• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bencana

1. Pengertian Bencana

Menurut UU No.24/2007 tentang penanggulangan bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Istilah yang sering digunakan terkait dengan bencana diantaranya risiko (risk), kerentanan

(vulnerabilty), kerawanan (susceptibility) dan bahaya (hazard). Berikut beberapa

pengertian istilah-istilah tersebut berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana:

a. Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

b. Kerawanan adalah kondisi atau karakteristik geologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.

(2)

6

d. Kerentanan adalah kondisi suatu masyarakat yang menyebabkannya menjadi lebih lemah dalam menghadapi bencana.

Depsos RI (2004) menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia dan atau keduanya yang mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Bencana alam merupakan peristiwa yang diakibatkan proses alam, dimana proses alam ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan di muka bumi. Depsos (2004) mengklasifikasikan bahwa sumber bencana diakibatkan oleh 2 faktor yaitu:

a) Alam

Bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh terjadinya proses alam, seperti Gempa bumi, Gunung meletus, Tsunami dan sebagainya.

b) Ulah dan/atau perbuatan manusia

Bencana sosial (perbuatan manusia) adalah bencana yang diakibatkan pengaruh manusia, seperti penebangan hutan atau sampah yang menyebabkan banjir, kekeringan dan sebagainnya.

2. Tsunami

Istilah ”tsunami” diadopsi dari bahasa Jepang, dari kata tsu yang berarti pelabuhan dan nami yang berarti ombak. Dulu kata tsunami terjadi, orang-orang Jepang akan segera menuju pelabuhan untuk menyaksikan kerusakan yang ditimbulkan akibat tsunami, sejak itulah dipakai istilah tsunami yang bermakna “gelombang pelabuhan” (Sutowijoyo, 2005).

(3)

7

Tsunami adalah gelombang yang terjadi karena gempa bumi atau letusan gunung api di laut (Triatmodjo, 2008:100). Gelombang yang terjadi bervariasi dari 0,5 m sampai 30 m dan periode dari beberapa menit sampai sekitar satu jam. Cepat rambat gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut. Semakin besar kedalaman semakin besar kecepatan rambatnya. Pada kedalaman 5000 m cepat rambat tsunami mencapai 230 m/d (sekitar 830 km/jam), pada kedalaman 4000 m sebesar 200 m/d dan pada kedalaman 40 m cepat rambatnya 20 m/d. Panjang gelombang tsunami, yaitu jarak antara dua puncak gelombang yang berurutan bisa mencapai 200 km. Di lokasi pembentukan tsunami (daerah episentrum gempa) tinggi gelombang tsunami diperkirakan antara 1,0 m dan 2,0 m, selama penjalaran dari tengah laut (pusat terbentuknya tsunami) menuju pantai, tinggi gelombang menjadi semakin besar karena pengaruh perubahan kedalaman laut, setelah sampai di pantai gelombang naik (run-up) ke daratan dengan kecepatan tinggi yang bisa menghancurkan kehidupan di daerah pantai. Air kembali ke laut setelah mencapai puncak gelombang (run-down) bisa menyeret segala sesuatu kembali ke laut. Gelombang tsunami dapat menimbulkan bencana di daerah yang sangat jauh dari pusat terbentuknya (Triatmodjo, 2008: 100-101).

Tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi di laut tergantung pada beberapa faktor sebagai berikut ini.

a. Kedalaman pusat gempa (episentrum) dibawah dasar laut h (km). b. Kekuatan gempa M yang dinyatakan dalam skala Richter.

(4)

8

3. Penyebab Tsunami

Banyak penyebab terjadinya tsunami, seperti gempa bawah laut (ocean-baottom

earthquake), gunung api (volcanoes). Dari penyebab tersebut, gempa bawah lautlah

yang paling sering dan paling berbahaya (Sutowijoyo, 2005). Beberapa penyebab terjadinya tsunami :

a. Longsoran Lempeng Bawah Laut (Undersea landlides)

Gerakan yang besar pada kerak bumi biasanya terjadi di perbatasan antar lempeng tektonik. Celah retakan antara kedua lempeng tektonik ini disebut sesar

(fault). Sebagai contoh, di sekeliling tepian Samudera Pasifik yang biasanya disebut

Lingkaran Api (Ring of Fire), lempeng samudera yang lebih padat menunjam masuk ke bawah lempeng benua. Proses ini dinamakan dengan penunjaman (subduction). Gempa subduksi sangat efektif membangkitkan gelombang tsunami.

b. Gempa Bumi Bawah Laut (Undeesea Earthquake)

Gempa tektonik merupakan salah satu gempa yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng bumi. Jika gempa semacam ini terjadi di bawah laut, air di atas wilayah lempeng yang bergerak tersebut berpindah dari posisi ekuilibriumnya.

