PEMANFAATAN TEMPURUNG KEMIRI SEBAGAI
BAHAN KARBON AKTIF DALAM PENYISIHAN
LOGAM BESI (Fe) PADA AIR SUMUR
O l e h :
NUNIK PRABARINI
0952010025
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J ATIM
SURABAYA
PEMANFAATAN TEMPURUNG KEMIRI SEBAGAI
BAHAN KARBON AKTIF DALAM PENYISIHAN
LOGAM BESI (Fe) PADA AIR SUMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (ST.)
Program Studi Teknik Lingkungan.
Oleh :
NUNIK PRABARINI 0952010025
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J ATIM
SURABAYA
2013
BAHAN KARBON AKTIF DALAM PENYISIHAN
LOGAM BESI (Fe) PADA AIR SUMUR
oleh :
NUNIK PRABARINI
0952010025Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Program Studi Teknik Lingkungan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal : ...2013
Pembimbing Penguji I,
Ir. Yayok
NIP. 19620501 198803 1 00 1 Ir. DG Okayadnya Wijaya, MT
NIP. 19571105 198503 1 00 1 Penguji II
Dr. Ir. Munawar, MT
NIP. 19600401 198803 1 00 1 Penguji III
Ir. Tuhu Agung R., MT
NIP. 19620501 198803 1 00 1
Mengetahui,
NIP. 19590729 198603 2 00 1
Puji Syukur, Atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pemanfaatan Tempurung Kemiri Sebagai Bahan Karbon Aktif Dalam Penyisihan Logam Besi (Fe) Pada Air Sumur
Adapun tujuan penyusunan skripsi ini adalah sebagai tanggung jawab untuk memberikan hasil setelah secara langsung melakukan penelitian serta sebagai salah satu usaha memenuhi salah satu syarat penting kelulusan mahasiswa strata satu Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Selama menyelesaikan tugas ini, saya telah banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ir. Naniek Ratni J.A.R., Mkes. selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 2. Dr. Ir. Munawar Ali, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan. 3. Ir. Dewa Gede Oka Yadnya, MS selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
selalu memberi waktu dan kesempatan untuk membimbing saya.
4. Juli Winarti, ST yang membing saya di dalam menjalankan penilitian di
7. Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan dan tambahan. 8. Sahabat dan teman-teman kos yang selalu memberi semangat dan
dukungan
ii
dan saya masih sangat menyadari bahwa tugas skripsi saya ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila di dalam penyusunan laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami oleh para pembaca.
Surabaya, 9 Oktober 2013
Penyusun
Kata Pengantar……….. i
Daftar Isi ………. . iii
Daftar Tabel ………. v
Daftar Grafik ………. .. vi
Intisari ... vii
Abstract ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 Latar Belakang ... 1
I.2 Perumusan Masalah ... 2
I.3 Tujuan Penelitian ... 3
I.4 Manfaat Penelitian ... 3
I.5 Ruang Lingkup ... 3
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ... 5
II.1 Tinjauan Studi ... 5
II.1.1 Kemiri ( Aleurites Moluccana ) ... 7
II.1.2 Adsorpsi ... 9
II.2 Landasan Teori ... 22
II.2.1 Karbon Aktif ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
III.1. Bahan Penelitian... 31
III.2. Peralatan Penelitian ... 32
III.3. Variabel Penelitian ... 33
III.4. Parameter yang Diamati ... 33
III.5. Prosedur Kerja ... 33
iv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37 IV.1. Penurunan Kadar Fe dengan Variasi Proses Aktivasi ... 37 IV.2. Perbandingan Kemampuan Penyisihan Adsorpsi ... 40 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...
V.1 Kesimpulan ... 43 V.2 Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Analisis Tempurung Kemiri ... 9 Tabel 4.1 Pengaruh Konsentrasi Aktivator H2SO4 (%) dan Waktu Perendaman
(jam) Terhadap Penyisihan Kandungan Fe (mg/l) ... 44 Tabel 4.2 Pengaruh Prosentase Aktivator H2SO4 (%) dan Waktu Perendaman
(jam) Terhadap Penyisihan Kandungan Fe (mg/l) ... 44 Tabel 4.3 Perbandingan Karbon Aktif Tempurung Kemiri dan Tempurung Kelapa
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kemiri ... 8
Gambar 2.2 Proses Adsorpsi ... 11
Gambar 3.1 Tungku Karbonisasi ... 31
Gambar 3.2 Skema Pembuatan Karbon Aktif ... 32
Gambar 3.3 Kerangka Penelitian ………... 36
Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Konsentrasi Aktivator dan Waktu Perendaman Terhadap Penyisihan Fe ……….. 39
Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Karbon Aktif Tempurung Kemiri dan Tempurung Kelapa dalam Penurunan Logam Fe ……….... 41
Arang aktif dapat dibuat dan tempurung kemiri yang ada saat ini masih berupa limbah. Pengolahan tempurung kemiri sebagai arang aktif adalah salah satu cara mudah untuk menambah nilai ekonomis. Arang aktif dibuat dengan proses karbonisasi suhu rendah didalam furnace. Arang hasil karbonisasi tersebut kemudian diaktifkan dengan asam kuat, setelah itu dianalisis daya serap arang aktif terhadap penyisihan Fe yang terkandung dalam air sumur.
Kualitas arang aktif tergantung pada proses karbonisasi dan proses aktivasi. Dalam penelitian ini aktivator yang dipakai adalah H2SO4 dengan
konsentrasi 1, 3, 5, 7, dan 9% dan waktu perendaman 8, 12, 16, 20, dan 24 jam. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil terbaik yaitu pada suhu karbonisasi 400oC selama 1 jam, waktu perendaman 24 jam dan konsentrasi aktivator 9%, menghasilkan penjerapan terbaik logam Fe pada air sumur sebesar 91,38%.
viii
ABSTRACT
Active charcoal can be made and candlenut shell, what in this time still in the
form of waste. Candlenut shell processing as charcoal active is one of easy way to
add economic point. Active charcoal made with process of carbonation low
temperature in furnace. Charcoal result of the pirolisis then activated with strong
acid, afterwards analysed the active charcoal absorption of Fe provision
contained in well water.
Active charcoal quality clings to carbonation process and activation process. In
this research activator which is used is H2SO4 with concentration 1, 3, 5, 7, and
9% and soaking time 8, 12, 16, 20, and 24 hours. Research can be concluded that
best result wich is on carbonation temperature 400oC up to 1 hours, soaking time
24 activator hour and concentration 9%, resulting the best adsorption of Fe on
well water of 91,38%.
Keyword : candlenut shell, active charcoal, adsorption, ion Fe consentration
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kemiri adalah salah satu komoditi yang banyak ditanam di Indonesia
dengan perkembangannya demikian pesat. Tumbuhan kemiri hidup di daerah
tropis dan subtropik sehingga dapat ditanam di tanah rendah dan pegunungan,
baik yang subur maupun tanah yang kurang subur. Pemanfaatan buah kemiri
sebenarnya sudah banyak diteliti terutama bijinya yaitu untuk minyak rambut
dan minyak lampu, sedangkan kulitnya dibuang.
