INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA
ANAK USIA DINI
(Studi deskriptif analisis pada TK Salman Al Farisi Bandung)
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan
dalam Bidang Pendidikan Umum
Oleh: Eman Suparman
NIM: 0807962
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
==========================================================
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA
ANAK USIA DINI
(Studi deskriptif analisis pada TK Salman Al Farisi Bandung)
Oleh Eman Suparman Drs. IKIP Bandung, 1984 MM. UNWIM Bandung, 2005
Sebuah disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Program Studi Pendidikan Umum SPs UPI Bandung
© Eman Suparman 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
i ABSTRAK
Disertasi ini merupakan hasil penelitian tentang internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini, yang dilakukan di TK Salman Al Farisi Bandung, dan melibatkan key informan kepala sekolah, pengurus komite sekolah dan guru. Masalah pokok penelitian adalah belum optimalnya pendidikan nilai-nilai kecerdasan moral yang diberikan kepada anak. Teori yang digunakan sebagai landasan pendirian peneliti adalah teori Borba yang merumuskan kecerdasan moral dalam tujuh kebajikan yaitu: empathy, conscience, self control, respect, kindness, tolerance dan fairness. Pertanyaan penelitian dirinci sebagai berikut: (1) Bagaimana internalisasi nilai-nilai moral pada anak usia dini?, (2) Bagaimana menerapkan kecerdasan moral pada anak usia dini?, (3) Bagaimana pelaksanaan pendidikan anak usia dini?, dan (4) Bagaimana validitas program internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini?. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut digunakan data tentang internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini melalui wawancara dan observasi. Studi dokumentasi digunakan untuk menjaring data sekunder tentang tugas pokok kepemimpinan sekolah dan pengelolaan sekolah. Data dianalisis menggunakan model McMillan Schumacher (2001:466), melalui tahapan invensi, temuan, penafsiran, dan eksplanasi. Hasil analisis data adalah sebagai berikut: (1) Internalisasi nilai-nilai moral pada anak usia dini, mengajarkan anak cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu yang dilandasi nilai-nilai agama yang mengacu kepada keimanan kepada Allah, (2) Kecerdasan moral anak usia dini merupakan kemampuan anak untuk memahami benar, salah dan pendirian yang kuat untuk merasakan, berpikir dan berperilaku sesuai dengan nilai moral yang didasarkan atas ketaatan akan aturan dengan pemberian reward dan punishment, yang meliputi tujuh kebajikan moral utama yaitu: (a) empati, (b) nurani, (c) kontrol diri, (d) respek, (e) baik hati, (f) toleran, dan (g) adil, (3) Pelaksanaan pendidikan anak usia dini di lingkungan Salman Al Farisi mengembangkan program-program kekhalifahan yang disesuaikan dengan karakteristik anak usia dini. (4) validitas program internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini di lingkungan TK Salman Al Farisi melalui kerjasama antar sekolah dengan mendatangkan pakar-pakar pendidikan yang ahli di bidangnya dan biro psikologi anak, sehingga dalam penerapannya sudah mendapatkan validitas program dari internalisasi nilai.
ABSTRACT
This dissertation presents the results of research on the internalization of moral intelligence in pre-school children at Salman Al Farisi kindergarten, Bandung, and involves the principal, school committee members, and teachers as key sources persons. The research problem was related to ineffective moral values education provided for the children. The research refers to Borba’s theory that classifies moral intelligence into seven virtues: empathy, conscience, self control, respect, kindness, tolerance, and fairness. The researches question are as follows: (1) How to internalize moral values in pre-school children?, (2) How to develop moral intelligence in pre-school children?, (3) How is early childhood education managed?, and (4) How is the program of moral intelligence valuesinternalization validated? To answer the questions, data on the internalization of moral intelligence values in pre-school children were gathered through interview and classroom observation. A documentary study was conducted to collect data on major duties of school management and principal. Data were analyzed by adopting a model developed by McMillan Schumacher (2001:466) through invention, searching, interpretation, and explanation stages. Data analysis resulted in the following findings: (1) The internalization of moral values in pre-school children teacher them how to behave and certain ultimate goals based on religious values that refer to faith in One Supreme God, (2) Moral intelligence of pre-school children is an ability to understand right and wrong things, and strong position to feel, think and behave in line with moral value on the basic of compliance with reward and punishment rules, consisting of the seven major moral virtues: (a) empathy, (b) conscience, (c) self-control, (d) respect, (e) kindness, (f) tolerant, and (g) fairness, (3) the provision of early childhood education at Salman Al Farisi Kindergarten develops caliph programs adjusted to the characteristics of early childhood learners. And (4) the program of moral intelligence values internalization at Salman Al Farisi Kindergarten was validated through a cooperation between the kindergarten, educational expert and child psychologists. Hence, the program implementation has been validated.
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
i
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Segala puja dan puji hanya untuk Allah, yang telah menempatkan manusia sebagai makhluk yang paling mulia diantara makhluk-makhluk lainya. Menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya dengan dibekali segenap potensi untuk menjadi manusia yang seutuhnya (insan kamil), yang bermanfaat bagi diri dan bangsanya, mampu bersaing secara sehat dengan dengan bangsa lain, serta selalu siap dalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya.
Bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan globalisasi dan tuntutan kompetensi abad 21.Kunci utama dalam menghadapi tantangan tersebut terletak pada kualitas sumberdaya manusia. Hanya sumber daya manusia yang sehat, cakap, berilmu, handal, berdaya saing dan berkarakter, yang akan mampu bersaing dengan bangsa lain dalam menjawab tantangan baru di abad ini. Semua tantngan ini harus dilalui dan dipersiapkan dengan serius. Tanggung jawab dalam mempersiapkan dan menghadapi semua ini terletak pada sektor pendidikan. Akan tetapi pendidikan nasional kita sampai saat ini belum mampu melahirkan sumberdaya manusia sesuai harapan dan cita-cita bangsa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003. Hal ini diperparah lagi dengan permasalahan rendahnya moral dan karakter bangsa, yang ditandai dengan maraknya korupsi kolusi, dan nepotisme, suburnya perilaku merusak diri, kekerasan, dan tawuran.
potensi yang dimiliki peserta didik, karena cenderung menitikberatkan pada potensi akademik.
Segenap potensi manusia yang telah dinugrahkan Sang Pencipta harus dibina dan dikembangkan secara utuh dan seimbang dalam setiap aspeknya dalam proses pendidikan yang humanis, agamis dan menyenangkan sehingga peserta didik mampu menemukan jatidiri dan tujuan hidupnya melalui pengalaman dalam interaksi yang berkualitas di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat agar menjadi manusia holistik (utuh) bermoral dan berkarakter unggul. Manusia seperti ini yang menjadi harapan dan cita-cita kemerdekaan.
Laporan penelitian ini menyajikan kepada semua pembaca mengenai sebuah pemikiran tentang pembentukan manusia yang utuh (holistik) bermoral dan berkarakter dalam rangka membangun sumberdaya manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, yang dicita-citakan bangsa ini dalam tujuan pendidikan nasional melalui suatu upaya pendidikan yang humanis, penuh makna, utuh dan seimbang dalam mengembangakan segenap potensi peserta didik yang meliputi aspek fisik, sosial, emosional, kreatifitas, intelektual dan spritual dalam lembaga pendidikan yang utuh dan kebijakan pendidikan yang utuh pula.
Penulis menyadari, tulisan ini hanyalah sebutir pasir ditengah sebuah gurun yang terhampar luas, dan tentunya masih banyak kekurangan, sebagai gambaran dari keterbatasan peneliti. Maka dari itu untuk mengatasi segala kekurangan dan kelemahan laporan penelitian ini, peneliti mengharapkan adanya masukan, kritikan dan saran yang membangun dari siapapun yang membacanya. Atas kebaikan dan segala bantuan semua pihak, peneliti haturkan terima kasih. Semoga Allah membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda, amiin .
Bandung, Januari 2014
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulisan desertasi ini tidak serta merta terwujud tanpa kesulitan dan hambatan, baik hambatan akademik, personal, sosial maupun finansial. Akan tetapi berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang penuh keikhlasan, akhirnya selesai juga penulisan desertasi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, melalui lembaran ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan segala macam bantuan yang diperlukan demi selesainya penulisan desertasi ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang petama penulis sampaikan kepada Tim Pembimbing, yaitu Prof. Dr. H. Endang Sumantri, M.ED.. sebagai Promotor, Prof. Dr. H. D. Budimansyah, M.Si. sebagai Ko-Promotor, dan Prof. Dr. Nursid Sumaatmadja. sebagai Anggota, atas nasihat, saran dan bimbinganya dalam proses penyelesaian disertasi ini.
Selanjutnya kepada Ketua Program Studi Pendidikan Umum, Prof. Dr H. D. Budimansyah, M.Si. Dorongan dan semangat beliau dalam memberikan berbagai solusi dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian studi ini sungguh sangat luar biasa. Demikian juga kepada para dosen di lingkungan Program Studi PU, dari merekalah penulis mendapatkan wawasan luas tentang pendidikan umum, pendidikan nilai, dan pendidikan karakter.
diberikan beliau kepada peneliti ketika menjabat di PPPPTK TK dan PLB untuk mengikuti program pendidikan S3.
Ucapan terima kasih selanjutnya penulis sampaikan kepada Ketua Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi Bandung, dan Ibu Munawaroh, S.Pd. sebagai Kepala TK Salman Al Farisi, tempat penulis mengadakan penelitian. Dengan keterbukaannya penulis dapat melakukan penelitian dengan mudah, dan dengan akses yang diberikannya penulis dapat mengumpulkan informasi yang seluas-luasnya. Dari meraka penulis mendapatkan pelajaran berharga tentang penerapan kecerdasan moral di TK. Juga kepada para guru dan staf di lingkungan TK Salman Al Farisi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Berkat bantuan merekalah, penulis dapat mengumpulkan data-data dan informasi yang diperlukan.
Dalam perjalanan penulis mengikuti program pendidikan S3, Istriku tercinta, Reni Raeni, beserta ketiga buah hatiku tersayang, Irvan Firmansyah, Dewi Septiyani dan Ratna Widiyanti Utami, yang telah mengorbankan saat-saat kebersamaan nya demi kesuksesan studi penulis. Juga tak lupa penulis sampaiakan terima kasih kepada adinda Hj, Neni Nuraeni, H. Ence Abdurahman dan putra putrinya yang telah banyak membantu dan mendoakan penulis dalam penyelesaian studi ini.
Terakhir penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada sahabat seperjuangan, khususnya Hermansyah, atas motivasi dan bantuanya dalam proses penyelesaian disertasi ini. Tak lupa pula kepada teman-teman di Program Studi PU angkatan 2008//2009 yang menjadi teman diskusi dalam penyelesaian studi ini.
Bandung, Januari 2014
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
v DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ……… i
SURAT PERNYATAAN ……… ii
ABSTRAK ……….. iii
ABSTRACT ……….. iv
KATA PENGANTAR ………. v
UCAPAN TERIMA KASIH ………... vii
DAFTAR ISI ………... ix
DAFTAR TABEL ………... xii
DAFTAR GAMBAR ………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………... xiv
BAB I PENDAHULUAN ………... 1
A Latar Belakang Masaslah ………... 1
B Identifikasi dan Perumusan Masalah ……… 12
C Tujuan Penelitian ………... 13
D Manfaat Penelitian ... 13
E Pengorganisasian Disertasi. ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16
A Hakikat Internalisasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral .. 16
B Internalisasi Nilai-nilai Moral Pada anak Usia Dini ... 67
C Evaluasi Keberhasilan Internalisasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral ………... 69
D Kajian Internalisasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral dalam Perspektif Pendidikan Umum ……….. 71
E Hakikat Anak Usia Dini ……….. 75
F Pendidikan Anak Usia Dini ……… 82
G Penelitian Terdahulu ………... 103
BAB III METODE PENELITIAN ………... 107
A Lokasi dan Subjek Penelitian ... 107
B Desain Penelitian ………... 109
C Metode Penelitian ………... 110
Halaman
a Internalisasi Nilai-nilai Moral Pada Anak Usia Dini ……… 136
b Penerapan Kecerdasan Moral pada Anak Usia Dini di Lingkungan TK Salman Al Farisi ……… 155
c Pendidikan Anak Usia Dini dalam Internalsasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral di Lingkungan TK Salman Al Farisi ... 303 d Validitas Program Mengembangkan Internalisasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral pada Anak Usia Dini TK Salman Al Farisi . 330 B Pembahasan Hasil Penelitian ……… 333
1 Analisis Penerapan Internalisasi Nilai-Nilai Moral Pada Anak Usia Dini di TK Salman Al Farisi ………. 333
2 Analisis Penerapan Kecerdasan Moral pada Anak Usia Dini di TK Salman Al Farisi ……… 342
3 Analisis Pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini dalam Internalsasi Nilai-nilai Kecerdasan Moral di Lingkungan TK Salman Al Farisi Bandung .... 350
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
vii
Halaman
C Rekomendasi ………... 364
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Tabel Halaman
3.1 Kisi-Kisi Alat Pengumpul Data Penelitian ... 119
4.1 Internalisasi Nilai-Nilai Moral Pada Anak Usia Dini ……. 136
4.2 Internalisasi Nilai Empati Anak Usia Dini ... 157
4.3 Internalisasi Nilai Nurani Anak Usia Dini ... 180
4.4 Internalisasi Nilai Kontrol Diri pada Anak Usia Dini ... 200
4.5 Internalisasi Nilai Hormat pada Anak Usia Dini ... 220
4.6 Internalisasi Nilai Kebaikan Hati pada Anak Usia Dini ... 242
4.7 Internalisasi Nilai Toleran pada Anak Usia Dini ... 264
4.8 Internalisasi Nilai Keadilan pada Anak Usia Dini ... 284
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Gambar Halaman
3.1 Konsep Penelitian Mengenai Internalisasi Nilai-nilai
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Lampiran Halaman
A Pedoman Wawancara untuk Guru ………... 376 B Pedoman Wawancara untuk Komite ... 389 C Pedoman Wawancara untuk Kepala Sekolah ……….... 403 D Data Hasil Penelitian Mengenai Penerapkan
Internalisasi Nilai-Nilai Moral pada Anak Usia Dini … 417 E Data Hasil Penelitian Mengenai Menetapkan
Kecerdasan Moral pada Anak Usia Dini ……….. 421 F Data Hasil Penelitian Mengenai Pendidikan Anak Usia
Dini di TK Salman Al Farisi... 439 G Dokumen Photo Kegiatan di TK Salman Al Farisi …… 442 H Permohonan Izin Melakukan Studi Lapangan/Observasi 447
I Surat Permohonan Pengangkatan Penulisan Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Angkatan 2008 ... 448 J Perpanjangan Tugas Bimbingan Penulisan Disertasi
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Angkatan Tahun 2008 ………... 451 K Perpanjangan Tugas Bimbingan Penulisan Disertast
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Angkatan 2008 Tahun 2010 ……….. 453 L Perpanjangan Pembimbing Penulisan Disertasi Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidika N Indonesia
Angkatan 2008 Tahun 20013 ………. 455 M Bukti Telah Melakukan Studi Lapangan Observasi ….. 457
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggariskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (Pasal 1 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003). Untuk dapat merealisasikan sistem pendidikan nasional diperlukan adanya internalisasi nilai-nilai moral semenjak dini kepada anak-anak, agar anak sejak dini sudah memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pengertian pendidikan yang dinyatakan undang-undang sistem pendidikan nasioanal tersebut mengandung makna bahwa titik berat pendidikan pada hakekatnya diarahkan untuk pengembangan diri anak selaku peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikiknya secara kodrati melalui usaha sadar dan tersencana agar dapat tumbuh dan berkembangan kearah kedewasaan secara utuh, intelektual, moral, dan spritual. Pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak, yaitu unsur keluarga, sekolah dan masyarakat. Sedangkan keluarga merupakan institusi pendidikan informal yang berperan sebagai pelatak dasar pendidikan anak yang berkarakter kuat. Keluarga dan masyarakat merupakan bagian dari supporting system yang memberikan kontribusi besar terhadap kualitas proses dan output pendidikan menuju terbentuknya generasi yang berkarakter.
Anak merupakan anugerah dari sang pencipta, orang tua yang melahirkan
anak harus bertangung jawab terutama dalam soal mendidiknya, baik ayah sebagai
tua dalam mendidik anak merupakan awal keberhasilan orang tua dalam
keluarganya apabila anak menuruti perintah orang tuanya terlebih lagi anak
menjalani didikan sesuai dengan perintah agama.
Pembentukan karakter anak yang baik melalui lingkungan keluarga,
masyarakat maupun sekolah juga memiliki pengaruh. Bagaimanapun juga, orang
tua dapat memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan yang ada untuk memberikan
yang terbaik dalam mendidik dan membimbing anak.
Anak-anak perlu mengetahui dan menerima bahwa orang tua yang
bertanggung jawab dalam membesarkannya, mengajari tentang cinta dan cara
menghormati orang. Pengasuhan orang tua harus tegas dalam membesarkan
anak-anak, membesarkan mereka tentang cinta dan kehangatan, mengajar dan
membimbing, disiplin yang keras dan jelas dalam apa yang mereka harapkan dari
anak, namun tetap fleksibel jika diperlukan.
Keluarga tempat untuk berbagi informasi, bersenang-senang dan tertawa
saat makan, dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan akan terus
memperkuat ikatan orang tua dengan anak. Keluarga yang berdoa bersama,
tinggal bersama-sama, keluarga yang berbagi dan peduli akan membangun
keterkaitan dan kesatuan yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
Memperlakukan anak dengan hormat, mereka akan belajar untuk menghargai
orang tua.
Rusaknya moral seorang anak bisa diakibatkan salah satu kesalahan dari
orang tuanya seperti dalam hal mendidik anak terlalu keras. Keluarga yang sedang
bermasalah (broken home), dapat membuat anak menjadi orang yang
temperamental. Kebanyakan dari orang tua tidak memikirkan hal ini, mereka
berasumsi jika mereka menjalani hidup sebagaimana yang sedang mereka jalani,
peran pengasuhan akan terus dengan sendirinya.
Terkadang orang tua sering lupa untuk berinteraksi dengan anak-anaknya.
Ada diantara orang tua yang lebih mementingkan pekerjaan dari pada melakukan
hal itu. Mereka beranggapan bahwa materi yang dibutuhkan anak, padahal
seorang anak tidak hanya membutuhkan materi namun juga perhatian dan
3
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tuanya, anak juga ingin bertukar pikiran dengan orang tuanya. Anak ingin
menceritakan pegalaman sehari-hari baik itu pangalaman yang baik maupun
pengalaman yang buruk.
Jika seorang anak kurang mendapatkan perhatian dari orang tua, besar
kemungkinan akan menjadi seorang anak yang temperamental. Anak menjadi
bebas dalam melakukan kebaikan maupun keburukan. Sebagai orang tua yang
baik harus melihat dari tata cara bergaul anak, bukan sekedar untuk membatasi
anak dalam bergaul, namun diharapkan impian melihat anak sukses mengarungi
kehidupan tanpa mengalami kesalahan dalam pergaulan baik dilingkungan
keluarga, atau lingkungan luar yang menjadi sebuah kenyataan. Tugas orang tua
memberikan pendidikan berkualiatas yang lebih berarti dan bermakna untuk
kehidupan dimasa yang akan datang, hal ini penting dilakukan orang tua agar anak
mampu beradaptif dengan lingkungannya.
Salah satu variabel penting yang memberikan pengaruh besar terhadap pembentukkan karakter anak yaitu potensi kecerdasan moral yang dimiliki anak. Dengan demikian upaya menumbuh kembangkan potensi kecerdasan moral pada anak usia dini memiliki urgensi tinggi dalam pembentukan karakter yang kuat. Melalui internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral secara efektif pada anak usia dini, diharapkan anak akan tumbuh dan berkembang kearah kedewasaan yang mampu menjawab tantangan dimasa yang akan datang.
Pengembangan nilai dapat meningkatkan kemampuan anak berfikir baik dalam suasana belajar secara individual maupun kelompok, akan tetapi dibutuhkan penghayatan yang lebih baik, menurut Poerwadarminta (2002:439): “Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku”. Dengan adanya penghayatan yang kuat terhadap nilai-nilai akan membentuk watak anak yang kuat dalam menerima sautu ajaran yang diterimanya. Dalam internalisasi nilai-nilai diperlukan adanya penghayatan yang kuat terhadap nilai-nilai yang diberikan kepada anak, untuk itu diperlukan sinergi yang kuat baik dari orang tua, maupun guru dengan anak, agar suasana belajar lebih baik. Menurut Regers dalam Al-Muhtar (2007:26): ’Model mengajar tanpa arahan (non directive teaching) bertitik tolak dari teori konseling, prinsip partnership antara peserta didik dan pendidik’. Untuk pengembangan nilai diperlukan adanya sinergi antara anak dan pendidik melalui konseling dan penerapan prinsip patnership, sehingga diharapkan dapat mewujudkan suasana belajar yang lebih baik secara individu maupun kelompok.
