HUBUNGAN ANTARA BIAYA KUALITAS DAN PRODUK CACAT Studi Kasus di PT. Kanisius
Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Yoana Cinthya Permatasari
NIM : 132114064
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
HUBUNGAN ANTARA BIAYA KUALITAS DAN PRODUK CACAT Studi Kasus di PT. Kanisius
Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Yoana Cinthya Permatasari
NIM : 132114064
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka terlaksanalah
segala rencanamu.
”
(Amsal 16:3)
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi
kekuatan kepadaku.”
(Filipi 4:13)
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Papaku Sidik Purwanto dan Mamaku Rita Pujiastuti yang aku sayang
Kakakku Marcella Endah Pratiwi
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan berkat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan,
dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada :
1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph. D. selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan
mengembangkan kepribadian kepada penulis.
2. Drs. Gabriel Anto Listianto, M.S.A., Ak. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
3. Dr. FA. Joko Siswanto, MM., Ak., QIA., CA dan Drs. YP. Supardiyono,
M.Si., Ak., QIA., CA selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan
saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Romo Azismardopo Subroto SJ, selaku Direktur PT. Kanisius yang telah
mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi.
5. Ibu Hariastuti yang telah banyak membantu dan memberikan data untuk
penelitian ini.
6. Sidik Purwanto dan Rita Pujiastuti selaku orang tua yang selalu memberikan
dorongan, semangat, kesabaran, dan doa restu baik moral dan material selama
penulis menuntut ilmu hingga terselesaikan skripsi ini.
7. Marcella Endah Pratiwi yang selalu memberikan nasehat, semangat, dan
perhatian kepada penulis.
8. Erwin Tomy Fitriyanto yang selalu setia menemani, memberi dukungan untuk
selalu belajar dan belajar dalam segala hal, teman yang selalu ada dalam suka
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ... ix
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xii
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xiii
ABSTRAK ... xiv
F. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6
A. Kualitas ... 6
1. Definisi Kualitas ... 6
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas ... 6
3. Dimensi Kualitas Produk ... 7
4. Ukuran Standar Kualitas ... 8
5. Pengendalian Kualitas ... 9
B. Biaya Kualitas ... 10
1. Definisi Biaya Kualitas ... 10
2. Pengelompokan Biaya Kualitas ... 12
3. Pandangan Tentang Biaya Kualitas ... 16
4. Laporan Biaya Kualitas ... 19
x
6. Dasar Pengukuran Biaya Kualitas ... 21
7. Perilaku Biaya Kualitas ... 22
C. Produk Cacat ... 23
1. Definisi Produk Cacat ... 23
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Cacat ... 23
D. Hubungan antara Biaya Kualitas dan Produk Cacat ... .... 24
1. Hubungan antara Biaya Pencegahan dan Produk Cacat ... .... 24
2. Hubungan antara Biaya Penilaian dan Produk Cacat ... .... 26
3. Hubungan antara Biaya Kegagalan dan Produk Cacat ... .... 27
E. Penelitian Terdahulu ... 28
F. Kerangka Konseptual ... 30
G. Perumusan Hipotesis ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
A. Jenis Penelitian ... 32
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 32
D. Data yang Diperlukan ... 33
E. Teknik Pengumpulan Data ... 33
F. Teknik Analisis Data ... 34
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 38
A. Sejarah Perusahaan ... 38
B. Lokasi Perusahaan ... 39
C. Visi dan Misi Perusahaan ... 40
D. Struktur Organisasi Perusahaan ... 40
E. Deskripsi Jabatan ... 43
F. Personalia Perusahaan ... 47
G. Bagian Produksi ... 52
H. Kategori Produk Cacat ... 57
I. Aspek Pemasaran ... 58
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 59
A. Deskripsi Data ... 59
B. Analisis Data ... 70
C. Pembahasan ... 76
BAB VI PENUTUP ... 80
A. Kesimpulan ... 80
B. Keterbatasan Penelitian ... 80
xi
DAFTAR PUSTAKA ... 82
LAMPIRAN ... 84
LAMPIRAN I Daftar Pertanyaan ... 85
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 : Bentuk Laporan Biaya Kualitas ... 20
Tabel 2.2 : Komposisi Biaya Kualitas ... 21
Tabel 3.1 : Kriteria Pengujian Kekuatan Hubungan antara Variabel ... 37
Tabel 4.1 : Deskripsi Tugas Setiap Divisi PT. Kanisius ... 43
Tabel 4.2 : Total Jumlah Karyawan PT. Kanisius ... 48
Tabel 4.3 : Jadwal Kerja Karyawan Bagian Non Produksi PT. Kanisius ... 49
Tabel 4.4 : Kategori Produk Cacat ... 58
Tabel 5.1 : Jumlah Produksi ... 60
Tabel 5.2 : Jumlah Produk Cacat ... 61
Tabel 5.3 : Biaya Perawatan Mesin ... 62
Tabel 5.4 : Biaya Pelatihan Karyawan ... 63
Tabel 5.5 : Biaya Inspeksi Pracetak ... 64
Tabel 5.6 : Biaya Inspeksi Cetak ... 65
Tabel 5.7 : Biaya Inspeksi Pasca Cetak ... 66
Tabel 5.8 : Total Biaya Pencegahan ... 67
Tabel 5.9 : Total Biaya Penilaian ... 69
Tabel 5.10 : Persentase Produk Cacat ... 70
Tabel 5.11 : Uji Normalitas Biaya Pencegahan dan Produk Cacat ... 71
Tabel 5.12 : Uji Normalitas Biaya Penilaian dan Produk Cacat ... 71
Tabel 5.13 : Statistik Deskriptif Biaya Pencegahan dan Produk Cacat ... 72
Tabel 5.14 : Statistik Deskriptif Biaya Penilaian dan Produk Cacat ... 72
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 : Grafik Biaya Kualitas Acceptable Quality Level ... 18
Gambar 2.2 : Grafik Biaya Kualitas Kontemporer ... 19
Gambar 2.3 : Kerangka Konseptual ... 30
Gambar 4.1 : Struktur Organisasi PT. Kanisius 2016 ... 42
Gambar 4.2 : Alur Order PT. Kanisius ... 55
xiv ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA BIAYA KUALITAS DAN PRODUK CACAT Studi Kasus di PT. Kanisius
Yogyakarta
Yoana Cinthya Permatasari NIM : 132114064 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara biaya pencegahan dan jumlah produk cacat. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara biaya penilaian dan jumlah produk cacat. Penelitian ini penting karena dengan menggunakan biaya kualitas khususnya biaya pencegahan dan biaya penilaian maka akan meningkatkan kualitas produk yang akan berdampak pada menurunnya jumlah produk cacat.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Data diperoleh dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa 1) biaya pencegahan memiliki hubungan rendah dan negatif tidak signifikan dengan jumlah produk cacat. 2) biaya penilaian memiliki hubungan rendah dan negatif signifikan dengan jumlah produk cacat. Hubungan yang rendah dapat disebabkan karena perusahaan belum maksimal dalam mengalokasikan biaya pencegahan dan biaya penilaian yang berdampak pada jumlah produk cacat.
xv
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN THE COST OF THE QUALITY AND OF A DEFECTIVE PRODUCT
A Case Study at PT. Kanisius Yogyakarta
Yoana Cinthya Permatasari
Student Number : 132114064
Sanata Dharma University
Yogyakarta 2017
This research aims to examine the relationship between the cost of prevention and number of defective products. This research also aims to examine the relationship between the cost of assessment and number of defective products. This research is important because by using the cost of the quality, especially the cost of prevention and the cost of assessment improves the quality of products and it will impact on the declining of number of defective products.
This research is a case study. Data is obtained by interview and documentation. Data analysis technique is descriptive analysis.
The analysis data showed that 1) prevention costs had a low and negative insignificant relationship with number of defective products 2) assessment costs had a low and negative significant relationship with number of defective products. The relationship could be caused that the company did not maximise in allocating the cost of prevention and the cost of assessment that impacted the number of defective products.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini persaingan antara
perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain semakin ketat. Persaingan
ini menuntut setiap perusahaan untuk dapat meningkatkan kualitas hasil
produksinya demi menjaga eksistensi perusahaan. Meningkatnya intensitas
persaingan dan jumlah pesaing juga menuntut setiap perusahaan untuk selalu
memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen serta berusaha memenuhi
apa yang mereka harapkan dengan cara yang lebih memuaskan daripada cara
yang dilakukan oleh para pesaing. Dengan hasil produksi yang berkualitas,
maka diharapkan para konsumen akan tertarik dan membeli hasil produksi
yang ditawarkan oleh perusahaan.
Suatu produk dapat dikatakan berkualitas apabila produk tersebut
dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan para konsumen. Produk yang
mengarah pada kepuasan konsumen merupakan strategi perusahaan untuk
lebih memfokuskan pada apa yang diinginkan konsumen sebagai kunci
keberhasilan pesaing. Produk yang berkualitas tidak akan mudah ditiru oleh
perusahaan lain dan akan menjadi nilai keunggulan bagi perusahaan. Untuk
dapat mencapai produk yang berkualitas, maka perusahaan harus selalu
melakukan pengawasan dan peningkatan terhadap kualitas hasil produknya,
sehingga akan diperoleh hasil akhir yang optimal. Peningkatan kualitas dapat
diketahui dengan penurunan produk cacat. Penurunan produk cacat akan
Biaya kualitas merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
menghasilkan produk dengan kualitas yang sesuai dengan spesifikasinya
untuk memenuhi kepuasan konsumen. Biaya kualitas dapat dimanfaatkan oleh
perusahaan sebagai pengukur keberhasilan program perbaikan kualitas. Hal ini
berkaitan dengan kebutuhan perusahaan yang harus selalu memantau dan
melaporkan kemajuan dari program perbaikan tersebut. Apabila suatu
perusahaan ingin melakukan program perbaikan kualitas, maka perusahaan
harus dapat mengidentifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan pada
masing-masing dari keempat kategori biaya dalam sistem pengendalian kualitas
(Erviansyah, 2013). Biaya kualitas itu sendiri terdiri dari biaya pencegahan,
biaya penilaian, biaya kegagalan internal, dan biaya kegagalan eksternal.
Setiap perusahaan menginginkan agar biaya kualitas turun, namun
dapat mencapai kualitas yang tinggi setidaknya sampai dengan tingkat
tertentu. Perusahaan-perusahaan saat ini berorientasi ke arah kerusakan nol
(zero defect) untuk mencegah terjadinya produk cacat. Walaupun perusahaan
dapat mencapai zero defect, perusahaan masih harus menanggung biaya
pengendalian yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian, dimana
biaya pencegahan untuk mencegah terjadinya produk cacat, biaya penilaian
untuk menentukan apakah produk sudah sesuai dengan persyaratan atau
belum, dan biaya pengendalian sebagai biaya yang dikeluarkan untuk
menurunkan biaya kegagalan, sehingga selanjutnya biaya pengendalian dapat
digunakan untuk meningkatkan kualitas dan mampu menutup biaya karena
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana hubungan biaya
kualitas yang diukur dengan biaya pencegahan dan biaya penilaian dengan
produk cacat pada PT. Kanisius tahun 2014 sampai dengan tahun 2016 ?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat
diketahui bahwa biaya kualitas terdiri dari empat komponen yaitu biaya
pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal, dan biaya kegagalan
eksternal. Dalam penelitian ini, penulis membatasi permasalahan difokuskan
hanya pada biaya pencegahan dan biaya penilaian, karena kedua biaya tersebut
merupakan suatu kesatuan usaha pengendalian yang dilakukan perusahaan
untuk meningkatkan kualitas sehingga akan berdampak pada berkurangnya
produk cacat.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan biaya kualitas yang diukur dengan biaya pencegahan
dan biaya penilaian dengan produk cacat pada PT. Kanisius tahun 2014
sampai dengan tahun 2016.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna bagi
1. Bagi Perusahaan
Sebagai masukan yang mungkin dapat membantu perusahaan sebagai
pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan strategi yang digunakan
perusahaan dalam menghadapi persaingan masa sekarang ini.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa yang akan mengadakan penelitian
serupa dan untuk menambah koleksi buku perpustakaan Sanata Dharma.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi menjadi enam bab.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penulisan.
Bab II : Kajian Pustaka
Bab ini menjelaskan teori-teori pendukung dan hasil penelitian
terdahulu sebagai acuan dari penelitian ini.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini membahas tentang jenis penelitian, tempat dan waktu
penelitian, subjek dan objek penelitian, data yang diperlukan,
Bab IV : Gambaran Umum Perusahaan
Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum perusahaan
yang berkaitan dengan sejarah berdirinya perusahaan, visi dan
misi perusahaan, struktur organisasi, deskripsi jabatan, personalia
perusahaan, kategori produk cacat, pemasaran, kegiatan usaha
dan proses produksi serta produk yang dihasilkan perusahaan.
Bab V : Analisis Data dan Pembahasan
Pada bab ini akan dibahas mengenai deskripsi data, analisis data,
dan pembahasan.
Bab VI : Penutup
Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan, keterbatasan
6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Kualitas
1. Definisi Kualitas
Menurut Hansen dan Mowen (2009: 269), “Kualitas adalah derajat atau tingkat kesempurnaan, dalam pengertian ini kualitas adalah ukuran
relatif dari kebaikan (goodness) atau dapat disimpulkan bahwa kualitas
adalah kepuasaan pelanggan”. Produk atau jasa yang berkualitas adalah yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan (Hansen dan Mowen,
2009: 269).
Menurut Blocher et al. (2007: 388), “Kualitas adalah produk atau jasa sesuai dengan desain atau spesifikasi dan memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan pada harga bersaing yang bersedia dibayar pelanggan”. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas
Menurut Assauri (2008: 293), terdapat tiga faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat kualitas suatu barang, yaitu :
a. Fungsi suatu barang
Suatu fungsi yang dihasilkan hendaknya memperhatikan fungsi
penggunaan barang tersebut, sehingga barang-barang yang dihasilkan
benar-benar dapat memenuhi fungsi tersebut.
b. Wujud luar
Salah satu faktor penting yang sering digunakan oleh konsumen dalam
tersebut. Wujud luar dari barang tidak hanya terlihat dari bentuk tetapi
juga dari warna, susunan (pembungkusan) dan lain-lain.
c. Biaya barang
Biaya dan harga suatu barang atau jasa dapat menentukan kualitas dari
barang tersebut. Hal ini terlihat jika produk yang dihasilkan
mempunyai biaya atau harga yang lebih tinggi biasanya menunjukkan
bahwa kualitas barang tersebut relatif baik.
3. Dimensi Kualitas Produk
Menurut Hansen dan Mowen (2009: 269-271), kualitas produk atau
produk yang berkualitas adalah sesuatu yang memenuhi harapan
pelanggan yang mengacu pada 8 (delapan) dimensi sebagai berikut :
a. Perfomance (Kinerja)
Kinerja mengacu sejauh mana konsistensi dari fungsi suatu barang.
b. Aesthetics (Estetika)
Estetika berhubungan dengan penampilan wujud produk seperti gaya
dan keindahan, serta penampilan fasilitas, peralatan, pegawai, dan
materi komunikasi yang berkaitan dengan jasa.
c. Serviceability (Kemudahan perawatan dan perbaikan)
Serviceability berkaitan dengan tingkat kemudahan merawat dan
memperbaiki produk.
d. Features (Kualitas desain)
Features adalah karakteristik produk yang berbeda dari produk-produk
tercermin pada biaya produksi dan harga jual yang lebih tinggi.
