• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai terjemahan dari bahasa Belanda dari kata strafrecht, atau straf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai terjemahan dari bahasa Belanda dari kata strafrecht, atau straf"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Lingkup Hukum Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah pada hukum pidana ini mulai digunakan pada jaman Jepang sebagai terjemahan dari bahasa Belanda dari kata “strafrecht”, atau “straf” yang diterjemahkan dengan kata “pidana”, yang artinya “hukuman”, sedangkan “recht” diterjemahkan dengan kata “hukum”, dan pada

dasarnya identik dengan perkataan “ius” dalam bahasa romawi1

Penyebutan kata “recht” tersebut mempunyai dua arti, yakni recht dalam arti objektif jika diterjemahkan dalam bahasa indonesia menjadi “hukum”, sedangkan recht dalam arti subjektif diterjemahkan dengan “hak” maka demikian pula dengan “strafrecht” (hukum pidana) dalam arti subjektif ialah “hak negara untuk memidana tau menjatuhkan pidana (pemidanaan) apabila larangan atau keharusan untuk bertingkah laku dilanggar”, sedangkan Strafrecht (hukum pidana) dalam arti objektif adalah “segala larangan (verboden) dan keharusan (geboden) apabila dilanggar diancam pidana oleh undang-undang, selain hal tersebut hukum pidana dalam arti obejektif ini juga mengatur syarat-syarat kapan pidana itu dapat

dijatuhkan”2

1 Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib. 2016. Hukum pidana. Malang.setera Press 2 B. Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta 1992, Hlm.20-21

(2)

2. Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana

Dasar pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan. Dalam arti sempit kesalahan dapat berbentuk sengaja (opzet) atau lalai (culpa). Membicarakan kesalahan berarti membicarakan pertanggungjawaban pidana merupakan dasar fundamental hukum pidana sehingga kesalahan menurut Idema merupakan jantungnya hukum pidana. Hal ini

menunjukkan bahwa dasar dipertanggungjawabannya perbuatan

seseorang, doletakkan di dalam konsep/dasar pemikiran kepada terbukti tidaknya unsur-unsur tindak pidana. Artinya jika terbukti unsur-unsur pidana maka terbukti pula kesalahnnya dan dengan sendirinya dipidana. Ini berarti pertanggungjawaban pidana dilekatkankepada unsur-unsur

tindak pidana.3

3. Pengertian Pemidanaan

Pemidanaan didalam hukum di Indonesia adalah suatu cara atau proses untuk menjatuhkan sanksi atau hukuman pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana maupun pelanggaran. Pemidanaan merupakan kata lain dari sebuah penghukuman. Menurut Prof Sudarto, bahwa penghukuman berasal dari kata dasar “ hukum”, sehingga dapat diartikan

sebagai “menetapkan hukum” atau “ memutuskan tentang hukumanya”4.

3 E.Y. Kanter dan SR. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidanadi Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHAEM-PTHAEM, Jakarta, 1982,hlm.161

4 Muladi dan Barda Nawawi A. 1984. Teori – Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung. Hal. 01

(3)

a. Sistem Pemidanaan

The criminal justice system of the Netherlands is the system of practices and institutions of the Netherlands directed at upholding social control, deterring and mitigating crime, and sanctioning those who violate laws with criminal penalties and rehabilitation efforts5. Yang artinya yaitu sistem pemidanaan atau sistem peradilan pidana adalah sistem praktik dana tau institusi di Belanda yang mengaahkan untuk penegakkan social control, megurangi dan menghalangi kejahatan tentunya memberikan hukuman atau sanksi bagi pelanggar peraturan dengan hukuman pemidanaan dan upaya rehabiltasi.

b. Teori pada Pemidanaan

Teori hukuman dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu teori pembalasan, teori tujuan, dan teori kombinasi. Teori balas dendam dapat juga disebut teori absolut, yaitu dasar pemidanaan harus dicari dari kejahatan itu sendiri, karena kejahatan itu menimbulkan penderitaan bagi orang lain, dan pelaku kejahatan balas dendam juga harus menderita. Dalang pada teori ini yaitu Emmanuel Kant, mengatakan “Fiat justitia ruat coelum”, berarti bahwa sekalipun dunia ini besok kiamat, penjahat terakhir tetap harus melakukan kejahatan. Kant mendasarkan teori ini pada prinsip-prinsip etik dan

5Article of a Series On The Politics and Government of the Netherlands, Criminal Justice System

(4)

moral. Penggagas lainnya yaitu Hegel, yang mencetus bahwa hukum merupakan perwujudan kebebasan dan kejahatan merupakan tantangan bagi hukum dan keadilan. Karena itu, menurut dia, pelaku kejahatan harus diberantas. Sedangkan menurut Thomas Aquinas pembalasan yang sesuai adalah dengan ajaran tuhan karena itu harus

dilakukan pembalasan kepada si penjahat6.