Gelombang muncul ketika air bergerak oleh pengaruh gravitasi kembali ke posisi ekuilibriumnya. Apabila wilayah yang luas pada dasar laut bergerak naik maupun turun, tsunami dapat terjadi. Berikut ini beberapa persyaratan terjadinya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi:

a) Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0-30 km) b) Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter c) Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun

(5)

9

Gempa yang menghasilkan tsunami, tergantung pada beberapa faktor utama seperti tipe sesaran (fault type), kemiringan sudut antar lempeng (dip angle), dan kedalaman pusat gempa (hypocenter). Gempa dengan karakteristik tertentu akan menghasilkan tsunami yang sangat berbahaya dan mematikan, yaitu:

1) Tipe sesaran naik (thrust/ reverse fault), seperti terlihat pada Gambar 2.1. Tipe ini sangat efektif memindahkan volume air yang berada diatas lempeng untuk bergerak sebagai awal terjadi tsunami.

2) Kemiringan sudut tegak antar lempeng yang bertemu. Semakin tinggi sudutnya (mendekati ), makin efektif tsunami yang terbentuk.

3) Kedalaman pusat gempa yang dangkal (< 70 km). Semakin dangkal kedalaman pusat gempa, makin efektif tsunami yang ditimbulkan (Sutowijoyo, 2005).

Gambar 2.1 Jenis-jenis sesaran lempeng

a) Aktivitas Vulkanik (Volcanic Aktivities)

Pergeseran lempeng di dasar laut, selain dapat mengakibatkan gempa juga sesekali menyebabkan peningkatan aktivitas vulkanik pada gunung berapi. Kedua hal ini dapat menggoncangkan air laut di atas lempeng tersebut. Demikian pula, meletusnya gunung berapi tertetak di dasar samudera juga dapat menaikkan air dan membangkitkan gelombang tsunami.

(6)

10

b) Tumbukan Benda Luar Angkasa (Cosmic body Impacts)

Tumbukan dari benda luar angkasa seperti meteor merupakan gangguan terhadap air laut yang datang dari permukaan. Tsunami yang timbul karena sebab ini umumnya terjadi sangat cepat dan jarang mempengaruhi wilayah pesisir yang jauh dari sumber gelombang. Sekalipun begitu, apabila pergerakan lempeng dan tabrakan benda angkasa luar cukup dahsyat, kedua peristiwa ini dapat menciptakan megatsunami.

Tsunami bisa merambat ke segala arah dari sumber asalnya dan bisa melanda wilayah yang cukup luas, bahkan didaerah belokan, terlindung atau daerah yang cukup jauh dari sumber asal tsunami. Kecepatan tsunami tergantung dari kedalaman air. Di laut dalam dan terbuka, kecepatannya mencapai 800-1000 km/jam. Ketinggian tsunami di lautan dalam hanya mencapai 30-60 cm, dengan panjang gelombang mencapai ratusan kilometer, sehingga keberadaan mereka di laut dalam susah dibedakan dengan gelombang biasa, bahkan tidak dirasakan oleh kapal-kapal yang sedang berlabuh di tengah samudra. Berbeda dengan gelombang karena angin, dimana hanya bagian permukaan atas yang bergerak, gelombang tsunami mengalami pergerakan diseluruh bagian partikel air, mulai dari permukaan sampai bagian dalam samudra (Sutowijoyo, 2005).

Tsunami memasuki perairan yang lebih dangkal, ketinggian gelombangnya meningkat dan kecepatannya menurun drastis, meski demikian energinya masih sangat kuat untuk menghanyutkan segala benda yang dilaluinya. Arus tsunami dengan ketinggian 70 cm masih cukup kuat untuk menyerat dan menghanyutkan orang (Sutowijoyo, 2005).

(7)

11

B. Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat kerawanan bencana tsunami

Gelombang tsunami menjalar dengan jarak ribuan kilometer dari pusat gempa dengan kecepatan yang tinggi. Kecepatan yang tinggi tsunami tersebut disebabkan oleh besarnya energi yang memiliki gelombang sehingga dapat menerjang apa saja yang dilaluinya ketika melewati daratan pesisir (Hajar, 2006).

Tingkat kerawanan tsunami dipengaruhi faktor-faktor berikut: 1. Bentuk garis pantai

Selat dan teluk (pantai yang cekung menghadap laut) menyebabkan gelombang mengalami energi gelombang tsunami yang sedang berjalan kearahnya sehingga energi gelombang tersebut terakumulasi pada cekungan dan mampu meningkatkan ketinggian gelombang tsunami yang sampai di pantai.

2. Pulau penghalang

Pulau penghalang berperang penting untuk menghalang energi tsunami. Energi tsunami akan melemah karena terhalangi, sehingga tsunami yang mencapai darat tidak menimbulkan kerusakan yang hebat.

3. Sungai pengendali banjir

Sungai pengendali banjir dapat memberikan berbagi pengaruh terhadap tsunami. Sungai berpengaruh terhadap rambatan gelombang tsunami yang dapat menimbulkan kerusakan hebat karena semakin terdorong lebih jauh ke darat.

4. Topografi daerah pesisir

Topografi daerah pesisir yang terjal atau landaii akan berpengaruh terhadap keterjangkauan tsunami. Pantai yang terjal akan menghalangi tsunami dan

(8)

12

dipantulkan oleh tebing pantai, sedangkan pantai yang landai dapat menerjang sampai beberapa kilometer kedaratan.

5. Elevasi daerah pesisir

Elevasi daerah pesisir sangat berpengaruh terhadap hempasan gelombang tsunami. Semakin tinggi letak suatu kawasan, semakin aman dari terpaan gelombang tsunami.

6. Ekosistem pesisir

Mangrove dan hutan pantai mempunyai pengaruh sangat penting sebagai pelindung pantai dari gelombang tsunami. Mangrove sangat efektif untuk meredam, menahan gelombang menuju kedarat.

C. Tinggi gelombang dan kekuatan gempa yang pernah terjadi

1. Gempa bumi Hokkaido 2003

Gempa Hokkaido berukuran 8,3 pada skala kekuatan Moment, terjadi pada tanggal 25 September di Hokkaido, Jepang. Menyebabkan kerusakan meluas, menghancurkan jalanan di seluruh Hokkaido, menyebabkan beberapa tenaga keluar dan tanah longsor lanjutan yang menghancurkan. Sejumlah orang terluka, namun tidak ada yang meninggal. Gempa ini juga menimbulkan tsunami setinggi

4 meter. Keberadaan gempa bumi dirasakan di seluruh Jepang, membentang

sepenuhnya ke Honshu dan Tokyo. Gempa ini adalah yang terbesar pada tahun 2003

(9)

13

2. Gempa bumi Samudra Hindia 2004

Gempa bumi dahsyat di Samudera Hindia lepas pantai barat Aceh, terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, Pusat gempa terletak kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer. Gempa ini berkekuatan 9,3 dan ombak tsunami setinggi 9 meter (Anonim, 2004).

3. Gempa Bumi Jawa tahun 2006

Gempa bumi jawa terjadi juli 2006 ialah gempa bumi yang berkekuatan 7.7 versi BMKG pada skala richter di lepas pantai Jawa Barat, Indonesia terjadi 17 Juli 2006. Gempa ini menyebabkan tsunami setinggi 2 meter yang menghancurkan rumah di pesisir selatan Jawa, dan membunuh setidaknya 659 jiwa (Anonim, 2006 ).

4. Gempa bumi dan tsunami Sendai ( Jepang) 2011

Gempa Bumi lepas pantai Samudra Pasifik wilayah Tohoku adalah sebuah gempa Bumi berkekuatan 9,0 yang mengakibatkan gelombang tsunami 10 meter (Anonim, 2011 ).

D. Usaha Meringankan Bahaya Tsunami

Bencana Tsunami menyebabkan terlalu banyak korban jiwa karena banyak faktor seperti kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gempa dan tsunami, terbatasnya peralatan, peramalan, peringatan tsunami dan masih banyak lagi (Sutowijoyo,2005). Bahaya bencana tsunami dapat dikurangi jika memperhatikan 3 hal yaitu:

1. Struktur Pantai

Daerah pantai dimana gempa biasa terjadi sebaiknya dibangun struktur bangunan penahan ombak berupa dinding pantai (sea wall or coastal dike) yang

(10)

14

merupakan bangunan pertahanan (defense structure) terhadap tsunami. Struktur ini akan efektif, bila ketinggian tsunami relatif tidak terlalu tinggi. Jika ketinggian tsunami melebihi 5 meter, prasarana ini kurang begitu berfungsi. Pohon-pohon pantai seperti tanaman bakau (mangrove) juga cukup efektif untuk mereduksi energi tsunami, terutama untuk tsunami dengan ketinggian kurang dari 3 meter.

2. Penataan Wilayah

Korban bencana tsunami adalah perkampungan padat didaerah pantai disamping daerah wisata pantai. Cara paling efektif mengurangi korban bahaya tsunami adalah dengan memindahkan wilayah pemukiman pantai ke daerah bebas tsunami (tsunami-free area). Menurut catatan, sudah banyak peristiwa tsunami yang menyapu habis pemukiman nelayan disekitar pantai, mereka terperangkap dan tidak sempat menyelamatkan diri ketika tsunami datang. Kedatangan tsunami yang begitu cepat sangat tidak memungkinkan penduduk didaerah pesisir pantai untuk meloloskan diri. Perkiraan tentang daerah penggenangan tsunami (tsunami inundation area) diperlukan untuk merancang daerah pemukiman yang aman bagi penduduk.

3. Sistem Yang Terpadu

Sistem pencegahan tsunami (tsunami prevention system) akan meliputi hal-hal sebagai berikut: peramalan, peringatan, evakuasi, pendidikan masyarakat, latihan, kebiasaan untuk selalu waspada terhadap bencana, dan kesigapan pasca bencana. Kedatangan tsunami sama dengan kejadian gempa itu sendiri, masih sulit diprediksi. Pemasangan seismograp bawah laut (ocean-bottom seismograph) akan memberikan data cukup detail tentang data seismik yang akan berguna untuk memprediksi apakah tsunami akan terbentuk dari kejadian seismik tersebut atau tidak.

(11)

15

Beberapa tahun terakhir, Japan Marine Science and Technology Center

(JAMSTEC) telah menempatkan seismograp bawah laut di beberapa wilayah perairan

Jepang untuk melakukan deteksi dini akan munculnya tsunami akibat gempa bawah laut, dengan pemasangan seismograp bawah laut ini, kedatangan tsunami bisa dideteksi dalam hitungan menit. Peringatan awal akan datangnya tsunami akan memberikan peluang kepada masyarakat didaerah rawan untuk mengadakan persiapan penyelamatan diri. Memang tidak setiap gempa bumi akan mendatangkan tsunami, tetapi sikap atau kebiasaan untuk selalu waspada terhadap bencana tsunami sebaiknya selalu melekat di setiap masyarakat.

Pemasangan sirine atau pengeras suara di pantai-pantai yang sering dipadati oleh kunjungan masyarakat akan sangat efektif untuk memberikan peringatan dini kepada pengunjung akan bahaya tsunami begitu getaran gempa terasa. Pendidikan ke masyarakat tentang bahaya gempa dan tsunami menjadi sangat penting. Tidak semua orang punya pengalaman dengan tsunami sepanjang hidupnya, dan untuk selamat dari bencana tsunami, seseorang tidak harus punya pengalaman dengan tsunami. Jika seseorang punya pengetahuan sederhana tentang kedatangan tsunami, begitu gempa datang dia akan menyelamatkan diri ke arah dataran tinggi. Pengetahuan ini sebaiknya ditransfer ke masyarakat sekitar dan juga generasi berikutnya (Sutowijoyo, 2005).

E. Tipe-tipe pantai

1. Tipe 1

Pantai tipe 1 memiliki garis pantai berteluk sempit, memiliki morfologi landai hingga menengah, dengan kemiringan bibir pantai 6°- 22°. Lebar pantai berkisar

(12)

16

antara 50 m dan 100 m, didominasi oleh litologi pasir berukuran halus hingga kasar, berwarna abu-abu kehitaman mengandung besi, felspar, serta sebagian mengandung sedikit cangkang kerang.

2. Tipe 2

Pantai tipe 2 memiliki garis pantai lurus dan lebar didominasi morfologi landai dan berselingan dengan morfologi terjal. Pantai yang bermorfologi landai memiliki litologi pasir mengandung besi dan felspar berwarna abu-abu kehitaman, dengan ukuran butir pasir halus sampai kasar. Pada pantai ini terjadi penumpukan pasir membentuk gumuk-gumuk pasir yang cukup luas. Kemiringan bibir pantai relatif landai 4°- 8° dengan lebar lebih dari 200 m sepanjang lebih dari 1 km.

3. Tipe 3

Pantai tipe 3 memiliki bentuk garis pantai berteluk dengan morfologis perbukitan curam dan terjal sebagian berselingan dengan pantai landai. Pantai ini disusun oleh batuan berumur tersier dan kuarter berupa lava andesit, breksi dan batu gamping. Gelombang tsunami akan terkonsentrasi ke dalam teluk namun morfologi pantai yang curam dan terjal akan menahan gelombang tsunami di sepanjang pantai sehingga tidak terjadi pengumpulan gelombang (Maemunah dkk, 2011: 145-146).

(13)

17

F. Penelitian yang relevan

Tabel 2.1 Penelitian relevan

Pengarang Moch. Hajar (2006) Ernawati Sengaji (2009)

Lailla (2013)

Judul Pemetaan tingkat

kerawanan bencana tsunami menggunakan data penginderaah jauh dan sistem informasi geografi (SIG) studi kasus: Kota Padang.

Pemetaan tingkat

resiko tsunami di

Kabupaten Sikka

Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan sistem informasi geografis.

Pemetaan tingkat

kerawanan bencana

tsunami kawasan sungai Donan sampai sungai Ijo pantai selatan Kabupaten Cilacap.

Tujuan Melakukan

permodelan tingkat kerawanan bencana tsunami di daratan pesisir Kota Padang.

Memetakan tingkat resiko tsunami di wilayah Kabupaten Sikka dengan menggunakan sistem informasi geografis. Melakukan pemetaan tingkat kerawanan bencana tsunami di daerah pesisir selatan Kabupaten Cilacap.

Metode Cell Base Modelling Cell Base Modelling Skoring & Keruangan Alat & Bahan 1. ER Mapper 6.4 2. Arc View 3.3 3. Arc Gis 9.0 Bahan: 1. Data Primer;2 Data Sekunder 1. ER Mapper 6.4 2. Arc View 3.2 3. Arc Gis 9.1 4. Global Mapperv Bahan:1.Citra Lansat 7; 2. Peta batimetri Kab. Sikka; 3. Peta rupabumi Kab. Sikka.

1. Arc Gis 9.1

2. Peta RBI skala 1:25.000 & Citra Google Earth Bahan:1.Data primer ,2. Data Sekunder Hasil penelitian Peta tingkat kerawanan bencana tsunami Kota Padang.

Peta tingkat resiko tsunami Kabupaten Sikka.

Peta tingkat kerawanan

bencana tsunami

(14)

18

G. Kerangka pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini sebagai berikut:

Peta skala 1:25.000 & citra google earth

Peta Administrasi Peta elevasi & bentuk P. jarak,

Skala 1:25.000 pantai penghalang, sungai

Uji bentuk pantai Uji jarak, penghalang

P.elevasi & bentuk P. jarak penghalang, skala 1:25.000 pantai skala 1:25.000

Peta tingkat kerawanan bencana tsunami Skala 1:170.000

Gambar

Gambar 2.1 Jenis-jenis sesaran lempeng
Tabel 2.1 Penelitian relevan

Referensi

Dokumen terkait

Model tersebut didasarkan pada gagasan bahwa manajemen risiko rantai pasokan yang proaktif harus berusaha untuk fokus pada tindakan preventif, yaitu mengurangi kemungkinan dari

SEBAGAIMANA DITETAPKAN DALAM GARANSI INI DAN SEPANJANG DIPERKENANKAN OLEH HUKUM, APPLE TIDAK BERTANGGUNG JAWAB ATAS KERUGIAN-KERUGIAN YANG BERSIFAT LANGSUNG, KHUSUS, INSIDENTIL ATAU

Pemberi Fidusia tidak berhak untuk rnelakukan Fidusia ulang atas --- Obyek Jaminan Fidusia. Pemberi Fidusia juga tidak diperkenankan --- untuk membebankan dengan cara

Berdasarkan persepsi responden ahli untuk kriteria : Ruang untuk Bimbingan, diperoleh bahwa alternatif “diperoleh bahwa alternatif “Model Bimbingan Akademik”

HOST sebagai tempat yang dimasuki AGENT (kuman2 penyakit) adalah penderita dan personil lain yang bertugas dirumah sakit, misalnya pada kasus menyuntik tadi maka penderita yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara risiko postur kerja dengan risiko keluhan muskuloskeletal pada pekerja bagian pemotongan besi di

Orang- orang merasa bimbang kenapa Nichiren, yang mengakui sebagai seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra harus dihadapi oleh begitu banyak penganiayaan dan

Jika sistem, meskipun terisolasi, tidak dalam kesetimbangan maka dapat diasumsikan bahwa sistem itu ada dalam suatu partisi (distribusi) yang peluangnya lebih rendah dari pada