BAB II
TINJAUAN PUSAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Perilaku konsumen
Menurut (Kotler dan Keller 2008:166), Perilaku konsumen adalah studi
tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
The America Marketing Association (Setiadi, 2003:3) mendefinisikan bahwa perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi
perilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran
dalam hidup mereka.
Sementara itu, Mowen dan Minor (2002:6) mengatakan perilaku
konsumen adalah studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan, barang, jasa, pengalaman
serta ide-ide. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang
mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,
menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas
atau kegiatan mengevaluasi.
2.1.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Kotler dan Keller (2009:166) menyatakan bahwa perilaku pembelian
1. Faktor Budaya (Cultural Factor)
Budaya merupakan penentu keinginan perilaku paling mendasar.
Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih
memperlihatkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya.
Ketika sub-budaya menjadi semakin besar dan cukup makmur, perusahaan
sering merancang program pemasaran secara khusus untuk melayani
mereka.
2. Faktor Sosial (Social Factor)
Selain faktor budaya, perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor
sosial seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran, dan status sosial.
3. Faktor Pribadi (Personal Factor)
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi.
Karakteristik pribadi tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup,
pekerjaan dan lingkungan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta
nilai dan gaya hidup pembeli.
4. Faktor Psikologi (Psychological Factor)
Psikologi penting meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran dan memori
dapat mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap berbagai ransangan
pemasaran.
2.1.2 Gaya Hidup
Konsep gaya hidup dan kepribadian sering kali disamakan, padahal
individu menjalankan kehidupan, bagaimana membelanjakan uang dan bagaimana
mamanfaatkan waktunya (Mowen dan Minor 2002:333).
Menurut Setiadi (2003:148), Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai
gaya hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu
mereka (aktivitas) apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya
(ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga
dunia disekitarnya (pendapat). Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan
masyarakat yang lainnya. Bahkan, dari masa ke masa gaya hidup suatu individu
atau kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Namun demikian,
gaya hidup tidak cepat berubah sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup
relatif permanen.
2.1.2.1 Pengukuran Gaya Hidup Konsumen
Untuk mengetahui gaya hidup konsumen dapat dipergunakan pengukuran
psikografis yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menilai gaya
hidup pasar sasaran, karakteristik kepribadian dan karakteristik demografi. Gaya
hidup merupakan salah satu cara mengelompokkan konsumen secara psikografis.
Pertanyaan-pertanyaan yang umumnya dipakai mengungkapkan aktivitas, minat
dan opini konsumen. Sehingga sering diistilahkan sebagai AIO statement. Pertanyaan aktivitas, menanyakan apa yang dilakukan konsumen, apa yang dibeli
konsumen dan bagaimana konsumen menghabiskan waktunya. Sedangkan
pertanyaan minat menanyakan preferensi dan prioritas konsumen. Dan pertanyaan
kejadian-kejadian yang berlangsung di lingkungan sekitar, baik yang lokal
maupun internasional, masalah-masalah ekonomi, sosial dan moral.
Suryani (2008:74) menyatakan bahwa segmentasi gaya hidup mengukur
aktivitas-aktivitas manusia dalam:
1. Bagaimana mereka menghabiskan waktunya.
2. Minat mereka, apa yang dianggap penting disekitarnya.
3. Pandangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
4. Karakter-karakter dasar seperti daur kehidupan, penghasilan, pendidikan, dan
tempat tinggal.
Tabel di bawah menjelaskan bahwa gaya hidup akan berkembang pada
masing-masing dimensi (aktivitas, interest, opini / AIO) yang didefinisikan oleh Plummer (Setiadi, 2003:148).
Tabel 2.1
Inventarisasi Gaya Hidup
Aktivitas Interest Opini
Bekerja Keluarga Diri mereka sendiri
Hobi Rumah Masalah-masalah
sosial Peristiwa
social
Pekerjaan Politik
Liburan Komunitas Bisnis
Hiburan Rekreasi Ekonomi
Anggota klub Pakaian Pendidikan
Komunitas Makanan Produk
Belanja Media Masa depan
Olahraga Prestasi Budaya
Sumber: Setiadi (2003:148)
Gaya hidup bisa merupakan identitas kelompok. Gaya hidup setiap
kelompok akan mempunyai ciri-ciri unit tersendiri. Walaupun demikian, gaya
Kecendrungan yang luas dari gaya hidup seperti perubahan peran
pembelian dari pria ke wanita, sehingga mengubah kebiasaan, selera dan perilaku
pembelian. Dengan kata lain, perubahan gaya hidup suatu kelompok akan
mempunyai dampak yang luas pada berbagai aspek konsumen. (Setiadi
2003:148).
