... 42

d. Laporan Siklus III... 47

B. Pembahasan... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 58

A. Kesimpulan... 58

B. Saran... 59

DAFTAR PUSTAKA... 60

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tabel Kriteria Kemampuan Berbicara... 12

Tabel 2.2 Aspek Penilaian, Unsur Penilaian, Aspek yang dinilai... 13

dan Skor Penilaian Wawancara...

Tabel 4.1 Hasil prasiklus kemampuan berwawancara... 36

pendekatan cooperative learning...

Tabel 4.2 Hasil siklus I kemampuan bewawancara dengan... 41

pendekatan cooperative learning...

Tabel 4.3 Hasil siklus II kemampuan berwawancara dengan... 46

pendekatan cooperative learning...

Tabel 4.4 Hasil siklus III kemampuan berwawancara... 50

pendekatan cooperative learning...

Tabel 4.5 Deskripsi kondisi dan kemajuan hasil penelitian... 52

Tabel 4.6 Rekapitulasi nilai wawancara siswa... 54

(17)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 4.1 Hasil prasiklus kemampuan berwawancara... 37

Grafik 4.2 Hasil siklus I kemampuan berwawancara dengan...

pendekatan cooperative learning... 42

Grafik 4.3 Hasil siklus II kemampuan berwawancara dengan...

pendekatan cooperative learning... 47

Grafik 4.4 Hasil siklus III kemampuan berwawancara dengan...

pendekatan cooperative learning... 51

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian...

Lampiran 2 Daftar Siswa Kelas VIIIA...

Lampiran 3 Silabus Pembelajaran... 62

Lampiran 4 Rencana Pembelajaran (RPP)... 64

Lampiran 5 Pedoman Wawancara

Transkrip Nilai Hasil Wawancara

Hasil Observasi

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan

emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari

semua bidang studi. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik

dan benar, baik secara lisan maupun tulis. Bahasa adalah alat komunikasi verbal yang

dimiliki manusia dan merupakan sarana perhubungan rohani yang sangat penting

dalam hidup bersama (Dewey via Soenjono,1983:20). Dengan kemampuan berbahasa

seseorang akan mampu berkomunikasi dengan lainnya. Sebagaimana diungkapkan

oleh Pringgowidagdo (2001:2) bahwa bahasa menjadi sarana komunikasi manusia

dalam berhubungan sosial. Kegiatan berbahasa sendiri dapat dibedakan menjadi

dua macam, yaitu lisan dan tulis, yang termasuk ke dalam empat aspek yaitu

mendengarkan berbicara, menulis dan membaca.

Berdasarkan hasil observasi pada siswa kelas VIIIA SMP Islam Sarbini

Grabag, peneliti menemukan banyak siswa tidak begitu menguasai kemampuan

berbicara khususnya dalam berwawancara. Ini dapat terlihat ketika guru memberi

sebuah pertanyaan, mereka masih membuat kesalahan dan kesulitan berbicara

dikarenakan kondisi nyata di SMP tersebut menunjukkan bahwa kemampuan

akademik siswa cukup baik, tetapi dalam hal berbicara mereka sangat kesulitan. Guru

Bahasa Indonesia yang mengajar kelas VIIIA mengeluhkan keadaan siswanya yang

kurang terampil dalam berwawancara. Berdasarkan dialog dan diskusi, ditemukan

(20)

kurang terampil dalam berwawancara. Mereka takut mengungkapkan gagasannya

secara lisan. Berbicara adalah sebuah kegiatan yang sangat penting dalam

berkomunikasi. Setelah digali bersama secara dialogis dan demokratis, ditemukan

bahwa faktor penyebab rendahnya kemampuan berbicara siswa disebabkan faktor

internal dan eksternal. Faktor internal terkait dengan kondisi siswa, seperti sikap,

psikologis, dan motivasi belajar siswa yang kurang mendukung. Faktor eksternal

berkaitan dengan keadaan di luar siswa, seperti lingkungan, model belajar, peran guru,

strategi ajar, materi, dan media yang ada.

Berbagai teknik dan model pembelajaran yang merangsang berbicara siswa

telah dicoba oleh guru, seperti memberi pertanyaan lisan, mengadakan diskusi

kelompok, memberi tugas pidato, menugasi penanggapan masalah secara lisan, dan

sebagainya tetapi ternyata, belum dapat membuat siswa terampil berbicara. Justru

kegiatan belajar berbicara menjadi pelajaran yang menyebalkan dan menakutkan bagi

siswa. Hal ini diakui oleh beberapa siswa dalam wawancara informal yang dilakukan di

lapangan. Dengan kondisi semacam itu, wajar saja jika kemampuan berbicara dalam

berwawancara siswa menjadi rendah. Dengan demikian, guru sangat berharap adanya

suatu teknik yang dapat melatihkan siswa terampil berbicara dalam berwawancara

tanpa membebani siswa. Hal ini ditujukan agar siswa mempunyai kemampuan

memadai dalam berwawancara karena banyak lomba yang menuntut kemampuan

berbicara (presentasi) di samping kemampuan tulisnya. Oleh karena itu, peneliti

bersepakat bahwa masalah yang paling penting dan perlu penanganan segera dalam

materi bahasa Indonesia adalah pembelajaran kemampuan berbicara dalam

(21)

terampil berbicara dan senang dengan kegiatan berwawancara.

B. Rumusan Masalah

Penelitian tindakan kelas ini berupaya untuk menemukan suatu model

pendekatan dalam pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan siswa

dalam berwawancara, termasuk meningkatkan kemampuannya dalam bersosialisasi,

berpikir kritis dan menambah percaya diri. Permasalahan yang muncul dalam

kemampuan berbicara dalam berwawancara siswa cukup kompleks, meliputi faktor

internal dan eksternal. Adapun masalah yang akan diteliti dan dicari pemecahannya

melalui penelitian ini dibatasi pada upaya peningkatan kemampuan berbicara siswa

dalam berwawancara dengan menemukan teknik mengajar berbicara yang tepat dan

menyenangkan. Penelitian ini disepakati untuk dilakukan di kelas VIIIA berhubung

kelas tersebut merupakan kelas yang paling bermasalah. Rumusan masalah penelitian

ini adalah (1) Apakah pembelajaran dengan pendekatan cooperative learning dapat

meningkatkan kemampuan berwawancara siswa kelas VIIIA semester gasal SMP Islam

Sarbini Grabag Kabupaten Magelang tahun ajaran 2011/2012 dan (2) Berapa besar

peningkatan siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan cooperative

learning.

