BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) merupakan tumbuhan tropis yang diprkirakan berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di hutan belantara negara tersebut. Kelapa sawit pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1948, dibawa dari Mauritius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit kelapa sawit yang berasal dari kedua tempat tersebut masing – masing berjumlah dua batang dan pada tahun itu juga ditanam di Kebun Raya Bogor. Hingga saat ini, dua dari empat pohon tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek moyang kelapa sawit yang ada di Asia Tenggara. Sebagian keturunan kelapa sawit dari Kebun Raya Bogor tersebut telah diintroduksi ke Deli Serdang (Sumatera Utara) sehingga dinamakan varietas Deli Dura (Hadi, 2004).
2.2. Klasifikasi dan Varietas Kelapa Sawit 2.2.1. Klasifikasi kelapa sawit
Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah (Latin) ini dikembangkan oleh Carolus Linnaeus. Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Embryophyta siphonagama Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotiledonae
Familia : Arecaceae (dahulu disebut Palmae) Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : 1. Elaeis guinensis Jacq
2. Elaeis oleifera (H.B.K) Cortes
3. Elaeis odora (Pahan, 2006)
2.2.2. Varietas Kelapa Sawit
Dikenal banyak jenis varietas kelapa sawit di Indonesia. Varietas-varietas tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologinya. Namun, di antara varietas tersebut terdapat varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan
penyakit, produksi tinggi, serta kandungan minyak yang dihasilkan tinggi. Berikut ini beberapa jenis varietas yang banyak digunakan oleh para petani dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
1. Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, beberapa varietas kelapa sawit di antaranya Dura, Pisifera, dan Tenera.
Tabel 2.1. Varietas Kelapa Sawit berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah
Varietas Deskripsi
Dura 1. Tempurung tebal (2-5 mm)
2. Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung 3. Daging buah relatif tipis, yaitu 35-50% terhadap buah
4. Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah 5. Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina Pisifera 1. Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada
2. Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah dura 3. Daging biji sangat tipis
4. Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan
Tenera 1. Hasil dari persilangan Dura dengan Pisifera 2. Tempurung tipis (1-2,5 mm)
3. Terdapat lingkaran serabut disekeliling tempurung 4. Daging buah sangat tebal (60-96 % dari buah)
Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan jumlah rendemen minyak sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak paling tinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu mencapai 22–24 %, sedangkan pada varietas Dura hanya 16–18 %.
2. Varietas berdasarkan warna kulit buah
Berdasarkan warna kulit buah, beberapa varietas kelapa sawit diantaranya varietas Nigrescens, Virescens, dan Albescens.
Tabel 2.2. Varietas berdasarkan warna kulit buah
Varietas Warna buah muda Warna buah masak
Nigrescens Ungu kehitam–hitaman Jingga kehitam–hitaman
Virescens Hijau Jingga kemerahan, tetapi
ujung buah tetap hijau Abescens Keputih–putihan Kekuning–kuningan dan
ujungnya ungu kehitaman
3. Varietas unggul
Varietas unggul kelapa sawit dihasilkan melalui prinsip reproduksi sebenarnya dari hibrida terbaik dengan melakukan persilangan antara tetua-tetua yang diketahui mempunyai daya gabung berdasarkan hasil pengujian progeni
dengan mengikuti prosedur seleksi Reciprocal Recurrent Selection (RSS). Tetua yang digunakan dalam proses persilangan adalah Dura dan Pisifera. Varietas Dura sebagai induk betina dan Pisifera sebagai induk jantan. Hasil persilangan tersebut telah terbukti memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain (Fauzi, 2008).
2.3. Cara Panen
Cara pemanenan buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Penen yang tepat mempunyai sasaran untuk mencapai kandungan minyak yang paling maksimal. Pemanenan pada keadaan buah lewat matang akan meningkatkan Asam Lemak Bebas atau Free Fatty Acid (ALB atau FFA). Hal itu tentu akan banyak merugikan sebab pada buah yang terlalu masak sebagian kandungan minyaknya berubah menjadi ALB sehingga akan menurunkan mutu minyak. Buah yang terlalu masak lebih mudah terserang hama dan penyakit. Sebaliknya pemanenan pada buah yang mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun ALB nya rendah (Tim Penulis PS, 1997).
