• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA KECANTIKAN DALAM IKLAN. (Analisis Semiotika Roland Barthes Iklan Citra Pearl White UV Hand And Body Lotion) FADHIL MUZAKKIR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MAKNA KECANTIKAN DALAM IKLAN. (Analisis Semiotika Roland Barthes Iklan Citra Pearl White UV Hand And Body Lotion) FADHIL MUZAKKIR."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Body Lotion)

FADHIL MUZAKKIR 150904050 Advertising

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

Body Lotion)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata-1 (S-1) pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

FADHIL MUZAKKIR 150904050 Advertising

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diseminarhasilkan oleh:

Nama : Fadhil Muzakkir NIM : 150904050

Judul : Makna Kecantikan Dalam Iklan (Analisis Semiotika Roland Barthes Iklan Citra Pearl White UV Hand And Body Lotion).

Dosen Pembimbing, Ketua Program Studi,

Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D NIP. 197711062005011001 NIP. 196505241989032001

Dekan,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dr. Muryanto Amin, M.Si NIP. 197409302005011002

(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Fadhil Muzakkir

NIM : 150904050

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Tanda Tangan :

Tanggal : 10 Oktober 2019

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Fadhil Muzakkir

NIM : 150904050

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Judul : Makna Kecantikan Dalam Iklan (Analisis Semiotika Roland Barthes Iklan Citra Pearl White UV Hand And Body Lotion).

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm ( )

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di : Medan

Tanggal :

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Makna Kecantikan Dalam Iklan (Analisis Semiotika Roland Barthes Iklan Citra Pearl White UV Hand And Body Lotion)”. Peniliti mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta yang telah memenuhi kebutuhan-kebutuhan peneliti baik materil dan juga moril begitu juga doa dan dukungan selama menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini tentu saja peneliti mengalami kendala yang menyulitkan saat menyelesaikan skripsi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya kurangnya pengalaman dan kemampuan peneliti yang terbatas.

Namun, semua dapat teratasi dengan baik atas izin dan kuasa-Nya serta doa dan bantuan dari berbagai pihak yang bersedia membantu peneliti. Dengan selesainya skripsi ini tidak tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril dan masukan kepada peneliti. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.si, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.

3. Ibu Emilia Ramadhani, MA selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi.

4. Bapak Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu dan bimbingan yang berharga selama mengerjakan skripsi. Semoga selalu sehat dan diberikan berkah umur yang panjang oleh Allah SWT.

5. Ibu Dra. Mazdalifah, M.si, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Akademik saya.

6. Seluruh dosen yang telah membimbing dan membantu peneliti selama masa perkuliahan, seluruh staff pengajar maupun staff administrasi terutama untuk Kak Maya dan Kak Yanti yang selalu bersedia

(7)

membantu peneliti dalam hal administrasi di Program Studi Ilmu Komunikasi.

7. Kepada sahabat dan teman di UAD dan Garda Media sekaligus mentor tercinta abangda Awan Kustriawan, terima kasih atas dukungan dan doanya, terutama kebaikannya selama ini telah membantu dalam kegiatan kampus dan organisasi.

8. Kepada teman makan, teman main, teman diskusi dan teman liburan Fairuzziah Salma, Deby Pasaribu dan Arief Pratama Hany.

9. Geri Perdana Sugata, Dodo Prayogo, Rahma Zhaza Aulia, Bontor Simbolon, Bilqis Efriza, teman main yang selalu menghibur peneliti ketika sedang merasa tidak mampu melanjutkan penelitian.

10. Teman-teman sesama Ilmu Komunikasi 2015, atas perjuangan kita selama beberapa tahun ini. Terima kasih atas pengalaman yang telah kita jalani selama masa perkuliahan.

11. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu, namun telah turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Saya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati peneliti berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini serta memperdalam pengetahuan dan pengalaman peneliti. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

(8)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fadhil Muzakkir

NIM : 150904050

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, peneliti menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive Royalty–Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“MAKNA KECANTIKAN DALAM IKLAN (ANALISIS SEMIOTIKA ROLAND BARTHES IKLAN CITRA PEARL WHITE UV HAND AND

BODY LOTION)”.

Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengolah dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Tanggal :10 Oktober 2019 Yang menyatakan,

(Fadhil Muzakkir)

(9)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Makna Kecantikan dalam Iklan (Analisis Semiotika Roland Barthes Iklan Citra Pearl White UV Hand And Body Lotion). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna kecantikan yang ada pada iklan Citra Pearl White UV Hand And Body Lotion. Teori yang digunakan untuk menganalisis penelitian ini adalah Teori Komunikasi Massa, Analisis Semiotika Dan Periklanan.

Subjek penelitian adalah iklan televisi Citra Pearl White UV Hand And Body Lotion, yang berdurasi 30 detik yang dibagi kedalam 5 scene dan terdiri dari 10 shot (gambar). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan paradigma konstruktivisme. Teknik analisis yang digunakan yaitu analisis semiotika model Roland Barthes. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna kecantikan dalam iklan Citra Pearl White UV Hand And Body Lotion Dalam scene (1) seorang wanita takut memiliki kulit yang hitam. Dalam scene (2) wanita harus mencegah kulitnya agar tidak hitam. Dalam scene (3) perempuan kecewa dan sedih memiliki kulit yang hitam. Dalam scene (4) warna kulit ala korea menjadi dambaan wanita Indonesia. Dalam scene (5) kebahagiaan bagi seorang wanita adalah ketika mempunyai kulit putih cerah bersinar (glowing).

Kata Kunci: Makna cantik, Analisis iklan, Semotika.

(10)

ABSTRACT

The research’s title is sense of beauty from advertisement. (An Analysis of Semiotics Roland Barthes of Citra Pearl White UV Hand and Body Lotion advertisement).

The aim of this research is to knowing about sense of beauty which is occur in Citra Pearl White UV Hand and Body Lotion advertisement. The theory used in analyzed research is Massa communication theory, semiotics analysis and advertisement.

Subject of this research is advertisement in television which title is Citra Pearl White UV Hand and Body Lotion. This have 30 second duration which is consist of 5 scene with 10 shot (picture). The method from this research is qualitative method which is use paradigm constructivism. The technique of analysis is Semiotics analysis and Roland Barthes model. The Result of research showed that sense of beauty from Citra Pearl White UV Hand and Body Lotion advertisement in scene one (1) a ladies has been afraid of dark skin (2) a ladies should protect her skin from darkness (3) a ladies has disappointed with dark skin. In scene (4) Korean glow skin is a dream for every woman in Indonesia. In scene (5) the ladies happiness is having a glowing skin.

Keywords : Sense of Beauty, Advertisement Analysis, Semiotics

(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN………i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………...ii

HALAMAN PENGESAHAN……… …...iii

KATA PENGANTAR……….. iiv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN………..vi

ABSTRAK………. vii

ABSTRACT………... viii

BAB I PENDAHULUAN………1

1.1. Konteks Penelitian ... 1

1.2. Fokus Penelitian ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA………..7

2.1. Paradigma Penelitian ... 7

2.1.1. Paradigma Konstruktivisme ... 9

2.2. Kajian Pustaka ... 13

2.2.1. Komunikasi Massa ... 13

2.2.2. Televisi... 22

2.2.3. Iklan ... 23

2.2.4. Makna Kecantika ... 29

2.2.5. Semiotika ... 34

2.2.6. Citra Pearl White UV Hand and Body Lotion ... 41

2.2.7. Analisis Visual ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 48

3.1. Metodologi Penelitian ... 48

3.2. Subjek Penelitian ... 49

3.3. Kerangka Analisis ... 50

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.5. Teknik Analisis Data ... 51

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN………...53

4.1. Analisis Data Penelitian ... 53

4.2. Hasil Analisis Dan Pembahasan ... 63

4.3. Konfirmasi Hasil Analisis ... 71

BAB V SIMPULAN DAN SARAN……….75

(12)

5.1. Simpulan ... 75

5.2. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA………78

LAMPIRAN………...84

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian

Iklan merupakan komunikasi komersil dan non personal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak sebagai target melalui media yang bersifat massal seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail (pengeposan langsung), reklame luar ruang atau kendaraan umum (Lee, 2004: 3). Dengan demikian iklan dapat didefinisikan sebagai suatu proses komunikasi massa yang melibatkan sponsor tertentu, yakni si pemasang iklan (pengiklan) yang membayar jasa sebuah media massa atas penyiaran iklannya, misal seperti program siaran televisi (Suhandang, 2010:13).