2.1.3 Merek
2.1.3.1Pengertian Merek
America Marketing Association dalam Hermawan (2009:121) mendefinisikan merek sebagai berikut: Brand is a name, term, sign, symbol, design, or a combination of them, intended to identify the goods or service of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors. Merek bisa berupa nama, simbol, tanda desain, atau kombinasi semuanya yang
dapat menggambarkan segala sesuatu baik berupa barang maupun jasa yang dapat
di tawarkan kepada pelanggan baik berupa barang atau jasa. Merek harus
memiliki nilai yang unik dan berbeda dari pesaing.
Hermawan (2009:121) juga mendefinisikan merek sebagai aset yang
menciptakan value bagi pelanggan dengan meningkatkan kepuasan dan menghargai kualitas.
Definisi tersebut menggambarkan peran merek tidak hanya sebagai
representasi dari suatu produk, tapi juga harus dapat berfungsi untuk menciptakan
nilai bagi pelanggan. Sebagai contoh, PT Philip Moris Indonesia hingga 18 Mei
2005 telah menguasai 97 persen saham perusahaan rokok PT HM Sampoerna
mengeluarkan dana Rp 45.066 triliun untuk membeli 4.251.510.000 saham HM
sampoerna.
2.1.3.2 Ekuitas Merek
Kotler & Keller (2009:258) mendefinisikan ekuitas merek sebagai berikut:
Brand equity is the added value endowed to products and services. Artinya, Ekuitas Merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Merek
yang dimiliki oleh perusahaan akan menjadi kuat bila memiliki brand equity yang juga kuat. Brand equity yang kuat akan memberikan value, baik kepada pelanggan maupun kepada perusahaan. Untuk pelanggan akan memberikan efek
meningkatkan interpretasi atau proses infomasi pelanggan, meningkatkan
keyakinan pelanggan dalam keputusan pembelian dan meningkatkan kepuasan
mereka dalam menggunakan produk atau jasa. Kepada perusahaan, brand equity akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas program pemasaran perusahaan,
meningkatkan kesetiaan terhadap merek, meningkatkan harga/margin keuntungan, meningkatkan brandextensions, meningkatkan trade leverage, dan meningkatkan keunggulan bersaing.
2.1.3.3 Kesadaran atas Merek
Elemen-elemen yang membangun brand equity antara lain brand awareness, brand associations, brand loyalty, perceived quality, dan other asset. Elemen brand equity yang akan dibahas terlebih dahulu adalah brand awareness.
merek, memperkenalkan merek, merupakan sinyal bagi keberadaan, komitmen,
dan substansi merek, dan membantu memilih sekelompok merek untuk
dipertimbangkan dengan serius.
Brand association merupakan segala sesuatu yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek.
Brand association memberikan banyak value, antara lain: memudahkan pelanggan untuk mendapatkan informasi tentang merek, mempengaruhi
interpretasi pelanggan atas fakta mengenai merek, membedakan merek dari merek
pesaing, memperkuat posisi merek di pasar, alasan pelanggan untuk menggunakan
merek, dasar untuk melakukan perluasan merek.
Brand Loyalty adalah kesetiaan merek, dapat dilihat dari seberapa sering orang membeli merek itu dibandingkan merek lainnya. Brand loyalty memiliki lima tingkatan yaitu: (1) Pembeli tidak loyal atau switchers/price sensitive. (2) Pembeli kebiasaan atau habitual buyer. (3) Pembeli yang puas atau satisfied buyer with switching cost. (4) Pembeli yang memang menyukai suatu barang atau like the brand. (5) Pembeli yang setia atau committed buyer. Setiap merek dipersepsikan memberikan kepuasan yang cukup. Untuk produk rumah bagi
segmen menengah ke bawah, harga sangat berpengaruh terhadap keputusan
pembelian.
Brand loyalty dapat di ukur dengan menggunakan metode repurchase rates. Pengukuran dengan repurchase rates dilakukan dengan melihat tingkat pembelian kembali. Semakin tinggi rata-rata pembelian kembali pelanggan
rata-rata pembelian kembali terhadap beberapa merek, maka pelanggan tersebut
tidak loyal pada satu merek.
