• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI pH DAN SUHU PADA REAKSI ENZIMATIS LAKASE Trichoderma asperellum LBKURCC1 HASIL FRAKSINASI PENGENDAPAN 20-80% KEJENUHAN AMMONIUM SULFAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "OPTIMASI pH DAN SUHU PADA REAKSI ENZIMATIS LAKASE Trichoderma asperellum LBKURCC1 HASIL FRAKSINASI PENGENDAPAN 20-80% KEJENUHAN AMMONIUM SULFAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 OPTIMASI pH DAN SUHU PADA REAKSI ENZIMATIS LAKASE

Trichoderma asperellum LBKURCC1 HASIL FRAKSINASI PENGENDAPAN 20-80% KEJENUHAN AMMONIUM SULFAT

Kartina Nadyani1*, Andi Dahliaty2

1Mahasiswa Program S1 Kimia

2Dosen Bidang Biokimia Jurusan Kimia

1,2Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus Binawidya, Pekanbaru, 28293, Indonesia

*kartina.nadyani2092@student.unri.ac.id ABSTRACT

Laccase is enzyme can be produced by the fungus Trichoderma asperellum LBKURCC1 that was isolated from cacao rhizosphere soil in Riau plantation area.

This study aimed to determine the optimum pH and temperature for enzymatic reaction of T. asperellum LBKURCC1 laccase after purification of crude extract using precipitation ammonium sulfate with a concentration of 20-80%. The resulting precipitate was dialyzed using ultrafiltration (UF) centrifugation with 30.000 Dalton Molecular Weight Cut Off (MWCO) membrane to obtain partly purified enzymes. Enzyme activity was measured with a pH variation of acetate buffer pH 4,0; 4.0; 4.5; 5.0; 5.5 and phosphate buffer pH 6.0; 6.5; 7.0; 7.5; 8.0 and temperature 30-60oC using buffer obtained from measuring the optimum pH of laccase. Measuring the enzyme activity using the substrate 2,2'-azinobis-3- ethylbenzothiazolin-6-sulfonate (ABTS) at a wavelength 420 nm. The results showed that the optimum laccase activity was found at pH 5.5 (69.50±17.78) U/L and temperature 45oC (332.87±8.89) U/L.

Keyword: activity, laccase, pH, temperature.

ABSTRAK

Lakase merupakan salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh jamur Trichoderma asperellum LBKURCC1 dari rizosfer cokelat yang berada di daerah perkebunan Riau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pH dan suhu optimum reaksi enzimatis dari enzim lakase T. asperellum LBKURCC1 yang diperoleh dari hasil pemurnian ekstrak kasar menggunakan pengendapan garam ammonium sulfat kejenuhan 20-80%. Endapan yang dihasilkan difraksinasi menggunakan membran 30.000 Dalton Molecular Weight Cut Off (MWCO) untuk mendapatkan enzim semi murni. Aktivitas enzim diukur dengan variasi buffer asetat pH 4,0; 4,5; 5,0; 5,5 dan buffer fosfat pH 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; 8,0 dan variasi suhu 30-60oC menggunakan buffer yang telah diperoleh dari pengukuran pH optimum lakase. Pengukuran aktivitas enzim menggunakan substrat 2,2’-azinobis- 3-etilbenzotiazolin-6-sulfonat (ABTS) pada panjang gelombang 420 nm. Hasil

(2)

2 penelitian menunjukan bahwa aktivitas optimum lakase ditemukan pada pH 5,5 (69,50±17,78) U/L dan suhu 45oC (332,87±8,89) U/L

Kata kunci: aktivitas, lakase, pH, suhu.

PENDAHULUAN

Enzim merupakan salah satu kebutuhan yang paling banyak digunakan pada berbagai industri di Indonesia. Menurut Kemristekdikti, pada tahun 2017 hingga 2020 kebutuhan enzim cenderung meningkat sekitar 7,0% pertahun yang diimpor dari beberapa negara seperti Cina, India, dan Jepang. Hal ini tentunya menjadi peluang untuk memproduksi enzim dengan memanfaatkan sumber daya alam dari lingkungan sekitar. Enzim dapat diperoleh dari berbagai organisme seperti bakteri dan jamur (Miguel, 2007). Salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh jamur adalah lakase.

Lakase (EC 1.10.3.2) merupakan suatu enzim multicopper mengandung 4 ion tembaga yang mampu mengkatalisis berbagai proses oksidasi senyawa organik dan anorganik (Bar, 2001).

Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pH dan suhu. Pada pH dan suhu tertentu, struktur tiga dimensi enzim mampu bekerja secara optimal. pH mampu mempengaruhi muatan pada asam amino yang dapat merubah konformasi enzim dalam mengikat substrat (Di Russo et al., 2012).

Perubahan suhu juga dapat mempengaruhi aktivitas enzim.

Enzim dapat terdenaturasi jika suhu terlalu tinggi, sedangkan pada suhu terlalu rendah, enzim tidak mampu bekerja secara optimal (Lehninger, 2008).

Penelitian ini menggunakan ekstrak kasar T. asperellum LBKURCC1 hasil produksi dari Laboratorium Riset Enzim, Fermentasi dan Biomolekuler FMIPA Universitas Riau. Ekstrak kasar dari T. asperellum

LBKURCC1 diendapkan

menggunakan garam ammonium sulfat. Penggunaan garam ammonium sulfat bertujuan untuk mendapatkan protein target yang diinginkan. Garam ammonium sulfat memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, mampu mengendapkan protein, tidak mendenaturasi enzim, serta memiliki harga yang relatif murah dibanding garam lainnya (Scopes, 1993).

Pada penelitian yang telah dilakukan Maswita (2021),

(3)

3 pengendapan dengan ammonium

sulfat 0-20% pada enzim lakase dari T. asperellum LBKURCC1 diperoleh aktivitas lakase optimum pada pH 5,5 (30,56 U/L) dengan suhu 60oC (42,13 U/L). Ristanti (2022), melakukan pengendapan ammonium sulfat 0-22% pada enzim lakase dari T. asperellum LBKURCC1, didapatkan aktivitas optimum lakase pada pH 4,5 dan suhu 40oC dengan aktivitas lakase berturut-turut 104,63 U/L dan 145,06 U/L. Peningkatan aktivitas enzim menunjukan bahwa tingkat kejenuhan ammonium sulfat dapat mempengaruhi aktivitas enzim yang dihasilkan (Penataseputro et al., 2021).

Berdasarkan uraian diatas, pada penelitian ini dilakukan pengendapan ekstrak kasar lakase secara bertingkat dengan kejenuhan ammonium sulfat 20-80%. Hasil pengendapan dilakukan dialisis menggunakan membran ultrafiltrasi 30.000 Da Molecular Weight Cut Off (MWCO) untuk memisahkan garam, tanin dan molekul-molekul kecil dibawah 30.000 Da. Maka dari itu optimasi pH dan suhu pada pengendapan kejenuhan ammonium sulfat 20-80% terhadap aktivitas

lakase diharapkan mampu mengendapkan protein lebih banyak sehingga memperoleh aktivitas lakase yang lebih tinggi.

METODOLOGI PENELITIAN a. Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah timbangan analitik (KERN ABJ- NM/ABS-N), pipet mikro (Socore Acura 825), pH meter (HORIBA Scientific), spektrofotometer UV-Vis (Genesys 10S UV-Vis), water bath (Sibata waterbath WK-24), membran ultraflitrasi 30.000 Dalton (Corning Spin-X UF), sentrifugasi (Centrifuge PLC Series) dan alat-alat gelas laboratorium lainnya yang digunakan sesuai prosedur kerja.

Bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah ekstrak kasar enzim dari isolat T. asperellum LBKURCC1, natrium hidroksida (NaOH), asam klorida (HCl), asam asetat glasial (CH3COOH), natrium asetat (CH3COONa), disodium phospat (Na2HPO4), monosodium phospat (NaH2PO4), ammonium sulfat ((NH4)2SO4), 2,2’-azinobis-3- etilbenzotiazolin-6-sulfonat (ABTS) (SIGMA A1888), dan akua DM.

b. Fraksinasi menggunakan ammonium sulfat

Ekstrak kasar lakase jamur T.

asperellum LBKURCC1 sebanyak 100 mL ditambahkan ammonium sulfat dengan kejenuhan 0-20%

sebanyak 10,6 gram secara perlahan

(4)

4 dan diaduk menggunakan magnetic

stirrer pada suhu dingin (5 s/d 15oC) sampai larut. Larutan didiamkan selama 30 menit dalam lemari pendingin pada suhu ±10oC.

Kemudian larutan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 10oC.

