PENGUJIAN SENSITIVITAS HASIL PEMODELAN DATA
GEOLISTRIK (STUDI KASUS: LAPANGAN DAERAH
TAKANDEANG, MAMUJU, SULAWESI BARAT)
SKRIPSI
NADYA DWI PERMATASARI NIM: 11160970000045
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
Lembar Persetujuan Pembimbing
PENGUJIAN SENSITIVITAS HASIL PEMODELAN DATA
GEOLISTRIK (STUDI KASUS: LAPANGAN DAERAH
TAKANDEANG, MAMUJU, SULAWESI BARAT)
SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si)
NADYA DWI PERMATASARI NIM 11160970000045 Menyetujui, Pembimbing I Dr. Sutrisno, Dipl.Seis NIP. 19590202 198203 1 005 Pembimbing II
Adhika Junara Karunianto, MT NIP.19801204 200801 1 008
Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika
Tati Zera, M.Si NIP. 19690608 200501 2 002
Skripsi yang berjudul Pengujian Sensitivitas Hasil Pemodelan Data Geolistrik (Studi Kasus: Lapangan Daerah Takandeang, Mamuju, Sulawesi Barat) yang telah disusun oleh Nadya Dwi Permatasari dengan NIM 11160970000045 telah diujikan dan dinyatakan lulus dalam sidang munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 16 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Program Studi Fisika.
Jakarta, 16 Juli 2021
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Tati Zera, M.Si Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si
NIP. 19690608 200501 2 002 NIP. 19770416 200501 2 008
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Sutrisno, Dipl.Seis Adhika Junara Karunianto, MT NIP. 19590202 198203 1 005 NIP.19801204 200801 1 008
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Sains dan Teknologi
Ir. Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D Tati Zera, M.Si
NIP 19710608 200501 1 005 NIP 19690608 200501 2 002
v
ABSTRAK
Telah dilakukan pengujian sensitivitas 5 lintasan data geolistrik di daerah Takandeang, Mamuju, Sulawesi Barat menggunakan konfigurasi dipole-dipole dan wenner. Metode geolistrik sering digunakan dalam eksplorasi pertambangan. dalam melakukan eksplorasi pertambangan digunakan metode pendeteksian dan pengolahan serta memastikan kedalamannya. dalam menentukan kedalaman diperlukan peningkatan akurasi dalam interpretasinya hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan pemodelan. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai sensitivitas dari data geolistrik konfigurasi dipole-dipole dan konfigurai wenner yang akan dibuat pemodelan dengan menggunakan software Res2Dinv dan software Res2Dmod untuk pemodelan secara sintetik. Pada lintasan 1. Lintasan 4 dan lintasan 5 menggunakan konfigurasi dipole-dipole diperoleh nilai sensitivitas rata-rata yaitu 3,51, 2,28 dan 3,11, konfigurasi dipole-dipole sensitif ke arah horizontal dan kurang sensitif ke arah vertikal. Pada lintasan 2 dan lintasan 3 memiliki nilai sensitivitas rata-rata 0,88 dan 1,15, konfigurasi wenner sensitif ke arah vertikal dan konfigurasi wenner ini memiliki sinyal yang kuat sehingga dapat dilakukan survei di daerah dengan kebisingan yang tinggi.
vi
ABSTRACT
Sensitivity testing of 5 lines of geoelectric data has been carried out in the Takandeang area, Mamuju, West Sulawesi using dipole-dipole and Wenner configurations. Geoelectric methods are often used in mining exploration. In mining exploration, detection and processing methods and their beliefs are used. In measuring the increase in the increase in value in its interpretation this can be done by using modeling. This research aims to see the sensitivity value of the geoelectric data of the dipole-dipole configuration and the Wenner configuration which will be modeled using Res2Dinv software and Res2Dmod software for synthetic modeling. On line 1. Line 4 and line 5 use the dipole-dipole configuration which obtained an average sensitivity value of 3.51, 2.28 and 3.11, the dipole-dipole configuration is sensitive to the horizontal and less sensitive to the vertical. Track 2 and line 3 have an average sensitivity value of 0.88 and 1.15, this vertical sensitive configuration and the female configuration have a strong signal so that surveys can be carried out in areas with high demand.
vii
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini berjudul “Pengujian Sensitivitas Hasil Pemodelan Data Geolistrik (Studi Kasus: Lapangan Daerah Takandeang, Mamuju, Sulawesi Barat)”, yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program S1 pada Program Studi Fisika di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari penuh bahwa banyak sekali kekurangan dalam penulisan dan keterbatasan dalam kemampuan maupun pengetahuan. Namun, berkat usaha, do’a, dorongan serta nasehat positif dari berbagai pihak, skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena ini, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Nashrul Hakiem, S.Si., M.T., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Sutrisno, Dipl.Seis., selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, arahan, waktu, dan nasihat dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Adhika Junara Karunianto, MT., selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Ir. Yarianto Sugeng Budi Susilo., selaku Kepala Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN).
viii
6. Ibu Tati Zera M.Si dan Ibu Elvan Yuniarti M.Si., selaku Ketua Kaprodi dan Sekertaris Prodi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Seluruh Dosen dan Staff pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan dapat bermanfaat dan memperoleh keberkahan dari Allah SWT.
8. Orangtua penulis Ayah Sukma Wijaya dan Umi Lily Juliyati atas doa, kasih sayang, pengertian, dan pengorbanan.
9. Adik penulis Muhammad Faisal Zulfikri yang selalu bersedia menjemput. 10. Kakak penulis Syifa Chairun nisa S.Pd., yang selalu memberikan
semangat.
11. Achmadi Prasetiyo S.Pd., yang selalu memberikan semangat dan motivasi. 12. Dea, Nida dan Ani selaku teman seperjuangan di PTBGN-BATAN Pasar
Jum’at
13. Rizki Alpiandi S.Si., yang mengajari, membantu dan memberikan ilmu. 14. Kak Ardi yang telah mengurus proses untuk PKL dan TA di
PTBGN-BATAN.
15. Rekan-rekan Geofisika angkatan 2016 khususnya Laras, Dinniar, Reggy, Adinda, Caca dan Sabil yang selalu memberikan dukungan dalam kuliah dan menyelesaikan tugas akhir.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulis dimasa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian pada umumnya.
Jakarta, 16 Juli 2021 Penulis,
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Identifikasi Masalah 3 1.3 Batasan Masalah 3 1.4 Rumusan Masalah 4 1.5 Tujuan Penelitian 4 1.6 Manfaat Penelitian 4 1.7 Sistematika Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Kondisi Regional 7
2.1.1 Letak Geografis Wilayah 7
2.1.2 Kondisi Geologi Wilayah 8
2.2 Metode Geofisika 9
2.3 Metode Geolistrik 13
2.4 Metode Resistivitas 14
2.5 Konsep Resistivitas Semu 15
2.6 Pemilihan Konfigurasi 16
2.7 Konfigurasi Geolistrik 16
2.8 Prediksi Kedalaman 18
2.9 Sensitivitas Metode Geolistrik 22
BAB III METODE PENELITIAN 26
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 26
3.2 Instrumen Penelitian 27
x
3.2.2 Perangkat Lunak 28
3.2.3 Diagram Alir 29
3.3 Prosedur Pengolahan Data 30
3.3.1 Pengolahan Data Geolistrik 2D 30
3.3.2 Pengolahan Pemodelan Sensitivitas Data Geolistrik 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32
4.1 Hasil Penelitian 32
4.1.1 Hasil Penampang Lintasan 1 32
4.1.2 Hasil Penampang Lintasan 2 34
4.1.3 Hasil Penampang Lintasan 3 35
4.1.4 Hasil Penampang Lintasan 4 37
4.1.5 Hasil Penampang Lintasan 5 39
4.2 Pembahasan 41
4.2.1 Sensitivitas Data Geolistrik Konfigurasi Dipole-dipole 41 4.2.2 Sensitivitas Data Geolistrik Konfigurasi Wenner Alpha 43
BAB V PENUTUP 46
5.1 Kesimpulan 46
5.2 Saran 47
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Metode Survei Geofisika 11
Tabel 2.2 Aplikasi Metode Geolistrik 12
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian Di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat 7
Gambar 2.2 Peta Geologi Regional 8
Gambar 2.3 Hubungan Resistansi, Arus dan Tegangan 14 Gambar 2.4 Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner Alpha 17 Gambar 2.5 Susunan Elektroda Konfigurasi Dipole-dipole 17 Gambar 2.6 Plot Fungsi Sensitivitas 1-D untuk Larik Wenner 19
Gambar 2.7 Sensitivitas Konfigurasi Wenner Alpha 24
Gambar 2.8 Konfigurasi Dipole-dipole n=1 25
Gambar 3.1 Peta Lintasan Penelitian 26
Gambar 3.2 Satu Set Alat Geolistrik ABEM SAS 1000 28
Gambar 3.3 Komponen Alat Penelitian 28
Gambar 3.4 Diagram Alir Penelitian 29
Gambar 4.1 Pemodelan Penampang Lintasan 1 Resistivitas 32 Gambar 4.2 Pemodelan Penampang Lintasan 1 Sensitivitas 33 Gambar 4.3 Pemodelan Blok Sensitivitas Pada Lintasan 1 33 Gambar 4.4 Pemodelan Penampang Lintasan 2 Resistivitas 34 Gambar 4.5 Pemodelan Penampang Lintasan 2 Sensitivitas 34 Gambar 4.6 Pemodelan Blok Sensitivitas Pada Lintasan 2 35 Gambar 4.7 Pemodelan Penampang Lintasan 3 Resistivitas 36 Gambar 4.8 Pemodelan Penampang Lintasan 3 Sensitivitas 36 Gambar 4.9 Pemodelan Blok Sensitivitas Pada Lintasan 3 37 Gambar 4.10 Pemodelan Penampang Lintasan 4 Resistivitas 38 Gambar 4.11 Pemodelan Penampang Lintasan 4 Sensitivitas 38 Gambar 4.12 Pemodelan Blok Sensitivitas Pada Lintasan 4 39 Gambar 4.13 Pemodelan Penampang Lintasan 5 Resistivitas 40 Gambar 4.14 Pemodelan Penampang Lintasan 5 Sensitivitas 40 Gambar 4.15 Pemodelan Blok Sensitivitas Pada Lintasan 5 41 Gambar 4.16 Pemodelan Sensitivitas Secara Sintetik pada Lintasan 1,4 dan 5 42
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangMamuju merupakan Ibu kota Provinsi Sulawesi Barat yang merupakan
Provinsi baru hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2004.
Provinsi Sulawesi Barat terletak di bagian barat Pulau Sulawesi dengan luas
16.796,19 km2 yang mencakup beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Polewali
Mandar, Majene. Mamasa, Mamuju utara, Mamuju Tengah dan Mamuju.
Kabupaten Mamuju terdiri dari beberapa kecamatan yaitu Kalukku, Mamuju,
Simboro, Tapalang, Tapalang Barat, Papalang, Sampaga, Bonchau, Kalumpang dan
Tommo. Beberapa kecamatan di Kabupaten Mamuju yang tersusun oleh batuan
vulkanik, terutama batuan vulkanik Adang [1].
Kabupaten Mamuju yang memiliki posisi paling barat dan tersusun oleh
batuan vulkanik dengan afinitas ultrapotasik/ soshonitik berkomposisi basaltik
andesitic yang dikelompokkan ke dalam satuan batuan vulkanik Adang [2]. Secara
umum pulau Sulawesi tersusun oleh batuan vulkanik dengan afinitas yang sangat
bervariasi yang terbentuk karena proses tektonik yang sangat kompleks yaitu
pertemuan antara lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik [3].
Desa Takandeang terletak di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat yang
memiliki nilai laju dosis radiasi tinggi, yaitu antara 100-2.800 nSv/jam. Hasil
tersebut didapatkan dari pengukuran radiasi yang dilakukan oleh Pusat Teknologi
Keselamatan dan Metrologi Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional
dengan nilai laju dosis di daerah lain yang ada di Indonesia. Nilai laju dosis yang
tinggi di daerah tersebut mencerminkan keterdapatan unsur radioaktif yang
terkandung dalam batuan seperti uranium (U), thornium (Th), dan potassium (K)
atau terdapat unsur anak luruhnya. Keterdapatan unsur radioaktif terutama uranium
dan thornium sangat erat kaitannya dengan batuan berkomposisi asam. Secara
geologi batuan yang berpotensi mengandung uranium (U) adalah batuan lava breksi
dan batu gamping. Batuan ini terdapat di desa Takandeang oleh karena itu perlu
dilakukan pengambilan data agar mendapatkan unsur radioaktif, sebelum
melakukan penelitian perlu dilakukan prediksi kedalaman penelitian. Untuk
melakukan prediksi kedalaman dapat menggunakan pemodelan sensitivitas agar
mendapatkan nilai faktor kedalaman sehingga dapat mengetahui prediksi
kedalaman sebelum melakukan penelitian. Hal ini penting dilakukan agar
mengetahui seberapa panjang lintasan untuk kedalaman yang diinginkan dan
konfigurasi yang digunakan pada saat penelitian.
Alasan penulis menguji sensitivitas data geolistrik dengan 2 konfigurasi yaitu
konfigurasi dipole-dipole dan wenner alpha karena konfigurasi dipole-dipole sangat
baik untuk penetrasi kedalaman dan kesensitifannya sangat tinggi untuk arah
horizontal dan sedang untuk arah vertikal, sedangkan konfigurasi wenner alpha
memiliki kemampuan yang sangat baik dalam resolusi vertikal dan kesensitifannya
3
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah ditulis didapat beberapa identifikasi masalah,
yaitu:
1. Memperkirakan distribusi resistivitas secara horizontal atau vertikal di
lapangan daerah Takandeang, Mamuju, Sulawesi Barat.
2. Pentingnya mengetahui nilai sensitivitas geolistrik agar dapat menggunakan
konfigurasi yang tepat
3. Belum ada penelitian yang dibuat untuk menentukan sensitivitas data
geolistrik di lapangan daerah Takandeang, Mamuju, Sulawesi Barat.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dari latar belakang yang telah ditulis dapat
ditentukan batasan masalah yang akan dibuat, yaitu:
1. Penelitian ini menggunakan data sekunder geolistrik di lapangan daerah
Takandeang, Mamuju, Sulawesi Barat.
2. Mengkaji dan mendeskripsikan parameter sensitivitas dari pemodelan data
geolistrik tahanan jenis 2D yang menggunakan konfigurasi dipole-dipole
dan wenner.
3. Pengolahan data dilakukan menggunakan Software Res2Dinv dan
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang dibuat, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana cara melakukan pengujian sensitivitas data geolistrik di
lapangan daerah Takandeang, Mamuju, Sulawesi Barat?
2. Bagaimana nilai sensitivitas dan kedalaman rata-rata di lapangan daerah
Takandeang, Mamuju, Sulawesi Barat?
3. Bagaimana membandingkan prediksi kedalaman dengan kedalaman hasil
penelitian di lapangan daerah Takandeang, Mamuju, Sulawesi Barat?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Melakukan pengujian sensitivitas dalam pembuatan pemodelan geolistrik
konfigurasi wenner dan dipole-dipole
2. Membuat pemodelan 2D pemodelan sintetik untuk mengetahui nilai
sensitivitas dan kedalaman rata-rata berdasarkan hasil penelitian
3. Membandingkan prediksi kedalaman dengan kedalaman hasil penelitian
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menguji data geolistrik untuk mengetahui sensitivitas konfigurasi wenner
5
2. Memberikan informasi nilai sensitivitas dan kedalaman rata-rata
berdasarkan pemodelan 2D sintetik
3. Memberikan perbandingan prediksi kedalaman dengan kedalaman hasil
penelitian
1.7 Sistematika Penulisan BAB I: Pendahuluan
Bab ini menjelaskan mengenai Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Batasan
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II: Tinjauan Pustaka
Bab ini menjelaskan mengenai kondisi regional penelitian yang terdiri dari letak
geografis, kondisi wilayah, dasar teori yang terdiri dari metode geofisika, metode
geolistrik, metode resistivitas, resistivitas semu, sifat kelistrikan batuan, resistivitas
batuan, pemilihan konfigurasi, konfigurasi geolistrik, prediksi kedalaman dan
sensitivitas metode geolistrik.
BAB III: Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan mengenai waktu dan lokasi penelitian, instrumen penelitian
yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan diagram alir. Cara kerja
pengambilan data dan prosedur pengolahan data terdiri dari pengolahan data
geolistrik 2D dan pengolahan pemodelan sensitivitas data geolistrik.
Bab ini menjelaskan mengenai hasil pengolahan data yang terdiri dari lintasan 1
sampai lintasan 5 dan pembahasan pemodelan sensitivitas data geolistrik
menggunakan konfigurasi dipole-dipole dan wenner.
BAB V: Kesimpulan
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Regional2.1.1 Letak Geografis Wilayah
Kabupaten Mamuju terletak di Provinsi Sulawesi Barat pada posisi 2º 8’ 24”-2º 57’ 46” Lintang Selatan dan 118º 45’ 26”-119º 47’ 48” Bujur Timur.
Kabupaten Mamuju yang beribukota di Mamuju, berbatasan dengan kabupaten
Mamuju Tengah di sebelah utara dan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah timur,
Kabupaten Majene, Kabupaten Mamasa dan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah
selatan serta selat Makasar di sebelah barat.
Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.
Kabupaten Mamuju memiliki luas wilayah 5.056,19 km2. Hampir seluruhn
pegunungan. Kecamatan Kalumpang merupakan kecamatan terluas dengan luas
wilayah 1.731,99 km2 atau 34,20 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten
Mamuju, sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Kapulauan Balabalakang
dengan luas wilayah 21,86 km2 atau 0,43 persen dari seluruh luas wilayah
Kabupaten Mamuju [4].
2.1.2 Kondisi Geologi Wilayah
Gambar 2.2 Peta Geologi Regional [2]
Geologi regional daerah penelitian dapat dilihat pada peta geologi lembar
Mamuju, Sulawesi skala 1: 250.000 [2]. Berdasarkan peta geologi tersebut dan
pengamatan di lokasi penelitian dijumpai litologi Batuan Gunung api Adang (Tma)
terdiri dari tuf, lava dan breksi gunung api. Aktivitas gunung api purba mengontrol
9
pusat erupsi gunung api yang teridentifikasi dari citra satelit, daerah penelitian ini
sangat cocok untuk pertambangan.
2.2 Metode Geofisika
Geofisika atau Geophysics dalam Bahasa inggris, menurut ilmu etimologi
terdiri dari kata Geo dan Physics. Geo berarti bumi dan Physics yang memiliki
makna fisika. Secara garis besar geofisika adalah ilmu yang menerapkan
prinsip-prinsip fisika untuk mengetahui dan memecahkan masalah yang berhubungan
dengan Bumi, dapat pula diartikan mempelajari Bumi dengan menggunakan
prinsip-prinsip fisika [5].
Manusia diciptakan oleh Allah SWT di Bumi ini dengan memiliki
keterbatasan indrawi dalam melihat semua yang ada di langit dan di Bumi, sehingga
diperlukan suatu ilmu pengetahuan untuk bisa melihat atau mengekplorasi dan
salah satu wujud dari ilmu pengetahuan dalam bidang geofisika adalah
menggunakan salah satu metode yaitu metode geolistrik resistivitas [6].
Sebagaimana dalam surat Ar-Rahman ayat 33, Allah SWT berfirman:
ِ ض أرَ ألْا َو ِ تا َوا َمَّسلا ِ راَطأقَأ ِأن م ِاوُذُفأنَت ِأنَأ ِأمُتأعَطَتأسا ِ ن إ ِ سأن ألْا َو ِ ن جألا َِرَشأع َم ِاَي ِ ناَطألُس ب َِّلّ إ َِنوُذُفأنَت َِلّ ِ ِِاوُذُفأناَف
“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah).” (Q.S Ar-Rahman [55]:33) [7].
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT telah mempersilahkan
kepada makhluk-Nya untuk melakukan eksplorasi terhadap langit dan bumi dalam
pengecualian yaitu kekuatan. Kekuatan yang dimaksud ayat di atas adalah kekuatan
dari tubuh dan dari pikiran yang berupa ilmu pengetahuan. Sebagai hamba Allah
SWT yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi dalam geofisika hendaknya
terus berupaya untuk menemukan segala sesuatu yang terdapat di bumi baik berupa
sumber daya alam yang bermanfaat dan menemukan fenomena alam yang terjadi
di bumi atau juga sebagai mitigasi bencana alam yang terjadi dengan berusaha
mengetahui gejala-gejala yang terjadi sebelumnya.
Geofisika termaksud ilmu yang mempelajari bagian-bagian bumi yang tidak
dapat terlihat langsung dari permukaan, melalui pengukuran sifat fisiknya dengan
peralatan yang tersedia di atas permukaan bumi. Geofisika juga mencangkup
interpretasi pengukuran yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang
berguna tentang struktur dan komposisi lapisan di dalam bumi [8].
Ilmu geofisika dapat dimanfaatkan dalam penyelidikan kebumian seperti
mitigasi bencana gempa bumi, mitigasi bencana gunung api, eksplorasi minyak
bumi, eksplorasi mineral dan logam, dan juga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan dan bangunan.
Untuk pemanfaatan ilmu geofisika tersebut, maka diperlukan metode yang sesuai.
Hal ini yang membuat terdapat berbagai macam metode geofisika.
Secara umum, metode geofisika dibagi menjadi dua kategori, yaitu metode
pasif dan aktif. Metode pasif dilakukan dengan mengukur medan alami yang
dipancarkan oleh Bumi. Metode aktif dilakukan dengan membuat medan gangguan
kemudian mengukur respon yang dilakukan oleh bumi. Medan alami yang
11
bumi serta radiasi radioaktivitas bumi. Medan buatan dapat berupa ledakan dinamit,
pemberian arus listrik ke dalam tanah, pengiriman sinyal radar dan lain sebagainya.
Dalam kegiatan eksplorasi, metode geofisika terdiri dari beberapa metode yaitu
metode geolistrik, metode seismik, metode gravitasi, metode geomagnet, dan
ground penetrating radar (GPR). Setiap metode memiliki fungsi dan pencarian parameter yang berbeda, seperti yang dtunjukkan pada tabel di bawah:
Tabel 2.1 Metode Survei Geofisika [9]
Metode Parameter Terukur Sifat Fisika Yang
Digunakan Seismik Waktu tempuh gelombang
seismic
Densitas dan Modulus Elastisitas Gravitasi Perbedaan medan gravitasi Densitas Magnetik Perbedaan nilai medan
magnetic
Suseptibilitas Magnetik dan Remanen Elektrik
Resistivitas Resistivitas Bumi Konduktivitas Elektrik Induksi Polarisasi Polaritas Tegangan Kapasitansi Elektrik
Potensial Diri Potensial Elektrik Konduktivitas Elektrik Elektromagnetik Respon dari radiasi
elektromagnetik
Konduktivitas Elektrik dan Induksi Radar Waktu tempuh dari sinyal
radar yang terefleksi
Konstanta Dielektrik
Metode geolistrik adalah salah satu metode geofisika yang memanfaatkan
aliran listrik yang bertegangan tinggi ke bawah permukaan bumi untuk
memperlihatkan struktur bawah permukaan. Metode ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan berdasarkan nilai
Metode geofisika tersebut dipergunakan sesuai dengan tujuan dari survey
geofisika itu sendiri. Masing-masing metode geofisika memiliki sensitivitas yang
berbeda-beda terhadap parameter fisika yang diukur. Sebagai contoh, jika ingin
melakukan eksplorasi mineral logam akan jauh lebih efektif menggunakan metode
magnetik dan elektrik dibandingkan dengan menggunakan metode gravitasi.
Beberapa contoh penggunaan metode geofisika dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut
ini.
Tabel 2.2 Aplikasi Metode Geofisika [9]
Aplikasi metode geofisika Metode geofisika yang sesuai Eksplorasi bahan bakar fosil (Minyak,
gas, batubara)
Seismik, Gravitasi, Magnetik,
(Elektromagnetik)
Eksplorasi mineral mengandung
logam
Magnetik, Elektromagnetik,
Resistivitas, Potensial Diri, Induksi
Polarisasi, Radiometrik.
Eksplorasi deposit mineral dalam
jumlah besar (contoh: batu pasir)
Seismik, Resistivitas, Gravitasi.
Eksplorasi air tanah Resistivitas, Seismik, Gravitasi,
Georadar.
Investigasi lokasi konstruksi Resistivitas, Seismik, Gravitasi,
Georadar, Magnetik.
Investigasi arkeologi Georadar, Resistivitas,
13
2.3 Metode Geolistrik
Penggunaan metode geolistrik pertama kali oleh Conrad Schlumberger pada
tahun 1912. Metode geolistrik adalah suatu teknik investigasi dari permukaan tanah
untuk mengetahui lapisan-lapisan batuan atau material berdasarkan pada prinsip
bahwa lapisan batuan atau masing-masing material mempunyai nilai resistivitas
atau hambatan jenis yang berbeda-beda. Tujuan dari survei geolistrik adalah untuk
menentukan distribusi nilai resistivitas dari pengukuran yang dilakukan di
permukaan tanah [10].
Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika untuk mengetahui
perubahan resistivitas lapisan batuan di bawah permukaan tanah. Prinsip kerja
metode geolistrik dilakukan dengan cara menginjeksikan arus listrik ke permukaan
tanah melalui sepasang elektroda dan mengukur beda potensial dengan sepasang
elektroda yang lain. Bila arus listrik diinjeksikan ke dalam suatu medium dan
diukur beda potensialnya (tegangan), maka nilai hambatan dari medium tersebut
dapat diperkirakan. Semakin Panjang jarak elektroda akan menyebabkan aliran arus
listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam [11].
Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan
listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur
dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui dua buah elektroda
tegangan yang jaraknya lebih pendek daripada elektroda arus. Bila posisi jarak
elektroda arus diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada
elektroda tegangan ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut
2.4 Metode Resistivitas
Konsep dasar metode resistivitas adalah Hukum Ohm. Pada tahun 1826 George
Simon Ohm melakukan eksperimen menentukan hubungan antara tegangan V pada
penghantar dan arus I yang melalui penghantar dalam batas-batas karakteristik
parameter penghantar. Parameter itu disebut resistansi R, yang didefinisikan
sebagai hasil bagi tegangan V dan arus I, sehingga dituliskan
R = 𝑉
𝐼 atau V = IR (Hukum Ohm) (2.1)
Dengan R adalah resistansi bahan (Ohm), I adalah besar kuat arus (ampere),
dan V adalah besar tegangan (volt).
Hukum Ohm menyatakan bahwa potensial atau tegangan antara ujung-ujung
penghantar adalah sama dengan hasil kali resistansi dan kuat arus. Hal ini
diasumsikan bahwa R tidak tergantung I, bahwa R adalah konstan (tetap).
Hubungan resistansi, kuat arus, dan tegangan ditunjukkan oleh Gambar 3. R
I V
Gambar 2.3 Hubungan Resistansi, Arus dan Tegangan [17]
Metode resistivitas adalah salah satu dari kelompok metode geolistrik yang
bertujuan untuk mempelajari sifat fisis batuan yang terdapat dibawah permukaan
berdasarkan distribusi nilai tahanan jenis. Dalam metode resistivitas, arus listrik
yang dihasilkan secara buatan dimasukkan ke dalam tanah dan perbedaan potensial
15
yang diharapkan dari tanah homogen memberikan informasi tentang bentuk dan
sifat listrik dari ketidakhomogenan bawah permukaan. [9]
Di dalam metode geolistrik resistivitas ini terdapat dua macam metode dalam
pengambilan datanya, yaitu: metode geolistrik mapping dan metode geolistrik
resistivitas sounding. Metode resistivitas mapping merupakan metode resistivitas
yang bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas lapisan tanah bawah
permukaan secara horizontal. Sedangkan metode geolistrik resistivitas sounding
bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan di dalam permukaan bumi
secara vertikal.
2.5 Konsep Resistivitas Semu
Metode resistivitas diasumsikan bahwa bumi memiliki sifat homogen isotropis.
Dengan asumsi ini, resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya dan
tidak bergantung pada elektroda. Pada kenyataannya, bumi ini terdiri dari lapisan-lapisan dengan ρ yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan
pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Maka harga resistivitas yang terukur bukan
merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan terutama pada spasi elektroda yang
lebar. Resistivtas semu dapat dirumuskan dengan persamaan:
𝜌𝑎 =𝐾 ∆𝑉 𝐼
(2.2)
Dimana ρa adalah resistivitas semu (Ohm meter), K adalah faktor geometri, ΔV
2.6 Pemilihan Konfigurasi
Pemilihan konfigurasi elektroda bergantung pada tipe struktur yang akan
dipetakan, sensitivitas alat geolistrik dan tingkat noise yang ada. Masing-masing
konfigurasi elektroda mempunyai kelebihan dan kekurangan. Suatu permasalahan
mungkin lebih baik dilakukan dengan suatu jenis konfigurasi elektoda, tetapi belum
tentu permasalahan tersebut dapat dipecahkan jika digunakan jenis konfigurasi
lainnya. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengukuran, harus diketahui dengan
jelas tujuannya sehingga kita dapat memilih jenis konfigurasi yang mana yang akan
dipakai [16]. Karakteristik yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan
konfigurasi elektroda adalah sensitivitas konfigurasi terhadap perubahan nilai
tahanan jenis bawah permukaan secara vertikal dan horizontal, kedalaman
investigasi, cangkupan data dan kuat sinyal.
2.7 Konfigurasi Geolistrik
Pada dasarnya, peletakaan posisi elektroda secara substansial sangat
memengaruhi hasil pengambilan data. Konfigurasi yang berbeda memiliki
sensitivitas yang berbeda untuk ketidak homogenan bawah permukaan dan juga
resistensi yang berbeda terhadap noise. Konfigurasi elektroda pasti mempengaruhi
pembacaan arus dan potensial. Untuk dapat membandingkan pengukuran dengan
konfigurasi elektroda yang berbeda, nilai yang diukur harus dikoreksi untuk efek
konfigurasi elektroda. Ini dilakukan dengan mengalikan bacaan dengan konfigurasi
konstanta, k:
𝜌 =𝑘∆𝑉 𝐼
17
Dimana 𝜌 adalah resistivitas semu (Ohm meter), K adalah faktor geometri, ΔV
adalah beda potensial (Volt), dan I adalah kuat arus (Ampere).
Konstanta array hanya bergantung pada jarak antara masing-masing elektroda:
𝐾 = 2𝜋 1 𝑐𝑝
(2.4)
Dimana K adalah faktor geometri, cp adalah jarak antara elektroda arus dan
elektroda potensial (meter)
Berdasarkan letak elektroda, dapat dibedakan beberapa jenis konfigurasi yaitu
konfigurasi Wenner-Beta, Wenner-Gamma, Schlumberger, Dipole – Dipole, Pole – Dipole, Pole – Pole, dan Wenner – Alpha.
Konfigurasi Wenner alpha merupakan konfigurasi dengan sistem aturan spasi
yang konstan pada setiap elektroda arus dan eletroda potensial. Peletakan elektroda
seperti C1 – P1 – P2 – C2 dengan C sebagai elektroda arus dan P sebagai elektroda
potensial. Kelebihan dari konfigurasi ini sangat cocok untuk medan yang sulit atau
terjal karena penggunaan yang cukup mudah. Konfigurasi ini memiliki nilai faktor
geometri sebesar:
𝑘 = 2𝜋𝑎 (2.5)
Gambar 2.4 Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner Alpha [17]
Konfigurasi dipole-dipole yaitu konfigurasi dimana sepasang elektroda
adalah a, sedangkan untuk jarak C1 dan P1 adalah na atau lebih singkat dinyatakan
jarak antar dipole harus lebih besar. Keunggulan dari konfigurasi ini adalah sangat
baik untuk penetrasi kedalaman dengan kesensitifan yang tinggi untuk arah
horizontal dan sedang untuk arah vertikal. Untuk memperoleh data yang maksimal
maka harus lebih banyak elektroda namun hal ini juga menyebabkan sinyal yang
ditangkap rendah, sehingga konfigurasi ini sangat baik untuk survey mapping
horizontal. Susunan elektroda konfigurasi dipole-dipole ditunjukkan pada Gambar
2.5.
Gambar 2.5 Susunan Elektroda Konfigurasi Dipole-dipole. [17] Faktor geometri konfigurasi dipole-dipole adalah:
k = 2π [( 1 𝑟1 -1 𝑟2) - ( 1 𝑟3 -1 𝑟4)] -1 atau kd = π na (n + 2) (n + 1) (2.6)
dengan nilai a adalah besar spasi antar elektroda (meter) dan n adalah bilangan
pengali
2.8 Prediksi Kedalaman
Kedalaman investigasi adalah kemampuan konfigurasi elektroda dalam
memetakan kedalaman maksimum yang dapat ditembus. Salah satu cara kuantitatif
19
sensitivitas atau turunan Frechet dari array. Dalam survei resistivitas bawah
permukaan diasumsikan terdiri dari lapisan horizontal. Untuk lapisan horizontal,
batas x dan y lapisan memanjang dari -∞ hingga +∞. Dengan demikian fungsi
sensitivitas untuk lapisan horizontal tipis diperoleh dengan mengintegrasikan
fungsi sensitivitas 2D yang diberikan dalam persamaan (2.7) dalam arah x dan y,
yaitu. F1D(z) = 1 4𝜋²∬ 𝑥(𝑥−𝑎)+𝑦2+𝑧² [𝑥2+𝑦2+𝑧2]1,5 [(𝑥−𝑎)²+𝑦2+𝑧2]1,5 𝑑𝑥𝑑𝑦 +∞ −∞ (2.7)
Persamaan di atas memiliki solusi analitik sederhana [18]
F1D(z) = 2 𝜋 .
𝑧
(𝑎2+4𝑧2)1,5 (2.8)
Fungsi di atas juga dikenal sebagai karakteristik penyelidikan kedalaman dan
telah digunakan oleh banyak penulis untuk menentukan sifat berbagai array dalam
survei resistivitas [17]. Gambar 2.6 menunjukkan plot fungsi ini.
Gambar 2.6 Plot Fungsi Sensitivitas 1-D dan Kedalaman Median Investigasi untuk Larik Wenner. [17]
Perhatikan gambar 2.6 itu dimulai dari nol dan kemudian meningkat menjadi
nilai maksimum pada kedalaman sekitar 0,5a dan kemudian menurun secara
asimptotik menjadi nol. Beberapa penulis telah menggunakan titik maksimum
sebagai kedalaman penyelidikan array. Namun [19] telah menunjukkan bahwa
perkiraan yang lebih kuat adalah "kedalaman rata-rata penyelidikan". Ini adalah
kedalaman di atas yang area di bawah kurva sama dengan setengah total area di
bawah kurva. Dalam istilahnya yaitu bagian atas Bumi adalah "kedalaman rata-rata
penyelidikan" memiliki pengaruh yang sama pada potensi yang diukur sebagai
bagian bawah. Ini memberitahu kita kira-kira seberapa dalam kita bisa melihat
dengan array. Kedalaman ini tidak tergantung pada resistivitas yang jelas terukur
atau resistivitas model bumi yang homogen. Bahwa kedalamannya hanya berlaku
untuk model Bumi yang homogen, tetapi mereka mungkin cukup baik untuk
merencanakan survei lapangan. Jika ada kontras resistivitas besar di dekat
permukaan, kedalaman penyelidikan yang sebenarnya bisa berbeda.
Fungsi sensitivitas untuk array lain dapat ditentukan dengan menambahkan
kontribusi dari empat pasang elektroda potensial saat ini yang sesuai. Gambar 2.6
menunjukkan plot fungsi sensitivitas untuk array Wenner bahwa array Wenner
memiliki resolusi vertikal yang lebih baik daripada resolusi horizontal.
Tabel 2.3 memberikan kedalaman rata-rata investigasi untuk array yang
berbeda. Setiap konfigurasi memiliki target kedalaman yang berbeda-beda
meskipun jarak antar elektrodanya sama. Prediksi jangkauan ini penting karena
untuk menyesuaikan metode yang akan digunakan pada saat survei [14]. Kemudian
21
jangkauan rata-rata (Ze). Meskipun pada saat melakukan penelitian dilapangan
hasilnya berbeda dengan prediksi tetapi dengan mempertimbangkan target
kedalaman akan mempermudah pada saat survei sebenarnya. Berikut ini merupakan
tabel kedalaman rata-rata untuk mempermudah perhitungan yaitu pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kedalaman Rata-rata [14]
Array type z e/a z e/L Geometric
Factor Inverse Geometric Factor (Ratio) Wenner Alpha 0.519 0.173 6.2832 0.15915 (1.0000) Wenner Beta 0.416 0.139 18.850 0.05305 (0.3333) Wenner Gamma 0.594 0.198 9.4248 0.10610 (0.6667) Dipole-dipole n = 1 0.416 0.139 18.850 0.05305 (0.3333) n = 2 0.697 0.174 75.398 0.01326 (0.0833) n = 3 0.962 0.192 188.50 0.00531 (0.0333) n = 4 1.220 0.203 376.99 0.00265 (0.0166) n = 5 1.476 0.211 659.73 0.00152 (0.0096) n = 6 1.730 0.216 1055.6 0.00095 (0.0060) n = 7 1.983 0.220 1583.4 0.00063 (0.0040) n = 8 2.236 0.224 2261.9 0.00044 (0.0028) Equatorial dipole-dipole n = 1 0.451 0.319 21.452 0.04662 (0.2929) n = 2 0.809 0.362 119.03 0.00840 (0.0528) n = 3 1.180 0.373 367.31 0.00272 (0.0171) n = 4 1.556 0.377 841.75 0.00119 (0.0075) Wenner - Schlumberger n = 1 0.519 0.173 6.2832 0.15915 (1.0000) n = 2 0.925 0.186 18.850 0.05305 (0.3333) n = 3 1.318 0.189 37.699 0.02653 (0.1667) n = 4 1.706 0.190 62.832 0.01592 (0.1000) n = 5 2.093 0.190 94.248 0.01061 (0.0667) n = 6 2.478 0.191 131.95 0.00758 (0.0476) n = 7 2.863 0.191 175.93 0.00568 (0.0357) n = 8 3.247 0.191 226.19 0.00442 (0.0278) n = 9 3.632 0.191 282.74 0.00354 (0.0222) n = 10 4.015 0.191 345.58 0.00289 (0.0182) Pole-dipole n = 1 0.519 12.566 0.07958 (0.5000) n = 2 0.925 37.699 0.02653 (0.1667) n = 3 1.318 75.398 0.01326 (0.0833) n = 4 1.706 125.66 0.00796 (0.0500) n = 5 2.093 188.50 0.00531 (0.0334) n = 6 2.478 263.89 0.00379 (0.0238) n = 7 2.863 351.86 0.00284 (0.0178)
n = 8 3.247 452.39 0.00221 (0.0139)
Pole-Pole 0.867 6.28319 0.15915 (1.0000)
Untuk memproleh kedalaman maksimum yang dapat dipetakan, kalikan spasi elektroda “a” maksimum atau panjang bentangan maksimum “L” dengan faktor
kedalaman. Cara memprediksikan jangkauan kedalaman seperti berikut: Misalnya
pada konfigurasi wenner alpha spasi antar elektroda maksimum 10m (a=10) maka
panjang lintasan survey adalah 300m (L = 300m). Dengan melihat konfigurasi
wenner alpha pada tabel 1 maka akan diketahui perkiraan kedalaman yang akan
didapat 300 x 0,173 = 51,9m. Contoh lain pada konfigurasi dipole-dipole yaitu jarak
antar spasi elektroda adalah 10m dan faktor n yang digunakan adalah 6 maka
panjang lintasannya adalah 80m. Dengan menggunakan tabel 4 dapat dilihat
konfigurasi dipole-dipole untuk n = 6 maka perkiraan jangkauan kedalamannya
adalah 80 x 0,216 = 17,28 m.
2.9 Sensitivitas Metode Geolistrik
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KKBI) sensitivitas adalah kepekaan
atau cepat menerima rangsangan. Sensitivitas konfigurasi adalah suatu koefisien
yang menggambarkan tingkat perubahan nilai tahanan jenis bawah permukaan yang
akan mempengaruhi potensial yang terukur [17]. Koefisien sensitivitas juga
bergantung pada faktor geometri elektroda yang akan digunakan.
Plot fungsi sensitivitas 1-D pada Gambar 2.6 menunjukkan bahwa sensitivitas
array ke lapisan paling atas sangat kecil. Plot sebenarnya memberikan kontribusi
23
kedalaman yang sama, dan menyembunyikan banyak efek. Kontribusi untuk strip
paling atas kecil hanya jika tanahnya benar-benar homogen. Jika tidak homogen,
hasilnya bisa sangat berbeda.
Untuk mempelajari kesesuaian array yang berbeda untuk survei 2-D, kita perlu
melangkah lebih jauh dari fungsi sensitivitas 1-D sederhana, yaitu fungsi
sensitivitas 2-D. Dalam kasus ini, untuk lokasi (x, z) tertentu, kami menjumlahkan
kontribusi dari semua titik untuk nilai y mulai dari +∞ hingga -∞. Ini melibatkan
integrasi fungsi sensitivitas 2-D dalam persamaan (2.7) sehubungan dengan y, yaitu
F2D (x, z) = 1 4𝜋2∫ 𝑥(𝑥−𝑎)+𝑦2+𝑧² [𝑥2+𝑦2+𝑧2]1,5 [(𝑥−𝑎)²+𝑦2+𝑧2]1,5 𝑑𝑦 +∞ −∞ (2.9)
Intergral ini memiliki solusi analitik [20] yang diberikan dalam bentuk
intergral elips. Solusinya yaitu
F2D (x, z) = 2 𝛼𝛽²[ 𝛼2𝐸(𝑘)−𝛽²𝐾(𝑘) (𝛼2−𝛽2) - 𝛾[(𝛼2+𝛽2)𝐸(𝑘)−2𝛽2𝐾(𝑘)] (𝛼2−𝛽2)² ] (2.10) Dimana k = (𝛼 2+𝛽2)0,5 𝛼 Untuk x>0,5α α² = x² + z², β² = (x – α)² + z², γ = xα dan untuk x<0,5α β² = x² + z², α² = (x – α)² + z², γ = α (x – α) dan untuk x=0,5α
F2D (x, z) = 𝜋 [ 1 2𝛼³ -
3𝛼²
16𝛼5] dengan α = 0,25α²
Konfigurasi metode resistivitas mengacu pada tata cara pemasangan elektroda
arus dan elektroda potensial dalam suatu lintasan survei metode resistivitas.
Pemilihan konfigurasi berkaitan dengan arah target yang ingin di cari. Konfigurasi
yang digunakan yaitu:
a. Konfigurasi Wenner
Konfigurasi wenner ini terdapat tiga macam yaitu wenner alpha, beta
dan gamma yang memiliki sensitivitas yang berbeda. Konfigurasi ini
memiliki kemampuan yang sangat baik dalam resolusi vertikal untuk
CST dan kesensitifan secara lateral. Semakin besar bentang antar
elektroda maka semakin besar kesensitifannya, hal ini ditunjukkan pada
Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Sensitivitas Konfigurasi Wenner Alpha [17] b. Konfigurasi Dipole-dipole
Konfigurasi dipole-dipole sangat baik untuk penetrasi kedalaman dan
CTS. Kesensitifan yang tinggi pada arah horizontal dan sedang untuk
arah vertikal. Untuk memperoleh data maksimal maka harus lebih
25
rendah sehingga konfigurasi ini sangat baik untuk survei mapping
horizontal, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Sensitivitas Konfigurasi Dipole-dipole. n = 1 [17]
Pada gambar 2.8 merupakan sensitivitas untuk konfigurasi
dipole-dipole. Nilai sensitivitas berada pada elektroda C1-C2 dan
P1-P2. Oleh karena itu itu konfigurasi ini memiliki sensitivitas yang tinggi
kearah horizontal sedangkan nilai sensitivitas kearah vertikal sedang.
Untuk menghasilkan target yang dalam caranya adalah dengan
memperbanyak jumlah n. Namun, semakin n maka sinyal yang
ditangkap rendah sehingga nilai sensitifitas menurun. Cara yang lain
untuk menghasilkan target yang dalam adalah dengan memaksimalkan
nilai a. Metode ini sangat cocok untuk survei mapping horizontal
26
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir – Badan Tenaga
Nuklir Nasional (PTBGN-BATAN) Pasar Jum’at selama 6 bulan. Data penelitian
yang digunakan adalah data sekunder hasil survei metode geolistrik resistivitas di
Desa Takandeang, Kabupaten Mamuju terletak di Provinsi Sulawesi Barat pada posisi 10 38’ 110” – 20 54’ 552” Lintang Selatan dan 110 54’ 47” – 130 5’ 35”
Bujur Timur. Pengambilan data dilakukan 5 lintasan. Dengan panjang lintasan satu
410m, panjang lintasan dua 400m, panjang lintasan tiga 410m, panjang lintasan
empat 210m dan panjang lintasan lima 270m. Setiap lintasan menggunakan spasi
elektroda yang sama yaitu 10m. Peta lintasan penelitian ini dibuat menggunakan
software ArcGIS dapat dilihat pada gambar 3.1 dengan skala 1:4000.
27
3.2 Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder geolistrik resistivitas yang akan
dianalisis. Data ini diperoleh dari Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN)
pada tahun 2019. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat
keras dan perangkat lunak.
3.2.1 Perangkat Keras
Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Resistivity ABEM SAS 1000
b. Garmin Global Positioning System (GPS) digunakan untuk menentukan
posisi elevasi dan koordinat lokasi pada setiap titik penelitian
c. Kompas yang digunakan untuk menunjukkan arah pengukuran dan
menentukan kelurusan lintasan
d. Aki digunakan sebagai sumber arus
e. Elektroda besi untuk menginjeksikan arus ke bawah permukaan
f. Kabel tembaga 96 channel dengan Panjang 300 m untuk menghubungkan
elektroda potensial dengan elektroda arus
g. Palu yang digunakan untuk menancapkan elektroda ke dalam tanah
h. Meteran digunakan untuk mengukur jarak bentangan dan jarak antar
elektroda
i. Payung digunakan untuk menutupi Resistivity ABEM SAS 1000 agar tidak
terkena panas matahari
j. Buku pengamatan dan alat tulis
l. Peta geologi lembar Mamuju Sulawesi [5].
Gambar 3.2 Satu Set Alat Geolistrik ABEM SAS 1000 [15].
Gambar 3.3 Komponen Alat Penelitian 3.2.2 Perangkat Lunak
Perangkat lunak Software Res2Dinv, Res2dmod, ArcGIS, Microsoft Word,
Microsoft Excel, dan Notepad.
a. Res2Dinv yang digunakan untuk menghitung inversi resistivitas dan
pemodelan penampang
b. Res2dmod yang digunakan untuk membuat pemodelan sintetik
c. ArcGIS yang digunakan untuk menampilkan kondisi lokasi penelitian
d. Notepad yang digunakan untuk mengolah data yang akan dimasukkan pada
29
e. Microsoft Excel yang digunakan untuk mengolah nilai resistivitas semu
menjadi resistivitas sejati
f. Microsoft Word yang digunakan untuk membuat dan menyusun draft skripsi
3.2.3 Diagram Alir
3.3 Prosedur Pengolahan Data
Pada pengolahan data geolistrik ini digunakan dua jenis pengolahan data.
Berikut tahapan-tahapan dalam pengolahan data:
3.3.1 Pengolahan Data Geolistrik 2D
Pada pengolahan ini software yang digunakan adalah ArcGIS, Notepad,
dan Res2Dinv.
1. Software ArcGIS digunakan untuk membuat peta lokasi penelitian dan
peta lintasan dengan menggunakan nilai koordinat
2. File yang sudah didownload dalam bentuk format .dat dibuka dan diolah
menggunakan notepad. Pada pengolahan data menggunakan notepad,
masukkan data elevasi yang sudah didapat pada Global Positioning System
(GPS). Hal ini bertujuan untuk memasukkan data topografi dalam file yang
akan di inversi menggunakan Res2Dinv.
3. Untuk menyisipkan hasil inversi dalam bentuk topgrafi dapat dilakukan
pada software Res2Dinv dengan cara memilih menu Topography Options
lalu klik display topography. Setelah itu pilih menu Display Sections
kemudian klik include topography in model display maka muncul
pemodelan geolistrik 2D.
3.3.2 Pengolahan Pemodelan Sensitivitas Data Geolistrik
Pada pengolahan ini software yang digunakan adalah Res2Dinv, dan
Res2Dmod.
1. Software Res2Dinv digunakan untuk pemodelan sensitivitas geolistrik
31
memilih menu Inversion kemudian klik model sensitivity kemudian klik
model resistivity sensitivity maka akan muncul pemodelan sensitivitas resistivitas. Pemodelan selajutnya klik display model blok maka akan
muncul pemodelan sensitivitas blok.
2. Software Res2Dmod digunakan untuk pemodelan sensitivitas geolistrik
secara sintetik. Setelah pemodelan geolistrik 2D di software Res2Dinv
maka klik menu file kemudian klik import data in Res2Dmod format
kemudian buka software Res2Dmod klik menu file kemudian klik read file
with forward model setelah itu pilih model yang tadi telah di import dari Res2Dinv setelah itu pilih konfigurasi sensitivitasnya maka akan muncul pemodelan sintetik sensitivitas geolistrik.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian
Gambar dibawah merupakan hasil inversi 5 lintasan dengan menggunakan
software Res2Dinv memberikan profil penampang 2D. Konfigurasi yang digunakan
adalah dipole-dipole dan wenner, pengambilan data dilakukan di Lapangan Desa
Takandeang, Mamuju, Sulawesi Barat.
4.1.1 Hasil Penampang Lintasan 1
Lintasan satu dengan panjang lintasan 410m dan jarak elektroda sebesar
10m dan konfigurasi yang digunakan adalah dipole-dipole. Lintasan satu ini
memotong bukit dan pengambilan data dilakukan pada saat hujan ringan.
Penampang lintasan satu ini secara vertikal yang menunjukkan kedalaman dan
sebaran resistivitas semunya.
Gambar 4.1 merupakan hasil konversi menggunakan software Res2dinv
didapatkan pemodelan lintasan 1 konfigurasi dipole-dipole yang menunjukkan
inversi model resistivitas. Pemodelan 2D resistivitas memiliki nilai RMS error terkecil yaitu 18% dan nilai resistivitasnya 2,78Ωm sampai 7966 Ωm.
33
Pemodelan sensitivitas hasil tahanan jenis pada lintasan 1 konfigurasi
dipole-dipole menggunakan software Res2dinv ditunjukan oleh gambar 4.2
menghasilkan nilai sensitivitasnya 0,042 sampai 2,65 dan nilai RMS error
terkecil yaitu 18%.
Gambar 4.2 Pemodelan Penampang Lintasan 1 Sensitivitas
Pada gambar 4.2 yaitu pemodelan penampang lintasan 1 sensitivitas
kemudian di olah menjadi pemodelan blok sensitivitas menggunakan software
Res2Dinv dapat ditunjukkan oleh gambar 4.3. Pemodelan blok sensitivitas ini menunjukkan bahwa terdapat 360 model blok, 335 point, jumlah elektrodanya
adalah 41 dan nilai sensitivitasnya 0,0034 sampai 2.4. Pemodelan blok
sensitivitas pada lintasan satu ini memiliki nilai rata-rata sensitivitas yaitu 3,51
ini berada pada warna ungu di permukaan hal ini ditunjukkan pada gambar 4.3
sensitivitasnya kearah horizontal.
4.1.2 Hasil Penampang Lintasan 2
Pada penampang 2D lintasan dua dengan panjang lintasan 400m dan
jarak elektroda sebesar 10m. Konfigurasi yang digunakan pada lintasan 2 adalah
wenner alpha. Letak lintasan 2 ini sejajar dengan bukit. Gambar 4.4 merupakan
hasil pemodelan lintasan 2 konfigurasi wenner alpha menggunakan software
Res2dinv yang menunjukkan inversi model resistivitas dengan nilai RMS error terkecil yaitu 51,4%. Pada lintasan ini nilai resistivitasnya 0,293Ωm sampai
3136Ωm.
Gambar 4.4 Pemodelan Penampang Lintasan 2 Resistivitas
Pemodelan sensitivitas hasil tahanan jenis pada lintasan 2 konfigurasi
wenner alpha menggunakan software Res2dinv ditunjukan oleh gambar 4.5
menghasilkan nilai sensitivitasnya 0,039 sampai 5,11 dan nilai RMS error
terkecil yaitu 51,4%.
35
Pada gambar 4.5 diatas merupakan pemodelan penampang lintasan 2
sensitivitas kemudian di olah menjadi pemodelan blok sensitivitas menggunakan
software Res2Dinv dapat ditunjukkan oleh gambar 4.6 Pemodelan blok sensitivitas ini menunjukkan bahwa terdapat 532 model blok, 232 point, jumlah elektrodanya
adalah 39 dan nilai sensitivitasnya 0,018 sampai 5,7. Pemodelan blok sensitivitas
pada lintasan dua ini memiliki nilai rata-rata sensitivitas yaitu 0,88 pada warna biru
berarti pemodelan blok sensitivitas ini menunjukkan sensitivitasnya kearah
vertikal.
Gambar 4.6 Pemodelan Blok Sensitivitas pada Lintasan 2
4.1.3 Hasil Penampang Lintasan 3
Pada penampang 2D lintasan tiga dengan panjang lintasan 410m dan
jarak elektroda sebesar 10m. Konfigurasi yang digunakan pada lintasan tiga
adalah wenner alpha. Posisi lintasan 3 yaitu memotong bukit. Gambar 4.7
merupakan hasil inversi menggunakan software Res2Dinv yang menunjukkan
inversi pemodelan resistivitas. Penampang resistivitas hasil inversi memberikan
nilai RMS error terkecil yaitu 29,5%. Pada lintasan tiga nilai resistivitasnya 0,895Ωm sampai 593Ωm.
Gambar 4.7. Pemodelan Penampang Lintasan 3 Resistivitas
Gambar 4.7 merupakan pemodelan lintasan 3 untuk menunjukkan nilai
resistivitas kemudian di inversi menggunakan software Res2Dinv sehingga
menghasilkan pemodelan sensitivitas untuk lintasan 3 yang ditunjukkan pada
gambar 4.8 memiliki nilai RMS error 29,5% dan nilai sensitivitasnya yaitu
0,050 sampai 4,10.
Gambar 4.8 Pemodelan Penampang Lintasan 3 Sensitivitas
Pada gambar 4.8 yaitu hasil inversi pemodelan penampang lintasan tiga
sensitivitas kemudian di olah menjadi pemodelan blok sensitivitas
menggunakan software Res2Dinv dapat ditunjukkan oleh gambar 4.9.
37
271 point, jumlah elektrodanya adalah 43 dan nilai sensitivitasnya 0,039
sampai 4,1. Pemodelan blok sensitivitas pada lintasan tiga ini memiliki nilai
rata-rata sensitivitas yaitu 1,15 yaitu berwarna ungu hal ini menunjukkan pada
gambar 4.9 sensitivitasnya kearah vertikal.
Gambar 4.9 Pemodelan Blok Sensitivitas pada Lintasan 3
4.1.4 Hasil Penampang Lintasan 4
Hasil penampang 2D lintasan empat berada dibawah bukit dengan
panjang lintasan 210m dan jarak elektroda sebesar 10m. Konfigurasi yang
digunakan pada lintasan empat yaitu dipole-dipole. Hasil pemodelan lintasan
empat menggunakan software Res2Dinv pada gambar 4.10 yang menunjukkan
inversi pemodelan resistivitas memberikan nilai RMS error terkecil yaitu 43,6% dan memiliki nilai resistivitas 1,10Ωm sampai 2290Ωm.
Gambar 4.10 Pemodelan Penampang Lintasan 4 Resistivitas
Gambar 4.10 merupakan pemodelan penampang lintasan 4 untuk
mengetahui nilai resistivitas kemudian di inversi menggunakan software
Res2Dinv sehingga menghasilkan pemodelan sensitivitas untuk lintasan 4 dengan menggunakan konfigurasi dipole-dipole yang ditunjukkan pada
gambar 4.11 memiliki nilai RMS error 43,6% dan nilai sensitivitasnya yaitu
0,033 sampai 3,04.
39
Hasil inversi pemodelan lintasan 4 sensitivitas pada gambar 4.11
kemudian di olah menjadi pemodelan blok sensitivitas menggunakan software
Res2Dinv dapat di tunjukkan oleh gambar 4.12. Pemodelan blok sensitivitas pada lintasan empat ini menunjukkan bahwa terdapat 336 model blok, 190
point, jumlah elektrodanya adalah 22 dan nilai sensitivitasnya 0,0084 sampai
3,3. Pemodelan blok sensitivitas pada lintasan empat ini memiliki nilai
rata-rata sensitivitas yaitu 2,28 yaitu pada warna oren terdapat dipermukaan hal ini
menunjukkan pada gambar 4.12 sensitivitasnya kearah horizontal.
Gambar 4.12 Pemodelan Blok Sensitivitas pada Lintasan 4 4.1.5 Hasil Penampang Lintasan 5
Hasil penampang 2D lintasan 5 berada di saung Pak Andreas dengan
panjang lintasan 270m dan jarak elektroda sebesar 10m. Konfigurasi yang
digunakan pada lintasan lima yaitu dipole-dipole. Hasil pemodelan 2D lintasan
menunjukkan inversi pemodelan resistivitas dengan nilai RMS error terkecil yaitu 40,8% dan nilai resistivitas 3,41Ωm sampai 2407Ωm.
Gambar 4.13 Pemodelan Penampang Lintasan 5 Resistivitas
Gambar 4.13 merupakan pemodelan penampang lintasan 5 untuk
mengetahui nilai resistivitas kemudian di inversi menggunakan software
Res2Dinv sehingga menghasilkan pemodelan sensitivitas untuk lintasan 5 dengan menggunakan konfigurasi dipole-dipole yang ditunjukkan pada
gambar 4.14 memiliki nilai RMS error 40,8% dan nilai sensitivitasnya yaitu
0,014 sampai 2,47.
41
Gambar 4.14 merupakan hasil inversi pemodelan lintasan 5 sensitivitas
kemudian di olah menjadi pemodelan blok sensitivitas menggunakan software
Res2Dinv dapat di tunjukkan oleh gambar 4.15. Pemodelan blok sensitivitas pada lintasan 5 ini menunjukkan bahwa terdapat 351 model blok, 270 point,
jumlah elektrodanya adalah 28 dan nilai sensitivitasnya 0.0077 sampai 3,1.
Pemodelan blok sensitivitas pada lintasan lima ini memiliki nilai rata-rata
sensitivitas yaitu 3.11 ditunjukkan pada warna ungu yang berada di permukaan
hal ini menunjukkan sensitivitasnya kearah horizontal.
Gambar 4.15 Pemodelan Blok Sensitivitas pada Lintasan 5
4.2 Pembahasan
4.2.1 Sensitivitas Data Geolistrik Konfigurasi Dipole-dipole
Pada data geolistrik lintasan 1, lintasan 4 dan lintasan 5 menggunakan
konfigurasi dipole-dipole kemudian diolah menggunakan software Res2Dinv
menghasilkan blok sensitivitas dan nilai sensitivitas rata-rata setelah itu di
import ke software Res2Dmod untuk membuat pemodelan secara sintetik dan
menghasilkan sensitivitas ke arah horizontal hal ini dapat dilihat pada gambar
Gambar 4.16 Pemodelan Sensitivitas Secara Sintetik pada Lintasan 1, 4 dan 5 Pada lintasan 1, lintasan 4 dan lintasan 5 memiliki pemodelan sensitivitas
secara sintetik yang sama karena konfigurasi yang digunakan sama yaitu
dipole-dipole dan tanah di daerah penilitian yaitu tanah homogen sehingga
menghasilkan pemodelan yang sama. Pada gambar 23 memiliki nilai
sensitivitas -128 sampai 128 dan nilai rata-rata kedalamannya adalah 0,1386.
Nilai rata-rata sensitivitas ini dapat digunakan untuk memprediksi kedalaman
sebelum penelitian dengan mengkalikan nilai rata-rata kedalaman dan panjang
lintasan. Pada lintasan 1 prediksi kedalamannya 56,8m sedangkan hasil
kedalaman penelitiannya 31,9m, hasil prediksi kedalaman dan hasil kedalaman
penelitian ini berbeda karena Panjang lintasan 1 pada saat penelitian yaitu
800m tetapi data yang di oleh pada lintasan satu ini yaitu 410m hal ini dapat
menyebabkan perbedaan prediksi kedalaman dan kedalaman hasil penelitian.
untuk lintasan 4 prediksi kedalamannya 29,1m dan hasil kedalaman penelitian
43
dikarenakan lintasan 4 berada dibawah bukit. Untuk lintasan 5 memiliki
prediksi kedalaman 37,4m dan kedalaman penelitiannya 48m perbedaan ini
karena lintasan lima berada dibawah saung Pak Andreas.
Sensitivitas data geolistrik konfigurasi dipole-dipole ini memiliki nilai
sensitivitas terbesar yaitu 128 dan memiliki nilai resistivitas yang tinggi
terletak di antara pasangan elektroda C2-C1 serta antara pasangan elektroda
P1-P2 hal ini merupakan fenomena untuk mengurangi efek variasi lateral
dalam survei penampang resistivitas berarti paling sensitif terhadap perubahan
resistivitas di bawah elektroda. Sensitivitas terkecil yaitu -128 dan memiliki
nilai resistivitas semu yang diukur menurun di bawah pusat antara elektroda
C1-P1 karena nilai sensitivitasnya negatif hal ini dikenal sebagai anomali
inversi. Konfigurasi dipole-dipole sensitive kea rah horizontal sehingga dapat
digunakan untuk mengetahui persebaran batuan dan identifikasi akuifer air
tanah. Untuk memperoleh data maksimal maka harus lebih banyak elektroda
namun hal ini menyebabkan sinyal yang di tangkap rendah karena kelemahan
dari konfigurasi dipole-dipole yaitu memiliki sinyal yang buruk.
4.2.2 Sensitivitas Data Geolistrik Konfigurasi Wenner Alpha
Pada data geolistrik lintasan 2, dan lintasan 3 menggunakan konfigurasi
wenner alpha kemudian diolah menggunakan software Res2Dinv
menghasilkan blok sensitivitas dan nilai sensitivitas rata-rata setelah itu di
import ke software Res2Dmod untuk membuat pemodelan secara sintetik dan
menghasilkan sensitivitas ke arah vertikal hal ini dapat dilihat pada gambar
Gambar 4.17 Pemodelan Sensitivitas Secara Sintetik pada Lintasan 2 dan 3
Pada lintasan 2 dan lintasan 3 memiliki pemodelan sensitivitas secara
sintetik yang sama karena konfigurasi yang digunakan sama yaitu wenner
alpha dan tanah di daerah penilitian yaitu tanah homogen sehingga
menghasilkan pemodelan yang sama. Pada gambar 24 memiliki nilai
sensitivitas -128 sampai 128 dan nilai rata-rata kedalamannya adalah 0,1738.
Nilai rata-rata kedalaman pada konfigurasi wenner ini dapat digunakan untuk
memprediksi kedalaman sebelum penelitian dengan mengkalikan nilai
rata-rata sensitivitas dan panjang lintasan. Pada lintasan 2 prediksi kedalamannya
adalah 69,5m dan hasil penelitian kedalamannya 67,5m, untuk lintasan 3
prediksi kedalamannya 71,2m dan hasil penelitian kedalamannya 78,8m.
Pemodelan sensitivitas menunjukkan nilai -128 yang besar di dekat
permukaan antara elektroda C1 dan P1, serta antara elektroda C2 dan P2 hal
ini merupakan fenomena yang dikenal sebagai anomaly inversi. Nilai
45
yang tinggi hal ini merupakan fenomena untuk mengurangi efek variasi lateral
dalam survei penampang resistivitas. Konfigurasi Wenner Alpha memiliki
kedalaman investigasi yang moderat. Kekuatan sinyal berbanding terbalik
dengan faktor geometris yang digunakan untuk menghitung nilai resistivitas
semu. Konfigurasi Wenner memiliki kekuatan sinyal terkuat. Ini dapat menjadi
faktor penting jika survei dilakukan di daerah dengan kebisingan yang tinggi.
Konfigurasi wenner cocok untuk eksplorasi bijih besi karena dapat menentukan
secara lateran sehingga dapat menentukan persebaran bijih besi dibawah
46
BAB V
PENUTUP 5.1 KesimpulanTelah dilakukan pengolahan data sekunder nilai tahanan jenis geolistrik di
Lapangan daerah Takandeang, Mamuju, Sulawesi Barat menghasilkan pemodelan
2D resistivitas menggunakan software Res2Dinv dan pemodelan 2D sensitivitas
menggunakan software Res2Dinv dan software Res2Dmod. Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemodelan sensitivitas konfigurasi dipole-dipole yaitu pada lintasan 1
dengan nilai sensitivitas 0,042 – 2,65 dan nilai rata-rata sensitivitas 3,51.
Lintasan 4 dengan nilai sensitivitas 0,033 – 3,04 dan nilai rata-rata
sensitivitas 2,28. Lintasan 5 dengan nilai sensitivitas 0,014 – 2,47 dan nilai
rata-rata sensitivitas 3,11. Untuk pemodelan sensitivitas konfigurasi wenner
yaitu pada lintasan 2 dengan nilai sensitivitas 0,039 – 5,11 dan nilai
rata-rata sensitivitas 0,88. Lintasan 3 dengan nilai sensitivitas 0,050 – 4,10 dan
nilai rata-rata sensitivitas 1,15.
2. Pemodelan sensitivitas secara sintetik pada konfigurasi dipole-dipole
dengan nilai sensitivitas -128 sampai 128 dan nilai rata-rata kedalamannya
adalah 0,1386 sensitif ke arah horizontal. Dan pemodelan sensitivitas secara
sintetik pada konfigurasi wenner dengan nilai sensitivitas -128 sampai 128
47
3. Kedalaman untuk konfigurasi dipole-dipole pada lintasan 1 prediksi
kedalamannya 56,8m dan kedalaman penelitian 31,9m hasilnya berbeda
karena panjang lintasan yang digunakan 410m sedangkan Panjang lintasan
pengukuran 800m, Pada lintasan 4 prediksi kedalamannya 29,1m dan
kedalaman penelitian 57,3m perbedaan ini dikarenakan lintasan 4 terletak
dibawah bukit, dan untuk lintasan 5 prediksi kedalamannya 37,4m dan
kedalaman hasil penelitian 48m perbedaan ini karena lintasan 5 terletak di
bawah saung. untuk kedalaman konfigurasi wenner pada lintasan 2 prediksi
kedalamannya 69,5m dan kedalaman penelitian 67,5 dan untuk lintasan 3
prediksi kedalamannya sebesar 71,2m dan hasil kedalaman penelitiannya
78,8m.
5.2 Saran
Untuk memproleh hasil yang lebih baik maka disarankan:
1. Perlu dilakukan penelitian dengan konfigurasi dipole-dipole yaitu
dengan menambahkan variasi n dan titik ukur untuk menghasilkan
target yang lebih dalam.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan konfigurasi wenner alpha dengan
menambahkan panjang lintasan agar mendapatkan hasil target yang
lebih dalam.
3. Membuat file pemodelam Res2Dmod menggunakan software Delphi