• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pdengan Persetujuan Bersama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pdengan Persetujuan Bersama"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

wewenang yang diberikan. Ada beberapa tahapan yaitu:

a. Merincikan draft kewenangan sesuai k a r a k t e r k h a s y a n g d a p a t didelegasikan ke kecamatan.

b. Draft kewenangan dibahas dengan melibatkan semua unsur terkait termasuk SKPD dan kecamatan.

Sehingga melahirkan titik temu jenis kewenangan yang akan dilimpahkan.

c. Pencabutan kewenangan dari SKPD y a n g k e w e n a n g a n n y a s u d a h dialihkan ke kecamatan, sehingga t i d a k a d a t u m p a n g t i n d i h kewenangan.

d. Analisis dukungan sarana, prasarana, SDM serta pendanaan.

e. Peraturan tentang kecamatan di Aceh.

DAFTAR PUSTAKA

Adan, Hasanuddin Yusuf. 2005. Sejarah Aceh dan Tsunami. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Amin, M Mansur dkk. 1988. Kelompok Elit dan Hubungan Sosial di Pedesaan.

Jakarta: PT Pustaka Grafika Kita.

Mohamad Faiz, Pan. 2007. Otonomi dan P e m e r i n t a h A c e h . (http://jurnalhukum.blogspot.com / 2 0 0 7 / 0 1 / o t o n o m i - a c e h . h t m l , diakses pada 7 Juli 2012).

Palito, Dowa. 2011. Otonomi Khusus Sebagai Kebijakan Pemerintah.

(http://boyyendratamin.blogspot.c om/2011/12/otonomi-khusus- sebagai-kebijakan.html#, diakses 4 Juli 2012).

W a s i s t i o n o , S a d u , d k k . 2 0 0 9 . P e r k e m b a n g a n O r g a n i s a s i Kecamatan Dari Masa Ke Masa, Bandung: Fokusmedia.

Wasistiono, Sadu. 2004. Optimalisasi Peran dan Fungsi Kecamatan Dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat. Jakarta: Badan Diklat Depdagri bekerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency).

Widodo, Tri. 2010. Perspektif Kebijakan dalam Peran dan Arah Pengembangan Kecamatan Di Indonesia. Bandung:

PKP2A I LAN.

Zulpikar, 2010. Karakteristik wilayah s e b a g a i b a s i s p e n d e l e g a s i a n kewenangan kecamatan: studi kasus di Kabuapten Sumbawa. Jurnal Wacana Kinerja 13(2): 167-168.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang

ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

A. LATAR BELAKANG

ada tanggal 17 Oktober 2014

P

dengan Persetujuan Bersama D e w a n P e r w a k i l a n R a k y a t Republik Indonesia, Presiden Republik Indonesia Bapak Bambang Susilo Yudoyono telah mengesahkan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP). UUAP tersebut diundangkan di Jakarta pada tanggal yang sama oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Bapak Amir Syamsudin, kemudian dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292.

UUAP ditetapkan atas dasar pertimbangan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang yang sesuai dan mengacu pada asas-asas umum pemerintahan yang baik, s e k a l i g u s u n t u k m e n y e l e s a i k a n permasalahan dalam penyelenggaraan

p e m e r i n t a h a n . D e n g a n a d a n y a pengaturan mengenai administrasi pemerintahan ini diharapkan dapat menjadi solusi dalam memberikan pelindungan hukum, baik bagi warga m a s y a r a k a t m a u p u n p e j a b a t pemerintahan. UU tentang administrasi pemerintahan ini menjadi landasan hukum yang digunakan dalam membuat keputusan dan/atau tindakan pejabat p e m e r i n t a h a n u n t u k m e m e n u h i kebutuhan hukum masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip- prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola tindak administrasi y a n g d e m o k r a t i s , o b j e k t i f , d a n profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum. Undang- undang ini dimaksudkan tidak hanya s e b a g a i p a y u n g h u k u m b a g i penyelenggaraan pemerintahan, tetapi j u g a s e b a g a i i n s t r u m e n u n t u k info kebijakan

877 878

(2)

meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan kepada masyarakat sehingga keberadaan UU ini benar-benar dapat mewujudkan pemerintahan yang baik bagi semua Badan atau Pejabat Pemerintahan di Pusat dan Daerah.

B. MUATAN UNDANG-UNDANG (UU)

Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini terdiri dari 14 BAB, 89 Pasal, yang meliputi sebagai berikut:

BAB I adalah ketentuan umum yang terdiri dari 1 pasal 25 angka.

Memuat tentang pendefinisian semua istilah yang terdapat dalam keseluruhan UUAP ini, yang meliputi tentang p e n g e r t i a n : ( 1 ) A d m i n i s t r a s i Pemerintahan adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan; (2) Fungsi Pemerintahan adalah fungsi dalam melaksanakan Administrasi Pemerintahan yang meliputi fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan, dan pelindungan; (3) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya; (4) Atasan Pejabat adalah atasan pejabat langsung yang mempunyai kedudukan dalam organisasi atau strata pemerintahan yang lebih tinggi; (5) Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau P e j a b a t P e m e r i n t a h a n a t a u penyelenggara negara lainnya untuk m e n g a m b i l k e p u t u s a n d a n / a t a u tindakan dalam penyelenggaraan p e m e r i n t a h a n ; ( 6 ) K e w e n a n g a n Pemerintahan yang selanjutnya disebut Kewenangan adalah kekuasaan Badan

dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik; (7) Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau P e j a b a t P e m e r i n t a h a n d a l a m penyelenggaraan pemerintahan; (8) Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan;

(9) Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan; (10) Bantuan Kedinasan adalah kerja sama antara Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan guna kelancaran pelayanan Administrasi P e m e r i n t a h a n d i s u a t u i n s t a n s i pemerintahan yang membutuhkan; (11) Keputusan Berbentuk Elektronis adalah K e p u t u s a n y a n g d i b u a t a t a u disampaikan dengan menggunakan atau memanfaatkan media elektronik; (12) Legalisasi adalah pernyataan Badan d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n mengenai keabsahan suatu salinan surat a t a u d o k u m e n A d m i n i s t r a s i Pemerintahan yang dinyatakan sesuai d e n g a n a s l i n y a ; ( 1 3 ) S e n g k e t a

Kewenangan adalah klaim penggunaan Wewenang yang dilakukan oleh 2 (dua) Pejabat Pemerintahan atau lebih yang disebabkan oleh tumpang tindih atau tidak jelasnya Pejabat Pemerintahan yang berwenang menangani suatu urusan pemerintahan; (14) Konflik Kepentingan adalah kondisi Pejabat P e m e r i n t a h a n y a n g m e m i l i k i k e p e n t i n g a n p r i b a d i u n t u k menguntungkan diri sendiri dan/atau o r a n g l a i n d a l a m p e n g g u n a a n W e w e n a n g s e h i n g g a d a p a t mempengaruhi netralitas dan kualitas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya; (15) Warga Masyarakat adalah seseorang atau badan hukum perdata yang terkait dengan Keputusan dan/atau Tindakan;

(16) Upaya Administratif adalah proses penyelesaian sengketa yang dilakukan d a l a m l i n g k u n g a n A d m i n i s t r a s i P e m e r i n t a h a n s e b a g a i a k i b a t dikeluarkannya Keputusan dan/atau Tindakan yang merugikan; (17) Asas- asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan; (18) Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara; (19) Izin adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas permohonan Warga Masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (20) Konsesi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan y a n g b e r w e n a n g s e b a g a i w u j u d persetujuan dari kesepakatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan

s e l a i n B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t Pemerintahan dalam pengelolaan fasilitas umum dan/atau sumber daya alam dan pengelolaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; (21) Dispensasi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas permohonan Warga Masyarakat yang merupakan pengecualian terhadap suatu larangan atau perintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- u n d a n g a n ; ( 2 2 ) A t r i b u s i a d a l a h pemberian Kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh UUD 1945 atau Undang-Undang; (23) D e l e g a s i a d a l a h p e l i m p a h a n Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi; (24) Mandat adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat; (25) M e n t e r i a d a l a h m e n t e r i y a n g m e n y e l e n g g a r a k a n u r u s a n pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.