2.4. Fraksi TBS dan Mutu Panen
Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan dipabrik sangat dipengaruhi perlakuan sejak awal panen dilapangan. Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah yang cepat dipanen dan cepat tidaknya pengangkutan buah ke pabrik. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai derajat
kematangan buah mempunyai arti yang penting sebab jumlah dan mutu minyak yang diperoleh nantinya sangat ditentukan oleh faktor ini.
Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas (ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam presentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, maka selain kadar ALB nya rendah, rendemen minyak yang diperolehnya juga rendah. Disinilah, pengetahuan mengenai kriteria matang panen berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh berperan cukup penting dalam menentukan derajat kematangan buah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dikenal ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi–fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk juga kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal ada lima fraksi TBS yang dapat kita lihat pada tabel berikut (Tim Penulis PS, 1997).
Tabel 2.3. Beberapa tingkatan Fraksi TBS
No Kematangan Fraksi Jumlah Brondolan Keterangan
1. Mentah 00
0
Tidak ada, buah berwarna hitam 1–12,5% buah luar membrondol
Sangat Mentah Mentah
2. Matang 1
2 3
12,5–25% buah luar membrondol 12,5–50% buah luar membrondol 50–75% buah luar membrondol
Kurang matang Matang I Matang II 3. Lewat matang 4 5
75–100% buah luar membrondol Buah dalam juga membrondol, ada buah yang busuk
Lewat matang I Lewat matang II
Derajat kematangan yang baik yaitu jika tandan–tandan yang dipanen berada pada fraksi 1, 2, dan 3. Secara ideal, dengan mengikuti ketentuan dan kriteria matang panen dan terkumpulnya brondolan, serta pengangkutan yang lancar, maka dalam suatu pemanenan akan diperoleh komposisi fraksi tandan sebagai berikut:
a. Jumlah brondolan dipabrik kurang lebih 25% dari berat tandan seluruhnya,
b. Tandan yang terdiri dari fraksi 2 dan 3 minimal 65% dari jumlah tandan,
c. Tandan yang terdiri dari fraksi 1 maksimal 20% dari jumlah tandan, dan
d. Tandan yang terdiri dari fraksi 4 dan 5 maksimal 15 % dari jumlah tandan (Tim Penulis PS, 1997).
2.5. Pengolahan Kelapa Sawit
Pengolahan TBS kelapa sawit untuk memperoleh minyak kelapa sawit (CPO) dan inti kelapa sawit dari biji (Nut). Pada prinsipnya pengolahan TBS menjadi CPO diperlukan proses pengolahan yang panjang. Proses pengolahan buah kelapa sawit yang ada di PKS PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Dolok Sinumbah dibagi dalam beberapa stasiun, yaitu:
2.5.1. Stasiun Penerimaan Buah 1. Jembatan Timbang
Sebagai tempat/alat penimbang TBS yang dibawa ke pabrik dan hasil produksi pabrik (minyak/inti sawit) serta penimbangan barang lain yang terkait
dengan aktivitas kebun. Data hasil penimbangan TBS dapat juga dimanfaatkan sebagai alat kontrol untuk evaluasi capaian rendemen dan Kapasitas oleh pabrik.
2. Loading Ramp
Sebagai tempat untuk melakukan sortasi dan penampungan TBS sementara menunggu proses pengolahan. Untuk merontokkan/menurunkan sampah dan pasir yang terikut tandan. Pada kondisi tertentu, sebagai tempat untuk memisahkan buah segar dan restan/TBS pembelian dengan tujuan untuk penyesuaian waktu rebus, kemudahan kontrol mutu TBS pembelian, penurunan losis dan mendapatkan mutu produksi CPO yang baik.
Mengatur keseragaman isian lori dalam satu rebusan berdasarkan kondisi buah (segar, restan dan buah kecil), sehingga operator rebusan dapat menentukan
holding time yang lebih akurat. Waktu rebusan yang lebih akurat akan
mengurangi losis minyak dalam air kondensat dan memperkecil jumlah
kattekopen. Pengisian lori harus penuh agar diperoleh kapasitas olah yang
maksimal karena dapat mempengaruhi kapasitas pabrik dan jumlah bahan bakar untuk Boiler. Tetapi pengisian lori tidak boleh berlebihan karena dapat merusak
steam distributor.
Proses penerimaan dan penampungan buah di Loading Ramp ini harus dilakukan secepat mungkin untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya proses degradasi mutu minyak.
3. Lori
Lori adalah alat yang digunakan untuk menampung/membawa buah dari
Loading ramp ke rebusan untuk direbus. Berat rata-rata isian setiap lori adalah 2,5
pada besarnya kapasitas olah per-jam. Pada PKS berkapasitas olah 30 ton TBS/jam diperlukan 66 unit lori dengan perhitungan:
1. 20 unit didalam ketel rebusan
2. 20 unit dibelakang ketel rebusan menunggu pergantian jika perebusan telah selesai
3. 10 unit di depan ketel rebusan (berisi buah masak) yang akan dituang ke Auto Feeder
4. 10 unit dibawah Loading ramp untuk pengisian TBS 5. 10 % dari total diatas untuk pemeliharaan.
4. Sling dan Bollards
Sling adalah staal drad kabel untuk menarik lori yang sudah berisi buah. Sling biasanya dipindah-pindah sesuai dengan keberadaan lori sehingga antara sling dan rel atau rangkaian lori yang ditarik berada dalam satu garis lurus
(searah).
Bollards adalah berupa silinder besi yang bisa berputar pada as-nya untuk
mengarahkan sling ke jalur rel lori yang akan ditarik. 5. Capstand
Capstand adalah penarik lori keluar masuk sterilizer (rebusan) yang
menggunakan elektromotor. Sebelum Capstand dijalankan, bollard harus dalam keadaan bersih dan kering untuk menghindarkan terjadinya slip sling saat digunakan.
6. Rail Track
7. Transfer Carriage
Transfer Carriage adalah alat pemindah lori yang telah berisi TBS dari
jalur rel Loading ramp ke jalur rel rebusan yang posisinya berada dibelakang rebusan.
2.5.2. Stasiun Perebusan (Sterilizer)
Perebusan merupakan awal proses pengolahan buah yang hasilnya sangat menentukan terhadap keberhasilan proses pengutipan atau kehilangan (losis) minyak/inti pada proses selanjutnya. Proses perebusan yang sempurna akan memaksimalkan efektivitas pengutipan minyak, sedangkan perebusan yang kurang sempurna akan menyebabkan peningkatan losis. Oleh karena itu proses perebusan yang sempurna mutlak harus dilakukan sehingga capaian rendemen dapat meningkat dan losis dapat ditekan.
Tujuan perebusan antara lain adalah:
1. Menghentikan proses peningkatan Asam Lemak Bebas (ALB) karena pemanasan saat perebusan dapat mematikan aktivitas enzim-enzim yang dapat menghentikan kadar ALB. Menurut penelitian, enzim sudah tidak beraktivitas pada temperatur 500C.
2. Memudahkan brondolan terlepas dari tandan pada waktu proses penebahan.
3. Mengurangi kadar air brondolan, memudahkan proses pada Digester/ kempa dan proses pengutipan minyak di stasiun klarifikasi karena adanya perubahan komposisi kimia mesocarp (daging buah)
4. Mencegah timbulnya biji berekor di Digester yang dapat meningkatkan losis minyak
5. Menurangi kadar air pada biji sehingga memudahkan inti lekang dari cangkang serta meningkatkan efisiensi pada saat proses pemecahan biji di
cracker atau ripple mill.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perebusan adalah tekanan uap dan lama perebusan, temperatur, pembuangan udara dan air kondensat.
1. Tekanan Uap dan Lama Perebusan
Tekanan uap dan lama perebusan sangat menentukan hasil perebusan dan efisiensi pabrik. Tekanan uap dan lama perebusan berbanding terbalik. Semakin kecil tekanan uap semakin lama perebusan. Sebaliknya, semakin tinggi tekanan uap maka semakin pendek waktu perebusan. Perebusan menggunakan steam bertekanan 2,8 s/d 3,0 kg/cm2 dan temperatur 135 s/d 140 0C serta siklus perebusan selama 90 s/d 100 menit.
Selain tekanan uap, lama perebusan buah sangat berpengaruh pada faktor kematangan buah dan kondisi buah (segar/restan/buah kecil/buah besar). Sebaliknya bila perebusan dilakukan terlalu lama maka buah menjadi terlalu matang sehingga kantong minyak di mesocarp dengan sendirinya terlepas ke air kondensat losis minyak dalam air rebusan (kondensat) dan janjangan kosong menjadi naik dan merusak mutu minyak/inti.
2. Temperatur, Pembuangan Udara dan Air Kondensat
Temperatur di dalam rebusan sangat dipengaruhi oleh tekanan uap, udara dan air kondensat. Semakin rendah tekanan dan semakin banyak udara/air kondensat di dalam rebusan, maka semakin rendah temperatur yang dicapai.
2.5.3. Stasiun Penebah
Untuk memisahkan brondolan dari tandan dengan cara memutar dan membanting di dalam tromol Thresher.
1. Hoisting Crane
Hoisting Carane berfungsi untuk mengangkat lori yang berisi buah masak
dan menuangkan ke dalam auto feeder serta menurunkan lori kosong ke posisi di atas rel menuju Loading ramp.
2. Auto feeder
Auto feeder adalah tempat penampungan buah masak hasil tuangan Hoisting crane yang dapat mengatur pemasukan buah ke dalam alat penebah
(Thresher) secara otomatis. 3. Thresher
Threser (Penebah atau Bantingan) adalah alat berupa tromol berdiameter
1,9-2,0 meter dan panjang 3-5 meter yang dindingnya berupa kisi-kisi dengan jarak 50 mm untuk memisahkan brondolan dan tandan.
4. Fruit Elevator (Timba buah)
Timba buah adalah alat untuk mengangkat buah/brondolan dari conveyor silang bawah ke conveyer silang atas, untuk kemudian dibawa ke conveyor pembagi yang akan membagi brondolan ke setiap digester.
5. Empty Bunch Scrapper (Conveyor Tandan Kosong)
Janjangan kosong akan terdorong keluar dari threser dan masuk ke
horizontal empty bunch conveyor, kemudian inclined empty bunch conveyor untuk
selanjutnya dibawa ke bunch hopper sebelum dibawa ke lapangan. Janjangan kosong dapat digunakan sebagai pupuk.
6. Bottom Thressing Conveyor
Bottom thressing conveyor berfungsi mendistribusikan brondolan menuju fruit elevator.
2.5.4. Stasiun Kempa
Stasiun pressan (kempa) merupakan stasiun yang berfungsi untuk pemisahan minyak dari buah dengan cara mengepress massa brondolan yang keluar dari digester. Baik buruknya pengoperasian peralatan mempengaruhi efisiensi pemisahan minyak.
1. Digester
Digester atau ketel adukan adalah alat untuk melumatkan brondolan,
sehinggadaging buah terlepas dari biji. Digester terdiri dari tabung silinder yang berdiri tegak yang di dalamnya dipasang pisau- pisau pengaduk (stirring arms) sebanyak 6 tingkat yang diikatkan pada poros dan digerakkan oleh motor listrik. 5 tingkat pisau (stirring arms) bagian atas digunakan untuk mengaduk/melumat, dan 1 pisau bagian bawah (expeler blade) di samping pengaduk juga dipakai untuk mendorong atau melempar massa keluar dari digester.
2. Screw Press
Pengempa di pakai untuk memisahkan minyak kasar (Crude Oil) dari daging buah (mesocarp).
3. Talang Minyak Mentah (Oil Gutter)
Talang minyak mentah adalah alat penampung minyak hasil Screw Press untuk dialirkan ke Tangki penangkap pasir (Sand trap).
2.5.5. Stasiun Pemurniaan Minyak (Clarification)
Stasiun pemurnian minyak terdiri dari beberapa alat yang berfungsi untuk mengutip dan memurnikan minyak dengan bantuan panas dan secara centrifuge.
1. Sand Trap Tank
Sand trap tank berfungsi untuk mengendapkan pasir dari minyak kasar
yang berasal dari Oil gutter (talang minyak mentah). 2. Vibrating screen
Vibrating screen atau saringan bergetar berfungsi untuk memisahkan
massa padatan berupa ampas, yang terikut minyak kasar. Vibrating screen yang digunakan terdiri dari dua tingkat, dimana tingkat atas memakai kawat saringan 30 mesh dan tingkat bawah memakai 40 mesh. Padatan (kotoran) yang tertahan pada ayakan akan dikembalikan ke digester melalui conveyor, sedangkan minyak dipompakan ke crude oil tank.
3. Crude Oil Tank
Crude oil tank atau bak RO berfungsi untuk tempat penampungan
sementara dari minyak kasar yang dilengkapi dengan pipa pemanas steam coil (temperatur ≥950C). Pemanasan di Bak RO menggunakan steam coil untuk membantu pengendapan kotoran dalam minyak kasar.
4. Continuous Settling Tank
Continouos settling tank (CST) berfungsi untuk mengendapkan lumpur
berdasarkan perbedaan berat jenisnya. Minyak yang naik keatas mengalir melalui
oil skimmer yang dapat diatur ketebalan minyak yang diinginkan. Minyak dari
CST dialirkan ke Oil tank. Sedangkan sludge dari CST dialirkan ke Sludge tank untuk diproses lebih lanjut di Sludge separator.
5. Oil Tank
Oil tank berfungsi sebagai tempat untuk menampung minyak sementara
yang berasal dari CST, sebelum diproses di Oil purifier dan Vacum drier 6. Oil Purifier
Oil purifier berfungsi untuk memurnikan atau memisahkan air dan kotoran
yang masih ada dalam minyak. Minyak diproses dengan sistem sentrifuge dengan kecepatan ±7500 rpm. Temperatur minyak pada oil purifier harus mencapai 90ºC – 95ºC. Oil purifier baru dioperasikan jika oil tank telah terisi minimal ½ dari volume tangki.
7. Vacum Drier
Vacum drier adalah alat yang berfungsi untuk memisahkan air yang masih
terkandung dalam minyak dengan cara penguapan. 8. Sludge Tank
Sludge tank berfungsi untuk menampung sementara sludge (kotoran) dari
hasil pemisahan di CST sebelum diolah ke sludge separator. 9. Sludge separator
Sludge separator adalah alat untuk memisahkan minyak dari sludge
dengan gaya sentrifugal yang ditimbulkan dari putaran 5000 rpm. Minyak yang memiliki berat jenis lebih kecil akan bergerak menuju ke poros dan terdorong keluar. Sedangkan cairan yang mempunyai berat jenis lebih berat dibandingkan minyak terdorong ke bagian dinding bowl dan keluar melalui nozzle
10. Brush Strainer
Brush strainer berfungsi untuk mengurangi NOS dalam sludge. Dalam
pengoperasiannya setiap 2 jam sekali serabut/kotoran dari bagian bawah strainer harus dibuang (dibersihkan).
11. Sludge Sparator
Sludge separator adalah alat yang berfungsi untuk mengutip minyak yang
ada didalam sludge. Temperatur sludge dan air panas harus ≥ 95ºC. 12. Fat Pit
Bak ini dipergunakan untuk menampung cairan–cairan yang mengandung minyak dari paret klarifikasi dan air kondensat rebusan untuk kemudian dipompakan ke tangki pengutipan minyak.
13. Tangki Timbun
Tangki timbun berfungsi untuk menampung minyak produksi hasil olahan pabrik dan mempertahankan mutunya sebelum dikirim ke pembeli.
Kriteria mutu minyak yang terdapat di storange tank, yaitu : a. Kadar ALB : < 5 %
b. Kadar Air : ≤ 0,15 % c. Kadar Kotoran : ≤ 0,02 % 2.5.6. Stasiun Pabrik Biji
Pabrik biji berfungsi memisahkan cangkang dan inti (kernel) dalam biji (nut) untuk menghasilkan inti sawit dengan mutu (kadar air dan kadar kotoran) sesuai spesifikasi
1. Cake Breaker Conveyor (CBC)
Cake Breaker Conveyor (CBC) adalah alat yang menampung ampas
kempa (press cake) hasil pressan. Alat ini berfungsi untuk memecah dan mengeringkan ampas kempa yang kondisinya relatif masih basah karena minyak yang tidak dapat dikutip di pressan.
2. Depericarper
Despericarper adalah alat yang terdiri dari Separating coloumn (kolom
pemisah), drum pemolis (Pemolishing drum) dan Fibre cyclone yang dilengkapi
blower.
Separating coloumn adalah alat untuk mengatur kecepatan udara dan
tekanan statis yang dibutuhkan dengan sistem isapan blower untuk memisahkan ampas dan biji berdasarkan perbedaan berat jenis. Ampas dan biji yang lebih ringan terhisap ke dalam Fiber Cyclone sedangkan biji yang lebih berat jatuh ke bawah dan masuk ke dalam Polishing drum.
Fiber cyclone adalah alat yang berbentuk cyclone tempat mengisap/
menampung ampas yang terpisah dari biji akibat hisapan blower di Separating
coloumn.
Polishing drum adalah tromol berputar yang berfungsi untuk memolish/membersihkan sisa-sisa serabut yang masih lengket pada permukaan biji dan sebagai tempat mengontrol agar benda-benda keras seperti batu,besi serta benda keras lainnya tidak terikut masuk ke Nut silo (silo biji). Polishing drum berputar dengan kecepatan 24 – 25 rpm.
3. Destoner
Destoner adalah alat yang digunakan untuk menaikkan/mengangkut biji
dengan sistem isap blower masuk ke dalam Nut Hopper (silo biji), pemisahan batuan, besi dan biji dura yang dilengkapi dengan air lock (pengunci udara).
4. Nut Grading screen
Nut Grading adalah alat yang berbentuk tromol untuk memisahkan dan
membagi biji yang berasal dari Destoner sesuai dengan ukuran fraksinya. Berputar dengan kecepatan 27 – 28 rpm.
5. Nut Silo (Silo biji)
Nut Silo (Silo biji) adalah tempat penampungan biji sebelum dipecah di Ripple mill/ Cracker.
6. Ripple Mill
Ripple mill adalah alat yang digunakan untuk memecah biji (nut) dengan
cara digiling dalam putran rotor bar, sehingga biji akan bergesek dengan ripple
plate. Magnit berfungsi sebagai alat untuk menangkap benda-benda logam dan vibrator berfungsi mengatur biji masuk ripple mill agar merata dan tidak
menumpuk.
7. Light Tenera Dust Separator (LTDS)
LTDS adalah alat pemisah inti dan cangkang sistem kering. Untuk meningkatkan efisiensi pengutipan inti, pemisahan dilakukan 2 tahap yaitu LTDS I dan LTDS II.
Pada LTDS I terjadi pemisahan antara serabut, cangkang halus dan debu yang dikirim ke silo cangkang sebagai bahan bakar boiler. Fraksi medium (inti utuh/pecah dan cangkang kasar) masuk ke LTDS II. Fraksi berat (inti utuh, biji
pecah dan biji utuh) jatuh ke conveyor masuk ke silo inti. Pada LTDS II terjadi lagi pemisahan inti dan cangkang. Inti utuh jatuh ke bawah dan diteruskan ke silo inti. Sedangkan inti kecil, inti pecah dan cangkang (yang belum terpisah di LTDS I) masuk melalui corong dari air lock ke hydrocyclone.
8. Hydrocyclone
Hydrocyclone adalah alat yang dipakai untuk memisahkan inti dan cangkang dalam kraksel dari LTDS II dengan media air. Pemisahan inti dan cangkang dilakukan berdasarkan perbedaan berat jenis akibat gaya centrifugal dari tekanan pompa. Inti yang berat jenisnya lebih kecil naik ke bagian atas cyclone dan cangkang yang beratnya lebih besar, turun ke bagian bawah cyclone serta keluar melalui bottom cone.
9. Kernel Drier
Kernel Drier merupakan alat yang digunakan untuk penampung dan
pengeringan inti yang berasal dari LTDS maupun Hydrocyclone dengan tujuan menurunkan kadar air sesuai norma yaitu 7,0%. Pengeringan di tempat ini melalui
heater yang dihembus oleh blower sehingga udara panas akan masuk kedalam
kernel dryer untuk memanaskan inti dengan mengatur suhu pada bagian bawah 60ºC, bagian tengah 70ºC dan pada bagian atas 80ºC.
10. Kernel Bunker
Kernel bunker atau storage inti adalah tempat penimbunan sementara inti
sawit sebelum dikirim ke PPIS. Pada umumnya storage inti sawit dibuat dalam bentuk tangki dari besi plat (hopper) dengan kapasitas tertentu dan diletakkan pada ketinggian tertentu sehingga truk dapat menerima curahan inti pada saat pengiriman.
2.6. Minyak Kelapa Sawit
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis
guinensis JACQ) dikenal terdiri dari empat macam tipe atau varietas, yaitu tipe
Macrocarya, Dura, Tenera, dan Pisifera. Masing – masing tipe dibedakan berdasarkan tebal tempurung.