Menurut Piliang (2012: 306-307), iklan menjadi sebuah produk televisi yang menghubungkan antara pencipta iklan dengan konsumen. Iklan seperti media massa pada umumnya, mempunyai fungsi komunikasi langsung, sementara desain produk mempunyai fungsi komunikasi secara tidak langsung.

Aspek-aspek komunikasi di dalam iklan seperti pesan merupakan unsur utama iklan. Ada dimensi-dimensi khusus pada sebuah iklan yang membedakan iklan secara semiotis dari objek-objek desain lainnya, yaitu bahwa sebuah iklan selalu berisikan unsur-unsur tanda berupa objek yang diiklankan, konteks berupa lingkungan, orang atau makhluk lainnya yang memberikan makna pada objek serta teks (berupa tulisan) yang memperkuat makna.

Karena iklan memiliki tujuan atau berfungsi untuk mempromosikan suatu produk tertentu, pastinya iklan menggunakan kalimat, frase atau jargon yang persuasif atau dengan kata lain, berupaya merayu para khalayak umum agar membeli, mengkonsumsi, atau menggunakan produk yang diiklankan tersebut. Iklan bukan saja menjual produk tetapi juga membawa budaya tersendiri di dalam nya. Salah satu yang kerap kali dibawa oleh iklan adalah ideologi budaya mengenai kecantikan.

(14)

Begitu banyak citra kecantikan yang digambarkan melalui iklan dengan bermacam-macam versi kecantikannya. Perasukan pesan-pesan iklan bersifat halus, tidak terasa, tidak terlihat memaksa tetapi justru mempesona, memberikan mimpi, memberikan fantasi dan terkesan memberikan solusi.

Parameter kecantikan perempuan yang dulu hanya halus dan bersih kini harus putih. Hal serupa dikemukakan oleh Prabasmoro dalam penelitiannya. Indo dengan ke-putih-annya dieksploitasi secara optimum dan dipergunakan untuk mempresentasikan perempuan kulit putih Barat yang modern. Tren kecantikan perempuan (langsing, berkulit putih dan sebagainya) dikonstruksi melalui iklan (Yudhistya, 2016: 98).

Padahal sejarah peradaban dan kebudayaan manusia membuktikan bahwa konsep tentang kecantikan merupakan suatu pencarian manusia yang tak kenal lelah. Tuntutan dasar dari pencarian ini di setiap zaman memiliki ciri yang berbeda, namun hakikatnya adalah apa yang tampak dan apa yang muncul dari dalam mendorong sesuatu yang tampak itu.

Misalnya, dalam karya grafis pada abad pertengahan di Eropa, diperoleh kesan bahwa kecantikan perempuan disimbolkan dengan bentuk tubuh yang subur dengan perut, lengan dan wajah yang berdaging. Simbol kecantikan identik dengan citra kesuburan dan kemakmuran. Semakin subur seorang wanita semakin cantik ia di mata masyarakat. Bahkan, sebuah patung yang bernama Venus of Willendorf secara tidak langsung mencitrakan bahwa Dewi Venus yang banyak dipuja sebagai simbol kecantikan memiliki tubuh sangat gemuk (Melliana, 2006: 63-64).

Konsep kecantikan seperti itu bertahan hingga 1950-an tepatnya setelah Perang Dunia II berakhir. Aktris Marilyn Monroe yang memiliki berat badan 67 kg dan tinggi 163 cm menjadi simbol kecantikan yang dipuja-puja para lelaki dan menjadi inspirasi bagi para perempuan. Sehingga, pada masa itu kaum hawa tidak repot dengan diet dan korset, bentuk tubuh subur justru mendapat citra positif di mata masyarakat (Melliana, 2006: 64).

(15)

Namun, konsep kecantikan seperti itu nyatanya tak juga bertahan lebih lama lagi. Beberapa tahun kemudian, sekitar periode 1960-an, tubuh kurus justru menjadi trend dan simbol kecantikan. Citra ideal perempuan bertubuh subur yang dulu eksis perlahan mulai tergeser. Banyak pengamat mengatakan faktor utama pergeseran itu disebabkan berkembang pesatnya industri media dan periklanan (Melliana, 2006: 67-68).

Di Indonesia sendiri, pada tahun 1950-an kebanyakan perempuan Indonesia mengenal konsep cantik dari konsep yang dianut barat. Dunia kecantikan masih saja berkiblat ke Paris dengan mode wangi-wangiannya ataupun London, Italia, New York dan sejumlah panutan kecantikan di negeri barat (Tilaar, 1999: 57).

Tampaknya, penjajahan belanda memberikan akibat tidak langsung pada konsep kecantikan yang di anut masyarakat Indonesia sampai periode tersebut. Pasalnya, dalam salah satu penelitian menyebutkan bahwa, ahli-ahli kecantikan Belanda mengajarkan ilmu kecantikan kepada penduduk lokal melalui pengenalan kosmetik khas Eropa yang cenderung memiliki kandungan minyak yang banyak serta lengket pada kulit (Tranggono, 2007: 5-7).

Suatu studi terhadap 4.294 iklan televisi di Inggris menunjukkan bahwa pernyataan mengenai kemenarikan fisik perempuan paling umum ditampilkan melalui profil perempuan dan disuarakan oleh laki-laki. Pesan bahwa seorang perempuan harus menarik fisiknya agar dapat diterima, disuarakan dengan keras dan jelas dalam jaringan iklan televisi. Perempuan secara tidak sadar, berpaling pada televisi untuk mengukuhkan norma kecantikan terkini, hanya untuk diberi pembuktian lebih jauh mengenai kekurangan tubuh mereka sendiri.

Fitur ideal tersebut mendorong terciptanya harapan akan tubuh impian. Tubuh- tubuh ideal biasanya ditampilkan dalam majalah, film dan dunia periklanan, yang menggambarkan atau menyajikan sosok perempuan ideal sebagai suatu figur perempuan yang langsing, berkaki indah, paha, pinggang dan pinggul yang ramping, payudara cukup besar dan kulit putih mulus (Melliana, 2006: 59- 60).

(16)

Kehadiran pasar dan iklan yang memberikan janji-janji disertai berbagai produk kecantikan, pada akhirnya membuat perempuan menjadi tidak berdaya dan selalu ingin mengkonsumsi benda atau jasa demi sebuah kecantikan.

Berbagai jenis produk kecantikan, mulai dari harga yang paling murah sampai dengan yang termahal, semuanya menjanjikan pembentukan dan perawatan tubuh perempuan menjadi cantik (Ibrahim, 2004: 115). Dalam konteks ini tubuh dijadikan sebagai sebuah arena pertarungan untuk kecantikan. Kehadiran pasar dan iklan dengan mode yang berubah-ubah, menandakan bahwa betapa tubuh dan kecantikan mempunyai arti penting dalam kaitan dengan perubahan sosial budaya yang terjadi (Abdullah, 2001: 38).

Kecantikan juga merupakan bagian dari sistem budaya yang direpresentasikan melalui simbol. Simbol dalam tubuh adalah sesuatu yang disampaikan, sekaligus yang disembunyikan. Karena itu maka dikatakan bahwa tubuh manusia yang awalnya adalah tubuh alami (natural body), kemudian dibentuk menjadi tubuh sosial atau fakta sosial (Abdullah, 2006: 138).

