PROSIDING
SEMINAR NASIONAL BIMBINGAN DAN KONSELING
DENGAN SEMANGAT DIES NATALIS UNS KE 39, KITA TINGKATKANPROFESIONALISME DOSEN DAN GURU BK
SURAKARTA, 23 APRIL 2015
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL BIMBINGAN DAN KONSELING
DENGAN SEMANGAT DIES NATALIS UNS KE 39, KITA TINGKATKANPROFESIONALISME DOSEN DAN GURU BK
STEERING COMMITTEE
Prof. Dr. Soeharto, M.Pd. (Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Dr. Naharus Surur, M.Pd. (PPPPTK BK dan Penjas)
Dr. Sutarno, M.Pd. (Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)
TIM EDITOR
Dr. Asrowi, M.Pd. (UNS Surakarta)
Dr. Siti S Fadhilah, M.Pd. (UNS Surakarta)
Drs. Hadi Purnomo, M.Pd. (UNESA Surabaya)
Dra. Awik Hidayati, M.Pd. (UNIVET Surakarta)
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL BIMBINGAN DAN KONSELING
DENGAN SEMANGAT DIES NATALIS UNS KE 39, KITA TINGKATKANPROFESIONALISME DOSEN DAN GURU BK
DAFTAR ISI
Sri Muji Wahyuti UPAYA MENINGKATKAN KERJASAMA DAN TANGGUNG JAWAB MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA
1
Anayanti Rahmawati ASPEK PSIKOLOGIS LAYANAN BIMBINGAN KONSELING ANAK USIA DINI
13
Suhas Caryono TEKNIK RESTRUKTURISASI KOGNITIF DALAM MEREDUKSI KECEMASAN MEGHADAPI TES PADA SISWA SMA
19
Rimayanti PENGGUNAAN METODE SYNERGETIC TEACHING
DALAM LAYANAN INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN TENTANG PROSPEK KARIR PADA SISWA KELAS X UPW 3 SMK NEGERI 6 SURAKARTA
29
Udjwalu Dewanda ru ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA ASUH DI SMA N 5 PURWOREJO
36
Samino KORELASI BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PENDIDIKAN KARAKTER PESERTA DIDIK
41
Horo Hindari Watiningsih PENERAPAN MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA KELAS VIII E SMP NEGERI 3 COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR
49
Zaini Rohmad BIMBINGAN PROFESIONAL BAGI PENGELOLA OBYEK WISATA DI KABUPATEN
KARANGANYAR
57
Siti S. Fadhilah PENGEMBANGAN PRIBADI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALITAS KONSELOR
ASPEK PSIKOLOGIS LAYANAN BIMBINGAN KONSELING ANAK USIA DINI
Anayanti Rahmawati
e-mail: anayanti.rahmawati@yahoo.co.id
ABSTRAK
Merebaknya sekolah khusus untuk anak usia dini akhir-akhir ini merupakan suatu fenomena yang patut mendapatkan perhatian. Para pengelola sekolah tersebut seakan-akan berlomba dalam menawarkan berbagai program kegiatan pembelajaran dan pelayanan anak usia dini. Bahkan ada pula yang sampai memberikan garansi jaminan bahwa jika anak disekolahkan di lembaga yang mereka pimpin maka anak dijamin akan dapat menguasai ketrampilan tertentu. Maraknya sekolah anak usia dini dikarenakan saat ini banyak kedua orangtua (ayah dan ibu) yang bekerja di luar rumah sehingga mereka memilih untuk memasukkan anak nya ke sekolah. Namun, pemilihan sekolah untuk anak usia dini yang dilakukan oleh orangtua tersebut seringkali disertai dengan harapan tertentu yang dibebankan kepada anak. Kenyataannya seringkali harapan orangtua tidak semuanya dapat terwujud dikarenakan keterbatasan yang dimiliki anak. Oleh karena itu penyelenggaraan sekolah anak usia dini hendaknya dibarengi dengan penyediaan layanan bimbingan konseling yang memperhatikan aspek psikologis anak dengan harapan dapat membantu masalah kesenjangan harapan orangtua kepada anak. Penyelenggaraan layanan bimbingan konseling anak usia dini harus tetap berorientasi pada kebutuhan anak yaitu dengan memperhatikan adanya individual differences yang dimiliki oleh masing-masing anak serta aspek psikologis anak agar tercapai tumbuh kembang anak usia dini secara optimal.