Supernatan yang dihasilkan diendapkan kembali menggunakan ammonium sulfat dengan kejenuhan 20-80% sebanyak 38,7 gram, kemudian didiamkan selama 30 menit dalam lemari pendingin pada suhu ±10oC dan disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 10oC. Endapan yang dihasilkan kemudian digunakan untuk pemurnian tahap selanjutnya.

c. Pemurnian menggunakan membran ultrafiltrasi

Endapan yang dihasilkan dilarutkan menggunakan larutan buffer asetat 0,05 M pH 5,5 menggunakan membran ultrafiltrasi 30.000 Da MWCO sebanyak ±5 mL.

Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 9.000 rpm pada suhu 10oC selama 10 menit. Filtrat pada bagian bawah membran dibuang, kemudian larutan pada bagian atas membran ditambahkan buffer asetat 0,05 M pH

5,5 untuk menghilangkan garam ammonium sulfat, tanin serta molekul lainnya lebih lanjut. Larutan disentrifugasi hingga didapat enzim berwarna kuning bening. Enzim yang dihasilkan dimasukkan ke dalam eppendrof dan disimpan di dalam freezer.

d. Penentuan pH optimum enzim lakase

Penentuan pH optimum enzim lakase dilakukan menggunakan variasi variasi buffer asetat pH 4,0;

4,5; 5,0; 5,5 dan buffer fosfat pH 6,0;

6,5; 7,0; 7,5; 8,0 pada suhu ruang ± 30oC. Larutan sampel terdiri dari 425 µL buffer sesuai dengan variasi yang sedang diukur (4,0 s/d 8,0), 50 µL enzim, dan 25 µL ABTS. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 420 nm dengan interval waktu 0 dan 5 menit.

Adapun kontrol yang digunakan adalah enzim terdenaturasi yang terdiri dari 425 µL buffer sesuai dengan variasi yang sedang diukur (4,0 s/d 8,0), 50 µL enzim terdenaturasi, 25 µL ABTS yang diukur pada panjang gelombang yang sama dengan interval waktu 0 dan 5 menit. Hal yang sama dilakukan dengan tiga kali pengulangan.

e. Penentuan suhu optimum enzim lakase

Penentuan suhu optimum lakase dilakukan pada variasi suhu 30; 35;

40; 45; 50; 55; dan 60oC

(5)

5 menggunakan buffer pada pH

optimum yang telah diperoleh dari uji sebelumnya. Larutan sampel dan kontrol tanpa enzim yang terdiri dari 425 µL buffer dan 25 µL ABTS diinkubasi menggunakan water bath selama 10 menit pada variasi suhu yang telah ditentukan. Kemudian sebanyak 25 µL enzim lakase ditambahkan ke dalam larutan sampel dan 25 µL enzim lakase terdenaturasi ke dalam larutan kontrol.

Larutan sampel dan kontrol masing-masing diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm pada waktu 0 menit. Kemudian diinkubasi kembali selama 5 menit menggunakan water bath dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm untuk waktu 5 menit. Hal yang sama dilakukan dengan tiga kali pengulangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak kasar dari T. asperellum LBKURCC1 diendapkan secara bertingkat menggunakan garam ammonium sulfat 20-80%.

Penggunaan garam ammonium sulfat bertujuan untuk mendapatkan protein target yang diinginkan. Pada proses pengendapan ini menggunakan prinsip salting-out, yaitu dengan menambahkan konsentrasi garam yang tinggi, menyebabkan garam menghidrasi air dari permukaan molekul protein, sehingga kelarutan protein menurun dan protein akan mengendap (Male et al., 2015).

Hasil pengendapan dilakukan dialisis menggunakan membrane

ultrafiltrasi yang memiliki prinsip memisahkan berdasarkan ukuran molekul. Molekul yang memiliki ukuran tertentu tidak dapat melewati membran ultrafiltrasi yang disebut dengan Cut-Off Molecular Weight (Harcum, 2008). Setelah didapatkan enzim berwarna bening kekuningan, maka enzim dapat digunakan untuk melakukan optimasi pH dan suhu optimum aktivitas lakase.

a. Optimasi pH pada suhu ruang (±30oC)

Optimasi pH yang dilakukan terhadap aktivitas lakase menggunakan variasi buffer variasi buffer asetat pH 4,0; 4,5; 5,0; 5,5 dan buffer fosfat pH 6,0; 6,5; 7,0; 7,5;

8,0 pada suhu ruang ± 30oC.

Berdasarkan Gambar 1 dan Tabel 1 aktivitas rata-rata lakase tertinggi yang dihasilkan oleh T.

asperellum ditemukan pada pH 5,5 dengan aktivitas rata-rata 69,50

±17,78 U/L.

Gambar 1. Grafik pengaruh pH terhadap aktivitas lakase.

Tabel 1 Hasil optimasi pH pada suhu ruang terhadap aktivitas lakase.

0,0000 20,0000 40,0000 60,0000 80,0000 100,0000

4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0

Aktivitas Enzim (U/L)

pH

(6)

6

Catatan: Nilai rata-rata dari tiga kali pengulangan. Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada 5% ( p≥0,05). Sedangkan pada notasi huruf yang berbeda memiliki perbedaan secara nyata pada 5% (p < 0,05) berdasarkan uji Duncan Jarak Berganda.

Pada pH 4,0 ditemukan aktivitas rata-rata lakase 62,31±4,33 U/L.

kemudian aktivitas lakase menurun pada pH 4,5 dan 5,5 yang memiliki aktivitas lakase masing-masing 2,03±0,64 U/L dan 4,19±0,14 U/L.

Aktivitas lakase mengalami penurunan secara signifikan seiring dengan kenaikan pH setelah mencapai optimum pada pH 5,5 dan tidak ditemukan lagi aktivitas lakase pada pH 7,5 dan 8,0.

Perbedaan pH optimum ini disebabkan oleh asam amino yang memiliki muatan positif dan negatif saling tarik menarik satu sama lain, sehingga akan membentuk situs aktif enzim. Apabila terjadi perubahan pH pada lingkungan yang mampu mempengaruhi muatan pada asam amino maka akan menyebabkan konformasi enzim berubah sehingga sisi aktif enzim tidak sama seperti semula (Di Russo et al., 2012).

b. Optimasi suhu pada pH 5,5

Optimasi suhu dilakukan menggunakan larutan buffer asetat dengan pH 5,5 yang telah diperoleh dari uji sebelumnya. Uji ini dilakukan dengan rentang suhu 30 oC sampai 60oC dengan interval 5oC yang ditunjukan pada Gambar 2 dan Tabel 2.

Gambar 2. Grafik pengaruh suhu terhadap aktivitas lakase pada pH 5,5.

Tabel 2 Hasil optimasi suhu terhadap aktivitas lakase pada pH 5,5

Catatan: Nilai rata-rata dari tiga kali pengulangan. Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada 5% ( p≥0,05). Sedangkan pada notasi huruf yang berbeda memiliki perbedaan secara nyata pada 5% (p < 0,05) berdasarkan uji Duncan Jarak Berganda.

Hasil penelitian menunjukan aktivitas rata-rata lakase tertinggi yang dihasilkan pada suhu 45oC dengan nilai 332,87±8,89 U/L.

Kemudian seiring terjadinya kenaikan suhu, aktivitas lakase pH Aktivitas Enzim (U/L)

4,0 62,31±4,33a 4,5 2,03±0,64c 5,0 4,19±0,14c 5,5 69,50±17,78a 6,0 44,81±3,97b 6,5 44,53±13,33b 7,0 40,89±10,44b 7,5 0,0±0,0c 8,0 0,0±0,0c

Suhu Aktivitas Enzim (U/L) 30 70,58±4,26f

35 76,39±10,76f 40 266,60±18,78c 45 332,87±8,89a 50 287,37±13,17b 55 192,77±11,57d 60 102,25±5,93e

0,0000 50,0000 100,0000 150,0000 200,0000 250,0000 300,0000 350,0000 400,0000

30 35 40 45 50 55 60

Aktivitas Enzim (U/L)

Suhu

(7)

7 mengalami peningkatan hingga

mencapai suhu 45oC.

Aktivitas lakase mengalami penurunan seiring dengan kenaikan suhu. Hal ini terjadi karena peningkatan suhu akan menyebabkan energi kinetik semakin meningkat, sehingga akan menambah intensitas tumbukan yang terjadi antara substrat dan enzim. Ketika suhu rendah, enzim belum bekerja secara optimum. Akibat energi kinetik yang kecil, maka tumbukan yang dihasilkan lebih sedikit. Pada suhu optimum, enzim dan substrat bekerja secara maksimal. Tumbukan antar partikel yang terjadi menghasilkan aktivitas enzim yang optimum.

