• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR KELAS V MELALUI METODE PENEMUAN TERBIMBING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR KELAS V MELALUI METODE PENEMUAN TERBIMBING."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

034/S/PGSD_REG/8/Juli/2013

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR KELAS V MELALUI METODE PENEMUAN TERBIMBING

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh

Syarifah Ambami 0902972

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PEDAGOGIK

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR KELAS V MELALUI METODE PENEMUAN

TERBIMBING

Oleh

Syarifah Ambami

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Syarifah Ambami 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

ii

ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR KELAS V MELALUI METODE PENEMUAN TERBIMBING

Oleh Syarifah Ambami

0902972

Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Salah satu metode pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensinya secara mandiri dan aktif adalah Metode Penemuan Terbimbing. Metode penemuan terbimbing menerapkan beberapa strategi untuk guru, diantaranya: merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa, memberikan bimbingan secukupnya, memeriksa hasil prakiraan yang dilakukan siswa, dan memberikan masalah lanjutan untuk memeriksa kebenaran hasil temuan siswa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan desain non ekuivalent control group desain. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD yang berada di Gugus Cibodas-Suntenjaya. Dari populasi tersebut, dipilih dua kelas untuk dijadikan sampel, yaitu SDN Cibodas 4 sebagai kelas eksperimen, dan SDN Suntenjaya 1 sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapatkan pembelajaran melalui metode penemuan terbimbing, sedangkan kelas kontrol mendapatkan pembelajaran melalui metode konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kelas eksperimen lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah siswa di kelas kontrol. 2) untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing. Instrumen yang digunakan berupa tes dan non tes. Instrumen tes yang digunakan adalah tes uraian yang sebelumnya telah diujicobakan untuk mengetahui daya validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda. Instrumen non tes yang digunakan adalah skala Likert yang terdiri dari 28 pernyataan pilihan SS, S, R, TS, dan STS. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan statistik dengan bantuan program Microsoft Excel 2007. Pengujian satistik yang dipilih adalah pengujian perbedaan rerata dua pihak. Analisis data posttest menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui metode penemuan terbimbing lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui metode konvensional. Analisis data skala sikap menunjukkan bahwa sikap siswa positif terhadap pembelajaran melalui metode penemuan terbimbing.

(5)

iii

ABSTRACT

THE IMPROVEMENT OF PUPILS’ MATHEMATICAL PROBLEM SOLVING ABILITY THROUGH GUIDED REINVENTION METHOD

By

Syarifah Ambami 0902972

Mathematical problem-solving ability is one of the abilities that should be possessed by every student. One of the methods that can provide opportunities for students to develop their potential with actively and independently is Guided Reinvention Method. Guided reinvention method implementing several strategies for teachers, including: formulating the problem that will be given to students, providing sufficient guidance, checking the forecast results of the student, and giving the problem continued to verify the findings of the students. The method used in this study was Quasi Experiments with non ekuivalent control group design. The population in this study were all fifth grade students in elementary schools located in Cluster Cibodas-Suntenjaya. From the entire population, selected two classes to be sampled, SDN Cibodas 4 as an experimental class, and SDN Suntenjaya 1 as the control class. Experimental class got method of learning through guided reinvention, while the control class got learning through conventional methods. The purpose of this study were: 1) to determine whether students' mathematical problem-solving abilities in the experimental class is better than problem-solving abilities of students in the control class. 2) to study the response of students towards learning under guided reinvention method. Instruments used were in the form of tests and non-test. Test instrument used was a test description that had been tested to determine the validity, reliability, and difficulty distinguishing index. Non-test instrument used was a Likert scale consisting of 28 statements option SS, S, R, TS, and STS. Techniques of data analysis performed in this study used the statistical program with the help of Microsoft Excel 2007. Testing is selected satistic mean difference testing two parties. Posttest data analysis showed that the mathematical problem-solving ability of students receiving learning through guided reinvention method is better than mathematical problem-solving ability that students acquire learning through conventional methods. Attitude scale data analysis showed that students’ attitude was positive towards learning through guided reinvention method.

(6)

v

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ...

ABSTRAK ... ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... E. Definisi Operasional ...

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...

A. Teori Belajar

1. Teori Belajar Piaget ... 2. Teori Belajar Bruner ... 3. Konstruktivisme ... B. Pembelajaran Matematika di SD ... C. Masalah dan Pemecahan Masalah ... D. Metode Penemuan Terbimbing ... E. Hasil Penelitian yang Relevan ... F. Kerangka Berfikir ... G. Hipotesis ...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...

A. Metode dan DesainPenelitian ... B. Populasi dan Sampel ... C. Instrumen Penelitian ... D. Teknik Pengolahan Data ... E. Prosedur Penelitian ...

(7)

vi

F. Analisis Data ...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...

A. Analisis Data Tes Awal (Pretes) ... B. Analisis Data Tes Akhir (Posttest) ... C. Analisis Data Skala Sikap ... D. Pembahasan ... 1. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 2. Sikap Siswa ...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. Kesimpulan ... B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...

RIWAYAT HIDUP ...