Tabel 2.4. Beda Tebal Tempurung dari Berbgai Tipe Kelapa Sawit Tipe Tebal tempurung (mm)
Macrocarya Dura Tenera Pisifera Tebal sekali : 5 Tebal : 3 – 5 Sedang : 2 – 3 Tipis (Ketaren, 2005) Minyak kelapa sawit dibagi menjadi dua jenis yaitu Crude palm oil (CPO) dan Palm kernel oil (PKO).
2.6.1. Crude Palm Oil (CPO)
Minyak sawit kasar (CPO) adalah minyak yang dihasilkan dari daging buah melalui proses pengolahan minyak sawit. Minyak sawit kasar itu memiliki bau yang enak dan sangat tahan terhadap proses oksidasi. Sifat ini disebabkan karena adanya zat tocoferol yang terkandung dalam minyak yang berfungsi sebagai anti oksidan.
2.6.2. Palm Kernal Oil (PKO)
Inti kelapa sawit dapat menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel meal atau pellet). Minyak inti sawit (PKO) adalah minyak yang dihasilkan dari inti
sawit yang telah mengalami proses pengolahan. Minyak inti sawit dapat digunakan sebagai bahan pembuatan minyak putih yang sering kita pergunakan dalam penggorengan. Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil – kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter ukuran lebih 8 mm. Selain itu bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak (Ponten, 1996).
Tabel 2.5. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak inti Kelapa Sawit
Asam lemak Minyak kelapa sawit (%) Minyak inti sawit (%) Asam kaprilat Asam kaproat Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat -1,1 – 2,5 40 – 46 3,6 – 4,7 39 – 45 7 – 11 3 -4 3 – 7 46 – 52 14 – 17 6,5 – 9 1 – 2,5 13 – 19 0,5 – 2
Minyak inti sawit yang baik, berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan. Bungkil inti sawit diinginkan berwarna relative terang dan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak berubah.
Tabel 2.6. Komposisi Biji Inti Sawit
Komponen Jumlah (%)
Minyak Air Protein
Extractable non nitrogen Selulosa Abu 47 – 52 6 – 8 7,5 – 9,0 23 – 24 5 2
Terdapat variasi komposisi inti sawit dalam hal padatan non minyak dan non protein. Bagian yang disebut extractable non protein yang mengandung sejumlah sukrosa, gula pereeduksi dan pati (Ketaren, 2005).
2.7. Standar Mutu
Standar mutu adalah hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standart mutu yaitu: kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida.
Faktor lain yang mempengaruhi standart mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan (Ketaren, 2005)
Kadar kotoran jika terlalu tinggi akan mempercepat keausan mesin pemecah inti sawit dan menyulitkan pembentukan pellet dari bungkilnya. Selain itu kadar protein dalam bungkil menjadi lebih rendah. Untuk itu bungkil inti sawit
dipersyaratkan kandungan profat, yaitu jumlah kadar protein dan minyak dalam bungkil harus lebih dari 15%.
Kadar air pada lembap nisbi kesetimbangan (equilibrium relative
humidity, ERH) 0,7 kadar air inti sawit adalah 7 %. Sebaliknya jika kadar air lebih
tinggi, udara sekitar penimbunan akan menjadi lembap (ERH di atas 0,7), mikroba lipolitik (jamur) akan berkembang biak dengan cepat. Untuk mencegah ini inti sawit disemprot dengan uap (sterilisasi) sebelum pengeringan dalam silo inti.
Perubahan warna dapat terjadi karena perebusan terlalu lama atau suhu perebusan terlalu tinggi. Juga dapat terjadi karena pemerasan selema penimbunan dalam keadaan lembap. Minyak dari inti sawit yang berwarna akan sulit dipucatkan.
Kadar ALB, reaksi pembentukan ALB juga dihidrolisis otokatalitik dan lipolisis oleh enzim lipolitik dalam inti maupun oleh jamur yang lipolitik. Untuk yang terakhir ini suhu optimum pembentukannya adalah 42 – 540C. Ini dapat terjadi pada tumpukan inti yang lembap. Lipolisa dapat ditekan dengan sterilisasi dan mengurangi kadar inti pecah.
Untuk memperoleh inti sawit yang memberikan minyak dengan kadar ALB rendah diperlukan kadar inti pecah yang rendah dan kadar air yang rendah. Pada pabrik yang terkendali baik kadar ALB inti sawit adalah 0,5 – 1,5 %. Pada penimbunan akan meningkat lagi (Mangoensoekarjo, 2003).