Jumlah produksi buah kemiri di Indonesia pada tahun 2002 menurut
Biro Pusat Statistik adalah sebesar 1.703.362 Kg (BPS, 2002). Untuk
mengatasi peningkatan produksi sampah karena keterbatasan lahan tempat
pembuangan akhir (TPA), maka upaya yang dikembangkan untuk mengolah
beberapa hasil sampingan seperti tempurung kemiri agar dapat diolah menjadi
produk yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, seperti tempurung kemiri
yang sangat potensial untuk diolah menjadi arang aktif.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pemanfaatan tempurung kemiri
menjadi karbon aktif dan diuji untuk menurunkan kadar besi (Fe) dalam air
sumur yang mengandung besi (Fe), dimana tempurung kemiri yang
sebelumnya terbuang dan sedikit dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan karbon aktif. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa
prosentase massa buah kemiri menjadi tempurungnya sebesar 64,57% dan
tergolong sangat tinggi bila dibandingkan dengan tempurung kelapa dan
tempurung kelapa sawit yang tidak lebih dari 30%. Hal ini tentunya
menunjukkan bahwa tempurung kemiri memang sangat potensial untuk
2
penelitian ini dengan penelitian – penilitian sebelumnya yaitu pada penelitian
ini proses pembuatan karbon aktifnya dilihat dari pengaruh proses aktivasi
dan waktu perendamannya terhadap penyisihan besi (Fe) pada air sumur.
Kandungan Besi (Fe) sebagai parameter uji kemampuan adsorbsi
karbon aktif tempurung kemiri dalam air sumur ini karena sifat besi yang
merupakan logam berat yang cukup mengganggu sebagai air bersih.
1.2Rumusa n Masalah
Berdasarkan latar belakang yang mendasari penelitian ini, maka dapat
dirumuskan permasalahan yang ada sebagai berikut:
1. Tempurung kemiri yang sebelumnya terbuang serta tak bernilai ekonomi
memungkinkan untuk diolah menjadi karbon aktif
2. Dalam pembuatan menjadi karbon aktif dipelajari pengaruh asam sulfat
sebagai larutan aktivator dan waktu perendaman yang terbaik yang dapat
menyisihkan Fe terbanyak
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Membuat karbon aktif dari tempurung kemiri sehingga lebih bernilai
ekonomis
2. Mengetahui konsentrasi aktivator dan waktu perendaman terhadap mutu
arang aktif yang dihasilkan dalam proses pembakaran
3. Mengetahui kemampuan karbon aktif tempurung kemiri dalam
menurunkan logam besi yang terkandung dalam air sumur
1.4Manfaat Penelitian
1. Menjadi alternatif lain karbon aktif yang selama ini berbahan tempurung
kelapa, kayu bakar, dan lain-lain.
2. Meningkatkan nilai ekonomis limbah tempurung kemiri
1.5RuangLingkup
Untuk membatasi agar dalam penelitian masalah nantinya tidak
menyimpang dari ruang lingkup yang ditentukan, maka akan ditetapkan:
1.Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium
2.Bahan utama yang digunakan berupa limbah tempurung kemiri yang
didapatkan dari petani kemiri di daerah Dinoyo
3.Pengujian hasil (karbon aktif) menggunakan air sumur yang
mengandung besi (Fe) yang berasal dari Perumahan Tropodo
Regency Surabaya sebagai bahan uji
4.Membandingkan kemampuan karbon aktif tempurung kemiri dengan
karbon aktif tempurung kelapa pada kondisi proses yang sama dalam
5
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Studi
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 yang mengatur tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air telah menetapkan standar baku mutu air bersih yang menunjukkan suatu air bersih telah memenuhi persyaratan kesehatan. Untuk logam besi mempunyai standar baku mutu 1,0 mg/l. Apabila kadar logam berat itu melebihi baku mutu, maka air bersih tersebut tidak memenuhi syarat dan harus dilakukan pengolahan sebelum dipakai untuk keperluan sehari-hari terutama untuk dikonsumsi.
Karbon aktif merupakan salah satu bahan alternatif yang digunakan untuk mengurangi kadar logam besi dan mangan pada air. Karbon aktif atau sering juga disebut sebagai arang aktif adalah suatu jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Hal ini bisa dicapai dengan mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Hanya dengan satu gram dari karbon aktif, akan didapatkan suatu material yang memiliki luas permukaan kira-kira sebesar 500 m2 (di dapat dari pengukuran adsorpsi gas nitrogen). Biasanya pengaktifan hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaannya saja, namun beberapa usaha juga berkaitan dengan meningkatkan kemampuan adsorbsi karbon aktif itu sendiri sehingga mampu menyerap sejumlah pengotor dalam air. Karbon aktif bisa dibuat dari tongkol jagung, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, tempurung kelapa, sabut kelapa, sekam padi, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2004), karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa efektif sebagai penyerap
(absorben) logam besi dan mangan dalam air sumur gali di Kartasura, Sukoharjo. Kadar logam besi tersebut mengalami penurunan hingga 91,69%.
Hasil penelitian yang juga pernah dilakukan oleh Erni Misran (2009), karbon aktif yang terbuat dari kulit coklat mempunyai kemampuan adsorbsi sebesar 70,10 % pada ion Pb.
Menurut Jannati dalam Rajagukguk (2011), kulit singkong juga dapat dijadikan sebagai karbon aktif karena kulit singkong yang berwarna putih mengandung 59,31% karbon.
Adapun pembuatan karbon aktif dari batang jagung dan aplikasinya sebagai penjerap ion tembaga mampu menghasilkan kapasitas jerapan sebesar 25,1 mg/g.
2.1.1 Kemiri ( Aleurites Moluccana )
Kemiri (Aleurites Moluccana) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena tanaman ini sangat serba guna (Rossita, 2006). Tinggi batang dari pohon kemiri ini bisa mencapai 35 meter dan diameter batang bisa mencapai 1 meter. Batang tumbuhan ini mempunyai kulit luar berwarna kelabu serta beralur tetapi dangkal dan tidak mengelupas. Tanaman kemiri ini juga rata-rata berdiameter 1,5 – 2 cm. Pada usia 3,5 – 4 tahun tanaman kemiri sudah mulai berbuah dan pada saat usia 5 tahun, produksi kemiri rata-rata tiap pohonnya sebesar 400 kg/pohon.tahun (Anonim.2012)
7
yang telah kering dimasukkan kedalam mal yang terbuat dari pelepah pohon pinang. Kemudian dibenturkan pada sebuah batu yang telah disiapkan.
Gambar 2.1
Tempurung kemiri merupakan hasil sampingan dari kegiatan perkebunan kemiri, tepatnya hasil dari proses pengambilan bijinya. Karakteristik tempurung kemiri adalah mempunyai sifat yang sangat keras dengan permukaan kasar dan beralur. Tempurung ini sangat cocok untuk dijadikan bahan baku dari karbon aktif karena memiliki kandungan selulose, hemiselulose, dan lignin. Sebuah pohon kemiri dapat menghasilkan 20 – 25 kg daging buah kemiri. Daging buah kemiri di Surabaya untuk dijadikan bahan dasar kosmetik dan minyak rambut. Disamping itu, daging buah kemiri dapat dipakai juga sebagai bumbu masak dan obat tradisional.
Analisis unsur kandungan tempurung kemiri ditunjukkan di dalam Tabel 2.1. Analisis unsur menunjukkan bahwa kandungan unsur karbon dalam persen yang berbeda dengan kandungan bahan lignoselulosa lainnya seperti kayu dan biji ceri.
