• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proteinuri adalah terdapatnya protein di dalam urin, pada keadaan normal tidak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proteinuri adalah terdapatnya protein di dalam urin, pada keadaan normal tidak"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PROTEINURI

Proteinuri adalah terdapatnya protein di dalam urin, pada keadaan normal tidak didapatkan konsentrasi yang tinggi dalam urin (Karen Munson Ringsrud, Jean Jorgenson Line, 1995). Dalam metabolismenya pada tubuh manusia hanya sedikit sekali protein yang difiltrasi menembus glomerulus (IOPI, 1981).

Protein yang difiltrasi akan secara aktif direabsorbsi di tubulus proksimalis.

Karena GFR (glomerulo filtration rate) atau kecepatan filtrasi glomerulus yang tinggi sehingga walaupun hanya sedikit molekul protein plasma (misalnya albumin yang difiltrasi), namun pengeluaran protein harian akan tinggi apabila tidak dilakukan reabsorpsi. Sebagian kecil protein yang difiltrasi di glomerulus tidak direabsorpsi, protein-protein tersebut diuraikan oleh sel-sel tubulus dan diekskresikan di urin (IOPI, 1981).

Tingkat proteinuri yang terbentuk dan dikeluarkan lewat urin setiap hari dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu keadaan ringan, (protein yang terbentuk dan dikeluarkan lewat urin < 1,0 gr / hari), keadaan sedang, (protein yang terbentuk dan dikeluarkan lewat urin antara 1,0 gr – 3,0 gr/hari), keadaan berat (protein yang terbentuk dan dikeluarkan lewat urin > 3,0 / hari). (Karen Munson Ringsrud, Jean Jorgenson Line, 1995).

(2)

Apabila protein ditemukan dalam pemeriksaan urin, pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan keadaan tentang informasi kesehatan seseorang.

Pemeriksaan urin untuk penentuan proteinuri terdiri dari pemeriksaan urin rutin (tanpa indikasi), dan pemeriksaan khusus (dengan indikasi) (IOPI, 1981).

1. Arti Klinik Proteinuri

Protein dalam urin yang normal sangat kecil, yaitu kurang dari 100 mg protein/hari, dua pertiga dari jumlah tersebut adalah protein yang dikeluarkan oleh tubulus. Biasanya protein yang melebihi batas dari 150 mg protein/hari sudah tidak normal, ini dapat dijumpai pada kerusakan-kerusakan membran kapiler glomerulus, atau karena gangguan mekanisme reabsorbsi tubulus atau kerusakan pada kedua mekanisme tersebut. Proteinuri dapat terjadi karena GFR (glomerulo filtration rate) yang meningkat, kelainan basal membran glomerulus, kelainan tubulus atau karena perubahan protein sehingga mudah difiltrasi misalnya pada multiple mieloma (Koestadi, 1989).

2. Terjadinya proteinuri:

1. Perubahan permeabilitas membran glomerulus

Pada penyakit ginjal terjadi penambahan permeabilitas pada membran glomerulus, sehingga terjadi penambahan protein yang dikeluarkan (IOPI, 1981).

2. Perubahan muatan listrik pada molekul

Albumin adalah molekul bermuatan negatif yang sedikit difiltrasi, tapi dekstran yang mempunyai berat molekul sama dengan albumin yang bermuatan netral dapat difiltrasi 20 kali lebih banyak dari albumin, efek

(3)

hambatan dari muatan ini akibat penolakan elektrostatik dari protein yang bermuatan negatif yang terdapat pada dinding kapiler, ini disebut polianion.

Penambahan filtrasi albumin pada penyakit-penyakit glomerulus disebabkan oleh karena hilangnya polianion juga karena penambahan besar pori-pori pada membran glomerulus (IOPI, 1981).

3. Perubahan hemodinamika

Apabila ginjal dibuat iskhemik dengan menginfuskan norepineprin atau angiotensi II maka kenaikan filtrasi dari protein, ini akibat dari perubahan hemodinamika (IOPI, 1981).

3. Macam-macam proteinuri:

1. Fungsional proteinuri

Disebabkan oleh karena ekspose dengan udara yang sangat dingin, otot-otot yang bekerja keras yang akan menghilang setelah istirahat (tidur).

Pada kehamilan disebut ortostatik atau postural protein (Koestadi, 1989).

2. Organik proteinuri a. Pre renal proteinuri

Dikarenakan penyakit yang umum terjadi dan merupakan indikasi penyakit ginjal misalnya ascites dan karena keracunan obat bahan kimia seperti Hg dan Pb. Karena peningkatan permeabilitas glomerulus, sepert keadaan-keadaan hipertensi esensial dan eklamsia pada kehamilan. Pada proteinuri jenis ini melebihi 2 gram/24 jam. Dan jarang terjadi proteinuri pre renal sejati, tanpa kerusakan ginjal tetapi apabila berkepanjangan dengan sendirinya dapat mengakibatkan kerusakan ginjal (D.N. Baron)

(4)

b. Renal proteinuri

Renal proteinuri terjadi karena peradangan (nefritik), proses degenerasi ginjal (nefrotik), kanker ginjal, TBC dan infeksi ginjal (Koestadi, 1989).

c. Paska renal proteinuri

Proteinuri yang berasal dari paska renal selalu berhubungan dengan sel- sel, dan minimal ditemukan pada infeksi berat traktus urinarius bagian bawah, dan disertai dengan hematuri bila pelvis ginjal atau ureter dirangsang oleh batu atau ada penyakit keganasan setempat (D.N. Baron).

B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM URINARI 1. Ginjal

Ginjal (ren) manusia berjumlah sepasang, terletak di rongga perut sebelah kanan depan dan kiri depan ruas-ruas tulang belakang bagian punggung. Ginjal kanan lebih rendah dari pada ginjal kiri karena di atas ginjal terdapat hati. Ginjal berbentuk seperti ercis dengan panjang sekitar 10 cm dan sekitar 200 gram.

Ginjal yang dibelah secara membujur akan memperlihatkan bagian-bagian korteks yang merupakan lapisan luar. Medulla (sum-sum ginjal), dan pelvis (rongga ginjal) (dr. Sutisna Himawan, 1998).

Di bagian korteks terdapat jutaan alat penyaring yang disebut nefron.

Setiap nefron terdiri atas badan malphigi dan tubulus kontortus. Badan malphigi terdiri atas kapsula (simpai) bowman dan glomerulus. Glomerulus merupakan anyaman pembuluh kapiler. Kapsula bowman berbentuk mangkok yang mengelilingi glomerulus. Tubulus kontortus terdiri atas tubulus kontortus

(5)

proksimal, tubulus kontortus distal, dan tubulus kontortus kolektivus. Di antara tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal terdapat gelang/lengkung Henle Pars Ascenden (naik) dan Henle Pars Decenden (turun) (dr. Sutisna Himawan, 1998).

Penamaan beberapa bagian ginjal mengambil nama ahli yang berjasa dalam penelitian ginjal. Kapsula Bowman mengambil nama dari William Bowman (1816 – 1892), seorang ahli bedah yang merupakan perintis di bidang saluran kemih yang mengidentifikasi kapsula tersebut. Lengkung Henle mengambil nama Jacob Henle (1809 – 1885), seorang anatomi berkebangsaan Jerman yang mendeskripsikan lengkung di dalam ginjal tersebut.

Glomerulus diidentifikasi oleh seorang ahli mikroanatomi berkebangsaan Italia bernama Marcello Malphigi (1628 – 1694). Ginjal merupakan alat pengeluaran sisa metabolisme dalam bentuk urin yang di dalamnya mengandung air, amoniak (NH3), ureum, asam urat dan garam mineral tertentu (dr. Sutisna Himawan, 1998).

Ginjal merupakan alat ekskresi penting yang mempunyai beberapa fungsi, antara lain: mengekskresikan zat-zat yang merugikan tubuh (urea, asam urat, NH3, creatinine, garam organik, bakteri dan juga obat-obatan), mengekskresikan kelebihan gula dalam tubuh, membantu keseimbangan air dalam tubuh yaitu mempertahankan tekanan osmotik ekstraseluler, mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa darah (dr. Sutisna Himawan, 1998).