Jadi dalam teori ini, tujuan dari pembalasan adalah untuk menghukum pelakunya, sehingga menimbulkan efek jera dan ketakutan untuk mengulangi kejahatan. Ada dua jenis teori retribusi

atau teori absolut, yaitu:7

1. Teori balas dendam bersifat objektif dan dipandu oleh realisasi

keinginan sosial untuk balas dendam. Dalam hal ini, perilaku pelaku harus dihukum dalam bentuk bencana atau kerugian, sepadan atau seimbang dengan penderitaan yang ditimbulkan oleh pelaku.

2. Teori pembalasan subyektif, ditujukan pada penjahat. Menurut

teori ini, yang harus dilunasi adalah kesalahan pelaku. Jika kerugian atau rasa sakit yang besar disebabkan oleh kesalahan kecil, maka pelakunya harus dihukum ringan.

c. Jenis Hukuman

Menurut penelusuran penulis, hukuman Indonesia mencakup 16 (enam belas) hukuman, yaitu: penjara, hukuman mati, penjara,

6 Erdianto Efendi, SH. M.Hum. 2011. Hukum Pidana Indonesia. Refika Aditama. Bandung. Hal. 142

(5)

penjara, denda, kewajiban, mengumumkan keputusan hakim, kehilangan status hukum dan selanjutnya penciptaan kondisi hukum baru. sanksi), pembekuan hingga pencabutan sertifikat atau izin, pencabutan hak tertentu, penyitaan barang tertentu, penghentian sementara pelayanan administrasi untuk mengurangi kuota produksi,

tindakan administratif8

1. Sanksi Pidana

Sanksi pidana, perdata, dan administrasi Pada dasarnya di wilayah hukum Indonesia pada umumnya paling sedikit terdapat 5 (lima) jenis sanksi hukum, yaitu:

a. Hukuman mati: Pasal 28A UUD 1945 atau UUD 1945 mengatur bahwa setiap orang berhak untuk hidup, berhak mempertahankan hidup, dan berhak meningkatkan kualitas hidup, yang dalam praktiknya dapat dibatasi dalam dokumen hukum. Hukuman mati berlaku untuk pelaku kejahatan tertentu, seperti kasus narkoba atau kasus yang disebutkan dalam UU No. 10. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau biasa disingkat UU Narkotika. Dalam kasusnya, tata cara pelaksanaan pidana mati diatur dalam Undang-Undang Nomor 02/PNPS/1964 (“UU 2/PNPS/1964”) tentang tata cara pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan biasa dan militer. Hukuman mati yang

8 Hukum Online. Hukuman-hukuman yang dikenal di Indonesia. http://www.hukumonline.com. 2014. Jumat. 12 Desember 2014

(6)

dijatuhkan oleh pengadilan atau pengadilan militer dilaksanakan dengan cara menembak.

b. Pemenjaraan: Pemenjaraan adalah kejahatan dasar dan dapat dihukum untuk jangka waktu tertentu atau penjara seumur hidup. Jangka waktu pidana penjara yang diatur dalam Pasal 12 KUHP berkisar antara satu hari sampai dengan 20 tahun berturut-turut.Selama masa pidana penjara, kewajiban kerja yang diatur dalam Pasal 14 KUHP harus dipenuhi. Pidana penjara dikenakan kepada orang yang melakukan kejahatan atau pelakunya.

c. Denda: denda dikenakan atas pelanggaran peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 30(2) KUHP, pidana penjara digunakan jika denda tidak dibayar.

d. Sanksi penutupan perkara: Penyembunyian merupakan salah satu bentuk pidana pokok yang diatur dalam Pasal 10 KUHP. Tambahan pertanggungan asuransi pidana ini didasarkan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang Jaminan Sanksi (“UU No. 20/1946”).

Hakim dapat memenjarakan seseorang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan pidana penjara karena alasan-alasan yang dapat dibenarkan. Inilah yang dinyatakan dalam Pasal 2(1) UU No. 20/1946:

(7)

b. Hilangnya status hukum, diikuti dengan munculnya status hukum baru.

Penjelasan mengapa hukum pidana dalam hukum perdata menganut kedua bentuk di atas dapat dilihat pada pasal tentang sanksi hukum (pidana, perdata dan administrasi). Dalam prakteknya, hakim yang mengadili dan memutus perkara perdata juga dapat menghukum para pihak dalam bentuk sebagai berikut: membayar ganti rugi materiil dan membayar ganti rugi nonmateri.

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mengatur bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain (pihak) harus mengganti kerugian

orang yang menyebabkan kerugian karena kesalahan.9

2. Sanksi Administratif/Administrasi

Sanksi administratif/administrasi adalah sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administratif atau peraturan administratif yang sah. Secara umum bentuk sanksi administrasi/administrasi adalah sebagai berikut:

a. Denda;

b. dibekukan sampai sertifikat dan/atau izin dicabut; c. Menghentikan sementara layanan administrasi untuk

mengurangi produksi dan distribusi;

(8)

d. Tindakan administratif. B. Kriminologi

Kriminologi berasal dari kata crime yang berarti kejahatan dan logos yang berarti ilmu, sehingga kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan dan kejahatan. Definisi ahli:

1. W.A Bonger : Kriminologi adalah ilmu yang bertujuan untuk

menyelidiki gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya.

2. Sutherland : Kriminologi adalah ilmu lengkap yang memperlakukan

kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk proses hukum, tindakan ilegal, dan proses menanggapi tindakan ilegal.

3. Wood : Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang diperoleh

berdasarkan teori atau pengalaman yang berkaitan dengan perbuatan jahat dan penjahat, termasuk tanggapan masyarakat terhadap perbuatan

jahat dan penjahat.10

C. Pengertian Pembatan Sosial Berskala Besar (PSBB)

PSBB adalah singkatan dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini merupakan peraturan yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 agar segera dapat diterapkan di berbagai daerah. Aturan PSBB tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi (Oscar Primadi) mengatakan dalam keterangan tertulis, PSBB mencakup pembatasan

10 Wikipedia, Kriminologi, https://id.wikipedia.org/wiki/Kriminologi.com, 2020, 14 Desember 2020

(9)

aktivitas tertentu warga tertentu di wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19. “Pembatasan tersebut meliputi hari libur di sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan transportasi, dan pembatasan kegiatan lain khususnya yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara,” ujarnya. Mengatakan.

Adapun Kriteria wilayah yang menerapkan pemberlakuan PSBB yaitu wilayah yang memiliki peningkatan jumlah kematian dan kasus akibat wabah COVID-19 secara signifikan dan cepat serta memiliki kaitan epidemiologis

dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain11

PSBB dilaksanakan selama masa inkubasi (selang waktu yang berlangsung antara pajanan terhadap pathogen hingga kejala-gejala pertama kai muncul) terlama dan dapat diperpanjang bila terdapat tanda-tanda penularan. Menteri Kesehatan menjelaskan bahwa tempat kerja dan sekolah ditutup, terkecuali untuk kantor atau lembaga strategis yang memberikan pelayanan seperti:

1. Pertahanan dan Keamanan Negara 2. ketertiban umum

3. Kebutuhan makanan

4. Bahan bakar minyak dan gas alam 5. Pelayanan Kesehatan

6. Ekonomi

11 Tirto.id, Arti PSBB yang Dibuat untuk Cegah Penyebaran Corona di Indonesia. 2020. ditulis oleh Dipna Videlia Putsanra 13 April 2020 pukul 13.25

(10)

7. Keuangan 8. Komunikasi 9. Industri

10. Impor dan Ekspor

11. Persyaratan dasar seperti logistik dan distribusi.

Bentuk pembatasan kegiatan keagamaan adalah dengan melaksanakan kegiatan keagamaan di rumah, dengan partisipasi keluarga dalam jumlah terbatas, sehingga setiap orang menjaga jarak. Selain itu, kegiatan keagamaan dilakukan sesuai dengan peraturan hukum, perintah agama, atau pendapat lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah. Dan menyesuaikan jarak antara orang-orang. Adanya pembatasan pada kegiatan. Kegiatan tersebut dikecualikan bagi:

1. Supermarket, pasar kecil, pasar, toko atau tempat yang menjual obat-obatan dan alat kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sembako, sembako, bahan bakar minyak, gas bumi, dan energi.

2. Fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain yang berkaitan dengan kinerja pelayanan kesehatan.

3. Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lainnya, termasuk tempat atau fasilitas umum untuk kegiatan olahraga.

Kemudian, pembatasan kegiatan sosial budaya dilakukan dalam bentuk pelarangan masyarakat untuk mengikuti kegiatan sosial budaya, dan berpedoman pada pendapat dan peraturan perundang-undangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah.

(11)

Pembatasan metode transportasi tidak termasuk:

1. Angkutan penumpang umum atau pribadi, perhatikan jumlah penumpang dan jaga jarak antar penumpang

2. Moda angkutan barang memperhatikan kebutuhan pokok masyarakat. Dalam rangka menjaga kedaulatan negara dan menjaga keutuhan wilayah, tidak ada pembatasan terhadap kegiatan lain yang khusus berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara, tetapi pembatasan terhadap penduduk tetap dipatuhi, dan mengacu pada kesepakatan, peraturan perundang-undangan.

Penyebaran Corona Virus Disease 2019 atau COVID 19 di Indonesia saat ini semakin meningkat dan meluas di seluruh wilayah dan negara, serta jumlah kasus dan/atau kematian yang semakin meningkat. Pertumbuhan ini telah berdampak pada politik, ekonomi, masyarakat, budaya, pertahanan dan keamanan negara, serta kesejahteraan rakyat. (COVID-19) berupa pembatasan sosial berskala besar. Menekan penyebaran penyakit virus corona. 2019 (COVID-19) menjadi semakin umum. Tindakan tersebut antara lain membatasi aktivitas tertentu penduduk di wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19, termasuk membatasi pergerakan orang dan/atau barang di provinsi atau wilayah/kota tertentu untuk mencegah penyebaran COVID-19. ). Pembatasan tersebut dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui hari libur sekolah dan hari kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

(12)

Dalam Peraturan Pemerintah ini mengatur pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dan dapat dilakukan

oleh Pemerintah Daerah berdasarkan persetujuan Menteri Kesehatan12.

D. Kajian Teoritis Mengenai Pelanggaran

Secara etimologis berasal dari kata kerja “langar”, yang artinya perbuatan melawan sugesti. Setelah diberi awalan pe- dan akhiran -an, menandakan adanya pelanggaran terhadap sistem hukum atau aturan yang

disepakati13

Menurut hukum pidana, konsep itu sebenarnya adalah kejahatan atau kejahatan. Satu-satunya perbedaan di antara mereka adalah:

1. satu jenis. Perbuatan melawan hukum pada umumnya diatur dalam Buku III KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), antara lain kesusilaan, pelanggaran ketertiban umum, dan lain-lain. Buku kedua KUHP mengatur tentang kejahatan, termasuk kejahatan seperti pencurian dan pembunuhan.

2. Bentuk-bentuk perilaku yang dilarang tersebut selanjutnya melanggar norma-norma yang mengatur ketertiban sosial, sehingga dampak atau akibat dari perbuatan melawan hukum menjadi lebih ringan dari pada kejahatan lainnya, seperti adanya pelanggaran pada lalu lintas yang tidak

12

Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang

Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

13 WJS Poerwadarminto. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pusaka. Jakarta. 1998. Halaman 369

(13)

dapat mencerminkan keutuhan surat-surat tandan izin kendaraan bermotor. Dibandingkan pada kejahatan yanp dilarang dalam bentuk peraturan non-umum,

3. Hukuman pidana untuk perbuatan melawan hukum relatif ringan, biasanya pidana kurungan tetap atau denda, meskipun hukumannya umumnya tidak lebih dari satu tahun pidana kurungan. Pada saat yang sama, hukuman pidana lebih berat, selain 20 tahun penjara, penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati juga dapat dijatuhkan.

4. Percobaan kejahatan tidak dihukum, tetapi percobaan kejahatan tetap harus dihukum.

E. Tinjauan Tugas dan Kewenangan Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Polisi

Kata “polisi” memiliki makna yang bervariasi dari satu negara dengan negara lain, yang dimaksud arti bervariasi dilihat dari sejarah, bahasa serta kebiasaan yang ada pada negara tersebut. Misal menurut saya, kata 'polisi' di negara Inggris yaitu constable yang berarti penyebutan bagi pangkat terendah yang dijabatnya dikalangan kepolisian atau police constable dan berarti kantor polisi atau office constable.

Pendapat Momo Kelana yang berada di Amerika Serikat, istilah "Sharif" pada kebenarannya berasal dari struktur sosial Inggris. Oleh karena itu, diperoleh istilah yang berbeda tergantung pada bahasa, seperti "polisi" dalam bahasa Inggris, "polizei" dalam bahasa Jerman, dan "politie" dalam bahasa Belanda. Kata “polisi” dalam bahasa Indonesia

(14)

merupakan hasil proses Indonesiaisasi yang berevolusi dari kata Belanda

“politie”14

Pendapat Momo Kelana, kata 'polisi' di negara Indonesia berasal dari revolusi negara Belanda 'politie', seperti 'polizei' dalam negara Germany. Semua tergantung pada struktur sosial dan bahasa yang berbeda di setiap negara. "polisi" digunakan untuk menyebut bagian dari pemerintahan. Kata 'polisi' sebenarnya berawal dari bahasa Yunani 'politie' yang berarti pemerintahan negara kota. Dapat disimpulkan bahwa kata 'polisi' disebutkan sebagai bagian dari aparatur di pemerintahan

Momo Kelana percaya dalam konsep "polisi" memiliki banyak persamaan di belahan negara, contohnya; negara Inggris; "polisi" (Polisi) adalah untuk melindungi orang dan harta benda mereka dari ketertiban umum dari bahaya yang diharapkan atau gangguan publik dan perilaku ilegal .kondisi dari. negara Jerman, "polisi" (Polizei) merupakan badan yang mengasihkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang tugas atau fungsi dan wewenang dalam menindaklanjuti gangguan atau bahaya

terhadap ketertiban dan keamanan, dan perilaku ilegal15

Sementara Indonesia, “polisi” merupakan apparat atau badan pemerintah bertanggung jawab menjaga keamanan dan ketertiban

masyarakat, menangkap dan melacak pelaku16

14 Momo Kelana. Hukum Kepolisian. PTIK dan PT. Grasindo. Jakarta. 1994. Hal. 13 15 Ibid, halaman 17.

(15)

2. Sejarah Kepolisian

Masa penjajahan kolonial Belanda, polisi dikategorikan sebagai Menteri Kepolisian, bertugas menjaga perkebunan dan hutan, memberantas candi-candi penyelundupan, dan diangkat oleh presiden. Bersamaan dengan itu, pada waktu itu berlaku juga Kekuasaan Negara Nomor 1 dan Nomor 13 dan Nomor 125 tentang kekuasaan dan kepolisian, dan mereka mempunyai kekuasaan-kekuasaan sebagai berikut:

a. satu jenis. Singkirkan semua rintangan di jalan umum tanpa izin dari pihak berwenang.

b. Jika rintangan tidak menyala di malam hari, maka konfirmasikan pencahayaan/pencahayaan (dengan biaya orang yang memegang rintangan)

c. Menangkap hewan-hewan berkeliaran tanpa penggembala memasuki pekarangan/perkebunan/lahan tempat orang ditanam. d. Membubarkan masyarakat tanpa izin.

e. Menerbitkan perintah atau perintah wajib yang beradi di jalanan umum untuk meminialisir terjadinya kecelakaan pada lalu lintas. Selama orang-orang negara Jepang memasuki wilayah Indonesia, dapat simpulkan bahwa tidak aturan atau peraturan dasar pada kepolisian. Polisi pada saat itu dasarnya hanya melanjutkan dan mematuhi peraturan yang ada saat penjajahan Hindia Belanda dan disesuaikan pada kepentingan dan kebutuhan pemerintah militer penjajahan Jepang.

(16)

Lalu kemudian hal ini dimaklumi karena waktunya terlalu cepat atau selama tiga tahun. Ditambah dengan suasana perjuangan dan suasana perjuangan, tidak mungkin merumuskan peraturan baru. Selain itu, dilihat dari kepentingan pemerintah militer Jepang, tampaknya polisi tidak perlu diawasi. Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa pemerintah militer Jepang lebih memilih tindakan di luar hukum.

Melihat status polisi pada masa penjajahan Negara Jepang, tidak ada peraturan yang bisa dijadikan dasar. Saat itu status resmi kepolisian seolah melanjutkan staatsblaad 1813 no.373 juncto staatsblaad 1932 no.52, dengan melibatkan pimpinan harian dan polres di provinsi Jawa dan Madura. Pegawai negri Sipil.

Pembagian distrik kekuasaan polisi disesuaikan dengan pembagian distrik militer Jepang. Setelah reorganisasi Polda Jawa dan Madura (1944), dibentuk Departemen Kepolisian Pemerintah Pusat (Pusat Polri) di tingkat pusat. Angkatan Darat Jepang) hanyalah pusat organisasi kepemimpinan eksekutif dan kepemimpinan kontrol polisi.

Adapun tugas dan wewenang membantu Jepang dalam perang. Oleh karena itu, polisi terlibat langsung dalam tugas-tugas yang berhubungan dengan pertahanan, seperti mencegah bahaya udara, mengukur jembatan, dan membantu membangun benteng.

Akibatnya, banyak misi yang dilakukan tanpa dasar hukum karena mendapat instruksi dari panglima tentara setempat dan ditunjuk untuk upaya perang.

(17)

Pada era Kemerdekaan Indonesia, tujuan polisi sejalan dengan tujuan negara dan rakyat. Sementara itu, alinea keempat Pembukaan UUD 1945 memuat tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta tujuan yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk ketertiban pribadi. Orang Indonesia. Orang secara keseluruhan. Tujuan nasional dari negara yang sah pada akhirnya adalah kesejahteraan rakyat. Kepentingan pemerintah dan rakyat bersatu dan bersinergi, oleh karena itu polisi adalah milik rakyat, milik rakyat, dan mengabdi kepada rakyat. Artinya rakyat memiliki hak dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengontrol pengoperasian alat-alat negara termasuk kepolisian setiap saat.

Pada saat kemerdekaan, status kepolisian di Indonesia telah berubah, pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan perkembangan tugasnya yang pesat. Pentingnya penetapan status polisi tercermin dalam pengumuman pemerintah pada 1 Oktober 1945, dua bulan setelah pengumuman tersebut, yang menyatakan bahwa kedudukan polisi masih menjadi milik Departemen Dalam Negeri dan secara taktis ditangani dalam sesuai dengan perintahan Jaksa Agung dari Pemerintah Daerah.

Pada tahun 1946 diundangkan Keputusan Pemerintah Nomor 11/So/1946 pada tanggal 1 Juli 1946. Sejak itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia telah menjadi departemen independen dari "Badan Kepolisian Negara" di bawah pimpinan Perdana Menteri. Peraturan

(18)

pemerintah ini untuk memperbaharui status kepolisian Indonesia. Oleh karena itu, tanggal 1 Juli diperingati sebagai Hari Bhayangkara setiap tahun.

Antara tahun 1946 dan 1959, status kepolisian berubah dan ditingkatkan, sampai akhirnya dikeluarkan keputusan presiden pada tanggal 5 Juli 1959, yang menetapkan bahwa UUD 1945 diterapkan kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan undang-undang dasar menjadi polisi mempunyai kekuatan hukum karena ketentuan tentang kekuasaan kepolisian dalam UUD Sementara 1950 tidak termasuk dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berlaku kembali.

Menurut alinea terakhir Pasal 54 C Ketetapan MPRS Nomor 11 Tahun 1960, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia terdiri atas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Kepolisian Negara. Pernyataan ini kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Pokok-Pokok Kepolisian, dimana dinyatakan bahwa:

1. Departemen kepolisian menyelenggarakan tugas Polisi Republik Indonesia.

2. Kepolisian Negara adalah Angkatan Bersenjata.

Menurut Keppres No. 290 Tahun 1964, status polisi setara dengan tiga angkatan bersenjata (darat, laut, dan udara). Keppres Nomor 52 Tahun 1969 ini lebih lanjut melengkapi Keppres tersebut, yang menetapkan

(19)

bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kementerian Pertahanan dan Keamanan. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia, maka kedudukan, fungsi, dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian integral dari angkatan bersenjata Indonesia menjadi semakin jelas dan rinci.

Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982, Angkatan bersenjata meliputi:

a. TNI AD b. TNI AL c. TNI AU d. POLRI

Pokok-pokok Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 1 menetapkan keputusan Pasal 1 tentang Kedudukan Perwira Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor Kep/II/P/III/1984, yaitu: Polisi, disingkat POLRI, merupakan bagian integral dari ABRI dan kedudukannya adalah milik Panglima Angkatan Bersenjata.”

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Kepolisian Negara Republik Indonesia tahun 2002, Kepolisian Negara Republik Indonesia dipisahkan dari komponen ABRI, terlepas dari komando langsung

(20)

Presiden, dan tidak lagi berada di bawah yurisdiksi Panglima seperti sebelumnya. . Diundangkan pada tahun 2002.

F. Tugas Polri

Jika disimak Tugas Kepolisian Republik Indonesia adalah :

a. Melaksanakan fungsi kepolisian umum baik di bidang represif maupun bidang preventif.

b. Melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan koordinasi serta pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

c. Membina dan mengawasi pelaksanaan fungsi kepolisian khusus yang diemban oleh alat/ badan pemerintah yang mempunyai kewenangan kepolisian terbatas.

d. Membina kemampuan dan kekuatan serta pelaksanaan fungsi

penertiban dan penyelamatan masyarakat dalam rangka

mengembangkan system Kamtibmas yang bersifat swakarsa.

e. Melaksanakan tugas-tugas lain yang dibebankan oleh peraturan

perundangan.17

Selanjutnya tugas Polri secara yuridis terdapat pada pasal 13 Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2002 bahwa : “Tugas Pokok Kepolisian Negara republik Indonesia adalah :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum;

(21)

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.”

Bahwa penerapan operasionalnya pada pasal tiga belas tersebut dapat dilihat di Pasal berikutnya adalah pasal empat belas Undang-undang tahun 2002 Nomor 2, yang berisi : “Dalam melaksanakan tugas pokok sebagai mana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas sebagai :

a. Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam rangka menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pengawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangan lainnya;

(22)

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana

termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian;

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundangan.” G. Tinjauan Tentang Pelanggaran PSBB

Pada bulan Maret 2020 Indonesia terkena dampak yaitu wabah virus Corona atau Covid-19, warga yang pertama kali terpapar wabah ini ialah warga Depok lalu pada tanggal 23 April 2020 menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia angka yang terjangkit wabah ini semakin banyak mencapai 7.775 atau meningkat 357 dari sebelumnya, kasus ini relatif cukup tinggi.

Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan baru pada tanggal 31 Maret 2020 yaitu Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatana Masyarakat Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besardalam Rangka Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19.

(23)

Bebrapa dampak dari pandemi Covid-19 telah melumpuhkan berbagai sektor di Indonesia contohnya seperti sektor pariwisata, ekonomi, pendidikan maupun sosial. Banyak tindakan yang diambil oleh pemerintah seperti social distancing, physical distancing, menutup seluruh wisata di Indonesia, meliburkan sekolah hingga Universitas, hal itu mengakibatkan beberapa masyarakat kehilangan pekerjaan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tentunya berdampak pada sosial ekonomi lalu pekerja yang notabennya bisa dikerjakan dirumah di alihkan menjadi work from home (bekerja dirumah) semua masyarakat terkena dampak tidak terkecuali seperti pedagang, tukang becak ojek online karena adanya wabah ini membuat semua orang menjadi dirumah aja atau biasa di viralkan mendijadi #dirumahaja dan tentunya tidak boleh melakukan aktivitas yang sifatnya mengundang keramaian tidak hanya masyarakat kecil, perusahaan-perusahan pun mulai bangkrut, perekonomian negara menjadi tidak stabil. Tentunya kebijakan ini

dalam menanggulangi pandemi ini, warga memerlukan kebijakan serta aksi yang tentu oleh pemerintah semacam yang diamanatkan oleh Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28A yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya” dan Pasal 28 H ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, oleh karena dasar itulah kajian ini dibuat sehingga dalam pembahasannya nanti akan melihat berbagai kebijakan yang

(24)

dikeluarkan oleh pemerintah, apakah itu efisien dalam menangani pandemi saat ini atau tidak, dan juga memberikan sedikit tanggapan argumentatif untuk PSBB di beberapa wilayah yang mana hal tersebut memicu banyaknya pelanggaran, tidak semata-mata dilakukan dengan unsur ketidak sengajaan karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi masing-masing orang.

Selain mengacu pada UU Sanitasi, kebijakan pemerintah daerah yang menggunakan UU sanitasi juga UU sanitasi dan karantina, misalnya Pasal 59 UU No 6 Tahun 2018 mengatur tentang sanitasi dan karantina, No 30.

Tentang sanksi administrasi bagi setiap orang sebagai subjek hukum yang diatur dalam Pasal 126 Perda Nomor 11 Tahun 2018, mengacu pada unsur setiap orang dalam Pasal 7 (1) a, b, c, dan d, yaitu, tentang kewajiban setiap orang dalam pengelolaan kesehatan, dan unsur badan hukumnya diubah menjadi perseroan. Perwali No.37/2020 adalah Perkantoran, Pertokoan, Rumah Makan, Pusat Perbelanjaan, dll. Berdasarkan izin dari Pemerintah Daerah dan merupakan milik Instansi Daerah Kota Bogor yang bertanggung jawab seperti Satpol PP, Dinas Perhubungan, Tenaga Kerja dan layanan imigrasi.

Sanksi yang diberikan wajib didasarkan sanksi sosial atas pelanggran PSBB, Ialah pelanggaran dengan membayar denda administratif, apabila tidak sanggup hingga ditukar sanksi kerja sosial semacam mensterilkan fasilitas sarana universal serta artinya selaku pembinaan untuk pelanggar. Diskresi ini pastinya tidak boleh melanggar HAM ataupun melebihi kewenangan Pemda, serta bisa dibaca Pergub Jawa Barat No 40 Tahun 2020. Terpaut terdapatnya

(25)

Diskresi pelaksanaan sanksi kerja sosial sudah jelas, perihal itu merujuk pada pasal 1 angka 9 UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Pertimbangan dari sisi norma bila pelanggar tidak bisa membayar denda administratif yang didetetapkan, hingga bisa ditukar dengan kerja sosial, serta kerja sosial tersebut sangat simpel bukan sebagaimana yang dimaksudkan dalam UU yang mempraktikkan sanksi Pidana. Buat lebih memahami kewenangan Pemda membuat sanksi kerja sosial tertuang di Pasal 22 UU No 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.

Diskresi cuma bisa dicoba oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang, tiap pemakaian Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan buat, melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, membagikan kepastian hukum; serta menanggulangi stagnasi pemerintahan dalam kondisi tertentu guna kemanfaatan serta kepentingan umum

H. Teori cuasa/ Penyebab terjadinya Kejahatan dan Pelanggaran

Bagi ajaran kausalitet terdapatnya sesuatu akibat tentu terdapat perihal yang menyebabkannya. Karena itu tidak cuma satu namun ialah rangkaian dari sebab- sebab yang memunculkan sesuatu akibat.

Perilaku jahat manusia menurut Kohlberg ditentukan oleh setidak-tidaknya dua faktor yaitu :

a. Faktor pendorong adalah keinginan yang datang dari dalam diri manusia itu sendiri yang menuntut untuk dipenuhi egonya dan dorongan keinginan yang datang dari luar;

(26)

b. Faktor penghambat adalah kendali dari dalam diri sendiri hukuman,

ancaman dan lain-lain18

Azhab Sosialis, memandang kalau kejahatan mencuat sebab tekanan

ekonomi19 Seorang jadi jahat sebab terlilit perkara ekonomi, semacam fkir

miskin, yang pengangguran ataupun baru di- PHK.

Jadi tiap manusia dalam kerutinan hidupnya serta pendapatnya senantiasa menjajaki kondisi area dimana dia hidup. Ataupun dengan perkataan lain, kondisi area dimana seorang umumnya hidup, mempengaruhi besar terhadap tingkah laku serta perbuatan orang tersebut. Aspek yang tidak kalah berartinya dengan fakor- faktor pemicu munculnya tindak pelanggaran merupakan peluang.

I. Upaya Penanggulangan pelanggaran PSBB

Menurut teori hukuman oleh psikolog Good and Grophy yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto, teori hukuman adalah sebagai berikut:

1. Leisure theory Teori ini percaya bahwa dengan menghukum subjek atas perilaku yang salah, hubungan reaksi kegembiraan antara perilaku yang salah dan hukuman menjadi rapuh.

2. Teori pencegahan Teori ini berpendapat bahwa jika subjek dihukum, dia tidak akan mengulangi perilaku yang menyebabkan hukuman asli.

18 Noach, Simanjuntak dan Pasaribu, Kriminologi, Tarsito, Bandung, 1984, halaman 378 19 Made Darma Weda. Kriminologi. Rajawali Press, 1996. Hal 15

(27)

3. Teori sistem motivasi Teori ini menyatakan bahwa jika seorang individu dihukum, maka sistem motivasi internal individu tersebut akan berubah.

Upaya penegakan hukum bagi pelanggar PSBB merupakan upaya untuk penanggulangan atau pencegahan terjadinya pelanggaran PSBB. Artinya, pencegahan wabah pandemi Covid 19 ini harus diterapkan dengan cara memberikan sanksi pidana bagi warga atau yang melakukan pelanggaran.

Sesuai SK Kapolri Nomor 1 (satu) Mak/2/III/2020 Terkait kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah dalam menangani penyebaran virus corona, polisi kemudian mengambil tindakan untuk melindungi mereka yang tidak mendengarkan imbauan (PSBB), meski sebagian besar kemudian dibebaskan kembali. Namun, tentunya jika ketegasan ini ditegakkan, banyak masyarakat yang melanggarnya akan menjadi narapidana, dan kemudian mereka harus diadili dan dipenjarakan sesuai dengan hukum.

Pada Pasal 93 “UU Kesehatan dan Karantina” dengan jelas mengatur bahwa dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (100 juta rupiah), sedangkan Pasal 218 KUHP mengatur bahwa barang siapa berkumpul pada waktu itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda setinggi-tingginya 9.000 rupiah, dan penguasa tidak dapat segera pergi setelah tiga

perintah dari pejabat yang berwenang atau atas nama pejabat yang berwenang20

Dua gambaran kebijakan hukum di atas sebenarnya merupakan hal yang lumrah di negara yang negara hukumnya berdaulat. Kebijakan yang diambil

(28)

didasarkan pada kebijakan hukum yang bertujuan untuk kemaslahatan masyarakat. Wajar untuk menyelamatkan warga dari mewabahnya pandemi Covid-19 dengan memberikan kebebasan kepada narapidana yang sudah berada di ambang waktu luang dan memberikan sanksi dengan membatasi mereka yang keras kepala menghindari keramaian, meski hal ini mungkin terkesan membingungkan. Bahkan dalam teori politik hukum, pendapat Sudato (1981) merupakan upaya untuk mencapai regulasi yang baik dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan situasi dan keadaan. Sanksi dikenakan kepada mereka yang melanggar ketentuan undang-undang, ketentuan ini tidak dilarang sebelumnya dan kemudian dilarang, ini juga merupakan kebijakan hukum pidana atau criminal policy. Kebijakan kriminal yang digambarkan oleh Barda Nawawi Arief (2006) dapat juga disebut sebagai kebijakan pemidanaan. Ia merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana (tidak dipidana) menjadi suatu tindak pidana (perbuatan yang dapat dipidana). Jadi hakikatnya kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal (criminal policy) dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal) sehingga termasuk bagian dari kebijakan hukum pidana (penal policy).

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa tindak pidana korupsi tidak hanya terbatas pada perbuatan yang selama ini dipahami oleh masyarakat pada umumnya yaitu

1) Setiap orang termasuk pegawai negeri, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari.. suatu

Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemar ke dalam air pada sumber air sehingga tidak

Indeks Williamson dengan angka diatas 0,4 menunjukkan bahwa Kabupaten Magelang masuk dalam wilayah dengan ketimpangan pendapatan yang tinggi, tingginya ketimpangan ini salah

Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Sistem Pengendalian Internal Terhadap Kualitas

(1) PPDB melalui jalur zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a diperuntukkan bagi calon peserta didik baru yang berdomisili di dalam wilayah zonasi

tidak mendapat asupan gizi yang baik. Namun ada sisi positif yang bisa dilihat dimana adanya jaminan kesehatan dan penambahan rumah sakit dan tenaga medis meskipun belum

Manfaat dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu landasan ilmiah bagi para peneliti dalam formulasi sediaan tabir surya bahan alam ekstrak etanol