Tabel 2.1. Analisis Unsur Tempurung Kemiri menggunakan kekuatan molekul atau ion pada permukaan fluida atau padatan yang tidak seimbang sehingga tidak terjadi peristiwa penjerapan atau akibat adanya gradien konsentrasi yang rendah. Bahan yang dijerap disebut sebagai adsorbat (solute) sedangkan bahan yang menjerap disebut sebagai bahan adsorbent (fase pengadsorpsi) (Sembiring et all, 2003).
Menurut Reynold dan Richard, 1996 adsorbsi diartikan sebagai proses dimana adsorbent menyisihkan substansi dari air artinya pengumpulan substansi pada permukaan dari padatan adsorben. Sebuah proses penyisihan dimana partikel-partikel terikat pada permukaan partikel adsorben baik dengan gaya tarik kimia maupun fisika.
9
logam berat yang ada dalam air sumur. Salah satu contoh dari proses ini adalah penggunaan karbon aktif (Sembiring et all, 2003).
a. J enis Adsorbsi
Proses adsorbsi pada umumnya terjadi pada konsentrasi tak seimbang hingga mencapai kondisi stabil. Proses ini dapat terjadi pada padat-padat, gas-padat, cair-cair, dan cair padat. Adsorbsi berlangsung sampai konsentrasi dalam larutan seimbang. Berat material penyerap berhubungan dengan konsentrasi yang tersisa dalam larutan.
Kecepatan penjerapan tergantung dari: - Bertambahnya konsentrasi penjerap
- Mengecilnya molekul penjerap dan bertambah luasnya permukaan dari penjerap.
Untuk karbon aktif (granular) harus menembus saluran dalam karbon dalam waktu lama diharapkan dapat mencapai kesetimbangan. Komponen yang diadsorbsi atau adsorbat melekat sedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu secara menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak mengadsorbsi komponen-komponen lain (Andriyati, 2005)
Gambar 2.2 Proses Adsorpsi
Proses adsorbsi pada umumnya dapat dibagi menjadi: 1) Adsorbsi Fisika (Van Der Waals)
Adsorbsi fisika adalah suatu proses penjerapan dimana daya tarik Van Der waals atau gaya tarik yang lemah antar molekul menarik bahan terlarut dari larutan adsorbat kedalam permukaan adsorben. Setelah bahan
terlarut terikat didalam karbon maka bahan terlarut tersebut telah tersisihkan dari dalam air (Reynold dan Richard, 1996). Molekul yang teradsorbsi bebas bergerak disekitar permukaan adsorben dan tidak hanya menetap di satu titik. Apabila gaya tarik molekuler antara zat terlarut dengan adsorben itu lebih besar daripada gaya tarik antara zat terlarut dengan pelarut, maka zat terlarut akan teradsorbsi di permukaan adsorben (Slamet dan Masduki, 2000).
Energi aktivasi untuk terjadinya adsorbsi fisika biasanya adalah tidak lebih dari 1 kkal/gr-mol, sehingga gaya yang terjadi pada adsorbsi fisika termasuk lemah. Adsorbsi fisika dapat berlangsung di bawah temperatur kritis adsorbat yang relatif rendah sehingga panas adsorbsi yang dilepaskan juga rendah yaitu sekitar 5 – 10 kkal/gr-mol gas, lebih rendah dari panas adsorbsi kimia.
2) Adsorbsi Kimia
Penjerapan ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang jauh lebih besar daripada penjerapan fisika. Ikatan adsorbat pada adsorbsi kimia biasanya terjadi tidak lebih satu lapisan (monolayer). Secara normal bahan yang teradsorbsi membentuk lapisan diatas permukaan berupa molekul-molekul yang tidak bebas bergerak dari satu permukaan ke permukaan lainnya. Jika permukaan tertutup oleh lapisan monomolekuler, kapasitas adsorben telah habis (Slamet dan Masduki, 2000). Adsorbsi kimia menyebabkan terbentuknya suatu lapisan pada permukaan adsorben yang mempunyai sifat kimia lain sebagai akibat adanya reaksi antara adsorbat dengan adsorben. Pada proses kimia energi panas yang dibutuhkan untuk proses pengikatan sama dengan energi panas yang dilibatkan pada reaksi kimia, karena itu adsorbsi kimia mempunyai kemampuan adsorbsi lebih besar (Andriyati, 2005)
3) Adsorbsi Pertukar an
11
adsorbsi ini. Ion akan terkonsentrasi di permukaan adsorben sebagai hasil tarikan elektrostatik ke tempat yang bermuatan berlawanan di permukaan. Pada umumnya ion dengan muatan yang lebih besar, seperti ion valensi tinggi, akan tertarik lebih kuat menuju tempat yang bermuatan berlawanan daripada molekul-molekul yang bermuatan lebih kecil, seperti ion monovalen. Ion yang berukuran lebih kecil juga mempunyai tarikan yang lebih besar (Slamet dan Masduki, 2000)
b. Kinetika Adsorbsi
Kinetika adsorbsi dapat dijelaskan sebagai masuknya molekul adsorbat dari larutan (fase cair) ke dalam pori-pori bahan adsorben (fase padat). Secara garis besar, mekanisme adsorbsi dapat berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu (Kurniawan, 2000) :
- Molekul-molekul adsorbat dipindahkan (transferred) dari bagian terbesar
(bulk phase) larutan kepermukaan antara (interphase) dua fase dari adsorben. Fase ini disebut sebagai difusi film (film diffusion) atau difusi eksternal (exterior diffusion)
- Molekul-molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan antara
(interphase) ke permukaan luar dari adsorben (exterior surface)
- Molekul-molekul adsorbat dipindahkan dari permukaan luar dari adsorben menyebar menuju pori-pori dari adsorben. Fase ini disebut sebagai difusi pori (pore diffusion)
- Molekul-molekul adsorbat menempel pada permukaan pori-pori adsorben.
c. Faktor – Faktor Yang Mempengar uhi Adsorbsi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kapasitas adsorbsi dan kecepatan adsorbsi, diantaranya adalah:
1) Luas permukaan dari adsorben (ukuran partikel)
Proses adsorbsi terjadi di permukaan partikel. Besarnya adsorbsi akan proporsional terhadap luas permukaan yang ada. Ukuran partikel karbon mempengaruhi kecepatan adsorbsi, kecepatan adsorbsi akan meningkat dengan ukuran partikel yang semakin kecil. Oleh karena itu,
kecepatan adsorbsi karbon berbentuk powder lebih besar daripada karbon berbentuk granular. Sedangkan kapasitas adsorbsi total tergantung dari luas permukaan total (Benefield, 1987 dalam Rossita, 2006)
2) Karakteristik Adsorben
Karakteristik fisik – kimia dari adsorben akan mempengaruhi kecepatan dan kapasitas adsorbsi. Salah satunya adalah ukuran pori. Ukuran pori ini sangat penting dalam proses adsorbsi karena mempengaruhi molekul-molekul adsorbat yang dapat diserap kedalam partikel adsorben. Apabila ukuran molekul-molekul adsorbat lebih kecil daripada ukuran pori partikel adsorben, maka akan lebih banyak jumlah adsorbat yang dapat diserap. Kandungan atau karakteristik karbon aktif tergantung dari bahan baku yang digunakan dalam pembuatannya (Abderasool, 1992).