Para perempuan menjadikan model yang terdapat pada majalah atau iklan kecantikan sebagai standar atau patokan baru untuk ukuran kecantikan.

Iklan televisi seakan-akan memberi masukan produk-produk ajaib terbaru yang dapat menjembatani jurang antara kenyataan dan apa yang dianggap ideal. Iklan telah disebut sebagai suatu bentuk penyampaian mitos kecantikan yang mempengaruhi pemirsa televisi untuk menerima pesan komerisal sebagai kebenaran dari pada sebagai konstruksi (Melliana, 2006: 59-60).

Realitas sosial, kebudayaan atau politik kini dibangun berlandaskan model-model (peta) fantasi yang ditawarkan iklan televisi, bintang-bintang layar perak atau tokoh-tokoh kartun dan semuanya itu menjadi model dalam membangun citra-citra, nilai-nilai dan makna-makna dalam kehidupan sosial, kebudayaan dan politik. Iklan sebagai representasi mengkonstruksi masyarakat menjadi kelompok-kelompok gaya hidup, yang pola kehidupan mereka diatur berdasarkan tema, citra dan makna simbolik tertentu (Nurnanengsi, 2016: 2).

(17)

Atas dasar semua hal di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji salah satu iklan produk kecantikan yang di indikasikan membawa ideologi budaya terhadap konsep kecantikan. Peneliti memilih Iklan Citra Pearl White UV Hand and Body Lotion sebagai penelitian karena peneliti ingin mengetahui makna dan simbol yang terdapat di dalam iklan, apakah itu yang nampak maupun tersembunyi. Untuk itu maka judul dalam penelitian ini yakni “Makna Kecantikan dalam Iklan (Analisis Semiotika Roland Barthes Iklan Citra Pearl White UV Hand and Body Lotion)”.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian konteks penelitian di atas, maka rumusan penelitian ini yaitu:

1. Apa saja penanda dan petanda kecantikan yang ada dalam iklan Citra Pearl White UV Hand and Body Lotion?

2. Apa makna kecantikan yang terdapat dalam Iklan Citra Pearl White UV Hand and Body Lotion?

1.3. Tujuan Penelitian

Merujuk pada perumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk:

1. Menganalisis apa saja penanda dan petanda kecantikan yang ada dalam iklan Citra Pearl White UV Hand and Body Lotion

2. Menganalisis makna kecantikan yang terdapat dalam Iklan Citra Pearl White UV Hand and Body Lotion

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Secara teoritis, diharapkan menjadi bahan kajian yang memberi kontribusi bagi khasanah kepada ilmu komunikasi, dan juga untuk

(18)

memberikan gambaran dalam membaca makna yang terkandung dalam sebuah iklan melalui kacamata semiotika.

2. Secara praktis, hasil analisis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca agar lebih kritis dan dapat memahami makna dan tanda yang disampaikan dalam sebuah iklan di televisi.

3. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Program Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sebagai sumber bacaan.

(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1.Paradigma Penelitian

Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan bentuk cara pandangnya terhadap dunia. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya, paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisnya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang (Mulyana, 2004: 9).

Menurut Guba (dalam Erlina, 2011: 10). Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma penelitian juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta kriteria penelitian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian.

Penelitian yang pelaksanaannya didasarkan pada paradigma bersama berkomitmen untuk menggunakan aturan dan standar praktek ilmiah yang sama.

Berdasarkan definisi Kuhn tersebut, Harmon (1970) mendefinisikan paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berfikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi realitas (Moleong, 2007: 49). Menurut beberapa kamus, pengertian paradigma adalah (Leksono, 2013: 97):

1. Cara pandang terhadap sesuatu.

2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Bertolak atas model, pola ini maka menjadi dasar pandangan dan penjelasan atas sesuatu fenomena.

(20)

3. Keseluruhan dalil awal (premis) teori dan metodologi untuk menentukan suatu kajian ilmiah menjadi konkrit serta terlekat dalam praktik ilmiah.

4. Dasar seleksi problematika serta pola pendekatan problematika penelitian.

5. Suatu rencana berdasarkan ide-ide khusus.

Secara umum, paradigma penelitian diklasifikasikan kedalam dua kelompok yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Paradigma kuantitatif menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik.

Paradigma kualitatif merupakan paradigma penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas yang holistis, kompleks dan rinci. Penelitian ini menggunakan pendekatan induktif yang mempunyai tujuan penyusunan konstruksi teori atau hipotesis yang didasarkan pada satu atau lebih fakta atau bukti-bukti. Paradigma kualitatif disebut juga dengan pendekatan konstruktifis, naturalistik atau interpretatif, atau perspektif post-modern (Erlina, 2011: 14).

Perubahan sutu paradigma ke paradigma lain pada akademis dinyatakan oleh Kuhn (2008) sebagai “gestalt switch” (perpindahan secara keseluruhan atau tidak sama sekali). Proses perubahan paradigma lama ke paradigma baru yang berlawanan ini dinyatakan oleh Kuhn sebagai revolusi science.

Menurutnya, perkembangan ilmu itu tidak berlangsung secara kumulatif evolusioner; namun secara revolusioner. Paradigma baru diyakini memiliki kemampuan lebih menjanjikan dalam memecahkan masalah di masa depan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dapat berlangsung, karena sesuatu subject matter dipandang menurut perspektif (sudut pandang) yang baru dan berbeda dari sebelumnya. Paradigma baru dapat diterima sebagai pengganti paradigma klasik jika dan hanya jika paradigma baru lebih mendekati kebenaran dan lebih unggul dalam mengatasi science di masa depan (Leksono, 2013: 100).

Ada dua ciri paradigma yang sangat penting yaitu: (1). Paradigma terdiri dari empat komponen yang saling berhubungan secara hierarki dan unsur

(21)

ontologi berada di puncak, sementara unsur metodologi merupakan asumsi dasar (2). Keempat asumsi paradigmatik tersebut sekedar asumsi, tetapi para ilmuwan percaya bahwa hakikat terhadap persoalan pokok yang dijelaskan merupakan cara yang sesuai untuk menggambarkan dan menjelaskan paradigma komunikasi. Bagi seorang peneliti ada 2 perspektif paradigmatis yang bersifat umum, yaitu:

1. Pandangan monistik 2. Pandangan pluralisme

Pandangan monistik ditandai dengan adopsi terhadap paradigma tunggal, sedangkan pandangan pluralisme memberi peluang terhadap paradigm-paradigma alternatif. Seorang peneliti dapat memiliki satu dari dua paradigma tersebut di atas. Kaum pluralis memilih salah satu paradigma bukan karena paradigma tersebut benar. Namun karena pendekatan penelitian itu sangat berguna pada waktu itu. Karl Pooper menggambarkan masyarakat pluralistik sebagai suatu masyarakat terbuka yang didalamnya tidak ada satu paradigma pun yang unggul.

Selain itu ada 2 pandangan perubahan paradigmatis yaitu:

1. Model revolusioner 2. Model evolusioner

Menurut Khun perubahan paradigmatis seiring dengan perubahan yang terjadi dalam bidang sosial politik. Di sisi lain, model evolusioner dikembangkan oleh Karl Popper, Toulmin dan lain-lainnya. Ada perbedaan prinsip diantara keduanya. Pandangan revolusioner lebih bersifat pluralisme model evolusioner menganggap suatu proses berlangsung secara bertahap (Bulaeng, 2004: 2-4).

2.1.1. Paradigma Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan- rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual

(22)

yang ada dalam pikirannya. Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu (Morisan, 2010: 107).

Menurut Von Glasersfeld (dalam Ardianto, 2007: 154) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pendirian ini merupakan kritik langsung pada perspektif positivisme yang meyakini bahwa pengetahuan itu adalah potret atau tiruan dari kenyataan (realitas).