Kemudian apabila terjadi peningkatan suhu lebih lanjut dapat menurunkan aktivitas enzim.

Intensitas tumbukan yang semakin tinggi menyebabkan enzim mengalami denaturasi (Lehninger, 2008).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pengaruh kejenuhan garam ammonium sulfat 20-80%

terhadap optimasi pH dan suhu, didapatkan aktivitas lakase tertinggi ditemukan pada suhu ruang (±30oC) pH 5,5 dengan aktivitas rata-rata 69,50±17,78 U/L dan Aktivitas

lakase optimum menggunakan pH 5,5 ditemukan pada suhu 45oC.

Terjadi kenaikan 5 kali lipat dengan aktivitas rata-rata 332,87±8,89 U.

DAFTAR PUSTAKA

Bar, M. 2001. Kinetiks and physico- chemical properties of white-rot fungal laccases. December: 108.

Di Russo, N.V., Estrin, D.A., Marti, M.A dan Roitberg, A.E. 2012.

pHdependent conformational changes in proteins and their effect on experimental pkas: the case of nitrophorin 4. PLoS Computational Biology. 8(11):1- 10.

Harcum, S. W. 2008. Purification of protein solutions, biologically inspired textiles: a volume in woodhead publishing series in textiles. Woodhead Publishing Limited.

Lehninger. 2008. Principles of Biochemistry Eight Edition.

New York: Macmillan Learning.

Male, D., Telussa, I., dan Lasamahu, A. A. 2015. Isolation dan characterixation of papain from the latex of papaya. Ind. J . Chems Res. 2: 182–189.

Maswita, R. 2021. Pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas enzim lakase

Trichoderma asperellum LBKURCC1 hasil pengendapan 0-20% amonium sulfat. Skripsi.

Pekanbaru: Universitas Riau.

Miguel, A. 2007. Laccases:

biological functions, molecular structure and industrial application. Springer.461–476.

Penataseputro, T., Agungpriyono, D.

R., Handharyani, E., Prastowo, B.W. 2021. Evaluasi tingkat

(8)

8 kejenuhan amonium sulfat pada

pemurnian gama imunoglobulin anti- aeromonas hydrophila poliklonal untuk uji imuno histokimia. Acta Veterinaria Indonesia. 9(3):187–194.

Ristanti, W.A. 2022. Penentuan pH dan temperatur kerja optimum enzim lakase Trichoderma asperellum LBKURCC1 hasil fraksinasi pengendapan 22%

ammonium sulfat jenuh. Skripsi.

Pekanbaru: Universitas Riau.

Scopes, R. K. 1993. Protein Purification Principles dan Practice Third Edition. New York: Springer-Verlag.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui jenis-jenis hasil hutan non kayu yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Telagah Kecamatan Sei Binge Kabupaten Langkat, mengetahui besarnya nilai ekonomi

dalam kemaluan Saksi dan menggoyangkan pantatnya naik turun sebanyak tiga kali hingga Terdakwa mengeluarkan sperma di dalam kemaluan Saksi.; --- - Bahwa saat itu

Di dalam Negara Korea, material batang bahan-bakar maju (advanced) dan komponen-komponen seperti paduan logam zirconium mengedepan (advanced), suatu pelet baru, pengatur

26 JOGLOSEPUR Universitas Islam Indonesia Himpunan Mahasiswa Farmasi HIMFA Anggota Penuh Komplek Kantor Lembaga Kemahasiswaan FMIPA UII, Jalan Kaliurang Km 14,5 Sleman

Program-program yang dilakukan oleh Nadhira Rumah Lulur identik dengan yang dikemukakan oleh Francis Buttle (2009:379) bahwa: “Pelayanan yang lebih memfokuskan kepada

Perhitungan perkiraan waktu menunggu kapal dilakukan menggunakan diagram simulasi yang dibuat berdasarkan teori antrian (queuing theory). Manfaat ekonomi yang

Untuk meningkatkan kualitas petani yang mampu mengelola rumahtangganya dengan baik, mengelola usaha keluarga sebagai sumber pendapatan keluarga, diperlukan adanya

Kebijakan ini dilaksanakan melalui peningkatan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (S2, S3), pelatihan, magang, studi banding bagi petugas serta pendampingan