3) Karakteristik Adsorbat
Ada banyak karakteristik adsorbat yang berpengaruh terhadap proses adsorbsi. Beberapa diantaranya adalah kelarutan, ukuran molekul adsorbat, polaritas adsorbat. Dalam proses adsorbsi dari suatu larutan, kelarutan dari zat terlarut merupakan faktor penentu dalam kesetimbangan adsorbsi. Pada umumnya larutan yang bersifat hidrofilik akan lebih sukar untuk diadsorbi dibanding dengan larutan yang bersifat hidrofobik (Culp and Culp, 1974 dalam Rossita, 2006)
4) pH (tingkat keasaman)
Pada umumnya, adsorbsi polutan organik tertentu dalam air akan meningkat dengan menurunnya nilai pH. Hal ini disebabkan karena terjadinya netralisasi dari muatan-muatan negative pada permukaan karbon dengan meningkatnya konsentrasi ion hidrogen, sehingga menyediakan permukaan aktif pada karbon yang lebih banyak.
Nilai pH optimum untuk setiap proses adsorbsi berbeda-beda dan dapat diperoleh melalui penelitian laboratorium.
13
Karena adsorbsi merupakan proses kinetik, perubahan temperatur dapat merubah kecepatan adsorbsi / penghilangan. Kecepatan adsorbsi akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan berkurang menurunnya temperatur.
6) Konsentrasi adsorbat
Ketergantungan konsentrasi terhadap kecepatan adsorbsi digunakan untuk menentukan kecepatan batas dalam reaksi.
7) Ukuran molekul adsorbat
Ukuran-ukuran molekul adsorbat akan berpengaruh terhadap proses adsorbsi, karena secara prinsip molekul-molekul adsorbat harus dapat terserap kedalam pori-pori adsorben. Tingkat adsorbsi akan semakin besar dengan semakin besarnya diameter pori dan semakin kecilnya ukuran molekul adsorbat, sehingga dimungkinkan molekul-molekul adsorbat dapat masuk kedalam pori-pori adsorben.
8) Waktu kontak
Waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben sangat mempengaruhi suatu proses adsorbsi. Semakin lama waktu kontak yang terjadi pada suatu proses adsorbsi maka akan semakin besar adsorbat yang teradsorbsi.
9) Agitasi (Pengadukan)
Kecepatan adsorbsi selain dipengaruhi oleh difusi film dan difusi pori juga dipengaruhi oleh jumlah pengadukan dalam sistem tersebut. Jika proses agitasi yang dilakukan relative kecil maka tahapan proses adsorbsi hanya terjadi hingga tahapan difusi film.
d. Model Adsorbsi
Pada proses adsorbsi, telah banyak model dikembangkan, tetapi pengembangan model-model itu tidak lepas dari model adsorbsi yang umum digunakan, yaitu model Langmuir atau Freundlich (Slamet Agus et all, 2000).
1) Model Langmuir
Model adsorbsi langmuir mendefinisikan bahwa kapasitas adsorbsi maksimum terjadi akibat adanya lapisan tunggal (mono layer) adsorbat dipermukaan adsorben. Tipe isoterm Langmuir merupakan proses adsorbsi yang berlangsung secara kimiasorbsi satu lapisan. Kimiasorbsi adalah adsorbsi yang terjadi melalui ikatan kimia yang sangat kuat antara sisi aktif permukaan dengan molekul adsorbat dan dipengaruhi oleh densitas elektron (Husin et all, 2007). Ada empat asumsi dasar yang digunakan dalam model ini, yaitu:
- Molekul diadsorbsi oleh site (tempat terjadinya reaksi di permukaan adsorben) yang tetap.
- Setiap site “memegang” satu molekul adsorbat. - Semua site mempunyai energi yang sama
- Tidak ada interaksi antara molekul yang teradsorbsi dengan site sekitarnya.
Setiap lapisan menjerap menurut model tipe Langmuir:
...
( 2.1 )Dengan x/m adalah besarnya adsorbat yang teradsorbsi oleh adsorben dalam satuan mg/gr, qm adalah maksimum adsorbat yang
teradsorbsi, b adalah konstanta langmuir (l/mg) dan C adalah konsentrasi adsorbat di air pada saat kesetimbangan. Dengan ekseperimen laboratorium, kapasitas adsorbsi maksimum (qm) dan konstanta Langmuir
(b) dapat diperoleh. 2) Model Freundlich
15
paling umum digunakan adalah isoterm Freundlich yang lebih baik dalam mencirikan kebanyakan proses adsorbsi (Husin et all, 2007).
Model adsorbsi Freundlich merupakan model eksponensial.
...
( 2.2 )Dengan Kf merupakan koefisien adsorbsi Freundlich. Karena
sebagian besar model yang digunakan dalam pengolahan air adalah model reaksi yang tidak mengalami keadaan setimbang, maka konsep yang digunakan untuk menjelaskan proses adsorbsi adalah model kecepatan, yang merupakan model kecepatan reaksi.
3) Model BET (Bruneauer, Emmett, dan Teller)
Model BET (Bruneauer, Emmett, dan Teller) mengasumsikan bahwa dipermukaan adsorben terakumulasi sejumlah lapisan adsorbat, sehingga disebut adsorbsi banyak lapisan (multilayer).
...
( 2.3 )Dengan Cs adalah konsentrasi jenuh dalam larutan.
e. Sistem Adsorbsi
Setiap bahan yang dipakai sebagai adsorben harus teruji dahulu kemampuan adsorbsinya terhadap adsorbat tertentu. Untuk mendapatkan kapasitas optimum, perlu dilakukan studi adsorbsi di laboratorium dengan cara batch atau kontinyu.
1) Sistem Batch
Studi adsorpsi menggunakan sistem batch dilakukan dalam sejumlah gelas erlenmeyer yang berisi larutan yang megandung zat tertentu yang akan di adsorbsi pada konsentrasi dan volume tertentu. Pada tiap-tiap tabung dibubuhkan sejumlah adsorben dengan berat yang bervariasi.
Adsorbsi sistem batch dioperasikan secara fill and draw atau disebut juga dengan sistem SBR (sequencing batch reaktor) (Slamet Agus et all, 2000). Tujuan dari sistem ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari adsorbat yang dinyatakan dalam hubungan antara penurunan adsorbat ( ion yang di pisahkan) dan berat adsorben dalam suatu koefisien dari persamaan yang ada.
Data yang diperoleh dapat diolah dengan model adsorpsi tertentu, tergantung dari asumsi dasar dari tiap-tiap model adsorbsi dan adorben atau adsorbat yang digunakan. Dengan formula yang ada, koefisien atau parameter model dapat diperoleh. Koefisien ini dapat digunakan dalam disain kolom adsorbsi untuk percobaan secara kontinyu.
2) Sistem Kontinyu
Studi adsorbsi dengan sistem kontinyu dilakukan dalam sebuah kolom adsorbsi skala laboratorium. Percobaan ini digunakan untuk menentukan:
- Waktu operasi adsorbsi
- Volume air terolah sebelum tercapainya breathrough - Kehilangan tekanan melalui kolom
- Bentuk kurva exhaustion
Proses studi kolom adsorbsi dilakukan dengan memilih karakteristik adsorben yang sesuai, lalu setelah itu menguji tingkat pengolahan efektifitas penjerapan.
f. Besi (Fe) Dalam Air Sumur
17 tetapi dalam air tanah kadar besi dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi yang tinggi dapat dirasakan dan dapat menodai kain dan perkakas dapur. Hal itu juga dapat ditemui pada air permukaan yang mengandung besi lebih banyak.Kadar besi dalam air tersebut juga dapat disebabkan karena adanya pipa-pipa saluran air yang berkarat.
Pada air permukaan jarang ditemui kadar besi lebih besar dari 1 mg/l, tetapi dalam air tanah kadar besi dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi besi yang tinggi dapat dirasakan dan dapat menodai kain dan perkakas dapur. Hal itu juga dapat ditemui pada air permukaan yang mengandung besi lebih banyak. Kadar besi dalam air tersebut juga dapat disebabkan karena adanya pipa-pipa air yang berkarat.
g. Pr insip Analisis Besi
Didihan dalam asam dan hidroksilamin serta penggabungannya dengan 1,10 fenantrolin akan mengubah semua zat besi menjadi Fe2+ yang terlarut. Tiga molekul fenantrolin bergabung dengan satu molekul Fe2+ membentuk ion kompleks berwarna orange-merah.
Sistem warna tersebut mengikuti hukum Beer: sinar cahaya dengan panjang gelombang yang tertentu yaitu 510 nm, akan diserap (diadsorbsi) larutan secara proporsional dengan jarak perjalanannya didalam larutan dan dengan kadar kompleks yang berwarna orange-merah ini. Adsorbsi tersebut dapat diukur melalui alat spektrofotometer.
Warna kompleks tersebut tidak dipengaruhi oleh pH larutan bila nilai pH antara 3 dan 9. Konsentrasi besi, dapat diketahui dengan membandingkannya dengan 5 larutan standar referensi yang mengandung kadar besi yang telah diketahui dan yang meliputi skala adsorbsi spektrofotometer.
h. Pr esentase Penyisihan
Presentase penyisihan dapat diperoleh setelah data hasil diperoleh. Data hasil merupakan kandungan terakhir dalam limbah yang setelah melalui proses adsorbsi. Rumusnya seperti berikut:
………..
(2.4)Dengan Ca adalah konsentrasi awal dan Co adalah konsentrasi akhir. 2.2 Landasan Teori
Dalam penelitian ini teori-teori yang mendukung akan dijelaskan pada landasan teori.
2.2.1 Karbon Aktif
Arang aktif adalah karbon-karbon tak berbentuk yang diolah secara khusus untuk menghasilkan luas permukaan yang sangat besar, berkisar antara 300-2000 m3/gr. Luas permukaan yang besar dari struktur dalam pori-pori karbon aktif dapat dikembangkan, struktur ini memberikan kemampuan karbon aktif menyerap (adsorbsi) gas-gas dan uap-uap dari gas dan dapat mengurangi zat-zat dari liquida. (Kirk Othmer, 1992)
19
aktif. Struktur permukaan pori internal dari karbon aktif terdiri dari beberapa jenis gugus fungsional, yaitu gugus karboksil ( - COOH ), gugus hidroksil sebagai phenol ( - OH ) dan gugus karbonil yang terdapat pada kuinon ( C = O ). Gugus-gugus ini berinteraksi dengan senyawa atau ion-ion yang ada dalam larutan. Jumlah zat yang dapat teradsorbsi / terikat pada gugus tersebut dipengaruhi oleh beberapa organic antara lain waktu interaksi, konsentrasi adsorbat dan pH larutan.
Menurut Cheremisnoff (1980), efektifitas karbon aktif sebagai penjerap sangat tergantung dari luas permukaan. Struktur pori-pori karbon aktif cenderung luas pada permukaan dan proses adsorbsinya merupakan proses fisika yang hanya berlangsung karena diawali dengan peristiwa difusi.
a. Bahan Karbon Aktif
Sifat adsorbsi karbon aktif bergantung pada jenis dan sifat bahan dasarnya. Karbon aktif dibuat dari bahan yang mengandung minyak. Bahan yang sering digunakan sebagai bahan dasar pembuatan karbon aktif antara lain bahan kayu, tempurung kelapa, gambut, batu bara, biji dari berbagai jenis buah-buahan, aspal, karbon aktif. Tempurung merupakan bahan yang paling banyak digunakan pada pembuatan karbon aktif karena memiliki kapasitas adsorbsi yang besar. Selain itu, butiran granularnya tidak mudah hancur sehingga tidak mengotori, dan struktur mikroporinya sangat terkembang sehingga sangat baik digunakan sebagai adsorben. Dasar pemilihan bahan baku dari karbon aktif yang paling menentukan adalah besar kandungan karbon pada bahan baku tersebut. Kandungan karbon pada suatu bahan setelah melewati proses karbonisasi identik dengan masa arang bahan tersebut (Rossita, 2006)
b. Struktur Karbon Aktif
Struktur karbon aktif menyerupai kristal dari grafit dengan beberapa penyimpangan pada strukturnya. Diantaranya jarak antar interlayer karbon aktif (0,34 – 0.35). Penyimpangan dari karakteristik
grapit disebabkan oleh tingkat kecacatan dan adanya karbonisasi yang terisi oleh tar hasil dekomposisi dan ditutupi oleh karbon amorf (M.Saputro, 2010)
Diperkirakan bahwa karbon aktif tersusun dari partikel-partikel amorf, sehingga terjadi susunan atau pori-pori yang berukuran mikrofor (10 – 100 angstrom) maupun yang berukuran makrofor (lebih besar dari 100 angstrom) (Metcalf & Eddy, 1991)
c. Sifat-sifat karbon aktif ditentukan oleh beberapa hal, antar a lain: - Bahan dasarnya, seperti kayu, tempurung kelapa, tulang binatang - Cara pengaktifannya
- Bentuk karbonnya
Secara umum sifat-sifat karbon aktif adalah berwarna hitam, tidak berasa, mempunyai daya adsorbsi lebih baik daripada karbon yang belum mengalami aktivasi.
Permukaan karbon aktif umumnya bersifat nonpolar, namun kenyataannya menunjukan bahwa beberapa komplek karbon oksigen menyebabkan permukaannya sedikit polar. Jadi dapat ditekankan bahwa sifat kimia permukaan sangat menentukan terjadinya proses adsorbsi.