Perceived quality merupakan hal yang tidak berwujud, perasaan keseluruhan tentang merek. Namun, hal ini akan menjadi dasar dalam memahami
dimensi yang melibatkan karakteristik produk dari merek yang disertakan seperti
reliabilitas dan kinerja. Untuk memahami perceived quality, identifikasi dan penilaian pemahaman dimensi akan berguna, namun perceived quality itu sendiri adalah sebuah ringkasan, konstruksi secara global.
2.1.4 Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah semua kelompok yang mempunyai pengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Kotler
dan Keller (2009:170). Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung disebut
kelompok keanggotaan. Beberapa dari kelompok ini merupakan kelompok primer, dengan siapa seseorang berinteraksi dengan apa adanya secara terus
menerus dan tidak resmi, seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja.
Masyarakat juga menjadi kelompok sekunder, seperti agama, profesional, dan kelompok persatuan perdagangan, yang cenderung lebih resmi dan memerlukan
interaksi yang kurang berkelanjutaan.
Kelompok referensi mempengaruhi anggota setidaknya dengan tiga cara.
Mereka memperkenalkan perilaku dan gaya hidup baru kepada seseorang, mereka
mempengaruhi sikap dan konsep diri, dan mereka menciptakan tekanan
kenyamanan yang dapat mempengaruhi pilihan produk dan merek. Orang juga di
kelompok yang ingin diikuti oleh orang itu, kelompok disosiatif adalah kelompok yang nilai dan perilakunya ditolak oleh orang lain.
Kelompok referensi bisa juga disebut dengan kelompok acuan yang
merupakan individu atau kelompok yang dijadikan rujukan yang mempunyai
pengaruh nyata bagi individu. Konsumen yang mengacu perilakunya pada
kelompok rujukan tertentu belum tentu menjadi anggota kelompok tersebut.
(Suryani 2008:215).
Sementara itu, menurut Setiadi (2003:266) kelompok referensi melibatkan
satu atau lebih orang yang dijadikan sebagai dasar pembanding atau titik referensi
dalam membentuk tanggapan afeksi dan kognisi serta perilaku seseorang.
2.1.4.1 Jenis Kelompok Referensi
1. Formal/Informal : formal memiliki struktur yang jelas, informal tidak.
2. Primer/Sekunder : primer melibatkan interaksi langsung tatap muka,
sementara grup sekunder tidak.
3. Keanggotaan : seseorang menjadi anggota formal dari keanggotaan kelompok
referensi.
4. Aspirasional : seseorang bercita-cita bergabung atau menandingi kelompok
referensi aspirasional.
5. Disosiatif : seseorang berupaya menghindari atau menolak grup referensi
disosiatif.
2.1.4.2 Kelompok Referensi yang Relevan Dengan Perilaku Konsumen
Suryani (2008:219) menjelaskan bahwa dalam masyarakat ada berbagai
relevan bagi pemasar untuk dijadikan peluang dalam pemasaran produk atau jasa
dan dijadikan saran strategi pemasaran adalah:
1. Keluarga
Keluarga merupakan bentuk kelompok primer yang berperan penting dalam
sosialisai anggotanya terhadap perilaku penggunaan produk.
2. Kelompok Persahabatan
Kelompok persahabatan merupakan bentuk dari kelompok informal.
Konsumen sebagai manusia membutuhkan hubungan sosial melalui
persahabatan.
3. Kelompok Sosial Formal
Di dalam masyarakat terdapat sekelompok orang-orang yang secara formal
membentuk suatu kelompok. Misalnya kelompok arisan, kelompok
keagamaan dan lain-lain.
4. Kelompok Pembelanja
Kelompok ini mulai banyak bermunculan di kota-kota, sekelompok anak
muda yang punya kesenangan jalan-jalan di mall, cuci mata dan bereblanja,
karena kesamaan minat dan kebutuhan begabung dalam suatu kelompok.
5. Kelompok Kerja
Bagi konsumen yang bekerja yang sebagian besar waktunya dihabiskan di
6. Kelompok gerakan konsumen
Kosumen yang mempunyai kesadaran akan hak-haknya dan menyadari
pentingnya kontrol terhadap pemenuhan hak-hak konsumen membentuk
suatu kelompok yang disebut kelompok gerakan konsumen.
2.1.4.3 Faktor-Faktor yang Menentukan Kekuatan Pengaruh Kelompok Referensi
1. Menginformasikan atau membuat individu lebih menyadari mengenai produk
atau merek tertentu. Suatu kelompok pembelanja akan mempunyai pengaruh
yang kuat dalam hal pemilihan merek kepada anggota yang bergabung dalam
kelompoknya, jika kelompok tersebut mempunyai informasi yang banyak dan
lengkap tentang bebagai merek dan dalam interaksi komunikasi tentang
pentingnya memilih merek dan informasi berbagai merek dan kinerjanya
sering terjadi antara anggota kelompok.