Pengetahuan objektif, kita tahu adalah pengetahuan yang apa adanya, terlepas dari peran subjek sebagai pengamat. Konstruktivisme menolak keyakinan itu, pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan yang ada.

Pengetahuan justru selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif.

Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan defenisi sosial (Eriyanto, 2004:

13).

Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi.

Aliran ini menolak pandangan empirisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak hanya lagi dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objek belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai kenyataan.

Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, subjek

(23)

memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana (Bungin, 2009: 5).

Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Jadi tidak ada pengetahuan yang koheren, sepenuhnya transparan dan independen dari subjek yang mengamati. Manusia ikut berperan yang bertugas menentukan pilihan perencanaan yang lengkap dan menuntaskan tujuannya di dunia. Pilihan yang dibuat manusia dalam kehidupannya sehari-hari lebih sering didasarkan pada pengalaman sebelumnya, bukan pada prediksi secara ilmiah teoritis (Ardianto, 2007: 152).

Paradigma konstruktivisme berbasis pada pemikiran umum tentang teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritis aliran konstruktivisme. Little Jhon mengatakan bahwa teori-teori aliran ini berlandaskan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat dan budaya (Wibowo, 2011: 36).

Paradigma konstruktivis dapat dijelaskan melalui empat dimensi di atas seperti diutarakan oleh Dedy N Hidayat, sebagai berikut (dalam Wibowo, 2011: 37):

1. Ontologis: relativism, realitas merupakan konstruksi sosial. Kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.

2. Epistemologis: transactionalist/subjectivist, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti.

3. Aksiologis: nilai, etika dan moral merupakan bagian tak terpisahkan dalam suatu penelitian. Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial.

Tujuan penelitian lebih kepada rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku yang diteliti.

(24)

4. Metodologis: menekankan empati, dan inteaksi dialektis antara peneliti dengan responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode kualitatif seperti participant observation. Kriteria kualitas penelitian authenticity dan reflectivity: sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yang dihayati oleh para pelaku sosial.

Bahasa dipahami dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara (Eriyanto, 2001: 1).

Dilambangkan oleh Kant, konstruktivisme merupakan reaksi terhadap epistemologi radikal empiris. Ada 5 asumsi yang mendasari epistemologi konstruksi, yaitu (Bulaeng, 2004: 11-12):

1. Konstruktivisme menolak pandangan logika positivisme.

2. Kaum konstruktivis beranggapan bahwa dunia empiris tidak independen, melainkan persepsi dan interpretasi peneliti akan mempengaruhi apa yang dilihat peneliti saat meneliti.

3. Konstruktivisme menolak perspektif deduksionis yang mempercayai bahwa pengalaman itu tidak berdiri sendiri, melainkan terpadu.

4. Kaum konstruktivis mengingkari operasionalisme yang berpandangan bahwa konsep-konsep teoritis sangat berbeda dengan indikator-indikator empirisnya.

5. Konstruktivisme beranggapan bahwa teori-teori komunikasi lebih dari sekedar hubungan statistik saja, melainkan juga menjelaskan perilaku komunikasi dengan mengacu pada alasan-alasan seseorang berbicara dengan lainnya.

(25)

2.2. Kajian Pustaka 2.2.1. Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah proses penciptaan makna bersama antara media massa khalayaknya (Baran, 2012: 7). Komunikasi massa menurut Tan dan Wright, merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Selain itu definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli lain yaitu Gerbner, menurutnya komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dari lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri (Ardianto, 2004: 3-4).

Pada awal perkembangannya, definisi komunikasi massa sebagai sebuah studi ilmiah terletak pada mass society sebagai audience komunikasi.

Konsep mass society ini memang istilah yang sering dipakai dalam lapangan sosiologi yang mendeskripsikan orang-orang dan institusi mereka dalam sebuah negara industri maju. Herbert Blumer (1939) kemudian menggunakan konsep ini untuk menyebut mass audience (penerima pesan dalam komunikasi massa). Yang disebut penerima dalam komunikasi massa itu paling tidak mempunyai: (1). Heterogenitas susunan anggotanya yang berasal dari berbagai kelompok lapisan masyarakat; (2). Berisi individu yang tidak saling mengenal dan terpisah antara yang satu dengan yang lain (tidak mengumpul) serta tidak berinteraksi antara yang satu dengan yang lain pula, dan (3). Tidak mempunyai pemimpin atau organisasi formal (Nurudin, 2003:

9).

2.2.1.1.Fungsi Komunikasi Massa

Banyak pakar yang mengemukakan fungsi dari media massa, pembahasan fungsi komunikasi telah menjadi diskusi yang cukup penting, terutama konsekuensi komunikasi melalui media massa (Ardianto, 2004:

15-28):

(26)

1. Fungsi informasi

Memberikan informasi diartikan bahwa media massa adalah penyebar informasi bagi pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak media massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingan khalayak. Informasi tidak hanya harus didapatkan melalui sekolah atau tempat bekerja, melainkan juga bisa dari media. Khalayak media massa berlangganan media massa surat kabar, majalah, mendengarkan siaran radio atau menonton televisi karena mereka ingin mendapatkan informasi tentang peristiwa yang terjadi di muka bumi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan, diucapkan atau dilihat orang lain.

Fungsi informasi adalah fungsi paling penting yang terdapat dalam komunikasi massa. Komponen paling penting untuk mengetahui fungsi informasi ini adalah berita-berita yang disajikan. Iklan pun dalam beberapa hal juga punya fungsi memberikan informasi di samping juga fungsi-fungsi yang lain (Nurudin, 2003: 64).

2. Fungsi pendidikan

Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya.

Karena media massa banyak menyajikan hal-hal yang sifatnya mendidik. Salah satu cara mendidik yang dilakukan media massa adalah melalui pengajaran nilai, etika serta aturan-aturan yang berlaku pada pemirsa atau pembaca. Media massa melakukannya melalui drama, cerita, diskusi dan artikel.

3. Fungsi memengaruhi

Fungsi memengaruhi dari media massa secara implisit terdapat pada tajuk/editorial, features, iklan, artikel dan sebagianya. Khalayak dapat terpengaruh oleh iklan-iklan yang ditayangkan televisi ataupun surat kabar. Melalui iklan yang ditampilkan pemirsa dan pembacanya akan menimbulkan rasa ketertarikan yang menjadikan khalayaknya mengikuti apa yang dilihatnya di media massa.

(27)

4. Fungsi meyakinkan (to persuade)

Fungsi yang tidak kalah penting dari media massa adalah fungsi meyakinkan atau persuasi. Persuasi menurut Devito dan kawan kawan bisa datang dalam bentuk, mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan atau nilai seseorang; mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang; menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu dan memperkenalkan etika atau menawarkan sistem nilai tertentu.

5. Hiburan (entertainment)

Fungsi hiburan bagi sebuah media elektronik menduduki posisi yang paling tinggi dibanding dengan fungsi lainnya. Maka jangan heran, jika jam-jam prime time (jam 19.00-21.00) biasanya akan disajikan acara- acara hiburan baik sinetron, kuis atau acara jenaka lainnya. Sangat sulit diterima penonton seandainya, pada jam prime time itu menyiarkan acara dialog politik (Nurudin, 2003: 183).

6. Penyebaran nilai-nilai

Media massa memperlihatkan pada khalayaknya bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka dari khalayaknya. Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya. Di antara media massa, televisi sangat berpotensi untuk terjadinya sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) pada anak muda terutama anak-anak yang telah melampaui usia 16 tahun yang banyak menghabiskan waktunya menonton televisi dibandingkan kegiatan lainnya.

7. Pengawasan (surveillance)

Fungsi pengawasan ada dua yang pertama: fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman bencana alam, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer. Kedua: fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari, seperti informasi saham, produk baru dan lain-lainnya.