Kualitas desain membantu perusahaan menentukan pasarnya.
e. Reliability (Keandalan)
Reliability adalah kemampuan produk dalam memberikan fungsi yang
diinginkan selama beberapa waktu tertentu.
f. Durability (Tahan lama)
Durability berkaitan dengan lamanya produk memberikan fungsinya
atau berapa lama suatu produk dapat digunakan dengan kata lain
keawetan produk.
g. Quality of conformance (Kualitas kesesuaian)
Kualitas kesesuaian adalah ukuran mengenai apakah sebuah produk
telah memenuhi spesifikasinya atau tidak.
h. Fitness for use (Kesesuaian kegunaan)
Fitness for use adalah kesesuaian produk dengan fungsi-fungsi yang
sudah disebutkan. Ketidakpercayaan produk sering merupakan akibat
dari kegagalan kesesuaian.
4. Ukuran Standar Kualitas
Menurut Hansen dan Mowen (2009: 270-271), standar kualitas
suatu perusahaan dapat diukur berdasarkan dua ukuran, yaitu :
a. Standar fisik
Untuk lini manajer dan personel operasi, pengukuran fisik terhadap
kualitas seperti jumlah unit cacat, persentase kegagalan eksternal,
lainnya mungkin dapat lebih berarti untuk pengukuran fisik, standar
kualitasnya adalah cacat nihil atau kesalahan. Tujuannya agar setiap
orang melakukan pekerjaannya dengan benar sejak pertama.
b. Standar interim
Bagi sebagian perusahaan, standar cacat nihil (zero defect) merupakan
tujuan jangka panjang, karena memperbaiki kualitas sampai tingkat
cacat nihil dapat memakan waktu, maka standar perbaikan tahunan
harus dikembangkan. Standar kualitas interim ini mengekspresikan
tujuan-tujuan kualitas untuk tahun tersebut.
5. Pengendalian Kualitas
Menurut Assauri (2008: 38), “Pengendalian dan pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi
dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan dan
apabila terjadi penyimpangan dapat dikoreksi sehingga apa yang
diharapkan dapat tercapai”.
Menurut Assauri (2008: 299), “Pengendalian kualitas adalah usaha untuk mempertahankan mutu atau kualitas dari barang yang dihasilkan
agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan
kebijaksanaan pimpinan perusahaan”.
Menurut Adam et al. (2016: 103), fungsi pengendalian kualitas
bukan saja untuk memperoleh kualitas produk yang sesuai dengan standar,
Menurut Assauri (2008: 299), tujuan dari pengendalian kualitas
adalah :
a. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah
ditetapkan.
b. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
c. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan
menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil
mungkin.
d. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
B. Biaya Kualitas
1. Definisi Biaya Kualitas
Menurut Blocher et al. (2007: 404), “Biaya kualitas adalah biaya dari aktivitas yang berkaitan dengan pencegahan, pengidentifikasian,
perbaikan dan pembetulan produk yang berkualitas rendah, serta biaya
peluang dari waktu produksi dan penjualan yang hilang akibat kualitas
yang rendah”.
Menurut Hansen dan Mowen (2009: 272), “Biaya kualitas adalah biaya-biaya yang timbul karena mungkin atau telah terdapat produk yang
kualitasnya buruk”.
Dari definisi biaya kualitas tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa biaya kualitas berhubungan dengan dua jenis kegiatan (Hansen dan
a. Kegiatan pengendalian (control activities) adalah kegiatan yang
dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mencegah atau mendeteksi
kualitas yang buruk. Kegiatan pengendalian terdiri dari kegiatan
pencegahan dan kegiatan penilaian. Biaya pengendalian adalah
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan pengendalian.
b. Kegiatan karena kegagalan (failure activities) adalah kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan atau pelanggannya untuk merespons
kualitas yang buruk. Kegiatan karena kegagalan terdiri dari kegiatan
kegagalan internal dan kegiatan kegagalan eksternal. Biaya kegagalan
adalah biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan karena telah terjadi
kegagalan dalam kegiatan.
Menurut Hansen dan Mowen (2009: 273), biaya kualitas dapat
diklasifikasikan sebagai biaya kualitas yang dapat diamati (observable
quality costs) dan biaya kualitas yang tersembunyi (hidden costs). Biaya
kualitas yang dapat diamati (observable quality costs) adalah biaya-biaya
yang tersedia atau dapat diperoleh dari catatan akuntansi perusahaan,
misalnya biaya perencanaan kualitas, biaya pemeriksaan distribusi, dan
biaya pengerjaan ulang.
Biaya kualitas yang tersembunyi (hidden costs) adalah biaya
kesempatan atau opportunitas yang terjadi karena kualitas yang buruk dan
biasanya biaya opportunitas tidak disajikan dalam catatan akuntansi,
misalnya biaya kehilangan penjualan, biaya ketidakpuasan pelanggan, dan
yang tersembunyi adalah semua biaya yang berada dalam kategori
kegagalan eksternal.
2. Pengelompokan Biaya Kualitas
Pengelompokan biaya kualitas menurut Blocher et al. (2007:
404-408), adalah sebagai berikut :
a. Biaya pencegahan (prevention costs) adalah biaya yang dikeluarkan
untuk mencegah terjadinya kerusakan kualitas. Menurut Blocher et al.
(2007: 404-405), biaya pencegahan meliputi :
1) Biaya pelatihan kualitas. Pengeluaran-pengeluaran yang terjadi
untuk melaksanakan program-program pelatihan internal bagi para
pegawai yang berpartisipasi dalam program-program eksternal
untuk memastikan pelaksanaan produksi, pengiriman, dan
pelayanan produk dan jasa yang tepat dan untuk meningkatkan
kualitas. Biaya-biaya ini meliputi upah dan gaji yang dikeluarkan
dalam pelatihan, biaya instruksi, beban staf klerikal dan biaya
persediaan lain-lain, serta biaya untuk menyiapkan buku pegangan
dan manual instruksi.
2) Biaya perencanaan kualitas. Upah dan overhead untuk perencanaan
kualitas dan perkumpulan kualitas, desain prosedur baru, desain
peralatan baru untuk meningkatkan kualitas, studi keandalan dan
3) Biaya pemeliharaan peralatan. Biaya yang terjadi untuk memasang,
menyesuaikan, memelihara, memperbaiki, dan mengawasi
peralatan, proses, dan sistem produksi.
4) Biaya penjaminan pemasok. Biaya yang terjadi untuk memastikan
bahwa bahan baku, komponen, dan jasa yang diterima memenuhi
standar kualitas perusahaan. Biaya-biaya ini termasuk biaya
pemilihan, evaluasi, dan pelatihan pemasok untuk menyesuaikan
dengan persyaratan total quality management.
5) Biaya sistem informasi. Biaya yang dikeluarkan untuk
mengembangkan persyaratan data dan mengukur, mengaudit, dan
melaporkan data kualitas.
6) Desain ulang produk atau perbaikan proses. Biaya yang terjadi
untuk mengevaluasi dan memperbaiki desain produk dan proses
operasi untuk memudahkan proses operasi untuk memudahkan
proses produksi atau untuk mengurangi atau meniadakan
masalah-masalah kualitas.