Bertolak dari fakta di lapangan, dapat dikemukakan bahwa kemampuan

berwawancara dan presentasi siswa sangat kurang. Oleh karena itu, peneliti berupaya

untuk menumbuhkan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat. Sebagai upaya

pemecahan masalah perlu kiranya dicobakan model pendekatan belajar yang dalam

(22)

kemampuan berbicaranya. Salah satu pilihan pendekatan yang dipilih adalah

pendekatan cooperative learning. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang memiliki

ciri yaitu berkelompok, bekerja sama, interaksi, dan mencapai tujuan bersama. Dengan

demikian, siswa akan dipacu untuk bekerja sama dalam bermain peran secara

secara berkelompok dan maksimal. Cakupan penelitian ini adalah berwawancara

dengan narasumber dari berbagai kalangan siswa yang dilihat dari proses belajar

berbicara di kelas.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui apakah pendekatan cooperative learning dapat meningkatkan

kemampuan berwawancara siswa kelas VIIIA semester gasal SMP Islam Sarbini

Grabag Kabupaten Magelang tahun ajaran 2011/2012.

2. Mengetahui berapa besar peningkatan siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan

pendekatan cooperative learning.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil jumlah bangan pemikiran

yang bermanfaat bagi semua pihak. Berikut ini deskripsi hasil penelitian yang

diharapkan

1. Hasil penelitian ini akan dapat meningkatkan kemampuan berbicara

khususnya dalam bermain peran menjadi lebih baik. Selain itu, dapat

menumbuhkan sikap dan rasa percaya diri siswa.

(23)

suatu usaha untuk meningkatkan dan memperbaiki kondisi pembelajaran

sebelumnya. Guru dapat mengambil hikmah penelitian ini sebagai salah satu

contoh penelitian tindakan guna meningkatkan mutu pembelajaran yang mereka

lakukan selama ini. Mereka juga akan mendapatkan pengalaman sebagai upaya

meningkatkan profesionalisme guru dalam mengembangkan kinerja.

3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini adalah akan bermanfaat untuk merperbaiki

metode belajar yang dapat dijadikan refleksi untuk terus mencari dan

mengembangkani motivasi dalam hal pembelajaran menuju hasil yang lebih

baik. Melalui penelitian semacam ini, guru dapat mengembangkan kinerjanya

sebagai peneliti yang profesional.

4. Bagi pihak sekolah, hasil penelitian ini adalah secara konkret untuk

meningkatkan kualitas proses belajar dan kelulusan siswa. Melalui penelitian

seperti ini masalah pembelajaran dapat dikaji, diteliti, dan dituntaskan.

Dengan demikian, kualitas sekolah juga akan menjadi lebih baik. Di lain pihak,

dengan adanya penelitian ini di sekolah, budaya meneliti di lingkungan sekolah

dapat dibina dalam usaha meningkatkan keprofesionalan guru. Berbagai manfaat di

atas dalam pembelajaran yang akan dihasilkan dalam penelitian ini adalah

ditcmukannya suatu model pendekatan belajar yang dapat meningkatkan

kemampuan berkomunikasi siswa secara lisan.

E. Hipotesis Tindakan

Adapun hipotesis tindakan yang muncul dalam penelitian ini adalah bahwa

pembelajaran yang menerapkan pendekatan cooperative learning dapat

(24)

Sarbini Grabag Kabupaten Magelang. Kemampuan berwawancara siswa dapat

membuatnya aktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswa lain dalam

berdiskusi, bermain peran, berwawancara dan dalam pembelajaran di kelas.

Demikian pula, siswa akan lebih berani dan percaya diri dengan frekuensi berlatih

berbicara yang semakin sering. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia,

khususnya berwawancara tidak lagi menjadi beban dan sebaliknya akan menjadi

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Yang Relevan

Dalam penelitian Tika Risti Mulawati (2011) yang berjudul Peningkatan

Kemampuan Diskusi Siswa Kelas 8 Melalui Model Pembelajaran Two Stay Two

Stray dibahas masalah pembelajaran di kelas yang menggunakan teknik Two Stay

Two Stray atau diskusi. Kelebihan model pembelajaran ini yakni siswa dapat aktif

selama pembelajaran dan lebih menguasai permasalahan yang di diskusikan. Dengan

model pembelajaran ini, siswa akan mampu berbicara karena langkah dalam model

Two Stay Two Stray mengharuskan siswa untuk berbicara dalam sebuah diskusi.

Pembelajaran diskusi menggunakan model Two Stay Two Stray di harapkan mampu

menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan menarik serta menyenangkan bagi

siswa. Selain itu, guru juga dapat lebih mudah dalam membimbing siswa.

Hasil penelitian pada siklus I tingkat kemampuan berdiskusi siswa masih

rendah, karena terlihat dari nilai rata-rata 12,59 yang terdiri dari aspek keberanian

atau semangat sebesar 2.82, kelancaran berbicara 2.41, kejelasan ucapan dan pilihan

kata 2.50, penguasaan masalah 2.41, dan penyampaian pendapat 2.45. Pada siklus II

hasil penelitian mengalami peningkatan positif yaitu nilai rata-rata menjadi 17.09

yang terdiri dari aspek keberanian atau semangat sebesar 3.72, kelancaran berbicara

3.61, kejelasan ucapan dan pilihan kata 3.31, penguasaan masalah 3.41, dan

penyampaian pendapat 3.41. Hasil penelitian pada siklus III mengalami peningkatan

yaitu rata-rata sebesar 20.90 yang terdiri dari aspek keberanian atau semangat sebesar

(26)

masalah 4.13, dan penyampaian pendapat 4.22. Kesimpulan penelitian di atas adalah

efektivitas kemampuan berdiskusi dapat ditingkatkan menggunakan teknik Two Stray

Two Stray. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan pembelajaran yang dilakukan

dalam penelitian tersebut. Siswa menjadi semakin aktif , interaktif, dan komunikatif

baik terhadap guru maupun terhadap siswa lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Tika Risti Mulawati relevan dengan penelitian

ini karena sama-sama menggunakan jenis penelitian tindakan kelas dan sama-sama

menjadikan keterampilan berbicara sebagai objek penelitian. Namun, yang

membedakan penelitian ini adalah model pembelajaran yang digunakan.

B. Kajian Teori

1. Kemampuan Berwawancara

Kemampuan berwawancara adalah aktivitas, berbicara kedua yang harus

dilakukan dalam kehidupan berbahasa setelah mendengarkan. Kemampuan

berbicara merupakan suatu kemampuan untuk mengungkapkan bunyi (bahasa) yang

didengarnya. Itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu

untuk berbicara.Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara

harus menguasai lafal, struktur, kosakata. Di samping itu diperlukan juga

penguasaan masalah atau gagasan yang akan disampaikan serta kemampuan

memahami lawan bicara( Nurgiantoro, 2001:399)

Demikian juga yang diungkap Tarigan (1984:15) bahwa berbicara

merupakan suatu bcntuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,

psikologis, morfologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif secara luas.

(27)

bahasa hendaknya memperhatikan berbagai kemampuan siswa untuk dapat

berbicara secara baik.