Proses pembentukan urin berawal dari glomerulus sebagai ultrafiltrasi.

Filtratnya mengalir melalui tubulus renalis dan sel-selnya menyerap bahan-bahan

(6)

yang diperlukan oleh tubuh. Dengan mengubah-ubah jumlah yang diserap atau yang di tinggal dalam tubula, maka sel dapat mengatur susunan darah.

Kebanyakan produk buangan akan dibuang, dalam keadaan tertentu tubula menambah bahan di dalam urin (Evelyn C. Pearce, 1992).

2. Ureter

Merupakan salah satu bagian dari anatomi fisiologi sistem urinary yaitu untuk mengeluarkan urin dari ginjal ke kandung kencing. Daya kerjanya dipengaruhi oleh gaya peristaltic (Evelyn C. Pearce, 1992).

3. Kandung kemih (vesika urinaria)

Berfungsi sebagai penampung urin, yang dapat mengembang dan menyempit, yang terletak di simfisis fubis di dalam rongga panggul (Evelyn C.

Pearce, 1992).

C. URINALISA

1. Penampung urin

Penampung untuk urin bisa bermacam-macam, tapi harus kering dan bersih, karena adanya air dan kotoran dapat menyebabkan berkembang biaknya kuman- kuman dalam urin serta dapat mengubah susunan urin (Koestadi, 1989).

Wadah yang baik adalah yang terbuat dari plastik atau kaca yang tidak tembus cahaya (paper coated) dengan mulut lebar dan bertutup rapat untuk mencegah bertambahnya kuman atau kontaminan zat lain dari luar. Pada penampung ditulis identitas penderita, yaitu nama, ruangan, tanggal, jenis urin, pengawetannya dan macam pemeriksaan yang dikehendaki (Koestadi, 1989).

2. Cara pengambilan sampel urin

(7)

Untuk pemeriksaan urin dianjurkan memakai urin segar, penderita diminta mengeluarkan urin ke penampung, kemudian ditutup dan dikirim ke laboratorium.

Penderita yang sedang haid atau leukorrhoe untuk mencegah kontaminasi dianjurkan pengambilan untuk pemeriksaan bakteriologi yang dapat dengan beberapa cara seperti kateterisasi, punksi suprapubik, dan pengambilan urin midstream (pancaran tengah).

Jika urin disimpan akan terjadi perubahan susunan oleh kuman-kuman sulfat pekat dan natrium karbonat (R.Gandasoebrata, 1984).

Untuk beberapa macam pemeriksaan tidak boleh ditambahkan bahan pengawet, hanya boleh disimpan di almari es. Pada penetapan kuantitatif menghendaki pengawet atau perlakuan khusus, keterangan ini biasanya dicantumkan dalam prosedur pemeriksaan (R.Gandasoebrata, 1984).

3. Macam Sampel Urin

Macam sampel urin untuk penentuan proteinuri, diantaranya:

a. Urin sewaktu

Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada waktu yang tidak ditentukan dengan khusus, dapat untuk bermacam-macam pemeriksaan antara lain pemeriksaan rutin seperti pemeriksaan protein, reduksi dan sedimen di dalam urin (Koestadi, 1989).

b. Urin pagi

Urin pagi adalah urin yang pertama-tama dikeluarkan di pagi hari, urin pagi lebih pekat sehingga sehingga baik untuk pemeriksaan sedimen, berat

(8)

jenis, protein, juga tes kehamilan. Karena pada urin yang encer, kemungkinan tidak ditemukan sedimen seperti eritrosit dan silinder (Koestadi, 1989).

D. PEMERIKSAAN URIN

1. Pemeriksaan Makroskopik Urin

Pemeriksaan makroskopik urin diantaranya adalah:

a. Pemeriksaan fisik urin a.1. Volume urin

Volume urin bermanfaat dalam menentukan adanya gangguan faal ginjal, kelainan dalam keseimbangan cairan badan dan berguna juga untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dari urin. Pengukuran volume urin bisa dilakukan pada sample urin 24 jam, urin siang 12 jam, urin malam 12 jam dan urin sewaktu (time specimen). Sedangkan pada percobaan tertentu dapat juga dengan urin sewaktu (R.Gandasoebrata, 1984).

a.2. Warna urin

Walaupun perubahan-perubahan urin jarang terlihat tetapi perlu diperhatikan bila perubahan warna terjadi. Warna urin tidak hanya disebabkan oleh penyakit yang diderita (keadaan patologis), tetapi juga dapat dipengaruhi oleh makanan atau obat-obatan yang dimakan (non patologis) (Koestadi, 1989).

Warna urin dinyatakan dengan kuning muda, kuning tua, kuning, merah darah, kuning bercampur merah, ataupun putih seperti susu. Urin

(9)

normal berwarna kuning sampai kuning tua, tergantung dari berat jenisnya dan jumlah pigmen yang berasal dari makanan atau darah yang memberi warna pada urin. Pigmen yang mempunyai arti terpenting adalah darah dan empedu (Depkes RI).

a.3. Kejernihan

Cara menguji kejernihan seperti menguji warna. Dinyatakan dengan jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Perlu dilihat kekeruhannya sewaktu dikeluarkan atau setelah dibiarkan, karena urin normal akan menjadi agak keruh bila dibiarkan atau didinginkan, kekeruhan ringan tersebut disebut nubeculla, yaitu kekeruhan yang terjadi dari lender sel-sel epithel dan leukosit yang lambat laun mengendap (R.Gandasoebrata, 1984).

Jika kekeruhan urin terjadi langsung setelah berkemih, kemungkinan disebabkan oleh fosfat amorf dan karbonat dalam jumlah yang besar, juga bisa disebabkan oleh eritrosit, leukosit, sel-sel epithel, chyclus, lemak dan benda-benda koloid. Sedangkan kekeruhan yang timbul setelah dibiarkan dapat dipengaruhi oleh nubeculla, urat-urat amorf, fosfat amorf dan juga oleh bakteri-bakteri (R.Gandasoebrata, 1984).

a.4. Busa

Urin biasanya tidak berbusa, adanya billirubin dapat menyebabkan busa berwarna kuning, sedangkan meningkatnya kadar protein dalam urin dapat menyebabkan busa berwarna putih (Koestadi, 1989).

a.5. Bau

(10)

Bau dari urin erat hubungannya dengan kerusakan urin itu sendiri.

Urin normal dan baru berbau tidak keras, urin yang sduah lama berbau amoniak karena pemecahan ureum. Bila urin berbau amoniak atau busuk, kemungkinan ini disebabkan oleh cystitis atau retensi urin. Bau yang manis disebabkan oleh acetone dari penderita diabetes mellitus (Koestadi, 1989).

a.6. Berat jenis

Berat jenis urin sangat erat hubungannya dengan diuresis, makin besar diuresis makin rendah berat jenisnya, dan sebaliknya. Berat jenis urin 24 jam dari orang normal antara 1,016 – 1,022 (ditulis 1016 – 1022).

Batas normal berat jenis urin antara 1005 – 1030. Tingginya berat jenis memberi kesan tentang pekatnya urin, jika didapat berat jenis urin sewaktu (urin pagi) 1025 atau lebih, sedangkan reduksi dan protein dalam urin negatif, menunjukkan faal pemekat ginjal yang baik. Berat jenis yang lebih dari 1030 memberi isyarat adanya kemungkinan glukosuri (R.Gandasoebrata, 1984).

b. Pemeriksaan kimia urin

Pemeriksaan kimia urin terdiri dari pemeriksaan proteinuri, glukosuri, zat-zat keton dalam urin dan pigmen-pigmen dalam urin (Koestadi, 1989).

2. Pemeriksaan Mikroskopik Urin

Pemeriksaan sedimen urin termasuk pemeriksaan rutin, urin yang digunakan adalah urin pekat yang diendapkan atau dipusingkan, dan harus masih segar kurang dari 2 jam. Pada pemeriksaan ini diusahakan menyebut hasilnya secara

(11)

semi kuantitatif dengan menyebut sejumlah unsur sedimen yang bermakna perlapangan pandang.

Sedimen organik antara lain sel darah merah, sel darah putih, silinder, sel ragi, trikhomonas, spermatozoa, bakteri. Sedimen anorganik seperti hablur-hablur kimia yang berasal dari urin asam seperti hablur asam urat, urat amorf, kalsium oksalat dan hablur cystine. Yang berasal dari urin alkali antara lain hablur triplefosfat, kalsium fosfat, kalsium karbonat, amorf fosfat dan hablur ammonia biurat (Koestadi, 1989).

E. PEMERIKSAAN PROTEIN URIN 1. Pemeriksaan kualitatif

a. Pemeriksaan protein urin metode presipitasi dengan asam sulfosalicyl 20 %.

Presipitasi untuk protein ini dasarnya adalah reaksi pengendapan dengan asam kuat. Konsentrasi asam sulfosalicyl yang digunakan adalah 20 %.

Presipitasi ini merupakan tes yang sangat peka karena adanya protein dalam konsentrasi 0,002% dapat dinyatakan dengan tes ini (Karen Munson Ringsrud, Jean Jorgensen Line, 1995).

Positif palsu terjadi jika pada sampel terdapat kekeruhan, dengan adanya kekeruhan ini dapat memberikan hasil reaksi positif. Sebaiknya menggunakan urin yang jernih, jika urin keruh harus dicentrifuge terlebih dahulu. Adanya Iodida pada sinar radiografi juga dapat memberikan reaksi positif jika pasien sebelumnya melakukan foto rontgen, biasanya berat jenis urin menjadi tidak normal yaitu > 1035. beberapa jenis obat juga dapat memberikan hasil positif, misalnya penicilina, sulfonamida, cephalosphorin, tolbutamide dan tolmitin.

(12)

Positif palsu yang disebabkan oleh beberapa jenis obat ini dapat ditegaskan dengan melihat jenis kristal dari masing-masing jenis obat tersebut di bawah mikroskop (Karen Munson Ringsrud, Jean Jorgensen Line, 1995).

Negatif palsu didapatkan pada urin alkali (Karen Munson Ringsrud, Jean Jorgensen Line, 1995).

Penentuan proteinuri asam sulfosalicyl 20% ini memberikan beberapa kelebihan, diantaranya adalah harga lebih murah, pembuatan larutan reagent asam sulfosalicyl 20% dapat disesuaikan dengan jumlah pasien sehingga lebih ekonomis, mudah diperbaharui pembuatan reagent Asam Sulfosalicyl 20%.

Sedangkan kekurangannya adalah memerlukan waktu yang lebih lama dalam melakukan pemeriksaan.

b. Pemeriksaan protein urin metode presipitasi pemanasan dengan asam asetat Protein dalam keadaan kolloid dipresipitasikan. Pemberian asam asetat untuk mencapai titik isoelektrik protein, pemanasan selanjutnya mengadakan denaturasi dan akhirnya terjadi presipitasi. Proses presipitasi dibantu oleh adanya garam-garam yang ada dalam urin atau yang sengaja ditambahkan.

Konsentrasi protein sebanyak 0,004% dapat dinyatakan dengan tes ini (R.Gandasoebrata, 1984).

Konsentrasi asam asetat yang dipakai bisa digunakan konsentrasi antara 3 – 6%, yang penting diperhatikan adalah pH yang dicapai dengan pemberian asam asetat. Ada yang lebih suka menggunakan asam penyangga dengan pH 4,5 sebagai pengganti asam asetat (R.Gandasoebrata, 1984).

(13)

Urin encer yang mempunyai berat jenis rendah tidak baik untuk tes ini.

Jika berat jenis berkisar antara 1003 – 1006 ditambah larutan NaCl jenuh sebanyak seperlima dari volume urin. Jika memakai penyangga tidak perlu diberi NaCl. Urin dengan reaksi asam akan memberikan hasil yang baik (R.Gandasoebrata, 1984).

c. Pemeriksaan protein urin metode tes strip urin.

Tes strip urin yang dipakai untuk menemukan proteinuri berdasarkan fenomena “kesalahan penetapan pH oleh adanya protein”. Indicator tertentu memperlihatkan warna lain dalam cairan yang bebas protein dan cairan yang berisi protein dengan pH tertentu. Derajat perubahan warna ditentukan oleh kadar protein dalam cairan, sehingga perubahan warna menjadi ukuran semi kuantitatif pada proteinuri (R.Gandasoebrata, 1984).

Indikator yang biasanya ada pada tes strip adalah tetabrom phenol blue yang berwarna kuning pada pH 3 dan menjadi hijau sampai hijau biru sesuai banyaknya protein yang ada dalam urin (R.Gandasoebrata, 1984).

Tes strip yang digunakan untuk penentuan proteinuri ini tidak hanya untuk penentuan protein, tetapi juga untuk penentuan berat jenis (spesifik gravity), pH, blood (darah), leucocyte (sel darah putih), nitrite, glukosa, ketone, bilirubin dan urobilinogen.

Tes strip merupakan reagent kering (dry reagent) dalam penyimpanannya harus tertutup rapat karena sifatnya yang mikroskopis, harga lebih mahal dan tidak ekonomis, tetapi mempunyai kelebihan yaitu dalam pemantauan proteinuri tidak memerlukan waktu yang lebih lama.

(14)

2. Pemeriksaan kuantitatif

Urin yang digunakan pada pemeriksaan ini harus asam, dapat diberi larutan lemah hidroklor atau cuka, diukur berat jenisnya. Jika perlu dapat ditambah dengan air untuk menurunkan di bawah 1010 dan pengenceran ini harus diperhitungkan. Hasil penetapan ini dibaca dengan gram perliter urin, sebaiknya pada penetapan ini urin yang digunakan adalah urin yang dikeluarkan per 24 jam (R.Gandasoebrata, 1984).

Jika tes kualitatif terhadap urin hasilnya 3+ atau 4+ maka diperiksa dengan cara esbach dengan diencerkan 2 – 3 kali terlebih dahulu dan dimasukkan dalam perhitungan. Jika urin mengandung protein kurang dari 0,05% (positif 1 = 0,5 gram perliter), tes ini tidak ada gunanya (R.Gandasoebrata, 1984).

Cara esbach sebagai penetapan kuantitatif protein dalam urin sudah amat tua dan sebenarnya tidak sesuai, baik ketelitiannya atau ketepatannya yang sangat rendah, sehingga hasilnya merupakan pendekatan belaka. Jika menghendaki pendekatan yang lebih baik, dipakai cara pengendapan protein secara sempurna misalnya dengan menggunakan asam triklorasetat kemudian direaksikan dengan reagent biuret dan mengukur absorbansi larutan dengan spektrofotometer (R.Gandasoebrata, 1984).

Referensi

Dokumen terkait

JAKARTA, 27 July 2018 – PT AKR Corporindo Tbk (IDX ticker code: AKRA.IJ), distributor of Petroleum, Basic chemicals and provider of Logistic &amp; supply chain services in

Hal ini menunjukkan bahwa angka prevalensi kegagalan anestesi spinal pada pasien seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau lebih tinggi dibandingkan penelitian

persamaan dan perbedaan antara ajaran Kejawen dengan ajaran Syekh Siti Jenar dalam memandang Tuhan, manusia, dan alam. Permasalahan yang dibahas dalam artikel

Lebih lanjut menurut Apriyono (2008), laporan keuangan adalah ringkasan dari proses akuntansi selama tahun buku yang bersangkutan yang digunakan sebagai alat untuk

kebudayaannya yang serba sama yang mempunyai ciri (kekhususan) yang khas, sehingga wilayah tersebut bisa dibedakan dari wilayah yang lain. 2) Kawasan, adalah bagian dari wilayah

niger (Aspergillus niger) bekerja optimal dalam menghasilkan enzim selulase dengan substrat padat berupa kulit durian pada waktu fermentasi 120 jam dan kadar protein yang

Secara umum penelitian ini mengangkat sebuah masalah, yaitu bagaimana hubungan intertekstual peristiwa dan emansipasi wanita dalam (teks) sendratari ‘Matah Ati’ karya

Sebuah standar kompetensi nasional yang telah disusun dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Tenunan Tradisional, adalah rumusan kemampuan kerja