• Tidak ada hasil yang ditemukan

konflik dibalik kedamaian kasepuhan kampung adat ciptagelar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "konflik dibalik kedamaian kasepuhan kampung adat ciptagelar"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Konflik dibalik Kedamaian Masyarakat Kasepuhan Kampung

Adat Ciptagelar Oleh Irpan Ripandi

1507182 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memnuhi salah satu tugas mata kuliah resolusi konflik yang memang saat ini sedang dikontrak peneliti. Bersamaan dengan itu, tujuan lain dari penelitian ini yakni mengetahui bagaimana konflik yang terjadi di masyarakat kasepuhan kampung adat Ciptagelar.

Penelitian ini merupakan pembenaran dari ungkapan salah satu ahli sosial yang mengemukakan bahwa tidak ada masyarakat tanpa konflik. Ungkapan tersebut disampaikan oleh Dahrendorf didalam beberapa bukunya yang sangat fenomenal dikalangan pelajar serfta ilmuan-ilmuan lain yang mengikutinya.

Dalam pelaksanaannya, penelitian ini mengghunakan pendekatan kualitatif dengan beberapa teknik seperti wawancara, observasi aktif dari peneliti serta studi dokumentasi dari beberapa

kegiatan yang dilakukan di tempat penelitian ini dilakukan.

Temuan dan hasil yang dicapai dalam penelitian ini yakni ditemukannya beberapa konflik yang pernah terjadi di masyarakat kasepuhan kampung adat Ciptagelar serta bagaimana masyarakat tersebut menyelesaikannya. Ditemukan berbagai hal unik yang bagi peneliti merupakan suatu pelajaran yang sangat penting untuk nantinya diimitasi kedalam berbagai aktivitas serta cara kita dalam memaknai hidup.

Kata kunci: Masyarakat kampung adat, konflik, resolusi konflik

PENDAHULUAN

(2)

mengunjungi surga kecil itu selama beberapa hari dan senang sekali rasanya bisa menjadi bagian dari orang beruntung yang dapat berkunjung kesana. Berbagai rangkaian acara telah saya ikuti selama menetap di kampung adat kasepuhan Ciptagelar itu, berbagai pengalaman baru telah berhasil membuka luas khasanah pengetahuan saya. Ya, kampung adat Ciptagelar ini memiliki banyak nilai yang unik dan khas, sehingga dapat memberikan kesan luar biasa bagi siapa saja yang hendak berkunjung kesana.

Kedamaian serta keindahan suasana kampung adat Ciptagelar ini tidak bisa saya lukiskan hanya dalam sebuah kata-kata saja, dari mulai suasana kampung, gunung-gunung yang mengelilinya, sampai dengan tata bangunan yang memanjakan mata, semuanya tersaji dengan damai. Ditambah lagi dengan beberapa tradisi dan prinsip-prinsip masyarakat yang masih sangat tradisional, memegang teguh warisan leluhur dalam aplikasinya, serta keramahannya dalam menjamu orang luar tanpa rasa takut. Dalam prinsipnya, masyarakat adat kasepuhan Ciptagelar ini ‘sing bisa ngigelan jaman,

tapi tong kababawa ku arus jaman’. Prinsip tersebut disampaikan oleh Abah Ugi selaku pemimpin adat dalam pertemuan kita yang mengandung makna bahwa kita itu (masyarakat kampung adat Ciptagelar) harus bisa mengikuti perkembangan zaman dalam hal teknologi seni dan lain-lain, tetapi tidak terpengaruh atau terbawa oleh arus perubahan zaman yang negatif. Masyarakat kampung adat Ciptagelar dituntut agar melek teknologi asal jangan sampai merusak nilai-nilai yang telah dipegang teguh sejak jaman nenek moyang nya dulu.

(3)

masyarakat tanpa konflik. Mengingat pernyataan Dahrendorf, maka saya mencari pembenaran ketika saya melakukan perjalanan ke kampung adat kasepuhan Ciptagelar, dalam kedamaiannya yang saya saksikan, apakah masih ada konflik yang terjadi atau tidak? Kalau ada, konflik apa yang mencederai kedamaian kampung adat kasepuhan Ciptagelar itu dan apa penyebabnya. Pertanyaan-pertanyaan kebingungan saya ini akan nanti saya bahas dalam bagian pembahasan.