Peranan luas permukaan dan struktur pori adsorbent mempunyai pengaruh lebih besar. Adsorbsi sangat dipengaruhi oleh permukaan adsorbent maupun sifat adsorbatnya. Permukaan adsorbat cenderung untuk mengikat adsorbat yang sejenisnya (M.Saputro, 2010)
d. J enis Karbon aktif
Berdasarkan bentuk dan penggunaannya, karbon aktif digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu :
- Penggolongan karbon aktif berdasarkan bentuknya yaitu bubuk (powder) dan pellet (granular)
21
Penggunaannya karbon aktif untuk fase liquid biasanya menggunakan karbon aktif berbentuk bubuk. Sedangkan karbon aktif granular untuk adsorbsi gas, tetapi dalam penggunaannya bahwa karbon aktif dalam bentuk granular dapat digunakan dalam lingkup yang lebih luas, yaitu tidak saja dalam fase gas tetapi dalam fase liquid (Sembiring et all, 2003) Berdasarkan ukuran pori-porinya karbon aktif dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:
- Mikropori, dengan ukuran pori-pori 10-1000 angstrom
- Makropori, dengan ukuran pori-pori lebih besar dari 1000 angstrom. (Paul NC and Fred, 1980 dalam Elly Kurniati, 2008)
e. Pembuatan Karbon Aktif
Proses pembuatan karbon aktif secara umum terbagi menjadi tiga tahap yaitu proses dehidrasi, karbonisasi, dan aktivasi. Ketiga tahapan proses tersebut akan menghilangkan kotoran-kotoran yang menutupi pori-pori arang dari bahan baku dan menghasilkan residu berupa susunan karbon berpori (porous) yang mempunyai luas permukaan pervolumeyang cukup besar (Benefield et.al. dalam Rossita, 2006)
a). Proses dehidrasi dilakukan dengan memanaskan bahan baku sampai suhu 105° C selama 24 jam dengan tujuan untuk menguapkan seluruh kandungan air pada bahan baku tersebut.
b). Tahap kedua adalah proses karbonisasi yaitu pemanasan bahan baku hingga mencapai suhu 400-1100° C tanpa kontak dengan oksigen maupun udara luar. Proses ini disebut juga proses pirolisis yang akan menguraikan suatu zat menjadi 3 komponen pokok yaitu:
- Karbon / arang - Tar dan methanol
- Gas (CO2 , CO , CH4 , H, dan lainnya)
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses karbonisasi : 1) Waktu Karbonisasi
Bila waktu karbonisasi diperpanjang maka reaksi pirolisis semakin sempurna sehingga hasil arang semakin turun tetapi cairan dan gas makin
meningkat.Waktu karbonisasi berbeda-beda tergantung pada jenis-jenis dan jumlah bahan yang diolah.Misalnya : tempurung kelapa memerlukan waktu 3 jam, sekam padi kira-kira 2 jam dan tempurung kemiri 1 jam banyaknya zat-zat terurai dan yang teruapkan. Untuk tempurung kemiri suhu karbonisasi 400° C, dan tempurung kelapa suhu karbonisasi 600° C (Kurniati, 2008)
Pada tahap karbonisasi ini, karbon yang dihasilkan mempunyai struktur pori yang masih lemah. Oleh karena itu arang yang telah dihasilkan dari proses karbonisasi masih memerlukan perbaikan struktur porinya melalui proses aktivasi (Jankowska et.al. dalam Rossita, 2006) c). Proses aktivasi
Mengaktifkan karbon dengan bahan kimia seperti asam sulfat (H2SO4) dan sebagainya merupakan tahapan terakhir dari pembuatan
karbon aktif yang fungsi utamanya adalah memperkuat struktur pori dari arang dan menambah luas permukaan karbon sehingga kemampuan adsorbsi dari karbon tersebut semakin tinggi. Dalam pembuatan karbon aktif ini, proses aktivasi memegang peranan penting. Proses ini dapat dilakukan dengan dua macam metode yaitu Vapor Absorbent Carbon
dan Chemical Impregnating Agent. Pada metode Vapor Absorbent Carbon, proses aktivasi dilakukan dengan mengalirkan uap air / gas CO2
selama karbonisasi dengan suhu berkisar antara 800 - 1000° C. Reaksi yang terjadi antara gas dan uap air sebagai berikut (Jankowska et.al, 1991) :
23
Reksi ini berlangsung secara endoterm karena temperatur dalam pembakaran selalu dipelihara / terjaga oleh pembakaran CO dan H2 dengan
persamaan reksi sebagai berikut:
2 CO + O2 ---- 2CO2 ….. 2.6
2 H2 + O2 ---- 2H2O ….. 2.7
Senyawa organik yang terikat pada bahan karbon akan menguap atom hilang pada pemanasan yang tinggi (Rossita, 2006). Sedangkan pada metode Chemical Impregnating Agent, proses karbonisasi dengan bahan kimia diantaranya ZnCl2, H3PO4, K2S, dan sebagainya. Dalam penelitian
ini digunakan H2SO4 sebagai aktivator karena dengan H2SO4
menghasilkan area permukaan yang lebih tinggi (Demirbas et.al.dalam Rossita, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses aktivasi: - Waktu Perendaman
Perendaman dengan bahan aktivasi ini dimaksudkan untuk menghilangkan atau membatasi pembentukan lignin, karena adanya lignin dapat membentuk senyawa tar. Waktu perendaman untuk bermacam-macam zat tidak sama. Misalnya tempurung kelapa dengan aktivator ZnCl2
direndam selama 20 jam (Tutik M dan Faizah H, 2001). - Konsentrasi Aktivator
Semakin tinggi konsentrasi larutan kimia aktivasi maka semakin kuat pengaruh larutan tersebut mengikat senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi untuk keluar melewati mikro pori-pori dari karbon sehingga permukaan karbon semakin porous yang mengakibatkan semakin besar daya adsorbsi karbon aktif tersebut.
Dalam proses aktivasi penggunaan aktivator asam, basa, maupun garam mempunyai kelebihan mamsing-masing. Karbon aktif yang berasal dari bahan organik kebanyakan menggunakan aktivator asam karena sifatnya yang non polar yang impuritisnya larut dalam asam. Dan karbon aktif yang berasal dari bukan bahan organic menggunakan basa karena hanya menyerap polar.
4) Penggunaan Kembali Karbon Aktif
Karbon aktif memiliki ruang pori sangat banyak dengan ukuran tertentu. Pori-pori ini dapat menangkap partikel-partikel sangat halus (molekul) dan menjebaknya disana. Dengan berjalannya waktu atau lamanya proses, pori-pori karbon aktif pada akhirnya akan jenuh dengan partikel-partikel sangat halus, sehingga tidak akan berfungsi lagi sampai tahap tertentu. Beberapa bentuk karbon aktif dapat direaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan sekali pakai. Reaktivasi karbon aktif sangat tergantung dari metode aktivasi sebelumnya.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku dan bahan penunjang.
1. Bahan Baku
a. Bahan tempurung kemiri didapat dari daerah Dinoyo b. H2SO4 untuk aktivasi karbon tempurung kemiri
c. Sampel air sumur berasal dari Perumahan Tropodo Surabaya 2. Bahan Penunjang
a. Aquadest untuk pengenceran larutan dalam mengaktivasi karbon aktif
Aktivator H2SO4
( 1 ) t: 8 12 16 20 24
Kar bon Aktif
( 3 ) Desikator ( 2 ) Oven Gambar 3.2 Skema Pembuatan karbon Aktif
III.2 Peralatan
1. Pembakaran 7. Gelas ukur 500 ml 2. Penggiling 7. Beaker glass 1000 ml 3. Ayakan 100 mesh 8. Cawan porselin 4. Timbangan digital 9. Kertas saring 5. Oven 10. Corong
6. Desikator
III.3 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tetap dan variabel perlakuan
III.3.1 Var iabel yang ditetapkan
a. Berat bahan kering tempurung kemiri 5 gram b. Suhu karbonisasi ±400°C
c. Waktu karbonisasi 60 menit d. Ukuran 100 mesh
e. Volume sampel air sumur 500 ml f. Kecepatan pengadukan 100 rpm III.3.2 Var iabel Per lakuan
27
III.4 Parameter Yang Diamati
Penurunan logam berat Fe dalam air sumur setelah perlakuan yang dibandingkan dengan karbon aktif dari tempurung kelapa dengan kondisi yang sama.
III.5 Pr osedur Kerja
Penelitian yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu : persiapan percobaan bahan baku dan pembuatan karbon aktif. Penelitian ini menggunakan sistem batch.
III.5.1 Persiapan
a. Tempurung kemiri yang berasal dari petani kemiri di daerah Dinoyo disiapkan secukupnya
b. Menyiapkan larutan H2SO4 masing-masing 1, 3, 5, 7, dan 9 %
c. Air Sumur yang didapat dari daerah Perumahan Tropodo Regency Surabaya
d. Kulit kemiri terlebih dahulu dibersihkan dari isi yang masih menempel kemudian dijemur dibawah sinar matahari
e. Keringkan pada suhu 105°C selama 24 jam
f. Melakukan pembakaran tempurung kemiri dengan suhu ± 400°C tanpa kontak dengan oksigen ( O2 yang terbatas ) sampai menjadi arang yang
berwarna hitam
III.5.2 Percobaan Utama
a. Melakukan proses aktivasi dengan cara arang yang terbentuk direndam dalam larutan H2SO4 dengan konsentrasi 1; 3; 5; 7; 9 % dalam beaker
glass selama 8, 12, 16, 20, 24 jam
b. Setelah aktivatornya dipisahkan, arang dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C selama 3 jam
c. Masukkan dalam desikator. Setelah dingin, arang tersebut dicuci dengan aquadest untuk melepaskan asam
d. Kemudian dikeringkan (dengan cara diangin-anginkan), sampai kering e. Karbon yang telah diaktivasi digerus halus dan diayak dengan ukuran 100
mesh.
III.5.3 Pengujian Karbon Aktif
a. Sampel air sumur diambil kemudian dimasukkan dalam 5 beaker glass masing-masing 500 mL. Konsentrasi Fe dalam air sumur sebelumnya diketahui
b. Masukkan 5 gr adsorben ke dalam masing-masing beaker glass yang telah berisi sampel
c. Aduk sampel dalam beaker glass dengan kecepatan ± 100 rpm selama 60 menit
d. Setelah pengadukan selesai, saring sampel untuk memisahkan adsorben dengan sampel.
29
f. Perlakuan yang sama dilakukan pada karbon aktif tempurung kelapa sebagai pembanding pada kondisi proses yang sama dalam menyisihkan logam Fe
Kerangka Penelitian
Per masalahan
- Tempurung kemiri belum dimanfaatkan - Mahalnya karbon aktif
Pelaksanaan penelitian
Variasi Konsentrasi Larutan Aktivator Variasi Waktu Perendaman
Selesai J udul
Pemanfaatan Tempurung Kemiri sebagai Bahan Karbon Aktif dalam Penyisihan Logam Besi ( Fe ) Pada Air Sumur
Percobaan
Persiapan Alat dan Bahan pembuatan karbon aktif tempurung kemiri
Uji Konsentrasi Fe setelah air sumur Kontak dengan Karbon Aktif
Analisa Data
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian awal kandungan Besi (Fe) air sumur dari perumahan Tropodo
Surabaya diketahui sebesar 6,7150 mg/l. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 kadar Fe yang boleh terkandung dalam air bersih
adalah 1 mg/l. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya penurunan kadar tersebut
hingga mencapai baku mutu air bersih yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
Penggunaan tempurung kemiri yang ditujukkan sebagai karbon aktif dalam percobaan
ini diharapkan mampu menurunkan kadar Fe dalam air sumur tersebut. Pada
penelitian ini digunakan beberapa variasi pengujian.
IV. 1 Penur unan Fe dengan Var iasi Konsentr asi Aktiva tor dan Var iasi Waktu
Perendaman
Pada penelitian ini, variasi yang digunakan dalam proses aktivasi yaitu variasi
konsentrasi aktivator 1%, 3%, 5%, 7%, 9% dan variasi waktu perendaman adalah 8
jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam, 24 jam. Pada proses aktivasi ini waktu kontak,
permukaan adsorben dan kecepatan pengadukan ditetapkan selama 60 menit, 100
mesh dan 150 rpm. Berdasarkan hasil pengujian penurunan kadar Fe dengan variasi
konsentrasi aktivator dan waktu perendaman dapat dilihat pada table 4.1
Tabel 4.1 Pengaruh Waktu Perendaman (jam) dan Konsentrasi Aktivator (%) terhadap Penyisihan Fe (%) Karbon Aktif Tempurung Kemiri
Waktu
20
24
Hasil penelitian tersebut didapatkan dengan menggunakan alat testing lab
atomic absorption spectroscopy (AAS). Maka diperoleh grafik prosentase penyisihan.
Berdasarkan tabel diatas dapat dibentuk grafik penyisihan Fe berdasrkan
konsentrasi aktivator H2SO4 (%) dan waktu perendaman (jam) seperti berikut:
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Waktu Perendaman (jam) Terhadap Penyisihan Nilai Fe (%) Pada Berbagai Konsentrasi Aktivator (%)
Tabel 4.1 menunjukan makin banyak konsentrasi aktifator dan waktu
perendaman makin lama impuritis karbon aktif semakin berkurang yang ditandai
dengan menurunnya konsentrasi akhir larutan Fe. Konsentrasi aktivator sebesar 1%
hasil yang belum memenuhi standar baku mutu yang ada terhadap penurunan Fe
disebabkan karena pori-pori dari adsorben belum berkembang dengan baik, sehingga
belum mampu menyerap Fe. Prosentase penyisihan Fe untuk adsorben tempurung
kemiri meningkat sebesar 91,38% dan pada konsentrasi aktivator 9% dengan waktu
33
Menaikkan konsentrasi aktivator juga berpengaruh terhadap prosentase
penurunan ion Fe dalam air sumur. Seperti pada tabel 4.1 tempurung kemiri dengan
konsentrasi aktivator 9% dan waktu perendaman 24 jam maka prosentase penurunan
berturut-turut yaitu 67,29 %; 73,77 %; 79,73 %; 86, 75 % dan terakhir yaitu 91,38 %.
Ini membuktikan bahwa tinggi prosentase aktivator dan waktu perendaman yang
lama maka ruang untuk penjeraban ion logam semakin besar/banyak.
Penelitian-penelitian terdahulu menjelaskan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi aktivator
yang digunakan maka area permukaan pori akan menjadi lebih besar sehingga lebih
optimum melakukan penyerapan pada proses adsorpsi.
IV. 2 Per bandingan Kemampuan Penyisihan Adsor psi dalam Menur unkan
Logam Fe dar i Tempur ung Kemir i dan Tempur ung Kelapa
Secara keseluruhan, kemampuan adsorpsi terbaik ditunjukan pada kondisi
konsentrasi aktivator 9% dan waktu perendaman 24 jam. Gambar 4.2 menampilkan
perbandingan hasil akhir penyisihan logam Fe pada air sumur untuk karbon aktif
tempurung kemiri dan karbon aktif tempurung kelapa.