2. Memberikan kesempatan untuk membandingkan dalam interaksi,
menyampaikan ide dan bertanya kepada yang lainnya. Pengaruh kelompok
akan kuat jika dalam kelompok tersebut terdapat suasana untuk saling
berbagi, pengalaman dan diskusi untuk membanding berbagai pilihan dan
perilaku belanja dan perilaku konsumsi.
3. Mempengaruhi individu untuk mengadopsi sikap kelompok yang mempunyai
pengaruh kuat pada anggotanya untuk menyesuaikan sikap dengan sikap yang
dikembangkan oleh kelompok, akan lebih berpengaruh dibandingkan
4. Melegitimasi keputusan individu untuk menggunakan produk yang sama
dengan yang digunakan kelompok. Kelompok yang mempunyai kekuatan
dalam memberikan rekomendasi dan bahkan mengharuskan anggotanya
untuk menggunakan suatu produk tertentu akan mempunyai pengaruh kuat
terhadap perilaku konsumsi dan perilaku belanja anggotanya, sehingga secara
langsung berpengaruh terhadap perilaku konsumen.
2.1.5 Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian konsumen meliputi semua proses yang dilalui
konsumen dalam mengenali masalah, mencari solusi, mengevaluasi alternatif, dan
memilih di antara pilihan-pilihan pembelian mereka. Mowen dan Monir (2002:6).
Sedangkan menurut Kotler & Amstrong (2008:181) keputusan pembelian
konsumen adalah membeli merek yang paling disukai dari berbagai alternatif
yang ada, tetapi dua faktor bisa berada antara niat pembelian dan keputusan
pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain dan yang kedua faktor
situasional yang tidak diharapkan.
2.1.5.1 Proses pengambilan keputusan pembelian
Menurut Kotler dan Keller (2009:184), ketika membeli produk, secara
umum konsumen mengikuti proses pembelian konsumen seperti (1) pengenalan
masalah, (2) pencarian informasi, (3) evaluasi alternatif, (4) keputusan pembelian,
(5) perilaku pasca pembelian. Lima tahapan ini mewakili proses secara umum
yang menggerakkan konsumen dari pengenalan produk atau jasa ke evaluasi
pembelian. Proses ini adalah petunjuk untuk mempelajari bagaimana konsumen
Sumber:Kotler dan Keller (2009:185)
Gambar 2.1
Model Lima Tahap Proses Pembelian Konsumen
1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari suatu masalah atau
kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Dengan
rangsangan internal, salah satu dari kebutuhan normal seseorang seperti rasa lapar,
haus, seks-naik ke tingkat maksimum dan menjadi dorongan atau kebutuhan bisa
timbul akibat rangsangan eksternal.
2. Pencarian Informasi
Sumber informasi utama dimana konsumen dibagi menjadi empat
kelompok:
1. Pribadi. Keluarga, teman, tetangga, rekan.
2. Komersial. Iklan, situs web, wiraniaga, penyalur, kemasan, tampilan.
3. Publik. Media masa, organisasi pemeringkat konsumen.
4. Eksperimental. Penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk.
3. Evaluasi Alternatif
Setelah mendapatkan informasi dan merancang sejumlah pertimbangan
dari produk alternatif yang tersedia, konsumen siap untuk membuat suatu
keputusan. Konsumen akan menggunakan infomasi yang tersimpan di dalam Pengenalan
masalah
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku pascapemb
ingatan, ditambah dengan infomasi yang diperoleh dari luar membangun suatu
kriteria tertentu.
4. Keputusan Pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen preferensi antar merek dalam kumpulan
pilihan dalam melaksanakan maksud pembelian, konsumen dapat membentuk
lima sub keputusan: merek (merek A), penyalur (penyalur 2), kuantitas (satu
komputer), waktu (akhir minggu), dan metode pembayaran (kartu kredit).
5. Perilaku pasca pembelian
Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami konflik dikarenakan
melihat fitur mengkhawatirkan tertentu atau mendengar hal-hal menyenangkan
tentang merek lain dan waspada terhadap informasi yang mendukung
keputusannya. Kepuasan pasca pembelian merupakan fungsi kedekatan antara
harapan dan kinerja anggapan produk. Jika kinerja tidak memenuhi harapan,
konsumen kecewa; jika memenuhi harapan konsumen puas; jika melebihi
harapan, konsumen sangat puas. Tindakan pasca pembelian jika konsumen puas,
mungkin ingin membeli produk itu kembali.