Kata kunci: psikologis, bimbingan konseling, anak usia dini
Fenomena orangtua bekerja mencari nafkah
di luar rumah saat ini cukup banyak, baik salah satu orangtua maupun kedua orangtua.
Kejadian ini pada umumnya di wilayah
perkotaan, namun di daerah pinggiran pun
sudah mulai nampak. Kesibukan orangtua
bekerja ini memicu mereka untuk
memasukkan anak ke sekolah sedini
mungkin, dengan alasan jika anak di
sekolahkan maka anak tidak hanya akan
mendapatkan pendidikan dan pengajaran
yang tepat namun juga sekolah dipandang
sebagai tempat yang aman untuk
menitipkan anak ketika ditinggal orangtua bekerja.
Maraknya pertumbuhan sekolah
khusus anak usia dini sejenis playgroup dan prasekolah pun tidak dapat dilepaskan dari
fenomena ini. Namun seringkali terjadi,
setelah anak disekolahkan, terselip
harapan-harapan lebih dari orangtua terhadap anak mereka. Para orangtua beranggapan bahwa
mereka telah mengeluarkan sejumlah biaya
pendidikan anak sehingga sangat berharap
anak sesegera mampu mewujudkan harapan
mereka, antara lain bertambah kepintaran
dan kemandirian.
Harapan orangtua tersebut seringkali
disandarkan pada anak secara berlebihan,
tanpa adanya pemahaman terhadap kondisi
anak. Pada akhirnya ketika anak tidak dapat
memenuhi harapan orangtua maka anak
cenderung dipaksa untuk mengejar harapan tersebut. Akibatnya tidak sedikit anak yang
mengalami gangguan psikologis sehingga
membutuhkan layanan bimbingan dan
Permasalahan Anak Usia Dini
Gunarsa (2001) menyatakan bahwa
dari sekian banyak persoalan keluarga
justru berkisar pada persoalan anak dan
kurang pengertian akan sifat hakiki anak.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Daradjat (1973) telah mengidentifikasi tiga masalah
anak-anak yang sering terjadi di Indonesia
yaitu Pertama, anak merasa kurang disayangi. Orangtua seringkali menyangka
bahwa mereka cukup sayang pada anaknya.
Akan tetapi kenyataannya banyak sekali
anak-anak yang menderita karena mereka
merasa tidak disayangi. Hal ini lebih sering
disebabkan karena adanya perbedaan
pandangan ekspresi rasa sayang antara anak
dan orangtua. Seringkali orangtua
beranggapan bahwa jika mereka telah memenuhi kebutuhan material anak, maka
sudah cukup. Padahal bukan itu yang
diminta oleh anak, melainkan perhatian
belaian kasih sayang orangtua hingga anak
mendapatkan kepuasan batin. Kedua,
adanya perlakuan keras terhadap anak.
Kadang-kadang orangtua menyangka
bahwa perlakuan keras diperlukan dalam
mendidik anak. Jika anak tidak diberi
perlakuan keras orangtua takut kalau anak
menjadi orang tidak baik atau tidak tahu
diri. Banyak pula orangtua yang memperlakukan anaknya seperti saat
orangtuanya memperlakukan dia semasa
kecil dulu. Namun pandangan orangtua ini
perlu di ubah karena kekerasan dalam
pendidikan tetap tidak baik serta hanya akan
memperburuk perilaku anak. Ketiga, adanya
perubahan perlakuan terhadap anak.
Perubahan yang sering terjadi karena
kehadiran adik baru. Kesibukan orangtua
mengurus adik baru seringkali membuat
anak merasa kurang mendapatkan
perhatian. Kiranya permasalahan ini hingga
saat ini masih sering terjadi pada mayoritas
anak-anak di Indonesia.