Bab II terdiri dari 2 bagian, 2 pasal (pasal 2 s.d 3), dan 7 huruf, memuat maksud dan tujuan. Adapun maksud ditetapkan UU AP adalah sebagai salah satu dasar hukum bagi Badan dan/atau P e j a b a t P e m e r i n t a h a n , W a r g a Masyarakat, dan pihak-pihak lain yang t e r k a i t d e n g a n A d m i n i s t r a s i P e m e r i n t a h a n d a l a m u p a y a

879 880

(3)

meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan kepada masyarakat sehingga keberadaan UU ini benar-benar dapat mewujudkan pemerintahan yang baik bagi semua Badan atau Pejabat Pemerintahan di Pusat dan Daerah.

B. MUATAN UNDANG-UNDANG (UU)

Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini terdiri dari 14 BAB, 89 Pasal, yang meliputi sebagai berikut:

BAB I adalah ketentuan umum yang terdiri dari 1 pasal 25 angka.

Memuat tentang pendefinisian semua istilah yang terdapat dalam keseluruhan UUAP ini, yang meliputi tentang p e n g e r t i a n : ( 1 ) A d m i n i s t r a s i Pemerintahan adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan; (2) Fungsi Pemerintahan adalah fungsi dalam melaksanakan Administrasi Pemerintahan yang meliputi fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan, dan pelindungan; (3) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya; (4) Atasan Pejabat adalah atasan pejabat langsung yang mempunyai kedudukan dalam organisasi atau strata pemerintahan yang lebih tinggi; (5) Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau P e j a b a t P e m e r i n t a h a n a t a u penyelenggara negara lainnya untuk m e n g a m b i l k e p u t u s a n d a n / a t a u tindakan dalam penyelenggaraan p e m e r i n t a h a n ; ( 6 ) K e w e n a n g a n Pemerintahan yang selanjutnya disebut Kewenangan adalah kekuasaan Badan

dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik; (7) Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau P e j a b a t P e m e r i n t a h a n d a l a m penyelenggaraan pemerintahan; (8) Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan;

(9) Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan; (10) Bantuan Kedinasan adalah kerja sama antara Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan guna kelancaran pelayanan Administrasi P e m e r i n t a h a n d i s u a t u i n s t a n s i pemerintahan yang membutuhkan; (11) Keputusan Berbentuk Elektronis adalah K e p u t u s a n y a n g d i b u a t a t a u disampaikan dengan menggunakan atau memanfaatkan media elektronik; (12) Legalisasi adalah pernyataan Badan d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n mengenai keabsahan suatu salinan surat a t a u d o k u m e n A d m i n i s t r a s i Pemerintahan yang dinyatakan sesuai d e n g a n a s l i n y a ; ( 1 3 ) S e n g k e t a

Kewenangan adalah klaim penggunaan Wewenang yang dilakukan oleh 2 (dua) Pejabat Pemerintahan atau lebih yang disebabkan oleh tumpang tindih atau tidak jelasnya Pejabat Pemerintahan yang berwenang menangani suatu urusan pemerintahan; (14) Konflik Kepentingan adalah kondisi Pejabat P e m e r i n t a h a n y a n g m e m i l i k i k e p e n t i n g a n p r i b a d i u n t u k menguntungkan diri sendiri dan/atau o r a n g l a i n d a l a m p e n g g u n a a n W e w e n a n g s e h i n g g a d a p a t mempengaruhi netralitas dan kualitas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya; (15) Warga Masyarakat adalah seseorang atau badan hukum perdata yang terkait dengan Keputusan dan/atau Tindakan;

(16) Upaya Administratif adalah proses penyelesaian sengketa yang dilakukan d a l a m l i n g k u n g a n A d m i n i s t r a s i P e m e r i n t a h a n s e b a g a i a k i b a t dikeluarkannya Keputusan dan/atau Tindakan yang merugikan; (17) Asas- asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan; (18) Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara; (19) Izin adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas permohonan Warga Masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (20) Konsesi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan y a n g b e r w e n a n g s e b a g a i w u j u d persetujuan dari kesepakatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan

s e l a i n B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t Pemerintahan dalam pengelolaan fasilitas umum dan/atau sumber daya alam dan pengelolaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; (21) Dispensasi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas permohonan Warga Masyarakat yang merupakan pengecualian terhadap suatu larangan atau perintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- u n d a n g a n ; ( 2 2 ) A t r i b u s i a d a l a h pemberian Kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh UUD 1945 atau Undang-Undang; (23) D e l e g a s i a d a l a h p e l i m p a h a n Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi; (24) Mandat adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat; (25) M e n t e r i a d a l a h m e n t e r i y a n g m e n y e l e n g g a r a k a n u r u s a n pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.

Bab II terdiri dari 2 bagian, 2 pasal (pasal 2 s.d 3), dan 7 huruf, memuat maksud dan tujuan. Adapun maksud ditetapkan UU AP adalah sebagai salah satu dasar hukum bagi Badan dan/atau P e j a b a t P e m e r i n t a h a n , W a r g a Masyarakat, dan pihak-pihak lain yang t e r k a i t d e n g a n A d m i n i s t r a s i P e m e r i n t a h a n d a l a m u p a y a

879 880

(4)

meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan (pasal 2). Sedangkan tujuannya adalah: (a). menciptakan tertib p e n y e l e n g g a r a a n A d m i n i s t r a s i P e m e r i n t a h a n ; ( b ) m e n c i p t a k a n kepastian hukum; (c) mencegah terjadinya penyalahgunaan Wewenang;

(d) menjamin akuntabilitas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan; (e) memberikan pelindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintahan; (f) melaksanakan ketentu- an peraturan perundang-undangan dan menerapkan AUPB; dan (g) memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada warga masyarakat (pasal 3).

Bab III terdiri dari 2 bagian, 2 pasal (pasal 4 s.d 5), 2 ayat, 7 huruf, memuat Ruang Lingkup dan Asas. Adapun ruang lingkupnya adalah semua aktivitas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan y a n g m e n y e l e n g g a r a k a n F u n g s i Pemerintahan dalam lingkup lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif; dan penyelenggaraan Fungsi Pemerintahan lainnya yang disebutkan UUD/UU.

Dalam pelaksanaan aktivitas tersebut mencakup tentang hak dan kewajiban pejabat pemerintahan, kewenangan pemerintahan, diskresi, penyelenggara- an administrasi pemerintahan, prosedur administrasi pemerintahan, keputusan pemerintahan, upaya administratif, p e m b i n a a n d a n p e n g e m b a n g a n administrasi pemerintahan, dan sanksi administratif. Penyelenggaraan Admi- nistrasi Pemerintahan berdasarkan: asas legalitas; asas pelindungan terhadap hak a s a s i m a n u s i a ; d a n a z a z u m u m pemerintahan yang baik.

