• Tidak ada hasil yang ditemukan

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL CINTA DI DALAM GELAS KARYA ANDREA HIRATA: KRITIK SASTRA FEMINISME SKRIPSI OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL CINTA DI DALAM GELAS KARYA ANDREA HIRATA: KRITIK SASTRA FEMINISME SKRIPSI OLEH"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

1

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL CINTA DI DALAM GELAS KARYA ANDREA HIRATA: KRITIK SASTRA FEMINISME

SKRIPSI

OLEH

NIKMAH ANNUM 150701057

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Citra Perempuan dalam Novel Cinta Di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata: Kritik Sastra Feminisme

Nikmah Annum Nim 150701057

Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang saya kutip dalam naskah ini dan dituliskan di dalam daftar pustaka.

Apa bila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi.

Medan, Mei 2019 Penulis,

Nikmah Annum NIM 150701057

(5)

v

Citra Perempuan dalam Novel Cinta Di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata: Kritik Sastra Feminisme

Nikmah Annum

Fakultas Ilmu Budaya USU

Abstrak

Novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata bercerita tentang perjuangan hidup seorang tokoh perempuan bernama Maryamah dalam menegakkan harkat dan martabatnya dengan cara membuktikan kemampuan dirinya. Untuk itu, peneliti mengkaji citra perempuan yang digambarkan oleh tokoh Maryamah dengan judul penelitian Citra Perempuan dalam Novel Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata: Kritik Sastra Feminisme. Penelitian ini menggunakan pendekatan kritik sastra feminisme dan citra perempuan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa citra diri perempuan yang digambarkan melalui tokoh Maryamah dari aspek fisiknya yaitu sebagai perempuan yang kekar dan kuat berbeda dari perempuan pada umunya karena ia bekerja sebagai pendulang timah dari umur 14 tahun hingga membentuk fisiknya demikian. Dari aspek psikisnya, Maryamah seorang perempuan yang humoris, optimis, percaya diri, cerdas, tegar, dan sabar. Dari aspek keluarga Maryamah dicitrakan sebagai seorang kakak perempuan yang penyayang dan bertanggung kepada adik-adiknya serta hormat terhadap orangtua. Dalam masyarakat, Maryamah adalah sosok yang sangat dikagumi karena keberaniannya untuk menegakkan haknya sebagai perempuan dengan cara membuktikan kemampuannya sehingga tidak merusak citra dirinya sebagai perempuan.

Kata kunci: karya sastra, feminisme, dan citra perempuan.

(6)

vi

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat, nikmat, hidayah, serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Citra Perempuan dalam Novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata Kritik Sastra Feminisme”. Salawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.

Adapun tujuan penyelesaian skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan sarjana pada Program Studi Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Berbagai rintangan dan hambatan penulis hadapi dalam upaya merealisasikan skripsi ini. Namun, berkat bantuan dan bimbingan oleh berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan walaupun masih memiliki kekurangan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Dr. Budi Agustono, M.S. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Prof. Mauly Purba, M.A. Ph.D. sebagai Wakil Dekan I, Dra. Heristina Dewi, MPd. Sebagai Wakil Dekan II, Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. Sebagai Wakil Dekan III.

2. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia dan Drs.

Amhar Kudadiri, M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia.

3. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(7)

vii

4. Seluruh dosen Program Studi Sastra Indonesia yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti kegiatan akademis di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

5. Teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia stambuk 2015 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas kekeluargaan ini dan semua kenangan indah yang telah kita lewati bersama-sama selama kuliah di Prodi Sastra Indonesia.

6. Teman-teman seperjuangan di kontrakan rumah hijau (Ewik, Juli, dan Neno) yang selalu ada buat penulis baik, dalam keadaan suka maupun duka.

7. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam, khususnya HMI komisariat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas kekeluargaan, pengalaman, wawasan, serta ilmu yang tidak akan pernah penulis dapatkan di tempat lain.

8. Keluarga besar tercinta yang telah memberikan dukungan baik berupa moril maupun materil kepada penulis. Teristimewa kepada kedua orangtua tercinta, ibu dan ayah (almarhum) yang merupakan motivasi terbesar penulis untuk berani bercita-cita dan berjuang menggapainya dengan melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi.

Yusniar Rangkuti adinda terkasih, Parlindungan dan Sapriadi abangda tersayang, Lili Khairani Rangkuti, \ dan Nur Saidah kakanda tercinta, Baginda Binayu Pane dan Roihan Pulungan abang ipar penulis, abangda Aflahun Fadli Siregar abang sepupu yang selalu bersedia penulis repotkan, serta anggota keluarga lainnya yang tidak penulis sebutkan.

(8)

viii

Semoga segala yang telah diberikan kepada penulis bernilai ibadah di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Medan, Mei 2019

Nikmah Annum

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

PRAKATA... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Manfaat Teoretis ... 4

1.4.2 Manfaat Praktis ... 4

BAB 2 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Konsep ... 5

2.1.1Karya Sastra ... 5

2.1.2 Tokoh ... 5

2.1.3 Citra Perempuan ... 6

2.1.4 Feminisme ... 6

2.2 Landasan Teori…………. ... 6

2.2.1 Kritik Sastra Femenisme ... 7

(10)

x

2.2.2 Citra Perempuan ... 8

2.2.2.1 Citra Diri Wanita ... 9

2.2.2.2 Citra Sosial Wanita ... 10

2.3 Tinjauan Pustaka ... 12

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Metode Penelitian ... 16

3.1.1 Sumber Data ... 17

3.1.2 Metode Pengumpulan Data ... 17

3.1.3 Metode Analisis Data ... 17

BAB 4 CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL CINTA DI DALAM GELAS ... 19

4.1 Citra Diri Perempuan ... 19

4.1.1 Citra Perempuan dari Aspek Fisik ... 19

4.1.2 Citra Perempuan dari Aspek Psikis ... 22

4.2 Citra Sosial Perempuan... 28

4.2.1 Citra Perempuan dalam Keluarga ... 29

4.2.2 Citra Perempuan dalam Masyarakat ... 32

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Simpulan ... 43

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA... .45

LAMPIRAN ... 46

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra merupakan bentuk dari hasil sebuah pekerjaan kreatif yang pada hakikatnya sebagai suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan kehidupan manusia. Menurut Selden (dalam Siswanto, 2012:

74), karya sastra adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang. Karya sastra juga memerlukan perenungan, pengendapan ide, pematangan, langkah-langkah tertentu yang akan berbeda antara sastrawan yang satu dengan sastrawan yang lain.

Penulisan karya sastra, khususnya novel, didominasi oleh pandangan pria. Tafsiran dan penilaian dilakukan dari sudut pandang pria. Bahkan, karya sastra penulis perempuan pun diinterpretasikan dengan pandangan pria. Tentu saja, hal ini tidak sesuai dengan kenyataan berdasarkan kodrat perempuan.

Kemudian, timbullah gagasan bahwa tulisan-tulisan yang berhubungan dengan perempuan itu hendaknya disesuaikan dengan pandangan dan kodrat perempuan.

Dengan demikian, timbullah gagasan adanya kritik fenimisme, yaitu kritik sastra yang disesuaikan dengan pandangan dan kodrat perempuan.

Menurut Djajanegara (2000: 27) kritik sastra feminisme berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulis-penulis wanita pada masa silam dan untuk menunjukkan citra perempuan sebagai mahluk yang berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patrialkal yang

(12)

2

dominan. Di samping itu, adanya paham feminisme, yaitu paham yang timbul di kalangan para perempuan untuk mandiri sebagai subjek, baik berdasarkan kodrat maupun berdasarkan kemandirian individu. Bahkan juga muncul kemandirian perempuan yang “melawan” lawan jenisnya yaitu pria, yang selalu mendominasi pikiran, pekerjaan, keilmuan, serta kedudukan di masyarakat.

Feminisme dalam penelitian sastra dianggap sebagai gerakan kesadaran terhadap pengabaian dan eksploitasi perempuan dalam masyarakat seperti tercermin dalam karya sastra. Sebagaimana pendapat Goefe (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2016:18) bahwa feminisme merupakan teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, sosial, atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan.

Dalam karya sastra perempuan sering dijadikan bahan pencitraan. Citra perempuan itu sendiri merupakan wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai aspek yaitu aspek fisik dan psikis sebagai citra diri perempuan serta aspek keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial perempuan (Sugihastuti, 2000:

45).

Sosok perempuan yang diangkat sebagai objek pencitraan dalam karya sastra seperti dalam novel Cinta di Dalam Gelas. Novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata adalah sebuah novel yang bercerita tentang kisah perjuangan tokoh perempuan bernama Maryamah (Enong) dalam menegakkan

(13)

3

martabatnya dengan cara yang sangat elegan. Banyaknya permasalahan hidup yang ia hadapi telah menjadikannya tangguh. Ia dicitrakan sebagai perempuan yang baik, pekerja keras, penuh kasih sayang kepada saudara-saudaranya, optimis, serta hormat kepada orangtua. Tetapi, nasib tidak berpihak padanya, hubungan rumah tangganya tidak berjalan baik sebagaimana ketiga adik perempuannya. Sebagai seorang perempuan Maryamah telah direndahkan oleh suaminya sendiri.

Novel Cinta di Dalam Gelas ini mendeskripsikan tokoh Maryamah (Enong) telah menerima perlakuan tidak baik dari laki-laki bernama Matarom yang merupakan mantan suaminya. Sebelumnya, ia telah berusaha untuk mempertahankan hubungan rumah tangganya, tetapi pada akhirnya ia menyerah setelah seorang perempuan hamil datang menemuinya dan mengaku sedang mengandung anak Matarom. Merasa harga dirinya telah dilukai, Maryamah bertekad mengalahkan Matarom dalam perlombaan catur, karena Matarom seorang kampiun catur, ia memiliki reputasi dan ketenaran dari kepiawaiannnya dalam bermain catur, sudah dua tahun berturut-turut ia memenangkan kejuaraan catur di kampungnya. Hal itu tidaklah mudah bagi Maryamah karena ia sama sekali tidak pandai bermain catur. Selain itu, tradisi bahwa perempuan tidak pernah diikutsertakan dalam pertandingan catur pada perayaan tujuh belasan menimbulkan pro dan kontra di kampungnya. Tetapi, berkat kegigihan dan kerja kerasnya akhirnya Maryamah mendapat banyak dukungan dari orang-orang di sekitarnya, sehingga ia diperbolehkan untuk

(14)

4

mengikuti pertandingan dan memiliki kesempatan untuk mengalahkan Matarom.

Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang citra perempuan yang digambarkan melalui tokoh Maryamah dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata, dengan judul “Citra Perempuan dalam Novel Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata: Kritik Sastra Feminisme”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan masalah ialah sebagai berikut: Bagaimanakah citra perempuan yang tergambar dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata melalui tokoh Maryamah?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan citra perempuan yang terdapat dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata melalui tokoh Maryamah.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoretis

1. Memberikan kontribusi dalam penerapan kajian kritik sastra feminisme untuk mengungkapkan citra perempuan.

2. Untuk perkembangan ilmu khususnya sastra Indonesia mengenai studi analisis citra perempuan terhadap karya sastra (novel).

(15)

5 1.4.2 Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat membantu pembaca dalam memahami citra perempuan yang tergambar dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya sebagai bahan perbandingan dan referensi.

(16)

6 BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Dalam penelitian ini terdapat beberapa konsep, seperti berikut ini.

2.1.1 Karya sastra

Karya sastra merupakan suatu karya atau ciptaan yang disampaikan secara komunikatif oleh penulis yang di dalamnya mengandung estetika.

Menurut Saryono (2009: 16-17) sastra bukan sekadar artefak (barang mati), tetapi sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra berkembang dengan dinamis menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan kebudayaan. Sastra dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan kebenaran, karya sastra yang baik adalah sastra yang ditulis dengan kejujuran, kebeningan, kesungguhan, kearifan, dan keluruhan hati nurani manusia.

2.1.2 Tokoh

Tokoh merupakan individu rekaan pada sebuah cerita sebagai pelaku yang mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh cerita hadir di hadapan pembaca membawa kualifikasi tertentu, terutama yang menyangkut jati diri.

Adanya identitas jati diri itulah yang menyebabkan tokoh satu berbeda dengan tokoh-tokoh yang lain. Menurut Luken (dalam Nurgiyantoro, 2010: 75) tokoh itu sendiri dapat dipahami sebagai seseorang (atau sesosok) yang memiliki

(17)

7

sejumlah kualifikasi mental dan fisik yang membedakannya dengan (sosok) lain.

2.1.3 Citra Perempuan

Citra perempuan merupakan wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresikan oleh perempuan (Indonesia). Kata citra perempuan diambil dari gambaran-gambaran citraan yang ditimbulkan oleh pikiran, pendengaran, perabaan, dan pencecapan tentang perempuan (Sugihastuti, 2000: 45).

2.1.4 Feminisme

Definisi feminisme dibentuk dari ideologi dan budaya masing-masing feminis itu sendiri. Tidak ada definisi tunggal tentang paham feminisme tersebut. Feminisme menghendaki membangun citra dan imaji baru tentang perempuan. Kesadaran feminis yang mendasarkan kepada kesadaran hak asasi manusia dan demokrasi, tidak ditentukan oleh perbedaan jenis kelamin, melainkan oleh perbedaan pengalaman, pemahaman, dan pengamatan seseorang terhadap peran gender (Rahman dan Hearty, 2016:325).

2.2 Landasan Teori

Dalam penelitian ini digunakan teori feminisme, dan citra perempuan.

Teori feminisme dipakai untuk menjelaskan citra perempuan yang akan diungkapkan dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata melalui tokoh Maryamah.

(18)

8 2.2.1 Kritik Sastra Feminisme

Kritik sastra suatu cabang studi sastra yang langsung berhubungan dengan karya sastra dengan melalui interpretasi (penafsiran), analisis (penguraian), dan evaluasi (penilaian) (Wiyatmi, 2012:34).

Hal mendasar pada pendekatan kritik sastra feminisme adalah mempertanyakan cara pandang masyarakat yang kental dengan persfektif patriarkhi. Ideologi patriarkhi memusatkan segala bentuk kekuasaan dan keadilan kepada kepentingan lelaki semata. Pandangan feminisme menggugat cara pandang yang tidak berkeadilan gender yang memberikan pembagian ruang hanya kepada kepentingan lelaki semata.

Dalam ilmu sastra, feminisme berhubungan dengan konsep kritik sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisisnya pada perempuan. Jika selama ini dianggap dengan sendirinya bahwa yang mewakili pembaca dan pencipta dalam sastra Barat ialah laki-laki, Showalter (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2016:18) berpendapat kritik sastra feminisme menunjukkan bahwa pembaca perempuan membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya.

Feminisme sebagai gerakan yang pada mulanya berawal dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Gerakan feminisme merupakan perjuangan dalam rangka mentrasformasikan sistem dan struktur yang tidak adil menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki.

(19)

9

Fakih (dalam Sugihastuti dan Saptiawan, 2007: 95) menyatakan bahwa sebagai sebuah upaya perlawanan atas berbagai upaya kontrol laki-laki di atas.

Asumsi bahwa perempuan telah ditindas dan diekploitasi menghadirkan anggapan bahwa feminis merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Salah satu alasan yang mendukung hal ini adalah kenyataan bahwa feminisme tidak hanya memperjuangkan masalah gender, tetapi juga masalah kemanusiaan.

Fenimisme apa pun alirannya dan di mana pun tempatnya muncul sebagai akibat dari adanya prasangka gender yang cenderung menomorduakan kaum perempuan. Perempuan dinomorduakan karena adanya anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan. Perbedaan itu tidak hanya terbatas pada kriteria biologis, melainkan juga sampai kriteria sosial dan budaya.

2.2.2 Citra Perempuan

Citraan adalah gambaran-gambaran angan atau pikiran. Setiap gambar pikiran disebut citraan. Citra artinya rupa, gambaran; dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat, dan merupakan unsur yang khas dalam karya prosa dan puisi (Sugihastuti, 2000: 45).

Sedangkan citra perempuan merupakan gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai aspeknya yaitu aspek fisik dan psikis sebagai citra perempuan serta aspek keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial (Sugihastuti, 2000: 7).

(20)

10

Citra perempuan dibedakan menjadi dua, yaitu citra diri perempuan dan citra sosial perempuan. Berikut dijabarkan citra diri perempuan dan citra sosial perempuan.

1. Citra Diri Perempuan

Citra diri perempuan merupakan dunia yang typis, yang khas dengan segala macam tingkah lakunya. Pembicaraan tentang citra perempuan akan tidak lengkap bila masalah citra diri perempuan itu tidak dibahas karena terlepas bagaimana perempuan itu menanggapi dirinya, perempuan mempunyai andil besar terhadap perwujudan sikap dan tingkah lakunya. Citra diri perempuan merupakan keadaan dan pandangan perempuan yang berasal dari dirinya sendiri yang meliputi aspek fisik dan aspek psikis (Sugihastuti, 2000:112-113).

a. Citra Fisik Perempuan

Secara fisik, perempuan dewasa merupakan sosok individu hasil proses biologis dari bayi perempuan yang dalam perjalanan usianya mencapai taraf dewasa. Dalam realitas anggapan bahwa perempuan itu lemah banyak berangkat dari aspek fisiknya; namun perempuan sebagai individu mempunyai kelebihan lain walaupun secara fisik ia lemah. Kelebihan-kelebihan itu akan terungkap dari aspek psikis dan sosialnya.

b. Citra Psikis Perempuan

Ditinjau dari aspek psikisnya, perempuan juga mahluk psikologis, mahluk yang berpikir, berperasaan, dan beraspirasi (Sugihastuti, 2000:95).

(21)

11

Aspek psikis perempuan tidak dapat dipisahkan dari apa yang disebut feminitas. Prinsip feminitas ini merupakan kecenderungan yang ada di dalam diri perempuan; prinsip-prinsip itu antara lain menyangkut ciri relatedness, receptivity, cinta kasih, mengasuh berbagai potensi hidup, orientasinya komunal, dan memelihara hubungan interpersonal. Dari aspek psikis, terlihat bahwa perempuan dilahirkan secara biopsikologis berbeda dengan laki-laki, hal ini yang mempengaruhi perkembangan dirinya. Pengembangan dirinya bermula dari lingkungan keluarga, keluarga hasil perkawinannya. Aspek psikis perempuan saling mempengaruhi dengan aspek fisik dan keduanya merupakan aspek yang mempengaruhi citra diri perempuan.

2. Citra Sosial Perempuan

Citra sosial perempuan merupakan citra perempuan yang erat hubungannya dengan norma dan sistem yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat, tempat perempuan menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan sosial. Kelompok masyarakat itu adalah kelompok keluarga dan kelompok masyarakat luas. Dalam keluarga, misalnya perempuan berperan sebagai istri, ibu, dan sebagai anggota keluarga yang masing-masing peran mendatangkan konsekuensi sikap sosial, yaitu satu dengan lainnya saling berkaitan. Citra sosial perempuan juga merupakan masalah pengalaman diri, seperti dicitrakan dalam citra diri perempuan dan citra sosialnya, pengalaman- pengalaman inilah yang menentukan interaksi sosial perempuan dalam masyarakat atas pengalaman diri itulah maka perempuan bersikap, termasuk

(22)

12

ke dalam sikapnya terhadap laki-laki. Hal penting yang mengawali citra sosial perempuan adalah citra dirinya (Sugihastuti, 2000: 143-144).

Citra perempuan dalam aspek sosial dibedakan menjadi dua, yaitu citra perempuan dalam keluarga dan citra perempuan dalam masyarakat.

a. Citra Perempuan dalam Keluarga

Sebagai perempuan dewasa, seperti tercitrakan dari aspek fisik dan psikisnya, salah satu peran menonjol daripadanya adalah peran perempuan dalam keluarga.Citra perempuan dalam aspek keluarga digambarkan sebagai perempuan dewasa, sebagai istri, dan seorang ibu rumah tangga.

b. Citra Perempuan dalam Masyarakat

Selain peran dalam keluarga citra sosial perempuan juga berperan dalam masyarakat. Manusia sebagai mahluk sosial dalam kehidupannya memerlukan manusia lain. Demikian juga perempuan, hubungannya dengan manusia lain dapat bersifat khusus maupun umum tergantung pada bentuk sifat hubungan itu. Hubungan manusia dalam masyarakat dimulai dari hubungannya dengan antar orang termasuk perempuan dengan seorang pria (Sugihastuti, 2000:132).

Citra sosial perempuan menunjukkan bagaimana perempuan berperan dalam kehidupannya, yaitu berperan dalam keluarga dan masyarakat.

Perempuan mengambil bagian dalam keluarga sebagai ibu, kakak, adik, istri, sedangkan dalam masyarakat perempuan tidak dapat hidup sendiri dan memerlukan orang lain.

Dari penjelasan di atas bahwa citra perempuan terbangun dari berbagai aspek, yaitu aspek fisik, aspek psikis, keluarga, dan masyarakat.

(23)

13 2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang persoalan yang diteliti berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, utamanya dalam hal objek dan teori penelitian. Langkah yang demikian diharapkan dapat menghindari dilakukannya penelitian yang sama sehingga tidak kontributif terhadap dunia penelitian maupun perkembangan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Terkait hal ini, penelitian terhadap cerita novel Cinta di Dalam Gelas pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu:

Pertama, dalam jurnal Afli Zulfitri, dkk. yang berjudul “Aspek Sosiologis Tokoh Novel Cinta di Dalam Gelas”. Adapun hasil temuan penelitian tersebut adalah proses sosial kerja sama tokoh yang terdapat dalam novel tergambar pada aktivitas Ikal dan Maryamah. Mereka bekerja sama untuk mencapai tujuannya, dan masalah yang mereka hadapi terasa ringan karena adanya kerja sama yang baik. Selain itu kerja sama juga terjalin antara tokoh Ninochka Stronovsky, Detektif M. Nur, Preman Cebol, Selamot, Kapten Chip, dan Alvin. Mereka juga bekerja sama untuk membantu Maryamah agar bisa menang di pertandingan catur. Dengan adanya kerja sama yang baik antar tokoh maka berbagai permasalahan yang tergambar dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata dapat diatasi dengan baik.

Perbedaan antara kajian dalam jurnal Ali Zulfitri dengan penelitian ini tampak jelas. Penelitian ini mengkaji tentang citra perempuan yang terdapat

(24)

14

dalam novel Cinta di Dalam Gelas dengan menggunakan teori kritik sastra feminisme. Sementara dalam jurnal Alfi Safitri mengkaji dari aspek sosiologis yang terdapat dalam novel Cinta di Dalam Gelas untuk mengetahui nilai kerja sama dalam novel, persaingan, dan pertentangan atau pertikaian yang digambarkan melalui tokoh.

Kedua, dalam jurnal Tanita Liasna dan Khairil Ansari dengan judul

“Perspektif Gender dalam Dwilogi Novel Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata: Kajian Struktur dan Kritik Sastra Feminisme serta Relevansinya sebagai Bahan Bacaan Sastra di SMA”. Penelitian ini mendeskripsikan struktur dan perspektif gender dalam dwilogi novel Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas, serta mengetahui relevansi perspektif gender. Dalam penelitian tersebut menggunakan dua teori, yaitu teori struktur dan kritik sastra feminisme yang berfokus pada perempuan sebagai pembaca.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan 1) Struktur dwilogi novel Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas berupa tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan amanat, 2) Perspektif gender yang muncul dalam dwilogi novel tersebut berupa kesetaraan gender dan ketidakadilan gender, 3) Dwilogi novel Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas sangat relevan dijadikan sebagai bahan bacaan sastra di SMA.

Penelitian Tanita Liasna dan Khairil Ansari dalam jurnalnya “Perspektif Gender dalam Dwilogi Novel Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata: Kajian Struktur dan Kritik Sastra Feminisme serta Relevansinya sebagai Bahan Bacaan Sastra di SMA” menggunakan teori

(25)

15

struktur dan kritik sastra feminisme untuk mengungkapkan struktur novel dan perspektif gender yang meliputi kesetaraan gender dan ketidakadilan gender secara umum. Kesetaraan gender berupa akses, partisipasi, dan kontrol.

Ketidakadilan gender berupa marginalisasi perempuan, kekerasan pada perempuan, dan beban kerja. Berbeda dengan penelitian ini yang hanya terfokus kepada kajian citra perempuan dalam novel Cinta di Dalam Gelas yang meliputi dua aspek, yaitu aspek citra diri perempuan dan aspek sosial perempuan yang akan dikaji secara mendalam.

Ketiga, penelitian dilakukan oleh Anthonia Paula Hutri Mbulu memiliki persamaan teori, tetapi berbeda objek penelitian. Kajiannya berjudul “Citra Perempuan dalam Novel Suti Karya Sapardi Djoko Damono: Kajian Kritik Sastra Feminisme”. Dalam penelitian tersebut mengkaji tentang novel yang berjudul Suti karya Sapardi Djoko Damono dengan menggunaan teori kritik sastra feminisme untuk menggambarkan citra perempuan di dalam novel tersebut yang meliputi citra diri perempuan dan citra sosial perempuan.

Adapun hasil temuan dari penelitian Mbulu tersebut dibagi menjadi dua, yaitu kajian struktur dan citra perempuan. Kajian struktural terdiri dari tokoh dan penokohan. Tokoh utama dalam novel tersebut adalah Suti dan Pak Sastro.

Adapun tokoh tambahan adalah Bu Sastro, Parni, Tomblok, Sarno, Kunto, dan Dewo.

Sedangkan citra perempuan dilihat dari citra diri perempuan dari aspek fisik adalah perempuan yang mengalami kehamilan, melahirkan, dan merawat anak. Citra perempuan dari aspek psikis kelas atas digambarkan bertanggung

(26)

16

jawab terhadap urusan rumah tangga dan menerima apa saja perlakuan suami.

Sementara citra perempuan kelas bawah mudah jatuh cinta dan mudah berselingkuh. Selain itu, perempuan kelas atas digambarkan secara ekonomi bergantung pada suami, meskipun mereka mempunyai pengaruh di dalam masyarakat. Sementara perempuan kelas bawah digambarkan memiliki kemandirian secara ekonomi dengan bekerja menjadi pembantu RT, walaupun sebenarnya profesi ini merupakan pengembangan dari pekerjaan domestik kerumahtanggaan.

(27)

17 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Ratna (2015:

46), mengemukakan “Metode ini pada dasarnya sama dengan metode hermeneutika. Artinya, baik metode hermeneutika, kualitatif, dan analisis isi, secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi”. Metode ini penulis anggap sesuai dengan latar belakang dan tujuan penelitian yang akan dilakukan.

3.1.1 Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Adapun sumber data primer adalah dari buku novel sebagai berikut.

Judul : Cinta di Dalam Gelas Pengarang : Andrea Hirata

Penerbit : Bentang

Tebal buku : 316 halaman

Cetakan : Keenam

Tahun terbit : 2016

Warna sampul : Merah maroon dan hitam

Gambar sampul : Berupa gambar empat orang perempuan.

Selain itu, penulis juga menggunakan data sekunder untuk menyusun skripsi penelitian ini berupa pencarian referensi dari beberapa buku dan

(28)

18

internet yang dapat dijadikan acuan untuk menggali informasi yang aktual dan tetap berpegang pada prinsip representatif melalui studi pustaka, tulisan, dan catatan yang relevan dengan objek penelitian, sehingga akan membangun dan menunjang validnya penelitian ini.

3.1.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan metode studi pustaka. Tantawi (2017:

61) mengatakan "Studi pustaka adalah penelitian yang menggunakan buku sebagai objek penelitian". Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh bahan- bahan dan informasi penunjang yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Pengumpulan data-data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan urutan dan proses sistematis sebagai berikut:

1. Membaca novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata yang merupakan objek utama (primer) dalam penelitian ini.

2. Memahami isi cerita dan makna yang terkandung dalam novel.

3. Mengumpulkan data teks cerita novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata sesuai rumusan masalah penelitian.

4. Mengumpulkan data skunder dari sumber buku lain atau internet sesuai dengan rumusan masalah penelitian.

5. Data-data yang sudah dikumpulkan kemudian akan dianalisis.

3.1.3 Metode Analisis Data

Tahapan selanjutnya setelah data dikumpulkan adalah menganalisis data, kemudian menyajikan hasil analisis data. Metode analisis data yang peneliti

(29)

19

gunakan untuk penelitian ini adalah analisis deskriptif, yaitu dengan urutan dan proses sistematis sebagai berikut:

1. Mereduksi data berdasarkan topik rumusan masalah, yaitu pemusatan analisis terhadap unsur-unsur yang terdapat pada novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata.

2. Mengelompokkan data berdasarkan rumusan masalah, yaitu tokoh dan penokohan, serta citra perempuan yang terdiri dari citra diri dan citra sosial perempuan yang terdapat pada novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata.

3. Menjelaskan data poin per poin sesuai topik rumusan masalah.

4. Membuat simpulan.

Selanjutnya, hasil analisis data akan disajikan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu hasil analisis data pemaknaan karya sastra yang disajikan secara deskriptif (Ratna, 2015: 46).

(30)

20 BAB IV

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL CINTA DI DALAM GELAS

4.1 Citra Diri Perempuan

Citra diri perempuan merupakan merupakan sosok individu yang mempunyai pendirian dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pribadi maupun sosialnya (Sugihastuti, 2000: 112-113). Berikut akan dipaparkan citra diri perempuan yang meliputi aspek fisik dan psikis.

4.1.1 Citra Diri Perempuan dari Aspek Fisik

Secara fisik, perempuan sering dianggap sebagai mahluk yang lemah daripada laki-laki dan menempati peran yang tidak membahagiakan . Anggapan bahwa kelemahan fisik perempuan itu merupakan takdir semata- mata yang disangsikan. Secara fisik, perempuan sudah dikodratkan berbeda dengan pria sejak awal terbentuknya kromosom; namun secara psikis dan sosial, perempuan dapat mencapai martabat wajar yang sesuai dengan citra dirinya.

Perbedaan antara fisik perempuan dan pria dapat dikongkretkan dalam bentuk citra fisik perempuan dewasa. Menurut Sugihastuti (2000: 94) aspek fisik perempuan dewasa dikongkretkan pada ciri fisik perempuan dewasa, misalnya pecahnya selaput dara, dapat melahirkan, menyusui, serta kegiatan- kegiatan kerumahtanggaan.

Berdasarkan aspek fisik, Maryamah (Enong) digambarkan sebagai perempuan dewasa dan sudah pernah menikah. Dalam kehidupannya, tokoh

(31)

21

Maryamah tidak digambarkan sebagai perempuan lemah sebagaimana anggapan bahwa perempuan dikodratkan memiliki fisik yang lemah. Tokoh Maryamah digambarkan sebagai perempuan yang kuat dengan tubuh yang kekar seperti lelaki karena dirinya sudah bekerja menjadi pendulang timah sejak usianya 14 tahun. Ia memiliki beban kerja yang berat demi memenuhi kebutuhan keluarganya dan pekerjaan itu ia lakukan sejak usianya masih belia.

“Enong bekerja keras menjadi pendulang timah sejak usianya masih 14 tahun. Ia berusaha sedapat-dapatnya memenuhi apa yang diperlukan ketiga adiknya dari seorang ayah.” (Hirata, 2016: 11)

Berdasarkan kutipan di atas diketahui bahwa Maryamah sudah bekerja menjadi pendulang timah sejak berusia 14 tahun. Pekerjaan yang dilakukan oleh Maryamah sebagai seorang pendulang timah adalah sebuah pekerjaan berat yang seharusnya hanya mampu dilakukan oleh kaum lelaki, tetapi melalui Maryamah digambarkan bahwa perempuan juga bisa melakukan pekerjaan kasar walau fisik perempuan yang dianggap lemah.

“Bersusah payah Enong membujuk Ania. Tubuhnya yang kekar seperti lelaki karena bertahun-tahun mendulang timah merengkuh tubuh adiknya. Tangan yang kasar membelai-belai rambutnya.

Sungguh sebuah pemandangan yang memilukan yang akan melekat lama dalam kenanganku. Betapa besar hati perempuat itu.” (Hirata, 2016:12).

Berdasarkan pernyataan tersebut, citra tokoh Maryamah dari aspek fisik dicitrakan memiliki fisik yang kekar dan kuat seperti lelaki, serta bisa melakukan pekerjaan kasar sebagai pendulang timah. Pekerjaan berat yang dilakoninya sejak usia remaja itu membentuk fisiknya sedemikian rupa. Tubuh lemah gemulai yang seharusnya tergambar dari seorang perempuan, Maryamah justru memiliki tubuh yang kekar seperti lelaki.

“Kupandangi lengannya yang besar dan kasar, jemarinya yang hitam, berkerak, dan kaku, seperti bilah-bilah besi karena

(32)

22

bertahun-tahun mendulang timah. Jari-jemarinya itu sama sekali tak serasi didekatkan dengan buah catur mainan kaum menak dan para cerdik cendekia.” (Hirata, 2016:57)

Maryamah dari aspek fisik juga tidak digambarkan seperti kaum perempuan pada umumnya yang memiliki fisik yang cantik dan rupawan.

Maryamah adalah sosok perempuan tangguh dengan yang menghabiskan waktunya dengan belajar dan bekerja sehingga tidak memiliki kesempatan untuk merias diri. Kondisi fisiknya yang terbentuk demikian adalah karena faktor pekerjaannya sebagai seorang pendulang timah. Lengannya yang besar akibat dari mengangkat beban-beban yang berat, serta jari-jemarinya yang hitam dan kaku akibat bilah-bilah besi karena bertahun-tahun mendulang timah. Maryamah merupakan perempuan tangguh, fisiknya kuat, dan sudah terlatih melakukan pekerjaan berat.

Adapun dari aspek fisik perempuan dewasa sebagaimana yang disampaikan oleh Sugihastuti (2000: 94) bahwa aspek fisik perempuan dewasa dikongkretkan pada ciri fisik perempuan dewasa, misalnya pecahnya selaput dara, dapat melahirkan, menyusui, serta kegiatan-kegiatan kerumahtanggaan.

Tokoh Maryamah meski diceritakan sudah pernah berumah tangga, tetapi rumah tangganya tidak bertahan lama karena adanya pihak ketiga dalam hubungannya dengan Matarom selaku suaminya. Hubungan pernikahan Maryamah dengan Matarom tidak sampai memiliki anak. Jadi, tidak terdapat citaraan pada melalui tokoh Maryamah mengenai aspek fisik wanita dewasa.

(33)

23

4.1.2 Citra Diri Perempuan dari Aspek Psikis

Perempuan sebagai mahluk individu, selain terbentuk dari aspek fisik juga terbangun dari aspek psikis. Ditinjau dari aspek psikisnya, perempuan adalah mahluk psikologis, mahluk yang berpikir, berperasaan, dan beraspirasi.

Dalam aspek psikisnya, kejiwaan perempuan dewasa ditandai antara lain oleh sikap pertanggungjawaban penuh terhadap diri sendiri, bertanggung jawab atas nasib sendiri, dan atas pembentukan diri sendiri. Aspek psikis perempuan juga dapat dicitrakan dari gambaran pribadi. Gambaran pribadi perempuan dewasa itu secara karakteristik dan normatif sudah terbentuk dan relatif stabil sifatnya.

Berdasarkan aspek psikisnya, Maryamah adalah seorang perempuan yang humoris, optimis, dan sentimental. Meski nasibnya tidak selalu baik, tetapi ia tetap berusaha menjadi yang terbaik untuk orang-orang di sekitarnya.

Ia mengajarkan banyak hal terhadap orang-orang di sekitarnya sikap yang luar biasa tentang kesabaran, keberanian dan kerja kerasnya.

“Belum terang tanah, Enong sudah berdiri agak gemulai di pekarangan, persis penari Semenanjung ingin menyambut pejabat tinggi dari Jakarta yang baru turun dari pesawat baling-baling.

Kuhampiri perempuan humoris dan selalu optimis itu. Tanpa banyak cincong ia menyerahkan sepucuk surat padaku, dan aku tak boleh membacanya sebelum ia pergi. Rupanya, tak hanya humoris dan optimis, ia juga sentimental.” (Hirata,2016:32).

Dari uraian di atas, citra diri perempuan dari aspek psikis Maryamah dicitrakan sebagai perempuan yang humoris dan optimis juga sentimental yang diceritakan lewat tokoh lain. Citra diri Maryamah dari aspek psikisnya sudah terbentuk sebagai karakteristik alami yang tidak terpengaruh oleh lingkungan.

Meskipun seringkali keadaan tidak berpihak kepadanya, tetapi sikap optimis

(34)

24

dalam dirinya tidak pernah hilang. Sikap optimis Maryamah juga tergambar jelas ketika ia memutuskan belajar catur untuk mengalahkan Matarom mantan suaminya yang merupakan seorang pecatur tangguh. Meskipun Mayamah sama sekali belum pernah memainkan permainan catur, ia tetap bersikap optimis dan percaya diri bahwa ia mampu untuk menguasai permainan catur sebagaimana terdapat dalam percakapan kutipan novel berikut.

“Aku mau belajar catur. Aku mau bertanding 17 Agustus nanti.

Aku mau menantang Matarom”…“Ya, aku mau melawan mereka,” katanya lagi sambil menunjuk pria-pria yang terbahak- bahak mengelilingi papan catur itu. ia mengucapkannya dengan ringan, seolah mengatakan ingin memompa sepedanya yang kempes, sementara kami macam disambar petir”. “Haiya, rumah tangga gulung tikar bikin ni gila, ya, Mah? Ni pikir macam main halma?” berbunyi Giok Nio. “Aku akan belajar. Pasti bisa” jawab Maryamah”. (Hirata, 2016: 46)

Selain seorang perempuan yang optimis dan percaya diri, Maryamah juga sosok yang cerdas. Meski waktu belajarnya harus dibagi dengan bekerja sebagai pendulang timah, Maryamah tetap bisa menjadi lulusan kelima terbaik pada wisuda kursus bahasa Inggrisnya. Berdasarkan pengalaman-pengalaman hidupnya ia juga diakui sebagai sosok perempuan cerdas oleh orang-orang di sekitarnya.

“Lulusan terbaik kelima,” kata Bu Indri. Ia menunda menyebutkan namanya, mungkin karena sangat istimewa, wajahnya tegang bercampur gembira. “Maryamah binti Zamzami”, Enong menutup mulutnya. Ia sangat terkejut mendengar namanya disebut Bu Indri”. (Hirata, 2016:33)

Kecerdasan Maryamah tidak hanya dalam belajar bahasa Inggis, tetapi juga dalam mempelajari permainan catur meski untuk menyentuh anak-anak catur saja dirinya belum pernah. Sifat optimis dalam dirinya membuat ia yakin

(35)

25

untuk belajar catur mulai dari nol. Walaupun ia masih pemula, seorang master catur yang menjadi gurunya percaya akan kemampunnya.

“Orang ini memang hanya seorang perempuan penambang, tetapi dia cerdas, Noch!”. “Tentu. Aku bersimpati padanya dan senang mendapat murid yang menantang.” (Hirata, 2016: 55)

Sebuah filosofi dapat ditemukan pada diri Maryamah, bahwa belajar adalah sikap berani menantang segala ketidakmungkinan, bahwa ilmu yang tidak dikuasai akan menjelma di dalam diri manusia menjadi sebuah ketakutan. Belajar dengan keras hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang bukan penakut. Menjadi siswa terbaik tentu bukanlah hal yang mudah didapatkan tanpa usaha di belakangnya. Kecerdasan dalam diri juga tidak akan datang dengan sendirinya. Ia harus diusahakan sebagaimana yang dilakukan oleh Maryamah dengan segala kerja kerasnya. Kendatipun banyak cobaan hidup yang ia hadapi, Maryamah adalah sosok perempuan hebat dan pantang menyerah pada nasib. Meski usianya terbilang tidak muda lagi, tetapi ia tidak pernah ragu akan kemampuannya. Semua keterbatasan yang ia miliki justru menjadi semangat untuknya. Tekadnya tidak dapat disurutkan dengan alasan apapun.

“Pertemuan dengan Maryamah hari ini telah meletupkan semangatku. Aku telah melihatnya belajar bahasa Inggris dengan susah payah, tanpa merasa ragu dengan usia dan segala keterbatasan, dan dia berhasil. Sekarang, ia siap berjibaku dengan catur, dengan tekad mengalahkan seorang kampiun seperti Matarom. Ia tak dapat disurutkan oleh bimbang, tak dapat dinisbikan oleh gamang”. (Hirata, 2016:15)

Bagian dari aspek psikis perempuan juga adalah berperasaan. Begitupun tokoh Maryamah dicitrakan sebagai perempuan yang berperasaan. Ia bisa

(36)

26

merasakan senang dan juga sedih. Tetapi, sebagai perempuan yang pada umumnya lebih mengutamakan perasaan daripada logika, Maryamah dicitrakan sebagai perempuan tegar dan dewasa dalam menyikapi setiap takdir hidupnya. Hal ini tergambar ketika ibu Maryamah meninggal dunia. Ketika orang-orang di sekitarnya masih berkabung akan kesedihan yang menimpa Maryamah, justru Maryamah tampak tegar akan kepergian ibunya. Ia tidak berlama-lama dengan kesedihannya, ketegaran jiwa yang dimilikinya mengalahkan egonya untuk mengeluh karena masih banyak hal di dunia ini yang dapat ia syukuri. Ia menyadari bahwa hidup harus terus berlanjut.

“Semula kami menduga, Maryamah masih berkabung sehingga kami belum mau menghubunginya. Namun, ia sendiri yang datang ke kantor Detektif M. Nur. Malah tampak lebih tegar dari kami.

Katanya ia telah menangisi kepergian ibunya sepanjang malam sampai azan subuh. “Habis air mataku, lunas sudah kesedihan itu.

Hidup harus lanjut. Tantangan ada di muka. Masih banyak yang dapat disyukuri,” ujarnya ringan”. (Hirata, 2016: 114)

Citra diri perempuan dari aspek psikis yang dicitrakan melalui tokoh Maryamah semua merupakan citraan yang positif. Tetapi, ada satu hal yang masih membekas dalam jiwanya yang berusaha ia sembunyikan, yaitu rasa terauma. Rasa trauma terhadap salakan anjing, sebab mengingatkannya pada kejadian di masa lampau. Semasa kecil dulu Maryamah pernah mengalami sebuah pengalaman yang mengerikan. Ia hampir celaka karena diburu di hutan oleh sejumlah lelaki karena mendulang timah. Beruntung ia masih selamat karena tersangkut di akar bakau ketika terjun ke hulu sungai. Kejadian tersebut bukan sekadar kecelakaan biasa. Sejumlah lelaki yang hendak mencelakai Maryamah merupakan orang-orang suruhan dari seorang mantan pejabat tinggi

(37)

27

yang ingin menguasai lahan tambang sebagaimana dijelaskan dalam kutipan berikut.

“Seperti Mitoha, kami pun sempat heran melihat kelakuan Maryamah. Usai pertarungan melawan guru biologi kemarin, Maryamah kami tanyai. Mulanya ia enggan menjawab. Setelah didesak, ia berkisah tentang pengalaman mengerikan yang ia alami waktu kecil dulu. Ia hampir celaka karena diburu di hutan oleh sejumlah laki-laki karena mendulang timah. Kami miris mendengarnya ketakutan diperkosa dan dibunuh, lalu terjun ke hulu sungai Linggang. Ia selamat karena tersangkut di akar bakau nun di muara. Maryamah mengatakan, sejak itu ia ketakutan mendengar salak anjing. Sekarang kami pun paham mengapa ia meminta wasit agar mengusir anjing-anjing yang menyalak di dekat warung kopi, waktu ia bertanding melawan Syamsuri Abidin dulu”. (Hirata, 2016: 252)

Sebagaimana penjelasan di atas bahwa dari aspek psikis, Maryamah dicitrakan memiliki trauma masa kecil. Maryamah gemetar ketika mendengar salakan anjing karena mengingatkan dirinya pada kejadian masa lampau ketika ia hampir dicelakakan oleh sekelompok pria yang merupakan orang-orang suruhan dari penguasa tambang timah. Rasa trauma yang dimiliki Maryamah diketahui ketika ia menyuruh wasit mengusir anjing-anjing yang menyalak di dekat warung kopi tempat pertandingan catur diadakan.

Sebagai seorang perempuan, dilihat dari aspek psikisnya Maryamah juga merupakan sosok yang memiliki aspirasi. Ia mempunyai kemauan dan keberanian untuk menolak apa yang tidak sesuai dengan hati nuraninya.

Sebagaimana timbulnya keinginan belajar catur dan ikut serta dalam pertandingan catur pada perayaan tujuh belasan di kampungnya. Dalam pertandingan catur ini Maryamah harus bertanding melawan para kaum lelaki jawara kampung, termasuk Matarom mantan suaminya. Melawan Matarom

(38)

28

dalam pertandingan catur memanglah tujuan awalnya untuk ikut bertanding.

Perlakuan buruk yang diterima Maryamah sewaktu menjadi istri Matarom dulu tidak bisa ia terima begitu saja. Maka timbullah keinginannya untuk menegakkan harkat martabatnya sebagai perempuan, karena tidak seharusnya perempuan diperlakukan semena-mena oleh lelaki.

Dari aspek psikis Maryamah tergambar bahwa perempuan memiliki keinginan dan dorongan untuk menolak apa yang tidak sesuai dengan nilai- nilai yang tertanam dalam dirinya. Keistimewaan yang dimiliki oleh sosok Maryamah adalah berani memperjuangkan harga dirinya sebagai perempuan karena tidak semua orang berani melakukannya. Adapun bentuk perlawan yang dilakukan Maryamah dalam menegakkan harkat dan martabatnya bukan dengan cara yang bar-bar atau melanggar hak orang lain, melainkan dengan cara yang elegan dengan membuktikan kemampuan dirinya-sendiri.

“Obrolan kami sesekali berhenti karena kerasnya tawa orang-orang yang sedang bermain catur di warung kopi di seberang Giok Nio.

Maryamah memandangi orang-orang itu, lalu muncullah ide yang ajaib itu… “Aku mau belajar catur. Aku mau bertanding 17 Agustus nanti. Aku mau menantang Matarom.”(Hirata, 2016:45- 46)

“Ia telah mengalahkan banyak pecatur dan telah menyaksikan berpuluh pecatur pria, berderet-deret di papan pendaftaran pertandingan, namun sejak awal Mataromlah sesungguhnya yang ia sasr. Keinginan itu bahkan sebelum ia pandai menggerakkan sebiji pun buah catur”. (Hirata, 2016: 271-273)

Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa timbulnya ide Maryamah untuk belajar catur dan ikut serta dalam perlombaan catur pada acara perayaan tujuh belasan tujuannya adalah untuk mengalahkan Matarom. Ketika memandangi orang-orang yang sedang bermain catur di warung kopi, keinginannya tersebut

(39)

29

muncul bahkan sebelum ia pandai menjalankan buah catur. Keinginannya untuk mengikuti pertandingan catur bukan hanya sekadar untuk bertanding dan memenangkan pertandingan, tetapi ia ingin mengalahkan Matarom untuk membalaskan perbuatan buruk dan semena-mena yang dilakukan oleh Matarom padanya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa citra diri prempuan terbangun dari aspek fisik dan aspek psikisnya. Aspek fisik yang tergambar dalam novel Cinta di Dalam Gelas melalui tokoh Maryamah (Enong) tersebut dicitrakan sebagai perempuan yang kuat dengan tubuh yang kekar seperti lelaki. Sedangkan dari aspek fisik perempuan dewasa meski sudah pernah menikah tidak terdapat citra perempuan aspek perempuan dewasa seperti melahirkan, menyusui, dan sebagainya. Adapun dari aspek psikisnya, Maryamah dicitrakan sebagai sosok yang humoris, optimis, percaya diri, cerdas, tegar, dan sabar, serta memiliki sebuah trauma masa kecil. Selain itu, Maryamah juga sosok perempuan yang beraspirasi.

4.2 Citra Sosial Perempuan

Citra sosial perempuan disederhanakan ke dalam dua peran, yaitu peran perempuan dalam keluarga dan peran perempuan dalam masyarakat. Peran ialah bagian yang dimainkan seseorang pada setiap keadaan, dan cara bertingkah laku untuk menyelaraskan diri dengan keadaan (Wolfman dalam Sugihastuti, 2000: 121). Citra sosial tumbuh melalui pemahaman dan penguasaannya terhadap realitas yang dihadapinya melalui komunikasi antarsesama.

(40)

30 4.2.1 Citra Perempuan dalam Keluarga

Sebagai perempuan dewasa, seperti tercitrakan dari aspek fisik dan psikisnya, salah satu peran yang menonjol daripadanya adalah peran perempuan dalam keluarga. Peran perempuan dalam keluarga seperti terdapat dalam novel Cinta di Dalam Gelas ialah menyangkut perannya sebagai sebagai kakak, anak perempuan, dan sebagai istri.

Pertama sebagai seorang kakak, Maryamah adalah anak pertama dari empat bersaudara dan merupakan anak paling sulung. Sebagai seorang kakak Maryamah sangat disayangi oleh ketiga adiknya begitu pula sebaliknya.

Ketiga adik perempuannya menganggap ia sebagai pahlawan yang paling hebat dari pahlawan manapun karena mereka telah melihat bagaimana kakaknya berjuang untuk mereka. Maryamah (Enong) selalu berusaha memenuhi kebutuhan adik-adiknya hingga ketiganya menikah. Ketika adik- adiknya sudah menikah, mereka merasa berat dan tidak tega meninggalkan kakak dan ibunya, tetapi Maryamah mampu meyakinkan adik-adiknya supaya melanjutkan hidup dan mencari kebahagiannya.

“Jika ada orang yang paling disayangi oleh Ania, Lana, dan Ulma di dunia ini, mereka dalah ibu dan kakak sulung mereka. Pernah seorang guru bercerita padaku. Katanya ia bertanya pada Ania, siapakah pahlawan yang ia kagumi. Ania kecil menjawab tanpa ragu bahwa pahlawannya adalah Syalimah-ibunya dan Enong- kakak sulungnya….” (Hirata, 2016:10).

Maryamah adalah seorang kakak yang penyayang dan mengajarkan kasih sayang sehingga ia menjadi kakak yang dibanggakan oleh adik-adiknya.

Kasih sayang yang diberikan oleh Maryamah sama halnya seperti kasih sayang

(41)

31

yang diberikan oleh orangtuanya. Bagi ketiga adiknya Maryamah dan ibunya adalah pahlawan yang mereka kagumi.

“Semuanya karena sepanjang hidup ketiga gadis kecil kakak- beradik itu telah menyaksikan bagaimana ibu dan Enong berjuang untuk mereka. Enong bekerja keras menjadi pendulang timah sejak usianya masih 14 tahun.Ia berusaha sedapat-dapatnya memenuhi apa yang diperlukan ketiga adiknya dari seorang ayah.

Dibelikannya mereka baju lebaran, diurusnya jika sakit, dan ia menangis setiap kali mengambil rapor adik-adiknya. Sebab, saat menandatangani rapor yang seharusnya ditandatangani ayahnya itu, ia rindu pada ayahnya.” (Hirata, 2016: 11).

Sebagai seorang kakak, ia tidak hanya mengajarkan makna kasih sayang kepada adik-adiknya. Ia bahkan berusaha mengisi posisi ayahnya yang telah tiada dengan mengemban semua tanggung jawab terhadap ketiga adiknya dan memberikan apa yang seharusnya diberikan oleh seorang ayah terhadap anak- anaknya. Ketika adiknya yang bernama Ania tumbuh remaja, perlahan ia mengerti akan pengorbanan Maryamah dan merasa kasihan. Ania meminta untuk berhenti sekolah supaya bisa membantu Maryamah, tetapi, Maryamah melarangnya. Kedewasaan berpikir Maryamah membuatnya ikhlas untuk menanggung semua beban keluarga di pundaknya demi kebahagiaan adik- adiknya.

“Ania dengan cepat tumbuh remaja. Perlahan-lahan ia mengerti pengorbanan Enong dan merasa kasihan, ia minta berhenti sekolah karena ingin membantu. Enong melarangnya”. (Hirata, 2016:11)

Kedua sebagai anak perempuan, dalam keluarga Maryamah atau Enong sangatlah menyayangi ibunya. Selain membantu ibunya dengan bekerja sebagai pendulang timah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ia juga berusaha menyenangkan hati ibunya dengan memenuhi semua keinginannya,

(42)

32

termasuk keinginan ibunya untuk melihat Maryamah menikah. Meski itu bukanlah hal yang mudah, tetapi selagi masih ada waktu untuk mewujudkan keinginan hati ibunya Maryamah memutuskan untuk menerima pinangan seorang lelaki yang belum ia kenali sepenuhnya. Maryamah tidak mengetahui bahwa di kemudian hari keputusan yang dia ambil untuk menerima pinangan lelaki yang melamarnya tersebut menjadi sebuah penyesalan.

“Beberapa waktu kemudian, Syalimah jatuh sakit. Dokter berkata, ia sakit karena lanjut usia. Tabib berkata, ia sakit karena sudah tua.

Selama ibunya sakit, Enong mendapati ibunya memandanginya dengan sedih. Enong tahu apa yang ingin dikatakan ibunya, namun tak sanggup terkatakan. Ia ingin melapangkan hati ibunya semantara masih ada waktu. Karena itu, ia menerima pinangan seorang lelaki bernama Matarom. Suatu keputusan yang kemudian akan disesalinya”.

Selain itu, Maryamah juga dicitrakan sebagai seorang anak yang berbakti dan sangat mencintai ibunya. Ia sangat menyayangi ibunya dengan seribu alasan yang tidak bisa ia ungkapkan. Kasih sayang Maryamah ditunjukkan langsung dengan perbuatan dan bakti terhadap ibunya, orangtua tunggal yang telah merawat dan membesarkannya. Sebagai anak yang berbakti Maryamah merawat dan menjaga ibunya. Ketika ibunya sedang sakit ia berusaha memenuhi keinginan ibunya dan merawatnya dengan penuh kasih sampai pada suatu siang, ketika ia hendak menyuapi ibunya makan, ternyata ibunya telah meninggal dunia.

“Siang itu ketika Maryamah membangunkan ibunya untuk disuapi makan, Syalimah tak bergerak. Perempuan yang setia itu telah meninggal dunia. Maryamah menangis tersedu-sedu di samping jasad ibunya, ibu yang ia sayangi karena seribu alasan. Syalimah adalah seorang ibu yang telah berjuang sepanjang hidupnya…”

(Hirata, 2016:100)

Referensi

Dokumen terkait

Andrea Hirata juga menggambarkan tentang kehidupan wanita dan permasalahan ketidakadilan gender yang dialami kaum perempuan seperti pada novel Cinta di Dalam Gelas

Sutri (2009) melakukan penelitian untuk skripsinya dengan judul ”Dimensi Sosial dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hiraka: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Struktur yang

(1) Latar sosiohistoris Andrea Hirata sebagai pengarang novel Cinta di Dalam Gelas (2) Pemanfaatan bahasa figuratif meliputi majas, idiom, dan peribahasa dalam

Salah satu novel yang sarat dengan penggunaan bahasa figuratif adalah novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata.. Andrea Hirata adalah seorang penulis yang

(1) Mendeskripsikan latar sosiohistoris Andrea Hirata sebagai pengarang novel Cinta di Dalam Gelas (2) Mendeskripsikan dan menjabarkan pemanfaatan bahasa figuratif

Atas kehendak Allah Swt, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul Aspek Kperibadian Tokoh Utama Dalam Novel Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea

Perspektif Gender dalam Dwilogi Novel Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata : Kajian Struktur dan Kritik Sastra Feminisme Serta Relevansinya Sebagai

This research aims to find out socio-cultural background of Andrea Hirata and gender perspective in his novel Cinta di dalam Gelas (Hirata, 2011) based on a review of