Sebelum kesana, dalam bagian pendahuluan ini saya terlebih dahulu ingin memperkenalkan sedikit dimana lokasi surga kecil ini berada setelah tadi memperkenalkan sedikit kedamaian yang ada disana. Secara administratif, kampung adat ini berlokasi di Kabupaten Sukabumi provinsi Jawa Barat. Berada di wilayah Kampung Sukamulya Desa Sirnaresmi, kecamatan Cisolok. Jarak Kampung Ciptagelar dari Desa Sirnaresmi 14 km, dari Kota Keacamatan 27 km, dari pusat pemerintahan Kota Sukabumi 103 km dan dari Bandung 203 km ke arah barat. Kampung adat kasepuhan Ciptagelar dapat ditempuh

dengaan kendaraan roda empat (mobil) dan kendaraan roda dua (motor). Mobil atau motor yang digunakan untuk bisa sampai kesana haruslah memiliki keadaan yang prima serta memiliki persayaratan-persyaratan khusus seperti badan kendaraan yang tinggi serta ban yang kuat seperti untuk trail. Sebab akses jalan untuk menuju kesana lumayan susah dan sebagian jalan hanya bebatuan yang dibuat dengan perlengkapan seadanya sehingga memiliki permukaan jalan yang idak rata.

METODE

(4)

masyarakat lokal Ciptagelar, diantaranya yakni salah satu anggota masyarakat, salah satu rorokan dan Abah selaku pemimpin adat.

Peneelitian ini berlangsung selama 4 hari 3 malam. Banyak sekali data-data yang saya dapatkan baik melalui observasi maupun wawancara yang telah direncanakan sebelumnya. Dari seluruh data yang didapatkan, sebagian besarnya peneliti dapatkan dari hasil teknik wawancara bersama rorokan. Perlu kalian ketahui bahwa rorokan adalah barisan kolot yang ditunjuk oleh Abah sesuai dengan keturunannya sejak dulu untuk mengemban amanah tertentu di kasepuhan kampung adat Ciptagelar. Saat ini Abah memiliki 7 rorokan, dan yang menjadi informan saya yakni rorokan bidang padukunan. Rorokan padukunan ini mengurusi berbagai hal permasalahan yang ada di kasepuhan kampung adat Ciptagelar termasuk konflik didalamnya. Maka kebetulan sekali dalam tugas ini saya dapat banyak mengambil data terkait konflik apa saja yang terjadi di kaepuhan kampung adat Ciptagelar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengolahan beberapa data memang menunjukan bahwa di kasepuhan kampung adat Ciptagelar ini pernah bahkan sering terjadi konflik, baik antara anggota masyarkat kasepuhan maupun dengan masyarakat luar. Rorokan yang pernah saya wawancarai mengemukakan bahwa memang banyak sekali masyarakat yang mengadukan masalahnya untuk meminta diselesaikan sercara hukum adat. “Dari mulai masalah sepele sampai dengan masalah yang besar pernah terjadi disini” beliau menerangkan. Masalah-masalah yang terjadi diantaranya seperti saling fitnah antar anggota, perebutan akan hak milik sawah dan masih banyak lagi.

(5)

positif bagi masyarakat. Menurut saya, suatu masyarakat tanpa konflik itu akan terasa jenuh, hambar dan membosankan. Maka wajar sekali jika masyarakat kasepuhan kampung adat ciptagelar memiliki beragam konflik.

Konflik itu hakikatnya memang ada, tinggal bagaimana individu atau suatu masyarakat mengarahkan konflik itu sehingga memberikan banyak dampak positif. Dalam mengelola setiap konflik yang terjadi masyarakat kampung adat Cipatagelar memiliki tiga dasar hukum yakni hukum negara, hukum agama dan hukum adat. Namun menurut informan yang saya wawancara mayoritas permasalahan yang terjadi di masyarakat kasepuhan kampung adat Ciptagelar ini diuruskan atau diselesaikan secara adat. Manajemen konflik yang digunakan yakni melalui musyawarah secara kekeluargaan dibantu dengan Rorokan.