2.8. Asam Lemak
Asam lemak merupakan asam organik yang terdiri atas rantai hidrokarbon lurus yang pada satu ujung mempunyai gugus karboksil (COOH) dan pada ujung
lain gugus metil (CH3). Asam lemak alami biasanya mempunyai rantai dengan
jumlah atom karbon genap, yang berkisar antara empat hingga dua puluh dua karbon. Asam lemak dibedakan menurut jumlah karbon yang dikandungnya yaitu asam lemak rantai pendek (6 atom C atau kurang), rantai sedang (8 hingga 12 C), rantai panjang (14-18 C), dan rantai sangat panjang (20 atom C atau lebih) (Sunita, A. 1998).
Tabel 2.7. Beberapa Asam Lemak yang Umum
Nama Rumus Titik Lebur (0C)
Asam lemak jenuh Asam butirat Asam kaproat Asam palmitat Asam stearat C3H7COOH C5H11COOH C15H31COOH C17H35COOH -7,9 -1,5 sampai -2,0 64 69,4 Asam lemak tidak jenuh
Asam oleat Asam linoleat Asam linolenat C17H33COOH C17H31COOH C17H29COOH 14 -11
Cair pada suhu sangat rendah
Asam lemak tidak jenuh dapat mengandung satu ikatan rangkap atau lebih. Dari tabel di atas tampak bahwa asam lemak jenuh yang mempunyai rantai karbon pendek, yaitu asam butirat dan kaproat yang mempunyai titik lebur yang rendah. Makin panjang rantai karbon, makin tinggi titik leburnya. Asam palmitat dan stearat berupa zat padat pada suhu kamar. Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur rendah. Disamping
itu makin banyak jumlah ikatan rangkap, makin rendah titik leburnya. Kelarutan asam lemak dalam air berkurang dengan bertambahnya panjangnya rantai karbon. Asam lemak adalah asam lemah. Apabila dapat larut dalam air molekul asam lemak akan terionisasi sebagian dan melepaskan ion H+. Dalam hal ini pH larutan tergantung pada konstanta keasaman dan derajat ionisasi masing – masing asam lemak (Poedjiadi, 1994).
2.9. Pengemasan dan Penimbunan
Minyak dan inti sawit hasil pemurnian tidak selamanya dapat langsung dikirim untuk dipasarkan. Untuk sementara waktu masih perlu ditimbun dipabrik. Biasanya ruang timbun yang diperlukan cukup untuk produksi satu bulan saja. 2.9.1. Penimbunan Minyak Sawit
Sebagai cairan minyak sawit harus disimpan dalam tangki – tangki timbun berukuran antara 500 – 3000 ton. Selama penimbunan ini dapat terjadi perusakan mutu, baik peningkatan kadar ALB maupun peningkatan oksidasi. Persyaratan penimbunan yang baik adalah:
1. kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air
2. jangan mencampur minyak berkadar ALB tinggi atau minyak kotor dengan minyak berkadar ALB rendah atau bersih atau kering.
3. membersihkan tangki dan memeriksa pipa – pipa uap pemanas, tutup tangki, alat – alat pengukur dan lain – lain setiap ada kesempatan.
4. memelihara suhu sekitar 400C
6. melapisi dinding tangki dengan damar epoksi (hanya untuk minyak sawit bermutu khusus (tinggi).
2.9.2. Penimbunan Inti Sawit
Inti sawit dapat disimpan dalam karung goni berisi 50 atau 80 kg atau disimpan secara curah dalam bin atau silo. Disini juga dapat terjadi perusakan mutu selama penimbunan, yaitu peningkatan kadar ALB, perkembangan jamur dan kutu – kutu.
Persyaratan penimbunan yang baik adalah:
1. kadar air inti 7% (kadar air seimbang dengan kelembaban udara luar) 2. kadar inti pecah diusahakan sedikit mungkin
3. memakai goni bersih dan kuat (menghindarkan kutu pada goni bekas beras) 4. ventilasi gudang harus baik dan udara kering
5. tinggi lapisan goni berisi inti tidak lebih dari 4 lapis
6. penimbunan tidak langsung di atas lantai semen (memakai lantai papan yang kosong) (Mangoensoekarjo, 2003).