Selain permasalahan umum anak usia dini yang berkaitan hubungan antara
anak dengan orangtua, pada anak usia dini
yang telah bersekolah seringkali juga akan
menemui permasalahan khas berkaitan
dengan kegiatan sekolah. Gunarsa (2001)
menjelaskan bahwa permasalahan anak
dalam hubungan dengan sekolah meliputi:
Pertama, permasalahan yang disebabkan
kekurangan pada diri anak. Permasalahan
ini biasanya berkisar pada kekurangan fisik
yang merupakan bawaan anak sejak lahir,
misalnya gangguan panca indra atau ganggauan fisik lainnya. Anak yang
mengalami permasalahan ini biasanya akan
merasa minder dalam pergaulan dengan
teman sebayanya. Kedua, permasalahan yang timbul dari hubungan orangtua dan
anak. Orangtua yang sibuk bekerja mencari
nafkah seringkali lupa bahwa semua hasil
kerja keras yang mereka lakukan adalah
untuk kebahagiaan anak. Permasalahan
yang timbul dalam hubungan ini adalah
adanya kesan bahwa orangtua hanya
sekedar memenuhi kebutuhan materi anak, sedangkan kebutuhan anak akan perhatian
dan kasih sayang cenderung diabaikan.
Ketiga, kesulitan yang berpangkal pada hubungan guru-murid dalam lingkungan
sekolah. Guru merupakan figur pengganti
orangtua di sekolah, namun terkadang
terjadi hambatan komunikasi antara guru
dengan murid yang dapat berakibat
Berbagai permasalahan yang terjadi
pada anak usia dini akan terakumulasi dan
dapat bercampur antar masalah yang
dihadapi. Jika ada faktor pemicu, maka
akumulasi masalah tersebut dapat
menimbulkan gangguan baik secara fisik maupun psikologis. Gangguan yang terjadi
pada anak yang telah bersekolah dapat
berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan anak, juga performance
sekolah. Oleh karena itu diperlukan layanan
bimbingan konseling anak usia dini.
Layanan Bimbingan Konseling Anak Usia Dini
Ahmadi (1991) menyatakan bahwa
bimbingan adalah bantuan yang diberikan
kepada individu agar dengan potensi yang
dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri,
memahami lingkungan, mengatasi
hambatan guna menentukan rencana masa
depan yang lebih baik. Pendapat tersebut
didukung oleh Shertzer & Stone yang
mengatakan bahwa bimbingan sebagai
proses membantu orang-perorangan untuk
memahami dirinya sendiri dan lingkungan
hidupnya. Pengertian ini dapat dijabarkan
lebih lanjut sebagai berikut: Proses menunjuk pada gejala bahwa sesuatu akan
berubah secara berangsur-angsur selama kurun waktu tertentu. Karenanya bimbingan
bukanlah suatu peristiwa yang terjadi sekali
saja melainkan mencakup sejumlah tahap
yang secara berangkaian membawa ke
tujuan yang ingin dicapai. Membantu disini
berarti memberikan pertolongan dalam
menghadapi dan mengatasi tantangan serta
kesulitan yang timbul dalam kehidupan
manusia. Orang-perorangan menunjuk
pada individu tertentu yang dibantu.
Memahami diri berarti mengenal diri sendiri secara lebih mendalam dan
menetapkan tujuan-tujuan yang ingin
dicapai, serta membentuk nilai-nilai yang
akan menjadi pegangan selama hidupnya. Lingkungan hidup mencakup segala unsur yang menjadi ruang lingkup kehidupan
seseorang baik alam di sekelilingnya
maupun manusia-manusia lain yang
berperanan dalam hidupnya. Ini semua
harus ditangkap maknanya dan peranannya
dalam kehidupan seseorang baik sejauh
menunjang perkembangan individu maupun
sejauh menghambat perkembangan itu
(Winkel, 1997).
Konseling merupakan suatu proses
yang terjadi dalam hubungan pribadi antara seseorang yang mengalami kesulitan
dengan seorang yang profesional yang
dengan latihan dan pengalaman yang
dimilikinya dapat dipergunakan untuk
membantu orang lain memecahkan
persoalan pribadinya (Smith, 1955). George
& Christiani (1981) mengemukakan
terdapat beberapa faktor penting dalam
konseling yaitu: (1) konseling berhubungan
dengan tujuan membantu orang lain
menentukan pilihan dan tindakannya; (2)
terjadi proses belajar; dan (3) terjadi perubahan dan perkembangan kepribadian.
Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa bimbingan konseling
merupakan suatu usaha memberikan
bantuan pada individu untuk memahami diri
dan lingkungannya serta mengembangkan
potensi diri lebih lanjut yang diberikan oleh
profesional terlatih sehingga individu
anak usia dini merupakan layanan khusus
bimbingan konseling bagi anak dan
orangtua nya. Hal ini dikarenakan anak usia
dini masih belum mampu untuk mengambil
keputusan sendiri sehingga perlu selalu
didampingi oleh orangtua nya.
Aspek Psikologis Layanan Bimbingan Konseling Anak Usia Dini
Hurlock (1994) mengatakan bahwa
masa kanak-kanak merupakan usia yang
mengundang masalah atau usia sulit.
Memasuki masa ini akan banyak terjadi
masalah perilaku pada anak, karena anak
sedang dalam masa proses pengembangan
kepribadian unik yaitu adanya tuntutan
kebebasan untuk melaksanakan segala
sesuatunya sendiri tanpa bantuan namun
pada umumnya anak masih kurang berhasil melakukannya. Pada masa ini pula anak
mudah terbawa ledakan-ledakan emosional
sehingga sulit dibimbing dan diarahkan.
Emosi tinggi biasanya lebih disebabkan
masalah psikologis daripada fisiologis.
Namun demikian menurut Beaty (2013)
respon emosional anak akan berubah
sejalan waktu karena kedewasaannya,
lingkungan dan reaksi orang lain di
sekitarnya atau pembimbingan yang ia
terima.
Berbagai gangguan yang terjadi pada masa kanak-kanak ini biasanya akan
lebih sering terlihat gejalanya terutama di
sekolah. Hal ini dikarenakan anak yang
telah bersekolah cenderung menghabiskan
waktu efektif nya di sekolah. Oleh karena
itu layanan bimbingan konseling di sekolah
sangat diperlukan bagi anak. Mengingat
masa ini merupakan masa yang sulit maka
pelaksanaan layanan bimbingan konseling
anak usia dini harus memperhatikan kondisi
psikologis anak. Tahap-tahap layanan
bimbingan konseling anak usia dini yang
dapat diintegrasikan dengan aspek-aspek
psikologi yaitu:
Tahap Persiapan Bimbingan Konseling
a. Sikap kepedulian konselor untuk mau
terlibat dalam layanan bimbingan
konseling anak sangat diperlukan.
Melalui tahap ini konselor hendaknya
mulai membangun rapport (hubungan dekat) dengan anak. Guna
mempermudah rapport, konselor hendaknya berusaha untuk dapat
menerima anak apa adanya tanpa
prasangka dan judgement apa pun agar tidak timbul pandangan yang bersifat
subjektivitas terhadap permasalahan anak. Rapport yang baik harus terus dijalin oleh konselor agar anak dapat
menaruh kepercayaan pada konselor.
b. Penciptaan situasi aman, nyaman dan
menyenangkan dalam proses awal
bimbingan konseling mutlak dilakukan.
Anak-anak sangat sensitif dengan
berbagai perlakuan yang ia terima. Jika
anak merasakan ketidaktulusan dalam
jalinan hubungan dengan orang dewasa
maka dengan segera ia akan menarik diri
dari hubungan tersebut. Oleh karena penting bagi konselor untuk selalu
menjaga ketulusan hati dalam hubungan
bimbingan konseling dengan anak.
Tahap Pelaksanaan (Proses) Konseling
a. Proses pengumpulan data informasi
melalui anak dilakukan dengan prinsip
saling percaya. Apa pun data informasi
yang diberikan oleh anak, konselor harus
keraguan konselor terhadap keterangan
data informasi yang diberikan anak,
dapat digunakan teknik konfrontasi
sehingga anak akan terpancing untuk
memberikan data informasi yang
sesungguhnya. Konselor juga berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan
data informasi yang telah diberikan anak
terkait dengan prinsip saling percaya.
b. Pelibatan orangtua dalam pengambilan
data informasi sangat diperlukan.
