NASABAH DALAM MEMILIH JASA PERBANKAN SYARIAH
(STUDI KASUS BANK MANDIRI SYARIAH SURABAYA)
SKRIPSI
Disusun Oleh :
PEPEN ISMOYO NPM. 0811010036
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA
Assalamu’alaikum
wr.wb
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunianya yang telah diberikan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa untuk memenuhi
tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya Jurusan Ekonomi
Pembangunan. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP NASABAH DALAM MEMILIH JASA PERBANKAN SYARIAH (STUDI KASUS BANK MANDIRI SYARIAH SURABAYA)
banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan yang ada. Berkat bantuan dan bimbingan yang
diberikan dari ibu Ir.Hamidah Hendrarini,MSi. Selaku Dosen Pembimbing Utama
yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dari awal untuk memberikan
bimbingan kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan
dengan baik.
Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra,Ec.Niniek Imaningsih,MP, selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa
Timur.
4. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah
dengan iklas memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa
perkuliahan dan pelayanan akademik bagi peneliti.
5. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf instansi Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Timur (BPS) dan Bank Indonesia, yang telah memberikan banyak
informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk mengadakan penelitian
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ayah, ibu, kakak, adik- adik ku, beserta Keluarga tercinta yang telah
memberikan motivasi, do’a, semangat dan dorongan moral, materil serta
spiritualnya yang telah tulus kepada peneliti, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
7. Teman – teman seperjuangan dari Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur serta
rahmat, serta karunia-Nya, atas segala amal kebaikan serta bantuan yang telah
diberikan.
Akhir kata, besar harapan bagi peneliti semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah
satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Maret 2012
Halaman
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
ABSTRAKSI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 5
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Penelitian Terdahulu... 6
2.2 Landasan Teori ... 9
2.2.1. Pengertian Bank... 9
2.2.2. Fungsi Dan Tugas Bank ... 11
2.2.3. Sumber Dana Bank... 13
2.2.6. Ekonomi Islam... 17
2.2.6.1. Ekonomi Syariah ... 17
2.2.6.2. Perbankan Islam ... 18
2.2.6.3. Bunga Dan Riba ... 19
2.2.7. Perbankan Syariah ... 21
2.2.7.1. Pengertian Bank Syariah ... 21
2.2.7.2. Latar Belakang Berdirinya Bank Syariah... 22
2.2.7.3. Landasan Hukum Bank Syariah ... 23
2.2.7.4. Konsep Bank Syariah ... 25
2.2.8. Produk Operasianal Bank Syariah... 27
2.2.8.1. Produk Penghimpunan Dana ... 27
2.2.8.2. Produk Penyaluran Dana ... 29
2.2.8.3. Produk jasa... .. 33
2.2.9. Tabungan ... 36
2.2.9.1. Pengertian Tabungan ... 36
2.2.9.2. Motifasi Menabung di Bank ... 36
2.2.9.3. Menabung di Bank Syariah ... 37
2.2.9.4. Jenis Tabungan di Bank Syariah ... 38
2.2.10. Bagi Hasil... .. 39
2.2.10.1. Sistem Bagi Hasil Bank Syariah... 39
2.2.10.4. Fungsi Likuiditas Bank... 43
2.2.11. Jumlah Kantor Bank... .. 44
2.2.11.1. Kantor Bank Umum... . 44
2.2.12. Inflasi... .. 46
2.2.12.1. Pengertian Inflasi... 46
2.2.13. Tingkat Suku Bunga... .. 47
2.2.13.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga... ... 47
2.2.13.2. Teori Klasik Tentang Tingkat Suku Bunga... 48
2.2.13.3. Teori Keynes Tentang Tingkat Bunga... 48
2.2.13.4 Teori Paritas Tingkat Bunga... 49
2.2.13.5 Perbandingan Antara Bank Syariah dan Konvensional ... 49
2.2.13.6 Pelayanan Nasabah Perbankan... 51
2.3. Kerangka Pikir... 55
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 56
3.1. Definisi oprasional dan Pengukuran variable... 56
3.1.1.Definisi Oprasional Variabel ... 56
3.1.2. Pengukuran Variabel... ... 59
3.2. Teknik Penentuan Sampel... ... 60
3.3.2. Sumber Data... ... 61
3.3.3. Pengumpulan Data... 61
3.4. Instrumen Penelitian... ... 62
3.5. Teknik Analisis Data... ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 71
4.1.1. Keadaan Responden ... 71
4.1.2. Jenis Kelamin Responden... 71
4.1.3. Distribusi Usia Responden ... 72
4.2. Uji Kualitas Data ... 73
4.2.1. Uji Validitas... 73
4.2.2. Uji Reliabilitas... 74
4.2.3 Uji Normalitas ... 75
4.3
Hasil Analisis Faktor... 764.3.1. Nilai KMO dan Bartlett’s Test... 76
4.3.2. MSA (Measure Of Sampling Adequacy) ... 76
4.3.3. Nilai Communality... 78
4.3.4. Total Variance Explained... 81
4.3.7. Penyusunan Nama FaktorYang Terbentuk... ... 91
4.3.8. Pembahasan Hasil Penelitian ... 93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95
5.1 Kesimpulan ... 95
5.2 Saran ... 96
Halaman
Tabel 1.Perbandingan Antara Bank Syariah Dan Bank Konvensional... 50
Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin Responden ... 71
Tabel 3. Distribusi Usia Responden... 72
Tabel 4. Uji Validitas ... 73
Tabel 5. Reliabilitas ... 74
Tabel 6.Uji Normalitas Univariate... 75
Tabel 7.Nilai KMO ... 76
Tabel 8.Nilai MSA (Measure of Sampling Adequacy) ... 77
Tabel 9.Nilai Communality ... 78
Tabel 10. Nilai Eigen Value ... 82
Tabel 11. Matriks Component... 85
Tabel 12. Rotasi Matriks Komponen ... 87
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pikir ...55
Gambar 2. Scree Plot Analisis Faktor……… 83
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP NASABAH DALAM MEMILIH JASA PERBANKAN SYARIAH
(STUDI KASUS BANK MANDIRI SYARIAH SURABAYA)
ABSTRAKSI
OLEH : PEPEN ISMOYO
Dalam era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengalami kemajuan yang pesat. BANK MANDIRI SYARIAH “DI SURABAYA” berusaha untuk menambah fitur-fitur baru pada setiap layanan pada Bank Syariah, hal tersebut dilakukan agar BANK MANDIRI SYARIAH “DI SURABAYA” dapat mempertahankan jumlah nasabah dan bisa menarik nasabah lebih banyak lagi. Permasalahan yang dihadapi oleh mereka adalah belum mencapai target yang telah di tetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan nasabah dalam memilih produk BANK MANDIRI SYARIAH di Surabaya.
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan menyebarkan kuisioner pada nasabah BANK MANDIRI SYARIAH DI “SURABAYA”. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode accidentian sampling yaitu sampel yang memiliki cirri/sifat khusus dari populasi dan teknik analisis yang digunakan adalah analisis factor.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan peran perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari
system perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga
diatur dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 dimana Bank Umum adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Peran bank syariah dalam memacu pertumbuhan perekonomian daerah semakin
strategis dalam rangka mewujudkan struktur perekonomian yang semakin
berimbang. Dukungan terhadap pengembangan perbankan syariah juga
diperlihatkan dengan adanya “dual banking system”, dimana bank konvensional
diperkenankan untuk membuka unit usaha syariah (Anonim, 2010: 1).