Tabel 4.2 Perbandingan Karbon Aktif Tempurung Kemiri dan Karbon Aktif Tempurung Kelapa dalam Penurunan Logam Fe (%)
Waktu
Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Karbon Aktif Tempurung Kemiri dan Tempurung Kelapa dalam Penurunan Logam Fe
Dari Tabel 4.2 didapat hasil terbaik karbon aktif tempurung kemiri dalam
penurunan logam Fe yaitu sebesar 0,5791 mg/l dan karbon aktif tempurung kelapa
yaitu 0,4226 mg/l. Penurunan logam Fe menunjukan peningkatan prosentase adsorpsi
yang berarti juga peningkatan kapasitas adsorben dari arang aktif tempurung kemiri
dan karbon aktif tempurung kelapa. Prosentase adsorpsi dengan waktu kontak 60
menit telah memperoleh kadar Fe pada sampel yang telah memenuhi standar baku
mutu air sehingga untuk waktu kontak berikutnya kurang efektif karena standar baku
mutu air telah terpenuhi dengan waktu kontak yang lebih cepat (60 menit) dengan
hasil pada karbon aktif tempurung kemiri dan karbon aktif tempurung kelapa adalah
91,38% dan 93,71%. Itu dapat dilihat pada tabel 4.2.
Secara umum, kemampuan adsorpsi karbon aktif tempurung kemiri tidak jauh
lebih baik dibandingkan tempurung kelapa dalam menurunkan kadar ion Fe pada air
sumur. Konsentrasi akhir larutan yang lebih rendah serta % adsorpsi yang lebih kecil
menunjukan hal tersebut.
Dalam suatu proses adsorpsi ternyata lamanya waktu kontak juga dapat
35
kontak adalah salah satu variabel yang mempengaruhi proses penyerapan, dimana
waktu kontak merupakan lamanya kontak antara adsorben (karbon aktif) dengan
adsorbat (ion Fe). Semakin lama waktu pengadukan maka semakin besar prosentase
penurunan konsentrasi ion logam berat. Namun meningkatnya waktu pengadukan
juga dapat membuat penurunan konsentrasi ion logam berat tidak signifikan lagi. Ini
dapat terjadi karena jenuhnya adsorben sehingga tidak dapat menjerab ion logam
lebih banyak lagi.
Keunggulan dari karbon aktif yang terbuat dari tempurung kemiri yakni
proses operasi maupun konstruksinya sederhana dan tidak memerlukan biaya yang
besar serta memanfaatkan limbah yang terbuang menjadi barang yang bernilai
ekonomi. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu
terletak pada tahap prosesnya. Penelitian sebelumnya menggunakan sistem continue
dengan prinsip oksidasi partial (Turmuzi, 2005), sedangkan penelitian ini
menggunakan sistem batch.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan serta merujuk pada hasil dan pembahasan
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses adsorpsi terbaik menggunakan tempurung kemiri dengan konsentrasi
aktivator 9% dengan waktu perendaman 24 jam mampu menyisihkan logam
Fe sebesar 91,38%.
2. Konsentrasi aktivator yang lebih besar serta waktu perendaman yang lebih
lama menyebabkan terjadinya peningkatan penjerapan logam Fe.
3. Tempurung kelapa menunjukkan kemampuan adsorpsi yang lebih baik
dengan %-adsorpsi 93,71% dibandingkan dengan tempurung kelapa yang
hanya 91,38%. Namun tempurung kemiri sudah dapat dikatakan sebagai
karbon aktif yang cukup baik.
V.2 Saran
Melihat hasil penelitian ini yang masih jauh dari sempurna maka dapat ditarik
saran sebagai berikut:
1. Penelitian ini pada proses karbonisasi dilakukan dalam suhu 400oC, jadi
untuk mendapatkan kemampuan yang lebih baik perlu dilakukan suhu
karbonisasi yang lebih tinggi.
2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan parameter pencemar
DAFTAR PUSTAKA
Abdelrasool, 1992, “Kinetics of Adsoprtion”, Civil Engineering Departement Ann Arbor Science, Michigan, Colorado. State University
Anonim 2012. Buah Kemiri. http://buahkemiri.com/
Anonim, 2002. Statistik Pertanian Buah Kemiri 2002. Badan Pusat Statistik Indonesia
Hendra, Djeni dan Saptadi Darmawan, 2008, Sifat Arang Aktif Dari Tempurung Kemiri
Husin, Andriati Amir, 2005, “Limbah Untuk Bahan Bangunan”.
Husin, H. Dan Cut Meurah R., 2007, “Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Logam
Timbal (Pb) Menggunakan Karbon Aktif Dari Batang Pisang”,
Universitas Syiah Kuala Darussalam. Banda Aceh
Joni Tallo Lembang, dkk, 1995 “Rekayasa Pembuatan Tungku Pembakaran Sekam Padi Untuk Pembuatan Arang Aktif Dari Sekam Padi”. Balai Penelitian Dan Pengembangan Industri, Ujung Pandang.
Kirk Othmer, 1992, Encyclopedia Of Chemical Technology 2nd Edition Vol 4, John Willy and Sons.
Kurniati. Elly, 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif, Jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Kurniawan, D. C, 2004, Study Kemampuan Proses Adsorpsi Batu Bara dalam Menurunkan Konsentrasi Bahan Organik dan Detergen dengan Uji Regenerasi Thermal.
Masduqi A. Dan Slamet. 2000, “Penurunan Senyawa Fosfat Dalam Air Limbah
Buatan Dengan Proses Adsoprsi Menggunakan Tanah Haloisit”, Majalah
IPTEK – vol. 15, No. 1: Hal 47-53
Metcalf and Eddy, 1991, “Wastewater Engineering Treatment, Disposal, Reuse”, 3th edition, Mc.Graw – Hill Inc, Singapore
Misran, Erni. 2009. “Pemanfaatan Kulit Coklat dan Kopi Sebagai Adsorben Ion Pb Dalam Larutan”, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sumatra Utara
Book”, Anu Arbon Science, USA
Reynold, T.D., and Richard, P.A. 1996. Unit Operations and Process in
Envronment Engineering. Boston: PWS Publishing Company
Rossita, Y, 2006, Studi PErbandingan Penggunaan Karbon Aktif Tempurung Kemiri dan Karbon Aktif Komersial Dalam Solidifikasi Cr (VI) dengan
menggunakan Fly Ash dan Semen, Tugas Akhir, Jurusan Teknik
Lingkungan, FTSP ITS, Surabaya
Saputro, M, 2010, “Pembuatan Karbon Aktif Dari Kulit Kacang Tanah (Arachis Hypogeae) dengan Aktivator Asam Sulfat”, Laporan Tugas Akhir, Universitas Diponegoro, Semarang.
Sembiring, M. T. Sinaga, T. S. 2003, “Arang Aktif (Pengenalan dan Proses)”.
Slamet, A dan Masduqi, A, 2000, Satuan Proses, jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS, Surabaya
Suhadak, Akhmad. 2005. Sifat arang aktif dari tempurung kemiri. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 25(4): 291-302.
Sutiyono dan Luluk, Endahwati, 2006, Pemanfaatan Kulit Kemiri Untuk Pembuatan arang Aktif dengan Cara Pirolisis, Jurusan Teknik Kimia FTI – UPN “Veteran” Jatim
Turmuzi, Muhammad, 2005, Pengembangan pori Arang Hasil Pirolisa Tempurung Kemiri, Staf Pengajar Fakultas teknik USU, Medan.
Tutik, M dan Faizah, H, 2001, “Aktivasi Arang tempurung Kelapa Secara Kimia dengan Larutan Kimia ZnCl2, KCl, dan HNO3”, Jurusan Teknik Kimia