41

49

49 52 56 59 59 62

64

64 64

66

70

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia sepanjang hayat. Sejak lahir manusia memerlukan pendidikan sebagai bekal hidupnya. Pendidikan sangat penting sebab tanpa pendidikan, seorang manusia akan terbelakang dan tidak berguna. Pendidikan diharapkan dapat mencetak manusia-manusia berkualitas, memiliki budi pekerti dan moral yang baik. Hal ini sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi:

Pendidikan merupakan usaha sadar untuk membentuk manusia menuju kedewasaan, baik secara mental, intelektual maupun emosional. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menyelenggarakan pendidikan merupakan sarana pembentukan karakter bangsa melalui berbagai kegiatan, diantarannya pembelajaran formal yang dilakukan di sekolah. Kegiatan pembelajaran formal di Indonesia tersusun atas jenjang-jenjang pendidikan dimulai dari jenjang pendidikan dasar. Pendidikan dasar yang dimaksud adalah jenjang sekolah dasar.

(9)

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang Metode matematika, menyelesaikan Metode dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian tujuan di atas, salah satu kompetensi yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa adalah kemampuan dalam pemecahan masalah. Wardhani, dkk (2010:24) menyebutkan, “dalam konteks belajar matematika, masalah matematika adalah masalah yang dikaitkan dengan materi belajar atau materi penugasan matematika, bukan masalah yang dikaitkan dengan kendala belajar atau hambatan hasil belajar matematika.” Seiring dengan pendapat diatas, Suherman (2003:89) dalam Yusniati (2010:2) menambahkan,

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting, karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang tidak rutin.

(10)

Adanya fakta dalam abad dua puluh satu ini bahwa orang yang mampu memecahkan masalah akan mampu memecahkan masalah hidup dengan produktif. Holmes menambahkan, orang yang terampil memecahkan masalah akan mampu berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi pekerja yang lebih produktif, dan memahami isu-isu kompleks yang berkaitan dengan masalah global.

Sebagai jenjang pendidikan yang paling dasar, sekolah dasar memiliki peranan yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan serta kemampuan-kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa, termasuk kemampuan pemecahan masalah matematis. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sekolah dasar berkenaan dengan bagaimana siswa dapat menyelesaikan persoalan yang tidak biasa dan memerlukan keterampilan untuk menyelesaikannya. Pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan yang diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian siswa dalam membuat keputusan, dengan demikian kemampuan pemecahan masalah matematis diharapkan mampu membantu seseorang secara baik dalam hidupnya.

Namun, kenyataan yang ada bersebrangan dengan apa yang diharapkan. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di Indonesia masih sangat rendah. Begitupun dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sekolah dasar.

Prabawanto (2013:4) mendeakripsikan mengenai hasil beberapa survey yang menyebutkan bahwa:

(11)

Kemudian Prabawanto menegaskan, “Jika dilihat dari kandungan materi matematika yang ada pada soal-soal TIMSS dan PISA maka tampak bahwa pemecahan masalah dan komunikasi matematis yang dilibatkan di dalamnya materi pada umumnya telah dipelajari oleh siswa pada saat mereka di sekolah dasar (SD)”. Seiring dengan kenyataan tersebut Prabawanto (2009:2) menambahkan bahwa:

... siswa-siswa Indonesia yang benar dalam menjawab soal cerita tersebut masih jauh di bawah rata-rata internasional. Sebagai contoh, pada soal cerita yang berkenaan dengan pecahan, hanya 27% siswa Indonesia yang menjawab benar, rata-rata internasional 44 % siswa menjawab benar, dan untuk Singapore 84 % siswa menjawab benar.

Hal yang serupa terjadi di lapangan ketika peneliti melakukan Praktek Latihan Profesi (PLP) di SDN Buahbatu yang terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Siswa terlihat sangat sulit ketika dihadapkan dengan soal cerita yang memerlukan keterampilan pemecahan masalah matematis. Pada saat tes Uji Kompetensi pada materi pecahan di kelas V dengan menggunakan soal cerita, nilai yang diperoleh siswa sangat memprihatinkan yaitu dengan nilai tertinggi 40 dan terendah 0. Padahal materi pecahan merupakan materi pengulangan yang sebelumnya telah diajarkan di kelas IV.

(12)

materi soal cerita pecahan adalah 37,4. Padahal Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM) yang diharapkan adalah 58. Ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas V di Gugus Enam masih sangat rendah. Hal ini kemudian menjadi alasan peneliti untuk selanjutnya mencari tahu faktor-faktor apa saja yang menyebabkan rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan berbasis masalah seperti soal cerita.

Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi adalah kurangnya penggunaan metode pembelajaran yang dapat merangsang daya fikir siswa dalam menyelesaikannya. Oleh sebab itu diperlukan strategi dan metode-metode yang relevan untuk dapat merangsang kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini, guru dituntut untuk menjadi creator yang dapat menemukan inovasi-inovasi baru demi terciptanya suatu pembelajaran yang baik. Sementara itu, dalam Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Permen tersebut menjelaskan mengenai 4 kompetensi inti guru yaitu:

Kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Pada kompetensi profesional untuk guru SD mengandung tuntutan diantaranya adalah menerapkan berbagai pendekatan, Metode, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif. Pada kompetensi pedagogik mengandung tuntutan diantaranya pada pembelajaran matematika guru SD mampu menggunakan matematisasi horizontal dan vertikal untuk menyelesaikan masalah matematika dan masalah dalam dunia nyata, dan mampu menggunakan pengetahuan konseptual, prosedural, dan keterkaitan keduanya dalam pemecahan masalah matematika, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

(13)

Untuk dapat memiliki sebongkah kompetensi itu, seorang guru harus dibekali bidang studi, menguasai bidang studi yang akan diajarkannya, mengetahui hakekat bidang studi itu sendiri, mengetahui hakekat anak didik dan mampu menerapkannya dalam pengajaran bidang studi, mampu membuat strategi belajar-mengajar, mengetahui berbagai metode dan teknik mengajar dan mampu menerapkannya.

Salah satu metode pembelajaran yang modern ini berkembang adalah Metode Penemuan Terbimbing. Penemuan merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu, Discovery. Dzaki (2011:1) membagi pembelajaran penemuan menjadi 2 yaitu, “pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau sering disebut open ended discovery dan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) (UT 1997).”

Hanya saja dalam pelaksanaannya, pembelajaran penemuan terbimbing lebih banyak diterapkan. Dzaki (2011:1) menegaskan bahwa, “dengan petunjuk guru siswa akan bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun bimbingan guru bukanlah semacam resep yang harus diikuti tetapi hanya merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan.”

Mengenai tujuan dari metode penemuan ini, Heruman (2010:4)

menyebutkan bahwa metode penemuan ini bertujuan untuk: “memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih berbagai kemampuan intelektual siswa, merangsang keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka”

Kemudian Sund (1975) dalam (Ruseffendi, 1991:328) menyatakan bahwa: “penggunaan metode penemuan dengan batas-batas tertentu adalah baik untuk digunakan bagi siswa-siswa kelas tinggi. Karena sebagian besar anak-anak Indonesia belajar tidak melalui penemuan, melainkan melalui pemberitahuan (dengan cara ceramah/kuliah/ekspositori), bacaan, meniru, melihat, mengamati dan semacamnya. Penemuan (discovery) merupakan metode yang lebih menekankan pada pengalaman langsung.”

(14)

diajukan oleh guru dalam rangka menuntun pada kebenaran. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Markaban (2010:10) yang menyatakan, “metode ini melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru.”

Metode belajar penemuan terbimbing dalam penelitian ini, tidak membuat siswa menemukan hal yang baru dalam pembelajarannya. Siswa hanya menemukan kembali (reinvent) pengetahuan yang sudah ada dalam dirinya. Akan tetapi kebanyakan siswa merasa pengetahuan itu baru dan asing. Padahal metode penemuan terbimbing disini membantu siswa untuk menemukan pengetahuan tersebut berdasarkan pengalaman-pengalaman kognitif yang telah dialami siswa. Hal ini diungkap Turmudi (2009:2) sebagaimana berikut: “According to Treffers (1987), if students progressively mathematize their own mathematical activity, then they can reinvent mathematics under the guidance of the teacher or the instructional design”. Yang kurang lebih dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Menurut Treffers (1987), jika siswa semakin aktif dalam kegiatan matematika mereka sendiri, maka mereka dapat menemukan kembali pengetahuan matematika di bawah bimbingan guru.”

Jadi, Metode Penemuan Terbimbing yang dimaksud merupakan merupakan metode yang menuntun siswa untuk dapat menemukan kembali pengetahuan-pengetahuan yang sebenarnya sudah ada dalam dirinya melalui interaksi yang aktif dengan guru. Guru sebagai fasilitator memberikan arahan melalui pertanyaan-pertanyaan yang dapat membimbing siswa dalam menemukan jawaban atas permasalahan yang ada.

(15)

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah Metode Penemuan Terbimbing. Oleh sebab itu, untuk mengetahui efektivitas penggunaan Metode Penemuan Terbimbing dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di Sekolah Dasar yang berada di Gugus Enam Kecamatan Lembang, maka dilaksanakan penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah

Dasar Kelas V Melalui Metode Penemuan Terbimbing.”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat di rumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika melalui metode penemuan terbimbing (Kelas Eksperimen) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran melalui metode konvensional (Kelas Kontrol)?

2. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika melalui metode penemuan terbimbing?

C. Tujuan Penelitian

Selain itu, tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan apakah pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika melalui metode penemuan terbimbing (Kelas Eksperimen) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran melalui metode konvensional (Kelas Kontrol).

(16)

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak. Diantaranya:

1. Bagi Siswa:

a. Siswa dapat mengembangakan kemampuan pemecahan masalah matematis yang telah dimiliki.

b. Menerapkan kemampuan yang telah dimiliki dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi Guru:

a. Menjadi salah satu alternatif metode yang dapat digunakan dalam membelajarkan pelajaran Matematika atau pelajaran lainnya.

3. Bagi Sekolah:

a. Diharapkan sekolah menjadi sarana sebagai tempat ditemukannya metode-metode pembelajaran baru yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

4. Bagi Peneliti:

Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh penelitian yang lain sebagai masukan.

E. Definisi Operasional

1. Metode Penemuan Terbimbing

(17)

2. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Konvensional adalah suatu metode yang menjadikan guru sebagai sumber informasi. Guru mendominasi jalannya pembelajaran sehingga siswa jarang sekali memiliki kesempatan untuk menggali ilmunya sendiri. Pembelajaran berlangsung lebih sering menggunakan metode ceramah. Guru terlebih dahulu menjelaskan materi, lalu memberikan contoh soal, kemudian siswa diberi soal-soal latihan. Akan tetapi dalam penelitian ini, pembelajaran tidak hanya dilangsungkan dengan metode ceramah. Siswa dan guru juga melakukan proses tanya-jawab.

3. Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Pemecahan Masalah Matematis Siswa adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal non-rutin yakni dengan cara-cara selain rumus, dalil atau teorema matematika. Kemampuan ini memuat kemampuan siswa dalam proses penemuan jawaban dengan langkah-langkah yang diadaptasi berdasarkan langkah-langkah dari Polya. Untuk membatasi ruang lingkup pembahasan masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

1. Materi ajar yang dibahas dalam penelitian ini adalah Perbandingan dan Skala.

2. Aspek pemecahan masalah yang diteliti dalam penelitian ini meliputi memahami masalah, membuat rencana penyelesaian masalah, menjalankan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali hasil penyelesaian.

4. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika

(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi Eksperimen. Fungsi metode ini sama seperti metode True Eksperimen, yaitu digunakan untuk mengetahui sebab-akibat. perlakuan yang kita lakukan terhadap variabel bebas kita lihat hasilnya pada variabel terikat. Namun bedanya dengan penelitian eksperimen, pada penelitian eksperimen biasanya subjek dikelompokkan secara acak dan perlakuan dimanipulasikan. Secara sengaja, perlakuan dan kontrol pada penelitian eksperimen murni diatur, sedangkan pada penelitian kuasi eksperimen perlakuan itu sudah terjadi dan pengawasan (kontrol) tidak bisa dilakukan, dalam Ruseffendi (1991:35). Kelas yang dibuat pada penelitian eksperimen murni-pun diambil secara acak dari seluruh populasi yang tersedia. Sedangkan kelas pada kuasi eksperimen sudah terbentuk sejak awal.

Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain non ekuivalent control group desain. Karena pada desain ini kelas kontrol dan

kelas eksperimen tidak dipilih secara random (Soegiyono, 2011:144). Yaitu adanya perbandingan hasil pretes dan postes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Bagannya dapat digambarkan seperti berikut:

O1 X1 O2 O1 X2 O2 Keterangan:

O1 : Pretes O2 : Postes

X1 : Perlakuan 1, yaitu pembelajaran matematika melalui metode penemuan terbimbing

(19)

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas V SD di wilayah gugus VI Cibodas-Suntenjaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Dari delapan SD yang ada di Gugus VI Cibodas-Suntenjaya, dipilih dua SD dengan teknik simple random sampling untuk dijadikan sampel penelitian. Teknik simple random sampling dilakukan untuk menentukan kelas yang dijadikan sampel saja, bukan untuk menentukan siswa-siswa yang termasuk ke dalam kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut langkah-langkah dalam pemilihan sampel dengan simple random sampling:

1. Setelah selesai studi pendahuluan ke UPTD Lembang, terdapat delapan Sekolah Dasar yang berada di Gugus VI Cibodas-Suntenjaya. 2. Melakukan pemilihan sampel bersama Ketua Gugus VI Cibodas-Suntenjaya dengan cara menuliskan semua SD dalam satu kertas kemudian digulung berbentuk undian.

3. Peneliti mengambil satu undian untuk kelas eksperimen tanpa pengembalian, dan satu undian untuk kelas kontrol tanpa pengembalian.

Setelah melakukan teknik simple random sampling, maka terpilihlah dua Sekolah Dasar yang dijadikan sampel yaitu SDN Cibodas 4 sebagai kelas eksperimen, dan SDN Suntenjaya 1 sebagai kelas kontrol.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dan non tes.

1. Instrumen Tes

(20)

kemampuan pemecahan masalah matematis ini dikembangkan berdasarkan indikator yang telah diterapkan oleh kurikulum yang dipakai di sekolah tersebut pada materi Perbandingan dan Skala.

Tes ini diberikan di awal dan di akhir pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk melihat perubahan atau peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa secara signifikan. Bentuk tes yang digunakan adalah tipe uraian. Tes uraian ini sering juga disebut tes tipe subjektif, sebab skor pekerjaan seseorang dipengaruhi oleh penilai, kemampuan memahami dari penilai, kondisi penilai dan sebagainya (Ruseffendi, 1991:117).

Keefektifan berupa keberhasilan dalam penerapan metode pembelajaran penemuan terbimbing berkaitan dengan penyajian materi Skala dan Perbandingan. Untuk mengukur skor terhadap soal-soal pemecahan masalah berdasarkan langkah-langkah Polya dituliskan acuan pemberian skor yang diadaptasi dari Anita dalam Aprilianti (2011:13) seperti berikut:

Tabel 3.1

Kriteria Penyekoran Tes Pemecahan Masalah Aspek yang dinilai Skor Keterangan

Pemahaman Masalah 0 Salah menginterpretasikan soal/ tidak ada jawaban sama sekali.

1 Salah menginterpretasikan sebagian soal/ mengabaikan kondisi soal.

2 Memahami masalah/soal selengkapnya. Perencanaan

Penyelesaian

0 Menggunakan strategi yang tidak relevan/ tidak ada strategi sama sekali.

1 Menggunakan strategi yang kurang dapat dilaksanakan dan tidak dapat dilanjutkan. 2 Menggunakan sebagian strategi yang benar

(21)

3 Menggunakan prosedur yang mengarah pada solusi yang benar.

Pelaksanaan Penyelesaian

0 Tidak ada solusi sama sekali.

1 Menggunakan beberapa prosedur yang mengarah pada solusi yang benar.

2 Hasil salah sebagian, tetapi hanya karena salah perhitungan saja.

3 Hasil dan Proses yang benar. Pemeriksaan Kembali

Hasil Penyelesaian

0 Tidak ada pemeriksaan/tidak ada keterangan apapun

1 Ada pemeriksaan, tetapi pemeriksaan kembali tidak tuntas

2 Pemeriksaan dilaksanakan untuk melihat kebenaran hasil dan proses yang telah dilakukan.

2. Instrumen Non Tes

Instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah Angket dan Lembar Observasi.

a) Angket

Angket juga dikenal sebagai Kuesioner. Menurut Sugiyono (2011:142), “kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.” Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dan sikap siswa terhadap tes kemampuan pemecahan masalah.

(22)

tidak setuju (STS). Angket yang digunakan menggunakan Skala Likert. Menurut Sugiyono (2011:93), “Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.”

Bentuk jawaban dalam angket ini menggunakan bentuk checklisat dengan gradasi jawaban positif dan negatif. Skor untuk jawaban disajikan dalam Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2

Kriteria Penyekoran Angket

Bentuk Jawaban Skor Jawaban Positif Negatif

SS 5 1

S 4 2

R 3 3

TS 2 4

STS 1 5

b) Lembar Observasi

(23)

D. Teknik Pengolahan Data

Sebelum digunakan, tes yang akan digunakan diuji cobakan terlebih dahulu untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran dari tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun pengolahan data hasil uji coba instrument dilakukan sebagai berikut:

a. Uji Validitas

Ruseffendi (2005:148) menyatakan bahwa, “suatu instrumen

dikatakan valid bila instrumen itu, untuk maksud dan kelompok tertentu, mengukur apa yang semestinya diukur, derajat ketepatan mengukurnya benar.” Jadi uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang akan digunakan dapat mengevaluasi dengan tepat sesuai dengan apa yang akan dievaluasi. Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu validitas isi dan validitas Konkuren. Validitas isi dilakukan untuk menyesuaikan isi instrumen dengan tujuan penelitian. Sedangkan validitas konkuren diukur dengan perhitungan korelasinya. Validitas ini dikenal dengan nama Validitas Empirik.

Salah satu teknik menghitung koefisien korelasi dilakukan dengan produk momen Pearson. Menurut Ruseffendi (1998:158), “teknik ini digunakan bila peubahnya kedua-duanya kontinu dan kuantitatif.” Perhitungan menggunakan rumus korelasi produk momen Pearson (Ruseffendi, 1998:158) sebagai berikut :

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ] ∑ ∑ ]

Dengan:

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y X = skor tiap butir soal

Y = skor total

(24)

Selanjutnya dihitung dengan Uji-t dalam Riduwan (2011:98) dengan rumus:

√ Dengan:

t = Nilai thitung

r = Koefisien korelasi hasil rhitung n = banyaknya siswa

Distribusi (Tabel t) untuk dan derajat kebebasan (dk = n-2) Kaidah keputusan : Jika thitung > ttabel berarti valid sebaliknya

thitung < ttabel berarti tidak valid

Kriteria yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa adalah yang dikemukakan oleh Surapranata (2006:59) yang disajikan dalam Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Makna koefisien korelasi product moment Angka korelasi Makna

0.800 – 1. 000 Sangat tinggi 0.600 – 0.800 Tinggi 0.400 – 0.600 Cukup tinggi 0.200 – 0.400 Rendah 0.000 – 0.200 Sangat rendah

(25)

Tabel 3.4

Validitas Butir Soal Hasil Uji Coba Instrumen

No. Soal Hasil rhitung Interpretasi Hasil thitung Validitas

1 0,63 Tinggi 4,31 Valid

2 0,67 Tinggi 4,81 Valid

3 0,75 Tinggi 6,08 Valid

4 0,85 Sangat Tinggi 8,43 Valid

5 0,84 Sangat Tinggi 8,15 Valid

6 0.78 Tinggi 6,57 Valid

7 0,84 Sangat Tinggi 8,08 Valid

8 0,84 Sangat Tinggi 8,24 Valid

Hasil perhitungan validitas selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran B. 2 Halaman 118.

b. Uji Reliabilitas

Menurut Nurcahyanto (2013:8), “Reliabilitas (Reliability,

keterpercayaan) menunjuk pada pengertian apakah sebuah instrument dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu. Jadi, kata kunci untuk syarat kualifikasi suatu instrumen pengukur adalah konsistensi, keajegan, atau tidak berubah-ubah.”

Karena tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian, maka untuk mengetahui reliabilitas soal digunakan rumus Alpha (Riduwan, 2011:115) yaitu sebagai berikut:

( )

Dimana: = Nilai Reliabilitas

∑ = Jumlah varians skor tiap-tiap item = Varians Total

(26)

Distribusi (ttabel) untuk dan derajat kebebasan (dk = n-2) Kaidah keputusan : Jika rhitung > rtabel berarti valid sebalikanya

rhitung < rtabel berarti tidak valid

Penentuan Koefisien Reliabilitas instrumen mengacu pada pengklasifikasian yang dikemukakan Guilford (Nurcahyanto, 2013:8) yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.5

Klasifikaasi Koefisien Reliabilitas

Reliabilitas Klasifikasi

Reliabilitas Sangat Tinggi

Reliabilitas Tinggi

Reliabilitas Sedang

Reliabilitas Rendah

Reliabilitas Sangat Rendah (Tidak Reliabel)

Koefisien reliabilitas instrumen dari hasil perhitungan yang dilakukan melalui program Microsoft Excel 2007 adalah 0,88 dan termasuk pada kriteria Reliabilitas Sangat Tinggi. Hasil perhitungan Reliabilitas selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran B. 3 Halaman 122.

c. Daya Pembeda

(27)

̅̅̅ ̅̅̅

Dengan : DP = Daya Pembeda

̅̅̅ = Rata-rata skor kelompok atas tiap butir soal ̅̅̅̅ = Rata-rata skor kelompok bawah tiap butir soal

b = Skor maksimum ideal tiap butir soal

Adapun klasifikasi daya pembeda berdasarkan Guilford (Suherman dan Sukjaya (1990) dalam Susanto (2008:30), dapat dilihat dalam Tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6

Klasifikasi Daya Pembeda Daya Pembeda Klasifikasi

Sangat Jelek

Jelek

Cukup

Baik

Sangat Baik

Dari hasil perhitungan yang dilakukan melalui program Microsoft Excel 2007, didapat nilai daya pembeda tiap butir soal yang tersaji dalam Tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7

Daya Pembeda Hasil Uji Coba Instrumen No.Soal Daya Pembeda Klasifikasi

1 0,63 Baik

2 0,54 Baik

3 0,50 Baik

(28)

5 0,67 Baik

6 0,71 Sangat Baik

7 0,33 Cukup

8 0,38 Cukup

Hasil perhitungan Daya Pembeda selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran B. 4 Halaman 126.

d. Indeks Kesukaran

Untuk menghitung indeks kesukaran dari setiap butir soal, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Surapranata, 2006:17) :

Dimana : P = Indeks Kesukaran ∑ = Jumlah Skor x

Sm = Skor Maksimum tiap soal N = Banyaknya siswa

Setelah hasil perhitungan indeks kesukaran, dikategorikan berdasarkan tingkat kesukaran dalam Surapranata (2006:21) yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.8

Kategori Tingkat Kesukaran Nilai P Kategori

Sukar

Sedang

Mudah

(29)

Tabel 3.9

Indeks Kesukaran Hasil Uji Coba Instrumen No. Soal Indeks Kesukaran Kategori

1 0,68 Sedang

2 0,60 Sedang

3 0,35 Sedang

4 0,43 Sedang

5 0,33 Sedang

6 0,36 Sedang

7 0,15 Sukar

8 0,17 Sukar

Perhitungan Indeks Kesukaran selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran B. 5 Halaman 126.

Berikut adalah rekapitulasi analisis uji coba instrumen yang tersaji dalam Tabel 3.10.

Tabel 3.10

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen No.

Soal Validitas Reliabilitas

Daya Pembeda

Indeks

Kesukaran Keterangan 1 Tinggi/Valid

Sangat Tinggi/ Reliabel

Baik Sedang Dipakai

2 Tinggi/Valid Baik Sedang Dipakai

3 Tinggi/Valid Baik Sedang Dipakai

4 Sangat Tinggi/Valid Baik Sedang Dipakai 5 Sangat Tinggi/Valid Baik Sedang Dipakai

6 Sangat Tinggi/Valid Sangat

(30)

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi: 1. Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Observasi.

b. Merumuskan Permasalahan. c. Pembuatan Proposal.

d. Pengajuan Proposal. e. Perbaikan Proposal.

f. Mengajukan Permohonan Izin kepada:

1) Ketua Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Dekan FIP UPI melalui Pembantu Dekan I yang dilanjutkan ke Rektor UPI.

2) Kepala Badan Kesatuan Bangsa Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bandung Barat.

3) Camat Lembang.

4) Ketua Gugus VI Kecamatan Lembang. 5) Kepala Sekolah sampel.

g. Studi Literatur mengenai kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan metode penemuan terbimbing.

h. Penyusunan Instrumen Penelitian. i. Judgment Instrumen oleh Ahli. j. Revisi Judgment Instrumen.

k. Melakukan uji coba instrumen kemampuan pemecahan masalah matematis siswa untuk mengetahui layak tidaknya soal tersebut dijadikan instrumen penelitian.

l. Analisis hasil uji coba instrumen.

(31)

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Melakukan pretes kemampuan pemecahan masalah matematis yang dilakukan satu kali kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Pelaksanaan Pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan metode penemuan terbimbing, dan pada kelas kontrol menggunakan metode konvensional.

c. Melakukan posttes kemampuan pemecahan masalah matematis dengan soal yang sama seperti pretes setelah pembelajaran.

d. Pengambilan data skala sikap melalui angket untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis.

3. Pengolahan Data

a. Mengumpulkan sejumlah data sebagai bukti empiris.

b. Mengumpulkan data hasil pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol.

c. Mengumpulkan data skala sikap melalui angket.

d. Pengolahan data pretes postes dilakukan dengan statistik Inferensial. Hal ini dilakukan untuk menganalisis data sampel yang hasilnya akan diberlakukan untuk keseluruhan. Bila asumsi terpenuhi, maka statistika yang digunakan adalah statistika parametrik. Namun bila asumsi tidak terpenuhi, maka statistika yang digunakan adalah statistika nonparametrik (Kerlinger dan Tuckman) dalam Purwanto (2010:282). e. Pelaporan

F. Analisis Data

(32)

Untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan metode penemuan terbimbing, dilakukan analisis data sebagai berikut:

a. Analisis Data Hasil Tes

1. Menyajikan hasil skor pretes postes kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan tabel.

2. Menghitung rata-rata hasil pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan rumus :

̅ ∑

̅ (Ruseffendi, 1998:76) 3. Uji Normalitas

Pengujian normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Chi-Kuadrat Langkah-langkah untuk melakukan Uji Normalitas yang diadaptasi dari Riduwan (2004:121) adalah sebagai berikut:

a. Penyajian Data

b. Mencari skor terbesar dan terkecil

c. Mencari nilai Rentangan (R) dengan rumus: R= Skor terbesar – Skor terkecil

d. Mencari banyaknya kelas (BK) dengan rumus: BK = 1 + 3,3 Log n (Rumus Sturgess)

e. Mencari nilai panjang kelas (i) dengan rumus:

(33)

g. Mencari rata-rata (mean)

h. Mencari simpangan baku (standard deviasi) dengan rumus:

√ ∑

i. Membuat daftar frekuensi yang diharapkan dengan cara: 1) Menentukan batas kelas

2) Mencari nilai Z-score untuk batas kelas interval dengan rumus:

̅

3) Mencari luas 0 – Z dari Tabel Kurve Normal dari 0 – Z dengan menggunakan angka-angka untuk batas kelas.

4) Mencari luas tiap kelas interval dengan cara mengurangkan angka-angka 0 – Z yaitu angka baris pertama dikurangi baris kedua, angka baris kedua dikurangi baris ketiga dan begitu seterusnya, kecuali untuk angka yang berbeda pada baris paling tengah ditambahkan dengan angka pada baris berikutnya.

5) Mencari frekuensi yang diharapkan (fe) dengan cara mengalikan luas tiap interval dengan jumlah responden. j. Mencari chi-kuadrat hitung ( hitung) dengan rumus:

k. Membandingkan 1) Menentukan nilai = 0,05

[image:33.595.116.512.92.754.2]

2) Menentukan derajat kebebasan (dk) = k – 1, maka dicari pada tabel chi-kuadrat didapat

3) Kriteria pengujian:

(34)

b) Jika , maka distribusi data normal. 4. Selanjutnya jika distribusi data normal dilanjutkan dengan Uji

Homogenitas, namun apabila distribusi data tidak normal pengujian langsung dilakukan dengan statistik nonparametrik yaitu Uji Mann-Whitney.

5. Uji Homogenitas.

Uji Homogenitas disebut juga Uji-F. Langkah-langkah untuk melakukan Uji Homogenitas yang diadaptasi dari Ruseffendi (1998:295) adalah sebagai berikut:

a) Menentukan hipotesis yang akan diuji b) Mencari nilai Fhitung dengan rumus:

c) Menentukan kriteria pengujian: 1) Menentukan nilai = 0,05

2) Menentukan derajat kebebasan dk1 = n1 – 1, dan dk2 = n2 – 1 3) Menentukan dari daftar F. Alternatif lain untuk mencari

adalah dengan menghitung melalui Microsoft Excel

2007.

4) Jika , maka distribusi data tidak homogen, dan sebaliknya Jika , maka distribusi data homogen.

6. Jika data berdistribusi normal dan homogen, maka uji perbedaan rerata dilanjutkan dengan Uji-t, namun jika data berdistribusi normal tetapi tidak homogen uji perbedaan rerata dilanjutkan dengan Uji-t’ 7. Uji-t

(35)

a) Menentukan hipotesis yang akan diuji

b) Menentukan t-test hitung. Berikut rumus t-test yang digunakan berdasarkan adaptasi dari Sugiyono (2011:197):

Dengan : t = Hasil Perbedaan rerata t hitung

̅̅̅ ̅̅̅ = Hasil perhitungan rata-rata1 - rata-rata2

= Banyaknya sampel kelas eksperimen = Banyaknya sampel kelas kontrol = Varian 1

= Varian 2

c) Menentukan derajat kebebasan dk =

d) Menentukan kriteria pengujian: 1) Menentukan nilai = 0,05

2) Menentukan dari daftar t. Alternatif lain untuk mencari

adalah dengan menghitung melalui Microsoft Excel

2007.

3) Jika -ttabel thitung ttabel , H0 diterima, Jika thitung memiliki harga lain maka H0 ditolak.

8. Uji-t’

Uji t’ ini digunakan untuk menguji perbedaan rerata jika distribusi data normal tetapi tidak homogen. Berikut tahapan untuk menguji perbedaan rerata menggunakan uji t’:

a) Menentukan hipotesis yang akan diuji.

b) Menentukan t’hitung. Berikut rumus t’ yang digunakan berdasarkan

adaptasi dari Sugiyono (2011:197): ̅̅̅ ̅̅̅

(36)

̅̅̅ ̅̅̅ = Hasil perhitungan rata-rata1 - rata-rata2 = Banyaknya sampel kelas eksperimen

= Banyaknya sampel kelas kontrol = Varian 1

= Varian 2

c) Menentukan derajat kebebasan:

dk = ( dibagi dua, dan kemudian ditambahkan dengan harga t yang terkecil.

d) Menentukan kriteria pengujian: 1) Menentukan nilai = 0,05

2) Menentukan dari daftar t. Alternatif lain untuk mencari

adalah dengan menghitung melalui Microsoft Excel

2007.

3) Jika -ttabel thitung ttabel , H0 diterima, Jika thitung memiliki harga lain maka H0 ditolak.

9. Uji Mann Whitney

Uji mann whitney ini selanjutkan dikatakan Uji-U. Uji-U ini dilakukan untuk mencari perbedaan rerata apabila data tidak berdistribusi normal. Berikut tahapan untuk menguji perbedaan rerata dengan Uji-U yang diadaptasi dari Ruseffendi (1998:398):

a) Menentukan hipotesis yang akan diuji.

b) Membuat tabel analisi U-tes, Membuat Ranking dari data. c) Mencari nilai U (Rank Sums) tiap kelas

[ ] ∑

[ ] ∑

Dengan : = Jumlah sampel kelas eksperimen = Jumlah sampel kelas kontrol

(37)

d) Mencari signifikansi perbedaan rerata dengan rumus mann-whitney apabila n ≥ 20, maka digunakan rumus sebagai berikut:

[ ]

Catatan : Untuk perhitungan Z, U yang digunakan bebas salah satu dari hasil perhitungan Rank Sums. e) Menentukan kriteria pengujian:

1) Menentukan Zkritis dengan menggunakan untuk uji dua pihak (two-tail test), dan dilihat pada tabel distribusi.

2) Jika –Zkritis Z Zkritis , H0 diterima, Jika Z memiliki harga lain maka H0 ditolak.

b. Analisis Data Skala Sikap

Skala sikap ini hanya diberikan kepada kelas eksperimen saja. Karena skala ini digunakan untuk mengukur sikap siswa terhadap matematika, sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing, dan sikap siswa terhadap tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Untuk menghitung tingkat interpretasi skor tiap butir angket, digunakan rumus yang diadaptasi dari Riduwan (2004:89) yaitu sebagai berikut:

(38)
[image:38.595.118.516.152.631.2]

Tabel 3.11

Kriteria Interpretasi Skor Skala Sikap

Persentase Interpretasi

0% - 20% Sangat Lemah

21% - 40% Lemah

41% - 60% Cukup

61% -80% Kuat

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Gugus VI Cibodas-Suntenjaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, secara umum dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika melalui Metode Penemuan Terbimbing dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Secara khusus dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika melalui metode penemuan terbimbing lebih baik secara signifikan daripada siswa yang memperoleh pembelajaran melalui metode konvensional.

2. Secara umum, sikap siswa positif terhadap pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing. Siswa cenderung antusias dan semangat dalam proses pembelajaran.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dapat dijadikan salah satu alternatif untuk merangsang kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam pembelajaran matematika.

(40)
(41)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Nahrowi dan Maulana. 2009. Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI Press.

Aprilianti, Rosi. 2011. UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF (Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas VIII-B SMP Negeri 1 Cikalongkulon-Cianjur. Skripsi UPI. Tidak Diterbitkan.

Berry, Red. 2011. Metode Penemuan Terbimbing. [Online]. Tersedia:

http://redberrychemistry.blogspot.com/2011/11/metode-penemuan-terbimbing.html [14 Februari 2013].

Budianingsih, Asri C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dahar, Ratna Wilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dzaki, Faiq Muhammad. 2011. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery Learning). [Online]. Tersedia:

http://www.slideshare.net/gunkstandhitam/model-pembelajaran-penemuan-terbimbing [15 April 2013].

Heruman. 2010. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2006. Jakarta: Sistem Pendidikan Nasional.

Markaban. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan

Penemuan Terbimbing. [Online]. Tersedia:

(42)

Nurcahyanto, Guntur. 2013. Instrumen Penelitian Validitas Reliabilitas Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda. [Online]. Tersedia: http://ikhtiarnet.files.wordpress.com/2013/03/uji-instrumen-penelitian-validitas-reliabilitas-tingkat-kesukaran-dan-daya-pembeda1.pdf [2 Mei 2013].

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 Tentang STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH. 2006. Jakarta: Sistem Pendidikan Nasional.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI GURU. 2007. Jakarta: Sistem Pendidikan Nasional

Prabawanto, Sufyani. 2009. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematik Siswa. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Prabawanto, Sufyani. 2013. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah, Kreatifitas Matematis Dan Self Efficacy Mahasiswa Menggunakan Metode Metacognitive Scaffolding. Disertasi Upi. Tidak Diterbitkan.

Prabawanto, Sufyani. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: Upi Press.

Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riduwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Ruseffendi, E. T. 1979. Dasar-dasar Matematika Modern Untuk Guru. Bandung: Tarsito.

(43)

Ruseffendi, E. T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Shadiq, Fadjar dan Nur Amini Mustajab. 2011. Penerapan Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika di SD. [Online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/file/Bermutu%202011/SD/13.PENERAPAN%2 0TEORI%20BELAJAR%20DALAM%20PEMBELAJARAN%20...pdf [5 April 2013].

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supinah dan Titik Sutanti. 2010. Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD. Yogyakarta :Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan ; Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika.

Surapranata, Sumarna. 2004. Analisis Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Susanto, Feri Husada. 2008. Pengaruh Pembelajaran Reciprocal Teaching Terhadap Kemampuan Berfikir Kreatis Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 40 Bandung. Skripsi UNPAS. Tidak Diterbitkan.

Suyuti. 2010. Penggunaan Pendekatan Konstektual pada Pembelajaran Matematika Soal Cerita Pecahan untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep. Skripsi UPI. Tidak Diterbitkan.

(44)

Tim Redaksi. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Turmudi. 2009. GUIDED REINVENTION IN MATHEMATICAL MODELING (A Case Study in Supervising Students of the Department of Mathematics Education, Indonesia University of Education) Presented in the 2th International Conference on Lesson Study, August, 1st 2009, in Bandung.

[Online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/1961

01121987031-TURMUDI/F16-Guided_Reinvention_in_Mathematical_Modeling.pdf [10 Juni 2013].

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. 2003. Jakarta: Sistem Pendidikan Nasional.

Wardhani, Sri, dkk. 2010. Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD. Yogyakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan; Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika.

Gambar

gambaran sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kriteria Penyekoran Tes Pemecahan Masalah
Tabel 3.2 Kriteria Penyekoran Angket
Tabel 3.3 berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika kelas VII A SMP Negeri 2 Sawit melalui penerapan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode eksplorasi lebih baik daripada siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas Metode Numbered Head Together dalam Meningkatkan Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis pada

Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan sikap matematis siswa adalah Problem Based Learning (PBL). PBL menyajikan

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran

Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan sikap matematis siswa adalah Problem Based Learning (PBL). PBL menyajikan

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah dengan

Kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah (BKPM) matematis merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa untuk menghadapi tantangan dunia kerja abad 21..