Bank syariah di tanah air mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya
diregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Hal ini karena sejak saat itu
diberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga, termasuk nol persen. (atau
pemindahan bunga sekaligus). Dngan demikian kesempatan ini belum
termanfaatkan karena tidak diperkenankanya pembukaan kantor bank baru. Hal
ini berlangsung sampai tahun 1988 dimana pemerintah mengeluarkan pakto 1988
yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru. Kemudian posisi bank syariah
semakin pasti setelah disahkan UU perbankan No. 7 tahun 1999 dimana bank
nasabahnya baik bunga ataupun keuntungan-keuntungan bagi hasil. Dengan
terbitnya PP No 72 tahun 1992 tentang bank bagi hasil secara tegas memberikan
batasan bahwa “bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak
berasaskan prinsip bagi hasil (pasal 6). Maka jalan operasional perbankan syariah
semakin luas. Kini titik kulminasi telah dicapai dengan disahkannya UU No. 10
tahun 1998 tentang perbankan yang membuka kesempatan bagi siapa saja yang
akan mendirikan bank syariah maupun yang ingin mengkonversi dari sistem
konvensional menjadi sistem syari’ah. (Muhammad, 2004 : 4).
Pemahaman dan sosialisasi terhadap masyarakat tentang produk dan
system perbankan syariah di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini di dukung
oleh data yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, bahwa hingga Oktober
2006, perbankan syariah hanya memiliki 1,5% dari total pangsa pasar perbankan
secara nasional (The Point, 2006). Meskipun mayoritas penduduk Indonesia
adalah kaum muslim, tetapi pengembangan produk syariah berjalan lambat dan
belum berkembang sebagaimana halnya bank konvensional. Upaya
pengembangan bank syariah tidak cukup hanya berlandaskan kepada
aspek-aspek legal dan peraturan perundang-undangan tetapi juga harus berorientasi
kepada pasar atau masyarakat sebagai pengguna jasa (konsumen) lembaga
perbankan. Keberadaan bank (konvesional dan syariah) secara umum memiliki
fungsi strategis sebagai lembaga intermediasi strategis sebagai lembaga
intermediasi pembayaran, namun karakteristik dari kedua tipe bank
(konvensional dan syariah) dapat mempengaruhi perilaku calon nasabah dalam
tersebut. Lebih lanjut, perilaku nasabah terhadap produk perbankan (bank
konvensional dan bank syariah) dapat dipengaruhi oleh sikap dan persepsi
masyarakat terhadap karakteristik perbankan itu sendiri (Anonim, 2010: 3).
Kegiatan operasional bank syariah sendiri ditandai dengan berdirinya bank
Muamalat Indonesia pada tahun 1992 sebagai bank umum pertama syariah,
hadirnya bank muamalat ini secara langsung meningkatkan partisipasi umat islam
untuk bermuamalat secara syariah dan turut mengembangkan ekonomi
masyarakat kecil. Dengan sistem sesuai syariah islam, Bank Muamalat ternyata
mampu melewati krisis ekonomi dan dapat predikat sebagai salah satu bank
tersehat di Indonesia, ini membuktikan bahwa ekonomi islam dengan sistem bagi
hasil mampu menjawab permasalahan ekonomi yang sedang dihadapi di
Indonesia.
Sejalan dengan itu volume dan kegiatan bank syariah meningkat drastis,
indikator yang menjadi tolak ukur adalah perkembangan total aset. Jakarta
(ANTARA) - Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan aset Bank Syariah telah
mencapai 80 persen yakni Rp78 triliun dari target yang ditetapkan sebesar Rp 97
triliun tahun 2010. "Target pertumbuhan tahun ini kalau bisa aset tumbuh Rp 97
triliun. Sekarang masih Rp78 triliun. Tidak tahu bisa tercapai atau tidak," kata
Direktur Perbankan Syariah Mulya Siregar di Jakarta, Jumat. Menurut dia,
pertumbuhan aset tersebut didorong oleh semakin bertambahnya produk yang
dikeluarkan perbankan syariah dan bertambahnya jumlah Bank Umum Syariah
mencapai 10 bank dengan 1.058 kantor di seluruh Indonesia. Mulya mengatakan
rencananya akan bertambah satu lagi Bank Umum Syariah yaitu konversi
Maybank Indocorp menjadi Maybank Syariah. Selain itu, ada pula dua investor
asing lagi yang menyatakan ketertarikannya ke BI untuk membuat bank syariah di
Indonesia. Dua investor asing tersebut adalah Al-Barakah dan Asia Finance Bank.
Pada Juni 2009, baru ada lima bank dengan 643 kantor, kemudian pada Desember
2009, jumlah bank bertambah sedikit menjadi 6 bank dan 711 kantor. Berdasarkan
data BI, hingga akhir Juni 2010, total pembiayaan yang disalurkan oleh bank
syariah mencapai Rp 46,26 triliun. Angka ini naik 34,2 persen dibandingkan
dengan pembiayaan per akhir Desember 2009 yang sebesar Rp 34,45 triliun. Jika
dibandingkan dengan pembiyaan per Juni 2009 yang sebesar Rp 29,71 triliun,
maka kinerja penyaluran pembiayaan hingga Juni 2010 ini sudah melonjak hingga
55,7 persen. Adapun aset bank syariah pada Juni 2009 mencapai total Rp 39,53
triliun dan tumbuh menjadi Rp 61,12 triliun pada Juni 2010. Selain bank syariah,
ada pula unit usaha syariah yang masih menyatu dengan bank umum. Total
jumlah bank yang bergerak di industri syariah termasuk unit usaha syariah
mencapai 33 bank dengan 1.302 kantor dan total aset Rp 75,2 triliun. (Anonim,
2010: 4).
Didasari pemikiran diatas maka perlu diadakan penelitian tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi sikap nasabah dalam memilih jasa perbankan
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan data-data yang di sajikan diatas, dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut:
“Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi sikap nasabah dalam
memilih jasa perbankan Syariah ?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan data-data yang di sajikan diatas,
dapat di ketahui tujuan penelitian sebagai berikut:
“Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sikap nasabah dalam memilih jasa perbankan Syariah.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat di ambil dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan bagi para nasabah dalam memilih jasa
perbankan Syariah.
2. Sebagai informasi ilmiah bagi pihak yang berkepentingan terutama bagi
Fakultas Ekonomi UPN ‘Veteran’ Jatim di Surabaya untuk melengkapi
perbendaharaan perpustakaan.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini menggunakan beberapa sumber terdahulu sebagai referensi serta
bahan kajian yang berkaitan dengan penelitian sekarang.Para peneliti tersebut
adalah :
1. Jurnal oleh : Irbid dan Zarka, 2001 dengan judul peneletian :
“ Faktor-faktor yang mendorong nasabah memilih bank konvensional atau bank
syariah”. Hasil penelitian tersebut mendukung bahwa motivasi nasabah dalam
memilih bank syariah cenderung didasarkan kepada motif keuntungan, bukan
kepada motif keagamaan. Dengan kata lain, nasabah lebih mengutamakan
economic rationale dalam keputusan memilih bank syariah dibandingkan dengan
lembaga perbankan non-syariah atau bank konvensional.
2. Jurnal oleh : Susana, 2003 dengan judul penelitian
“ Analisis perbedaan perhitungan pendapatan tabungan nasabah antara prinsip
konvensional dengan prinsip syari’ah pada Bank di Indonesia. “ Dengan dasar
pemikiran tersebut penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana
perbedaan perhitungan pendapatan tabungan nasabah antara prinsip
konvensional dengan prinsip syari’ah pada Bank Indonesia. Dari hasil analisa
dan menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh oleh nasabah bank
konvensional lebih kecil dibandingkan dengan bank syari’ah sedangkan
pendapatan pada nasabah bank syari’ah pada tahun 2000 juga lebih kecil
3. Jurnal media Mahardika : Noerchoidah, SE, MM.
Judul : “ Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Menabung
Pada Bank “X” Cabang Surabaya “.
Menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara faktor – faktor
layanan, promosi, pendapatan nasabah, fasilitas kemudahan yang ditawarkan
tabungan, keamanan dana nasabah Bank dan bunga yang menguntungkan
terhadap tindakan seorang nasabah untuk menabung di tabungan bank “X”
Cabang Surabaya. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi tindakan
Nasabah untuk menabung (terbatas pada factor yang teliti) ternyata factor
keamanan dana nasabah merupakan faktor yang memiliki pengaruh paling
besar.
4. Ayuthia, 2004 dengan judul penelitian “factor-faktor yang mempengaruhi
jumlah dana masyarakat dengan akad Mudharabah pada Bank Syariah Mandiri
di Indonesia. Dengan atas dasar pemikiran tersebut, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh antara (X1), Nilai pembiayaan (X2) jumlah kantor
Bank, (X3) terhadap jumlah dana masyarakat dengan akad Mudharabah (Y).
sedangkan secara parsial menunjukkan nisbah (X1) nilai pembiayaan (X2) dan
jumlah kantor Bank (X3) berpengaruh nyata terhadap jumlah dana masyarakat
dengan akad Mudharabah
5. Rugust Praharta Buana dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang
Dipertimbangkan Nasabah Bank Dalam Memanfaatkan Layanan Perbankan di
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti
sebelumnya atas permasalahan yang dihadapi, maka dapat ditarik suatu
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada perhitungan analisis faktor dengan memasukan 17 variabel didapat
bahwa hasil KMO Measure Of Sampling Adequacy (MSA) sebesar 0,821 dan
bartlett’s test sebesar 1275,087 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000.
2. Berdasarkan analisis faktor dengan menggunakan rotasi faktor (varimax)
diperoleh 4 faktor baru, dimana ke empat faktor tersebut memenuhi syarat
sebagai faktor karena memiliki nilai eigen value lebih dari 1.
1. Faktor-faktor yang diperoleh tersebut adalah :
a. Faktor jaminan
Nilai varian sebesar 30,323 komponen petama mempengaruhi
pertimbangan nasabah dalam memanfaatkan layanan PERMATA
BANK Tunjungan surabaya sebesar 30,323%.
b. Faktor pelayanan yang memuaskan
Nilai varian sebesar 28,732 komponen kedua mempengaruhi
pertimbangan nasabah dalam memanfaatkan layanan PERMATA
BANK Tunjungan surabaya sebesar 28,732%.
c. Faktor banyaknya cabang
Nilai varian sebesar 1,796 komponen ketiga mempengaruhi
pertimbangan nasabah dalam memanfaatkan layanan PERMATA
d. Faktor lokasi
Nilai varian sebesar 6,439 komponen ke empat mempengaruhi
pertimbangan nasabah dalam memanfaatkan layanan PERMATA
BANK Tunjungan Surabaya sebesar 6,439%.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti yang dilakukan oleh peneliti pada
kesempatan kali ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan penelitian yang
dilakukan sekarang terletak pada kurun waktu, jenis bank, tempat penelitian,
ruang lingkup yang digunakan, jumlah variabel yang digunakan untuk penelitian.
Berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang telah disebutkan diatas, yang juga
merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini dengan judul “Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Sikap Nasabah Dalam Memilih Jasa Perbankan Syariahl”,
dengan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sikap nasabah
dalam memilih jasa perbankan Syariah (Y), sedangkan variabel bebas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Tangibel(X1),External value(X2)
Reability(X3), Assurance(X4),Empathy (X5), Responssivenes (X6). .
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Bank
Pengertian bank yang terdapat pada pasal 1 UU No. 10 Tahun 1998
tentang perubahan UU NO 7 Tahun 1992 tentang perbankan yakni bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
banyak. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi bank dari berbagai sumber
lain:
1. “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak” (Martono, 2002:20).
2. “Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit
dan jasa-jasa dalam lalu lintas dan peredaran uang ” (Simorangkir, 2002: 10).
3. “Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang bertujuan memberikan
kredit, baik dengan alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperoleh dari
orang lain, dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang
giral (Martono, 2002: 20).
4. “Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga
perantara keuangan (financial intermediares), yang menyalurkan dana dari
pihak yang berlebihan dana (idlle fund/surplus unit) kepada pihak yang
membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit unit) pada waktu tertentu.”
(Dendawijaya, 2001: 25)
Dari berbagai penjelasan mengenai definisi diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan definisi bank sebagai berikut: Bank merupakan suatu lembaga
keuangan yang berperan dalam menyediakan jasa-jasa penghimpunan dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat serta sekaligus berperan
penting dalam pembangunan negara melalui moblisasi dan alokasi dana
2.2.2. Fungsi Dan Tugas Bank
Bank yang bertindak sebagai lembaga keuangan memiliki fungsi sebagai
penghubung antara pihak kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana.
Tetapi pada dasarnya bank memiliki tiga fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai tempat menyimpan uang, dalam hal ini bank memberikan surat-surat
atau selembar kertas dalam bentuk:
a) Giro (demand deposit)
b) Deposito berjangka (time deposit)
c) Tabungan (saving deposit)
2. Sebagai lembaga penyalur kredit. Dalam hal ini bank dapat memanfaatkan
uang yang disimpan oleh nasabah, dan kemudian menyalurkannya pada
pihak-pihak membutuhkan dana.
3. Sebagai perantara lalu lintas pembayaran. Dalam hal ini bank dapat bertindak
sebagai penghubung antara nasabah satu dengan nasabah lainya saat
keduanya melakukan transaksi. Kedua nasabah tersebut tidak secara langsung
melakukan pembayaran tetapi cukup memerintahkan pada bank untuk
Tugas Pokok Bank adalah :
Pada dasarnya Bank mempunyai tugas – tugas Sebagai berikut :
1. Menarik uang dari masyarakat
2. Memberikan kredit (pinjaman) kepada orang atau badan usaha yang
membutuhkan.
3. Memberikan jasa – jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
( Harijanto,1997 : 14).
4. Kegiatan lain misalnya memberikan jaminan simpanan bank,
menyewakan tempat untuk menyimpan barang – barang berharga.
Tugas – tugas tersebut merupakan aktifitas perbankan yang erat
hubungannya dengan dunia perdagangan dan keuangan. Antara tugas dan fungsi
pokok perbankan tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain.
Fungsi pokok perbankan adalah sebagai alat penarik dana yang erat
hubungannya dengan dunia perdagangan dan keuangan. Antara tugas dan fungsi
pokok perbankan tidak dapat dipisajkan satu sama lain.
Fungsi pokok perbankan adalah sebagai alat penarik dana yang ada di
masyarakat baik uang kartal atau tunai maupun uang giral, sebagai penyalur dana
masyarakat yang disediakan jasa perdagangan internasional. (Harijanto,1999 : 14).
Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa bank mempunyai fungsi
yang sangat luas dalam suatu perekonomian suatu negara, karena bank merupakan
alat untuk menjaga kesetabilan moneter dan keuangan. Bank mempunyai fungsi
hal ini bank berperan juga dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat banyak.