Konselor harus dapat menjalin kerjasama
dengan orangtua atau significant others
dalam pengumpulan data informasi
sehingga didapatkan data informasi yang
lengkap dan detail yang dapat
menunjang proses bimbingan konseling.
c. Perumusan masalah dan tujuan bimbingan konseling harus
dikomunikasikan konselor kepada anak
dan orangtua. Meskipun anak belum
terlalu paham makna bimbingan
konseling namun karena proses
konseling ini bertujuan memecahkan
permasalahan anak maka konselor wajib
memberikan informasi ini kepada anak
dan orangtua nya.
d. Penanganan masalah berorientasi pada
prioritas masalah yang akan diselesaikan.
Kesepakatan ini perlu dikomunikasikan konselor pada anak dan orangtua
sehingga kesadaran untuk penyelesaian
masalah tumbuh atas dasar keinginan
anak dan orangtua nya. Akan lebih bagus
jika sudah tumbuh insight atau
understanding dalam proses ini.
e. Pengambilan tindakan harus dilakukan
dengan persetujuan anak dan orangtua
nya. Konselor tidak boleh melakukan
pemaksaan jika anak dan orangtua nya
merasa tidak nyaman dengan tindakan
yang akan dilakukan. Namun
pengambilan tindakan harus tetap
dilakukan agar proses bimbingan
konseling membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Tahap Penyelesaian Konseling
a. Penyelesaian proses bimbingan
konseling pada anak dan orangtua nya
tidak bisa secara langsung dihentikan.
Pendampingan harus terus dilakukan
karena sifat anak yang masih relatif
kurang stabil dan belum bisa
melaksanakan segala sesuatu sendirian.
Oleh karena itu setelah proses bimbingan
konseling selesai, konselor masih
berkewajiban memantau perkembangan anak.
b. Penilaian hasil bimbingan konseling
dilakukan dalam jangka waktu yang
telah disepakati bersama anak dan
orangtua nya. Hal ini harus
dikomunikasikan konselor pada anak dan
orangtua nya pada awal proses
bimbingan konseling sehingga tujuan
bimbingan konseling dapat tercapai
optimal.
c. Penghentian sesi bimbingan konseling
tidak dapat dilakukan sepihak namun harus dengan persetujuan anak dan orang
tuanya.
Serangkaian tahap-tahap bimbingan
konseling di atas dapat dilaksanakan pada
anak prasekolah karena Papalia et al (2008)
mengatakan bahwa anak-anak prasekolah
telah dapat membicarakan emosi mereka.
Namun perlu diingat bahwa menurut
dan salah pada anak-anak biasanya masih
terbatas pada situasi rumah dan harus
diperluas dengan pengertian benar salah
dalam hubungannya dengan orang-orang di
luar rumah terutama di lingkungan tetangga,
sekolah dan teman bermain. Hal ini perlu diperhatikan oleh konselor agar dalam
pelaksanaan bimbingan konseling, konselor
tidak mempunyai harapan terlalu tinggi
pada anak mengingat kemampuan dan
pemahaman anak usia dini yang masih
belum berkembang dengan sempurna.
PENUTUP
Layanan bimbingan konseling anak
usia dini harus memperhatikan aspek-aspek
psikologis anak secara individual. Hal ini
dikarenakan setiap anak terlahir dengan kebutuhan khusus yang berbeda karena
adanya individual differences. Perlakuan yang diberikan pada anak lain belum tentu
cocok jika diberikan pada anak yang
lainnya. Pentingnya para konselor
memperhatikan hal ini agar penanganan
bimbingan konseling anak usia dini dapat
tepat sasaran dengan membawa hasil yang
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. (1991). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Beaty, J. J. (2013). Observasi Perkembangan Anak Usia Dini (edisi terjemahan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Daradjat, Z. (1973). Pera watan Jiwa Untuk Anak-Anak. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.
George, R. & Christiani, T.S. (1981).
Theory, Methods and Process of Counseling and Psychoterapy.
Englewood Cliffs: Prentice Hall.
Gunarsa, Y.S.D. (2001). Psikologi Anak Bermasalah. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Hurlock, E. (1994). Psikologi Perkembangan (edisi terjemahan). Jakarta: Erlangga
Papalia, D.E., Old, S.W., Feldman, R.D.
(2008). Psikologi Perkembangan (edisi terjemahan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Smith, G.E. (1955). Counseling in The Secondary School. New York: Mac Millan