Bab IV terdiri dari 2 pasal (pasal 6 s.d 7), 4 ayat, dan 25 huruf, memuat tentang hak dan kewajiban pejabat

pemerintah.Pejabat Pemerintahan dalam menggunakan Kewenangan mengambil Keputusan dan/atau Tindakan dalam lingkup penyelenggaraan fungsi pemerintahan memiliki hak yang meliputi: (a) menetapkan Keputusan berbentuk tertulis atau elektronis dan/atau menetapkan tindakan; (b) menerbitkan atau tidak menerbitkan, mengubah, mengganti, mencabut, menunda, dan/atau membatalkan Keputusan dan/atau Tindakan; (c) menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya; (d) mendelegasikan dan memberikan Mandat kepada Pejabat Pemerintahan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; (d) menunjuk pelaksana harian atau pelaksana tugas untuk melaksanakan tugas apabila pejabat definitif berhalangan; (e) menerbitkan Izin, Dispensasi, dan/atau Konsesi sesuai ketentuan hukum yang berlaku; (f) memperoleh perlindungan hukum, jaminan keamanan, dan bantuan hukum dalam pelaksanaan tugasnya; (g) menyelesaikan Sengketa Kewenangan di lingkungan atau wilayah kewenangan- n y a ; ( h ) m e n y e l e s a i k a n U p a y a Administratif yang diajukan masyarakat atas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuatnya; dan (i) menjatuhkan sanksi administratif kepada bawahan yang melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam UU ini. (pasal 6). Sedangkan kewajiban pejabat pemerintahan adalah (a) menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan sesuai dengan perundang- undangan, kebijakan pemerintahan, dan A U P B ; ( b ) m e m b u a t K e p u t u s a n dan/atau Tindakan sesuai dengan k e w e n a n g a n n y a ; ( c ) m e m a t u h i persyaratan dan prosedur pembuatan

Keputusan dan/atau Tindakan; (d) mematuhi UU ini dalam menggunakan Diskresi; (e) memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta b a n t u a n u n t u k m e l a k s a n a k a n penyelenggaraan pemerintahan tertentu;

(f) memberikan kesempatan kepada Warga Masyarakat untuk didengar p e n d a p a t n y a s e b e l u m m e m b u a t Keputusan dan/atau Tindakan sesuai hukum; (g) memberitahukan kepada Warga Masyarakat yang berkaitan dengan Keputusan dan/atau Tindakan yang menimbulkan kerugian paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak K e p u t u s a n d a n / a t a u T i n d a k a n ditetapkan dan/atau dilakukan; (h) menyusun standar operasional prosedur pembuatan Keputusan dan/atau Tindakan; (i) memeriksa dan meneliti dokumen Administrasi Pemerintahan, s e r t a m e m b u k a a k s e s d o k u m e n Administrasi Pemerintahan kepada Warga Masyarakat, kecuali ditentukan l a i n o l e h u n d a n g - u n d a n g ; ( j ) menerbitkan keputusan terhadap permohonan warga masyarakat, sesuai dengan hal-hal yang diputuskan dalam keberatan/banding; (k) melaksanakan keputusan dan/atau tindakan yang sah dan keputusan yang telah dinyatakan t i d a k s a h a t a u d i b a t a l k a n o l e h Pengadilan, pejabat yang bersangkutan, atau Atasan Pejabat; dan (l) mematuhi p u t u s a n P e n g a d i l a n y a n g t e l a h berkekuatan hukum tetap. (pasal 7)

Bab V terdiri dari 7 bagian, 14 pasal (pasal 8 s.d pasal 21), 54 ayat, 41 huruf, memuat prihal tentang Kewenangan Pemerintahan. Pejabat Administrasi Pemerintahan dilarang menyalah- g u n a k a n K e w e n a n g a n d a l a m

menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam m e n g g u n a k a n W e w e n a n g w a j i b berdasarkan perundang-undangan, dan AUPB. Perundang-undangan yang dimaksud meliputi: (a) Perundang- u n d a n g a n y a n g m e n j a d i d a s a r kewenangan; dan (b) Perundang- undangan yang menjadi dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan K e p u t u s a n d a n / a t a u T i n d a k a n . Perundang-undangan tersebut wajib dicantumkan atau ditunjukkan pada saat menetapkan dan/atau melakukan K e p u t u s a n d a n / a t a u T i n d a k a n . Meskipun setiap tindakan/keputusan pejabat pemerintahan harus berdasarkan perundang-undangan, namun jika pada konteks tertentu tidak ditemukan atau ketidakjelasan perundang-undangan y a n g d a p a t d i p e d o m a n i o l e h badan/pejabat pemerintahan dalam melakukan tindakan pemerintahan, m a k a t i d a k m e n g h a l a n g i B a d a n dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sepanjang memberikan kemanfaatan umum dan sesuai dengan AUPB. Yang dimaksud dengan Asas- Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) meliputi asas: (a) kepastian h u k u m ; ( b ) k e m a n f a a t a n ; ( c ) ketidakberpihakan; (d) kecermatan; (e) tidak menyalahgunakan kewenangan; (f) keterbukaan; (g) kepentingan umum; dan (h) pelayanan yang baik.

B a d a n d a n / a t a u p e j a b a t p e m e r i n t a h a n m e m p e r o l e h kewenangannya berdasarkan asas Atribusi, Delegasi, dan Mandat (pasal 11). Wewenang melalui Atribusi

881 882

(5)

meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan (pasal 2). Sedangkan tujuannya adalah: (a). menciptakan tertib p e n y e l e n g g a r a a n A d m i n i s t r a s i P e m e r i n t a h a n ; ( b ) m e n c i p t a k a n kepastian hukum; (c) mencegah terjadinya penyalahgunaan Wewenang;

(d) menjamin akuntabilitas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan; (e) memberikan pelindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintahan; (f) melaksanakan ketentu- an peraturan perundang-undangan dan menerapkan AUPB; dan (g) memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada warga masyarakat (pasal 3).

Bab III terdiri dari 2 bagian, 2 pasal (pasal 4 s.d 5), 2 ayat, 7 huruf, memuat Ruang Lingkup dan Asas. Adapun ruang lingkupnya adalah semua aktivitas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan y a n g m e n y e l e n g g a r a k a n F u n g s i Pemerintahan dalam lingkup lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif; dan penyelenggaraan Fungsi Pemerintahan lainnya yang disebutkan UUD/UU.

Dalam pelaksanaan aktivitas tersebut mencakup tentang hak dan kewajiban pejabat pemerintahan, kewenangan pemerintahan, diskresi, penyelenggara- an administrasi pemerintahan, prosedur administrasi pemerintahan, keputusan pemerintahan, upaya administratif, p e m b i n a a n d a n p e n g e m b a n g a n administrasi pemerintahan, dan sanksi administratif. Penyelenggaraan Admi- nistrasi Pemerintahan berdasarkan: asas legalitas; asas pelindungan terhadap hak a s a s i m a n u s i a ; d a n a z a z u m u m pemerintahan yang baik.