2.1.6 Loyalitas Pelanggan 2.1.6.1 Pengertian Loyalitas
Loyalitas adalah salah satu tujuan akhir yang sangat diharapkan oleh setiap
perusahaan kepada konsumen mereka. Konsumen yang loyal terhadap perusahaan
adalah satu tingkat pencapaian tertinggi karena ketika konsumen loyal maka
mereka akan menjadi konsumen tetap bahkan akan membantu menjadi pemasar
Loyalitas menurut Aaker adalah suatu ukuran kedekatan yang dimiliki
konsumen kepada suatu merek tertentu (Kartajaya, 2009:130). Sedangkan
menurut Oliver adalah komitmen yang dipegang secara mendalam untuk membeli
atau mendukung kembali produk atau jasa yang disukai di masa depan meski
pengaruh situasi dan usaha pemasaran berpotensi menyebabkan pelanggan beralih
(Kotler, 2009:131).
Menurut Griffin (2003:31), definisi pelanggan berasal dari kata “costum” yaitu didefinisikan sebagai pembuat suatu menjadi kebiasaan atau biasa dan
memperaktekkan kebiasaan.
Oliver mendefinisikan “loyalitas adalah komitmen pelanggan yang tinggi
untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa yang
disukai secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi
dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan
perilaku”. Suryandari (2008:6)
Menurut Tjiptono (2005:386) perilaku pembelian berulang seringkali
dihubungkan dengan loyalitas merek (brand loyalty). Akan tetapi ada perbedaan diantara keduanya. Bila loyalitas mereka mencerminkan komitmen psikologis
terhadap merek tertentu, maka perilaku pembelian berulang semata-mata
menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang kali. Dengan
kata lain, perilaku pembelian berulang tidak merefleksikan loyalitas merek.
Karena bisa jadi seseorang konsumen sangat menyukai suatu merek namun ia
tidak loyal terhadap merek tersebut. Pembelian ulang bisa merupakan hasil
satu-satunya alternatif yang tersedia. Konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki
peluang untuk memilih. Selain itu, pembelian ulang bisa pula merupakan hasil
dari upaya promosi terus menerus dalam rangka memikat dan membujuk
pelanggan untuk membeli kembali merek yang sama. Pelanggan yang setia pada
merek tertentu cenderung ’terikat’ pada mereka tersebut dan akan membeli
produk yang sama lagi sekalipun tersedia banyak alternatif lainnya.
Griffin (2003:31) memberikan definisi bahwa pelanggan yang loyal adalah:
1. Melakukan pembelian berulang secara teratur.
2. Membeli antar lini produk dan jasa.
3. Mereferensikan kepada orang lain.
4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.
2.1.6.2 Loyalitas dan Siklus Pembelian
Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian.
Langkah-langkah yang dilewati pelanggan tersebut menurut Griffin (2003:18)
adalah:
1. Kesadaran
Pada tahap ini pelanggan mulai membentuk “pangsa pikiran” yang
dibutuhkan untuk memposisikan produk sebagai produk yang lebih unggul
dari pesaing. Timbulnya kesadaran bisa melalui iklan konvensional (radio,
TV, surat kabar), iklan di web, komunikasi word of mouth, dan lain-lain. 2. Pembelian awal
Pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan, disini perusahaan
3. Evaluasi pasca pembelian
Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan
mengevaluasi transaksi. Bila merasa puas atau tidak begitu kecewa dengan
produk yang dibelinya, maka keputusan untuk membeli kembali mungkin
terjadi.
4. Keputusan untuk membeli kembali
Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi
loyalitas. Ini muncul bila pelanggan telah memiliki ikatan emosional yang
kuat dengan produk.
5. Pembelian kembali
Pelanggan benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali produk
yang sama kapan saja dibutuhkan.
2.1.6.3 Jenis Loyalitas
Menurut Griffin (2003:22), Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul
bila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian
ulang yang rendah dan tinggi :
1. Tanpa Loyalitas
Beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau
jasa tertentu. Keterkaitannya yang rendah dengan tingkat pembelian berulang
yang rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas.
2. Loyalitas yang lemah
Keterkaitan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi
membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor nonsikap dan faktor
situasi merupakan alasan utama pembelian.
3. Loyalitas Tersembunyi
Tingkat prefensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian
berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty). Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan
bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang. Dengan
memahami faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas tersembunyi,
perusahaan dapat menggunakan strategi untuk mengatasinya.
4. Loyalitas Premium
Jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat
keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang tinggi. Pada
tingkat prefensi yang tinggi tersebut, orang bangga karena menemukan dan
menggunakan produk tertentu dan senang membagi pengetahuan mereka
dengan rekan dan keluarga. Para pelanggan ini menjadi pendukung vokal
produk atau jasa tersebut dan selalu menyarankan orang lain untuk
membelinya.
Tabel 2.2 Empat Jenis Loyalitas
Pembelian ulang
Keterkaitan Relatif
Tinggi Rendah
Kuat Loyalitas
Premium
Loyalitas Tersembunyi
Lemah Loyalitas
a. Tanpa Loyalitas (No Loyalty)
Untuk beberapa alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas
terhadap produk/jasa tertentu. Keterikatannya yang rendah dikombinasikan
dengan singkat pembelian berulang rendah menunjukan tidak adanya loyalitas
secara umum perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis ini
karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal, mereka hanya
berkontribusi sedikit pada kekuatan keuangan perusahaannya. Tantangannya
adalah menghindari membidik sebanyak mungkin orang-orang seperti ini dan
lebih memilih pelanggan yang loyalitasnya dapat dikembangkan.
b. Loyalitas Yang Lemah (Inertia Loyalty)
Keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi
menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyalty). Pelanggan ini membeli
karena kami selalu menggunakannya atau karena sudah terbiasa. Dengan kata
lain, faktor non sikap dan faktor situasi merupakan alasan utama pembeli.
Pembeli ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan atau
minimal tiada ketidakpuasan yang nyata. Pembeli ini rentan beralih ke produk
pesaing yang dapat menunjukan manfaat yang jelas memungkinkan bagi
perusahaan untuk mengubah jenis loyalitas lemah kedalam bentuk loyalitas yang
lebih tinggi dengan secara aktif mendekati pelanggan dan meningkatkan
diferensiasi positif di benak pelanggan mengenai produk dan jasa.
c. Loyalitas Tersembunyi (Latent Loyality)
Tingkat preferensi yang lebih tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang
yang rendah menunjukan loyalitas tersembunyi, pengaruh situasi pelanggan dan
faktor sikap berkontribusi pada loyalitas tersembunyi perusahaan dapat
menggunakan strategi untuk mengatasinya.
d. Loyalitas Premium (Premium Loyalty)
Loyalitas premium merupakan jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan,
terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang
yang tinggi juga. Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai untuk semua
pelanggan disetiap perusahaan. Pada tingkat preferensi paling tinggi tersebut,
orang bangga karena menemukan dan menggunakan produk tertentu dan senang
membagi pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga.
Berdasarkan pengertian-pengertian pada Tabel 2.2, dapat disimpulkan
bahwa loyalitas adalah suatu tingkatan dimana konsumen benar-benar melekat
kepada suatu perusahaan, baik terhadap suatu merek saja atau keseluruhan
perusahaan. Loyalitas memungkinkan perusahaan dapat bantuan dalam
memasarkan produk yang diciptakan oleh konsumen yang loyal, karena konsumen
yang loyal akan memberitahukan dan menyarankan lingkungan mereka untuk
menggunakan produk atau jasa tersebut.
2.1.6.4 Tingkatan Loyalitas
Menurut Kartajaya (2009:131) loyalitas sendiri memiliki lima tingkatan yaitu:
1. Switchers / Price Sensitive, dimana pada tingkatan ini pelanggan tidak loyal kepada merek atau belum memiliki brand equity yang kuat. Setiap merek dipersepsikan memberikan kepuasan yang cukup.
terhadap produk perusahaan. Pelanggan juga sensitif terhadap benefit baru
yang ditawarkan kepada mereka.
3. Satisfied buyer with switching cost, dimana pelanggan merasa puas terhadap produk. Mereka harus mengeluarkan biaya tertentu apabila mereka ingin
berpindah merek. Pada tingkatan ini, pelanggan sensitif dengan benefit yang
dapat melampaui biaya beralih merek.
4. Likes the brand, pelanggan sungguh menyukai merek yang ditawarkan perusahaan. Mereka memiliki pertalian emosional dengan merek tersebut.
5. Commited buyer, pelanggan memiliki rasa bangga menggunakan produk yang ditawarkan perusahaan. Mereka merekomendasikan merek yang sama kepada
orang lain. Pada tingkatan ini, merek produk memiliki brand equity yang kuat dimata pelanggan.