(28)

2.2.1.2.Ciri-Ciri Komunikasi Massa

Setidaknya ada 5 ciri dari komunikasi massa yang diinventarisi oleh Onong Uchjana Efendy (dalam Fajar, 2009: 226-231):

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah

Tidak seperti komunikasi antarpersona yang berlangsung dua arah, komunikasi massa berlangsung satu arah (one way communication), yang berarti tidak ada arus balik kepada komunikator. Komunikator pada gilirannya dapat juga mengetahui tanggapan dari sejumlah komunikannya. Sekalipun demikian tetap harus diingat bahwa tanggapan yang berasal dari komunikan itu terjadi setelah proses komunikasi itu sendiri berlangsung, sehingga komunikator sudah tidak bisa lagi mengubah gaya komunikasinya seperti kalau komunikasi tersebut terjadi seperti pada komunikasi tatap muka.

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi, oleh karena itu, komunikatornya melembaga (institutionalize communicator atau organized communicator). Komunikator pada komunikasi massa dinamakan juga komunikator kolektif, karena penyebaran pesan komunikasi massa merupakan hasil kerja sama sejumlah kerabat kerja yang memiliki keterampilan yang tinggai pada bidangnya masing- masing. Sehingga pada akhirnya komunikasi sekunder sebagai kelanjutannya dapat berjalan dengan baik.

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum

Pesan yang disampaikan melalui media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Pesan tidak ditujukan untuk perseorangan atau kepada sekelompok orang tertentu, hal inilah yang membedakan media massa dengan media yang bukan massa.

4. Media massa menimbulkan keserempakan

Ciri lain dari media massa adalah kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan (simultaneity) pada pihak khalayak dalam

(29)

menerima pesan-pesan yang disampaikan. Hal inilah yang merupakan ciri paling hakiki dibandikan dengan media komunikasi lainnya.

Keserempakan dalam menyampaikan pesan ini dapat dilihat dari pesan yang disebarkan melalui papan pengumuman dan poster dengan pesan yang disampaikan dengan radio. Jika menggunakan poster dan papan pengumuman maka pesan yang akan disampaikan tidak secara langsung diterima oleh semua masyarakat, melainkan pesan yang disampaikan akan diterima secara bergantian. Sedangkan jika menggunakan radio maka pesan akan tersampaikan secara serempak saat radio itu disiarkan.

5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen

Komunikan atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota masyarakat terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Keberadaan mereka terpencar-pencar, satu sama lain tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, mereka saling berbeda dalam berbagai hal, seperti pekerjaan, latar belakang, kebudayaan, ideologi, agama dan lain-lainnya.

2.2.1.3.Bentuk-Bentuk Media Massa

Adapun beberapa industri massa yaitu (McQuails, 2011: 11-13):

1. Surat kabar

Surat kabar atau koran khalayaknya sangatlah heterogen, karena semuanya hendak dijangkau kecuali anak-anak. Sekitar 98 pembaca koran selalu membaca berita di halaman pertama, namun hanya 58 persen yang membaca artikel-artikel lainnya (Rivers, 2003: 303). Surat kabar terbagi secara merata antara pengiriman pagi dan sore. Akan tetapi pada saat sekarang ini penggunaan surat kabar sudah mulai menurun. Iklan adalah pengisi hampir dua pertiga ruang cetak pada surat kabar. Kebanyakan surat kabar mulai meluncurkan edisi online untuk memperluas jangkauan.

(30)

2. Majalah

Menurut Magazine Pubishers Of America, jumlah penerbitan majalah sudah mulai menurun, banyak majalah yang kehilangan usaha dibandingkan dengan munculnya majalah baru. Untuk menyiasati kerugian majalah menaikkan harga berlangganan dan menjaga pendapatan dari iklan. Beberapa majalah juga sudah mengeluarkan edisi online.

3. Film

Gabungan antara beberapa studio besar dan independen menghasilkan sekitar 400 film per tahun. Industri ini lebih banyak mengumpulkan lebih banyak uang dikarenakan harga tiket yang lebih tinggi. Akan tetap, semakin banyak orang menonton film di rumah dibandingkan di bioskop, kurangnya minat orang menonton menjadikan jumlah bioskop semakin berkurang. Karena antusias yang semakin berkurang, bioskop pun menawarkan kenyamanan menonton dengan adanya penerapan tempat duduk seperti stadion, yang menjadikan setiap orang pandangannya tidak terganggu ke layar.

4. Televisi

Terdapat dua jenis televisi yaitu televisi kabel dan televisi berlangganan. Penggunaan televisi kabel menurun sedangkan penggunaan TV kabel semakin meningkat dan berkembang dengan cepat. Sehingga banyak jaringan televisi ikut menginvestasikan dalam jumlah besar dalam pengaturan program televisi berlangganan.

5. Radio

Radio adalah penyiaran informasi berupa audio. Radio terdiri dari stasiun AM dan FM. Radio menawarkan berbagai jenis musik yang hampir tidak terbatas, dan pilihan siaran yang beragam tanpa henti.

Karena tayangan yang tiada henti mengakibatkan pendapatan iklan menurun dan mengakibatkan penurunan pendapatan bagi radio, selain itu pendengar radio juga semakin sedikit.

(31)

2.2.1.4.Elemen Komunikasi Massa

Dalam komunikasi massa pengirim sering disebut sebagai sumber (source) atau komunikator sedangkan penerima pesan yang berjumlah banyak disebut audience, komunikan, pendengar, pemirsa, penonton, pembaca. Sementara saluran dalam komunikasi massa yang dimaksud antara lain televisi, radio, surat kabar, buku, film, kaset/CD, internet yang sering disebut sebagai media massa. Ada beberapa elemen dalam komunikasi massa antara lain (Nurudin, 2003: 87):

1. Komunikator

Komunikator dalam komunikasi massa sangat berbeda dengan komunikator dalam bentuk komunikasi yang lain. Komunikator di sini meliputi jaringan, stasiun lokal, direktur, staf teknis yang berkaitan dengan sebuah acara televisi. Jadi komunikator adalah gabungan dari berbagai individu dalam sebuah lembaga media massa.

2. Isi

Masing-masing media punya kebijakan sendiri dalam isinya. Sebab, masing-masing media itu tidak hanya melayani masyarakat yang beragam tetapi juga menyangkut individu atau kelompok sosial. Bagi Ray Eldon Hieber dan kawan-kawan (1985) isi media setidak-tidaknya bisa dibagi ke dalam lima kategori yakni: 1) berita dan informasi, 2) analisis dan interpretasi, 3) pendidikan dan sosialisasi, 4) hubungan masyarakat dan persuasi, 5) iklan dan bentuk penjualan lain dan hiburan.

3. Audiences

Tidak bisa dipungkiri, audience yang dimaksud dalam komunikasi massa ini sangat beragam, dari jutaan penonton televisi, ribuan pembaca buku atau ratusan pembaca jurnal ilmiah. Masing-masing audience ini berbeda satu sama lain. Mereka berbeda dalam cara berpakaian, berpikir, menanggapi pesan yang diterima, pengalaman dan orientasi hidupnya. Tetapi masing-masing individu ini juga bisa saling mereaksi satu sama lain terhadap pesan yang diterimanya.

(32)

4. Umpan balik

Ada dua umpan balik (feedback) dalam komunikasi yakni umpan balik langsung (immediated feedback) dan tidak langsung (delayed feedback). Umpan balik langsung terjadi jika komunikator dan komunikan bisa berbicara langsung. Artinya, antara komunikator dan komunikan dalam komunikasi massa tidak terjadi kontak langsung yang memungkinan mereka mengadakan reaksi langsung satu sama lain. Umpan balik secara tidak langsung misalnya ditunjukkan dalam letter to the editor/surat pembaca/pembaca penulis. Dalam rubik ini biasanya sering kita lihat koreksi pembaca atas berita atau gambar yang ditampilkan media cetak.

5. Gangguan

Gangguan dalam saluran komunikasi massa biasanya selalu ada. Di dalam media cetak ganguan bisa berupa suatu kesalahan cetak, kata yang hilang, atau paragraf yang dihilangkan. Itu juga termasuk gambar tidak jelas di pesawat televisi.

6. Gatekeeper

Istilah gatekeeper ini pertamakali dikenalkan oleh Kurt Lewin dalam bukunya Human Relations (1947). Kata itu merupakan istilah yang berasal dari lapangan sosiologi tetapi kemudian digunakan pula dalam lapangan penelitian komunikasi massa.

John R Bittner (1996) mengistilahkan gatekeeper sebagai “individu- individu atau kelompok orang-orang yang memantau arus informasi dalam sebuah saluran komunikasi (massa)”. Jika diperluas maknanya, yang disebut sebagai gatekeeper adalah orang yang berperan penting dalam media massa seperti surat kabar, majalah, televisi, radio, video tape, compact disk dan buku.

7. Pengatur

Ada pola hubungan yang saling terkait antara media massa dengan pihak lain. Pihak lain yang dimaksud adalah pemerintah dan masyarakat. Hubungan ini biasanya selalu berjalan tidak harmonis.

(33)

Sebab masing-masing pihak berbeda tuntutan dan saling menguasai satu sama lain.

8. Filter

Maka yang dimaksud filter adalah kerangka berfikir melalui mana audience menerima pesan. Filter ibarat sebuah bingkai kacamata dimana audience bisa melihat dunia. Ini berarti dunia rill yang diterima dalam memori sangat tergantung dari bingkai tersebut. Ada beberapa filter antara lain, fisik, psikologis, budaya dan yang berkaitan dengan informasi.

2.2.2. Televisi

Televisi adalah alat penangkap siaran bergambar, yang berupa audio visual dan penyiaran videonya secara broadcasting. Istilah ini berasal dari Bahasa yunani yaitu tele (jauh) dan vision (melihat), jadi secara harfiah berarti “jauh melihat” kerena pemirsa berada jauh dari studio TV (Zoebazary, 2010: 255).

Televisi adalah media pandang juga sekaligus media pendengar (audio visual), yang dimana orang tidak hanya memandang gambar yang ditayangkan televisi, tetapi sekaligus mendengar atau mencerna narasi dari gambar tersebut (Badjuri, 2010: 39). Karena sifanya yang audio visual itu membuat televisi merupakan suatu media yang unik sebagai penyampaian pesan iklan, “Television unique and powerful advertising medium because it contains the dements of sight, sound and motion, which can be combined to created a variety of advertising appeal an executions.” Televisi adalah media periklanan yang ideal, kemampuannya untuk menggabungkan gambar-gambar visual, suara, gerakan dan warna memberikan kesempatan pengiklan membangun daya cipta (kreatif) yang paling hebat dan daya tarik imajinasi aktif dibandingkan media lainnya.

Menurut Skomis (1985), dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku dan lain sebaginya), televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa. Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar. Bisa bersifat informatif, hiburan, maupun pendidikan,

(34)

bahkan gabungan dari ketiga unsur tadi. Dari berbagai media kontemporer saat ini, televisi merupakan media yang paling diminati oleh publik dan paling memberikan pengaruh besar pada khalayak (Goonasekera, 2002:

2). Harold D Laswell (1946), televisi sebagai bagian dari komunikasi massa mengungkapkan bahwa media massa memiliki fungsi:

1. Fungsi pengawasan sosial (social surveillance) yakni upaya penyebaran informasi yang objektif mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam dan diluar lingkungan sosial dengan tujuan kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Fungsi korelasi sosial (social correlation) merujuk pada upaya pemberian interpretasi dan informasi yang menghubungkan antar kelompok sosial atau antar pandangan dengan tujuan konsensus.

3. Fungsi sosialisasi merujuk pada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lainnya atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya.

2.2.2.1.Karakteristik Televisi

Dalam buku Elvinaro (2007: 137-139) terdapat tiga macam karakteristik televisi, yaitu:

1. Audiovisual

Televisi memiliki kelebihan dibandingkan dengan media penyiaran lainnya, yakni dapat didengar sekaligus dilihat. Jadi apabila khalayak radio siaran hanya mendengar kata-kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi dapat melihat gambar bergerak.

2. Berfikir dalam gambar

Ada dua tahap yang dilakukan proses berfikir dalam gambar.

Pertama adalah visualisasi (visualization) yakni menerjemahkan kata- kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Kedua, penggambaran (picturization) yakni kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu.

(35)

3. Pengoperasian lebih kompleks

Dibandingkan dengan rasio siaran, pengoperasian televisi siaran jauh lebih kompleks dan lebih banyak melibatkan orang. Peralatan yang digunakan pun lebih rumit dan harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil.

2.2.2.2.Kekuatan dan kelemahan televisi

Ada empat kekuatan televisi, yaitu (Syahputra, 2006: 70):

1. Menguasai jarak dan waktu, karena teknologi televisi menggunakan elektromagnetik, kabel-kabel dan fiber yang dipancarkan transmisi melalui satelit.

2. Sasaran yang dicapai untuk menjangkau massa cukup besar, nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan cukup cepat.

3. Daya rangsang terhadap media televisi cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh kekuatan suara dan gambarnya yang bergerak (ekspresif).

4. Informasi atau berita-berita yang disampaikan lebih singkat, jelas dan sistematis.

Sedangkan kelemahan televisi, yaitu (Syahputra, 2006: 70):

1. Media televisi terkait waktu tontonan.

2. Televisi tidak bisa melakukan kritik sosial dan pengawasan sosial secara langsung dan vulgar.

3. Pengaruh televisi lebih cenderung menyentuh aspek psikologis massa. Bersifat “transitory”, karena sifat ini membuat isi pesannya tidak dapat di memori oleh pemirsanya. Lain halnya dengan media cetak, informasi dapat disimpan dalam bentuk kliping.

2.2.3. Iklan

Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai “any paid form of nonpersonal communication about an organization, product, service, or ide by an identified sponsor” (setiap bentuk komunikasi nonpersonal

(36)

mengenai suatu organisasi, produk, servis atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui). Adapun maksud “dibayar‟ pada defenisi tersebut menunjukkan fakta bahwa ruang atau waktu bagi satu pesan iklan pada umumnya harus dibeli. Maksud kata “nonpersonal‟ berarti suatu iklan melibatkan media massa (TV, radio, majalah, koran) yang dapat mengirim pesan ke sejumlah besar kelompok individu pada saat bersamaan (Morisan, 2010: 17).

Menurut KKBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) iklan merupakan pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa (seperti surat kabar dan majalah) atau di tempat umum. Istilah advertising (periklanan) berasal dari kata Latin abad pertengahan advertere, “mengarahkan perhatian kepada”. Istilah ini menggambarkan tipe atau bentuk pengumuman publik apa pun yang dimaksudkan untuk mempromosikan penjualan komoditas atau jasa, untuk menyebarkan sebuah pesan sosial atau politik (Danesi, 2010: 362).

Sedangkan definisi iklan secara sederhana yakni pesan yang menawarkan suatu produk untuk ditujukan kepada masyarakt lewat suatu media.

Dengan demikian periklanan dapat diartikan sebagai taktik untuk memikat audience melalui berbagai strategi, serta mengevaluasinya, sehingga dapat menganalisis efektifitas komunikasi antara source dan decoder (Santosa, 2009 : 1).

Iklan (advertisement) adalah produk yang dihasilkan dari kegiatan beriklan (periklanan atau advertising). Jadi, iklan adalah produknya (barangnya, pesannya, bendanya). Sementara itu, iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Dalam komunikasi periklanan, iklan tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainnya seperti gambar, warna dan bunyi. iklan disampaikan melalui dua saluran media massa, yaitu (1) media cetak (surat kabar, majalah, brosur dan papan iklan). (2) media elektronik (radio, TV, film).

Pengiriman pesan adalah misalnya, penjualan produk sedangkan

(37)

penerimanya adalah khalayak ramai yang menjadi sasarannya (Sobur, 2003: 116).

Iklan sebagai salah satu bentuk komunikasi massa. Menurut Tilman dan Kirkpatrick iklan merupakan komunikasi massa yang menawarkan janji kepada konsumen melalui pesan yang informatif sekaligus persuasif, menjanjikan tentang adanya barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan, tempat memperolehnya dan kualitas barang dan jasa. Menurut Wright iklan merupakan media komunikasi massa. Pembeda iklan dengan teknik komunikasi pemasaran yang lain adalah komunikasi yang non- personal, jadi iklan memakai media dengan menyewa ruang dan waktu.

Di samping itu peranan iklan antara lain dirancang untuk memberikan saran pada orang agar mereka membeli suatu produk tertentu membentuk hasrat memilikinya dengan mengkonsumsinya secara tepat. Jenis iklan di media massa digolongkan dalam dua bagian, yaitu (Kuswandi, 1996: 81):

1. Iklan Komersial

Adalah bentuk promosi suatu barang produksi atau jasa melalui media massa dalam bentuk tayangan gambar maupun bahasa yang diolah melalui film maupun berita. Misal iklan makanan, obat dan pakaian.

2. Iklan Layanan Masyarakat

Adalah bentuk tayangan gambar baik drama, film, musik maupun bahasa yang mengarahkan pemirsa atau khalayak sasaran agar berbuat atau bertindak seperti dianjurkan iklan tersebut.

Seperti iklan pariwisata, sumbangan bencana, membayar iuran TV, kesehatan dan sebagainya.

Pengelolaan pemasaran suatu perusahaan beriklan dalam berbagai tingkatan atau level. Misalnya, iklan level nasional atau lokal/retail dengan target yaitu masyarakat, konsumen secara umum atau iklan untuk level industri atau disebut juga dengan business to business advertising atau professional advertising. Berikut tipe atau jenis iklan dapat diuraikan sebagai berikut (Morisan, 2008: 20):

(38)

1. Iklan nasional

Pemasang iklan adalah perusahaan besar dengan produk yang tersebar secara nasional atau di sebagian besar wilayah suatu negara. Iklan nasional pada umumnya muncul pada jam tayang utama (prime time) di TV yang memiliki jaringan siaran secara nasional dan juga pada berbagai media besar nasional serta media- media lainnya.

2. Iklan lokal

Pemasang iklan adalah perusahaan pengecer atau perusahaan dagang tingkat lokal. Iklan lokal bertujuan untuk mendorong konsumen agar berbelanja pada toko-toko tertentu atau menggunakan jasa lokal atau mengunjungi suatu tempat atau institusi tertentu. Promosi yang dilakukan iklan lokal sering dalam bentuk aksi langsung (direct action advertising) yang dirancang untuk memperoleh penjualan secara cepat.

3. Iklan primer dan seleksif

Iklan primer atau disebut juga dengan primary demand advertising dirancang untuk mendorong permintaan terhadap suatu jenis produk tertentu atau untuk keseluruhan industri pemasang iklan akan lebih fokus menggunakan iklan primer apabila merek produk jasa yang dihasilkan mendominasi pasar dan mendapat keuntungan paling besar jika permintaan terhadap jenis produk bersangkutan secara umum meningkat. Iklan selektif atau selective demand advertising memusatkan perhatian untuk menciptakan permintaan terhadap suatu merek tertentu. Kebanyakan iklan berbagai barang dan jasa yang muncul di media adalah bertujuan untuk mendorong permintaan secara selektif terhadap suatu merek atau barang jasa tertentu. Iklan selektif lebih menekankan pada alasan untuk membeli suatu merek produk tertentu.

(39)

2.2.3.1.Periklanan Internet

Pada tahun 1996, America online membuka sebuah jendela nonkomersial terakhir di ruang maya (cyberspace) dengan menggunakan ruang-ruang chat publiknya terbuka bagi para pengiklan. Iklan –iklan berotasi setiap menit, muncul di sudut kanan atas layar. Dalam sebuah survei Ernst dan Young, hampir setengah jumlah pengecer yang menjadi responden berkata bahwa mereka memperkirakan internet meningkatkan penjualan hingga 10% pada tahun 2000. Menurut majalah fortune, semakin banyak bisnis yang mendapati bahwa internet atau web, mulai mirip dengan sebuah mall (Lee, 2007: 281).

A. Internet

Internet merupakan jaringan global dari komputer-komputer yang saling terhubungkan dimana satu individu yang terhubung dengan sebuah jaringan dapat bercakap–cakap dengan komputer mana pun dari ribuan komputer lain seandainya jaringan tersebut juga terhubungkan dengan berbagai jaringan. Tanpa bergantung dari sistem operasi jaringan atau komputer pribadi.

Internet awalnya merupakan sebuah proyek Dapartemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1960an sebagai piranti untuk menjamin komunikasi selama serangan nuklir. Ini tumbuh menjadi sarana berbagi informasi di kalangan universitas pada tahun 1970-an dan 1980-an untuk proyek-proyek riset. Pada tahun 1990-an menjadi saksi kelahiran world wide web (www), hypertext dan browser grafis telah menjadikan ruang maya sebuah tempat yang sangat bersahabat dan mengakibatkan banyak pihak berhamburan agar terhubung. Satu kesalah tafsiran yang umum dijumpai, yaitu bahwa web dan internet adalah satu dan sama. Tentu saja bukan. Istilah internet merujuk pada infrastuktur fisik dari sebuah jaringan komputer global yang saling terhubung. Web merujuk pada satu dari banyak mode penyimpanan dan transfer data yang umun digunakan di internet (Lee, 2007: 282).

(40)

1. Periklanan Web

Ribuan pemasar telah berpaling ke internet sebagai sebuah media prospektif untuk mempromosikan merek-merek mereka dan mentransaksikan penjualan. Ratusan perusahaan telah berbondong-bondong untuk pamer diri di situs web, yang dikenal juga sebagai homepage.

Kebanyakan dari meraka menawarkan iklan-iklan produk dan jasa perusahaan. Homepage juga digunakan untuk menebarkan materi-materi promosi seperti edaran pers, paparan latar belakang (sejarah perusahaan), berita berkala, dan materi pendidikan konsumen. Sebagai tambahan, perusahaan-perusahaan sekarang menggunakan internet demi tujuan promosi produk dan insentif-insentif lain (Lee, 2007: 285).

2. Periklanan Media Massa Televisi

Televisi merupakan salah satu media massa yang cukup diminati oleh para advertiser (pengiklan) karena salah satu keunggulan media massa televisi adalah menciptakan daya rangsang yang kuat pada khalayak dibanding jenis media massa lainnya. Dengan memasang iklan di televisi juga dapat memvisualisasikan atau mendemontrasikan produk atau jasa yang diperjualbelikan.

Pada awalnya periklanan di televisi hanya mengandalkan TVC (TV Commercial) atau spot commercial break (jeda iklan di setiap program).

Adapun spot yang dijual bisa berdurasi 60 detik, 30 detik, 15 detik dan 10 detik. Hal ini dianggap efektif oleh para advertiser karena pada saat itu stasiun TV di Indonesia masih terbatas serta teknologi yang ada masih belum berkembang dengan pesat. Dengan adanya keterbatasan tersebut, maka khalayak tidak dapat menghindari munculnya iklan pada acara yang diselenggarakan oleh stasiun TV dan khalayak yang dijangkau lebih luas (Wikipedia.org/wiki).

(41)

2.2.3.2.Fungsi dan tujuan iklan

Lee dan Johnson (2004: 10) membagi fungsi dari periklanan menjadi:

a. Memberikan informasi, periklanan dapat menambah nilai suatu produk dengan memberikan informasi tentang produk, ciri-ciri dan lokasi penjualan dan juga menginformasikan tentang produk- produk baru kepada konsumen.

b. Persuasif atau membujuk, mempengaruhi para konsumen untuk membeli merek-merek tertentu atau mengubah sikap mereka terhadap produk atau perusahaan.

c. Pengingat, terus menerus mengingatkan konsumen tentang sebuah produk sehingga mereka akan membeli produk yang diiklankan tanpa memperdulikan merek-merek pesaing.

Tujuan periklanan berhubungan dengan tujuan dari komunikasi atau penjualan spesifik yang perlu dicapai pada tahap sekarang dalam siklus kehidupan merek. Iklan didesain untuk mencapai beberapa tujuan: (1).

Membuat pasar sasaran menyadari (aware), (2). Memfasilitasi pemahaman konsumen tentang berbagai atribut dan manfaat merek yang diiklankan dibanding merek-merek pesaing, (3). Mengingatkan sikap-sikap dan mempengaruhi niatan untuk membeli, (4). Menarik sasaran agar mencoba produk, (5). Mendorong perilaku pembelian ulang (Shimp, 2003: 368).

2.2.4. Makna Kecantikan

Menurut KBBI, cantik yaitu elok, molek (tentang wajah dan muka perempuan), indah dalam bentuk dan buatannya, cantik sekali bentuk, rupa, dan lainnya tampak serasi. Seperti diungkapkan Bungin bahwa kecantikan direpresentasikan dalam rupa kulit whiteness (menjadi putih), rambut hitam, tebal dan lurus, bertubuh slim, memiliki kesegaran tubuh, adanya kebersihan, kemewahan, keanggunan dan berparas menawan. Kecantikan adalah sebuah kata yang sangat identik pada perempuan. Kata cantik berasal dari bahasa latin, bellus, yang pada saat itu diperuntukkan bagi para

(42)

perempuan dan anak-anak (Melliana, 2006:11). Kecantikan bagi perempuan dikaitkan dengan kelembutan dan feminitas yang dimiliki perempuan.

Perempuan cantik dalam buku Barbie Culture adalah perempuan yang sering diterima masyarakat, perempuan cantik pasti mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada perempuan yang tidak memiliki wajah yang cantik.

Wanita merupakan segmen pasar yang sangat potensial. Banyak produk-produk kecantikan yang beredar di pasaran merupakan bukti bahwa wanita adalah pasar yang potensial, oleh karena itu wanita sering dijadikan model atau bintang dalam iklan, alasan utama dari hal tersebut karena sebagian besar iklan ditujukan kepada kaum wanita sebagai pembeli potensial dari produk yang diiklankan. Kulit yang halus, putih dan wangi adalah impian setiap wanita di Indonesia, sehingga warna kulit yang putih adalah tema yang muncul berulang-ulang untuk mendefinisikan kecantikan dan feminitas (Rumambi, 2009: 10).

Mitos tentang kecantikan menyatakan hal: Kualitas yang disebut dengan cantik benar-benar ada secara objektif dan universal. Kecantikan adalah sistem pertukaran seperti halnya standar emas. Seperti semua yang ada dalam lingkaran ekonomi, kecantikan juga ditentukan oleh sistem politik. Pada abad moderen, di negara-negara barat, kecantikan menjadi agama terakhir dan terbaik. Kecantikan sesungguhnya bukan hal yang universal ataupun tidak bisa diubah, meskipun orang barat percaya bahwa segenap kecantikan perempuan yang ideal berawal dari sosok yang Platonis (Wolf, 2004: 28-29).

Standar kecantikan dipengaruhi oleh pandangan budaya patriarki, sosial, ekonomi dan politik dalam jangka waktu tertentu. Hal tersebut kemudian dilihat oleh kaum kapitalis dimana mereka ingin melanggengkan standar kecantikan dan menciptakan produk, para kaum kapitalis membentuk standar kecantikannya sendiri untuk mendukung produknya.

Perempuan cantik sering divisualisasikan dengan perempuan yang berkulit putih, memiliki tubuh yang proporsional yakni langsing, perut datar, payudara kencang dan pantat yang sintal (Melliana, 2006: 4). Konsep

(43)

kecantikan yang ada di media dikonstruksikan sebagai ideal yang berkutat pada keindahan tubuh dan fisik

Kata “cantik” lebih identik pada syarat-syarat atau sifat-sifat fisik, baik kecantikan wajah atau kecantikan tubuh dan keserasian anggota- anggotanya. Sebagai contohnya, bangsa Arab sangat memuji keindahan mata seseorang. Mereka mengumpamakan dengan mata bidadari dari segi lebar dan kejelitaannya. Namun, tidak semua mata dengan bentuk seperti ini dapat cocok dengan wajah pemiliknya, terkadang bentuk mata yang seperti ini hanya cocok untuk bentuk wajah tertentu dan tidak untuk bentuk wajah yang lainnya. Selain mata, bentuk mulut dan juga pipi seseorang dapat dikatakan cantik pada bagian wajah seseorang, seperti misalnya bentuk bibir yang tipis atau tebal dan juga pipi yang tembam atau tirus (Mahami, 2016:

16).

Perempuan lebih memperhatikan penampilan fisiknya dibandingkan laki-laki, juga kerena pendapat bahwa keberhasilan dalam menyesuaikan diri di masyarakat dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat memandang dan menilai penampilan fisiknya. Sejak masa kanak-kanak hingga dewasa, perempuan diajarkan oleh lingkunganya untuk meyakini bahwa kecantikan fisik adalah sumber daya tariknya. Daya tarik fisik perempuan menjadi hal utama untuk mengukur kebanggan seseorang perempuan dalam masyarakatnya (Melliana, 2006: 16). Hal tersebut dapat dikatakan, bagaimana penampilan merupakan bentuk kontrol sosial yang mempengaruhi perempuan melihat dirinya dan bagaimana ia dilihat oleh masyarakat sekitarnya. Harapan perempuan tentang kecantikan fisik tersebut telah menambah akan pentingnya nilai kecantikan itu sendiri, sehingga perempuan menjadi semakin rapuh dan juga peka akan penampilan mereka sendiri.

Kita tidak dapat menyalahkan para perempuan karena menjadi makhluk yang sangat perduli dengan segala hal yang berkenaan pada penampilan fisik. Banyak penelitian membuktikan bahwa daya tarik fisik bukanlah semata-mata masalah selera perorangan, melainkan merupakan stereotype fisik yang telah disetujui bersama sebagai alat pengukur

Gambar

Gambar Peta Tanda Roland Barthes

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4.Kontur model sintetikinterval 2mV Pada Gambar 4 menampilkan kontur hasil model awal dengan range potensial listrik yang dihasilkan dari model awal berkisar

a) 3 kes yang melibatkan Kluster Pasai. b) 9 kes merupakan individu yang disaring melalui pengesanan kes secara aktif di lokaliti di bawah PKPD. b) 3 kes merupakan individu

 Menerbitkan Keputusan Sekretaris Jenderal selaku Atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Nomor 227 tahun 2015 tentang Daftar Informasi Yang Dikecualikan

Penguasaan terhadap permasalahan dan tujuan kerja praktek/magang, Penguasaan terhadap metodologi, teknik, solusi yang dibahas pada Kerja

Pengetahuan dan praktek tentang perilaku Kadarzi di- gali melalui beberapa pertanyaan yaitu: pernah tidaknya mendengar atau mengetahui istilah Kadarzi, maksud dan tujuan

Dalam proses pembuatan Nata de Lerry, penambahan ekstrak kecambah yang dimanfaatkan sebagai sumber nitrogen harus diperhitungkan dengan seksama karena terdapat kondisi optimum

Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk

Untuk memecahkan berbagai masalah kesehatan di atas maka dosen dan mahasiswa Program Studi Kesmas bekerja sama dengan petugas kesehatan, pemerintah Negeri Hatuhenu dan