Penyelesaian konflik didalam masyarakat kasepuhan kampung adat Ciptagelar ini beragam hal ini bergantung pada level kesalahan yang dilakukan oleh anggota masyarakat itu sendiri. Hukum yang paling tinggi dan sering menimpa masyarakat kasepuhan ini yakni hukum

“Kabendon”. Jika saya mendengar penjelasan apa itu hukum kabendon saya mengambil makna bahwa hukum kabendon ini sama halnya dengan sejenis karma namun memiliki kekuatan magis yang menakutkan. Hukum kabendon ini akan menimpa siapa saja yang memiliki konflik dengan leluhurnya. Misalkan tidak menjalankan amanat sesuai dengan apa yang sudah digariskan oleh leluhurnya. Menjual beras juga menurut abah Ugi akan mendapatkan hukum kabendon, karerna menurut kepercayaan masyarakat kasepuhan kampung adat Cipateglar menjual beras itu hukum nya haram. Hukuman kabendon ini akan menimpa 7 turunan kita. Dan untuk menghilangkan atau membayar hukum ini juga harus dengan ritual-ritual tertentu yang langsung dibantu oleh pemimpin adat.

SIMPULAN DAN SARAN

(6)

masyarakat kampung adat Ciptagelar serta bagaimana mereka menyelesaikan konflik-konflik tersebut.

Beragam konflik dari mulai konflik yang ringan sampai dengan konflik yang berat pernah terjadi di masyarakat adat kasepuhan Ciptagelar ini. Ukuran konflik tersebut bisa diukur dengan cara bagaimana konflik tersebut bisa diselesaikan.

Pengendalian konflik yang selama ini berlangsung diselesaikan melalui 3 hukum, diantaranya hukum Adat, hukum Negara dan hukum Agama. Managemen konflik diatur melalui kesepakatam atau musyawarah yang berlangsung antara pihak yang berkonflik, Abah selaku pimpinan adat dan rorokan padukunan.

Hukum dijadikan sebagai sarana ritual penghapus dosa seseorang yang berkonflik. Hukum ini ditetapkan biasanya oleh seorang Abah melalui rorokan padukunan yang ditugaskan. Hukum terberat yang ada di kasepuhan kampung adat Ciptagelar di istilahkan dengan nama hukum ‘kabendon’.

Penelitisn ini benar-benar dilakukan dengan sebagaimana fakta

yang ada. Sehingga data-data yang disampaikan benar-benar nyata dan faktual. Hanya saja waktu yang dimiliki oleh poeneliti dirasa sangkat singkat, sehingga perlu adanya perbaikan dalam segi waktu. Penelitian yang baik seharusnya dilakukan berdasarkan waktu yang relatif lama sehingga data yang diinginkan sampai dengan titik jenuh keadaannya.

Semoga penelitian sederhana ini bisa memberikan informasi yang bermanfaat dan mendukung serta memperluas khasanah pengetahhuan teman-teman semua.

DAFTAR PUSTAKA

Zunaidi, Muhammad. "Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang Di Pasar Tradisional Pasca Relokasi Dan Pembangunan Pasar Modern." Jurnal Sosiologi Islam 3.1 (2013).

Referensi

Dokumen terkait

Kasepuhan Ciptagelar diterima dengan baik oleh ketua adat dan juga masyarakat asli kampung tersebut. Adapun hak dan kewajiban bagi masyarakat luar/pendatang yang

Cipta yang merupakan nama dari Abah Anom (Alm. Encup Sucipta) berari menciptakan, sedangkan Gelar berari terbuka. Sehingga Ciptagelar berarti menciptakan suatu kasepuhan

Berdasarkan hasil observasi ditemukan bahwa sistem sosial ekonomi dan budaya yang dimiliki masyarakat Kasepuhan Ciptagelar memiliki beberapa persamaan dengan sosial

Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu implikasi Putusan MK No.35/PUU-X/2012 terhadap eksistensi hutan adat masyarakat Kasepuhan Ciptagelar yang tumpang tindih

Upacara adat seren taun menjadi ajang reuni atau berkumpulnya seluruh warga kasepuhan, sehingga kampung yang awalnya tidak terlalu ramai, menjadi penuh, bahkan

Aya pola rasionalitas antara hukum adat minangka aturan, masarakat, jeung religiusitas nu aya di Ciptagelar kana ketahanan pangan. Ieu model masarakat bisa dijadikeun conto

Oleh karena itu terjadi permasalahan ketika Masyarakat Adat Kasepuhan melihat kawasan tersebut adalah hutan sempalan yang boleh digarap, sementara itu pihak

Ruang–ruang Menurut Penggunaan Lahan di Kasepuhan Ciptagelar Nama Ruang Penanda / Keterangan Area Fasilitas Adat Imah gede, ajeng, Leuit Si Jimat, saung lisung Area Komersial