Tjiptono dalam Rahmayanty (2010:14) lebih lanjut mengemukakan enam
indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen yaitu: 1)
Pembelian ulang, 2) Kebiasaan mengonsumsi merek tersebut, 3) Selalu menyukai
merek tersebut, 4) Tetap memilih merek tersebut, 5) Yakin bahwa merek tersebut
yang terbaik, 6) merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
2.1.6.5. Model Loyalitas
Model loyalitas pelanggan berdasarkan telaah literatur yang dilakukan,
Uncles, et al. (2003) dalam Tjiptono (2005:400) mengidentifikasi tiga model
popular dalam konseptualisasi loyalitas pelanggan.
Model 1 memandang loyalitas sebagai sikap yang kadang-kadang
komitmen sikap terhadap suatu merek, baru bisa berbentuk loyalitas sejati. Sikap
ini tercermin dalam serangkaian keyakinan positif yang konsisten terhadap merek
yang dibeli. Sikap semacam itu diukur dengan jalan menanyakan kepada
pelanggan seberapa suka mereka terhadap merek tertentu, seberapa kuat
komitmen mereka terhadap merek tersebut, kecendrungan untuk
merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain, serta keyakinan dan
perasaan terhadap merek bersangkutan, relatif dibandingkan merek-merek
pesaing. Kekuatan sikap ini merupakan prediktor kunci pembelian merek dan pola
pembelian uang.
Model 2 mendasarkan loyalitas lebih pada pola pembelian masa lalu
dibandingkan motivasi atau komitmen konsumen terhadap merek. Model ini
mengandalkan data longitudinal tentang pola pembelian diberbagai kategori
produk dan dibanyak negara. Riset-riset berdasarkan perspektif ini menemukan
bahwa hanya sedikit konsumen yang tergolong loyal monogami.
Model 3 merupakan ancangan kontingensi yang beranggapan bahwa
konseptualisasi terbaik untuk loyalitas adalah bahwa hubungan antara sikap dan
perilaku di moderasi oleh variabel-variabel kontingensi, seperti kondisi individu
saat ini, karakteristik individu dan atau situasi pembelian yang dihadapi
konsumen. Dengan demikian, sikap yang positif terhadap sebuah merek mungkin
hanya memberikan prediksi yang lemah mengenai apakah merek tersebut akan
2.2 Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai acuan
dalam penelitian ini, antara lain :
Tabel 2.3
Pengaruh gaya hidup, harga, dan kelompok referensi terhadap
1. Secara simultan gaya hidup, harga dan kelompok referensi berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk telepon seluler.
2. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa gaya hidup, harga, dan kelompok referensi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian baik secara parsial)maupun secara simultan.
3. Variabel yang paling berpengaruh besar adalah kelompok referensi Produk, Harga dan
Citra Merek terhadap Minat Beli
Ipad di Kota Bandung.
Analisis Regresi Berganda
1.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas produk, harga, citra merek, dan minat beli iPad di Kota Bandung berada dalam kategori baik.
2. secara simultan minat beli iPad dipengaruhi sebesar 52,8% oleh variabel kualitas produk, harga, dan citra merek.
3.Berdasarkan pengujian hipotesis secara parsial variabel kualitas produk yang memengaruhi minat beli sebesar 35,9%, variabel harga yang memengaruhi minat beli sebesar 7,1%, dan variabel citra merek yang memengaruhi minat beli sebesar 40,2%.
Agus Rizal (2010)
Analisis Pengaruh Grup Referensi dan Keluarga terhadap
1.Variabel grup referensi dan keluarga berpengaruh
terhadap keputusan pembelian.
2. Dalam penelitian ini juga diketahui secara parsial variabel grup referensi dan keluarga berpengaaruh singnifikan terhadap variabel keputusan pembelian.
3. Secara simultan variabel grup referensi dan keluarga berpengaruh signifikan terhadap variabel keputusan pembelian.
Puriyani, Dinar (2009)
Pengaruh Citra Merek Susu Ultra Terhadap Loyalitas Konsumen Pada PT. Ultrajaya Milk Industry
Analisis Regresi Berganda
1.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggapan konsumen akan Brand Image Susu Ultra secara keseluruhan dapat dikatakan baik.
2. Dalam penelitian ini juga diketahui secara parsial variabel grup referensi dan keluarga berpengaaruh singnifikan terhadap variabel keputusan pembelian.
3. Secara simultan pengaruh citra merek susu ultra terhadap loyalitas konsumen sebesar 16,24%.
Kurnia Akbar (2013)
Analisis pengaruh harga, brand image, dan atribut produk terhadap keputusan pembelian handphone atau smartphone jenis Android.
Analisis Regresi Berganda
1. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda, hasilnya yaitu: Y= 0,348X1 + 0,246X2 + 0,272X3.
2.3 Kerangka Konseptual
Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang
ditawarkan. Keputusan pembelian konsumen meliputi semua proses yang dilalui
konsumen dalam mengenali masalah, mencari solusi, mengevaluasi alternatif, dan
memilih di antara pilihan-pilihan pembelian mereka (Mowen dan Monir, 2002:6).
Gaya Hidup adalah adaptasi aktif individu terhadap kondisi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk menyatu dan bersosialisasi dengan orang lain
(Sugihartati, 2010:43). Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola
perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain,
sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Dalam
penelitian ini, gaya hidup dapat mempengaruhi dua variabel terikat yaitu
Keputusan Pembelian dan Loyalitas Pelanggan.
Merek menurut Hermawan (2009:121) adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, huruf, angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang dan jasa. Merek yang dimiliki oleh perusahaan akan menjadi kuat bila
memiliki ekuitas merek yang juga kuat. Ekuitas merek adalah seperangkat
dan keterpercaya
yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah
merek yang kuat akan memberikan value, baik kepada pelanggan maupun kepada perusahaan. Untuk pelanggan akan memberikan efek meningkatkan interprestasi
atau proses infomasi pelanggan, meningkatkan keyakinan pelanggan dalam
keputusan pembelian dan meningkatkan kepuasan mereka dalam menggunakan
produk atau jasa. Kepada perusahaan, ekuitas merek akan meningkatkan efisiensi
dan efektivitas program pemasaran perusahaan, meningkatkan kesetiaan terhadap
merek, meningkatkan harga/margin keuntungan, meningkatkan brandextensions, meningkatkan trade leverage, dan meningkatkan keunggulan bersaing. Dalam penelitian ini, merek dapat mempengaruhi dua variabel terikat yaitu Keputusan
Pembelian dan Loyalitas Pelanggan.
Kelompok Referensi adalah seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam perspektif
pemasaran, kelompok referensi adalah kelompok yang berfungsi sebagai referensi
bagi seseorang dalam keputusan pembelian dan konsumsi. (Sumawarman,
2004:250). Beberapa kelompok keanggotaan adalah kelompok primer, seperti
keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja yang berinteraksi dengan seseorang
secara terus menerus dan informal. Orang juga menjadi anggota kelompok
sekunder, seperti kelompok keagamaan, profesional, dan asosiasi perdagangan,
yang cenderung lebih formal dan membutuhkan interaksi yang tidak begitu rutin.
Dalam penelitian ini, kelompok referensi dapat mempengaruhi dua variabel terikat
yaitu Keputusan Pembelian dan Loyalitas Pelanggan.
untuk dapat memuaskan kebutuhannya. Keputusan pembelian dalam penelitian ini
dapat dijelaskan dan dipengaruhi oleh tiga variabel bebas yaitu Gaya Hidup,
Merek,dan Kelompok Referensi.
Loyalitas Pelanggan salah satu tujuan akhir yang sangat diharapkan oleh setiap perusahaan kepada konsumen mereka. Konsumen yang loyal terhadap
perusahaan adalah satu tingkat pencapaian tertinggi karena ketika konsumen loyal
maka mereka akan menjadi konsumen tetap bahkan akan membantu menjadi
pemasar bagi lingkungan mereka demi perusahaan. Loyalitas pelanggan adalah
komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok, berdasarkan
sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten.
Tjiptono (2005:386). Loyalitas pelanggan dalam penelitian ini dapat dijelaskan
dan dipengaruhi oleh tiga variabel bebas yaitu Gaya Hidup, Merek,dan Kelompok
Referensi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat digambarkan skema sistematis
kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar : 2.2 Kerangka Konseptual
Gaya Hidup (X1)
Merek (X2)
Kelompok Referensi (X3)
Keputusan
Pembelian
(Y1)
Loyalitas
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
pernyataan. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka konseptual yang
merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Sugiyono
(2009:96).
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti adalah :
1. Gaya hidup, merek, dan kelompok referensi diduga mempunyai pengaruh
positif terhadap keputusan pembelian produk iPad dikalangan mahasiswa Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Gaya hidup, merek, dan kelompok referensi diduga mempunyai pengaruh
positif terhadap loyalitas pada produk iPad di kalangan mahasiswa Fakultas