7) Perkumpulan kualitas. Biaya yang terjadi untuk membentuk dan
mengoperasikan perkumpulan pengendalian kualitas untuk
menentukan masalah-masalah kualitas dan memberikan solusi
untuk meningkatkan kualitas produk dan jasa.
b. Biaya penilaian/deteksi (appraisal/detection costs) adalah biaya yang
terjadi dalam pengukuran dan analisis data untuk memastikan apakah
selama produksi tetapi sebelum pengiriman kepada para pelanggan.
Menurut Blocher et al. (2007: 406), biaya penilaian meliputi:
1) Biaya pengujian dan inspeksi. Biaya yang terjadi untuk menguji
dan menginspeksi bahan baku yang masuk, barang dalam proses,
dan barang jadi atau jasa.
2) Biaya perolehan peralatan pengujian. Pengeluaran yang terjadi
untuk memperoleh, mengoperasikan, atau memelihara fasilitas,
peranti lunak, mesin-mesin, dan peralatan pengujian atau penilaian
kualitas produk, jasa, atau proses.
3) Audit kualitas. Gaji dan upah semua orang yang terlibat dalam
penilaian kualitas produk dan jasa serta pengeluaran lain yang
terjadi selama penilaian kualitas.
4) Pengujian laboratorium.
5) Pengujian dan evaluasi lapangan.
6) Biaya informasi. Biaya untuk menyiapkan dan memeriksa laporan
kualitas.
c. Biaya kegagalan internal (internal failure costs) adalah biaya yang
terjadi akibat kualitas buruk yang ditemukan melalui penilaian
sebelum produk diserahkan ke pelanggan. Menurut Blocher et al.
(2007: 406), biaya kegagalan internal meliputi :
1) Biaya tindakan perbaikan. Biaya untuk waktu yang digunakan
2) Biaya pengerjaan ulang dan bahan sisa produksi. Biaya bahan
baku, tenaga kerja langsung, dan overhead untuk bahan sisa
(scrap), pengerjaan ulang (rework), dan inspeksi ulang.
3) Biaya proses. Biaya yang dikeluarkan untuk mendesain ulang
produk atau proses, penghentian mesin yang tidak direncanakan
untuk penyesuaian, dan produksi yang hilang karena ada penyelaan
proses untuk perbaikan atau pengerjaan ulang.
4) Biaya percepatan. Biaya yang terjadi untuk mempercepat operasi
produksi karena adanya waktu yang digunakan untuk perbaikan
atau pengerjaan ulang.
5) Biaya inspeksi ulang dan pengujian ulang. Gaji, upah, dan
beban-beban yang terjadi selama inspeksi atau pengujian ulang terhadap
produk-produk yang telah dikerjakan ulang atau diperbaiki.
6) Kontribusi yang hilang karena peningkatan permintaan atas sumber
daya yang terbatas. Sumber daya terbatas yang dikeluarkan untuk
memproduksi unit-unit produk cacat akan meningkatkan waktu
siklus dan menurunkan jumlah total output. Kontribusi yang tidak
diperoleh dari unit-unit yang tidak diproduksi karena tidak
tersedianya sumber daya yang terbatas akan menurunkan laba
operasi perusahaan.
d. Biaya kegagalan eksternal (external failure costs) adalah biaya yang
dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan kualitas setelah produk atau
peluang laba yang disebabkan oleh penyerahan produk atau jasa yang
tidak dapat diterima pelanggan. Menurut Blocher et al. (2007: 407),
biaya kegagalan eksternal meliputi :
1) Biaya perbaikan atau penggantian. Perbaikan atau penggantian
produk-produk gagal yang dikembalikan atau diretur.
2) Biaya untuk menangani keluhan dan pengembalian (retur) dari
pelanggan. Gaji dan overhead administrasi dari departemen
layanan pelanggan, pengurangan harga atau diskon yang
merupakan garansi untuk kualitas rendah dan biaya angkut.
3) Biaya penarikan kembali dan pertanggungjawaban produk. Biaya
administrasi untuk menangani penarikan kembali, perbaikan atau
penggantian produk, biaya hukum, dan biaya penyelesaian hukum.
4) Penjualan yang hilang karena produk yang tidak memuaskan.
Margin kontribusi yang hilang karena pesanan yang dibatalkan,
kehilangan penjualan, dan penurunan pangsa pasar.
5) Biaya untuk memperbaiki reputasi. Biaya aktivitas pemasaran
untuk meminimalkan kerugian dari reputasi yang buruk dan untuk
memperbaiki citra dan reputasi perusahaan.
3. Pandangan Tentang Biaya Kualitas
Menurut Hansen dan Mowen (2009: 277-279), terdapat dua fungsi
a. Pandangan Kualitas yang Dapat Diterima
Mengasumsikan bahwa terdapat perbandingan terbalik antara
biaya pengendalian dan biaya kegagalan. Dapat dilihat pada gambar
2.1, ketika biaya pengendalian meningkat, maka biaya kegagalan
seharusnya menurun. Selama penurunan biaya kegagalan lebih besar
daripada kenaikan biaya pengendalian, perusahaan harus terus menerus
meningkatkan usahanya untuk mencegah atau mendeteksi unit-unit
yang tidak sesuai. Pada akhirnya, akan dicapai suatu titik dimana
kenaikan tambahan biaya dalam upaya tersebut menimbulkan biaya
yang lebih besar daripada penurunan biaya kegagalan. Titik ini
mewakili tingkat minimum dari total biaya kualitas. Ini merupakan
perbandingan optimal antara biaya pengendalian dan biaya kegagalan
atau biasa disebut tingkat kualitas yang dapat diterima (Acceptable
Quality Level/AQL). Namun pandangan ini memiliki kelemahan yaitu
dapat meneruskan kesalahan-kesalahan operasi sebelumnya dan
memiliki komitmen untuk mengirimkan produk yang cacat kepada
Gambar 2.1
Grafik Biaya Kualitas Acceptable Quality Level (AQL)
Sumber : Hansen dan Mowen, 2009: 279
b. Pandangan Cacat Nol
Biaya kegagalan timbul hanya jika produk tidak sesuai dengan
spesifikasi dan terdapat perbandingan terbalik optimal antara biaya
kegagalan dan biaya pengendalian. Pada gambar 2.2 digambarkan
bahwa model cacat nol (zero defect model) menyatakan keunggulan
biaya akan diperoleh dengan mengurangi unit cacat hingga nol.
Pandangan ini mensyaratkan bahwa produk dan jasa yang diproduksi
dan dikirim kepada pelanggan adalah yang sesuai nilai sasaran.
Perusahaan-perusahaan yang menghasilkan semakin sedikit produk
cacat akan menjadi lebih kompetitif relatif terhadap perusahaan yang
meneruskan penggunaan model AQL tradisional.