Bab IV terdiri dari 2 pasal (pasal 6 s.d 7), 4 ayat, dan 25 huruf, memuat tentang hak dan kewajiban pejabat

pemerintah.Pejabat Pemerintahan dalam menggunakan Kewenangan mengambil Keputusan dan/atau Tindakan dalam lingkup penyelenggaraan fungsi pemerintahan memiliki hak yang meliputi: (a) menetapkan Keputusan berbentuk tertulis atau elektronis dan/atau menetapkan tindakan; (b) menerbitkan atau tidak menerbitkan, mengubah, mengganti, mencabut, menunda, dan/atau membatalkan Keputusan dan/atau Tindakan; (c) menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya; (d) mendelegasikan dan memberikan Mandat kepada Pejabat Pemerintahan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; (d) menunjuk pelaksana harian atau pelaksana tugas untuk melaksanakan tugas apabila pejabat definitif berhalangan; (e) menerbitkan Izin, Dispensasi, dan/atau Konsesi sesuai ketentuan hukum yang berlaku; (f) memperoleh perlindungan hukum, jaminan keamanan, dan bantuan hukum dalam pelaksanaan tugasnya; (g) menyelesaikan Sengketa Kewenangan di lingkungan atau wilayah kewenangan- n y a ; ( h ) m e n y e l e s a i k a n U p a y a Administratif yang diajukan masyarakat atas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuatnya; dan (i) menjatuhkan sanksi administratif kepada bawahan yang melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam UU ini. (pasal 6). Sedangkan kewajiban pejabat pemerintahan adalah (a) menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan sesuai dengan perundang- undangan, kebijakan pemerintahan, dan A U P B ; ( b ) m e m b u a t K e p u t u s a n dan/atau Tindakan sesuai dengan k e w e n a n g a n n y a ; ( c ) m e m a t u h i persyaratan dan prosedur pembuatan

Keputusan dan/atau Tindakan; (d) mematuhi UU ini dalam menggunakan Diskresi; (e) memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta b a n t u a n u n t u k m e l a k s a n a k a n penyelenggaraan pemerintahan tertentu;

(f) memberikan kesempatan kepada Warga Masyarakat untuk didengar p e n d a p a t n y a s e b e l u m m e m b u a t Keputusan dan/atau Tindakan sesuai hukum; (g) memberitahukan kepada Warga Masyarakat yang berkaitan dengan Keputusan dan/atau Tindakan yang menimbulkan kerugian paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak K e p u t u s a n d a n / a t a u T i n d a k a n ditetapkan dan/atau dilakukan; (h) menyusun standar operasional prosedur pembuatan Keputusan dan/atau Tindakan; (i) memeriksa dan meneliti dokumen Administrasi Pemerintahan, s e r t a m e m b u k a a k s e s d o k u m e n Administrasi Pemerintahan kepada Warga Masyarakat, kecuali ditentukan l a i n o l e h u n d a n g - u n d a n g ; ( j ) menerbitkan keputusan terhadap permohonan warga masyarakat, sesuai dengan hal-hal yang diputuskan dalam keberatan/banding; (k) melaksanakan keputusan dan/atau tindakan yang sah dan keputusan yang telah dinyatakan t i d a k s a h a t a u d i b a t a l k a n o l e h Pengadilan, pejabat yang bersangkutan, atau Atasan Pejabat; dan (l) mematuhi p u t u s a n P e n g a d i l a n y a n g t e l a h berkekuatan hukum tetap. (pasal 7)

Bab V terdiri dari 7 bagian, 14 pasal (pasal 8 s.d pasal 21), 54 ayat, 41 huruf, memuat prihal tentang Kewenangan Pemerintahan. Pejabat Administrasi Pemerintahan dilarang menyalah- g u n a k a n K e w e n a n g a n d a l a m

menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam m e n g g u n a k a n W e w e n a n g w a j i b berdasarkan perundang-undangan, dan AUPB. Perundang-undangan yang dimaksud meliputi: (a) Perundang- u n d a n g a n y a n g m e n j a d i d a s a r kewenangan; dan (b) Perundang- undangan yang menjadi dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan K e p u t u s a n d a n / a t a u T i n d a k a n . Perundang-undangan tersebut wajib dicantumkan atau ditunjukkan pada saat menetapkan dan/atau melakukan K e p u t u s a n d a n / a t a u T i n d a k a n . Meskipun setiap tindakan/keputusan pejabat pemerintahan harus berdasarkan perundang-undangan, namun jika pada konteks tertentu tidak ditemukan atau ketidakjelasan perundang-undangan y a n g d a p a t d i p e d o m a n i o l e h badan/pejabat pemerintahan dalam melakukan tindakan pemerintahan, m a k a t i d a k m e n g h a l a n g i B a d a n dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sepanjang memberikan kemanfaatan umum dan sesuai dengan AUPB. Yang dimaksud dengan Asas- Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) meliputi asas: (a) kepastian h u k u m ; ( b ) k e m a n f a a t a n ; ( c ) ketidakberpihakan; (d) kecermatan; (e) tidak menyalahgunakan kewenangan; (f) keterbukaan; (g) kepentingan umum;

dan (h) pelayanan yang baik.

B a d a n d a n / a t a u p e j a b a t p e m e r i n t a h a n m e m p e r o l e h kewenangannya berdasarkan asas Atribusi, Delegasi, dan Mandat (pasal 11). Wewenang melalui Atribusi

881 882

(6)

diperoleh karena diberikan dan/atau diatur dalam UUD 1945 dan/atau u n d a n g - u n d a n g , y a n g b e r u p a wewenang yang baru (yang belum ada sebelumnya). Bagi badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Atribusi, maka tanggung jawab Kewenangan berada p a d a B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t Pemerintahan yang bersangkutan.

Kemudian kewenangan Atribusi tersebut tidak dapat didelegasikan, kecuali diatur di dalam UU 1945 dan/atau UU.

Kemudian kewenangan yang diperoleh berdasarkan asas pen- delegasian adalah kewenangan yang sifatnya pelimpahan (atau sebelumnya telah ada), yang dilimpahkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya setingkat dibawah. Badan dan/atau Pejabat P e m e r i n t a h a n y a n g m e m p e r o l e h Wewenang melalui Delegasi, tanggung jawab Kewenangan berada pada p e n e r i m a D e l e g a s i . P e l i m p a h a n kewenangan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/

atau Peraturan Daerah. Kewenangan yang dilimpahkan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tersebut, oleh si Penerima kewenangan tidak dapat didelegasikan lebih lanjut (atau mensubdelegasikan kembali), kecuali ditentukan lain dalam perundang- u n d a n g a n . M e n s u b d e l e g a s i - k a n kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lain dapat dilakukan dengan ketentuan: (a) dituangkan dalam bentuk peraturan sebelum Wewenang dilaksanakan; (b) d i l a k u k a n d a l a m l i n g k u n g a n pemerintahan itu sendiri; dan (c) paling

banyak diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan 1 (satu) tingkat di bawahnya. Dalam hal pelaksanaan Wewenang berdasarkan Delegasi menimbulkan ketidakefektifan, maka penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan pendelegasian dapat menarik kembali kewenangan yang telah didelegasikan.

Selanjutnya wewenang yang diperoleh berdasarkan asas Mandat (pasal 14) adalah wewenang yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang diperoleh dan/atau ditugaskan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan di atasnya. Kewenangan yang dapat dimandatkan merupakan pelaksanaan tugas rutin, yang terdiri atas: (a) pelaksana harian (plh) yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara;

dan (b) pelaksana tugas (plt) yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.

Penerima wewenang mandat tidak berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat s t r a t e g i s y a n g b e r d a m p a k p a d a perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran. Penerima Mandat harus menyebutkan atas nama Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat. Dalam hal pelaksanaan Wewenang berdasarkan Mandat menim- bulkan ketidakefektifan penyeleng- garaan pemerintahan, maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat dapat menarik k e m b a l i W e w e n a n g y a n g t e l a h dimandatkan. Badan dan/atau Pejabat P e m e r i n t a h a n y a n g m e m p e r o l e h

Wewenang melalui Mandat tanggung jawab Kewenangan tetap pada pemberi Mandat. Setiap kewenangan yang diperoleh oleh badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dibatasi oleh masa atau tenggang waktu wewenang, wilayah atau daerah berlakunya wewenang, dan cakupan bidang atau materi wewenang.

Dalam hal terjadi sengketa kewenangan di lingkungan pemerintah- an, kewenangan penyelesaian sengketa kewenangan berada pada antar atasan Pejabat Pemerintahan yang bersengketa, melalui koordinasi untuk menghasilkan kesepakatan. Dalam hal penyelesaian sengketa menghasilkan kesepakatan maka kesepakatan tersebut mengikat para pihak yang bersengketa sepanjang tidak merugikan keuangan negara, aset negara, dan/atau lingkungan hidup.