Kemampuan yang diperlukan dalam berbicara yang baik menurut Dalman

(via Syafe'i, dkk, 1997:19) adalah sebagai berikut.

1) Pengucapan bunyi yang bahasa yang baik dan jelas,

2) pengucapan bunyi yang betul,

3) menyatakan sesuatu dengan tegas,

4) sikap berbicara yang baik,

5) nada bicara yang menyenangkan,

6) menggunakan kata yang tepat makna,

7) menggunakan kalimat efektif,

8) mengorganisasi pokok pikiran dengan baik,

9) mengetahui kapan bicara dan kapan mendengar, dan

10)berbicara bijak - mendengar sopan.

Kesepuluh kemampuan tersebut dapat terangkum dalam empat kemampuan

penting berbahasa, yaitu: kemampuan intonasi, kemampuan kosakata,

kemampuan kalimat, dan kemampuan berbicara lancar.Tujuan utama pembelajaran

bahasa adalah berkomunikasi. Seseorang dapat menjalin komunikasi harmonis jika

pembicara dan lawan bicara terjalin baik. Pembicara harus dapat berbicara dengan

baik, artinya terampil dalam berbicara untuk dapat mengesankan sebagai pembicara,

yang menguasai masalah dan memiliki kepercayaan diri. Oleh karena itu, pembicara

perlu memperhatikan beberapa faktor penunjang keefektifan berbicara khususnya

(28)

2. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berbicara

Berbicara yang efektif melibatkan dua faktor penting, yaitu faktor

kebahasaan dan faktor non-kebahasaan. Faktor kebahasaan merupakan faktor

yang terkait dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi yang meliputi:

a) ketepatan ucapan (lafal)

b) pilihan kata (diksi),

c) ketepatan sasaran pembicaraan.

Sebagai guru hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor di atas dan

faktor di luar itu dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara para siswa.

Faktor non-kebahasaan di sisi lain berhubungan dengan faktor di luar bahasa yang

ikut mempengaruhi keberhasilan komunikasi dalam berwawancara, antara lain:

a. sikap wajar, tenang, dan tidak kaku

b. pandangan yang diarahkan kepada lawan bicara

c. kesediaan menghargai pendapat orang lain

d. gerak-gerik dan mimik yang tepat

c. kenyaringan suara yang rnenentukan

f. kelancaran

g. penalaran

h. penguasaan topik

3. Wawancara

Wawancara (oral interview) merupakan teknik yang paling banyak dipergunakan untuk menilai kompetensi berbicara seseorang dalam suatu bahasa,

(29)

seorang pembelajar yang kompetensi berbahasa lisannya dan bahasa target yang sedang

dipelajarinya sudah cukup memadai sehingga memungkinkan untuk mengungkapkan

pikiran dan perasaannya dalam bahasa itu.

Kegiatan wawancara dilakukan oleh dua (beberapa) orang penguji. Dalam

praktik yang sering terjadi disekolah, hanya seorang penguji terhadap peserta didik atau

calon tertentu selama jangka waktu tertentu, minimum sepuluh menit untuk seorang

calon. Wawancara dimaksudkan untuk menilai kompetensi berbahasa peseta uji lewat

pertanyaan tentang berbagai masalah keseharian. Pewawancara hendaknya

mengusahakan agar calon tetap tenang, tidak merasa tertekan, tidak merasa sedang diuji,

sehingga bahasa yang diungkapkan dapat mencerminkan kemampuan yang sebenarnya.

Biasanya kesadaran calon bahwa ia sedang diuji akan mempengaruhi mentalnya sehingga

bahasanyapun akan terpengaruh pula, misalnya tidak lancar, sering terjadi kesalahan atau

bahkan mungkin tidak dapat berbicara. Oleh karena itu, pada awal dimulainya

wawancara, penguji sebaiknya menanyakan hal-hal yang mudah dijawab calon agar

tumbuh keberanian dan rasa percaya diri. Masalah yang ditanyakan dalam wawancara

dapat menyangkut berbagai hal, tetapi hendaknya disesuaikan dengan tingkat

pengalaman peserta uji (Valette, 1977:156), misalnya usia sekolah, sekolah dan

kemampuan berbahasa. Terhadap calon yang “tingkatnya” lebih rendah pertanyaan dapat

dimulai dengan (misalnya): berapa usiamu, berapa orang saudaramu, dimana alamatmu,

apa saja yang kamu kerjakan setelah pulang sekolah, dan sebagainya.

Pertanyaan-pertanyaan terhadap calon tingkat “menengah” misalnya: seandainya menjadi x apa yang

anda lakukan?, Seandainya anda mempunyai kesempatan untuk berbuat, apakah anda

akan melakukannya?, Bagaimana sikap anda seandainya melihat orang lain melakukan

(30)

tinggi” misalnya: Setujukah saudara terhadap pandangan itu?, Mengapa saudara

setuju(atau menolak)?, Bagaimana pendapat saudara tentang masalah itu, dan

sebagainya.

Jawaban peserta uji terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut, selain

menunjukkan keluasan pandangan, jelas mencerminkan kompetensi berbahasa lisannya.

(Nurgiantoro, Burhan. 2001)

4. Penilaian Kemampuan dalam Berwawancara

Ada berbagai cara untuk menilai kemampuan berbahasa dalam berwawancara.

Yang dinilai ketika seseorang berbicara mencakup faktor kebahasaan yang

digunakannya dan nonkebahasaan yang ada ketika ia berbicara. Di dalam

penelitian ini akan digunakan penilaian berbicara dengan metode wawancara atau oral

interview. Wawancara biasanya dilakukan terhadap seorang pembelajar yang

berkompeten berbahasa secara lisan.

Tabel 2.1 Tabel Kriteria Kemampuan Berwawancara

No Kategori Rentang nilai

1 Sangat Baik 85-100

2 Baik 70-84

3 Cukup 60-69

4 Kurang 50-59

(31)

Tabel 2.2

Aspek Penilaian, Unsur Penilaian, Aspek Yang Dinilai dan Skor Penilaian Wawancara

ASPEK UNSUR PENILAIAN

ASPEK YANG DINILAI SKOR

BAHASA Pilihan Kata Sangat baik, sangat variatif, tidak klise, canggih

18-20

Baik, variatif, tidak klise, canggih 15-17

Cukup baik, cukup variatif, sedikit klise, cukup canggih

12-14

Kurang baik, kurang variatif, klise, sedikit canggih

Sikap Berbicara Tenang, sangat kuasai medan 18-20

Tenang, menguasai medan 15-17

Cukup tenang, cukup menguasai medan

12-14

Tegang, sedikit menguasai medan 6-11 Tegang, banyak tingkah laku, mengganggu komunikasi