Gambar 2.2
Grafik Biaya Kualitas Kontemporer
Sumber : Hansen dan Mowen, 2009: 281
4. Laporan Biaya Kualitas
Menurut Nasution (2005: 176), laporan biaya kualitas diklasifikasi
ke dalam empat kategori untuk mempermudah proses pelaporan biaya
kualitas. Bentuk laporan biaya kualitas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut
Tabel 2.1
Bentuk Laporan Biaya Kualitas
Sumber : Nasution, 2005: 176
5. Komposisi Biaya Kualitas
Dalam biaya kualitas terdapat berbagai macam biaya yang dipakai
perusahaan untuk kegiatan pengendalian kualitas produk. Komposisi biaya
kualitas dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :
Kelompok Biaya Kualitas Biaya Kualitas % dari Penjualan 1. Biaya Pencegahan (Prevention
Costs)
a. Biaya desain dan operasi sistem kualitas
2. Biaya Penilaian (Appraisal Costs)
a. Biaya pemeriksaan bahan b. Biaya penilaian produksi
c. Repacking dan freight
Tabel 2.2
Komposisi Biaya Kualitas
Biaya Kualitas
Biaya Pengendalian Biaya Kegagalan Biaya
6. Dasar Pengukuran Biaya Kualitas
Menurut Nasution (2005: 176-177), beberapa perusahaan kelas
dunia menggunakan ukuran biaya kualitas sebagai indikator keberhasilan
program perbaikan kualitas, yang dapat dihubungkan dengan
ukuran-ukuran lain seperti berikut :
a. Biaya kualitas dibandingkan dengan nilai penjualan (persentase biaya
kualitas total terhadap nilai penjualan). Semakin rendah nilai ini
b. Biaya kualitas dibandingkan terhadap keuntungan (persentase biaya
kualitas total terhadap nilai keuntungan). Semakin rendah nilai ini
menunjukkan program perbaikan kualitas semakin sukses.
c. Biaya kualitas dibandingkan dengan harga pokok penjualan (cost of
goods sold), diukur berdasarkan persentase biaya kualitas total
terhadap nilai harga pokok penjualan, semakin rendah nilai ini
menunjukkan program perbaikan kualitas semakin sukses.
7. Perilaku Biaya Kualitas
Menurut Tjiptono dan Diana (2003: 42), kualitas dapat diukur
berdasarkan biayanya. Perusahaan menginginkan agar biaya kualitas turun,
namun dapat mencapai kualitas yang lebih tinggi, setidak-tidaknya sampai
dengan titik tertentu. Bila standar kerusakan nol dapat dicapai, maka
perusahaan masih harus menanggung biaya pengendalian yang terdiri dari
biaya pencegahan dan penilaian atau deteksi.
Menurut Tjiptono dan Diana (2003: 42), suatu perusahaan dengan
program pengelolaan kualitas yang berjalan dengan baik, biaya kualitasnya
tidak lebih besar dari 2,5% dari penjualan. Tjiptono dan Diana (2003: 42)
menyatakan bahwa standar 2,5% tersebut mencakup biaya kualitas secara
total sedangkan biaya untuk setiap elemen secara individual lebih kecil
dari jumlah tersebut. Agar standar biaya kualitas tersebut dapat dicapai,
maka perusahaan harus dapat mengidentifikasi perilaku setiap elemen
C. Produk Cacat
1. Definisi Produk Cacat
Menurut Bustami dan Nurlela (2007: 136), “Produk cacat adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang
dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan,
tetapi masih bisa diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu”.
Menurut Hansen dan Mowen (2009: 271), “Produk cacat adalah produk yang tidak sesuai dengan spesifikasinya, sedangkan cacat nol (zero
defect) memiliki arti bahwa semua produk yang diproduksi sesuai dengan
spesifikasinya.”
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Cacat
Menurut Herawati et al. (2012: 572), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya produk cacat dalam proses produksi suatu
perusahaan, yaitu :
a. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia tidak terlepas dari kesalahan-kesalahan seperti
ketidaktelitian, kecerobohan, kurangnya konsentrasi, kelelahan, dan
kurangnya disiplin serta rasa tanggung jawab yang mengakibatkan
terjadinya produk yang tidak sesuai standar perusahaan.
b. Bahan Baku
Bahan baku sangat mempengaruhi kualitas produk yang akan
c. Mesin
Mesin adalah salah satu alat yang bisa mempengaruhi terjadinya
produk rusak dan cacat, karena untuk menghasilkan produk dengan
kualitas baik diperlukan mesin-mesin yang baik dan terawat dengan
baik.
D. Hubungan antara Biaya Kualitas dan Produk Cacat
1. Hubungan antara Biaya Pencegahan dan Produk Cacat
Menurut Yanti (2015: 51), pengendalian kualitas penting dilakukan
oleh perusahaan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan perusahaan. Menurut Nasution (2005: 2), suatu produk
memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah
ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses produksi dan
produk jadi (Nasution, 2005: 2). Menurut Yanti (2015: 51), manajemen
kualitas perlu mempunyai teknik pengawasan yang baik agar perusahaan
dapat menghasilkan produk berdasarkan standar kualitas yang telah
ditetapkan dan berusaha meminimalkan jumlah produk cacat bahkan
berusaha meniadakan produk yang cacat. Menurut Yanti (2015: 51),
sebagai usaha untuk meminimalkan produk cacat, perusahaan
mengeluarkan biaya pencegahan untuk mencegah kegagalan dalam
produksi.
Menurut Mulyadi (2001) dalam Yanti (2015), “Biaya pencegahan adalah biaya yang dikeluarkan untuk mencegah terjadinya cacat dalam
biaya pencegahan ini adalah untuk menurunkan jumlah produk yang tidak
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan.
Menurut Blocher et al. (2007: 408), pencegahan mutu rendah yang
lebih baik jelas akan menurunkan semua biaya mutu lainnya. Menurut
Kurniawati et al. (2016), perusahaan harus fokus pada pencegahan
terjadinya kecacatan dan melakukan secara benar sejak dari awal melalui
perencanaan yang matang. Menurut Kurniawati et al. (2016), semakin
besar biaya pencegahan yang dialokasikan seharusnya diikuti dengan
menurunnya jumlah produk cacat. Menurut Kurniawati et al. (2016), jika
perusahaan menambah alokasi biaya pencegahan maka akan diikuti
dengan menurunnya jumlah produk cacat.
Menurut Feigenbaum (1992: 104), dengan meningkatkan biaya
pencegahan akan mengurangi produk cacat. Berdasarkan pendapat
Feigenbaum dapat dipahami bahwa biaya pencegahan berpengaruh negatif
terhadap produk cacat. Menurut Feigenbaum (1992: 104), semakin besar
alokasi untuk kegiatan pencegahan yang meliputi pengawasan produk dan
pemeliharaan mesin maka diprediksi akan memberi dampak pada turunnya
jumlah unit produk cacat. Dengan mengalokasikan sejumlah biaya untuk
kegiatan pencegahan, menunjukkan bahwa perusahaan sudah berupaya
melakukan tindakan pengendalian atas produk cacat. Menurut Hansen dan
Mowen dalam Kurniawati et al. (2016), ketika biaya pencegahan
Eliyana (2008: 44), hal ini menunjukkan bahwa biaya pencegahan dapat
mempengaruhi jumlah produk cacat.
2. Hubungan antara Biaya Penilaian dan Produk Cacat
Menurut Yanti (2015: 52), perusahaan dalam memproduksi barang
atau jasa selalu berusaha menghasilkan produk yang berkualitas. Menurut
Prihartanto (2007: 34-35), pengakuan bahwa kegagalan menghasilkan
produk yang berkualitas tinggi akan menimbulkan biaya tinggi, maka
perusahaan terdorong untuk selalu meningkatkan kualitas produk sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan dengan menjadikan produk cacat
zero defect. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan inspeksi secara
rutin supaya dapat meminimalkan produk cacat.
Menurut Yanti (2015: 53), setiap komponen dan produk cacat
harus diketahui sedini mungkin. Menurut Blocher et al. (2007: 408),
semakin sedikit masalah mutu maka semakin sedikit penilaian yang
dibutuhkan karena produk dibuat dengan baik sejak awal. Menurut
Atkinson (2004) dalam Suryanata (2011), “Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk menentukan apakah produk dan jasa telah sesuai
dengan persyaratan atau kebutuhan pelanggan.”
