DAFTAR ISI
Kata Pengantar
ii
Daftar Isi
iii
Makalah KNEP IV - 2013
iii
Grup Engineering Perhotelan
, 5 & # 6& 2 .$ &!#
"
/
3
/ 75& 5 869:
&; 8#: 2 #
0
Grup konversi energi
! 2 "(#1'
"$#-+&
/2
" # / 3-"'!
"# $ 1 #"(#-&
4/
1 <+= >#?%4 2 5 65 #" #1
47
3
$ ! ; 2 "8
22
@
, $ / 9; ,; A &5
89,A: 2 ''#1'!"
27
*
1 55 2
92
-
5 2 &&" (#"! &#"1!#1 "&!8
9:
)
,
& 81& 15 B: 3 !&!#"
1
0:
C
/ & 2 .&
;7
1
#$
2 $#* )$#*#!!
922
#$3
5 5
2 #!
#""'!#-927
#$*
, 52
'#!'
.
99/
#$-
, $ ( , # , ( / (
? A& 2 =#''"#'
99:
#$)
, A /F / $B 8/$:
, , 2 '" #-"'# "((#
$# "
90:
#$C
2 1&!
9;0
#$
& ! 25
; 55& 8 : 2 1'"
972
#$
& ;
! & @H 2 !1'&"#5#!!"
977
#$
/ 5 ;2& !
& 2 5# !1'&"
9<7
#$
(! /, 3@ / 5 E $
/ ( / # , 3'$''#'
'"#'$'
9:0
#$3
! 55&
2 " # #%! "'#
0>2
#$@
5& 2 '
# '
0/2
#$*
/ # & / # (! 2 '#"'!##''
0/:
Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013
449
Sifat mekanis komposit berpenguat serat tapis kelapa sebagai bahan alternatif
bumbung gender wayang
I Putu Lokantara, Ngakan Putu Gede Suardana, I Made Gatot Karohika
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Denpasar, Indonesia lokantara_santri@yahoo.com
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan bahan pengganti bambu untuk bumbung gender wayang. Bahan penelitian adalah serat tapis kelapa berukuran 5 mm, 10 mm dan 15 mm yang diberi perlakuan NaOH selama 2 jam, polyester jenis Yukalac 157 BQTN, hardener jenis MEKPO, dan Gliserin. Spesimen uji komposit dibuat dengan teknik Hand lay-up. Fraksi volume serat 20%, 25%, 30%, Uji impact standar ASTM D256, Uji Three Point Bending standar ASTM D790, Uji Tarik standar ASTM D3039.
Hasil penelitian uji bending tidak terlihat trend yang jelas pada panjang serat 5 mm, 10 mm, 15 mm dan fraksi volume 20%, 25%, 30%, terhadap kekuatan lenturnya. Secara statistik tidak terlihat ada pengaruh yang significant dari variasi fraksi serat dan panjang serat terhadap kekuatan lentur komposit. Spesimen bambu memiliki kekuatan lentur dua setengah kali lebih tinggi dibandingkan komposit. Pada pengujian tarik terlihat trend kekuatan tarik yang meningkat seiring meningkatnya fraksi volume serat maupun panjang serat. Tegangan tarik tertinggi pada komposit dengan panjang serat 15 mm dengan fraksi volume 30% sebesar 25,75 MPa. Kekuatan tarik komposit tiga kali lebih rendah dibandingkan kekuatan tarik bambu. Hal ini disebabkan karena serat-serat yang teratur dan panjang pada bambu mampu menahan beban yang lebih baik dibandingkan dengan komposit. Hasil Uji impact komposit menunjukkan trend peningkatan kekuatan impact seiring dengan bertambahnya fraksi volume serat dan panjang serat. Kekuatan impact tertinggi pada komposit dengan panjang serat 15 mm dengan fraksi volume 30% sebesar 0.0255 Nm/mm2. Dibandingkan dengan bahan bambu yang memiliki kekuatan impact 0.0246 Nm/mm2, kekuatan impact komposit dengan komposisi panjang serat 15 mm dan fraksi volume 30% sudah dapat mengimbangi kekuatan impact dari bambu. Hal ini merupakan indikasi yang berguna untuk penelitian berikutnya dimana bambu yang mengalami beban impact bisa digantikan materialnya dengan menggunakan komposit dengan komposisi fraksi volume serat 30% dan panjang serat 15 mm.
Kata kunci: gender, komposit, fraksi volume, uji tarik, uji bending, uji impact
1. Pendahuluan
Gender biasa digunakan sebagai pada kegiatan seperti pernikahan, upacara tiga bulanan, juga digunakan mengiringi pertunjukan wayang kulit. Saat ini wisatawan banyak yang tertarik mempelajari alat musik ini. Bumbu yang digunakan sebagai bahan gender merupakan bambu khusus yang dipilih sehingga dapat menghasilkan nada yang baik. Bambu adalah bahan alami yang memiliki sifat yang mudah menyerap uap air dan perubahan suhu, sehingga mudah retak, mengkerut atau mengembang serta menjadi tempat bagi serangga sejenis ngengat yang mengakibatkan rusaknya bumbung sehingga mengurangi kualitas suara gender yang
dihasilkan.
Penggunaan serat alami sebagai penguat komposit merupakan terobosan penting dalam menggeser penggunaan serat sintetis ataupun bahan logam lainnya yang dari segi ekonomisnya jauh lebih mahal. Penggunaan serat alam memiliki beberapa keunggulan seperti memiliki spesifikasi kekuatan dan modulus yang baik, murah dari segi ekonomi, massa jenis lebih rendah, proses pengolahan yang lebih sederhana, jumlahnya
melimpah, tidak mengganggu pernafasan serta lebih aman untuk lingkungan[1]
Para peneliti di bidang material juga sudah mencoba menggunakan komposit berpenguat serat alam yakni menggunakan komposit berpenguat serat limbah pisang sebagai bahan interior otomotif dan pesawat terbang. Penelitian lain menyebutkan bahwa limbah serat sawit memiliki kekuatan dan regangan tarik yang lebih besar daripada matrik polyester dan treatment Alkali (NaOH 5%) pada serat alami meningkatkan kristanilitas,
yang disebabkan oleh hilangnya lignin, lapisan lilin dan kotoran lainnya pada permukaan serat[2].
Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh komposit berpenguat serat alam juga memberikan inspirasi untuk melakukan penelitian pada serat tapis kelapa. Serat tapis kelapa sekarang ini banyak dikembangkan untuk berbagai macam keperluan dari bahan baku industri karpet, jok dan dashboard mobil, kasur dan masih banyak lagi. Penelitian komposit polyester dengan penguat serat tapis kelapa panjang 10 mm dengan perendaman NaOH 5% selama 2 jam, 4jam, dan 6 jam. Kekuatan tarik dan bending tertinggi diperoleh pada komposit pada perendaman selama 2
jam yaitu masing-masing 58.8 Mpa dan 125.98 Mpa[3]. Penelitian komposit poliester berpenguat serat tapis
lembaran diperoleh hasil bahwa kekuatan tarik dan lentur tertinggi dicapai oleh komposit dengan perlakuan
serat 4 jam yaitu masing-masing 48.49 MPa dan 109.07 Mpa, sedangkan untuk serat yang di-chop kekuatan tarik
dan lentur maksimum (58.8 MPa dan 125.98 MPa.) diperoleh pada perendaman serat 2 jam[4].
Sehingga dari latar belakang diatas maka akan diteliti komposit poliester berpenguat serat tapis kelapa sebagai alternatif untuk pengganti bumbung bambu gender. Penelitian tahun I adalah untuk menentukan
Prosiding KNEP IV 2013
•
ISSN 2338 - 414X
450
ini digunakan serat tapis kelapa di-chop dengan panjang 5 mm, 10 mm, 15 mm dengan fraksi volume 20%, 25%, 30% dan diberi perlakuan NaOH.
2. Metodologi Penelitian
2.1. Bahan dan Alat a. Bahan
· Tapis kelapa
· Bahan untuk matrik adalah Polyester(UPRs) jenis Yukalac 157 BQTN.
· Hardener metil etil keton peroxide jenis MEKPO, .
· Bahan kimia untuk perlakuan terhadap Tapis kelapa adalah NaOH 5%.
· Pelapis (coating) untuk memberikan lapisan pada cetakan agar material benda kerja tidak lengket
dengan cetakan.
b. Alat-alat
· Cetakan spesimen uji yang terbuat dari kaca dengan ukuran lubang dalam adalah 300 mm x 300
mm.
· Cetakan aluminium untuk pembuatan bungbung komposit.
· Mesin pemotong spesimen
· Gunting untuk memotong Tapis kelapa, sarung tangan.
· Alat uji bending (three point bending), alat uji impact, alat uji tarik
2.2. Langkah penelitian Pembuatan Komposit
· Tapis Kelapa dikeringkan secara alami untuk menghilangkan kadar air.
· Bersihkan tapis kelapa dari kotoran ataupun getah yang masih menempel untuk memudahkan
proses pemisahan serat.
· Pisahkan tapis kelapa hingga menjadi serat-serat terpisah.
· Potong tapis kelapa yang sudah dipisah-pisah masing-masing berukuran 5, 10 dan 15 mm secara
memanjang dan cari fraksi volumenya 20%, 25%, 30%
· Rebus serat tapis yang sudah dipotong pada temperatur 1000 C selama 1 jam untuk
menghilangkan debu dan kotoran yang melekat pada serat tapis.
· Bilas dengan air bersih agar serat menjadi bersih, kemudian keringkan dalam oven selama 12 jam
pada temperatur 700 C
· Rendam masing-masing tapis kelapa yang telah dipotong-potong tersebut ke dalam zat kimia 5%
NaOH selama 2 jam kemudian bilas dengan air sampai bersih.
· Kemudian keringkan kembali potongan serat tapis kelapa di dalam oven selama 12 jam pada suhu
700 C.
· Lapisi cetakan kaca dengan Gliserin agar resin tidak melekat pada cetakan, ratakan dengan tisu
untuk menipiskan lapisan Gliserin.
· Tempatkan bingkai cetakan sesuai dengan tebal komposit yang akan dibuat
· Campurkan resin dengan 1% hardener dalam gelas ukur yang disediakan dan catat volume
campuran setiap penuangan.
· Campuran polyester-hardener dituangkan secara uniform sebagai lapisan pertama ke dalam
cetakan, dan lapisan kedua yaitu tapis kelapa diletakkan di atas lapisan pertama. Lapisan kedua
dari campuran polyester ditambahkan sampai mendekati ketebalan yang diinginkan.
· Cetakan yang telah berisi komposit dimasukkan kedalam Vacuum Dessicator sampai tekanan -60
cmHg (Suardana, 2006). Tujuannya untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara dan uap air yang terperangkap pada komposit.
· Keluarkan cetakan dari Vacuum Dessicator dan keringkan, setelah benar-benar kering keluarkan
komposit dari cetakan.
· Spesimen di Post curing dengan suhu 600 C selama 1 jam untuk memperbaiki cross linking antara
matrik dan seratnya
· Pengamatan Bentuk Fisik Komposit, komposit yang berhasil dicetak, diamati apakah spesimen uji
melengkung. Spesimen uji yang akan digunakan adalah spesimen uji yang tidak melengkung.
Persiapan pengujian mekanis
Benda uji komposit dengan variasi panjang serat 5 mm, 10 mm, 15 mm dan variasi fraksi volume 20%, 25%, 30% masing-masing dibuat sebanyak 3 buah. Sebagai pembanding juga dibuat spesimen uji dari bambu untuk mengetahui karakteristik mekanisnya. Pengujian spesimen: uji three point bending, uji impact, uji tarik.
Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013
451
3. Hasil dan pembahasan
3.1. Hasil Perhitungan Uji Impact
Pengujian Impact dilakukan di Laboratorium Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas Gajah Mada
Jogjakarta. Berdasarkan pengujian Impact yang telah dilakukan, didapatkan data seperti ditunjukkan pada tabel
3.1
Tabel 3.1 Kekuatan Impact Komposit
Perlakuan Serat Fraksi Volume Bambu
NaOH 20% 25% 30%
0.007777550 0.015500031 0.015487836
Panjang Serat 0.011627321 0.015487836 0.011631911
5 mm 0.007779092 0.015484790 0.011625023
0.011625023 0.011636476 0.023227185
0.015472607 0.011634184 0.015487836
Rata-rata 0.010856319 0.013948663 0.015491958
0.011645646 0.027098383 0.015515302
Panjang Serat 0.011634184 0.011634184 0.023231754
10 mm 0.019359795 0.015500031 0.023231754
0.015484790 0.019359795 0.023227185
0.015496992 0.015496992 0.015527528
Rata-rata 0.014724282 0.017817877 0.020146705
0.019359795 0.027098383 0.027103713
Panjang Serat 0.023231754 0.011636476 0.027125054
15 mm 0.011636476 0.027103713 0.030969580
0.015503095 0.027077062 0.019378869
0.023227185 0.023250047 0.023250047
Rata-rata 0.018591661 0.023233136 0.025565452
Bambu
0.0215385 0.0230769 0.0261538 0.0246154 0.0276923
Rata-rata 0.024615
Berdasarkan data di atas, dapat dibuat grafik hubungan antara kekuatan Impact dengan variasi panjang
serat dan variasi fraksi volume serat serta dibandingkan dengan bamboo
Gambar 3.1 Grafik Pengaruh variasi panjang serat dan Fraksi volume terhadap kekuatan Impact komposit
3.2. Pembahasan Uji Impact
Dari Gambar 3.1 terlihat bahwa ada trend peningkatan kekuatan impact seiring dengan bertambahnya fraksi volume serat dan bertambahnya panjang serat. Dari Pengujian dan perhitungan data maka didapatkan nilai
kekuatan impact tertinggi pada komposit dengan panjang serat 15 mm dengan fraksi volume 30% sebesar
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
20%
25%
30%
bambu
K
e
ku
a
ta
n
I
m
p
a
ct
(
Nm
/m
m
2
)
Variasi Fraksi Volume Serat
Grafik variasi fraksi volume serat dan panjang serat
terhadap kekuatan impact
5 mm
10 mm
15 mm
Prosiding KNEP IV 2013
•
ISSN 2338 - 414X
452
0.0255Nm/mm2 Sedangkan panjang serat 5 mm dengan fraksi volume 20% didapat nilai kekuatan impact terkecil
sebesar 0.0108 Nm/mm2, dan nilai kekuatan impact dengan panjang serat 10 mm dengan fraksi volume 30%
sebesar 0.0201 Nm/mm2. Dari Gambar 3.1. diatas juga terlihat bahwa kekuatan impact komposit dengan
komposisi panjang serat 15 mm dan fraksi volume 30% sudah dapat mengimbangi kekuatan impact dari bambu. Hal ini menunjukkan indikasi yang berguna untuk penelitian berikutnya dimana bambu yang mengalami beban impact bisa digantikan materialnya dengan menggunakan komposit dengan komposisi fraksi volume serat 30% dan panjang serat 15 mm.
3.3. Hasil Foto Mikro
Berdasarkan Gambar 3.2 terdapat interaksi antara matrik dan serat masih cukup besar berpengaruh
terhadap kekuatan impact komposit serat tapis kelapa. dimana terlihat pullout yang disebabkan kerapuhan matrik
yang menyebabkan serat terlepas, rapuhnya matrik disebabkan campuran resin dan catalis kurang sempurna dan pada saat pengadukan yang kurang merata, serta terdapatnya void. dan terlihat juga guratan-guratan matrik (matriks flow) yang masih banyak pada permukaan patahan yang memiliki pengaruh juga terhadap kekuatan
impact komposit tersebut. dan terdapat crack deflection yang disebabkan karena posisi serat pada permukaan patahan miring mengikuti daerah patahan.
Komposit (Ia) PS 5. F 20% Komposit (IIb) PS 10. FV 20%
Komposit (IIIc) PS 15. FV 20%
Gambar 3.2 Foto Mikro pada komposit dengan nilai terkecil dengan pembesaran 10x pada stereo microscope
Pada Gambar 3.3 terdapat perbedaan dimana komposit dengan panjang serat 5 mm dengan fraksi 30% permukaan patahannya tampak lebih gelap yang artinya sudah semakin sedikit terjadinya interaksi antara serat
dan matrik terhadap pembebanan pada uji impact, walaupun masih terlihat ada pullout dan matrik flow yang
terjadi, kecil pengaruhnya karena jumlah serat dan luas permukaan retakan sudah mengecil. Pada Gambar 3.2 pada komposit dengan kekuatan impact terkecil di daerah patahan terlihat juga partikel-partikel kecil yang menempel pada matrik yang berbentuk seperti pecahan-pecahan kecil, ini diakibatkan karena di daerah yang mengalami pecahan-pecahan kecil masih kebayankan catalis yang disebabkan kurang merata campuran dan saat pengadukan antara resin dengan katalis.
3.3.Uji Bending
Hasil Perhitungan
Komposit (Ia) PS 5. FF 20% Komposit (IIb) PS 10. FF
Komposit (IIIc) PS 15. FV 20%
2WNNQWV
2WNNQWV
%TCEM&GHNGEVKQP
%TCEM&GHNGEVKQP
/CVTKMUHNQY
%TCEM&GHNGEVKQP
Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013
453
Pengujian bending dilakukan di Laboratorium Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas Gajah Mada
Jogjakarta. Berdasarkan pengujian Bending yang telah dilakukan, didapatkan data seperti ditunjukkan pada
tabel 3.2
Gambar 3.4 Dimensi Spesimen Uji Lentur
Sumber : ( ASTM D790 – 03 )
Tabel 3.2 Tegangan Lentur Komposit
Fraksi Volume Serat Bambu
20% 25% 30%
(Mpa) (Mpa) (Mpa) (MPa)
Panjang Serat 5 mm
56.176 38.802 48.647
46.910 40.539 36.485
45.751 47.489 45.172
42.277 41.698 45.172
37.644 29.536 32.431
Rata-rata 45.751 39.613 41.582
Panjang Serat 10 mm
43.435 38.223 37.644
77.025 28.957 69.496
56.755 39.381 42.856
50.385 34.169 51.543
50.385 55.597 59.072
Rata-rata 55.597 39.265 52.122
Panjang Serat 15 mm
47.489 56.755 40.539
25.482 56.755 52.701
72.971 71.233 43.435
41.698 42.856 45.751
33.011 42.856 49.226
Rata-rata 44.130 54.091 46.331
130.56378
129.6378
131.02677
131.48976
130.10079
Rata-rata 130.5638
OO
OO
O
OO
OO
OO
OO
Prosiding KNEP IV 2013
•
ISSN 2338 - 414X
454
Gambar 3.5. Grafik Hubungan Fraksi Volume Serat Terhadap Tegangan Lentur
Pembahasan Uji Lentur
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan (Hariyanto 2009) disimpulkan bahwa kekuatan tarik dan kekuatan impact dipengaruhi oleh fraksi volume serat, semakin tinggi fraksi volume serat maka semakin tinggi pula kekuatannya. Tetapi pada penelitian kali ini tidak terlihat trend yang jelas dari panjang serat 5 mm, 10 mm, 15 mm dan fraksi volume 20%, 25%, 30%, terhadap kekuatan lenturnya.
Kekuatan lentur pada masing-masing fraksi volume serat cenderung merata tetapi dengan panjang serat yang berbeda-beda. Pada fraksi volume 20 % kekuatan lentur tertinggi pada panjang serat 10 mm, pada fraksi volume 25 % kekuatan lentur tertinggi pada panjang serat 15 mm, pada fraksi volume 30 % kekuatan lentur tertinggi pada panjang serat 10 mm. Pada penelitian ini secara statistik tidak terlihat ada pengaruh yang significant dari variasi fraksi serat dan panjang serat terhadap kekuatan lentur komposit.
Dari gambar 5.5 diatas terlihat dengan jelas bahwa specimen bambu memiliki kekuatan lentur dua setengah kali lebih tinggi dibandingkan komposit. Penurunan kekuatan lentur yang terjadi kemungkinan
disebabkan kekosongan pada rongga-rongga matrik serta posisi serat yang mengalami Crack deflection pada
daerah pembebanan yang mengakibatkan komposit tidak mampu menahan beban. Kemungkinan kedua karena
penggelembungan lembaran komposit tapis kelapa yang mengakibatkan adanya voids. Voids pada suatu material
komposit akan sangat mengurangi kekuatan material tersebut, begitu juga dengan daerah yang kaya matrik karena tidak adanya penguatan pada daerah tersebut.
3.3. Uji Tarik
Pengujian Tarik dilakukan di Laboratorium Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas Gajah Mada Jogjakarta.
Gambar 3.7. Dimensi Spesimen Uji Tarik
Sumber : (ASTM D 3039)
Tabel 3.4.Tegangan Tarik Komposit (dalam MPa)
0
20
40
60
80
100
120
140
20%
25%
30%
bambu
K
e
ku
a
ta
n
Be
n
d
in
g
(
M
P
a
)
Variasi Fraksi Volume Serat
Grafik variasi volume serat dan panjang serat terhadap
kekuatan bending
5 mm
10 mm
15 mm
Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013
455
Fraksi volume serat Bambu
20% 25% 30%
Panjang serat 5 mm
13.48 18.25 20.28
14.70 14.20 22.47
10.48 18.11 20.44
13.58 16.97 20.12
16.47 18.90 20.97
RATA-RATA 13.74 17.29 20.85
Panjang serat 10 mm
17.37 18.61 23.14
15.98 19.18 24.15
5.53 19.32 21.97
17.34 24.65 21.80
23.46 19.47 19.82
RATA-RATA 15.94 20.25 22.18
Panjang serat 15 mm
17.24 16.22 26.16
17.10 22.64 24.65
15.72 22.30 27.05
16.60 24.10 24.65
20.28 22.64 26.26
RATA-RATA 17.39 21.58 25.75
78.36 75.13 80.93 79.14 77.14
RATA-RATA 78.14
Berdasarkan data di atas, dapat dibuat grafik hubungan antara tegangan tarik dengan variasi panjang
serat dan fraksi volume.
Gambar 3.8. Grafik pengaruh variasi panjang serat dan fraksi volume terhadap tegangan tarik
Dari Gambar 3.8 terlihat trend kekuatan tarik yang meningkat seiring meningkatnya fraksi volume serat maupun panjang serat. Dari data yang ada pada penelitian ini didapatkan nilai tegangan tarik tertinggi
pada komposit dengan panjang serat 15 mm dengan fraksi volume 30% sebesar 25,75MPa. Sedangkan panjang
serat 5 mm dengan fraksi volume 20% didapat nilai tegangan tarik terkecil sebesar 13,74 Mpa. Dibandingkan dengan bambu kekuatan tarik komposit tiga kali lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada bambu serat-seratnya teratur dan panjang yang mampu menahan beban yang lebih baik dibandingkan dengan komposit. Pada komposit, orientasi serat dibuat acak agar mampu menahan beban tarik yang lebih merata kearah memanjang dan arah melebar.
0
20
40
60
80
100
5 mm
10 mm
15 mm
bambu
Kek
u
at
an
T
ar
ik
(MP
a)
Variasi Fraksi Volume Serat
Grafik Variasi Fraksi Volume Serat dan Panjang
Serat Terhadap Kekuatan Tarik
20%
25%
30%
Prosiding KNEP IV 2013
•
ISSN 2338 - 414X
456
Hasil Foto Mikro
Komposit 5 mm - 20% Komposit 15 mm - 20%
Gambar 3.9. Foto Mikro pada komposit dengan nilai terkecil dengan pembesaran 10x pada stereo microscope
Dari gambar 3.9 diatas dengan hasil nilai terkecil rata – rata terlihat pada fraksi volume 20% baik pada
panjang 5 mm,10 mm,15 mm dimana masih banyak adanya matrik flow yang disebabkan tidak adanya serat di
daerah matrik yang menyebabkan saat menerima pembebanan komposit menjadi rapuh dan mudah patah,
terjadinya matrik flow tersebut diakibatkan karena kurang meratanya penaburan serat pada saat pencetakan
komposit. Sedangkan sumber patahannya terlihat disebabkan karena adanya crack deflection yang disebabkan
karena posisi serat pada permukaan patahan miring mengikuti daerah patahan yang mengakibatkan retakan akan mengikuti alur dari posisi serat yang miring.
Pullout yang diakibatkan karena ikatan antara serat dengan matrik tidak kuat, sehingga serat
terlepas dari ikatan matrik, debonding terjadi karena terlepasnya serat dari matrik yang menyebabkan
terbentuknya lubang pada matrik.
4. Kesimpulan dan Saran
4.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa;
Trend peningkatan kekuatan impact seiring dengan bertambahnya fraksi volume serat dan
bertambahnya panjang serat. Dari Pengujian dan perhitungan data maka didapatkan nilai kekuatan impact
tertinggi pada komposit dengan panjang serat 15 mm dengan fraksi volume 30% sebesar 0.0255 Nm/mm2
Sedangkan panjang serat 5 mm dengan fraksi volume 20% didapat nilai kekuatan impact terkecil sebesar 0.0108
Nm/mm2, dan nilai kekuatan impact dengan panjang serat 10 mm dengan fraksi volume 30% sebesar 0.0201
Nm/mm2. Dibandingkan dengan bahan bambu, kekuatan impact komposit dengan komposisi panjang serat 15
mm dan fraksi volume 30% sudah dapat mengimbangi kekuatan impact dari bambu. Hal ini menunjukkan indikasi yang berguna untuk penelitian berikutnya dimana bambu yang mengalami beban impact bisa digantikan materialnya dengan menggunakan komposit dengan komposisi fraksi volume serat 30% dan panjang serat 15 mm.
Pada penelitian uji bending tidak terlihat trend yang jelas dari panjang serat 5 mm, 10 mm, 15 mm dan fraksi volume 20%, 25%, 30%, terhadap kekuatan lenturnya.
Kekuatan lentur pada masing-masing fraksi volume serat cenderung merata tetapi dengan panjang serat yang berbeda-beda. Pada fraksi volume 20 % kekuatan lentur tertinggi pada panjang serat 10 mm, pada fraksi volume 25 % kekuatan lentur tertinggi pada panjang serat 15 mm, pada fraksi volume 30 % kekuatan lentur tertinggi pada panjang serat 10 mm. Pada penelitian ini secara statistik tidak terlihat ada pengaruh yang significant dari variasi fraksi serat dan panjang serat terhadap kekuatan lentur komposit. Specimen bambu memiliki kekuatan lentur dua setengah kali lebih tinggi dibandingkan komposit. Penurunan kekuatan lentur yang terjadi kemungkinan
disebabkan kekosongan pada rongga-rongga matrik serta posisi serat yang mengalami Crack deflection pada
daerah pembebanan yang mengakibatkan komposit tidak mampu menahan beban. Kemungkinan kedua karena
penggelembungan lembaran komposit tapis kelapa yang mengakibatkan adanya voids. Voids pada suatu material
komposit akan sangat mengurangi kekuatan material tersebut, begitu juga dengan daerah yang kaya matrik karena tidak adanya penguatan pada daerah tersebut.
Pada pengujian tarik terlihat trend kekuatan tarik yang meningkat seiring meningkatnya fraksi volume serat maupun panjang serat. Dari data yang ada pada penelitian ini didapatkan nilai tegangan tarik tertinggi
pada komposit dengan panjang serat 15 mm dengan fraksi volume 30% sebesar 25,75MPa. Sedangkan panjang
serat 5 mm dengan fraksi volume 20% didapat nilai tegangan tarik terkecil sebesar 13,74 Mpa. Dibandingkan
%TCEM&GHNGEVKQP
/CVTKMUHNQY
/CVTKMUHNQY
2WNNQWV
%TCEM&GHNGEVKQP
Prosiding Konferensi Nasional Engineering Hotel IV, Universitas Udayana, Bali, 27-28 Juni 2013
457
dengan bambu kekuatan tarik komposit tiga kali lebih rendah. Hal ini
disebabkan karena pada bambu serat-seratnya teratur dan panjang yang mampu menahan beban yang lebih baik dibandingkan dengan komposit. Pada komposit, orientasi serat dibuat acak agar mampu menahan beban tarik yang lebih merata kearah memanjang dan arah melebar.
4.2. Saran
Dari segi sifat mekanis terlihat bahwa baik kekuatan tarik, tegangan bending (lentur), bambu lebih tinggi dibandingkan dengan komposit. Tetapi kalau dilihat dari uji impact komposit dengan panjang serat 15 mm dan fraksi volume 30% sudah dapat mengimbangi kekuatan impact bambu. Hal ini menjadi indikator yang baik sebagai langkah untuk membuat bumbung komposit gender wayang, mengingat dalam operasionalnya bumbung gamelan sangat kecil menerima beban tarik, bending. Tetapi dalam proses pengerjaannya cukup rawan dengan beban impact. Disamping itu pula perlu dilakukan pengujian absorpsi (penyerapan) suara terhadap material komposit yang nantinya dibandingkan dengan bambu.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada LPPM Universitas Udayana yang membiayai penelitian ini dari Dana DIPA, PNBP Universitas Udayana Tahun Anggaran 2011 Dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor : 21.28/
UN14/LPPM/Kontrak/2012 Tanggal 16 Mei 2012
Daftar Pustaka
[1]
Dhakal, H.N, Z.Y.Zhang, M.O.W Richardson,”Effect of water absorption on the mechanical properties of hemp fibre reinforced unsaturated polyester composites”, Elsevier , Composite Science and Technology, (2006)[2]
Jamasri, Diharjo, K, Handiko, G. W., Studi Perlakuan Alkali Terhadap Sifat Tarik Komposit Limbah SeratSawit – Polyester, Prosiding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin IV, Universitas Udayana, Bali.(2005)
[3]
Suardana, N P G, Dwidiani Ni Made, (2007), Analisa Kekuatan Tarik Dan Lentur Komposit Polyester SeratTapis Kelapa Orientasi Acak Dengan Variasi Waktu Perlakuan NaOH.
[4]
NPG Suardana dan Cok Putri, Kekuatan tarik polyester/tapis kelapa akibat perendaman air, Proceedingseminar Senamm 07 UI Jakarta, (2007)
[5]
ASTM AMERICAN SOCIETY FOR TESTING AND MATERIALS, Copyright © 2004, West Conshohocken,PA. All rights reserved Heywood J.
[6]
Sharifah H Aziz and Martin P. Ansell, “The effect of alkalization and fibre alignment on the mechanical and thermal properties of kenaf and hemp bast fiber composites: Part 1 – polyester resin matrix”, Composites science and technology 64, Scincedirect.com, (2003) 1219-1230Toukourou M.M., Gakwaya A., Yazdani A.[7]
Mohan Rao, K.M., and Mohana Rao, K., “Extraction and tensile properties of natural fibers: Vakka, dateand bamboo”, Elsevier, Composite structures (2005).
[8]
Nagaoka, Tsutomu., “Long natural fiber pellet : Its properties, applications and manufacturing process”, Mechanical and engineering company Kobe steel Co. LTD, Proceding of Korea-Japan workshop on natural fibers and wood Polyesterstics composites, Korea 2005.[9]
Mwaikambo, L.Y., Ansell, M.P., “Hemp fibre reinforced cashew nut shell liquid composites”, Composites Science and Technology 63 (2003) 1297-1305.[10]
Brahmakumar, M., Pavithran, C., and Pillai, R.M.,”Coconut fiber reinforced polyethylene composites suchas effect of natural waxy surface layer of the fiber on fiber or matrix interfacial bonding and strength of composites”, Elsevier , Composite Science and Technology, 65 (2005) pp. 563-569
[11]
Gonzalez, A. Valadez, J.M. Carvantes-Uc, R.Olayo, P.J.Herrera-Franco, “Effect of fiber Surface Treatmenton the fiber-matrix bond strength of natural fiber reinforced composites”, Elsevier, Composites part B 30 (1999), pp. 309-320
Prosiding KNEP IV 2013
•
ISSN 2338 - 414X
458