Tersedianya berbagai model dan teori pendidikan nilai, khususnya yang terkait dengan upaya menumbuh kembangkan kecerdasan moral anak tentunya sangat menguntungkan bagi upaya membangun sistem pendidikan PAUD yang berkualitas. Tetapi, yang tidak kalah pentingnya, yaitu perlunya dukungan situasi lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan yang dimaksud, meliputi lingkungan internali (keluarga dan sekolah), maupun eksternal (lingkungan masayarakat termasuk situasi global). Situasi global dewasa ini menjadi kuat pengaruhnya sehubungan dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi dengan segala dampak positif dan negatifnya.
5
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
yang sedang mencari identitas diri dan perlindungan, menjadi tidak mengenal batasan-batasan yang baik dan buruk.
Kahawatiran terbesar adalah tindak kekerasan yang dilakukan anak-anak muda, seperti fenomena kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh teman sebaya di Indonesia semakin lama semakin banyak bermunculan. Mulai dari peristiwa IPDN (Institut Pemerintahan dalam Negeri) dengan klimaks kejadian meninggalnya Praja Clifft Muntu akibat dianiaya oleh seniornya di lingkungan kampus, kematian Cliff Muntu bukan kejadian satu-satunya. Sejak 1990-an sampai 2005 tercatat 35 praja tewas. (Detik .com, 11 Agustus 1997). Kasus seorang siswi SLTP di Bekasi yang gantung diri karena tidak kuat menerima ejekan teman-temannya sebagai anak tukang bubur (Media Indonesia,Senin 11 April 2011). Peristiwa STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) yang juga memakan korban, Agung Bastian Gultom yang meninggal dunia akibat dianiaya oleh seniornya (Kabar Indonesia, 24 Juni 2008). Atau bahkan Geng Nero dari Pati yang terdiri dari kumpulan anak-anak perempuan yang melakukan kekerasan terhadap teman sebayanya (Suara Merdeka, 14 Juni 2008). Ini adalah sekelumit peristiwa bullying yang berada di lingkungan akademisi yang harus bersama-sama diwaspadai. Peristiwa bullying merupakan salah satu indikator kegagalan pembentukkan karakter yang sehat akibat tidak dimilikinya kecerdasan moral.
Bullying merupakan permasalahan yang sudah mendunia, tidak hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja tetapi juga di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Dari data National Mental Health and Education Center tahun 2004 (Setiawati dalam http://www.kabarindonesia.com) di Amerika diperoleh data bahwa bullying merupakan bentuk kekerasan yang umumnya terjadi dalam lingkungan sosial. Antara 15% dan 30% siswa adalah pelaku bullying dan korban bullying.
Pada saat ini sering terjadi aksi anak-anak mengejek, mengolok-olok atau mendorong teman yang lainnya. Perilaku tersebut sampai saat ini dianggap hal
yang sangat biasa, hanya sebatas bentuk relasi sosial antar anak saja. Padahal hal
berbagai pihak harus bisa memahami apa dan bagaimana bullying itu sehingga
dapat secara komprehensif melakukan pencegahan sehingga dapat menghindari
apa yang tidak diinginkan. Sejauh ini kekhawatiran terbesar adalah tindakan
kekerasan yang dilakukan anak-anak muda, dan itu sudah merupakan keadaan
gawat yang perlu segera diatasi.
Indikator lain yang menghawatirkan akibat kurangnya kecerdasan moral
juga terlihat pada sikap kasar anak-anak yang lebih kecil, mereka semakin kurang
hormat terhadap orang tua, guru, dan sosok lain, kebiadaban yang meningkat,
kekerasan yang bertambah, kecurangan yang meluas, dan kebohongan yang sudah
semakin lumrah. Kejadian-kejadian itu sudah terjadi dilingkungan kita. Banyak
sekali kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan oleh anak-anak, seperti halnya
anak SD di Garut yang berusaha untuk bunuh diri, gara gara tidak bisa membeli
buku untuk sekolah. Tayangan kekerasan di media TV bahkan berita-berita yang
dimuat di koran-koran mengenai tawuran-tawuran antar pelajar, antar mahasiswa
akibat permasalahan sepele semakin sering muncul, bahkan sampai ke anggota
dewan, dan banyak lagi bentuk kekerasan lainnya yang belum terekspose
kepermukaan. Hal ini semakin memperkuat urgensi menumbuh kembangan
kecerdasan moral sejak usia dini melalui internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral
yang sesuai dengan tahapan perkembangan moral anak.
Untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan di atas, perlu adanya
upaya pendidikan yang mampu menjawab permasalahan-permaslahan yang
dihadapi saat ini dan permasalahan dimasa yang akan datang, khususnya yang
terkait dengan menumbuh kembangan kecerdasan moral anak sejak usia dini.
Saat ini, banyak anak (0-6) tahun masih belum tersentuh oleh Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) baik formal (TK) maupun non formal. Pemerintah
menargetkan layanan PAUD usia 2-3 tahun sebesar 35% pada tahun 2009. Sejak
tahun 2006 telah ditargetkan meningkatkan menjadi 12.5% atau 1.49 juta anak.
Saat ini jumlah anak usia 0-6 tahun sekitar 28 juta anak, dari jumlah tersebut 11.5
juta adalah anak usia 2-4 tahun yang merupakan sasaran PAUD non formal.
Depdiknas paling lambat 2009, menargetkan 35% dari 11,5 juta (Investasi masa
7
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
target kualitasnya. Terkait dengan permasalahan-permasalahan yang telah
diuraikan sebelumnya mengenai fenomena degradasi moral, perlu diberikan
perhatian pada pembentukan karakter anak melalui internalisasi nilai-nilai
kecerdasan moral pada anak.
Kepekaan seseorang terhadap ketenangan dan hak orang lain merupakan inti
dari ranah moral. Kepekaan tercermin melalui kepedulian seseorang atas
konsekuensi tindakannya bagi orang lain, dan dalam orientasinya terhadap
kepemilikan bersama. Faktor lingkungan terkadang merupakan faktor yang
dirasakan kurang menunjang terbentuknya nilai moral anak. Pola asuh yang kuat,
supervisi orang dewasa di sekitar anak dan model perilaku moral diharapkan dapat
meminimalisir pengaruh lingkungan.
Anak usia dini dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia,
belum memahami tatakrama, sopan santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal
lain yang terkait dengan kehidupan sosial. Anak usia dini merupakan masa untuk
belajar berkomunikasi dengan orang lain serta memahaminya, oleh karena itu
anak perlu dibimbing dan diberi stimulasi agar mampu memahami berbagai hal
tentang kehidupan dunia dan segala isinya.
Pemberian stimulasi pada anak selama proses pengembangan kepribadian
merupakan faktor yang sangat penting, stimulasi sama dengan pemberian
rangsangan yang berasal dari lingkungan di sekitar anak guna lebih
mengoptimalkan aspek perkembangan anak. Salah satu stimulasi yang diperlukan
dan penting bagi anak yaitu penanaman nilai-nilai moral yang dibutuhkan untuk
mengoptimalkan perkembangan kecerdasan moral mereka.
Borba (2008:9) merumuskan bahwa kecerdasan moral yaitu ”Kemampuan
memahami kebenaran dari kesalahan, artinya memiliki keyakinan etika yang kuat
dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan
terhormat”. Kecerdasan moral di atas sangat penting mencakup karakter utama,
seperti kemampuan memahami penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat,
mampu mengendalikan dorongan dan menunda pemuasan, mendengarkan dari
berbagai pihak sebelum memberikan penilaian, menerima dan menghargai
memperjuangkan keadilan, dan menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat pada
orang lain.
Selanjutnya kecerdasan moral menurut Borba terbangun dari tujuh
kebajikan utama meliputi; empathy, conscience, self control, respect, kindness,
tolerance dan fairness. yang membantu anak menghadapi tantangan dan tekanan
etika yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupannya dimasa yang akan datang,
serta akan melindunginya agar anak tetap berada di jalan yang benar dan
membantu anak bermoral dalam bertindak.
Perkembangan moral merupakan suatu proses yang terus menerus
berkelanjutan sepanjang hidup. Dalam meningkatnya kapasitas moral anak yang
didukung dengan kondisi dan lingkungan baik, akan berpotensi kepada anak
menguasai moralitas yang lebih tinggi. Setiap kali anak berhasil menguasai satu
kebajikan, kecerdasan moralnya bertambah dan anak pun menaiki tangga
kecerdasan moral yang lebih tinggi lagi.
Hasil temuan penting tentang anak-anak dengan kecerdasan moral tinggi
menunjukkan korelasi dengan academic performance dan peningkatan prestasi
yang signifikan (Blocks, 2002). Kochanska, Murray, dan Harlan (McCartney&
Phillips,2006) menyimpulkan dari berbagai hasil penelitian bahwa kecerdasan
moral berpengaruh terhadap kemampuan regulasi diri pada anak usia dini maupun
prasekolah. Konsep kecerdasan moral memberikan pemahaman bahwa kecerdasan
moral dapat diajarkan. Anak dapat meniru model, menangkap inspirasi mengenai
perilaku moral, dapat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga setahap demi
setahap anak dapat meningkatkan kecerdasan moralnya.
Semakin dini diajarkan kepada anak semakin besar kapasitas anak untuk
mencapai karakter yang solid yaitu growing to think, believe, and act morally
(Coles,1999) menyatakan anak-anak dalam mengembangkan moralitas perlahan
dan bertahap, setiap tahap membawa anak lebih dekat dengan pembangunan
moral dewasa. Salah satu cara yang efektif untuk membantu anak-anak mengubah
moral mereka menjadi positif yaitu dengan mengajar perilaku moral melalui
9
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ditantang memperkenalkan anak-anak kepada dunia untuk masa depan mereka,
suatu dunia yang akan terus meningkat menjadi multikultural dan bersuku banyak.
Berkenaan dengan konsep dasar pendidikan nilai menurut Herman yang
dikutif Budimansyah (2010:130) secara teoritik mengemukakan bahwa: “…value
is neither taught nor cought, it is learned” yang berarti bahwa substansi nilai
tidaklah semata-mata ditangkap dan diajarkan tetapi lebih jauh, nilai dicerna
dalam arti ditangkap, diinternalisasi, dan dibakukan sebagai bagian yang melekat
dalam kualitas pribadi seseorang melalui proses belajar. Proses belajar tidaklah
terjadi dalam ruangan bebas budaya, tetapi dalam masyarakat yang syarat budaya
karena manusia hidup dalam kehidupan masyarakat yang berkebudayaan. Oleh
karena itu proses pendidikan merupakan proses kebudayaan atau enkulturasi
untuk menghasilkan manusia yang berkeadaban termasuk di dalammnya yang
berbudaya.
Pemerintah telah menetapkan Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter
Bangsa Tahun 2005-2025. Hal itu mengandung arti bahwa setiap upaya
pembangunan harus selalu diarahkan untuk memberi dampak positif terhadap
pengembangan karakter. Kebijakan pendidikan karakter digulirkan dalam rangka
mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 yaitu:
“Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah pancasila”. Artinya memperkuat karakter dan jati
diri bangsa, membentuk manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antar umat
beragama, melaksanakan interaksi antar budaya, mengembangkan modal sosial,
menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai
bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika
pembangunan bangsa.
Penerapan pendidikan karakter di sekolah dilaksanakan berdasarkan surat
edaran Kementrian Pendidikan Nasional Nomor: 1860/C/TU/2011 tentang
upacara dan diberikannya pendidikan karakter diharapkan akan membentuk jati
diri anak sebagai awal dari momentum dimulainya pelaksanaan pendidikan
karakter. Pendidikan karakter perlu ditanamkan kepada anak sejak usia dini untuk
menghindari terjadinya krisis moral dimasa yang akan datang. Setiap orang tua
pasti menginginkan anaknya dapat berkembang optimal dan merasa senang
melalui masa pendidikannya. Setiap orang tua mengharapkan anak berkembang
secara fisik dan psikologis sesuai dengan tahap perkembangannya sehingga
mencapai hasil yang optimal. Dengan demikian, memberikan pendidikan yang
terbaik bagi anak-anak merupakan harapan setiap orang tua.
pada saat ini mulai banyak orang tua merasa skeptis terhadap dunia
pendidikan. lembaga pendidikan yang ada dikhawatirkan tidak lagi dapat
memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Orang tua merasa bahwa
metode pengajaran yang dipilih tidak sesuai lagi dengan tahap-tahap
pertumbuhan, perkembangan, minat dan kebutuhan anak, sehingga anak-anak
tidak merasa nyaman berada di lembaga pendidikan. Sekolah dan pendidiknya
dianggap hanya mengejar target kurikulum, sehingga anak-anak dibebani dengan
berbagai materi yang tidak sesuai dengan kemampuan atau kebutuhannya.
Anak-anak dididik dituntut menyesuakan dengan kurikulum, bukan kurikulum
dirancang untuk anak. Anak-anak direnggut kemerdekaannya untuk berkreasi dan
berimajinasi. Bahkan lebih parah lagi kemandirian dan hati nurani anak pun
direnggut kebebasannya.
Pada dasarnya semua orang tua menghendaki anak mereka tumbuh menjadi
anak yang baik, cerdas, patuh, dan terampil. Selain itu banyak lagi harapan
lainnya tentang anak, yang kesemuanya berbentuk sesuatu yang positif. Selian itu
juga setiap orang tua berkeinginan untuk mendidik anaknya secara baik dan
berhasil. Mereka berharap mampu membentuk anak yang beriman dan bertakwa
kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbakti terhadap orang tua,
berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, nusa bangsa, Negara dan agamanya,
serta anak yang cerdas memiliki kepribadian yang utuh.
Seto Mulyadi seorang pakar pendidikan anak, mempertanyakan keseriusan
11
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
beberapa tahun terahir inilah pemerintah melalui Departemen Pendidikan
Nasional menginformasikan pentingnya pendidikan anak usia dini. Itupun dengan
berbagai keterbatasan dana operasional dan dukungan sumber daya manusia.
Kegelisahan ini tidak akan muncul bila para praktisi pendidikan lebih memahami
eksistensi manusia secara komprehensif. Pendidikan Islam memahami anak atas
dasar pendekatan terhadap hakikat kejadian manusia yang menempatkannya
selaku makhluk Allah yang mulia. Kemuliaan yang disandang manusia harus
dihargai, dan perlakuan terhadapnya harus dibedakan dari perlakuan terhadap
makhluk lain. Dengan demikian manusia menghajatkan pendidikan dan
pembinaan yang sungguh-sungguh, meliputi pembinaan aspek jasmaniah maupun
rohaniah, fisik material maupun mental spiritual.
Berdasarkan konteks uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian di TK Salman Al Farisi, tentang seberapa besar perhatian
pendidikan Islam terhadap internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak
usia dini. Anak dalam pandangan Islam sebagaimana orang dewasa, dipandang
sebagai makhluk yang memiliki potensi, kemuliaan dan keutamaan. Potensi itu
merupakan pemberian Allah SWT terkait dengan tugasnya dikemudian hari
sebagai khalifatullah di bumi, yang harus dikembangkan secara maksimal melalui
proses pendidikan. Anak juga amanah Allah yang pendidikan dan
pemeliharaannya diembankan kepada kedua orang tuanya.
Sekolah Taman Kanak-Kanak Salman Al Farisi menarik untuk ditelaah
lebih mendalam sebagai salah satu model sekolah yang telah menginternalisasikan
nilai-nilai kecerdasan moral dengan landasan ajaran agama Islam. Secara umum
siswa yang bersekolah di TK Salman Al Farisi berasal dari lingkungan orang tua
yang mengerti akan pendidikan. Hal ini merupakan modal dasar bagi sekolah
untuk mengembangkan berbagai upaya internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral
kepada para siswanya. Salah satu permasalan yang masih dihadapi oleh pihak
sekolah adalah masih adanya inkonsistensi antara layanan pendidikan yang
diberikan oleh sekolah dengan perlakukan beberapa orang tua terhadap anaknya di
rumah. Inkonsistensi perlakuan ini mempengaruhi efektivitas pendidikan nilai
Atas dasar urian di atas, dengan masih adanya penerapan nilai-nilai
kecerdasan moral pada anak yang masih belum direspon secara baik oleh anak,
maka perlu dilakukan penelitian mengenai internalisasi nilai-nilai kecerdasan
moral pada anak usia dini studi deskriptif analisis pada TK Salman Al Farisi
Bandung.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, belum optimalnya internalisasi nilai-nilai
kecerdasan moral yang diberikan kepada anak, diduga karena latar belakang cara
mendidik di lingkungan rumah yang berbeda-beda, dimana stimulus (transfer
knowledge) dari orang tua tidak didasari oleh teori yang tepat melainkan hanya
atas dasar pengalaman yang tidak mendasar, pengalaman secara turun temurun
yang didapatkan orang tua anak dari leluhurnya.
Pembelajaran nilai-nilai moral pada anak sejak usia dini merupakan
penanaman karakter kepada anak, agar dapat menumbuhkan karakter yang lebih
baik di masa yang akan datang. Membangun kecerdasan moral sangat vital untuk
melihat perkembangan dalam diri anak agar memiliki kemampuan memahami hal
yang benar dan yang salah. Kecerdasan moral yang sangat penting mencakup
karakter-karakter seperti kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain dan
tidak bertindak jahat, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberikan
penilaian, mampu mengendalikan dorongan dan menunda pemuasan, dapat
memahami pilihan yang tidak etis, dapat berempati, menerima dan menghargai
perbedaan, memperjuangkan keadilan dan menunjukkan kasih sayang dan rasa
hormat terhadap orang lain. Ini merupakan sifat-sifat utama yang akan
membentuk anak menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan menjadi warga negara
yang baik.
Rumusan masalah yang dapat diajukan yaitu bagaimana internalisasi
nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini yang diterapkan di Taman
Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung. Dari rumusan masalah di atas, maka
13
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1. Bagaimana internalisasi nilai-nilai moral pada anak usia dini di Taman
Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung?
2. Bagaimana menerapkan kecerdasan moral pada anak usia dini di Taman
Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung?
3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan anak usia dini dalam internalsasi nilai-nilai kecerdasan moral di Lingkungan TK Salman Al Farisi Bandung?
4. Bagaimana validitas program pengembangkan internalisasi nilai-nilai
kecerdasan moral pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak Salman Al
Farisi Bandung?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini untuk menganalisis internalisasi nilai-nilai
kecerdasan moral pada anak usia dini di Taman Kanak-kanak Salman Al Farisi
Bandung.
2. Tujuan Khusus
Atas dasar tujuan umum di atas, maka tujuan khusus dari penelitian ini
yaitu:
a. Untuk menganalisis internalisasi nilai-nilai moral pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung.
b. Untuk menganalisis penerapan kecerdasan moral pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung.
c. Untuk menganalisis pelaksanaan pendidikan anak usia dini dalam internalsasi nilai-nilai kecerdasan moral di Lingkungan TK Salman Al Farisi Bandung.
d. Untuk menganalisis validitas program internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak Salman Al Farisi Bandung.
D Manfaat Penelitian
1 Manfaat Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian terhadap kajian pengembangan internalisasi
nilai-nilai kecerdasan moral anak pada Taman Kanak-kanak Salman Al Farisi
nilai-nilai kecerdasan moral pada anak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam hal pengembangan ilmu, khususnya internalisasi
nilai-nilai kecerdasan moral, melalui pendekatan metode-metode yang digunakan,
terutama dalam upaya menggali pendekatan-pendekatan baru dalam aspek
kapabilitas internal organisasi yang menyangkut intelectual capital organisasi,
dalam hal ini memformulasikan nilai kecerdasan moral dilingkungan taman
kanak-kanak.
2 Manfaat Praktis
Dalam tatanan praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
manfaat pada pihak-pihak yang berkepentingan, serta masukan bagi:
a. Praktisi. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang
berguna bagi manajemen dalam nilai-nilai kecerdasan moral pada anak
dilingkungan taman kanak-kanak, yang memungkinkan guru dan pengelola
dapat secara fokus untuk melakukan identifikasi atas nilai-nilai nilai-nilai
kecerdasan moral anak dilingkungan Taman Kanak-kanak.
b. Para peneliti. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang
berguna bagi pihak yang ingin meneliti mengenai kajian internalisasi
nilai-nilai kecerdasan moral anak pada taman kanak-kanak, mengingat masih
banyak aspek penelitian yang belum terungkap dalam penelitian ini.
E. Pengorganisasian Disertasi
Bab I : Pendahuluan, memaparkan temtang orientasi atau spectrum
penelitian yang akan dilaksanakan, dengan menyajikan paparan
mengenai, latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan
masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan manfaat penelitian
Bab II : Kajian Pustaka, memaparkan analisis konseptual yang berkaitan
dengan hakikat internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral,
15
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dan penelitian terdahulu.
Bab III : Metode Penelitian, memaparkan langkah-langkah secara operasional
penelitian kualitatif, meliputi uraian mengenai, lokasi dan subjek
penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi konseptual,
instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, validasi data, analisis dan interpretasi data, dan asumsi yang melandasi penelitian.
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan, memaparkan temuan data
lapangan sesuai dengan spectrum penelitian yang dilaksanakan,
meliputi gambaran umum unit analisis dan data hasil penelitian,
diakhiri dengan pembahasan hasil penelitian sebagai upaya
pemaknaan atas data hasil penelitian, meliputi analisis penerapan internalisasi nilai-nilai moral pada anak usia dini di TK Salman Al Farisi, analisis pelaksanaan pendidikan anak usia dini dalam internalsasi nilai-nilai kecerdasan moral di Lingkungan TK Salman Al Farisi Bandung, analisis pelaksanaan pendidikan anak usia dini di TK Salman Al Farisi, analisis validitas program mengembangkan internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada Anak Usia Dini di TK Salman Al Farisi. Dan temuan penelitian meliputi temuan makna dan temuan masalah.
Bab V : Kesimpulan dan Rekomendasi, merupakan bab terakhir dari laporan
penelitian ini yang merupakan intisari dan makna penelitian yang
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian adalah TK Salman Al Farisi, salah satu TK yang ada di wilayah Bandung Utara Kota Bandung, di bawah naungan Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi yang beralamat di Jl Tubagus Ismail VIII, Sekeloa, Coblong Kota Bandung Kode pos 40134 Faks 022 2505584 Nomor Telepon 022 2505584 Jawa Barat. Alasan peneliti memilih TK Salman Al Farisi sebagai lokasi penelitian adalah sebagai berikut:
108
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
108
Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih lokasi penelitian di TK Salman Al Farisi Kota Bandung. Karakteristik yang dimiliki TK Salman Al Farisi, dirasakan sesuai dengan kebutuhan peneliti tentang internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini.
2. Subyek Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang penting menentukan subjek penelitian secara tepat. Ketepatan menentukan subjek penelitian sangat menentukan kuantitas dan kualitas data dan informasi yang diperoleh peneliti. Dalam menentukan subjek penelitian ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan peneliti, yakni latar (setting), para pelaku (actor), peristiwa-peristiwa (event), dan proses (process) (Miles dan Huberman, 2007:57).
a. Latar (setting) di sini adalah situasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni di dalam dan di luar forum seminar dan lokakarya, wawancara di rumah, wawancara di kantor, wawancara formal dan informal, berkomunikasi resmi, dan berkomunikasi tidak resmi.
b. Pelaku (actor), yaitu kepala sekolah yang memegang kebijakan dan guru yang mengimplementasikan kebijakan mengenai internalisasi nilai-nilai moral dan telah menerapkan model tersebut dalam proses pembinaan peserta didik untuk menjadi manusia yang memiliki nilai-nilai moral di TK Salman Al Farisi.
c. Peristiwa (event), yang dimaksud pandangan, pendapat dan penilaian mengenai
internalisasi nilai-nilai moral dalam upaya membentuk peserta didik yang memiliki nilai moral di TK Salman Al Farisi.
d. Proses (process), yang dimaksud wawancara antara peneliti dengan subyek penelitian berkenaan dengan pendapat dan pandangannya terhadap fokus masalah dalam penelitian ini.
purposive sampling. Purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil objek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu, (Arikunto (1998:127).
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, menurut Nasution (1988:32) mengatakan bahwa:
Untuk memperoleh informasi tertentu, sampling dapat diteruskan sampai dicapai taraf redundancy, ketuntasan atau kejenuhan, artinya bahwa dengan menggunakan responden, boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang berarti. Ini menunjukkan apabila informasi yang dikejar sudah didapat dari responden yang ada, maka jumlah responden tidak perlu lagi diperbesar karena penelitian dengan menggunakan metode kualitiatif lebih mengutamakan kedalaman data dan informasi dari jumlah responden.
Berdasarkan pendapat di atas, sumber data dan informasi dalam penelitian ini yang merupakan data primer diperoleh melalui responden utama yaitu kepala sekolah. Sedangkan untuk mencapai tingkat validitas data dan informasi peneliti menggali informasi dari para guru dan stakeholder pendidikan sebagai perwakilan masyarakat yang tergabung dalam kepengurusan dewan (komite) sekolah. Selanjutnya untuk mendukung data primer tersebut diperlukan data sekunder yang diangkat dari dokumen kearsipan pekerjanya.
B. Desain Penelitian
110
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
110
keabsahan data, rancangan penelitiannya bersifat sementara dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua pihak (Moleong, 200:4-6).
Bogdan dan Biklen (1992:22) berpendapat bahwa: ”Penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata tertulis dan lisan serta perilaku yang dapat diamati”. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi (Nasution, 1988:49).
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis menurut Arikunto (1997:309) mengatakan bahwa:
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotetsis tertentu melainkan hanya mengambarkan apa adanya tentang variabel, gejala atau keadaan.
Lebih lanjut Sugiyono (2007:112) menjelaskan bahwa: ”Teknik analisis data deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau mengambarkan data yang telah terkumpul sebagai mana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.”
Dengan demikian penelitian deskriptif hanya menuturkan dan menafsirkan data yang ada, yaitu keadan gejala apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian deskriftif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesa tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu gejala atau keadaan. Metode ini memiliki tujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis, factual serta akurat dari objek penelitian itu sendiri.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2011:15) yaitu:
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistic karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya, disebut metode penelitian kualitati karena data yang terkumpul dad an analisisnya lebih bersiat kualitatif.
Dalam penelitian kualitatif yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme atau paradigma interpretive, suatu realitas atau objek tidak dapat dilihat secara parsial dan dipecah kedalam beberapa variabel. Penelitian kualitatif memandang objek sebagai sesuatu yang dinamis, hasil konstruksi pemikiran dan interpestasi terhadap gejala yang diamati serta utuh (holistic) karena setiap aspek dari objek itu mempunyai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
D. Definisi Konseptual
1. Internalisasi
Poerwadarminta, (2002:439) Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku”.
2. Nilai
Nilai menurut Hakam (2008:43): ”Kepercayaan-kepercayaan yang digeneralisir berfungsi sebagai garis pembimbing untuk menyeleksi tujuan serta perilaku yang akan dipilih untuk dicapai”. Nilai ini sangat bersifat pribadi dan selalu berhubungan dengan perasaan maupun pengaruh. Nilai tidak dibatasi dengan pertanyaan-pertanyaan keagamaan, politik ataupun moral. Nilai memainkan peran penting dalam dinamika segala sesuatu yang dilakukan.
112
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
112
a. Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu, maka indikator pertama yaitu pernyataan tentang keinginan-keinginan, prinsip hidup dan tujuan hidup seseorang.
b. Tingkah laku subyek dalam kehidupan sehari-hari. Nilai memiliki pengaruh terhadap seseorang dalam bertingkah laku, memberi arah dan pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan. perilaku seseorang mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya. Dari perilaku seseorang akan nampak keinginan yang menjadi prioritasnya.
c. Fungsi nilai merupakan pendorong tingkah laku. sebagai ukuran tentang kekuatan nilai yang dianutnya.
d. Fungsi dari nilai yaitu memecahkan konflik dan mengambil keputusan. Dimana seseorang harus mengambil keputusan dari keadaan yang akan memiliki potensi konflik, keputusan seseorang dalam situasi konflik dapat dijadikan sebagai indikator dari nilai yang dianutnya.
e. Fungsi lain dari nilai yaitu mengarahkan seseorang dalam mengambil suatu topik sosial tertentu dan mengevaluasinya. Pendapat seseorang dalam suatu topik sosial tertentu dan bagaimana mengevaluasinya, dapat menggambarkan nilai-nilai seseorang.
3. Kecerdasan Moral
Landasan teori yang dipakai dalam penelitian internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini menggunakan teori yang dikemukanan Borba yaitu “Kecerdasan moral merupakan kemampuan untuk mengerti benar dari yang salah; artinya memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak atas mereka sehingga satu berperilaku dalam cara yang benar dan terhormat”. selanjutnya kecerdasan moral menyediakan rencana langkah demi langkah lengkap untuk mengajar anak-anak, kebajikan mereka harus melakukan apa yang benar dan menolak setiap tekanan yang mungkin menentang kebiasaan yang baik. Kecerdasan moral terdiri dari tujuh kebajikan esensial menurut Burba (2008:9) yaitu: ”1) Empati (emphathy), 2) Nurani (conscience), 3) Kontrol diri (self control), 4) Rasa hormat (respect), 5) Kebaikan hati (kindness), 6) Toleransi (tolerance), dan 7) Keadilan (fairness), berfikir terbuka serta bertindak adil dan benar”.
4. Pendidikan Anak Usia Dini
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rokhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini dianggap penting karena ketika anak lahir telah dibekali oleh Tuhan dengan berbagai potensi genetis, tetapi lingkungan memberi peran sangat besar dalam pembentukan sikap kepribadian dan pengembangan kemampuan anak.
Perkembangan anak dikelompokkan menjadi enam kelompok menurut Sudono dkk (2009:10) yaitu: ”1) pengembangan ahlak mulia dan cinta tanah air, 2) perkembangan kemampuan berbahasa, 3) pengembangan jasmani dan kesehatan, 4) pengembangan pengetahuan, 5) pengembangan perasaan kemasyarakatan dan kesadaran lingkungan, dan 6) pengembangan daya cipta/kreatifitas”
E. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2011:305) dapat berupa: “Test, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan kuesioner”. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrument juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Dalam hal instrumen penelitian kualitatif menurut Lincoln and Guba (1986) yang dikutif Sugiyono (2011:306):
The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human, we shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human instrument has been used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product.
114
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
114
melakukan pengumpulan, menilai kualitas, menganalisis, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuan data.
Berdasarkan teknis pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini, pada pelaksanaannya saling melengkapi untuk memperoleh data primer maupun data sekunder.
Observasi dan wawancara digunakan untuk menjaring data primer berkaitan dengan pola internalisasi nilai-nilai kecerdasan moral pada anak usia dini. Sedangkan studi dokumentasi digunakan untuk menjaring data sekunder yang dapat diangkat dari berbagai dokumentasi tentang tugas pokok kepemimpinan sekolah dan pengelolaan manajemen sekolah.
Dalam pelaksanaan pengumpulan data, dimana peneliti dapat berfungsi sebagai instrumen penelitian yang selalu berpedoman pada prosedur dan tahapan-tahapan penelitian yang dikemukakan Nasution (1988:33): ”(1) Tahap orientasi, (2) Tahap eksplorasi, dan (3) Tahap member chek”.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data berkaitan dengan alat-alat atau instrumen sarana untuk memperoleh data. Instrumen yang paling utama sebenarnya adalah peneliti itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan Nasution (1988:55): ”Dalam penelitian naturalistik tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian yang utama”. Ini mengandung arti bahwa, instrumen yang utama dalam penelitian ini adalah penulis sendiri sebagai peneliti. Dengan demikian, alat-alat yang dipaparkan di bawah ini merupakan pelengkap. Keputusan penggunaan instrumen pelengkap ini, didasarkan pada pendekatan, metode penelitian dan jenis data yang diperlukan. Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Observasi
digunakan karena data yang dibutuhkan berupa tingkah laku, dan proses kerja serta respondenya dalam lingkup yang kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono, (2011:187), yang menyatakan bahwa: “Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagi setting, berbagai sumber dan berbagai cara.”. Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif, dimana peneliti terjun langsung mengamati fenomena yang terjadi di lapangan. Dengan mengamati secara langsung fenomena di lokasi penelitian, maka peneliti dapat mengambil data yang dibutuhkan dari apa yang dilihat mengenai pristiwa yang terjadi, kegiatan yang dilakukan responden, latar belakang kegiatan tersebut serta kapan waktunya. Mengenai observasi partisipatif, menurut Sugiyono (2011:310):
Peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data. Artinya peneliti terlibat langsung dalam kegiatan mencari data yang diperlukan melalui pengamatan. Melalui observasi partisipatif, data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku atau gejala yang muncul. Peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang diucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas yang diteliti (Stainback:1998). Melalui observasi partisipatif, dimungkinkan peneliti mendeskripsikan apa yang sedang terjadi di lapangan, siapa yang menjadi pelakunya dan apa dan siapa yang terlibat, kapan dan dimana kegiatan itu terjadi, bagaimana mereka terjadi, dan mengapa sesuatu itu terjadi dari sudut pandang partisipan, ketika responden melakukan suatu kegiatan dalam situasi tertentu.
Ada sejumlah keuntungan jenis observasi bagi peneliti sebagaimana dikemukakan (Patton dalam Nasution, 1988:257), yakni (1) bahwa dengan melaksanakan observasi dilapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi social, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang
holistik atau menyeluruh; (2) Dengan observasi akan diperoleh pengalaman secara
116
Eman Suparman,2014
INTERNALISASI NILAI-NILAI KECERDASAN MORAL PADA ANAK USIA DINI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
116
disadari oleh partisipan dan pihak terkait; (4) peneliti dapat melihat tentang hal-hal yang tidak ditemukan pada saat wawancara terutama hal-hal yang sensitif; (5) peneliti memungkinkan menemukan hal-hal di luar persepsi responden sehingga dapat memperoleh data yang komperhensif; dan (6) peneliti dapat mengakses pengetahuan pribadi dan pengalaman langsung dengan bantuan memahami dan menafsirkan program yang sedang diteliti.
Observasi partisipatif dalam penelitian ini dilakukan terhadap kegiatan subyek penelitian dalam konteks yang terkait dengan fokus masalah yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi pengamat (peneliti) dalam melakukan observasi dapat dilakukan dalam berbagai kondisi, seperti yang dikemukakan oleh Nasution (1996:61), bahwa “Terdapat tingkatan dalam melakukan observasi, yaitu partisipasi nihil, partisipasi aktif, dan partisipasi penuh dalam penelitian”. Hal tersebut sangat dimungkinkan karena penelitian berada di lingkungan kerja peneliti. Dengan demikian, diperoleh banyak keuntungan terutama dalam pengumpulan data dan informasi. Dalam kaitan ini keuntungan diperoleh karena peranan peneliti tersamar bagi orang yang menjadi subyek penelitian sehingga dapat memperoleh informasi secara maksimal.
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang efektif didalam penelitian menggunakan kualitatif. Sebagaimana menurut Nazir (1993:234): ”Wawancara menggunakan komunikasi lisan dua arah antara peneliti dengan responden”. Subyek penelitian yang diwawancarai adalah para pakar yang banyak menaruh perhatian pada kajian pendidikan internalisasi nilai dan pendidikan moral baik secara kurikuler, akademik maupun sosial kultural, dan para praktisi di lapangan yang terdiri dari kepala sekolah TK, guru TK dan ketua komite sebagai wakil orang tua di TK.