Sedangkan dalam hal penyelesaian sengketa kewenangan tidak men- ghasilkan kesepakatan, penyelesaian sengketa kewenangan di lingkungan pemerintahan pada tingkat terakhir diputuskan oleh Presiden. Penyelesaian sengketa kewenangan yang melibatkan lembaga negara diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.

B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t Pemerintahan dilarang menyalah- gunakan wewenang meliputi (pasal 17):

(a) larangan melampaui Wewenang; (b) l a r a n g a n m e n c a m p u r a d u k k a n wewenang; dan/atau (c) larangan bertindak sewenang-wenang. Adapun kategori melampaui wewenang apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan: (a) melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang;

(b) melampaui batas wilayah berlakunya wewenang; dan/atau (c) bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Kemudian adapun kategori mencampuradukkan wewenang adalah apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan: (a) di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan; dan/atau (b) bertentangan d e n g a n t u j u a n w e w e n a n g y a n g diberikan. Sedangkan kategori bertindak sewenang-wenang adalah apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan: (a) tanpa dasar kewenangan; dan/atau (b) bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Terhadap keputusan dan/atau tindakan dengan melampaui wewenang dan dilakukan secara sewenang-wenang, tidak sah apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Kemudian keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan dengan mencampuradukkan wewenang dapat dibatalkan apabila telah diuji dan a d a P u t u s a n P e n g a d i l a n y a n g berkekuatan hukum tetap.

Pengawasan terhadap larangan penyalahgunaan wewenang dilakukan o l e h A p a r a t P e n g a w a s a n I n t e r n P e m e r i n t a h ( A P I P ) . H a s i l pengawasannya berupa: (a) tidak terdapat kesalahan; (b) terdapat kesalahan administratif; atau (c) terdapat k e s a l a h a n a d m i n i s t r a t i f y a n g menimbulkan kerugian keuangan negara. Jika hasil pengawasan berupa terdapat kesalahan administratif, dilakukan tindak lanjut dalam bentuk penyempurnaan administrasi sesuai dengan ketentuan berlaku. Jika hasil pengawasan berupa terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara, dilakukan pengembalian kerugian keuangan

883 884

(7)

diperoleh karena diberikan dan/atau diatur dalam UUD 1945 dan/atau u n d a n g - u n d a n g , y a n g b e r u p a wewenang yang baru (yang belum ada sebelumnya). Bagi badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Atribusi, maka tanggung jawab Kewenangan berada p a d a B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t Pemerintahan yang bersangkutan.

Kemudian kewenangan Atribusi tersebut tidak dapat didelegasikan, kecuali diatur di dalam UU 1945 dan/atau UU.

Kemudian kewenangan yang diperoleh berdasarkan asas pen- delegasian adalah kewenangan yang sifatnya pelimpahan (atau sebelumnya telah ada), yang dilimpahkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya setingkat dibawah. Badan dan/atau Pejabat P e m e r i n t a h a n y a n g m e m p e r o l e h Wewenang melalui Delegasi, tanggung jawab Kewenangan berada pada p e n e r i m a D e l e g a s i . P e l i m p a h a n kewenangan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/

atau Peraturan Daerah. Kewenangan yang dilimpahkan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tersebut, oleh si Penerima kewenangan tidak dapat didelegasikan lebih lanjut (atau mensubdelegasikan kembali), kecuali ditentukan lain dalam perundang- u n d a n g a n . M e n s u b d e l e g a s i - k a n kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lain dapat dilakukan dengan ketentuan: (a) dituangkan dalam bentuk peraturan sebelum Wewenang dilaksanakan; (b) d i l a k u k a n d a l a m l i n g k u n g a n pemerintahan itu sendiri; dan (c) paling

banyak diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan 1 (satu) tingkat di bawahnya. Dalam hal pelaksanaan Wewenang berdasarkan Delegasi menimbulkan ketidakefektifan, maka penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan pendelegasian dapat menarik kembali kewenangan yang telah didelegasikan.

Selanjutnya wewenang yang diperoleh berdasarkan asas Mandat (pasal 14) adalah wewenang yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang diperoleh dan/atau ditugaskan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan di atasnya. Kewenangan yang dapat dimandatkan merupakan pelaksanaan tugas rutin, yang terdiri atas: (a) pelaksana harian (plh) yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara;

dan (b) pelaksana tugas (plt) yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.

Penerima wewenang mandat tidak berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat s t r a t e g i s y a n g b e r d a m p a k p a d a perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran. Penerima Mandat harus menyebutkan atas nama Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat. Dalam hal pelaksanaan Wewenang berdasarkan Mandat menim- bulkan ketidakefektifan penyeleng- garaan pemerintahan, maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat dapat menarik k e m b a l i W e w e n a n g y a n g t e l a h dimandatkan. Badan dan/atau Pejabat P e m e r i n t a h a n y a n g m e m p e r o l e h

Wewenang melalui Mandat tanggung jawab Kewenangan tetap pada pemberi Mandat. Setiap kewenangan yang diperoleh oleh badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dibatasi oleh masa atau tenggang waktu wewenang, wilayah atau daerah berlakunya wewenang, dan cakupan bidang atau materi wewenang.

Dalam hal terjadi sengketa kewenangan di lingkungan pemerintah- an, kewenangan penyelesaian sengketa kewenangan berada pada antar atasan Pejabat Pemerintahan yang bersengketa, melalui koordinasi untuk menghasilkan kesepakatan. Dalam hal penyelesaian sengketa menghasilkan kesepakatan maka kesepakatan tersebut mengikat para pihak yang bersengketa sepanjang tidak merugikan keuangan negara, aset negara, dan/atau lingkungan hidup.

Sedangkan dalam hal penyelesaian sengketa kewenangan tidak men- ghasilkan kesepakatan, penyelesaian sengketa kewenangan di lingkungan pemerintahan pada tingkat terakhir diputuskan oleh Presiden. Penyelesaian sengketa kewenangan yang melibatkan lembaga negara diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.

B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t Pemerintahan dilarang menyalah- gunakan wewenang meliputi (pasal 17):

(a) larangan melampaui Wewenang; (b) l a r a n g a n m e n c a m p u r a d u k k a n wewenang; dan/atau (c) larangan bertindak sewenang-wenang. Adapun kategori melampaui wewenang apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan: (a) melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang;

(b) melampaui batas wilayah berlakunya wewenang; dan/atau (c) bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Kemudian adapun kategori mencampuradukkan wewenang adalah apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan: (a) di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan; dan/atau (b) bertentangan d e n g a n t u j u a n w e w e n a n g y a n g diberikan. Sedangkan kategori bertindak sewenang-wenang adalah apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan: (a) tanpa dasar kewenangan;

dan/atau (b) bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Terhadap keputusan dan/atau tindakan dengan melampaui wewenang dan dilakukan secara sewenang-wenang, tidak sah apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Kemudian keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan dengan mencampuradukkan wewenang dapat dibatalkan apabila telah diuji dan a d a P u t u s a n P e n g a d i l a n y a n g berkekuatan hukum tetap.

Pengawasan terhadap larangan penyalahgunaan wewenang dilakukan o l e h A p a r a t P e n g a w a s a n I n t e r n P e m e r i n t a h ( A P I P ) . H a s i l pengawasannya berupa: (a) tidak terdapat kesalahan; (b) terdapat kesalahan administratif; atau (c) terdapat k e s a l a h a n a d m i n i s t r a t i f y a n g menimbulkan kerugian keuangan negara. Jika hasil pengawasan berupa terdapat kesalahan administratif, dilakukan tindak lanjut dalam bentuk penyempurnaan administrasi sesuai dengan ketentuan berlaku. Jika hasil pengawasan berupa terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara, dilakukan pengembalian kerugian keuangan

883 884

(8)

negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diputuskan dan diterbitkannya hasil pengawasan.

P e n g e m b a l i a n k e r u g i a n n e g a r a d i b e b a n k a n k e p a d a B a d a n Pemerintahan, apabila kesalahan administratif bukan karena adanya unsur penyalahgunaan wewenang. Sedangkan p e n g e m b a l i a n k e r u g i a n n e g a r a d i b e b a n k a n k e p a d a P e j a b a t Pemerintahan, apabila kesalahan administratif terjadi karena adanya unsur penyalahgunaan wewenang.

B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t Pemerintahan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang dalam k e p u t u s a n d a n / a t a u t i n d a k a n . Pengadilan wajib memutus permohonan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan. Terhadap putusan Pengadilan dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN). PTUN wajib memutus permohonan banding paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan banding diajukan. Putusan PTUN bersifat final dan mengikat.

Bab VI terdiri 5 bagian, 11 pasal (pasal 22 s.d 32), 23 ayat, dan 20 huruf, membahas tentang Diskresi. Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat P e m e r i n t a h a n y a n g b e r w e n a n g , bertujuan untuk: (a) melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; (b) mengisi kekosongan hukum; (c) memberikan kepastian hukum; dan (d) mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum. Diskresi meliputi;

pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan

perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan Keputusan dan/atau Tindakan; (b) pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena perundang- u n d a n g a n t i d a k m e n g a t u r ; ( c ) pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan (d) pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas. Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat: (a) tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; (b) sesuai dengan AUPB; (c) berdasarkan alasan-alasan yang objektif;

( d ) t i d a k m e n i m b u l k a n K o n f l i k Kepentingan; dan (e) dilakukan dengan iktikad baik. Dampak dari penggunaan diskresi dapat dikelompokkan kedalam;

(a) penggunaan Diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran; (b) menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani keuangan negara;

dan (c) menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadi bencana alam.

Prosedur penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran dan menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani k e u a n g a n n e g a r a , p e j a b a t y a n g menggunakan diskresi wajib menyam- paikan permohonan persetujuan secara tertulis kepada atasan pejabat. Dalam permohonan tersebut wajib mengurai- kan maksud, tujuan, substansi, dampak administrasi dan keuangan. Dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah berkas permohonan diterima, Atasan Pejabat menetapkan persetujuan, petunjuk perbaikan, atau penolakan. Apabila

Atasan Pejabat melakukan penolakan, A t a s a n P e j a b a t t e r s e b u t h a r u s memberikan alasan penolakan secara tertulis. Kemudian prosedur pengguna- a n D i s k r e s i y a n g b e r p o t e n s i menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadi bencana alam, pejabat yang m e n g g u n a k a n d i s k r e s i w a j i b menyampaikan pemberitahuan secara lisan atau tertulis kepada Atasan Pejabat sebelum penggunaan Diskresi, dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum penggunaan diskresi. Dalam p e m b e r i t a h u a n t e r s e b u t w a j i b menguraikan maksud, tujuan, substansi, d a n d a m p a k y a n g d i t i m b u l k a n . Kemudian pejabat yang menggunakan Diskresi wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Atasan Pejabat setelah penggunaan Diskresi, paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak penggunaan Diskresi.

Adapun akibat hukum pengguna- an Diskresi yang melampaui wewenang, yaitu apabila: (a) bertindak melampaui batas waktu berlakunya Wewenang yang diberikan oleh perundang-undangan; (b) bertindak melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang- undangan, maka akibat hukum dari penggunaan Diskresi tersebut menjadi tidak sah. Kemudian akibat hukum bagi penggunaan Diskresi yang dikategorikan mencampuradukkan wewenang apabila:

menggunakan Diskresi tidak sesuai d e n g a n t u j u a n w e w e n a n g y a n g diberikan, atau bertentangan dengan AUPB, maka akibat hukum dari penggunaan Diskresi dapat dibatalkan.

Selanjutnya akibat hukum penggunaan Diskresi yang dikategorikan sebagai

tindakan sewenang-wenang adalah apabila dikeluarkan oleh pejabat yang t i d a k b e r w e n a n g , m a k a a k i b a t hukumnya Diskresi tersebut menjadi tidak sah.

Bab VII terdiri dari 5 bagian, 7 Pasal (pasal 33 s.d 39), 24 ayat, 19 huruf, terkait dengan Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Badan dan/atau Pejabat P e m e r i n t a h a n y a n g b e r w e n a n g menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan terdiri atas: a. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum tempat penyelenggaraan pemerintahan terjadi; atau b. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum tempat seorang individu atau sebuah organisasi berbadan hukum melakukan aktivitasnya. Apabila Pejabat Peme- rintahan berhalangan menjalankan tugasnya, maka Atasan Pejabat yang bersangkutan dapat menunjuk Pejabat Pemerintahan yang memenuhi persya- ratan untuk bertindak sebagai pelaksana harian atau pelaksana tugas. Pelaksana harian atau pelaksana tugas melaksana- kan tugas serta menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan rutin yang menjadi wewenang jabatannya sesuai dengan perundang- undangan. Penyelenggaraan pemerinta- han yang melibatkan Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama antar- Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam perundang-undangan.

Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan o l e h B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t Pemerintahan yang berwenang bersifat mengikat dalam penyelenggaraan

885 886

(9)

negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diputuskan dan diterbitkannya hasil pengawasan.

P e n g e m b a l i a n k e r u g i a n n e g a r a d i b e b a n k a n k e p a d a B a d a n Pemerintahan, apabila kesalahan administratif bukan karena adanya unsur penyalahgunaan wewenang. Sedangkan p e n g e m b a l i a n k e r u g i a n n e g a r a d i b e b a n k a n k e p a d a P e j a b a t Pemerintahan, apabila kesalahan administratif terjadi karena adanya unsur penyalahgunaan wewenang.

B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t Pemerintahan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang dalam k e p u t u s a n d a n / a t a u t i n d a k a n . Pengadilan wajib memutus permohonan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan. Terhadap putusan Pengadilan dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN). PTUN wajib memutus permohonan banding paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan banding diajukan. Putusan PTUN bersifat final dan mengikat.

Bab VI terdiri 5 bagian, 11 pasal (pasal 22 s.d 32), 23 ayat, dan 20 huruf, membahas tentang Diskresi. Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat P e m e r i n t a h a n y a n g b e r w e n a n g , bertujuan untuk: (a) melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; (b) mengisi kekosongan hukum; (c) memberikan kepastian hukum; dan (d) mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum. Diskresi meliputi;

pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan

perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan Keputusan dan/atau Tindakan; (b) pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena perundang- u n d a n g a n t i d a k m e n g a t u r ; ( c ) pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan (d) pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas. Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat: (a) tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; (b) sesuai dengan AUPB; (c) berdasarkan alasan-alasan yang objektif;

( d ) t i d a k m e n i m b u l k a n K o n f l i k Kepentingan; dan (e) dilakukan dengan iktikad baik. Dampak dari penggunaan diskresi dapat dikelompokkan kedalam;

(a) penggunaan Diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran; (b) menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani keuangan negara;

dan (c) menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadi bencana alam.

Prosedur penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran dan menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani k e u a n g a n n e g a r a , p e j a b a t y a n g menggunakan diskresi wajib menyam- paikan permohonan persetujuan secara tertulis kepada atasan pejabat. Dalam permohonan tersebut wajib mengurai- kan maksud, tujuan, substansi, dampak administrasi dan keuangan. Dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah berkas permohonan diterima, Atasan Pejabat menetapkan persetujuan, petunjuk perbaikan, atau penolakan. Apabila

Atasan Pejabat melakukan penolakan, A t a s a n P e j a b a t t e r s e b u t h a r u s memberikan alasan penolakan secara tertulis. Kemudian prosedur pengguna- a n D i s k r e s i y a n g b e r p o t e n s i menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadi bencana alam, pejabat yang m e n g g u n a k a n d i s k r e s i w a j i b menyampaikan pemberitahuan secara lisan atau tertulis kepada Atasan Pejabat sebelum penggunaan Diskresi, dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum penggunaan diskresi. Dalam p e m b e r i t a h u a n t e r s e b u t w a j i b menguraikan maksud, tujuan, substansi, d a n d a m p a k y a n g d i t i m b u l k a n . Kemudian pejabat yang menggunakan Diskresi wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Atasan Pejabat setelah penggunaan Diskresi, paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak penggunaan Diskresi.

Adapun akibat hukum pengguna- an Diskresi yang melampaui wewenang, yaitu apabila: (a) bertindak melampaui batas waktu berlakunya Wewenang yang diberikan oleh perundang-undangan; (b) bertindak melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang- undangan, maka akibat hukum dari penggunaan Diskresi tersebut menjadi tidak sah. Kemudian akibat hukum bagi penggunaan Diskresi yang dikategorikan mencampuradukkan wewenang apabila:

menggunakan Diskresi tidak sesuai d e n g a n t u j u a n w e w e n a n g y a n g diberikan, atau bertentangan dengan AUPB, maka akibat hukum dari penggunaan Diskresi dapat dibatalkan.

Selanjutnya akibat hukum penggunaan Diskresi yang dikategorikan sebagai

tindakan sewenang-wenang adalah apabila dikeluarkan oleh pejabat yang t i d a k b e r w e n a n g , m a k a a k i b a t hukumnya Diskresi tersebut menjadi tidak sah.

Bab VII terdiri dari 5 bagian, 7 Pasal (pasal 33 s.d 39), 24 ayat, 19 huruf, terkait dengan Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Badan dan/atau Pejabat P e m e r i n t a h a n y a n g b e r w e n a n g menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan terdiri atas: a. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum tempat penyelenggaraan pemerintahan terjadi; atau b. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum tempat seorang individu atau sebuah organisasi berbadan hukum melakukan aktivitasnya. Apabila Pejabat Peme- rintahan berhalangan menjalankan tugasnya, maka Atasan Pejabat yang bersangkutan dapat menunjuk Pejabat Pemerintahan yang memenuhi persya- ratan untuk bertindak sebagai pelaksana harian atau pelaksana tugas. Pelaksana harian atau pelaksana tugas melaksana- kan tugas serta menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan rutin yang menjadi wewenang jabatannya sesuai dengan perundang- undangan. Penyelenggaraan pemerinta- han yang melibatkan Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama antar- Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam perundang-undangan.

Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan o l e h B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t Pemerintahan yang berwenang bersifat mengikat dalam penyelenggaraan

885 886

(10)

pemerintahan, tetap berlaku hingga berakhir atau dicabutnya keputusan atau dihentikannya tindakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang. Pencabutan Keputusan atau penghentian Tindakan oleh Atasan Badan dan/atau Atasan Pejabat yang mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dilakukan pada tahap penyelesaian Upaya Administratif.

B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t Pemerintahan dapat memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta dengan syarat: (a) Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan; (b) penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan; (c) dalam hal melaksanakan penyeleng- garaan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya sendiri; (d) apabila untuk menetapkan Keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan publik, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen yang diperlukan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; dan/atau (e) jika penyelenggara- a n p e m e r i n t a h a n h a n y a d a p a t dilaksanakan dengan biaya, peralatan, dan fasilitas yang besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tersebut. Dalam hal pelaksanaan Bantuan Kedinasan menimbulkan biaya, maka beban yang

ditimbulkan ditetapkan bersama secara wajar oleh penerima dan pemberi bantuan dan tidak menimbulkan pembiayaan ganda.

B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n d a p a t m e n o l a k memberikan Bantuan Kedinasan apabila:

(a) mempengaruhi kinerja Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan pemberi bantuan; (b)surat keterangan dan dokumen yang diperlukan sesuai dengan perundang-undangan bersifat rahasia;

atau tidak diperbolehkan pemberian bantuan oleh perundang-undangan.

Penolakan untuk memberikan bantuan kedinasan harus diberikan alasan penolakan secara tertulis. Jika suatu bantuan kedinasan yang diperlukan dalam keadaan darurat, maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib memberikan bantuan kedinasan.

Tanggung jawab terhadap Keputusan dan/atau Tindakan dalam Bantuan Kedinasan dibebankan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang membutuhkan Bantuan Kedinasan, kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dan/atau kesepakatan tertulis kedua belah pihak.

P e j a b a t d a n / a t a u B a d a n P e m e r i n t a h a n d a p a t m e m b u a t Keputusan berbentuk Elektronis, kecuali k e p u t u s a n y a n g m e n g a k i b a t k a n pembebanan keuangan negara wajib dibuat dalam bentuk tertulis. Keputusan berbentuk Elektronis wajib dibuat atau disampaikan apabila keputusan tidak dibuat atau tidak disampaikan secara tertulis. Keputusan berbentuk Elektronis berkekuatan hukum sama dengan Keputusan yang tertulis dan berlaku sejak diterimanya Keputusan tersebut

oleh pihak yang bersangkutan. Jika Keputusan dalam bentuk tertulis tidak disampaikan, maka yang berlaku adalah Keputusan dalam bentuk elektronis.

Dalam hal terdapat perbedaan antara Keputusan dalam bentuk elektronis dan Keputusan dalam bentuk tertulis, yang berlaku adalah Keputusan dalam bentuk tertulis.

B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n b e r w e n a n g u n t u k menerbitkan Izin, Dispensasi, dan/atau Konsesi dengan berpedoman pada AUPB dan berdasarkan Perundang-undangan, Izin, tidak boleh menyebabkan kerugian negara. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan berbentuk Izin apabila: (a) diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan dilaksanakan; dan (b) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan yang memerlukan perhatian khusus dan/atau memenuhi perundang-undangan. Keputusan Badan d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n berbentuk Dispensasi apabila: (a) diterbitkan persetujuan sebelum k e g i a t a n d i l a k s a n a k a n ; d a n ( b ) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan pengecualian terhadap suatu larangan atau perintah.

Sedangkan Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan berbentuk Konsesi apabila: (a) diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan dilaksanakan; (b) persetujuan diperoleh berdasarkan kesepakatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan pihak Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau swasta; dan (c) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan yang memerlukan perhatian khusus.

Terhadap Izin, Dispensasi, atau

Konsesi yang diajukan oleh pemohon wajib diberikan persetujuan atau penolakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan paling lama 10 (sepuluh) h a r i k e r j a s e j a k d i t e r i m a n y a permohonan, kecuali ditentukan lain dalam perundang-undangan.

BAB VIII terdiri 7 bagian, 11 pasal (pasal 40 s.d 51), 31 ayat, 23 huruf, terkait Prosedur Administrasi Pemerintahan. P i h a k - p i h a k d a l a m p r o s e d u r Administrasi Pemerintahan terdiri atas: ( a ) B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n ; d a n ( b ) W a r g a Masyarakat sebagai pemohon atau pihak yang terkait. Warga Masyarakat dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu) penerima kuasa untuk mewakili d a l a m p r o s e d u r A d m i n i s t r a s i Pemerintahan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang. Jika Badan d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n menerima lebih dari satu surat kuasa untuk satu prosedur Administrasi Pemerintahan yang sama, maka Badan d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n mengembalikan kepada pemberi kuasa untuk menentukan satu penerima kuasa yang berwenang mewakili kepentingan p e m b e r i k u a s a d a l a m p r o s e d u r Administrasi Pemerintahan. Penerima kuasa harus dapat menunjukkan surat pemberian kuasa secara tertulis yang sah. Surat kuasa dimaksud sekurang- kurangnya memuat: (a) judul surat kuasa; (b) identitas pemberi kuasa; (c) identitas penerima kuasa; (d) pernyataan pemberian kuasa khusus secara jelas dan tegas; (e) maksud pemberian kuasa; (f) tempat dan tanggal pemberian kuasa; (g) tanda tangan pemberi dan penerima kuasa; dan (h) materai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pencabutan

887 888

(11)

pemerintahan, tetap berlaku hingga berakhir atau dicabutnya keputusan atau dihentikannya tindakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang. Pencabutan Keputusan atau penghentian Tindakan oleh Atasan Badan dan/atau Atasan Pejabat yang mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dilakukan pada tahap penyelesaian Upaya Administratif.

B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t Pemerintahan dapat memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta dengan syarat: (a) Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan; (b) penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan; (c) dalam hal melaksanakan penyeleng- garaan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya sendiri; (d) apabila untuk menetapkan Keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan publik, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen yang diperlukan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; dan/atau (e) jika penyelenggara- a n p e m e r i n t a h a n h a n y a d a p a t dilaksanakan dengan biaya, peralatan, dan fasilitas yang besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tersebut. Dalam hal pelaksanaan Bantuan Kedinasan menimbulkan biaya, maka beban yang

ditimbulkan ditetapkan bersama secara wajar oleh penerima dan pemberi bantuan dan tidak menimbulkan pembiayaan ganda.

B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n d a p a t m e n o l a k memberikan Bantuan Kedinasan apabila:

(a) mempengaruhi kinerja Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan pemberi bantuan; (b)surat keterangan dan dokumen yang diperlukan sesuai dengan perundang-undangan bersifat rahasia;

atau tidak diperbolehkan pemberian bantuan oleh perundang-undangan.

Penolakan untuk memberikan bantuan kedinasan harus diberikan alasan penolakan secara tertulis. Jika suatu bantuan kedinasan yang diperlukan dalam keadaan darurat, maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib memberikan bantuan kedinasan.

Tanggung jawab terhadap Keputusan dan/atau Tindakan dalam Bantuan Kedinasan dibebankan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang membutuhkan Bantuan Kedinasan, kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan dan/atau kesepakatan tertulis kedua belah pihak.

P e j a b a t d a n / a t a u B a d a n P e m e r i n t a h a n d a p a t m e m b u a t Keputusan berbentuk Elektronis, kecuali k e p u t u s a n y a n g m e n g a k i b a t k a n pembebanan keuangan negara wajib dibuat dalam bentuk tertulis. Keputusan berbentuk Elektronis wajib dibuat atau disampaikan apabila keputusan tidak dibuat atau tidak disampaikan secara tertulis. Keputusan berbentuk Elektronis berkekuatan hukum sama dengan Keputusan yang tertulis dan berlaku sejak diterimanya Keputusan tersebut

oleh pihak yang bersangkutan. Jika Keputusan dalam bentuk tertulis tidak disampaikan, maka yang berlaku adalah Keputusan dalam bentuk elektronis.

Dalam hal terdapat perbedaan antara Keputusan dalam bentuk elektronis dan Keputusan dalam bentuk tertulis, yang berlaku adalah Keputusan dalam bentuk tertulis.

B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n b e r w e n a n g u n t u k menerbitkan Izin, Dispensasi, dan/atau Konsesi dengan berpedoman pada AUPB dan berdasarkan Perundang-undangan, Izin, tidak boleh menyebabkan kerugian negara. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan berbentuk Izin apabila: (a) diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan dilaksanakan; dan (b) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan yang memerlukan perhatian khusus dan/atau memenuhi perundang-undangan. Keputusan Badan d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n berbentuk Dispensasi apabila: (a) diterbitkan persetujuan sebelum k e g i a t a n d i l a k s a n a k a n ; d a n ( b ) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan pengecualian terhadap suatu larangan atau perintah.

Sedangkan Keputusan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan berbentuk Konsesi apabila: (a) diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan dilaksanakan; (b) persetujuan diperoleh berdasarkan kesepakatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan pihak Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau swasta; dan (c) kegiatan yang akan dilaksanakan merupakan kegiatan yang memerlukan perhatian khusus.

Terhadap Izin, Dispensasi, atau

Konsesi yang diajukan oleh pemohon wajib diberikan persetujuan atau penolakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan paling lama 10 (sepuluh) h a r i k e r j a s e j a k d i t e r i m a n y a permohonan, kecuali ditentukan lain dalam perundang-undangan.

BAB VIII terdiri 7 bagian, 11 pasal (pasal 40 s.d 51), 31 ayat, 23 huruf, terkait Prosedur Administrasi Pemerintahan.

P i h a k - p i h a k d a l a m p r o s e d u r Administrasi Pemerintahan terdiri atas:

( a ) B a d a n d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n ; d a n ( b ) W a r g a Masyarakat sebagai pemohon atau pihak yang terkait. Warga Masyarakat dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu) penerima kuasa untuk mewakili d a l a m p r o s e d u r A d m i n i s t r a s i Pemerintahan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang. Jika Badan d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n menerima lebih dari satu surat kuasa untuk satu prosedur Administrasi Pemerintahan yang sama, maka Badan d a n / a t a u P e j a b a t P e m e r i n t a h a n mengembalikan kepada pemberi kuasa untuk menentukan satu penerima kuasa yang berwenang mewakili kepentingan p e m b e r i k u a s a d a l a m p r o s e d u r Administrasi Pemerintahan. Penerima kuasa harus dapat menunjukkan surat pemberian kuasa secara tertulis yang sah.

Surat kuasa dimaksud sekurang- kurangnya memuat: (a) judul surat kuasa; (b) identitas pemberi kuasa; (c) identitas penerima kuasa; (d) pernyataan pemberian kuasa khusus secara jelas dan tegas; (e) maksud pemberian kuasa; (f) tempat dan tanggal pemberian kuasa; (g) tanda tangan pemberi dan penerima kuasa; dan (h) materai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pencabutan

887 888

Referensi

Dokumen terkait

Pasar Ekuitas Tenggelamkan Minyak Minyak anjlok ke level terendah dalam 3- bulan di New York seiring laporan laba perusahaan tidak sesuai perkiraan analis, data

Tingkat kehilangan air PALYJA mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan I namun masih lebih tinggi dari realisasi tingkat kehilangan air di tahun 2015 dan

Salah satu kebaikan soal selidik adalah ianya menjamin kerahsiaan dan ini akan dapat mencungkil maklumat yang tepat dari responden (Ary, et al., 1990). Rekabentuk kajian ini

Faradilla, et, al, 2017, Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Istishna, Ijarah, Mudharabah dan Musyarakah terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia. Junal

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, risiko bisnis, time interest earned, dan pertumbuhan

Tuhan Yesus juga merasakan hidup dalam dunia berdosa, tapi Ia mengalahkan semua bujukan dan tawaran dosa dengan taat pada Allah. Maukah engkau juga

Pelunasan paling lambat 3 hari kerja setelah hari lelang, apabila tidak dilunasi dalam dalam jangka waktu sesuai ketentuan maka akan dianggap wanprestasi dan uang deposit akan

Kegiatan ini sudah cukup lama dijalankan oleh Dinas Koperasi dan UMKM mulai tahun 2012, sosialisasi penyediaan informasi permodalan merupakan bentuk layanan dalam