• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI LOGIKA UNTUK SMA KELAS X.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI LOGIKA UNTUK SMA KELAS X."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan mata pelajaran yang diberikan mulai dari tingkat pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi, matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Matematika mendasari dan memiliki peran penting dalam disiplin ilmu lainnya seperti fisika, kimia, biologi, akuntansi, geografi, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari matematika juga sering digunakan dalam hal perdagangan, industri, pembangunan, kependudukan, dan sebagainya. Matematika yang digunakan juga beragam mulai dari perhitungan atau konsep matematika sederhana sampai dengan konsep-konsep matematika tingkat tinggi. Selain itu, matematika mempunyai peran penting dalam mengembangkan daya pikir manusia. Menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi, matematika perlu diberikan kepada semua siswa dari sekolah dasar sampai tingkat universitas untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

(2)

2

masalah (BSNP, 2006: 146). Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika penting bagi siswa untuk memahami manfaat dan penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, untuk mencapai tujuan tersebut dalam pembelajaran matematika siswa harus diberi kesempatan untuk mengkonstruksi dan menemukan konsep matematika secara mandiri.

Pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (BSNP, 2007:6). Oleh karena itu proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar tujuan tersebut dapat tercapai secara efektif dan efisien. Berdasarkan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses, setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Salah satu komponen yang terdapat dalam RPP adalah sumber belajar. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang sengaja dikembangkan atau dapat dimanfaatkan untuk memberikan pengalaman atau praktik yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang berupa narasumber, buku, media non-buku, dan lingkungan (BSNP, 2007: 25). Salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh guru adalah berupa lembar kegiatan siswa.

(3)

3

guru telah mengembangkan perangkat pembelajaran dengan baik. Akan tetapi pendekatan pembelajaran yang spesifik belum digunakan dalam mengembangkan perangkat pembelajaran. Pengembangan RPP mengacu pada metode pembelajaran berupa tanya jawab, diskusi, dan penugasan. Dalam RPP yang dikembangkan oleh guru pada kegiatan inti siswa diarahkan untuk berdiskusi kelompok, presentasi dan diberikan soal latihan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Kegiatan dalam RPP belum mengarahkan siswa untuk mengkonstrusi dan menemukan pengetahuannya secara mandiri. Dalam RPP yang dikembangkan oleh guru, sumber belajar yang digunakan adalah LKS. LKS yang dikembangkan isinya berupa ringkasan materi dan soal latihan. Konsep-konsep matematika dalam LKS disajikan secara langsung dan belum memfasilitasi siswa untuk menemukan konsep secara mandiri. Soal latihannya juga belum dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata. Hal tersebut menyebabkan siswa mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan konsep yang mereka pelajari ke dalam permasalahan kehidupan sehari-hari.

(4)

4

yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Konsep matematika yang dihubungkan dengan permasalahan nyata yang berada di lingkungan siswa dapat mendorong siswa untuk menghubungkan antara pengetahuan matematika yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Ditjen Dikdasmen (2003: 10-19) pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya (constructivism), mendorong siswa untuk bertanya (questioning), memfasilitasi siswa untuk menemukan konsep secara mandiri (inquiry), menciptakan masyarakat belajar melalui diskusi kelompok (learning community), menghadirkan model dalam pembelajaran (modelling), melakukan penilaian sebenarnya (authentic assessment), dan membiasakan siswa untuk melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan (reflection). Pendekatan kontekstual tidak hanya membantu siswa untuk dapat mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, tetapi juga membantu siswa untuk mengkonstruksi dan menemukan suatu konsep secara mandiri dalam kelompok-kelompok diskusi. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian pengembangan yang dilakukan oleh Venti Indiani (2015: 112) perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan kontekstual pada materi barisan dan deret dinilai praktis dan efektif penggunaannya dalam kegiatan pembelajaran.

(5)

5

(Frans Susilo, 2012: 1). Materi logika matematika merupakan salah satu materi yang dapat memberikan bekal kemampuan berpikir logis dan penalaran kepada siswa. Menurut Abdul Halim Fathani (2012: 167) fungsi dan kegunaan mempelajari logika adalah: (1) Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis, dan koheren, (2) Meningkatkan kemampuan berpikir serta abstrak, cermat, dan objektif, (3) Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri, (4) Meningkatkan kemampuan untuk berpikir secara sistematis (5) Menghindari kesalahan dalam berpikir (6) Meningkatkan kemampuan dalam melakukan analisis terhadap suatu kejadian.

(6)

6

Tabel 1. Daya Serap Siswa SMA Negeri 1 Cangkringan Sleman Jurusan IPA

No Kemampuan yang diuji

Persentase daya serap (%) Sekolah Kab. 1 Menentukan kedudukan, jarak, dan besar sudut yang

melibatkan titik, garis, dan bidang, dalam ruang. 29.27 24.53 2 Menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, identitas

dan rumus trigonometri dalam pemecahan masalah. 34.15 42.94 3 Memahami konsep limit, turunan dan integral dari fungsi

aljabar dan fungsi trigonometri, serta mampu menerapkannya dalam pemecahan masalah.

40.65 43.54 4 Mengolah, menyajikan dan menafsirkan data, serta

mampu memahami kaidah pencacahan, permutasi, kombinasi, peluang kejadian dan mampu menerapkannya dalam pemecahan masalah.

42.28 45.94 5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aturan

pangkat, akar dan logaritma, fungsi aljabar sederhana, fungsi kuadrat, fungsi eksponen dan grafiknya, fungsi komposisi dan fungsi invers, sistem persamaan linear, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat

52.61 54.57

6 Menggunakan logika matematika dalam pemecahan

masalah 57.32 59.80

Tabel 2. Daya Serap Siswa SMA Negeri 1 Cangkringan Sleman Jurusan IPS

No Kemampuan yang diuji

Persentase daya serap (%) Sekolah Kab. 1 Menggunakan logika matematika dalam pemecahan

masalah 36.36 45.22

2 Mengolah, menyajikan, dan menafsirkan data dan memahami kaidah pencacahan, permutasi, kombinasi dan peluang kejadian serta mampu menerapkannya dalam pemecahan masalah.

41.27 46.77 3 Memahami limit fungsi aljabar, turunan fungsi, nilai

ekstrim, dan integral fungsi serta menerapkannya dalam pemecahan masalah.

42.73 51.73 4 Memahami konsep yang berkaitan dengan aturan

pangkat, akar dan logaritma, fungsi aljabar sederhana, fungsi kuadrat dan grafiknya, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, komposisi dan invers fungsi, sistem persamaan linear, program linear, matriks, barisan dan deret, serta mampu menggunakannya dalam pemecahan masalah.

(7)

7

Persentase daya serap siswa terhadap materi logika untuk jurusan IPA tinggi jika dibandingkan dengan materi lainnya. Sedangkan persentase daya serap terhadap materi logika untuk jurusan IPS rendah dibandingkan dengan materi lainnya. Meskipun demikian persentase daya serap materi logika di SMA Negeri 1 Cangkringan, Sleman lebih rendah dibandingkan persentase daya serap materi logika di Kabupaten Sleman. Oleh karena itu, logika harus dipahami secara bermakna oleh siswa untuk meningkatkan penguasaan terhadap materi logika, meningkatkan kemampuan berpikir logis, dan mengaplikasikannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Materi logika matematika mencakup materi pokok pernyataan tunggal dan majemuk serta negasinya; tautologi dan ekuivalensi; konvers, invers, dan kontraposisi dari suatu implikasi; pernyataan berkuantor; dan penarikan kesimpulan meliputi modus tolens, modus ponens, dan silogisme.

Oleh karena itu, peneliti memandang perlu adanya pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan pendekatan kontekstual pada materi Logika untuk mendukung dan mempermudah siswa dalam memahami materi logika khususnya untuk siswa SMA Kelas X.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasikan masalah berikut.

(8)

8

2. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan belum mendorong minat dan motivasi siswa dalam mempelajari matematika.

3. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh guru belum mengarahkan siswa untuk mengkonstruksi dan menemukan konsep secara mandiri.

4. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh guru belum mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada uraian di atas penelitian ini dibatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran yang berupa RPP dan LKS dengan pendekatan kontekstual pada materi logika untuk siswa SMA kelas X dengan kriteria valid, praktis, dan efektif.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbasis pendekatan kontekstual pada materi logika untuk SMA kelas X?

(9)

9 E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbasis pendekatan kontekstual pada materi logika untuk SMA kelas X?

2. Mendeskripsikan kualitas perangkat pembelajaran matematika berbasis pendekatan kontekstual pada materi logika untuk SMA Kelas X ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

F. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi Guru

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan diharapkan dapat membantu guru dalam pembelajaran matematika materi logika serta dapat digunakan sebagai salah satu referensi guru untuk mengembangkan perangkat pembelajaran pada materi yang lainnya.

2. Bagi Siswa

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan diharapkan dapat memfasilitasi siswa dalam belajar logika secara bermakna melalui penyajian masalah-masalah kontekstual.

3. Bagi peneliti

(10)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Matematika

Belajar merupakan salah satu aktivitas yang penting dan berkelanjutan dalam kehidupan manusia. Burton (M. Hosnan, 2014: 3) mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan tingkah laku pada diri individu yang disebabkan adanya interaksi antara individu dengan individu serta individu dengan lingkungannya. Nana Sy. Sukmadinata (2012:103) mendefinisikan belajar sebagai proses mental yang ditunjukkan dalam berbagai perilaku, baik perilaku fisik-motorik maupun psikis. Sedangkan menurut Sardirman A.M (2011: 20) belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan yang terjadi melalui serangkaian kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengarkan, menirukan, dan sebagainya. Ketika belajar, siswa aktif menemukan informasi-informasi sehingga siswa dapat membangun pemahamannya secara mandiri. Guru berperan untuk memfasilitasi siswa dalam proses penemuan suatu konsep dari berbagai informasi yang telah diperolehnya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses mental melalui serangkaian kegiatan mengalami dan menemukan yang dilakukan berdasarkan interaksi antara individu dengan individu lain atau lingkungannya dan menghasilkan perubahan tingkah laku atau penampilan

(11)

11

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan proses belajar yang dibangun guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa serta meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran (Erman Suherman dkk, 2003:8). Sedangkan menurut Sugihartono, dkk. (2007: 81) pembelajaran merupakan upaya pendidik mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar untuk memperoleh ilmu pengetahuan secara efisien serta dengan hasil yang optimal.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah upaya guru dalam mengorganisasi dan menciptakan lingkungan belajar yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru, mengembangkan kreativitas, dan penguasaan terhadap materi pelajaran. Gagne dan Berliner (M. Hosnan, 2014: 8) menyatakan bahwa prinsip-prinsip belajar yang dapat digunakan sebagai acuan dalam proses belajar mengajar antara lain meliputi: (1) pemberian perhatian dan motivasi siswa, (2) mendorong dan memotivasi keaktifan siswa, (3) keterlibatan langsung siswa, (4) pemberian pengulangan, (5) pemberian tantangan, (6) umpan balik dan penguatan, dan (7) memperhatikan perbedaan individual siswa.

(12)

12

dan (4) alat untuk mengkomunikasikan informasi atau ide. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran matematika bukan hanya sekedar penyampaian konsep matematika, melainkan lebih kepada bagaimana siswa membangun dan mengembangkan pola pikir analitis, logis, dan sistematis melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran matematika. Matematika tidak hanya sekedar penerapan ketrampilan numerasi dasar semata, melainkan matematika juga merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis dan ketrampilan kognitif manusia (Mujis dan Reynolds, 2008: 333).

Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa matematika sekolah merupakan matematika yang diterapkan dalam konteks pendidikan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis dan ketrampilan kognitif melalui kegiatan penemuan, pemecahan masalah, kreatifitas, dan berkomunikasi yang kemudian diaplikaiskan dalam konteks kehidupan nyata.

Sebagaimana telah dijelaskan pengertian dari pembelajaran dan matematika sekolah, maka pembelajaran matematika di sekolah dapat didefinisikan sebagai upaya guru dalam mewujudkan kegiatan penemuan, pemecahan masalah, kreatifitas, dan berkomunikasi yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru, mengembangkan kreativitas dan penguasaan terhadap materi pelajaran.

(13)

13

meliputi: (1) Logika, (2) Aljabar, (3) Geometri, (4) Trigonometri, (5) Kalkulus, dan (6) Statistika dan Peluang.

Sedangkan tujuan dari pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2. Karakteristik Siswa SMA

(14)

14

tahun), dan tahap operasional formal (umur 11 tahun ke atas). Sesuai dengan uraian tersebut, siswa SMA berada pada tahap operasi formal. Pada tahap ini siswa mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hubungan antara objek-objek dalam kehidupan sehari-hari untuk dikaitkan dengan suatu persoalan matematika.

Meskipun siswa SMA berada pada tingkat operasi formal yang memiliki struktur kognisi yang berkembang luas, tetapi dalam pembelajaran siswa belum sepenuhnya dapat berpikir secara abstrak (Ratna Wilis Dahar, 2011: 139). Oleh karena itu perlu adanya media pembelajaran matematika yang dapat membantu siswa untuk berpikir secara abstrak.

3. Perangkat Pembelajaran

Di dalam melaksanakan proses pembelajaran diperlukan suatu perangkat pembelajaran agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, efektif, efisien, dan sistematis. Menurut Nazarudin (2007: 111) perangkat pembelajaran adalah beberapa rancangan persiapan pembelajaran yang disusun oleh guru baik secara individu maupun kelompok agar pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran berjalan secara sistematis dan memperoleh hasil yang optimal. Sedangkan menurut Suhadi (2007: 2) perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk, dan pedoman yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

(15)

15

kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Akan tetapi dalam penelitian ini perangkat pembelajaran dibatasi pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan salah satu sumber belajar yang digunakan adalah lembar kegiatan siswa (LKS).

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Trianto (2009: 214) mendefinisikan RPP sebagai panduan berupa langkah-langkah yang dapat digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar yang disusun dalam bentuk skenario pembelajaran. Menurut Masnur Muslich (2007: 45), RPP merupakan rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan dilaksanakan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Sedangkan Mulyasa (2007: 212) mendefinisikan RPP sebagai rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Dengan demikian, RPP adalah rancangan pembelajaran berupa langkah-langkah untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus yang akan dilaksanakan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

(16)

16

berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Komponen dari RPP meliputi,

1) Identitas mata pelajaran

Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran, materi pokok, dan alokasi waktu. 2) Standar kompetensi

Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal siswa yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.

3) Kompetensi dasar

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai siswa dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator pencapaian kompetensi dalam suatu pelajaran.

4) Indikator pencapaian kompetensi

(17)

17 5) Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar.

6) Materi ajar

Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.

7) Alokasi waktu

Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.

8) Metode pembelajaran

Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.

9) Kegiatan pembelajaran a) Pendahuluan

(18)

18 b) Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

c) Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. 10)Penilaian hasil belajar

Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada standar penilaian.

11)Sumber belajar

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

(19)

19 1) Memperhatikan perbedaan individu siswa

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan siswa.

2) Mendorong partisipasi aktif siswa

Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada siswa untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.

3) Mengembangkan budaya membaca dan menulis

Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

4) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut

RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedial.

5) Keterkaitan dan keterpaduan

(20)

20

6) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

Sedangkan menurut Nanang Hanafiah & Cucu Suhana (2012: 120-125) penyusunan RPP dapat dilakukan dengan memperhatikan langkah-langkah berikut.

1) Mencantumkan identitas RPP

Identitas RPP meliputi: nama sekolah, mata pelajaran, kelas, semester, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan alokasi waktu. Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator dikutip dari silabus.

2) Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran yaitu penggambaran proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang dirumuskan pada silabus.

3) Menentukan Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran yang dicantumkan mengacu pada indikator pencapaian kompetensi.

4) Menentukan Metode Pembelajaran

(21)

21 5) Menetapkan Kegiatan Pembelajaran

Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah-langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Langkah-langkah minimal yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

a) Kegiatan Pendahuluan

(1) Apersepsi, yaitu memberikan persepsi awal kepada siswa tentang materi yang akan diajarkan.

(2) Motivasi, yaitu guru memberikan gambaran manfaat mempelajari materi yang akan diajarkan.

(3) Pembagian kelompok belajar dan penjelasan mekanisme pelaksanaan pengalaman belajar (sesuai dengan rencana langkah-langkah pembelajaran).

b) Kegiatan inti

Berisi langkah-langkah sistematis yang dilalui siswa untuk dapat mengkonstruksi ilmu sesuai dengan skemata (frame work) masing-masing. Langkah-langkah tersebut disusun sedemikian rupa agar siswa dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagaimana dituangkan pada tujuan pembelajaran dan indikator.

c) Kegiatan penutup

(22)

22

(2) Guru memeriksa hasil belajar siswa, misalnya dengan memberikan tes tertulis atau meminta siswa untuk mengulang kembali simpulan yang telah disusun atau dalam bentuk tanya jawab.

(3) Memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran, dapat berupa kegiatan diluar kelas, di rumah atau tugas sebagai bagian remidi/pengayaan. Langkah-langkah disusun sesuai dengan karakteristik model pembelajaran yang dipilih, menggunakan urutan sintaks sesuai dengan modelnya.

6) Memilih sumber belajar

Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, serta alat dan bahan. Menurut Sri Wardhani (2010: 27) penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, materi ajar, dan kegiatan pembelajaran. Pada butir ini dicantumkan semua sumber belajar yang digunakan selama proses pembelajaran.

7) Menentukan penilaian

Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai.

b. Lembar Kerja Siswa (LKS)

(23)

23

LKS merupakan bahan ajar cetak berupa lembaran kertas yang berisi materi, ringkasan, petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan siswa yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai (Andi Prastowo, 2011: 204). Tujuan penyusunan LKS menurut Depdiknas (2008: 36) yaitu: (1) membantu siswa dalam menemukan suatu konsep, (2) membantu siswa menerapkan konsep yang telah ditemukan, (3) menuntun belajar siswa, (4) sebagai penguatan, dan (5) sebagai petunjuk kegiatan penemuan. Dengan demikian LKS adalah bahan ajar cetak berupa lembaran kertas yang berisi petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk memfasilitasi siswa untuk menemukan atau memahami konsep materi dan aplikasinya. Penyusunan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Menyusun peta kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis dan menentukan urutan LKS yang akan dibuat. Urutan LKS diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan. Diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.

2) Menentukan judul-judul LKS

Penentuan judul LKS berdasarkan pada kompetensi dasar, materi pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum.

3) Penulisan LKS

(24)

24

a) Merumuskan kompetensi dasar yang harus dikuasai

Rumusan kompetensi dasar pada suatu LKS diturunkan dari dokumen standar kompetensi.

b) Menentukan bentuk penilaian

Bentuk penilaian dilakukan terhadap proses dan hasil belajar siswa c) Menyusun materi

Materi LKS tergantung pada kompetensi dasar yang akan dicapai. Materi LKS dapat berupa informasi pendukung, yaitu gambaran umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian, dan lain-lain.

d) Struktur LKS secara umum sebagai berikut:

Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut: judul, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas dan langkah kerja, serta penilaian.

Buku teks atau bahan ajar (termasuk LKS) dinyatakan baik dan layak digunakan apabila memenuhi empat aspek kriteria kelayakan, yaitu kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan grafika (Depdiknas, 2007). Berikut uraian mengenai kriteria kelayakan buku teks atau bahan ajar.

1) Kelayakan isi

(25)

25

kesesuaian dengan perkembangan siswa, dan (3) substansi keilmuan yang meliputi keakuratan dan kemutakhiran materi.

2) Kelayakan bahasa

Komponen kebahasaan ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen atau indikator berikut: (1) keterbacaan, (2) kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan (3) logika berbahasa.

3) Penyajian

Komponen penyajian ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen atau indikator berikut: (1) teknik penyajian materi, (2) pendukung penyajian, dan (3) ketepatan penyajian dalam pembelajaran

4) Kegrafikan

Komponen kegrafikan ini diuraikan menjadi beberapa subkomponen atau indikator berikut: (1) ukuran/format buku, (2) desain bagian sampul yang meliputi tata letak, tipografi, dan ilustrasi, dan (3) desain bagian isi yang meliputi tata letak, tipografi, dan ilustrasi.

4. Pembelajaran dengan Pendekatan kontekstual

a. Konsep Dasar Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual

(26)

26

sosial, ekonomi, maupun kultural. Hal tersebut sejalan dengan BEST (Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011: 117) yang menyatakan bahwa “Contextual teaching learning is a conception that helps teachers relate subject matter content

to real world situation and motivates students to make connections between

knowledge and its applications to their lives as family members, citizen, and

workers”. Maksud dari kutipan tersebut adalah pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupannya sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan pemahaman ini, hasil belajar diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran juga berlangsung alamiah, siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Menurut Edy Surya, dkk. (2013:118) penerapan dari pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut:

On the application of contextual learning, which is a constructivist-based learning gives students the opportunity to explore thoughts, but directionally, discover new ideas solving mathematical problems. Students can also share ideas on the group or ask other groups about issues that not understand. If there is between students or groups of different opinions, and meet teachers deadlock could help with schaffolding.

(27)

27

dengan kelompok lain atau menanyakan kepada kelompok lain jika ada masalah yang belum dimengerti. Guru dapat menggunakan schaffolding untuk membantu siswa.

Sedangkan Johnson (2002: 67) mendefinisikan bahwa “The contextual teaching and learning system is an educational process that aims to help students

see meaning in the academic material they are studying by connecting academic

subject with the context of their daily lives, that is, with context of their personal,

social, and cultural circumstance”. Maksud dari kutipan tersebut adalah

pembelajaran kontekstual adalah proses pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna dari materi yang dipelajari dengan menghubungkan materi tersebut dengan konteks kehidupan sehari-hari dalam lingkungan pribadi, sosial, dan budaya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami dan menemukan suatu konsep secara bermakna dengan mengkaitkan materi dengan konteks kehidupan sehari-hari dalam lingkungan pribadi, sosial, dan budaya.

(28)

28

pengalaman (applying knowledge), dan (5) melakukan refleksi terhadap pengembangan pengetahuan (reflecting knowledge).

b. Prinsip Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual

Nana & Erliany (2012: 116) menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran kontekstual terdapat tiga prinsip utama sebagai berikut.

1) Prinsip saling ketergantungan (interdependence)

Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan hubungan antara konsep dengan penerapan dalam kehidupan, antara teori dengan praktek, antara suatu kegiatan belajar dengan kegiatan lainnya, antara kegiatan seorang siswa dengan siswa lainnya.

2) Prinsip diferensiasi (differentiation)

Pembelajaran kontekstual berpusat pada siswa, menekankan aktivitas dan kreativitas siswa. Siswa berkolaborasi dengan teman-temannya untuk melakukan pengamatan, menghimpun, dan mencatat fakta dan informasi, menemukan prinsip-prinsip dan pemecahan masalah.

3) Prinsip pengorganisasian diri (self organization)

(29)

29

c. Komponen pembelajaran dengan pendekatan kontekstual

Menurut Yatim Riyanto (2010: 168), pembelajaran kontekstual memiliki 7 komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Ketujuh komponen tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

1) Konstruktivisme (Constructivism)

Contextual teaching learning dibangun dalam landasan konstruktivisme

yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan dibangun siswa secara sedikit demi sedikit (incremental). Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan baru secara bermakna melalui pengalaman nyata, melalui proses penemuan dan mentransformasi informasi ke dalam situasi lain secara kontekstual. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan dalam proses pembelajaran (student center).

2) Menemukan (inquiry)

(30)

30

pertanyaaan (questioning), c) mengajukan dugaan (hipothesis), d) mengumpulkan data (data gathering), dan e) menyimpulkan (conclusion). 3) Bertanya (questioning)

Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran berbasis pendekatan kontekstual. Proses pembelajaran yang dilakukan siswa diawali dengan proses bertanya. Proses bertanya yang dilakukan siswa sebenarnya merupakan proses berpikir yang dilakukan siswa dalam rangka memecahkan masalah. Proses bertanya bertujuan untuk: a) membangun perhatian (attention building), b) membangun minat (interest building), c) membangun motivasi (motivation building), d) membangun sikap dan bakat (attitude and aptitude building), e)

membangun rasa keingintahuan (curiosity building), f) membangun interaksi antar siswa dengan siswa, g) membangkitkan interaksi antar siswa dengan guru, h) membangkitkan interaksi antar siswa dengan lingkungannya secara kontekstual, i) membangun lebih banyak lagi informasi (pengetahuan) dan ketrampilan yang diperoleh oleh siswa.

4) Masyarakat belajar (learning community)

(31)

31

problem solving) yang memungkinkan semakin banyak pengetahuan dan

ketrampilan yang diperoleh. 5) Pemodelan (modelling)

Proses pembelajaran lebih berarti jika di dukung dengan adanya pemodelan yang dapat ditiru, baik yang bersifat kejiwaan (identifikasi) maupun yang bersifat fisik (imitasi) yang berkaitan dengan cara untuk mengoperasikan sesuatu aktivitas, cara untuk menguasai pengetahuan atau ketrampilan tertentu. Pemodelan dalam pembelajaran dapat dilakukan oleh guru, siswa, atau dengan menyajikan contoh penyelesaian masalah sehingga dapat membantu terhadap ketuntasan dalam belajar (mastery learning).

6) Refleksi (reflection)

(32)

32

7) Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)

Penilaian merupakan proses pengumpulan data yang dapat mendeskripsikan mengenai perkembangan perilaku siswa. Oleh karena penilaian menekankan pada proses pembelajaran, data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat proses pembelajaran. Kemajuan belajar siswa dinilai dari proses, tidak semata dari hasil. Oleh karena itu, penilaian autentik merupakan proses penilaian pengetahuan dan ketrampilan (performance) yang diperoleh siswa dimana penilai tidak hanya guru, tetapi juga teman siswa ataupun orang lain.

Adapun karakteristik dari penilaian autentik (authentic assessment) adalah sebagai berikut:

1) Penilaian dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. 2) Aspek yang diukur adalah ketrampilan dan performansi siswa saat

pembelajaran berlangsung.

3) Penilaian dilakukan secara berkelanjutan baik dalam bentuk formatif maupun sumatif.

4) Penilaian dilakukan secara integral yaitu menilai berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan ketrampilan siswa sebagai satu kesatuan utuh. 5) Hasil penilaian digunakan sebagai feed back, yaitu untuk keperluan

(33)

33

d. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual

Menurut Center for Occupation Research and Development (CORD) (1999: 22-30) strategi pembelajaran dalam pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan cara REACT yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring.

1) Relating

Relating merupakan suatu tahapan pembelajaran yang dilakukan

berdasarkan pada konteks pengalaman atau kehidupan sehari-hari siswa. Kegiatan pembelajaran harus mampu menghadirkan situasi yang nyata dan dekat dengan siswa sehingga siswa dapat menggali konsep-konsep baru maupun mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam dari konsep tersebut. Menurut M. Hosnan (2014: 278) pada tahapan relating guru juga menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada kegiatan pembelajaran pada hari itu.

2) Experiencing

(34)

34 3) Applying

Tahap applying adalah tahap dimana siswa tidak hanya memahami suatu konsep tertentu tetapi mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Siswa akan lebih termotivasi untuk belajar ketika mengetahui manfaat dari apa yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Menurut M. Hosnan (2014: 279) dalam tahap applying siswa juga diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

4) Cooperating

Cooperating merupakan pembelajaran yang dilakukan dalam konteks

saling berbagi, merespon, dan berkomunikasi antar siswa. Pembelajaran secara kooperatif dapat dilakukan dengan diskusi kelompok untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Pembelajaran kooperatif mempunyai efek positif pada prestasi belajar siswa, hubungan interpersonal, dan kemampuan berkomunikasi.

5) Transferring

Transferring merupakan tahap penggunaan pengetahuan yang sudah ada

maupun pengetahuan yang baru diperoleh siswa dalam konteks baru. Transferring dapat diwujudkan dalam bentuk pemecahan masalah dalam

konteks dan situasi baru tetapi masih ada kaitannya dengan materi yang dipelajari.

5. Logika

(35)

35

(Sukirman, 2006: 1). Analitika digunakan untuk menyebutkan cara penalaran berdasarkan pada pernyataan-pernyataan yang benar. Sedangkan dialektika digunakan untuk menyebut cara penalaran berdasarkan pada patokan-patokan duga.

Dalam arti luas logika adalah sebuah metode dan prinsip-prinsip yang dapat memisahkan secara tegas antara penalaran yang benar dengan penalaran yang salah (Abdul Halim Fathani, 2012: 159). Sedangkan menurut Frans Susilo (2012: 1), Logika pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajari dan merumuskan secara sistematis kaidah-kaidah yang mengatur bagaimana manusia bernalar secara betul (secara sah atau secara valid). Objek logika pada dasarnya adalah kegiatan penalaran manusia. Penalaran adalah salah satu kegiatan berpikir manusia untuk menarik kesimpulan yang sah, yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan-pernyataan, baik pernyataan tunggal maupun pernyataan mejemuk, dan disusun menurut formula atau kaidah tertentu (Frans Susilo, 2012: 7).

Logika merupakan salah satu materi yang diajarkan pada jenjang SMA sesuai dengan standar isi tahun 2006, dengan standar kompetensi (SK) materi logika kelas X semester 2 adalah menggunakan logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor. Sedangkan kompetensi dasarnya adalah,

1.1.Memahami pernyataan dalam matematika dan ingkaran atau negasinya

(36)

36

1.3.Merumuskan pernyataan yang setara dengan pernyataan majemuk atau pernyataan berkuantor yang diberikan

1.4.Menggunakan prinsip logika matematika yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor dalam penarikan kesimpulan dan pemecahan masalah.

6. Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan kontekstual diharapkan mampu memfasilitasi siswa dalam mengaitkan materi yang dipelajari dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna. perangkat pembelajaran yang dikembangkan 7 komponen utama pembelajaran kontekstual, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).

a. Konstruktivisme (constructivism), perangkat pembelajaran yang dikembangkan harus dapat memfasilitasi siswa dalam membangun atau mengkonstruksi pengetahuan baru secara bermakna.

b. Menemukan (inquiry), perangkat pembelajaran yang dikembangkan harus memuat kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk menemukan konsep.

(37)

37

keingintahuan, interaksi siswa, serta membangun lebih banyak lagi informasi, pengetahuan, dan ketrampilan yang diperoleh siswa.

d. Masyarakat belajar (learning community), perangkat pembelajaran yang dikembangkan harus mendorong siswa untuk berdiskusi dalam menemukan konsep maupun memecahkan masalah.

e. Pemodelan (modeling), perangkat pembelajaran yang dikembangkan harus memuat demonstrasi ataupun langkah-langkah dalam mengerjakan ataupun menemukan konsep.

f. Refleksi (reflection), perangkat pembelajaran yang dikembangkan harus memfasilitasi siswa untuk dapat memberikan respon dan merefleksikan pengetahuan dan ketrampilan yang telah diperoleh dari kegiatan pembelajaran. g. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment), perangkat pembelajaran yang dikembangkan harus memuat teknik pengumpulan data yang dapat memberikan gambaran tentang siswa selama kegiatan pembelajaran.

7. Kriteria penilaian perangkat pembelajaran

Menurut Nieveen (1999:126) suatu produk pengembangan material kegiatan pembelajaran dikatakan berkualitas jika memenuhi 3 aspek antara lain: (1) kevalidan (validity), (2) kepraktisan (practically), dan (3) keefektifan (effectiveness).

a. Kevalidan

(38)

38

di dalamnya secara konsisten haruslah terkait satu dengan yang lainnya (construct validity).

Berdasarkan penjelasan di atas, dalam penelitian ini kevalidan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS yang dikembangkan didasarkan pada penilaian dari ahli/validator yang terdiri dari dosen ahli materi, dosen ahli media, dan guru matematika. RPP dan LKS dinyatakan valid jika hasil penilaian menyatakan bahwa perangkat pembelajaran layak digunakan dengan revisi atau tanpa revisi. Kevalidan RPP dinilai berdasarkan aspek kelengkapan yang mengacu pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 dan kesesuaian dengan pendekatan kontekstual. Kevalidan LKS dinilai berdasarkan empat aspek yaitu kelayakan isi, kelayakan bahasa, kelayakan penyajian, dan kelayakan grafika (Depdiknas, 2007) serta berdasarkan kesesuaian dengan pendekatan kontekstual.

b. Kepraktisan

Menurut Nieveen (1999: 127) perangkat pembelajaran yang dikembangkan dikatakan praktis jika ahli atau praktisi menyatakan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat diterapkan dan digunakan di lapangan.

(39)

39 c. Kefektifan

Menurut Nieveen (1999: 127-128), perangkat pembelajaran yang dikembangkan dikatakan efektif jika hasil tes belajar siswa dapat memenuhi standar indikator ketercapaian materi yang telah ditentukan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dalam penelitian ini keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan didasarkan hasil tes evaluasi belajar siswa yang menunjukkan tuntas secara klasikal dan lebih dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan sekolah yaitu 75.

B. Penelitian yang Relevan

(40)

40

Berdasarkan penelitian pengembangan perangkat pembelajaran dengan pendekatan kontekstual pada materi barisan dan deret untuk SMA kelas X yang dilakukan oleh Venti Indiani (2015) menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian dari ahli materi, ahli media, dan guru matematika perangkat pembelajaran yang dikembangkan memenuhi kriteria sangat valid dengan skor rata-rata 4,40 dari skor maksimal 5 untuk RPP dan 4,65 dari skor maksimal 5 untuk LKS. Berdasarkan pada hasil pengisian angket respon siswa dapat disimpulkan bahwa kualitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan ditinjau dari aspek kepraktisan memiliki kriteria kualitas sangat praktis dengan skor rata-rata 4,22 dar skor maksimal 5. Berdasarkan pada hasil tes hasil belajar dapat disimpulkan bahwa kualitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan ditinjau dari aspek keefektifan memiliki kriteria sangat efektif dengan persentase ketuntasan mencapai 83%.

Berdasarkan pada kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan menggunakan pendekatan kontekstual mampu memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif dalam penggunaan pada proses kegiatan pembelajaran.

C. Kerangka Berpikir

(41)

41

kesempatan untuk mengkonstruksi dan menemukan konsep matematika secara mandiri sehingga pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna.

Pembelajaran harus direncanakan dengan baik agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, guru berkewajiban untuk mengembangkan RPP yang dapat mewujudkan pembelajaran yang memotivasi siswa untuk aktif mengembangkan pengetahuan, kreativitas, dan kemandirian siswa. Salah satu sumber belajar dalam RPP yang dapat dikembangkan oleh guru adalah LKS. LKS dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, karakteristik siswa, dan kurikulum yang digunakan agar dapat memfasilitasi siswa dalam mengkonstruksi dan menemukan suatu konsep secara mandiri serta memahami pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu dalam mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS guru harus mampu menentukan pendekatan pembelajaran yang dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Akan tetapi, perangkat pembelajaran berupa yang dikembangkan oleh guru di sekolah belum mengacu pada pendekatan pembelajaran tertentu. Selain itu, perangkat pembelajaran yang dikembangkan belum memberikan kesempatan yang luas bagi siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri serta mengkaitkan pengetahuan yang diperoleh dengan masalah di kehidupan sehari-hari.

(42)

42

menemukan suatu konsep secara mandiri dalam kelompok-kelompok diskusi. Pembelajaran matematika khususnya pada materi logika merupakan sarana untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis dan penalaran bagi siswa. Penyampaian materi logika hendaknya diawali dengan penyajian materi yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian siswa dapat lebih memahami materi logika secara bermakna. Kurangnya kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk menemukan dan mengkonstruksi pengetahuaannya sendiri juga dapat menyebabkan siswa kurang bersemangat dan kesulitan dalam memahami konsep logika sebagai sarana melatih kemampuan berpikir siswa.

(43)

43 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development). Menurut Endang Mulyatiningsih (2012: 145) produk penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan dapat berupa model, media, peralatan, buku, modul, alat evaluasi, dan perangkat pembelajaran; kurikulum, kebijakan sekolah, dan lain-lain. Sedangkan produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS berbasis pendekatan kontekstual pada materi Logika untuk SMA Kelas X.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah model ADDIE (Analysis, Design, Development or Production, Implementation or Delivery, and Evaluations). Model ADDIE dikembangkan oleh Dick and Carry

(1996) untuk merancang sistem pembelajaran. Berikut ini diberikan tahapan-tahapan pengembangan dengan menggunakan model ADDIE (Endang Mulyatiningsih, 2012:183-186).

1. Analysis (Analisis)

(44)

44 a. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui berbagai masalah dalam pembelajaran matematika yang ada di sekolah sehingga dibutuhkan pengembangan perangkat pembelajaran. Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi ketersediaan dan keadaan perangkat pembelajaran yang mendukung terlaksananya suatu proses pembelajaran. Pada tahap ini ditentukan perangkat pembelajaran yang perlu dikembangkan untuk membantu siswa belajar.

b. Analisis Karakteristik Siswa

Analisis karakteristik siswa bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik siswa dan mengetahui perangkat pembelajaran yang sesuai sehingga dapat membantu siswa dalam proses pembelajaran. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menganalisis karakter siswa antara lain: kemampuan akademik, kemampuan awal yang dimiliki, motivasi belajar, pengalaman belajar, dan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika.

c. Analisi Kurikulum

(45)

45

yang diperoleh dalam analisis ini adalah rumusan indikator-indikator pencapaian tujuan pembelajaran dan cakupan materi.

2. Design (Perancangan)

Tahap design merupakan proses sistematik yang dimulai dengan menetapkan tujuan belajar, merancang kegiatan pembelajaran, merancang perangkat pembelajaran merancang materi pembelajaran, dan merancang alat evaluasi hasil belajar (Endang Mulyatiningsih, 2012: 200). Pada tahap ini dilakukan penyusunan rancangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS yang dilakukan sesuai dengan langkah-langkah yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya. Pada tahap ini juga dilakukan penyusunan rancangan instrumen yang akan digunakan untuk menilai kualitas perangkat pembelajaran berupa lembar penilaian perangkat pembelajaran, angket respon, lembar keterlaksanaan pembelajaran, dan soal tes hasil belajar.

3. Development (Pengembangan)

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pengembangan dalam penelitian ini meliputi:

a. Pengembangan dan validasi instrumen penelitian

(46)

46

mengukur kualitas produk instrumen penelitian yang telah divalidasi direvisi sesuai masukan dan saran dari validator.

b. Pengembangan perangkat pembelajaran

Pengembangan perangkat pembelajaran dilakukan berdasarkan rancangan awal yang telah disusun. Pada tahap ini menghasilkan produk awal perangkat pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Produk awal perangkat pembelajaran kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Setelah mendapat masukan dan perbaikan dari dosen pembimbing, kemudian perangkat pembelajaran divalidasi oleh dosen ahli dan guru matematika SMA kelas X.

c. Validasi perangkat pembelajaran

Validasi dilakukan oleh dosen ahli dan guru matematika. Validasi perangkat pembelajaran bertujuan untuk mengetahui kualitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan menggunakan lembar penilaian RPP dan LKS yang telah disusun dan divalidasi. Hasil validasi digunakan sebagai acuan untuk perbaikan dan penyempurnaan perangkat pembelajaran sebelum diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Pada tahap ini diperoleh data kualitas produk berdasarkan aspek kevalidan.

d. Revisi perangkat pembelajaran berdasarkan hasil validasi

(47)

47 4. Implementation (Implementasi)

Setelah RPP dan LKS dinyatakan valid, perangkat pembelajaran tersebut diujicobakan secara terbatas pada sekolah yang telah ditentukan menjadi subjek penelitian. Tahap implementasi atau uji coba dilakukan untuk memperoleh data kualitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan aspek kepraktisan dan keefektifan. Kepraktisan perangkat pembelajaran dapat diketahui melalui pengisian angket respon siswa dan angket respon guru pada akhir pertemuan serta hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran. Keefektifan perangkat pembelajaran diketahui melalui tes hasil belajar siswa pada akhir pertemuan.

5. Evaluation (Evaluasi)

Tahap evaluasi bertujuan untuk mengetahui kevalidan, keefektifan, dan kepraktisan perangkat pembelajaran yang dihasilkan. Data yang diperoleh dari tahap sebelumnya dianalisis apakah memenuhi kualitas produk ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan, serta diketahui berbagai revisi yang perlu dilakukan. Revisi dilakukan agar perangkat pembelajaran yang dikembangkan sesuai dan dapat digunakan oleh sekolah dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi. C. Subjek Penelitian

(48)

48

Yogyakarta. Berdasarkan peringkat tersebut SMA Negeri 1 Cangkringan, Sleman dikategorikan sebagai SMA dengan prestasi cukup baik.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada tahun ajaran 2015/2016 semester genap pada tanggal 11 Januari - 13 februari 2016 di SMA N 1 Cangkringan, Sleman. Adapun tempat uji coba yaitu kelas XA SMA Negeri 1 Cangkringan, Sleman. E. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut:

1. Data Kualitatif

Data kualitatif merupakan data deskriptif yang diperoleh selama proses pengembangan. Data kualitatif diperoleh dari masukan, tanggapan, kritik, saran, dan perbaikan dari dosen pembimbing, dosen penilai, guru, dan siswa.

2. Data Kuantitatif

Data kuantitatif mengenai kualitas produk yang dikembangkan berdasarkan aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan yang diperoleh dari:

a. Data hasil penilaian perangkat pembelajaran (RPP dan LKS) oleh dosen ahli materi, dosen ahli media, dan guru matematika.

b. Data hasil angket respon siswa dan angket respon guru terhadap perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

(49)

49

F. Perangkat Pembelajaran dan Instrumen penelitian 1. Perangkat pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah:

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP digunakan sebagai panduan bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. b. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

LKS ini merupakan lembar kegiatan siswa pada materi logika yang dikembangkan dengan pendekatan kontekstual.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar penilaian perangkat pembelajaran, angket respon, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, dan soal tes hasil belajar. penjelasan dari masing-masing instrumen adalah sebagai berikut.

a. Lembar penilaian perangkat pembelajaran

(50)

50 1) Lembar penilaian RPP

Lembar penilaian RPP diberikan kepada dosen ahli materi dan guru matematika untuk mengetahui kevalidan RPP yang dikembangkan. Lembar penilaian RPP disusun berdasarkan prinsip dan komponen RPP yang termuat dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.

2) Lembar penilaian LKS

Lembar penilaian LKS diberikan kepada dosen ahli materi, dosen ahli media, dan guru untuk mengetahui kevalidan LKS yang dikembangkan. Lembar penilaian LKS disusun berdasarkan riteria kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan kegrafikan.

Lembar penilaian perangkat pembelajaran ini disusun dengan 5 alternatif jawaban yaitu tidak baik (1), kurang baik (2), cukup (3), baik (4), dan sangat baik (5). Lembar penilaian perangkat pembelajaran dapat dilihat pada lampiran C.1 - C.6.

b. Angket respon

Terdapat dua angket respon yang digunakan yaitu angket respon siswa dan angket respon guru.

1) Angket respon siswa

(51)

51

berdasarkan aspek kesesuaian dengan pendekatan kontekstual, keterbantuan, kemudahan, dan kemenarikan.

2) Angket respon guru

Angket respon guru diberikan kepada guru setelah seluruh proses pembelajaran menggunakan perangkat yang dikembangkan selesai dilaksanakan. Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui respon dan tanggapan guru terhadap perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan dan digunakan dalam proses pembelajaran. Angket respon guru disusun berdasarkan aspek materi, kesesuaian dengan pendekatan kontekstual, RPP, dan LKS.

Angket respon menggunakan 5 alternatif jawaban yaitu STS (sangat tidak setuju), TS (Tidak Setuju), KS (Kurang Setuju), S (Setuju), SS (sangat setuju). Angket respon yang digunakan dapat dilihat pada lampiran C.7 – C.10.

c. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran digunakan untuk mengukur kepraktisan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran. lembar observasi ini diberikan kepada observer yang bertugas mengamati proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran disusun berdasarkan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan komponen pendekatan kontekstual.

(52)

52

keterlaksanaan pembelajaran yang digunakan dapat dilihat pada lampiran C.11.

d. Soal tes hasil belajar

Soal tes hasil belajar digunakan pada akhir pertemuan setelah proses pembelajaran menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan selesai dilaksanakan. Soal tes hasil belajar siswa digunakan untuk mengetahui tingkat keefektifan dari perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Instrumen soal tes hasil belajar yang digunakan dapat dilihat pada lampiran C.12 – C.14.

G. Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Wawancara

Wawancara secara tidak terstruktur dilakukan kepada guru matematika SMA N 1 Cangkringan, Sleman yang bertujuan untuk memperoleh data tentang karakteristik siswa dan pembelajaran yang dilakukan di sekolah tersebut sebagai acuan awal dalam menyusun rancangan awal perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan.

2. Metode Observasi

Observasi dilakukan selama uji coba untuk memperoleh data-data pendukung yang bisa digunakan untuk bahan acuan penyusunan serta perbaikan produk dalam pengembangan perangkat pembelajaran.

3. Metode Angket

(53)

53

b. Memberikan lembar penilaian LKS diberikan kepada ahli materi, ahli media, dan guru matematika untuk mengetahui kevalidan LKS yang dikembangkan. c. Memberikan angket respon kepada guru dan siswa setelah pembelajaran

dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan selesai untuk mengetahui kepraktisan dari perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan.

d. Memberikan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran kepada observer untuk mengetahui kepraktisan perangkat pembelajaran yang digunakan.

4. Metode Tes

Tes dilakukan setelah pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan selesai. Tes evaluasi hasil belajar ini digunakan untuk mengetahui keefektifan dari LKS yang dikembangkan setelah digunakan oleh siswa.

H. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Kualitatif

Analisis terhadap data kualitatif yang diperoleh saat validasi perangkat pembelajaran berupa komentar atau saran dari validator. Tanggapan atau saran yang diperoleh dari validator digunakan sebagai acuan untuk melakukan perbaikan atau revisi perangkat pembelajaran.

2. Analisis Data Kuaititatif

(54)

54

pembelajaran ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Berikut ini merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai analisis data yang dilakukan. a. Analisis Kevalidan

Analisis kelvalidan dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pelilaian perangkat pembelajaran oleh ahli materi, ahli media, dan guru matematika. Analisis kevalidan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

[image:54.595.182.459.390.504.2]

1) Tabulasi data skor hasil penilaian perangkat pembelajaran dilakukan dengan mengelompokkan butir-butir pernyataan sesuai dengan aspek-aspek yang diamati. Pedoman penskoran pada lembar penilaian perangkat pembelajaran menggunakan kriteria penilaian yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pedoman Penskoran Lembar Penilaian Perangkat Pembelajaran

Skor Kriteria

5 Sangat Baik

4 Baik

3 Cukup

2 Kurang Baik

1 Sangat Kurang Baik

2) Menghitung rata-rata perolehan skor tiap aspek dan keseluruhan dengan menggunakan rumus berikut.

Rata-rata skor tiap aspek = 1 ×

Rata-rata skor keseluruhan = ℎ − Keterangan:

= jumlah perolehan skor tiap aspek

(55)

55

[image:55.595.178.516.507.609.2]

3) Mengkonversi skor rata-rata yang telah diperoleh menjadi kriteria kualitatif skala 5 yang disajikan pada Tabel 4. (S. Eko Putro Widoyoko, 2009: 238).

Tabel 4 Pedoman Kriteria Penilaian

No Rentang skor Kriteria

1 �> � + 1,8 � Sangat Baik 2 � + 0,6 � < � � + 1,8 � Baik 3 � −0,6 � < � � + 0,6 � Cukup 4 � −1,8 � < � � −0,6 � Kurang Baik 5 � � −1,8 � Sangat Kurang Baik Keterangan:

� = 1

2 (skor maksimal + skor minimal) � = 1

6 (skor maksimal - skor minimal) � = skor rata-rata

5 = skor maksimal 1 = skor minimal

4) Berdasarkan rumus konversi pada Tabel 4 diperoleh gambaran dalam mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Kriteria Penilaian Perangkat Pembelajaran

No Rentang skor Kriteria

1 �> 4,2 Sangat Baik

2 3,4 <� 4,2 Baik

3 2,6 <� 3,4 Cukup

4 1,8 <� 2,6 Kurang Baik

5 � 1,8 Sangat Kurang Baik

(56)

56

Perangkat pembelajaran dikatakan valid jika minimal kriteria penilaian yang diperoleh minimal baik dan validator menyatakan produk yang dikembangkan layak diuji cobakan dengan revisi.

b. Analisis Kepraktisan

Instrumen yang digunakan untuk menganalisis kepraktisan adalah angket respon siswa, angket respon guru, dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Analisis kepraktisan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

[image:56.595.181.508.419.532.2]

1) Tabulasi data skor hasil angket respon guru dan angket respon siswa dengan mengelompokkan butir-butir pernyataan sesuai dengan aspek-aspek yang diamati. Pedoman penyekoran pada angket respon siswa menggunakan kriteria penilaian yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Pedoman Penskoran Angket Respon

Respon Skor Pernyataan

Positif Negatif

SS (Sangat Setuju) 5 1

S (Setuju) 4 2

KS (Kurang Setuju) 3 3

TS (Tidak Setuju) 2 4

STS (Sangat Tidak Setuju) 1 5

2) Menghitung rata-rata perolehan skor tiap aspek dan keseluruhan dengan menggunakan rumus berikut.

Rata-rata skor tiap aspek = 1 ×

Rata-rata skor keseluruhan = ℎ − Keterangan:

(57)

57 = banyak pernyataan tiap aspek

3) Mengkonversi skor rata-rata yang telah diperoleh menjadi kriteria kualitatif berdasarkan kriteria skala 5 menurut S. Eko Putro Widoyoko seperti pada Tabel 5 sehingga diperoleh kriteria penilaian perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan.

Sedangkan data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Tabulasi data skor hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran dengan memberikan skor 1 untuk “Ya” dan 0 untuk “Tidak”.

2) Menghitung persentase keterlaksanaan pembelajaran ( ) menggunakan rumus berikut.

= × 100

[image:57.595.172.516.517.619.2]

3) Mengkonversikan hasil persentase keterlaksanaan pembelajaran ( ) menjadi nilai kualitatif berdasarkan kriteria penilaian skala 5 yang disajikan pada Tabel 7 (Nana Sudjana, 2005: 118).

Tabel 7 Kualifikasi Keterlaksanaan Pembelajaran Persentase keterlaksanaan Kategori

90 Sangat Baik

80 90 Baik

70 80 Cukup

60 70 Kurang

< 60 Sangat Kurang

(58)

58 c. Analisis Keefektifan

Instrumen yang digunakan untuk menganalisis keefektifan penggunaan perangkat pembelajaran ini adalah tes evaluasi hasil belajar. Nilai maksimal dalam tes evaluasi hasil belajar ini adalah 100 dengan KKM 75. Analisis keefektifan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menghitung skor dan menentukan ketuntasan belajar siswa berdasarkan KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 75.

2) Menghitung persentase ketuntasan tes evaluasi hasil belajar siswa

= ℎ �

ℎ × 100%

[image:58.595.174.518.428.528.2]

3) Mengkategorikan hasil persentase ketuntasan siswa berdasarkan kriteria penilaian kecakapan akademik menurut S. Eko Putro Widoyoko (2009:242) yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kriteria Keefektifan Perangkat Pembelajaran No Rentang Persentase Ketuntaan Kriteria

1 > 80 Sangat Baik

2 60 < 80 Baik

3 40 < 60 Cukup

4 20 < 40 Kurang Baik

5 20 Sangat Kurang Baik

(59)

119

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Fathani. (2012). Matematika Hakikat dan Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Abdul Majid. (2008). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ali Mahmudi. (2010). Pengembangan Rencana Pembelajaran Berbasis

Kontekstual. Diakses dari

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Makalah%20Pengembangan

%20RPP%20Berbasis%20Kontekstual_0.pdf pada tanggal 10 Maret

2016, Pukul 10.00 WIB.

Andi Prastowo. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: DIVA Press.

Azhar Arsyad. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. BSNP. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA. Jakarta:

BSNP.

BSNP. (2007). Standar Proses. Jakarta: BSNP

BSNP. (2015). Daya Serap Mata Pelajaran Tahun 2015. Jakarta: BSNP.

CORD. (1999). Teaching Mathematics Contextually. The Cornerstone of Tech Prep. Texax: CORD Communications, Inc.

Depdiknas. (2007). Pedoman Memilih Menyusun Bahan Ajar dan Teks Mata Pelajaran. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas. Ditjen Didaksmen Depdiknas RI. (2003). Panduan Pengembangan Bahan Ajar.

Jakarta: Depdiknas

Edy Surya, dkk. (2013). Improving of Junior High School Visual Thinking Representation Ability in Mathematical Problem solving by CTL. Vol. 4 No.1 January 20

Gambar

Tabel 1. Daya Serap Siswa SMA Negeri 1 Cangkringan Sleman Jurusan IPA
Tabel 3. Pedoman Penskoran Lembar Penilaian Perangkat Pembelajaran
Tabel 4 Pedoman Kriteria Penilaian Rentang skor Kriteria
Tabel 6 Pedoman Penskoran Angket Respon Skor Pernyataan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Data konsumsi zat-zat makanan akibat perlakuan yang diberikan tidak di- pengaruhi perlakuan tetapi data paramater rumen, khususnya konsentrat yang mengandung

Martensitic stainless steels adalah juga didasarkan terhadap penambahan unsur chromium sebagai paduan utama(major alloying element) tetapi dengan kadar karbon di pertinggi dan

Dharma (2003 : 2) menggunakan Kompor surya jenis box dan mengunakan thermal storage untuk dapat menyimpan energi panas yang akan digunakan untuk memasak beras

Tujuan pengembangan perangkat pembelajaran matematika ini menggunakan model CMP untuk melatih kemampuan spasial (keruangan) siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan,

Dari hasil penelitian serta pembahasan maka kesimpulan penelitian adalah implementasi workplace spirituality yang meliputi dimensi; meaningful work, sense of community dan

Hal itu sesuai dengan yang dikemukakan oleh Doyle (dalam Sheth, Parvatiyar, dan shainesh; 2002) bahwa beberapa prinsip dasar CRM dalam industri perhotelan agar

Penanganan bijih nikel kadar rendah masih kurang efektif jika hanya dilakukan dengan dipadatkan dengan menggunakan bulldozer untuk mengurangi kondis loose tumpukan bijih

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa (1) peningkatan kompetensi siswa dalam menulis teks argumentasi melalui sebuah desain pembelajaran yang menggunakan