2.2.3. Sumber Dana Bank
“Bagi sebuah bank, sebagai suatu lembaga keuangan, dana merupakan
persoalan paling utama. Tanpa dana, bank tidak dapat berbuat apa-apa. Dana
Bank adalah merupakan uang tunai yang dimiliki bank ataupun aktifa lancar yang
dikuasai Bank dan setiap waktu dapat diuangkan.” (Dendawijaya, 2001: 52)
Uang tunai yang dimiliki bank tidak hanya berasal dari modal bank itu
sendiri, tetapi juga berasal dari pihak-pihak lain yang dititipkan atau dipercayakan
kepada bank sewaktu-waktu. Dana bank yang digunakan sebagai alat operasional
suatu bank bersumber dari, menurut Dendiwijaya, dana-dana bank bersumber dari
beberapa pihak sebagai berikut:
1. Dana pihak kesatu (dana dari modal bank sendiri)
Dana pihak kesatu adalah dana yang berasal dari pemilik bank atau para
pemegang saham, pemegang saham pendiri maupun pihak pemegang saham
yang ikut dalam usaha bank tersebut pada waktu pendiriannya.
2. Dana pihak kedua (Dana pinjaman dari bank luar)
Dana pihak kedua adalah dana-dana yang berasal dari pihak luar, yang terdiri
atas dana sebagai berikut:
Call money adalah pinjaman dari bank lain yang berupa pinjaman harian
antar bank. Pinjaman ini diminta bila ada kebutuhan mendesak yang
diperlukan oleh bank.
b) Pinjaman biasa antar bank
Pinjaman biasa antar bank adalah pinjaman dari bank lain yang berupa
pinjaman biasa dengan jangka waktu yang relatif lebih lama.
c) Pinjaman lembaga keuangan bukan bank (LKBB)
Pinjaman dari LKBB ini lebih banyak berbentuk surat berharga yang
dapat diperjual belikan dalam pasar uang sebelum jatuh tempo dari pada
berbentuk kredit.
d) Pinjaman dari bank sentral (BI)
Pinjaman dari bank sentral adalah pinjaman (kredit) yang diberikan bank
Indonesia kepada bank untuk membiayai usaha-usaha masyarakat yang
tergolong berprioritas tinggi. Pinjaman dari bank Indonesia untuk jenis
tersebut dikenal dengan istilah kredit Likuiditas Bank Indonesia (LKBI).
3. Dana pihak ketiga (dana dari masyarakat)
Dana pihak ketiga adalah dana yang dihimpun dari masyarakat dan
merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank. Dana
dari masyarakat terdiri dari beberapa jenis yaitu:
Giro adalah simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikanya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet, dan surat perintah
pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindah bukuan.
b) Deposito (time deposit)
Deposito adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikanya
hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan
perjanjian.
c) Tabungan (saving deposit)
Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yank penarikanya
hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. (Dendawijaya,
2001: 53)
2.2.4. Jenis Bank
Dalam prakteknya perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis
perbankan seperti yang diatur dalam Undang – Undang. Tetapi juga ditinjau dari
segi fungsinya maka bank dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Bank Sentral
Bank Sentral merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang
berkaitan dengan dunia perbankan dan dunia keuangan disuatu Negara. Di
setiap Negara hanya ada satu Bank Sentral yang dibantu oleh cabang –
cabangnya. Di Indonesi fungsi Bank Sentral dipegang oleh Bank Indonesia
2. Bank Umum
Bank Umum merupakan Bank yang bertugas melayani seluruh jasa – jasa
perbankan dan melayani segenap lapisan masyarakat, baik itu masyarakat
perorangan maupun lembaga – lembaga lainnya. Bank Umum juga dikenal
dengan Bank Komersial dan dikelompokkan kedalam dua jenis yaitu : Bank
Umum Devisa dan Bank Umum Non Devisa.
3. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan bank yang khusus melayani
masyarakat kecil di kecamatan dan pedesaan.Bank Perkreditan Rakyat berasal
dari bank desa, bank pasar, lumbung desa, bank pegawai serta bank – bank
lainnya kemudian melebur menjadi satu yaitu Bank Perkreditan Rakyat
(BPR).(Kasmir,2003 :7 )
Dilihat dari segi penciptaan uang giral,ada dua jenis bank yaitu :
A. Bank Primer yaitu bank yang dapat menciptakan uang giral. Yang
tergolong dalam penelitian ini adalah :
Bank Sirkulasi ( Bank Sentral ) yang dapat menciptakan kredit dalam
bentuk uang kertas dan uang giral.
Bank Umum yang dapat menciptakan uang giral.
B. Bank Sekunder yaitu bank yang bertugas sebagai perantara dalam
penyaluran kredit. Yang tergolong dalam pengertian ini adalah :
Bank – bank lainnya ( bank pembangunan dan bank hipotik ) yang
tidak dapat menciptakan uang giral.( Kasmir,2003 : 17)
2.2.5. Jenis-jenis Bank Menurut Pembagian Bunga
a) Bank Konvensional
Bank konvensional merupakan bank yang menjalankan usahanya
seperti pemberian kredit, jasa-jasa lalu lintas, dan perbedaan uang secara
konvensional, dan di dalam ketentuan pemberian imbalan dalam bentuk
bunga.
b) Bank Syariah
Bank Syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran secara syariah dan didalam
ketentuan pemberian imbalan bank syariah memberikanya dalam bentuk bagi
hasil. Dengan demikian realisasi imbalan yang diterima nasabah akan
berbeda-beda setiap bulanya, menurut (Lewis, 2001: 64).
2.2.6. Ekonomi Islam
2.2.6.1. Ekonomi Syariah
System yang lengkap dari syariah islam adalah mencangkup masalah
pembangunan ekonomi serta industry perbankan sebagai salah satu penggerak
roda perekonomian. Dalam syariah islam, ekonomi adalah ilmu untuk
menggunakan sumber daya yang dimanfaatkan kepada manusia sebagai khalifa
Allah SWT di muka bumi dalam menjalankan tugas manusia sebagai abdi Allah
Islam menyediakan suatu sistem ekonomi dengan memanfaatkan
sumber-sumber daya yang nyata. Menurut DR Umer Chopra(2002:2) beberapa sasaran
dan fungsi ekonomi islam adalah:
a.) Kesejahteraan ekonomi yang diperluas dengan kesempatan kerja penuh
dan laju pertumbuhan ekonomi yang optimal.
b.) Keadilan social ekonomi dan distribusi kekeyaan dan pendapatan yang
merata.
c.) Stabilitas nilai mata uang untuk memungkinkan alat tukar sebagai satuan
unit yang dapat diandalkan, standart yang adil bagi pembayaran yang
ditangguhka, dan alat penyimpanan yang stabil.
d.) Mobilisasi dan investasi tabungan untuk pembangunan perekonomian
dalam suatu cara yang adil.
e.) Memberikan semua bentuk pelayanan yang efektif yang secara normal
diharapkan dari system perbankan.
2.2.6.2 Perbankan Islam
Perbankan islam memberikan layanan bebas bunga kepada para
nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk
transaksi. Islam melarang kaum muslim menarik atau membayar bunga (riba).
Pelarangan inilah yang membedakan system perbankan islam dengan system
perbankan konvensional. Beberapa pandangan kaum modernis islam menyatakan
bahwa riba berkaitan dengan praktik oleh rentenir ( lintah darat) kecil-kecilan dan
produktif. Tetapi argument itu tidak diterima secara umum dikalangan penulis
muslim.