Menurut Garrison (2001) dalam Yanti (2015), biaya penilaian atau
biaya inspeksi terjadi untuk mengidentifikasikan produk cacat sebelum
produk tersebut dikirimkan kepada konsumen. Menurut Feigenbaum
(1992: 104), kenaikan dalam biaya pencegahan mengakibatkan turunnya
penilaian karena turunnya kecacatan berarti menurunnya aktivitas-aktivitas
pemeriksaan dan pengujian yang rutin. Dari pendapat Feigenbaum dapat
dipahami bahwa biaya penilaian berpengaruh positif terhadap produk
cacat.
Menurut Sari (2009: 36), biaya penilaian dapat mempengaruhi
jumlah produk cacat. Menurut Kurniawati et al. (2016), setiap kenaikan
biaya penilaian mengindikasikan adanya peningkatan pada jumlah produk
cacat dan begitu pula sebaliknya setiap penurunan biaya penilaian
mengindikasikan adanya penurunan pada jumlah produk cacat.
3. Hubungan antara Biaya Kegagalan dan Produk Cacat
Menurut Winarno (2015: 209), dengan menurunnya produk cacat
maka biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki produk yang cacat
(biaya kegagalan internal) akan semakin menurun. Menurut Blocher et al.
(2007: 408), menurunnya produk cacat sebelum dikirim ke pelanggan akan
berdampak pada jumlah produk yang rusak di pelanggan akan menurun,
sehingga akan mengurangi tingkat retur atas produk cacat dari pelanggan
dan tentu ini akan berdampak pada menurunnya biaya garansi (jaminan)
dan perbaikan yang merupakan komponen biaya kegagalan eksternal.
Menurut Blocher et al. (2007: 408), semakin sedikit unit yang cacat juga
menurunkan biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal
seperti perbaikan, pengerjaan ulang, dan penarikan kembali produk.
Menurut Sari (2009: 36), biaya kegagalan internal dan biaya
cacat. Biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal naik jika
jumlah produk cacat meningkat dan sebaliknya biaya kegagalan internal
dan biaya kegagalan eksternal turun jika jumlah produk cacat menurun.
Menurut Eliyana (2008: 43), hal ini menunjukkan bahwa biaya kegagalan
internal dan biaya kegagalan eksternal dipengaruhi oleh jumlah produk
cacat.
E. Penelitian Terdahulu
Prihartanto (2007) menggunakan biaya pencegahan dan biaya
penilaian sebagai variabel independen dan jumlah produk rusak sebagai
variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan biaya
pencegahan dan biaya penilaian mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap produk rusak, sedangkan secara parsial biaya pencegahan dan biaya
penilaian berpengaruh negatif signifikan terhadap produk rusak. Biaya
pencegahan memiliki pengaruh paling dominan dalam sumbangan biaya
kualitas terhadap produk rusak.
Saputra (2007) menggunakan biaya pencegahan dan biaya penilaian
sebagai variabel independen dan jumlah produk rusak sebagai variabel
dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan biaya kualitas
yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap produk rusak, sedangkan secara parsial pengaruh
biaya kualitas terhadap produk rusak adalah biaya pencegahan berpengaruh
biaya penilaian berpengaruh secara signifikan terhadap produk rusak dengan
arah hubungan positif.
Eliyana (2008) menggunakan biaya pencegahan dan biaya penilaian
sebagai variabel independen dan produk rusak sebagai variabel dependen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya pencegahan berpengaruh secara
signifikan terhadap produk rusak dengan arah hubungan negatif dan biaya
penilaian berpengaruh secara signifikan terhadap produk rusak dengan arah
hubungan negatif.
Sari (2009) menggunakan biaya kualitas yang terdiri dari biaya
pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal, dan biaya kegagalan
eksternal sebagai variabel independen dan produk rusak sebagai variabel
dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan biaya
pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal, dan biaya kegagalan
eksternal berpengaruh secara signifikan terhadap produk rusak, sedangkan
secara parsial biaya pencegahan berpengaruh secara signifikan terhadap
produk rusak dengan arah hubungan negatif, biaya penilaian berpengaruh
secara signifikan terhadap produk rusak dengan arah hubungan negatif, biaya
kegagalan internal berpengaruh secara signifikan terhadap produk rusak
dengan arah hubungan positif dan biaya kegagalan eksternal berpengaruh
secara signifikan terhadap produk rusak dengan arah hubungan positif.
Kurniawati (2016) menggunakan biaya pencegahan dan biaya
penilaian sebagai variabel independen dan produk cacat sebagai variabel
pencegahan dan biaya penilaian berpengaruh secara signifikan terhadap
produk cacat, sedangkan secara parsial biaya pencegahan berpengaruh negatif
signifikan terhadap produk cacat dan biaya penilaian berpengaruh positif
terhadap produk cacat.
F. Kerangka Konseptual
Pada penelitian ini, pengendalian biaya difokuskan pada biaya
pencegahan dan biaya penilaian. Dengan menggunakan sistem biaya kualitas,
perusahaan dapat mengetahui seberapa besar hubungan antara biaya kualitas
(biaya pencegahan dan biaya penilaian) dan produk cacat. Oleh karena itu,
kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
G. Perumusan Hipotesis
Menurut Sugiyono (2013: 96), hipotesis adalah jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan kerangka konseptual pada
gambar 2.3 di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Hubungan antara Biaya Pencegahan dan Produk Cacat
Biaya kualitas sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya pencegahan.
Pada awalnya suatu perusahaan tidak mempunyai pemikiran akan Biaya Kualitas
Biaya Pencegahan
Biaya Penilaian
timbulnya produk cacat pada proses produksi, tetapi setelah proses
produksinya berjalan dan berkembang semakin pesat, maka mulai timbul
pemikiran mengenai biaya pencegahan sehingga kemungkinan jumlah
produk cacat yang timbul dapat ditekan atau dicegah menjadi lebih sedikit.
Biaya pencegahan yang meningkat berarti menunjukkan jumlah unit
produk cacat menurun dan begitu pula sebaliknya. Berdasarkan penjelasan
di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ho : Tidak ada hubungan antara biaya pencegahan dan produk cacat.
Ha : Ada hubungan antara biaya pencegahan dan produk cacat.
2. Hubungan antara Biaya Penilaian dan Produk Cacat
Dalam suatu proses produksi, peningkatan kualitas suatu produk
sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya kualitas. Salah satu biaya kualitas
yang dimaksud adalah biaya penilaian. Meningkatnya biaya pencegahan
yang dilakukan oleh perusahaan akan menyebabkan biaya penilaian yang
dikeluarkan juga akan meningkat, hal ini dapat terjadi karena kedua biaya
tersebut merupakan suatu kesatuan usaha pengendalian yang dilakukan
untuk meningkatkan kualitas. Usaha pengendalian kualitas yang dilakukan
dengan mengeluarkan biaya penilaian akan menyebabkan berkurangnya
jumlah produk cacat yang dihasilkan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ho : Tidak ada hubungan antara biaya penilaian dan produk cacat.
32 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis berupa studi kasus, yaitu
penelitian dengan mengumpulkan data langsung dari perusahaan. Data yang
diperoleh dari perusahaan kemudian digunakan untuk menjawab permasalahan
dengan menggunakan teknik analisa data. Hasil dari penelitian ini hanya
berlaku pada perusahaan yang diteliti.
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertempat di PT. Kanisius, terletak di Jalan
Cempaka 9 Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55281. Perusahaan ini bergerak di bidang percetakan dan
penerbitan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2016 - Februari 2017.
C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini antara lain :
a. Direktur Perusahaan
b. Kepala Bagian Produksi
c. Kepala Bagian Keuangan
2. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini antara lain :
a. Biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian
pada tahun 2014, 2015, 2016.
b. Produk cacat pada tahun 2014, 2015, 2016.
D. Data yang Diperlukan
1. Gambaran umum perusahaan
Data yang diambil meliputi sejarah perusahaan, tujuan, lokasi perusahaan,
produksi, proses produksi, pemasaran, personalia, struktur organisasi
perusahaan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perusahaan.
2. Data biaya-biaya yang berhubungan dengan aktivitas kualitas produk dari
tahun 2014 sampai dengan tahun 2016 dalam rupiah.
3. Jumlah produksi pada tahun 2014, 2015, 2016 berdasarkan jumlah order.
4. Jumlah produk cacat pada tahun 2014, 2015, 2016 berdasarkan jumlah
order.
E. Teknik Pengumpulan Data
Cara yang dipakai dalam pengumpulan data adalah :
1. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan oleh penulis dengan tujuan untuk
mendapatkan data mengenai gambaran umum perusahaan, proses produksi
2. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan oleh penulis dengan tujuan untuk
mendapatkan data yang tersedia di perusahaan terkait dengan objek
penelitian yaitu biaya kualitas dan produk cacat selama tiga tahun.
F. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah dalam teknik analisis data adalah sebagai berikut :
1. Melakukan analisis korelasi menggunakan IBM SPSS Statistics 20 untuk
mengetahui hubungan antara biaya kualitas (biaya pencegahan dan biaya
penilaian) dan produk cacat yang dilakukan dengan beberapa langkah,
yaitu :
a. Melakukan pengujian normalitas data
Normalitas data dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika dalam uji tersebut menghasilkan nilai
signifikansi > 5%, maka dapat dikatakan bahwa data yang diteliti
berdistribusi normal.
b. Menghitung nilai statistik biaya kualitas (biaya pencegahan dan biaya
penilaian) dan produk cacat.
c. Melakukan perhitungan koefisien korelasi antara biaya kualitas (biaya
pencegahan dan biaya penilaian) dan produk cacat menggunakan
analisis Pearson Correlation.
d. Melakukan pengujian hipotesis hubungan antara biaya kualitas dan
1) Hubungan antara biaya pencegahan dan produk cacat adalah
sebagai berikut :
a) Ho : r = 0, tidak ada hubungan antara biaya pencegahan dan
produk cacat.
b) Ha : r ≠ 0, ada hubungan antara biaya pencegahan dan produk cacat.
2) Hubungan antara biaya penilaian dan produk cacat adalah sebagai
berikut :
a) Ho : r = 0, tidak ada hubungan antara biaya penilaian dan
produk cacat.
b) Ha : r ≠ 0, ada hubungan antara biaya penilaian dan produk cacat.
e. Menentukan tingkat keyakinan
Tingkat keyakinan atau level of significant adalah 0,05.
f. Menarik kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini merupakan hasil dari analisis Pearson
Correlation. Langkah-langkah untuk menarik kesimpulan adalah :
1) Menentukan kriteria pengujian hipotesis
a) Hubungan antara biaya pencegahan dan produk cacat adalah
sebagai berikut :
i) Hipotesis nol (Ho) dapat ditolak apabila nilai r ≠ 0 yang berarti ada hubungan antara biaya pencegahan dan produk
ii) Hipotesis nol (Ho) tidak dapat ditolak apabila nilai r = 0
yang berarti tidak ada hubungan antara biaya pencegahan
dan produk cacat.
b) Hubungan antara biaya penilaian dan produk cacat adalah
sebagai berikut :
i) Hipotesis nol (Ho) dapat ditolak apabila nilai r ≠ 0 yang berarti ada hubungan antara biaya penilaian dan produk
cacat.
ii) Hipotesis nol (Ho) tidak dapat ditolak apabila nilai r = 0
yang berarti tidak ada hubungan antara biaya penilaian dan
produk cacat.
2) Menentukan nilai signifikansi antar variabel
Hasil signifikansi dapat ditentukan dengan Sig. (2-tailed), yaitu :
a) Jika nilai Sig. (2-tailed) < 0,05 maka hubungan antar variabel
dapat dikatakan signifikan.
b) Jika nilai Sig. (2-tailed) > 0,05 maka hubungan antar variabel
dapat dikatakan tidak signifikan.
3) Menentukan arah hubungan antar variabel
Terdapat dua arah dalam hubungan antar variabel, yaitu :
a) Angka korelasi positif menunjukkan bahwa hubungan antar
variabel adalah searah. Hal ini berarti jika nilai satu variabel
b) Angka korelasi negatif menunjukkan bahwa hubungan antar
variabel adalah berlawanan. Hal ini berarti bahwa kenaikan
satu variabel akan diikuti dengan menurunnya variabel yang
lain.
4) Menentukan interval kekuatan hubungan
Menguji kekuatan hubungan, maka kriteria pengujiannya adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.1 Kriteria Pengujian Kekuatan Hubungan antara Variabel
Nilai Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat kuat
38 BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan
Pada tanggal 26 Januari 1922, Pastor J Hoeberechts SJ mendirikan
sebuah percetakan sederhana di Yogyakarta yang bernama Canisius Drukkerij
sebagai sebuah karya misi. Percetakan ini membantu menyediakan buku-buku
pelajaran bagi sekolah kaum pribumi serta buku-buku doa bagi Gereja Katolik
di Indonesia.
Pada permulaan operasinya, manajemen Percetakan Kanisius
dipercayakan kepada bruder-bruder FIC. Dengan hanya menggunakan dua
mesin dan tiga orang pekerja, Bruder Bellinus merintis perusahaan ini di
sebuah bangunan kecil bekas gudang di kompleks sekolah milik Bruderan FIC
Kidul Loji. Pada tahun 1923, Kanisius pindah ke bangunan baru seluas 200
meter persegi di Jalan Panembahan Senopati 16, Yogyakarta. Sekitar tahun
1928, Canisius Drukkerij mencetak beberapa majalah pergerakan, seperti
Tamtama Dalem dan Swaratama yang memberi kontribusi penting dalam
perjuangan kaum muda di Indonesia untuk meraih kemerdekaan.
Pada masa awal kemerdekaan, Pemerintah Indonesia mempercayai
Percetakan Kanisius untuk mencetak ORI (Oeang Republik Indonesia). Inilah
pertama kalinya ORI dicetak dan diedarkan sebagai alat perjuangan
mempertahankan kemerdekaan setelah proklamasi 17 Agustus 1945. Setelah
penyerahan kedaulatan Republik Indonesia, Indonesia memasuki era baru
berbahasa Indonesia. Sejak saat itu, karya Kanisius bukan hanya percetakan,
melainkan juga penerbitan. Pada pertengahan tahun 1990-an, Kanisius
memperluas bidang layanan hingga ke jenis produk majalah dan multimedia.
Sejak tahun 2014, Penerbit-Percetakan Kanisius lahir dengan identitas
yang baru sebagai PT. Kanisius (Perseroan Terbatas). Logo berbentuk perahu
layar ini mengalami perubahan dari bentuk logo sebelumnya dan memiliki arti
sebagai lahirnya sebuah semangat dan dinamika baru bagi PT. Kanisius,
sekaligus menegaskan komitmennya untuk semakin meningkatkan layanan
kepada Gereja dan masyarakat. Pada tanggal 26 Januari 2017, PT. Kanisius
memasuki usia ke-95.
Di tengah maraknya dunia percetakan dan penerbitan di Indonesia, PT.
Kanisius hendak memberikan warna tersendiri sebagai ciri produk dan
jasanya. Produk buku Kanisius harus mampu memberikan nilai tambah bagi
pembacanya, praktis dan mudah digunakan, terpercaya kebenaran isinya, serta
menjadikan pembaca mampu mengalami dinamika imannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari, sedangkan jasa Percetakan Kanisius harus terpercaya
kualitasnya. PT. Kanisius hendak hadir sebagai penerbit dan percetakan yang
terpercaya bagi Gereja dan masyarakat.