1-5

Gerak dan mimik Tenang, sesuai pembicaraan, serius, tidak overacting

Volume suara Keras, jelas dan menjangkau semua penyimaknya

18-20

Jelas, cukup menjangkau penyimaknya

(32)

Cukup keras, kadang keras kadang lirih

12-14

Kurang keras, kurang jelas 6-11 Lirih tak terdengar 1-5 Penguasaan topik Kuasai, dapat menjawab dengan

tepat, lihai

18-20

Menguasai, dapat menjawab dengan baik

15-17

Cukup menguasai, cukup dapat menjawab

12-15

Kurang menguasai, sedikit terjawab

6-11

Tidak kuasai sama sekali 1-5 Jumlah 100

5. Pendekatan Belajar Bahasa

Pendekatan dalam pembelajaran bahasa menjadi cara terbaik untuk

mencapai tujuan. Di dalam pendekatan termuat dasar teoritis yang menentukan

pelaksanaan teknik tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan

bahasa berhubungan dengan ajumlahsi dalam belajar dan mengajar bahasa. Beberapa

pendekatan bahasa yang biasa digunakan dalam pembelajaran, antara lain:

a) Pendekatan kontekstual.

Merupakan konsep belajara yang membantu guru mengaitkan materi yang

dikaji di kelas dengan situasi dunia nyata siswa. Siswa juga dibantu

menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam

konteks kehidupan kelompok sebayanya, keluarga, dan masyarakat.

b) Pendekatan belajar aktif.

Pendekatan ini mengikuti paradigma student centered. Siswa adalah subjek

pembelajaran. Paradigma ini mengajarkan bahwa yang aktif dalam

(33)

c) Pendekatan struktural.

Pendekatan ini dilandasi ketika siswa masuk dalam kelas dan mengikuti

pembelajaran tidak dengan pemikiran kosong. Masing-masing siswa

membawa bekal awal pengetahuan mereka tentang apa saja. Bekal awal ini

adalah skemata atau jaringan pengetahuan yang sudah terbentuk dipikirannya

karena interaksinya dengan buku, teman, orang tuanya, dll.

d) Pendekatan komunikatif.

Pendekatan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan menggunakan

bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam

pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dalam penjelasan ini bahasa tidak

dipandang sebagai seperangkat kaidah, tetapi sebagai sarana untuk

berkomunikasi dalam lingkungan masyarakat dan pekerjaan (Littlewood,

1991).

e) Pendekatan terpadu.

Pendekatan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa pembelajaran bahasa Indonesia

seharusnya tidak diskrip atau terpisah-pisah atas aspek-aspeknya. Misalnya

bunyi dan kata.

f) Pendekatan pembelajaran kooperatif (cooperative learning).

Pendekatan dalam pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa

untuk saling bekerja sama (berkelompok) untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Di dalam pembelajaran yang kooperatif siswa diijinkan untuk

saling bekerja sama, tidak bekerja (baca: belajar) sendiri-sendiri.

g) Pendekatan whole language.

(34)

dipisah-pisahkan. Oleh karena itu pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen

bahasa seperti tata bahasa dan kosa kata disajikan secara bulat, utuh, dan

lengkap, baik dalam situasi nyata atau autentik.

Dalam hal ini penelitian menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif

(cooperative learning)

6. Pendekatan Cooperative Learning a. Pengertian

Pendekatan Cooperative Learning adalah sebuah pendekatan dalam

pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk saling bekerja

sama (berkelompok) untuk mencapai tujuan pembelajaran. Di dalam

pembelajaran yang kooperatif siswa diijinkan untuk saling bekerja sama, tidak

bekerja (baca: belajar) sendiri-sendiri.

Cooperative learning dapat dilakukan dalam kelas rendah, kelas

menengah, dan lanjutan. Kemampuan dalam cooperative learning terbagi atas

tiga bagian, yaitu: formal dan normal, komunikasi, dan membuat keputusan.

(http://www. geocities.com).

Ada lima komponen dalam cooperative learning (Johnson, Johnson,

Holobec, via Cox, 1999:167), meliputi: positive independence, face-to face

promotive interaction, individual accountability, interpersonal and small-group

skill, group-processing skill.

b. Ciri dan Prinsip Pendekatan Cooperative Learning

(35)

1. Kerjasama kelompok;

Semua anggota kelompok saling bahu-membahu dan bekerja sama untuk

mencapai tujuannya dan menguasai suatu konsep pembelajaran atau

memenangkan suatu permainan. Semua anggota terlibat dalam proses belajar.

2. Peranan anggota kelompok;

Setiap anggota kelompok memiliki tugas dan peran masing-masing secara

jelas dalam upaya mencapai tujuan bersama (kelompok).

3. Sumber atau bahan;

Sumber atau bahan pembelajaran didiskusikan di dalam kelompok. Hal ini

sekaligus memupuk interaksi antar anggota kelompok.

4. Interaksi;

Interaksi yang terjadi antar anggota kelompok terjadi secara langsung,

bertatap muka (face to face) secara teratur, akrab, dan dinamis.

5. Penghargaan kelompok;

Penghargaan akan diberikan jika kelompok tersebut telah memenangkan suatu

permainan atau mempunyai poin lebih di antara kelompok lainnya.

6. Tanggung jawab individu; Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab

secara kelompok dan individu. Masing -masing harus bersedia melakukan

kegiatan-kegiatan yang ada selama proses pembelajaran berlangsung.

Keberhasilan kelompok tergantung pada usaha para anggotanya.

7. Peluang kesuksesan bersama; Keberhasilan kelompok adalah atas usaha

bersama dan akan dinikmati semua anggota kelompok.

8. Hubungan pribadi; Antara anggota kelompok, satu dengan yang lain memiliki

(36)

menghargai di antara mereka.

9. Kepemimpinan bersama; Setiap anggota kelompok mempunyai tugas masing-

masing dan kepemimpinan dilakukan bersama secara terbuka. Guru berperan

sebagai pembimbing pada proses pembelajaran.

10.Penilaian kelompok; Penilaian kelompok dilakukan atas dasar usaha

kelompok seluruhnya.

Kagan (1991, dalam http://www. geocities.com) mengemukakan lima

prinsip utama dalam cooperative learning. Prinsip utama tersebut antara lain :

1. Antara anggota kelompok saling bergantung secara positif. Saling

ketergantungan positif terjadi apabila pencapaian suatu tujuan individual

siswa dihubungkan dengan pencapaian tujuan siswa lain sehingga terjalin

kerjasama yang harmonis antarsiswa.

2. Tanggung jawab pribadi atau perseorangan.

Tanggung jawab perseorangan ini merupakan suatu akibat dari prinsip pertama.

Siswa harus mempunyai komitmen yang kuat untuk mengerjakan tugas yang

diberikan kepadanya. Dia harus mempertanggungjawabkan aktivitasnya sehingga

tidak mengganggu kinerja tim.

3. Tatap muka.

Tatap muka ini merupakan suatu bentuk kemampuan sosial yang

memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan masing-masing anggota

kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama.

4. Komunikasi antar anggota.

(37)

kemampuan komunikasi agar mereka bersedia mendengar pendapat orang lain

sekaligus dapat menyatakan pendapatnya dengan baik dan komunikatif.

5. Keberagaman pengelompokan.

Siswa bekerja dalam kelompok yang anggotanya sangat beragam, baik dari segi

kemampuan, ketertarikan, etnik, maupun jenis kelamin dan status sosial mereka.

Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelompokkan kelas yang

menerapkan pendekatan ini yaitu :

1. Pengelompokkan heterogin

2. Penumbuhan semangat dan motivasi untuk kerjasama

3. Penataan ruang kelas

Pengelompokkan siswa dilakukan dengan memperhatikan keanekaragaman

gender, latar belakang sosial, kemampuan akademik, dan kecakapan berbahasa. Dengan

demikian siswa dapat saling memberi dan menerima dalam suasana keberagaman.

Ada tiga keuntungan pengelompokkan heteregon. Pertama, pengelompokkan

heterogen akan memberi kesempatan pada siswa untuk saling mengajar dan saling

mendukung. Kedua, kelompok yang beragam akan semakin meningkatkan interaksi

antar etnik, gender, dan tingkatan lainnya. Ketiga, guru dimudahkan dengan bantuan

dari siswa yang mempunyai kemampuan lebih baik dari siswa lain.

Penumbuhan semangat untuk saling kerja sama perlu dilakukan agar setiap siswa

mau memikirkan siswa lainnya. Dengan semangat ini, siswa mau memikirkan siswa

(38)

c. Metode Cooperative Learning

Menurut Richard (1998) dalam tim restrukturasi kurikulum PBM

dikemukakan ciri-ciri model cooperative learning, yaitu:

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi

belajarnya;

2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan akademis tinggi,

sedang, dan rendah serta berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang

berbeda;

3) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

Metode cooperative learning mempunyai tiga tujuan penting antara lain :

Hasil belajar akademik, yakni siswa dituntut untuk dapat menyelesaikan tugas-

tugas akademik. Model ini dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang

sulit. Para pengembang model ini menunjukkan bahwa model stuktur

penghargaan kooperatif dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar

akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

Penerimaan terhadap keragaman, yaitu memberikan peluang kepada siswa yang

berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu dengan

yang lainnya atas tugas-tugas bersama, melalui penggunaan stuktur penghargaaan

kooperatif, belajar untuk menghargai satu dengan yang lainnya.

d. Teknik Cooperative Learning antara lain:

(39)

2. Team Game Tournament (TGT)

3. Jigsaw

4. Group Investigation

5. Tanya Jawab atau wawancara (interview)

Deskripsi teknik Cooperative Learning (modul PLPG)

1. Student Teams Achievement Division (STAD) terdiri dari 5 komponen pokok yaitu:

a. presentasi kelas, dalam tahap ini siswa diperkenalkan dengan materi

pembelajaran

yang diberikan langsung oleh guru atau didiskusikan dalam kelas dengan guru

sebagai fasilitator.

b. Kelompok, dalam tahap ini siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok (4

sampai 5 per kelompok) yang heterogen.

c. Kuis atau soal, diberikan setelah selesai satu sub pokok bahaan atau sub pokok

bahasan dan bersifat individual.

d. Nilai kemajuan individu, tahap ini bertujuan untuk memberikan kepercayaan

kepada siswa bahwa nilai yang diperoleh akan maksimal jika para siswa

berusaha mengerjakan lebih baik dari kuis sebelumnya.

e. Kelompok unggulan, apabila anggota suatu kelompok berhasil

mengumpulkan nilai rata-rata yang melebihi kriteria tertentu, kelompok

tersebut berhak mendapatkan penghargaan atau hadiah, kelompok ini disebut

kelompok unggulan.

2. Team Game Tournament (TGT)

(40)

individu. Adapun komponen pokok dalam TGT adalah:

a. presentasi kelas;

b. kelompok;

c. permainan (games);

d. pertandingan (tournament). Untuk pertandingan pertama, guru memberikan

kepada siswa-siswa permainan meja tiga. Siswa yang mempunyai nilai tinggi

berada di meja 1, meja 2, dan seterusnya. Kompetensi ini ini juga dapat

digunakan untuk menilai kemampuan perorangan sehingga setiap siswa dapat

memberikan nilai maksimal bagi kelompoknya.

3. Jigsaw

Siswa dibagi dalam kelompok kecil yang heterogen dengan menggunakan

ppla kelompok 'asal' dan kelompok 'ahli'. Bahan pelajaran dibagikan kepada para

anggota kelompok (disebut kelompok 'asal'), kem udian siswa mempelajari

bagian mereka masing-masing bersama-sama dengan anggota-anggota dari

kelompok lain yang memiliki bahan yang sama (disebut kelompok 'ahli'). Siswa

mempelajari materi yang dipelajari oleh kelompok 'ahli' kemudian membantu

belajar temannya dalam kelompok 'asal'. Akhirnya, kepada semua siswa diberikan

tes mengenai seluruh bahan pelajaran.

4 Group Investigation

Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang heterogen. Setiap kelompok

membagi-bagi topik menjadi sub topik-sub topik, selanjutnya topik tersebut

dipelajari dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.

5 Tanya Jawab atau wawancara (interview)

(41)

mengajar melalui interaksi dua arah atau two way traffic dari :

a. Interaksi dari guru ke siswa

b. Interaksi dari siswa ke guru

c. Interaksi dari siswa ke siswa lain

Tujuan dari teknik ini antara lain membuat siswa mengerti, memahami, dan

berinteraksi secara aktif dalam pembelajaran. Dalam model pembelajaran bahasa,

teknik Tanya jawab ini dikemas ke dalam kegiatan komunikatif seperti wawancara,

interview, dan sejenisnya.

e. Prosedur Cooperative Learning dalam Pembelajaran Berbicara

Pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya kemampuan berwawancara,

menggunakan model cooperative learning melalui tahapan-tahapan sebagai

berikut ini

1. Pendahuluan

Pendahuluan meliputi:

(a) pengelompokan siswa,

(b) penggalian kemampuan asal siswa, dan

(c) memotivasi siswa.

2. Kegiatan Inti

Kegiatan inti terdiri atas:

(a) penyajian informasi tentang pelajaran yang akan diterima,

(b) pertanyaan awal pelajaran,

(42)

(d)diskusi antarkelompok,

(e) merangkum pelajaran yang diterima hari ini,

(f) pertanyaan akhir pelajaran dan evaluasi.

3. Penutup

Penutup terdiri atas:

(a) guru memberikan tugas/ulasan materi, dan

(b) memberikan penghargaan kepada kelompok yang terbaik (nilai

terbaik kelompok).

Jadi, dalam KBM siswa lebih diarahkan agar bekerja sama antarteman

dengan menggunakan prinsip kooperatif. Siswa dikelompokkan dengan maksud agar

mereka mampu mengisi kekurangan tiap-tiap siswa. Dengan demikian, mereka juga

mempunyai bekal untuk belajar hidup bermasyarakat dengan latar belakang yang

bebeda-beda. Di dalam cooperative learning siswa yang aktif dan guru hanya berperan

sebagai fasilitator.

Dengan kerja sama semacam ini beberapa manfaat yang dapat dipetik, yaitu;

memupuk hubungan sosial, meningkatkan kemampuan sosial, meningkatkan

kemampuan memimpin, meningkatkan cara berpikir kritis, memupuk dan

meningkatkan percaya diri. Hal yang penting dalam pelaksanaan cooperative learning

adalah pemilihan teknik yang tepat, materi yang sesuai, pembentukan kelompok,

pengembangan materi dan tujuan, perencanaan wakru dan tempat belajar, serta aturan

(43)

B. Kerangka Berpikir

Pembelajaran berbicara, yang terintegrasi dalam pelajaran bahasa

Indonesia, merupakan bagian pembelajaran kemampuan berbahasa yang penting. Masalah

penelitian ini adalah kurang memadainya kemampuan berbicara siswa. Hal ini

disebabkan karena beberapa faktor. Faktor yang menjadi sasaran obervasi penelitian ini

adalah kegiatan berbicara siswa dalam proses belajar dan kemampuan berbicara

siswa. Artinya, bahwa kemampuan berbicara mencakup aspek proses pembelajarannya

dan hasil yang diperoleh dari pembelajaran itu.

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan cooperative learning. Siswa akan

belajar dalam bentuk kelompok dan berinteraksi aktif melalui kelompok tersebut untuk

mempelajari sesuatu bersama. Menurut Cox (1999:167), cooperative learning is an

instructional technique that uses student's own conversation as a vehicle for learning.

Dengan demikian, harapannya secara proses belajar siswa akan termotivasi untuk

berbicara sebanyak mungkin tanpa rasa takut dan minder. Sementara itu, kemampuan

berbicara siswa pun dapat ditingkatkan selama pembelajaran berlangsung.

Selain hal di atas, di dalam cooperative learning siswa dituntut lebih aktif

interaktif dan guru hanya sebagai fasilitator saja. Data lapangan menunjukkan bahwa

selama ini guru juga memberikan tugas kelompok kepada siswa, tetapi hasilnya belum

maksimal karena kelompok yang terbentuk masih homogen. Dengan teknik

cooperative learning, diharapkan siswa lebih banyak terlibat secara aktif dan mandiri

tanpa tergantung pada guru, dan berkelompok secara lebih heterogen. Keterlibatan

siswa dalam setiap kegiatan itu sangat berharga dan berguna untuk perkembangan

(44)

berpola 'bermain sambil belajar'. Dengan demikian, suasana kelas dapat dibuat tidak

menjemukan dan menegangkan. Siswa dapat menikmati pembelajaran dan melatihkan

kemampuan berbicaranya. Sebagaimana diungkap Topatimasang (via Harefa, 2000:

11) yaitu perlunya kesadaran bahwa sekolah dibentuk untuk menikmati proses belajar di

sela waktu senggang, dan bukan untuk meniadakan waktu luang serta kesempatan

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1) Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa-siswa kelas VIIIA SMP Islam Sarbini Grabag

yang terdiri atas 28 siswa. Ketiga puluh dua siswa terdiri laki-laki 20 siswa dan

perempuan 8 siswa. Guru pelaksana tindakan kelas ini adalah guru Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia kelas VIII.

2) Lokasi dan waktu penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan di SMP

Islam Sarbini Grabag Sekolah yang beralamat di Jalan Raya Grabag XII-81

Kabupaten Magelang ini, meskipun sekolah swasta, tidak luas dan berhimpit dengan

sekolah lain, namun animo siswa cukup tinggi. Penelitian ini diadakan dalam kurun

waktu 3 bulan dimulai bulan April 2011 sampai dengan bulan Juni 2011, yang

meliputi keseluruhan kegiatan penelitian, dari persiapan sampai pelaporan.

Pelaksanaan dilakukan di semester genap.

3) Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah berwawancara dengan narasumber dari berbagai

kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara. Guru merasa kesulitan

menggerakkan siswanya untuk maju di depan kelas. Para siswa tampak takut,

tertekan, stres, selalu mengeluh, dan bersikap masa bodoh, jika diberi tugas

berwawancara. Hal ini sangat dirasakan dan menjadi kendala pada saat pembelajaran

(46)

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Alasan peneliti

memilih PTK ini, karena penelitian merupakan salah satu cara untuk memperbaiki

atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas VIII. Upaya perbaikan dilakukan

dengan tujuan

- memperbaiki prestasi siswa

- memperbaiki proses pembelajaran

- membuat siswa berani tampil

Masalah yang ingin diatasi oleh peneliti adalah kurangnya kemampuan siswa kelas

VIIIA pada SMP Islam Sarbini Grabag dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan

dalam berwawancara.

C. Prosedur Penelitian

1. Alur Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan ini mengikuti alur prosedur penelitian yang bersiklus seperti

penelitian tindakan pada umumnya. Berikut uraian alur penelitian ini.

1. Penggalian ide yang melahirkan temuan dan analisis masalah.

Penelitian ini diawali dengan adanya ide awal untuk meneliti yang

dilanjutkan dengan dialog bersama antara siswa dan guru di SMP Islam

Sarbini Grabag. Berdasarkan dialog yang dilakukan, diperoleh temuan masalah

pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dan masalah itu dianalisis bersama

untuk kemudian diupayakan pemecahannya. Dengan kesepakatan bersama,

akhirnya jadilah suatu rencana upaya peningkatan kemampuan berbicara siswa

(47)

2. Permasalahan dalam penelitian berlangsung bersama antara siswa dan guru

sekolah. Pada bulan April – Juni 2011, mulai dilakukan diskusi-diskusi sebagai

tahap persiapan penelitian setelah ada izin dari kepala sekolah. Selain

mempersiapkan langkah penelitian, pada waktu awal. ini peneliti kembali

memantapkan rencana penelitiannya. Dalam tahap persiapan ini peneliti

mempersiapkan berbagai keperluan penelitian, seperti instrumen penelitian,

perencanaan waktu tindakan, penentuan subjek penelitian, dan sebagainya.

Instrumen yang disiapkan berupa lembar observasi, lembar dan panduan

catatan lapangan, lembar dan panduan refleksi, tes awal dan tes akhir, serta

dokumentasi penelitian.

3. Prasurvei dan pengukuran kemampuan berbicara awal dilakukan di kelas

VIIIA dalam pembelajaran berwawancara dengan teman sekelas. Kegiatan ini

terlaksana pada bulan April 2011. Setelah diperoleh informasi kondisi awal

dari prasurvei, dilakukan diagnosis masalah. Guru saling berdialog dan

berdiskusi dalam menganalisis permasalahan yang ditemui. Hal ini sesuai

dengan validitas dialogis yang dianut (Burns, 1999:161). Selanjutnya

dilakukan perencanaan tindakan berdasarkan temuan yang ada. Perencanaan

dilakukan secara umum dan khusus. Perencanaan umum dilakukan di awal

kegiatan penelitian, sedangkan perencanaan khusus dilakukan pada tiap

siklusnya yang lebih menekan pada implementasi tindakan per siklus. Rencana

tersebut dilakukan dengan integgrasi tindakan di dalamnya.

Perencanaan umum meliputi:

a) Bentuk tindakan dalam penelitian sesuai tujuan dan masalah. Dalam penelitian

(48)

mengarah pada model atau tekniknya yang lebih spesifik untuk dilakukan di

kelas.

b) Pembentukan kelompok siswa yang direncanakan sesuai teknik yang

digunakan dalam tiap siklusnya.

c) Materi pelajaran yang disiapkan dan dikembangkan dengan berpedoman pada

materi yang ada di kurikulum kelas VIIIA semester gasal dan sesuai dengan

tindakan penelitian dan arah yang akan dicapai.

d) Pembuatan instrumen yang sesuai untuk memotret kondisi selama penelitian.

Instrumen yang dibuat diselaraskan dengan bentuk penelitian tindakan, yakni

berupa catatan lapangan, pedoman dan lembar observasi, pedoman dan lembar

refleksi, format penugasan, lembar interview, dan sebagainya.

e) Ancangan format pengukuran keberhasilan dilakukan untuk mellhat

keberhasilan penelitian secara proses dan hasil. Pengukuran kemampuan siswa

dilakukan dari awal penelitian dan selama tindakan penelitian dilakukan.

Penilaian kemampuan berbicara dilakukan secara individu maupun kelompok.

Berkaitan dengan hal teknis penelitian, secara lebih rinci, dilakukan

dalam perencanaan di awal tiap siklusnya. Perencanaan siklus I dilakukan

setelah kegiatan prasurvei, bersamaan dengan analisis hasil prasurvei tersebut.

Sementara perencanaan untuk siklus II dan III dilakukan dengan

mempertimbangkan hasil refleksi siklus sebelumnya.Pemberian tindakan dan

pengamatan (observasi) dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Penelitian

dilakukan dalam beberapa siklus (tiga siklus) dengan mempertimbangkan atas

(49)

a) Siklus pertama dalam penelitian ini menggunakan teknik paired storytelling. Dua

orang siswa berpasangan berwawancaradi depan kelas mengenai topik

tertentu. Siklus I terlaksana dalam 3 kali pertemuan.

b) Siklus kedua menerapkan teknik Group Investigation. Siswa berada dalam

kelompok yang menyajikan hasil wawancara di depan kelas, dan melakukan

tanya jawab dengan teman lain (kelompok lain). Siklus ini terselesaikan dalam

sekali pertemuan.

c) Bentuk tindakan dalam siklus ketiga adalah Group Investigation dengan

simulasi dan media. Kelompok siswa ditugasi mencermati kegiatan

prosedural, sedangkan lain melaporkan hasilnya di kelas disertai dengan

simulasi aktivitas bersangkutan disertai medianya. Siklus ini dilakukan dalam 2

kali pertemuan.

Selanjutnya hasil observasi dijadikan bahan refleksi yang dilakukan

bersama seluruh anggota tim peneliti. Di dalam proses refleksi guru kolaborator

dan semua partisipan bebas menyatakan pendapat dari hasil observasinya. Hal ini

mengacu pada validitas demokrasi (Burns, 1999:161). Hasil refleksi digunakan

sebagai acuan dalam perencanaan siklus selanjutnya yang disebut perencanaan

terevisi.

Siklus yang. berikutnya merupakan perbaikan dari siklus yang sebelumnya

dalam hal tindakan ataupun yang lain berdasarkan efek yang ditimbulkan atau hal

lain yang terjadi pada siswa. Dalam setiap siklusnya terjadi rangkaian

perencanaan - tindakan - observasi - refleksi. Perpindahan antarsiklus didasarkan

(50)

Dengan kata lain, tindakan dalam. Tiap siklus mengalami perubahan sesuai

kebutuhan dan hasil refleksi. Setelah siklus ketiga berakhir, guru merasakan

perubahan yang bagus pada kemampuan berwawancara

Berikut ini tampilan visual tahapan atau prosedur penelitian.

pengamatan Perencanaan

Siklus I

Perencanaan Pengamatan

Pengamatan Siklus III Perencanaan

Refleksi Pelaksanaan

Pelaksanaan Siklus II

Pengamatan

Kesimpulan Refleksi

(51)

Secara proses, indikator keberhasilan dapat dilihat dengan pengamatan proses

belajarnya yang menunjukkan interaksi belajar yang aktif, keterlibatan siswa dalam

berbagai kegiatan, sikap siswa yang antusias dan senang dalam belajar, serta

kepercayaan diri siswa yang meningkat. Secara produk, indikator keberhasilan tampak

dalam peningkatan kemampuan berbicara siswa yang dilihat dari faktor kebahasaan dan

non-kebahasaan.

D. Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Penelitian, dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa pengamatan,

wawancara, dan praktik berbicara. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh data berupa

gambaran proses praktik berbicara, perlakuan tindakan dalam penelitian, interaksi, dan

sikap siswa.

Instrumen yang digunakan untuk hal itu adalah human instrument, peneliti dalam hal

ini adalah para guru bahasa Indonesia di sekolah baik yang melakukan tindakan maupun

yang menjadi observer. Dalam penelitian ini, selama kegiatan lapangan di sekolah guru

memegang kendali atas jalannya penelitian. Kerja guru maksimal dalam pelaksanaan

tindakan, pengamatan, dan refleksi. Selain itu, instrumen lainnya dalam pengamatan

adalah lembar pedoman observasi dan lembar catatan lapangan. Semua data yang

ditangkap pada saat observasi direkam dalam instrumen tersebut.

Selain pengamatan di kelas, data penelitian juga diperoleh melalui wawancara

dengan siswa dan guru pelaku tindakan. secara informal. Kegiatan wawancara dilakukan

untuk menjaring data yang tidak terekam dalam pengamatan, seperti perasaan dan

komentar siswa terhadap perubahan model praktek berbicara.

(52)

cara pengamatan penilaian proses selama kegiatan pembelajaran dan dengan praktek

berbicara di depan kelas pada saat sebelum tindakan dan setelah tindakan. Instrumennya

adalah tugas berbicara seperti bercerita, melaporkan peristiwa, diskusi, wawancara,

pidato, dan sebagainya. Untuk melihat kondisi nyata dari setiap siklus, dibuat vignette.