Beberapa ulama telah mengajukan berbagai alasan ekonomi untuk
menjelaskan mengapa bunga dilarang dalam islam. Sumber utama islam adalah
Al-Qur’an dan Sunnah. Kedua sumber ini menyatakan bahwa penarikan bunga
adalah tindakan pemerasan dan tidak adil sehingga tidak sesuai dengan gagasan
islam tentang keadilan dan hak milik. Penolakan atas bunga ini memunculkan
pertanyaan tentang apa yang dapat menggantikan mekanisme penerapan suku
bunga dalam kerangka kerja islam. Jika pembayaran dan penrikan bunga dilarang
bagaimana bank-bank islam beroperasi? Disinilah PLS masuk , menggantikan
system bunga dengan system profit-and-loss-sharing( bagi- untung- dan- rugi )
sebagai metode alokasi sumber daya. ( Algoud dan lewis : 2001 : 11 )
Selain itu pula dari perspektif ekonomi islam , tujuan utama system
perbankan dan keungan islam, menurut Algoud dan lewis (2001:135) dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a) Penghapusan bunga dari semua transaksi keungan dan pembaharuan semua
aktivitas bank agar sesuai dengan prinsip-prinsip islam.
b) Pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar.
c) Promosi pembangunan ekonomi.
2.2.6.3.Bunga Bank dan Riba
Operasi system perbankan konvensional ditentukan oleh kemampuannya
dalam menghimpun dana masyarakat melalui pelayanan dan bunga bank yang
bunga atau bunga simpanan, sebaliknya masyarakat yang meminjam uang di bank
diharuskan mengembalikan uang yang dipinjam beserta bunganya. Dari kegiatan
tersebut diatas menurut Muhammad (2002:56) ada beberapa hal mengenai
bunga, yaitu sebagai berikut:
1. Bunga adalah tambahan terhadap uang yamg disimpan atau dipinjam.
2. Besarnya bunga yang harus dibayar telah ditetapkan dimuka tanpa
memperdulikan apakah pihak bank atau peminjam berhasil dalam
usahanya atau tidak.
3. Besarnya bunga yang harus dibayar dicantumpan dalam rangka
persentase yang artinya apabila hutang tidak dibayar atau simpanan
tidak diambil dalam beberapa tahun hutang atau simpanan itu bisa
menjadi berlipat ganda jumlahnya.
Menurut DR Umer Chapra (2000:22) dalam syariah riba secara teknis
mengacu pada pembayaran premi yang harus dibayarkan oleh peminjam kepeda
pemberi pinjaman disamping pengembalian pokok dengan syarat pinjaman atau
perpanjangan batas jatuh tempo. Dalam pengertian ini menurut ahli fiqih, riba
memiliki pengertian dan persamaan makna dengan bunga ( interest ). Secara
syariah ada dua jenis riba salah satunya yakni riba nasi’ah yang berarti menunda,
menangguhkan, atau menunggu dan mengacu pada waktu yang diberikan bagi
pengutang untuk membayar kembali utang dengan memberikan tambahan atau
premi (Chapra 2002:22)”. Oleh karena itu riba nasi’ah mengacu kepada bunga
pada utang atau pinjaman, dan mengandung implikasi bahwa adanya penetapan
suatu keuntungan positif didepan pada suatu pinjaman sebagai imbalan karena
2.2.7. Perbankan Syariah
2.2.7.1. Pengertian Bank Syariah
Bank islam, tanpa bunga dan bank bagi hasil adalah nama lain dari bank
syariah. Menurut accounting and auditing for Islamic financial institusien
(AASIFI) yang diterbitkan oleh accounting and auditing organization for Islamic
financial instutions yang berpusat di Bahrain, bank syariah adalah suatu lembaga
yang didirikan dengan konsep islam bahwa profit diperuntukan bagi mereka yang
siap menanggung resiko.
Sedangkan menurut Khan bank syariah adalah institusi keaungan dan
sosial yang memiliki ciri-ciri dan aturan dari hukum islam, yang menganggap
bahwa kekayaan itu diamanatkan kepada manusia. Dari kedua pengertian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam
lalu lintas peredaran uang yang kegiatan usahanya disesuaikan dengan prinsip
islam yang mengacu kepda Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Melakukan kegiatan usaha sesuai prinsip islam yang dimaksudkan disini
adalah mengikuti ketentuan-ketentuan syariah islam yang menyangkut tata cara
bermuamalah (bersosial) secara islam antara lain misalnya dengan menjauhi
praktek-praktek yang mengandung unsur riba dan melakukan kegiatan investasi
atas dasar bagi hasil. Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan usaha dengan
mengacu pada Al-Qur’an dan Al-Hadist adalah dalam pengoperasiannya
mengikuti larangan dan perintah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul Muhammad SAW, penekanan dalam pelarangan tersebut terutama berkaitan
dengan praktek-praktek bank yang mengandung dan dapat menimbulkan riba.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, disebabkan mereka berkata (berpendapat)
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba..”
2.2.7.2. Latar Belakang Berdirinya Bank Syariah
Bank Syari’ah lahir sebagai salah satu solusi alternatif terhadap persoalan
pertentangan antara bunga bank dan riba. Dengan demikian, kerinduan umat islam
indonesia yang ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah mendapatkan
jawaban dengan lahirnya bank Islam. Bank Islam lahir di Indonesia pada awal
tahun 90-an atau tepatnya setelah ada UU No. 7 Tahun 1992, yang direfisi dengan
UU perbankan dengan No. 10 Tahun 1998, dalam bentuk sebuah bank yang
beroperasi dengan sistem bagi hasil atau bank syari’ah. Kemudian dalam
perkembangannya bank Indonesia mengeluarkan regulasi baru tentang bank
syariah melalui UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dana pihak B.I
sendiri telah membentuk biro perbankan syariah yang menjadi wadah bagi
perbankan syariah yang ada di Indonesia, dan saat ini biro tersebut telah di
tingkatkan menjadi sebuah direktorat.
Yang menjadi latar belakang pendirianya bank syari’ah adalah:
1. Keinginan umat islam untuk menghindaridari riba dalam kegiatan
muamalahnya.
2. Keinginan umat islam untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan batin
3. Keinginan umat islam untuk mempunyai alternatif pilihan dalam
mempergunakan jasa-jasa perbankan yang dirasakan lebih sesuai. (Antonio,
2001: 6).
Bank Islam diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan-pembiayaan yang
dikeluarkan oleh bank Islam. Melalui pembiayaan ini bank Islam dapat menjadi
mitra dengan nasabah, sehingga hubungan bank Islam dengan nasabah tidak lagi
sebagai kreditur dan debitur tetapi menjadi hubungan kemitraan.
2.2.7.3. Landasan Hukum Bank Syariah
Bank syariah di Indonesia mendapatkan kebijakan yang kokoh setelah
adanya deregulasi sector perbankan pada tahun 1983. Hal ini dikarenakan sejak
saat itu diberikan penentu tingkat suku bunga, termasuk nol persen atau
peniadaan bunga sekaligus kepada institusi perbankan. Namun hal ini belum
termanfaatkan karena tidak diperkenankan pembukaan kantor baru , keadaan ini
berlangsung sampai pemerintah mengeluarkan pakto pada tahun 1988 yang
memperkenankan berdirinya bank-bank baru. Kemudian posisi perbankan syariah
semakin pasti setelah disahkan undang-undang perbankan nomor 7 tahun 1992
yang memberikan kebebasan bagi bank untuk menentukan jenis imbalan yang
akan diambil oleh nasabahnya baik bunga maupun keuntungan bagi hasil.
Sesuai dengan perkembangan perbankan maka UU No.7 tahun 1992
tersebut disempurnakan dengan UU No. 10 tahun 1998 yang membuka
kesempatan bagi siapa saja yang akan mendirikan bank syariah maupun yang
ingin mengkonversi dari system konvensional menjadi system syariah UU No. 10
yang melarang adanya dual system dalam kegiatan usaha secara konvensional
dapat juga melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syariah.
Disamping itu bank syariah di Indonesia juga dibatasi oleh pengawasan
yang dilakukan oleh dewan pengawas syariah. Hal ini menandakan bahwa setiap
produk bank syariah harus mendapatkan persetujuan dari dewan pengawas syariah
terlebih dahulu sebelum diperkenalkan kepada masyarakat.
Untuk menjalankan UU No. 10 tahun 1998 tersebut selanjutnya
dikeluarkan surat keputusan direksi bank Indonesia tentang bank umun dan
perkreditan rakyat tahun 1999 dilengkapi juga dengan bank umum berdasarkan
prinsip syariah dan bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsip syariah. Aturan
yang berkaitan dengan bank umum berdasarkan prinsip syariah diatur dalam surat
keputusan direksi bank Indonesia No.32/34/KEP/DIR, tanggal 12 Mei 1999.
Sebagai tindak lanjut bagi UU No.10 tahun 1998, bank Indonesia sebagai otoritas
perbankan perbankan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/24/PBI/2004 tertanggal 14 Oktober tentang bank umum yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Ketentuan ini merupakan
penyempurnaan dari surat edaran bank Indonesia Nomor 32/2/UPPB tertanggal 12
Mei 1999 dasar surat keputusan direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR
tertanggal 12 Mei 1999 tentang bank umum berdasarkan prinsip syariah.
Dalam ketentuan tersebut diatur tata cara mengenai pendirian, perijinan
prinsip maupun perijinan kegiatan usaha, kepemilikan, kegiatan usaha bank,
pembukaan kantor cabang, pemindahan alamat kantor dan sebagainya.
Peraturan Bank Indonesia, dan surat keputusan Direksi Bank Indonesia sebagai
berikut :
1. Udang-undang mengenai bank syariah
a. Undang-undang No.10 Tahun 1998, tentang perubahan atas
b. Udang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan
c. Undang-undang republic Indonesia No. 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia
2.2.7.4. Konsep Bank Syariah
Pada dasarnya konsep bank syari’ah dalam menjalankan usahanya sama
dengan bank konvensional lainnya seperti memberikan kredit, jasa-jasa lalu lintas
pembayaran, dan peredaran uang. Tetapi bank syari’ah dalam menjalankan
usahanya tidak dapat dipisahkan dari konsep-konsep syari’ah yang mengatur
produk dan oprasionalnya. Salah satu ketentuan syari’ah itu adalah bank syari’ah
tidak menerapkan sistem bunga pada berbagai produknya, dan ini merupakan
perbedaan yang paling mendasar dari kedua konsep bank tersebut.
Dasar utama sistem perbankan Islam, menurut (Lewis, 2001: 55), terdiri
atas beberapa elemen penting yakni:
a. Riba dilarang dalam semua transaksi.
b. Bisnis dan investasi dijalankan berdasarkan aktifitas-aktifitas yang halal.
c. Transaksi harus bebas dari unsur gharar (sepekulasi atau tidakpastian).
e. Semua aktifitas harus sejalan dengan prinsip-prinsip islam, dengan dewan
syariah khusus sebagai pengawas.
Bank syari’ah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk mewujudkan
terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha
antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana. Secara garis besar
konsep bank syari’ah terdiri atas lima konsep aqad. Berdasarkan atas lima konsep
ini dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syari’ah, lima konsep
tersebut adalah:
1. Prinsip simpanan murni (al-wadi’ah)
Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank
syari’ah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-wadi’ah. Fasilitas al-wadi’ah biasanya diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. al-wadi’ah identik dengan giro dalam
bank konvensional. (Muhammad, 2002: 17)
2. Bagi hasil (al-mudharabah)
Al-mudharabah yaitu perjanjian antara pemilik modal dengan pengusaha.
Pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek/usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian bagi hasil sesuai dengan perjanjian. Apabila usaha yang dibiayai mengalami
kerugian, maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal, kecuali kerugian tersebut terjadi karena kelalaian pengusaha. (Sumitro, 2002: 32)
Prinsip jual beli ini (al-murabahah) salah satu sistem yang menerapkan tata cara jual beli. Bank akan memberi terlebih dahulu barang yang di butuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang
atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). (Muhammad, 2002: 85).
4. Prinsip sewa (al-ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas bunga dan jasa melalui
pembayaran uapah atau sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri (Ascarya, 2007: 101).
5. Prinsip jasa/fee
Prinsip jasa ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan
bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah garansi bank,
kliring, inkaso, jasa transfer, dan lain-lain. (Muhammad, 2002: 85).
2.2.8. Produk Oprasional Bank Syariah
Secara garis besar pengembangan produk bank syari’ah dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Produk penghimpunan dana
2. Produk penyaluran dana
3. Produk jasa
Produk penghimpun dana pada bank syari’ah, menurut antonio, terbagi
atas dua akad yakni wadi’ah dan mudharabah.
1. Wadi’ah
Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak lain
baik indivdu maupun badan hukum yang harus di jaga dan dikembalikan
kapan saja si penitip menghendaki. Prinsip wadiah dalam produk bank
syari’ah dapat dikembangkan menjadi dua jenis yaitu:
a) Yad Al-Amanah, yaitu pihak penyimpan tidak bertanggung jawab atas
kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan selama hal ini
bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam
memelihara barang titipan.
b) Yad al-dhamanah, yaitu pihak penyimpang yang bertanggung jawab atas
segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada barang tersebut. Bank
sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan al-wadi’ah untuk
tujuan.
2. Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak yakni pihak
pertama (shahibul mall ) menyediakan seluruh modal, sedangka pihak lainnya
menjadi pengelolah. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian
a. Mudharabah Muthalaqah, adalah bentuk kerjasama antara dua pihak
yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu dan daerah bisnis.
b. Mudharabah Muqayyadah, adalah pihak kedua dibatasi dengan batasan
jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali
mencerminkan kecenderungan umum si pihak pertama dalam memasuki
jenis dunia usaha.
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan
pendanaan, pada sisi penghimpunan dana, mudharabah diterapkan pada:
a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan
khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban dan tabungan deposito
biasa.
b. Deposito sepesial, yaitu dana yang dititipkan nasabah khusus untuk
bisnis tertentu, misalnya jual beli atau sewa menyewa. (Antonio, 2002:
85)
2.2.8.2. Produk Penyaluran Dana
Produk penyaluran dana di bank syari’ah, menurut antonio, dapat di kembangkan
menjadi tiga model, yaitu:
1. Prinsip jual beli
Mekanisme jual beli adalah upaya yang dilakukan dengan pola transfer of
jual barang. Prinsip ini dikembangkan menjadi bentuk-bentuk sebagai
berikut:
a. Al-murabahah
Al-murabahah adalah jual beli dengan harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam muarabahah penjual harus
memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya. Murabahah umumnya dapat
diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang
investasi, baik domestik maupun luar negeri, seperti melalui letter of
credit (L/C). kalangan perbankan syari’ah di Indonesia banyak
menggunakan murabahah secara berkelanjutan seperti untuk modal
kerja.
b. As-salam
As-salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari,
sedangkan pembayaran dilakukan dimuka. Bank sebagai pembeli
nasabah sebagai penjual. As-salam biasanya digunakan pada pembiayaan
petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan, dan
juga dapat di aplikasikan pada pembiayaan industri.
c. Al-istishna
Al-istishna merupakan akad salam namun pembayarannya dilakukan oleh
bank dalam beberapa kali pembayaran. Istishna diterapkan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya
prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak
pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang,
maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
Prinsip ini terdiri atas :
a. Al-ijarah
Al-ijarah adalah akad pemindah hak guna dasar barang atau jasa melalui
pembayaran upah sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas
barang itu sendiri.
b. Al-ijarah al-muntahiha Bit Tamlik
Al-ijarah al-muntahiha bit tamlik adalah sejenis perpaduan antara
kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya adalah akad sewa yang
diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa.
c. Bank-bank islam yang mengoprasikan produk al-ijarah dapat melakukan
leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan
tetapi pada umumnya bank-bank islam lebih banyak menggunakan
Al-ijarah al-muntahiha bit tamlik karena lebih sederhana dari sisi
pembukuan.
3. Prinsip bagi hasil
Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syari’ah dioprasionalkan
dengan pola-pola sebagai berikut:
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Musyarakah ada dua
jenis:
a.1. Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan dan wasiat, atau
kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua
orang atau lebih, dalam musyarakah kepemilikan dua orang atau
lebih terbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagai pula dari
keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
a.2. Musyarakah akad (kontrak), tercipta dengan cara kesepakatan dua
orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan
modal musyarakah.
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek,
nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek
tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dan tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b. Al-mudharabah
Mudharabah adalah kerjasama antara dua belah pihak, pihak pertama
menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
b.1. Mudharabah muthaloqah
Mudharabah muthaloqah adalah bentuk kerjasama yang cakupanya
sangat luas dan tidak di batasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan
daerah bisnis.
b.2. Mudharabah muIqayyadah
Mudharabah muIqayyadah yaitu pihak kedua dibatasi dengan batasan
jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini
seringkali mencerminkan kecenderungan pihak pertama dalam
memasuki jenis dunia usaha.
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan
dan pendanaa. Adapun pada sisi pembiayaan Mudharabah diterapkan
untuk:
a. Pembiayaan modal kerja, sepeti modal kerja perdagangan dan jasa.
b. Investasi khusus, merupakan sumber dana khusus dengan penyaluran
yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pihak
pertama. (Antonio, 2001: 101)
2.2.8.3. Produk Jasa
Dalam pelayanan jasa ini dioperasionalkan dengan pola sebagai berikut:
Al-hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada
orang lain yang wajib menanggungnya. Kontrak hawalah dalam perbankn
biasanya diterapkan pada hal-hal:
a. Facturing atau anjak piutang, yaitu para nasabh yang memiliki piutang
kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu
membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
b. Post dated check, yaitu bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa
membayarkan dulu piutang tersebut.
c. Bill discounting, secara prinsip, bill discounting serupa dengan hawalah,
hanya saja dalam bill discounting nasabah harus membayar fee,
sedangkan pembahasan fee tidak didapati dalam kontrak hawalah.
2. Ar-rahn
Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis, dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara
sederhana dapat dijelaskan rahn adalah semacam jaminan hutang atau gadai.
Kontrak ar-rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut:
a. Sebagai produk pelengkap atau akad tambahan (jaminan) terhadap produk
lain. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekwensi akad
tersebut.
b. Akad ar-rahn dipakai sebagai alternatif dari penggadaian konvensional,
bunga, yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan,
penjagaan, serta penaksiran. Perbedaan utama antara biaya rahn dan
bunga penggadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan
berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan di
muka.
3. Al-wakalah
Wakalah berarati penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat dalam
hal ini nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya untuk
melakukan pekerjaan jasa tertentu. Secara umum, aplikasi wakalah dalam
perbankan dapat diterapkan, misalnya: transver dan sebagainya.
4. Al-kafalah
Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam
pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang
yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai
jaminan. (Sudarsono, 2003: 77).
5. Al-Sharf
Al-Sharf adalah perjanjian jual-beli suatu valuta asing dengan valuta lainnya,
transaksi ini dapat dilakukan baik dengan semata-mata uang yang sejenis dan
mata uang asing lainnya.
Al-Qardh adalah akad pinjaman dari bank kepada pihak tertentu yang wajib
dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman. (Budisantoso,
2006: 161).
2.2.9. Tabungan
2.2.9.1. Pengertian Tabungan
Secara umum pengertian tabungan adalah bagian dari pendapatan yang
tidak dibelanjakan dan tidak dikeluarkan untuk konsumsi.(dumairy, 1997:125)
Sedangkan menurut Udang –undang perbankan Nomor 10 tahun 1998
merupakan simpanan yang penarikanya hanya dapat dilakukan menurut
syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro
atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Simpanan tabungan adalah simpanan pada bank yang penarikanya sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan oleh bank. penarikan tabungan dilakukan
menggunakan buku tabungan, slip penarikan, kuintansi atau kartu anjungan tunai
mandiri (ATM)
2.2.9.2. Motivasi Menabung di Bank
Masyarakat yang memiliki pendapatan yang lebih cenderung untuk
menabungkan uangnya dibank. Adapun motivasi masyarakat untuk menyimpan
a. Tingkat suku bunga yang tinggi .
Dengan menyimpan uangnya dibank, masyarakat akan mendapatkan tingkat
bunga, dari pada membiarkan uangnya menganggur dirumah. Terutama
memilih bank yang menetapkan tingkat bunga yang tinggi.
b. Bonafiditas
Pada umumnya masyarakat tidak akan menyimpan uang nya di bank yang
bonafiditasnya diragukan. Masyarakat lebih mempercayai bank pemerintah
dan sebagaian bank swasta
c. Uang yang disimpan dibank akan terjamin keamanannya karena bank
merupakan lembaga keuangan yang memproduksi jasa dan kepercayaan oleh
karena itu masyarakat yang mempunyai uang di bank berarti bank tersebut
telah memperoleh kepercayaan dari masyarakat.
d. Dengan menyimpan uang di bank akan meringankan pembayaran pada
beberapa bank penabung akan memperoleh manfaat dan fasilitas yang
diberikan oleh bank.
e. Mendidik untuk hidup hemat dan berencana untuk tidak berpola
konsumerisme yang berlebihan.(Rosyidi,1994:144)
2.2.9.3. Menabung di Bank Syariah
Menabung adalah tindakan yang dianjurkan oleh islam, karena dengan
menabung berarti orang muslim mempersiapkan diri untuk perencanaan masa
dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang secara tidak langsung memerintahkan kaum
muslimin untuk memper siapkan hari esok secara lebih baik misalkan :
1. Al-Qur’an surat An-Nisa : 9 yaitu:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka kwatir
terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa
kepada Allah dan hendaklah mengucapkan perkataan yang benar
2.2.9.4. Jenis Tabungan di Bank Syariah
Bank syariah menetapkan dua akaddalam tabungan,yaitu wadiah dan
mudharabah.
a. Tabungan yang menerapkan akad wadiah mengikuti prinsip-prinsip
wadiah yad adh-dhamanah artinya tabungan ini tidak mendapatkan
keuntungan karena ia titipkan dan dapat di ambil sewaktu-waktu dengan
menggunakan buku tabungan atau media lain seperti kartu ATM. Tetapi
bank tidak dilarang jika ingin memberikan bonus atau hadiah.
b. Tabungan yang menerapkan akad mudharabah mengikuti prinsip akad
mudharabah di antaranya adalah pertama keuntungan dari dana yang
digunakan harus dibagi antara sohibul maal (nasabah) dan mudharib
(Bank). Kedua adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dengan
pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi dengan
2.2.10. Bagi Hasil
2.2.10.1. Sistem Bagi Hasil Bank Syariah
Tingkat bagi hasil adalah prosentase tingkat keuntungan yang didapat oleh
nasabah sebagai bentuk kompensasi atas dana masyarakat yang dikelola oleh
bank. Salah satu perbedaan prinsip antara bank syari’ah dengan bank
konvensional adalah pada tata cara atau ketentuan pemberian imbalan. Bank
konvensional memberikan imbalan dalam bentuk bunga sedangkan bank syariah
memberikan imbalan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian realisasi imbalan
yang diterima nasabah akan berbeda-beda setiap bulanya, tergantung dari
pendapatan investasi yang dilakukan bank pada bulan bersangkutan. Menurut
Algaoud dan lewis (2001: 64), yang menjadikan sistem bagi hasil boleh dalam
islam, sementara sistem bunga tidak boleh, karena dalam sistem bagi hasil, yang
ditetapkan sebelumnya hanyalah rasio (nisbah), bukan tingkat keuntunganya.
Secara syari’ah ada dua instrumen bagi hasil dalam sistem bank syari’ah
yaitu mudharabah dan musyarakah. Diantara kedua model ini maka mudharabah
adalah metode yang paling umum digunakan. Berdasarkan metode ini, bank islam
akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan peminjam
dana. Dengan penabung bank bertindak sebagai pengelola dana dan disisi lain,
dengan peminjam dana, bank akan bertindak sebagai pemilik dana.
Dalam menjalankan prinsip bagi hasil, ada beberapa faktor penting yang
menentukan besar kecilnya prosentase keuntungan yang akan dibagikan antara
pihak bank dan penabung maupun dengan peminjam dana, faktor-faktor tersebut,
a. Investement rate, merupakan prosentase aktual dana yang diinvestasikan dari
total dana bank.
b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari
berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Investemen rate
dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan, akan
menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.
c. Nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).
Pada dasarnya, menurut Muhammad (2002: 110), bank bagi hasil
memberikan keuntungan pada deposan dengan pendekatan loan to deposit
ratio (LDR), sedangkan bank konvensional dengan pendekatan biaya. Artinya,
dengan mengakui pendapatan, bank syariah menimbang rasio antara dana
pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan, serta pendapatan yang
dihasilkan dari perpaduan dua hal tersebut. Sedangkan bank konvensional
langsung menganggap semua bunga yang diberikan adalah biaya, tanpa
memperhitungkan berapa pendapatan yang dapat dihasilkan dari dana yang di
himpun tersebut. Maka dalam hal ini, bank syariah terdapat unsur ketidak
pastian dalam memperoleh keuntungan, karena berapa rupiah pendapatan riil
yang akan diperoleh nasabah sangat bergantung kepada pendapatan yang akan
diperoleh bank.
Maka agar tetap dapat bersaing dengan bank konvensional, bank
syariah memberikan special nisbah yang kira-kira indikasinya sama dengan
special rate pada bank konvensional. Caranya dengan mengurangi porsi bank
nisbah yang diberikan hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut
(Muhammad, 2002: 111):
1. Nisbah bagi hasil
2. Bobot
3. Pendapatan
4. Rata-rata saldo harian produk simpanan
Dengan demikian, jelas bahwa bank syariah tetap menguntungkan dan memberi bagian keuntungan yang adil kepada semua pihak yang terlibat,
yaitu nasabah (debitur/deposan) dan bank. Keuntungan yang diperoleh bukan berdasarkan bunga yang dihitung terhadap saldo simpanan atau beasarnya kredit, namun persen dari pendapatan riil nasabah debitur dan bank. Perbedaan
bank diakui pada saat bagi hasil diterima (cash based) bukan bunga yang masih akan diterima (accural based).
Cara menghitung penentuan tingkat bagi hasil menggunakan rumus sebagai berikut:
2.2.10.2. Sumber dan Alokasi Pendapatan
Bank memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi antara unit-unit yang
tersebut mendapat keuntungan besar baik untuk nasabah atau pihak bank. Sumber dana yang telah diperoleh pihak bank bank syariah akan dialokasikan pada berbagai portofolio pembiayaan yang ada di bank syariah, maka sumber
pendapatan bank syariah dapat diperoleh dari:
1. Bagi hasil denganakad kerja sama mudharabah atau musyarakah
2. Margin atau keuntungan dari akad jual beli atau mudharabah
3. Hasil sewa atau akad ijarah
4. Fee atau biaya administrasi atas jasa-jasa yang diberikan oleh pihak bank
terhadap masyarakat
2.2.10.3 Likuiditas Bank
Secara umum likuiditas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
memenuhi kuwajiban membayar uang kas apabila diperlukan. Definisi ini bersifat
umum dan mungkin dapat diperlakukan pada perorangan atau lembaga
perusahaan apasaja termasuk perusahaan perbankan dalam pengertian seperti itu,
likuiditas mempunyai peranan yang penting bagi suatu perusahaan.
Asas likuiditas yaitu suatu asas yang mengharapkan bank untuk tetap dapat
menjaga likuiditasnya, karena suatu bank yang tidak likuid akibatnya akan parah
yaitu hilangnya kepercayaan dari para nasabahnya karena sebagian dana yang
dimiliki dan disalurkan dalam bentuk kredit maupun pembiayaan yang berasal
dari masyarakat.
Suatu bank dikatakan likuid apabila memenuhi beberapa criteria antara
Bank memiliki cash asset sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk
memenuhi likuiditasnya.
Bank tersebut memiliki asset lainnya yang dapat dicairkan sewaktu-waktu
tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya.
Bank tersebut mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash asset baru
melalui berbagai bentuk hutang.
Hingga demikian pengelolaan likuiditas akan meliputi kegiatan dalam
perencanaan dan penyediaan kebutuhan likuiditas untuk memenuhi ketentuan
penguasa moneter yang berlaku serta dalam rangka memenuhi kebutuhan modal
kerjanya sendiri. (Muljono, 1989:19).
2.2.10.4. Fungsi Likuiditas Bank
Menurut sinkey, adalima fungsi utama likuiditas bank yaitu:
1. Menunjukan dirinya sebagai tempat yang aman untuk menyimpan uang.
2. Memungkinkan bank memenuhi komitmen pinjamannya.
3. Untuk menghindari penjualan aktiva yang tidak menguntunkan.
4. Untuk menghindarkan diri dari penyalahgunaan kemudahan atau kesan
“negative”, dari penguasa moneter karena meminjam likuiditas dari bank
sentral.
5. Memperkecil penilaian resiko ketidakmampuan membayar kewajiban
2.2.11. Jumlah Kantor Bank
2.2.11.1. Kantor Bank Umum
Yang dimaksud dengan jenis-jenis kantor bank dapat dilihat dari luasnya
kegiatan jasa-jasa bank yang ditawarkan dalam suatu cabang bank, luasnya
kegiatan ini tergantung dari kebijaksanaan kantor pusat bank tersebut. Disamping
itu besar kecilnya kegiatan cabang bank tersebut tergantung dari wilayah
operasionalnya.
Banyak sedikitnya kantor bank sangat mempengaruhi besar kecilnya
tingkat oprasional suatu bank.
Adapun beberapa jenis kantor bank yang dimaksud :
1. Kantor pusat
Merupakan kantor semua kegiatan perencanaan sampai pada pengawasan
terdapat di kantor ini, setiap bank memiliki satu kantor pusat dan kantor pusat
tidak melakukan kegiatan operasional sebagaimana kantor bank lainnya, akan
tetapi mengendalikan jalanya kebijaksanaan kantor pusat terhadap
cabang-cabangnya. Dapat diartikan pula bahwa kegiatan kantor pusat tidak melayani
jasa bank kepada masyarakat umum.
2. Kantor cabang penuh
Merupakan salah satu kantor cabang yang memberikan jasa bank yang paling
lengkap. Dengan kata lain semua kegiatan perbankan ada di kantor cabang
penuh dan biasanya kantor cabang penuh membawahi kantor cabang