B. Lokasi Perusahaan
Lokasi PT. Kanisius berdiri di atas tanah yang memiliki luas 2,5 hektar
yang beralamat di Jalan Cempaka 9 Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman,
C. Visi dan Misi Perusahaan
1. Visi PT. Kanisius adalah menjadi perusahaan profesional pilihan utama
pelanggan melalui produk penerbitan, percetakan, dan perdagangan yang
berperan aktif dalam panggilan Gereja untuk mewujudkan masyarakat
yang nasionalis, lebih beriman dan bermartabat.
2. Misi PT. Kanisius adalah :
a. Menyediakan produk dan jasa yang berkualitas di bidang penerbitan
dan percetakan untuk Gereja dan dunia pendidikan.
b. Mengembangkan kompetensi karyawan untuk bekerja dalam tim demi
kepuasan pelanggan.
c. Menyelenggarakan pemasaran yang etis dan efektif.
d. Membangun sinergi dengan mitra-mitra strategis secara intensif.
e. Membangun tata kelola perusahaan yang sehat, transparan, dinamis,
dan akuntabel.
f. Mendukung karya pendidikan.
D. Struktur Organisasi Perusahaan
Dalam melakukan proses bisnisnya, suatu perusahaan membutuhkan
individu-individu yang terorganisir dan terkoordinasi sehingga dapat
menjalankan tugas-tugasnya secara efektif dan efisien agar dapat memenuhi
apa yang menjadi tujuan perusahaan. Struktur organisasi adalah suatu susunan
dan hubungan antara tiap bagian secara posisi yang ada pada perusahaan
dalam menjalin kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. PT. Kanisius
penjualan, departemen SDM dan sarana prasarana, departemen keuangan, dan
departemen percetakan.
Masing-masing departemen yang ada di PT. Kanisius memiliki seorang
sekretaris yang membantu pekerjaan sekretariatan untuk masing-masing
departemen. Secara garis besar, keseluruhan dari semua departemen tersebut
berada di bawah tanggung jawab dan pengawasan langsung oleh direktur
utama yaitu Romo Azismardopo Subroto SJ. Struktur organisasi ini juga
menggambarkan kepala bidang dan divisi pada masing-masing departemen
yang bertugas sebagai penanggung jawab bagi anggota-anggotanya. Setiap
42 Struktur Organisasi PT. Kanisius 2016
E. Deskripsi Jabatan
Setiap divisi yang ada di PT. Kanisius memiliki tugas masing-masing.
Tabel 4.1 di bawah ini mendeskripsikan tentang tugas dari setiap divisi yang
ada di PT. Kanisius. Berikut deskripsi tugas dari setiap divisi pada PT.
Kanisius :
Tabel 4.1 : Deskripsi Tugas Setiap Divisi PT. Kanisius
No. Nama Bagian Tugas
1. Direktur Utama Menetapkan target produksi yang harus dicapai, menetapkan aturan tahunan perusahaan, mempunyai kekuasaan penuh terhadap pelaksanaan kegiatan perusahaan.
2. Direktur Memimpin perusahaan dan membuat kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan.
3. Sekretariat Percetakan dan Humas
Melakukan pekerjaan support
kesekretariatan untuk seluruh bagian percetakan dan humas.
Bertanggung jawab terhadap sistem pengolahan dan penyimpanan data perusahaan.
Mengelola sistem aplikasi dan program-program untuk mendukung operasional perusahaan.
Mengelola jaringan komputer perusahaan, dan mengelola sistem penyimpanan data atau server seluruh unit kerja di perusahaan.
Merencanakan, menyusun dan menjalankan program audit internal di seluruh unit kerja perusahaan.
Melayani permintaan pengadaan dan pembelian barang, serta menyelenggarakan kegiatan administrasi keuangan.
5. Manajer Departemen Penerbitan
Penerbitan penulis dan mengelompokkan naskah untuk didistribusikan kepada divisi yang terkait.
Menyusun rencana pengadaan dan pengerjaan naskah produk gerejawi, dan menjalankan proses pengerjaan naskah. Memetakan pasar dan potensi omset, memonitor dan melayani penjualan produk gerejawi.
Menyusun rencana pengadaan dan pengerjaan naskah produk kependidikan, dan menjalankan proses pengerjaan naskah.
Menyusun rencana pengadaan dan pengerjaan naskah produk umum, dan menjalankan proses pengerjaan naskah. Memetakan pasar dan potensi omset, memonitor dan melayani penjualan produk kependidikan atau umum.
Menyusun rencana pengadaan dan pengerjaan naskah produk penerbitan ekslusif, dan menjalankan proses pengerjaan naskah.
Mengelola website Kanisius sebagai sarana promosi sekaligus sebagai sarana penjualan produk dan memproduksi produk-produk multimedia dari bidang gerejawi maupun pendidikan.
Menyusun rencana pengadaan dan pengerjaan naskah produk digital book, dan menjalankan proses pengerjaan naskah digital.
6. Manajer Departemen Penjualan
Menyusun rencana penjualan, mengkoordinir penjualan perusahaan agar memenuhi target, serta mengikuti dan menganalisa perkembangan pasar. a. Sekretariat Penjualan Melakukan pekerjaan support
b. Kepala Bidang
Melakukan pelayanan penjualan retail
atas produk buku dan multimedia di
Melakukan penataan buku dalam gudang, melakukan pelayanan buku pesanan dari customer, dan melakukan pelayanan retur dari customer.
Melakukan penjualan produk buku dan multimedia, menjalankan kegiatan administrasi penjualan, melakukan
collecting data dan informasi untuk pengembangan penjualan di beberapa area.
7. Manajer Departemen SDM dan Sarpras
Mengelola pembelajaran dan pengembangan organisasi, mengembangkan upaya pemberdayaan SDM maupun sarana prasarana fisik, dan mengelola rekrutmen dan pelatihan SDM sesuai kebutuhan organisasi. a. Divisi Sekretariat
SDM dan Sarana Prasarana
Melakukan pekerjaan support
kesekretariatan untuk seluruh bagian SDM dan sarana prasarana.
Mengelola dan menjalankan proses pemberian kompensasi (gaji) dan fasilitas kesejahteraan karyawan.
Menyusun perencanaan strategi pengembangan karyawan melalui program-program training dan melakukan perekrutan karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Mengelola sarana dan prasarana untuk mendukung proses operasional perusahaan.
8. Manajer Keuangan Mengelola strategi sirkulasi anggaran penerimaan, pengeluaran perusahaan, dan mengelola administrasi perpajakan untuk organisisasi.
a. Sekretariat Keuangan Melakukan pekerjaan support
b. Kepala Bidang
Melakukan penagihan piutang kepada
customer dan menjalankan kegiatan administrasi accounts receivable.
Menjalankan pekerjaan administrasi bisnis sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Melakukan perhitungan biaya produksi, membuat laporan biaya produksi, dan membuat data faktur.
Membuat laporan keuangan, melakukan penataan dan pengarsipan bukti transaksi, memonitor pembelian dan penggunaan bahan atau alat kerja dan pembiayaan.
9. Manajer Departemen Percetakan
Mengelola pengembangan layanan percetakan untuk mendukung usaha penerbitan sesuai visi-misi organisasi. a. Sekretariat
Percetakan
Melakukan pekerjaan support
kesekretariatan untuk seluruh bagian percetakan. pengembangan relasi produk jasa cetak. Menjalankan pekerjaan administrasi pelayanan jasa cetak sesuai dengan prosedur yang berlaku.