Penelitian ini juga menggunakan instrumen rekaman audio visual.

Data yang diperoleh melalui kegiatan pengamatan, rekaman wawancara dan audio

visual, serta penilaian proses dianalisis secara kualitatif. Analisis dilakukan secara

kontinyu selama proses penelitian, dan dianalisis dari hasil keseluruhan di akhir penelitian.

Untuk data yang berupa hasil praktek berbicara siswa dilakukan analisis kuantitatif dengan

membandingkan kuantitas dan kualitas kemampuan berbicara siswa sebelum adanya

tindakan dan sesudah diberikannya tindakan. Kegiatan analisis dilakukan secara bersama

antara dosen dan guru yang terlibat dalam penelitian.

E. Analisis Data

Teknik anlisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar berupa

analisis diskriptif kualitatif. Teknik ini digunaknan untuk mengolah data yang bersifat

kualitatif, baik yang berhubungan dengan keberhasilan proses maupun hasil belajar. Adapun

data yang bersifat kuantitatif seperti nilai

SP = SS X 100%

R

Keterangan :

SP : nilai presentase (%)

SS : nilai yang dicapai siswa

(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN a. Laporan Prasiklus

Kegiatan prasiklus dilaksanakan pada bulan April 2011. Guru melaksanakan

pembelajaran berbicara dengan model yang biasanya digunakan. Siswa akan berbicara

secara individu dan bergiliran. Kegiatan prasiklus ini melibatkan observer yaitu guru

di sekolah tersebut yang telah terbiasa dengan para siswa, sehingga kehadirannya tidak

menganggu proses pembelajaran di kelas.

Hasil pengamatan prasiklus menunjukkan bahwa siswa yang diberi kesempatan

untuk praktik berwawancara di depan kelas kebanyakan kurang menguasai materi.

Berdasarkan catatan lapangan yang dibuat observer, tidak terjalin interaksi yang baik antara

siswa yang praktik berbicara dengan siswa penyimaknya. Siswa yang tidak mendapatkan

giliran untuk praktik berbicara, sama sekali tidak terlibat dalam proses pembelajaran.

Beberapa siswa tampak tidak serius dan seenaknya sendiri mengikuti pelajaran.

Sementara itu, guru duduk di tempatnya. Guru fokus mengamati siswa yang praktik

berbicara ke depan, sehingga tidak mengontrol siswa yang ada di belakang. Akibatnya,

suasana kelas menjadi tidak kondusif. Dalam pengamatan, terekam bahwa guru memberi

tugas kepada siswa untuk menceritakan pengalaman pribadinya ketika bepergian

menggunakan alat transportasi. Beberapa siswa lancar berbicara, tetapi banyak yang masih

kurang lancar. Siswa enggan dan takut untuk mengungkapkan segala ide dan gagasan

secara lisan, siswa banyak yang merasa kurang percaya diri, malu, dan kesulitan. Hal ini

(54)

menakutkan. Tidak semua siswa mendapat giliran untuk praktik berbicara dalam satu kali

tatap muka sehingga banyak yang santai dan ramai sendiri.

Guru beberapa kali memberikan kesempatan kepada siswa yang ada di

belakang untuk memberikan tanggapan kepada teman yang telah praktik berbicara,

namun tawaran tersebut tidak mendapatkan respon yang baik dari para siswa. Ada

beberapa anak yang menanggapi namun lebih cenderung mengejek dan menjatuhkan

penampilan temannya yang telah praktik berbicara. Berikut ini adalah tabel hasil prasiklus.

Tabel 4.1 Hasil Prasiklus Kemampuan Berwawancara

No Kategori Rentang

kategori Kurang. Siswa yang mendapat nilai pada kategori Baik dan Sangat Baik sebanyak

0 siswa atau 0%. Siswa yang mendapat nilai pada kategori Cukup sebanyak 4 orang atau

17.23% dari semua siswa. Siswa yang mendapat nilai pada kategori Kurang sebanyak 17

orang atau 60.40 dari semua siswa dan siswa yang mendapat nilai pada kategori Sangat

Kurang sebanyak 7 orang atau 22.37% dari semua siswa. Nilai rata-rata didapat dari pilihan

kata, sikap berbicara, volume suara, kelancaran dan penguasaan topik. Nilai dari pra-siklus

(55)

Grafik 4.1 Hasil Prasiklus Kemampuan Berwawancara

Grafik 4.1 menunjukkan jumlah tertinggi ada pada kategori Kurang. Keadaan ini

mengindikasi bahwa 60.40% siswa dalam kemampuan berbicara berada pada kategori

Kurang, kategori Cukup sebanyak 17.23%, Sangat Kurang sebanyak 22.37%. Kategori

Sangat Baik dan Baik sebanyak 0 atau 0%.

b) Laporan Siklus I

a) Perencanaan

Setelah pelaksanaan prasiklus selesai dilakukan, peneliti berdialog untuk

melaksanakan siklus pertama. Perencanaan dalam penelitian ini di antaranya menyangkut

beberapa hal, yakni: 1) bentuk strategi yang digunakan yaitu cerita berpasangan, 2)

persiapan guru melaksanakan pembelajaran bercirikan cooperatif learning, 3) menyiapkan

materi dan pembagian kelompok siswa, 5) menyiapkan sarana/prasarana/instrumen yang

dibutuhkan, 6) persiapan pengukuran kemampuan berbicara siswa.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Gambar

Grafik 4.1 Hasil prasiklus kemampuan berwawancara..........................................
Tabel 2.1 Tabel Kriteria Kemampuan Berwawancara
Tabel 2.2
Tabel 4.1 Hasil Prasiklus Kemampuan Berwawancara
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Sistem menampilkan artikel yang dipiih oleh pemain disertai dengan form komentar, tombol Gambar c.92 Output yang diharapkan pada class Mission_Answer_Test. 1/1 test

Keanekaragaman jenis mamalia di Taman Nasional Sebangau Resort Habaring Hurung terdapat 46 Spesies, terdiri dari 22 Famili yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fenomena terpilihnya gubernur sebagai dari hasil pemilihan umum terhadap performa ekonomi daerah dan

Nilai tersebut dikompositkan sesuai dimensi dan ditotal untuk menentukan skor SRL yang kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori (rendah, sedang, dan tinggi). Analisis

Tekanan yang diterapkan untuk menghentikan proses osmosis dari larutan encer atau pelarut murni ke dalam larutan yang lebih pekat dinamakan tekanan osmotik larutan, dilambangkan dengan

Untuk itulah, Indika Energy mengimplementasikan berbagai program yang sejalan dengan pilar keberlanjutan 3+1 yaitu pendidikan, kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan