• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah dalam fungsi pelayanan publik, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function). Fungsi pelayanan masyarakat berkaitan erat dengan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan salah satunya adalah administrasi kependudukan (Sianturi, 2004).

Berkaitan bidang kependudukan, Indonesia saat ini adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang terkendali dan berkualitas akan sangat mendukung pembangunan berkelanjutan di tanah air.

Namun, apabila jumlah penduduk yang besar tersebut diiringi dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan kualitas penduduk yang kurang memadai, kondisi tersebut akan sangat tidak kondusif dan berpotensi bagi makin terpuruknya status sosial dan ekonomi masyarakat dan menyulitkan upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Untuk itu, upaya pengendalian penduduk merupakan suatu keharusan, yaitu melalui pengelolaan kependudukan secara cermat, sehingga tertib administrasi kependudukan dapat menjadi bahan untuk perencanaan pembangunan (Amin, 2009).

Dalam Program Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 – 2009 disebutkan bahwa kebijakan pembangunan kependudukan diarahkan pada upaya untuk menata kebijakan administrasi kependudukan. Tujuan program ini adalah untuk menata administrasi kependudukan dalam upaya mendorong terakomodasinya hak–hak penduduk. Misalnya, untuk memperoleh hak dasar dalam perlindungan hukum dan rasa aman, tertib administrasi penduduk, serta tersedianya data dan informasi penduduk yang akurat. Selain itu, tujuan program ini juga diorientasikan pada reformasi pelayanan registrasi penduduk dan peran serta masyarakat, dengan memperhatikan perencanaan dan pelaksanaan

(2)

pembangunan yang berkelanjutan, serta mendorong pelayanan publik yang lebih baik (RPJMN 2004-2009, Bappenas, 2004).

Pada dasarnya setiap penduduk berhak mendapatkan perlindungan hukum, sementara itu dalam mewujudkan perlindungan terhadap penduduknya, Negara wajib mendata serinci mungkin setiap kejadian yang dialami penduduknya.

Dengan demikian, setiap saat negara dapat memantau penduduknya baik dari sisi keberadaan, seperti terkait dengan aspek demografi dan geografi maupun personal status atau hak-hak sipil seperti kelahiran, agama, perkawinan, kewarganegaraan, pertanahan dan sebagainya.

Namun untuk mewujudkan hak-hak sipil itu secara baik, masih dijumpai banyak persoalan yang menghambat. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi

kendala utama. Pertama, aspek hukum dan kelembagaan dimana masih ditemukan diskriminasi kewarganegaraan. Kedua, kendala geografis dimana sebaran

penduduk Indonesia menempati wilayah yang sangat luas dengan budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam sehingga dapat menimbulkan kesulitan tersendiri.

Ketiga, terbatasnya sumber daya manusia dan infrastruktur yang dimiliki. Saat ini ada 440 Kabupaten/Kota pendaftaran penduduk dan catatan sipil wajib dilayani oleh Dinas/Badan/Kantor atau Bagian Pemerintahan Kabupaten/Kota (Sasmito &

Asgart, 2006).

Pengaturan terhadap administrasi kependudukan merupakan masalah yang kompleks mengingat bahwa aspek ini melibatkan banyak instansi dan banyak kepentingan. Di Indonesia satu instansi yang menjadi leading sector dalam bidang administrasi kependudukan adalah Departemen Dalam Negeri. Kebijakan

departemen inilah yang merepresentasikan kebijakan administrasi kependudukan di Indonesia, sedangkan implementasi kebijakan ini dapat dilihat dari praktik penyelenggaraan administrasi kependudukan di Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang merupakan instansi yang di bawah kewenangan pengaturan Departemen Dalam Negeri.

Pada tahun 2006, Pemerintah mengarahkan pengelolaan administrasi kependudukan melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan

(3)

Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan

administrasi kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran

penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain (Pasal 1 butir (1)).

Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, setiap penduduk berhak memperoleh dokumen kependudukan, seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Nomor Induk Kependudukan (NIK), Surat Keterangan

Kependudukan (pindah, datang, kelahiran, dan kematian), Akta Pencatatan Sipil, dan lain-lain. Penduduk juga berhak memperoleh pelayanan yang sama (tidak ada perlakuan yang bersifat diskriminatif) dalam hal pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Di samping itu, penduduk berhak memperoleh ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data pribadi oleh instansi pelaksana. Di pihak lain, tiap penduduk wajib melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.

Dari beberapa jenis dokumen kependudukan, bagi masyarakat KTP adalah merupakan dokumen paling vital karena umumnya menjadi dokumen persyaratan untuk mengurus berbagai keperluan, seperti membuat kartu keluarga, paspor, perizinan, mengurus surat keterangan tidak mampu, mengurus dokumen

pernikahan, melanjutkan pendidikan, melamar pekerjaan, dan lainnya.

Perkembangan beberapa tahun terakhir, peran KTP juga makin vital karena diperlukan jika ingin mendapat bantuan dari berbagai program penanggulangan krisis/kemiskinan, seperti Raskin (Beras untuk Masyarakat Miskin) atau BLT (Bantuan Langsung Tunai). Bahkan pada tahun-tahun terakhir KTP juga telah memasuki ranah politik karena dianggap sebagai bukti dukungan bagi seorang calon kepala daerah dari jalur independen (non partai) dalam Pemilihan Langsung

(4)

Kepala Daerah (Pilkada) atau pencalonan sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Pemilu.

Sedemikian vitalnya KTP (maupun dokumen kependudukan lainnya) sehingga pelayanan administrasi kependudukan ini dapat dianggap sebagai salah satu pelayanan publik dasar (seperti halnya pelayanan kesehatan dan pendidikan) yang harus dipenuhi oleh pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan tersebut.

Terlebih, jenis pelayanan ini merupakan kewenangan pemerintah sepenuhnya karena memang tidak dimungkinkan ada alternatif lain yang dapat digunakan masyarakat seperti pada pelayanan kesehatan dan pendidikan (Pattinasarany dan Kusuma, 2008)

Merujuk Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 disebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan administrasi kependudukan dengan kewenangan meliputi : 1. Pembentukan instansi pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang

administrasi kependudukan.

2. Pengaturan teknis penyelenggaraan administrasi kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundangan.

3. Pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan administrasi kependudukan.

4. Pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang administrasi kependudukan.

5. Penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi Kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan.

6. Pengelolaan dan penyajian data kependudukan berskala kabupaten/kota.

Sejalan dengan arah penyelenggaraan administrasi kependudukan, maka pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil sebagai sub-sub sistem pilar dari administrasi kependudukan perlu ditata dengan sebaik-baiknya agar dapat memberikan manfaat dalam perbaikan pemerintahan dan pembangunan.

Pengelolaan pendaftaran penduduk merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dimana dalam pelaksanaanya diawali dari desa/kelurahan selaku ujung tombak pendaftaran penduduk. Dalam pelayanan tersebut perlu dilakukan

(5)

dengan benar dan cepat agar penduduk merasa mendapatkan pelayanan yang memuaskan.

Dalam prakteknya, meskipun terbitnya Undang-undang tersebut memberikan suasana yang kondusif dalam bidang administrasi kependudukan, implementasinya di lapangan masih banyak ditemui banyak permasalahan, terutama di tingkat daerah. Mengingat kondisi demografis, sosial, ekonomi, politik dan tipologi setiap daerah yang berbeda - beda. Implementasi kebijakan administrasi kependudukan tersebut dipengaruhi oleh aspek landasan hukum, aspek kelembagaan dan sumber daya manusia, aspek penerapan teknologi dan sistem pelayanan, aspek registrasi, aspek demografis (kesadaran masyarakat) dan aspek pengolahan data penduduk (Insani, 2008).

Kabupaten Bogor merupakan salah satu hinterland di bagian Selatan kota Jakarta dengan jumlah penduduk yang cukup besar yaitu sebanyak 4.302.974 jiwa pada tahun 2008 (Pendataan Keluarga Kabupaten Bogor, 2008). Hal ini mendukung pesatnya perkembangan sektor industri dan perumahan di wilayah Kabupaten Bogor. Arus migrasi akibat pertambahan dan perpindahan penduduk yang mencari lapangan pekerjaan dan tempat tinggal dapat menimbulkan dampak negatif terhadap administrasi kependudukan di Kabupaten Bogor, terutama mengenai kepemilikan KK atau KTP ganda. Sehingga hal tersebut dapat

membawa pengaruh yang cukup besar terhadap kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik dan ketertiban penduduk itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya suatu penataan administrasi kependudukan yang dapat menunjang terciptanya suatu kondisi tertib dan tentram sebagai salah satu syarat atau titik sentral yang sangat dibutuhkan di dalam setiap perencanaan pelaksanaan kegiatan pembangunan baik oleh instansi pemerintah maupun swasta di Kabupaten Bogor.

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor adalah salah satu unsur Pemerintah Kabupaten Bogor yang mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasar asas otonomi di bidang kependudukan dan pencatatan sipil serta tugas pembantuan. Dalam

mewujudkan tertib administrasi kependudukan melalui peningkatan pelayanan kependudukan dan peningkatan data base kependudukan, Dinas Kependudukan

(6)

dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor berusaha terus secara konsisten untuk meningkatkan sistem administrasi dan pelayanan dalam bidang kependudukan dengan menindaklanjuti Undang – undang No. 23 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007 melalui diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bogor No.9 Tahun 2009, tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah kajian tentang bagaimana strategi peningkatan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Kabupaten Bogor.

1.2 Perumusan Masalah

Tuntutan masyarakat terhadap peningkatan pelayanan di semua lini yang dilakukan oleh birokrat semakin terbuka. Masyarakat berharap pelayanan dalam pembuatan KTP misalnya dapat dilakukan dengan cepat, tepat dan mudah serta murah. Tidak sesuainya pelayanan administrasi kependudukan yang diberikan oleh pemerintah dengan harapan masyarakat menjadi salah satu penyebab keengganan masyarakat untuk membuat dokumen kependudukan, karena pelayanan yang terjadi selama ini masih bercirikan berbelit-belit, lambat, mahal dan melelahkan. Apalagi dengan diterapkannya Undang – undang No. 23 Tahun 2006, tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006, akan semakin sulit bagi penduduk yang kurang mampu untuk mendapatkan hak pencatatan sipil.

Sejalan dengan amanat Undang-undang, untuk meningkatkan kualitas pelayanan administrasi kependudukan, pemerintah daerah diharuskan menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dalam rangka

menciptakan sistem pengenal tunggal, berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sistem ini akan menghasilkan data penduduk yang dinamis dan mutakhir.

Pembangunan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan di Kabupaten Bogor masih dilakukan dengan manual dan semielektronik karena belum tersedianya fasilitas komunikasi data di wilayah - wilayah tertentu. Di satu sisi, penggunaan sistem SIAK dengan semielektronik ini akan mewujudkan data penduduk yang dinamis, akurat dan mutakhir, akan tetapi ternyata disisi lain

(7)

mengakibatkan waktu pembuatan KTP/KK yang lebih lama, karena data

penduduk tidak dapat diakses secara langsung, harus disinkronkan terlebih dahulu antara data di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten yang dilakukan secara periodik dan berjenjang. Pelayanan akan lebih cepat dan mudah apabila SIAK on line segera dilaksanakan, karena data penduduk akan mudah di akses baik di tingkat desa, kecamatan atau langsung ke tingkat kabupaten. Untuk mewujudkan SIAK on line, ternyata banyak kendala yang dihadapi oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor antara lain keterbatasan anggaran, karena masing-masing SKPD tidak dapat melebihi plot anggaran yang telah ditentukan, sedangkan penyelenggaraan SIAK on line butuh biaya yang cukup besar. Selain itu sering bergantinya pimpinan akibat adanya mutasi menyebabkan kurang konsistennya sistem yang harus dilaksanakan, sehingga kegiatan yang sudah berjalan tidak berlanjut dan mulai dari awal lagi.

Dengan banyaknya kendala yang dihadapi pemerintah dan masyarakat dalam sistem pelayanan administrasi penduduk, menyebabkan masih jauhnya kepemilikan KTP/KK dan Akta Catatan Sipil di Kabupaten untuk mencapai 100 persen, yaitu baru mencapai 1.931.046 orang (68,23 %) yang memiliki KTP dan memiliki Kartu Keluarga sebanyak 788.126 Kepala Keluarga (63,91 %), seperti dijelaskan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kepemilikan KTP dan KK di Kabupaten Bogor Tahun 2009

Jenis Dokumen

KTP KK

Wajib KTP/KK

2.830.011 1.233.174

Sudah Memiliki

1.931.046 788.126

Persentase (%)

68,23 63,91

Sumber : Disduk & Capil Kab. Bogor, 2010

Untuk kepemilikan akta catatan sipil, belum ada pendataan mengenai kepemilikan penduduk terhadap akta catatan sipil, khususnya akta kelahiran, oleh karena itu sulit untuk didapatkan data yang valid dan akurat. Hal ini juga

merupakan salah satu kelemahan yang dimiliki oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor dalam hal penyediaan data penduduk. Akan tetapi, sebagai gambaran secara umum dapat dilihat data kepemilikan akta kelahiran pada Rencana Strategis Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

(8)

Kabupaten Bogor 2009 -2013, bahwa yang memiliki akta kelahiran pada tahun 2008 adalah sebanyak 835.507 orang. Data ini didapatkan berdasarkan hasil Pendataan Keluarga pada Tahun 2005 mengenai kepemilikan akta kelahiran di Kabupaten Bogor ditambah jumlah akta kelahiran yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 baik kelahiran dibawah 18 tahun dan diatas 18 tahun, berarti data tersebut tidak termasuk penduduk Kabupaten Bogor yang memiliki akta kelahiran di luar Kabupaten Bogor. Sedangkan jumlah kelahiran di Kabupaten Bogor berdasarkan hasil Pendataan Keluarga oleh BKKBN tahun 2004 – 2008 adalah sebanyak 357.158 orang, sehingga kepemilikan akta kelahiran di

Kabupaten Bogor dari jumlah kelahiran tahun 2004-2008 adalah sebanyak 233,9 persen. Ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kepemilikan Akta Kelahiran di Kabupaten Bogor Tahun 2009

Jenis Dokumen Kelahiran Tahun Sudah Memiliki Persentase (%) 2004-2008

Akta Kelahiran 357.158 835.507 233,9

Sumber : Diolah dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor,2008 dan BKKBN, 2009

Dari data tersebut terlihat bahwa masih banyak penduduk Kabupaten Bogor yang belum terlayani dalam pengurusan KTP dan KK, hal ini berarti bahwa masih banyak penduduk di Kabupaten Bogor yang belum tercatat dan terdata sebagai penduduk di Kabupaten Bogor, terutama bagi masyarakat di pelosok - pelosok desa. Hal ini merupakan suatu permasalahan yang cukup besar bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, khususnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor karena dengan sistem pelayanan yang dilaksanakan selama ini ternyata tidak mampu memenuhi hak dasar sebagian penduduknya untuk memiliki dokumen kependudukan. Oleh karena itu, untuk mengetahui kondisi di lapangan, pertanyaan kajian yang pertama adalah

”Bagaimana pelaksanaan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor sehubungan dengan diterbitkannya UU No.23 Tahun 2006 dan PP No. 37 Tahun 2007 ?

(9)

Luasnya wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu kendala pelaksanaan pelayanan administrasi kependudukan di Kabupaten Bogor, dengan jarak tempuh yang jauh menuju tempat pelayanan di tingkat Kabupaten,

menyebabkan proses pembuatan administrasi kependudukan menjadi lebih mahal dengan adanya beban transportasi yang harus dikeluarkan oleh pembuat dokumen (makelar) dan proses penyelesaian yang lebih lama apabila terdapat kekurangan dalam persyaratan yang harus dilampirkan karena konsumen harus bolak balik untuk memenuhi persyaratan tersebut .

Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 23 Tahun 2006 dalam pelaksanaan administrasi penduduk, hal ini membawa perubahan yang cukup banyak terhadap sistem pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil baik prosedur, persyaratan maupun biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengevaluasi dan mengetahui bagaimana kepuasan masyarakat terhadap sistem pelayanan yang sedang berlangsung maka diperlukan analisis berupa persepsi masyarakat sebagai konsumen. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pertanyaan spesifik kajian yang kedua adalah “Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap sistem pelayanan pendaftaran penduduk khususnya pelayanan KTP dan KK pada tingkat

Kecamatan dan Pencatatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor ?

Terwujudnya administrasi kependudukan yang tertib Tahun 2013 adalah merupakan visi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berlandaskan pada aturan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, yaitu sesuai dengan PP No. 37 Tahun 2007 dan memberikan pelayanan terbaik, bermutu dan berkualitas kepada masyarakat. Untuk mendukung terlaksananya visi tersebut, maka pertanyaan spesifik kajian yang terakhir adalah ”Bagaimana strategi dan rumusan program yang tepat, efisien dan efektif untuk meningkatkan pelaksanaan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Kabupaten Bogor ?”.

(10)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari kajian pembangunan daerah yang berjudul Strategi

Peningkatan Pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Kabupaten Bogor ini adalah untuk :

1. Menganalisis pelaksanaan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan diterbitkannya UU No. 23 Tahun 2006 dan PP No. 37 Tahun 2007.

2. Menganalisis persepsi masyarakat sebagai konsumen terhadap sistem pelayanan pendaftaran penduduk khususnya pelayanan KTP dan KK pada tingkat kecamatan dan Akta Catatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor.

3. Merumuskan strategi dan program yang tepat, efisien dan efektif untuk meningkatkan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Kabupaten Bogor .

1. 4. Manfaat Kajian

1. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, khususnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor dalam hal peningkatan Administrasi Kependudukan baik pelayanan maupun sistem informasi / data base kependudukannya menuju pelayanan prima dan mewujudkan good governance.

2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil kajian diharapkan dapat dgunakan sebagai referensi tambahan, khususnya berkenaan dengan peningkatan administrasi kependudukan di Pemerintah Daerah.

Gambar

Tabel 1. Kepemilikan KTP dan KK di Kabupaten Bogor Tahun 2009

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar dalam hal ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, penyelesaian kasus perubahan data akta kelahiran

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Sintang secara khusus Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai instansi yang memberikan

Fuzzy Logic PSS dituning dengan AG lebih efektif dibandingkan dengan konvensional PSS dan FL PSS dengan parameter cerdas. Aplikasi dari teknik ini dapat

Strategi ini dilakukan dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor yaitu telah ditetapkannya Perda Kabupaten Bogor

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lumajang merupakan suatu instansi yang memberikan pelayanan di bidang Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Dengan hal

Pada era otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten Bogor membentuk Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor melalui Perda Kabupaten Bogor Nomor 25 tahun 2000 tentang

Gulma jenis teki-tekian ini memiliki daya tahan yang sangat baik terhadap pengendalian mekanik karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang bertahan

Ranwal Rencana Kerja (Renja) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Magetan merupakan dokumen perencanaan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten