• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS GENDER TOKOH UTAMA PEREMPUAN NOVEL CINTA DI DALAM GELAS KARYA ANDREA HIRATA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS GENDER TOKOH UTAMA PEREMPUAN NOVEL CINTA DI DALAM GELAS KARYA ANDREA HIRATA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMA"

Copied!
230
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh HENY SUSANTI

NIM 132110204

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2017

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

مَن ْ م ر َ م َ فِى مِل ب ِ مَِْبَِْ ِ م هُو ى ف ى مِبَيِل ِ مِِ

‘’Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah ‘’

(HR.Turmudzi)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk

1. Ibunda dan ayahanda tercinta yang selalu memberi doa dan restunya.

2. Adik perempuan tercinta yang selalu memberi dukungan dan semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Teman-teman seperjuangan khususnya kelas VIII E yang telah memberi semangat, doa, dan bantuannya.

4. Calon pendamping hidup saya Pebri Haryanto yang selalu memberi dukungan dan pemikiran dewasa baik moral maupun spiritual.

(6)

vi

Allhamdulillah, puji syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah Swt.

yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya. Pada kesempatan ini, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Gender Tokoh Utama Perempuan Novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas XII SMA”. Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Penulis menyadari dalam menyusun skripsi ini banyak mengalami kesulitan dan hambatan. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studinya di Universitas Muhammadiyah Purworejo.

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan.

(7)

vii

(8)

viii

Kelas XII SMA”. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. FKIP, Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) unsur intrinsik, (2) analisis gender, dan (3) rpp novel CDG karya Andrea Hirata di kelas XII SMA.

Objek penelitian ini adalah bentuk-bentuk ketidakadilan gender tokoh utama perempuan novel CDG karya Andrea Hirata. Fokus penelitian ini adalah unsur intrinsik novel CDG, bentuk-bentuk ketidakadilan gender novel CDG, RPP di kelas XII SMA. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi pustaka, simak, dan catat. Instrumen penelitian ini adalah kartu pencatat data. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik analisis isi. Teknik penyajian hasil analisis data digunakan teknik informal.

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa: (1) unsur intrinsik dalam penelitian ini adalah: (a) tema mayor: (perjuangan perempuan untuk menegakkan martabatnya), tema minor: (kekerasan pada perempuan, perjuangan perempuan, diskriminasi terhadap perempuan); (b) tokoh dan penokohan: Maryamah (pekerja keras, tulus, penyayang, perhatian, cerdas, dan pantang menyerah), Ikal (pengkhayal, keras kepala, dan suka menolong, Paman (suka mengomel, lembut, bijaksana, perhatian, dan berwawasan), Selamot (bersahabat, polos dan humoris), Ania (baik hati, penyayang, dan mengagumi kakak dan ibunya), Detektif M. Nur (disiplin, ceroboh), Matarom (lelaki berhidung belang, egois, angkuh, dan penindas), Giok Nio (suka meremehkan orang lain, baik hati, i) Sersan Kepala:

jujur dan loyal terhadap pekerjaan), Syalimah (baik dan penyayang), Ibu (penyayang, tidak suka pemalas, tegas), Syahrifudin (Chip) (kreatif, konyol, rajin, baik, dan suka menolong),Grand Master Ninochka Stronovsky (baik, terhormat);

(c) alur: maju, (d) latar tempat: Belitong, Warung kopi, Toko Tanjung Pandan, Finlandia, Rumah Maryamah, Bitun, Aula Gedung, Kios ayam Giok Nio, Kantor Detektif; latar waktu: pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari; latar suasana:

gembira, sedih, tegang, kasih sayang; (e) sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu; (2) bentuk-bentuk ketidakadilan gender penelitian ini meliputi: (a) marginalisasi: perempuan yang bekerja sebagai pendulang timah, (b) subordinasi: lelaki lebih berhak atas perempuan, (c) stereotip: perempuan diharamkan bertanding, (d) kekerasan: fisik: Maryamah sering mendapat perlakuan kasar, mental: Maryamah menghadapi banyak cobaan dalam hidupnya, (e) beban kerja; Maryamah menjadi tulang punggung keluarga menggantikan almarhum ayahnya, (3) rpp novel di kelas XII SMA dilakukan dengan metode Group Investigation (investigasi kelompok) dengan langkah-langkah: peserta didik membentuk kelompok kecil 4-5, anggota tim menyesuaikan subtopik yang akan dibahas yaitu novel, unsur intrinsik dan ekstrinsik novel. Tiap kelompok diberi materi subtopik yang berbeda. Memberikan pertanyaan bersifat analitis. Mengajak siswa berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompoknya secara bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati.

Kata Kunci : analisis gender, intrinsik, novel, rencana pelaksanaan pembelajaran

(9)

ix

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 11

G. Penegasan Istilah ... 12

H. Sistematika Penulisan Skripsi... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan Pustaka ... 16

B. Kajian Teoretis ... 23

1. Novel ... 24

2. Unsur Intrinsik Novel ... 27

a. Tema... 27

b. Alur ... 28

c. Tokoh dan Penokohan ... 31

d. Latar (Setting) ... 32

e. Sudut Pandang... 32

3. Hakikat Gender dalam Feminisme ... 34

a. Feminis Gender ... 34

b. Pengertian Gender ... 34

c. Ketidakadilan Gender ... 38

1) gender dan Marginalisasi ... 39

2) gender dan Subordinasi ... 41

3) gender dan Stereotip... 43

4) gender dan Kekerasan ... 44

5) gender dan Beban Kerja ... 46

4. Teori Kritik Sastra Feminis ... 48

a. Pengertian Sastra Feminis ... 48

(10)

x

d. Tujuan Pembelajaran... 54

e. Materi Pembelajaran ... 55

f. Metode Pembelajaran ... 55

g. Langkah-langkah Pembelajaran ... 58

h. Alat Belajar ... 60

i. Alokasi Waktu... 60

j. Sumber Belajar ... 60

k. Penilaian ... 61

BAB III METODE PENELITIAN A. Sumber Data ... 62

B. Objek Penelitian ... 63

C. Fokus Penelitian ... 63

D. Teknik Pengumpulan Data ... 64

E. Instrumen Penelitian ... 65

F. Teknik Analisis Data ... 66

G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 67

BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA A. Penyajian Data ... 68

B. Pembahasan Data ... 78

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 166

B. Saran ... 169

DAFTAR PUSTAKA ... 170 LAMPIRAN

(11)

xi

Tabel 2 : Bentuk ketidakadilan gender novel Cinta di Dalam Gelas ... 72 Tabel 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran novel ... 75

(12)

xii Lampiran 2 : Biografi Pengarang

Lampiran 3 : Silabus

Lampiran 4 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampiran 5 : Kartu Pencatat Data

Lampiran 6 : Kartu Bimbingan.

(13)

1

Pada bab ini dikemukakan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika skripsi.

A. Latar Belakang Masalah

Membaca mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sepanjang masa, sebab dengan membaca, orang dapat memperluas segala pengetahuan yang berguna untuk kemajuan diri, kemajuan sosial, kemajuan bangsa, dan kemajuan negara. Berbicara tentang membaca, membaca suatu karya sastra adalah hal yang menyenangkan dan menarik karena dengan membaca suatu karya sastra, pembaca akan mendapatkan pelajaran berharga yang dapat dijadikan sebagai pengalaman hidup.

Dalam dunia sastra, membaca sangat berperan penting karena dengan membaca sastra, membaca teks atau naskah-naskah yang berkaitan dengan teks atau karya-karya yang berhubungan dengan kesastraan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan pembaca terutama dalam hal kesastraan. Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar

(14)

cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya.

Sementara itu, karya sastra pada hakikatnya merupakan hasil kreativitas dan imajinasi manusia yang dirangkai indah dan dapat menimbulkan kesan indah, menarik dan memikat bagi setiap jiwa pembaca. Menciptakan suatu kreativitas yang unik bukanlah hal mitos atau magis bagi manusia karena kreativitas sastra tidak hanya melukiskan aspek-aspek etika, religi, atau ciri-ciri rohaninya saja, tetapi juga ciri-ciri yang menyangkut kehidupan sosial masyarakat dan keadilan gender yang kaitannya dengan jenis kelamin. Karya sastra menjadi sarana untuk menyampaikan pesan tentang kebenaran. Pesan-pesan di dalam karya sastra disampaikan oleh pengarang dengan cara yang sangat jelas ataupun yang bersifat tersirat secara halus.

Masalah-masalah kemasyarakatan karya sastra tidak sederhana, sangat kompleks seperti juga kekomplekan masyarakat dalam kehidupan yang nyata ini.

Hal ini sekali lagi membuktikan bahwa jelas dalam jumlah terbatas pengarang yang berhasil untuk mengungkapkannya secara meyakinkan. Karya sastra yang besar pada umumnya adalah karya sastra yang bersifat erat hubungannya dengan konflik antartokoh, yang pada dasarnya menunjukkan benturan antara hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya.

Di dalam karya sastra tersebut terdapat unsur-unsur intrinsik seperti tema, alur, penokohan, latar dan sudut pandang. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai

(15)

dalam pembacaan karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita (Nurgiyantoro, 2015:23).

Kemudian, unsur intrinsiknya meliputi : tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi proses penciptaan karya sastra.

Dengan demikian, karya sastra memiliki unsur pembangun yakni unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik.

Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel adalah karya fiksi yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat mirip dengan dunia yang nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa di dalamnya sehingga nampak seperti sungguh ada dan terjadi. Unsur inilah yang akan menyebabkan karya sastra (novel) hadir.

Sementara itu, membaca sebuah novel untuk sebagian besar orang hanya ingin menikmati cerita yang disuguhkan. Mereka hanya akan mendapat kesan secara umum dan samar tentang plot dan bagian cerita tertentu yang menarik.

Membaca novel yang teramat panjang yang baru dapat diselesaikan setelah berkali-kali baca, dan setiap kali baca hanya selesai beberapa episode, akan memaksa kita untuk senantiasa mengingat kembali cerita yang telah dibaca sebelumnya. Pemahaman secara keseluruhan sebuah cerita novel, dengan demikian seperti terputus-putus, dengan cara mengumpulkan sedikit demi sedikit perepisode. Apalagi, sering berhubungan antarepisode tidak dapat segera dikenali, walau secara teoretis tiap episode haruslah tetap mencerminkan tema dan logika cerita, sehingga boleh dikatakan bahwa hal itu bersifat mengikat adanya sifat

(16)

saling berkaitan antarepisode (perlu dicatat pula, menafsirkan tema sebuah novel pun bukan merupakan pekerjaan mudah) (Nurgiyantoro, 2012: 14).

Dengan berbagai pengalaman dan masalah kehidupan, baik yang bersifat individual maupun yang bersifat sosial dapat diangkat pengarang secara tidak langsung mengajak pembaca untuk menyelami dunia baru. Sastra sangat efektif jika digunakan sebagai media untuk mempertajam perasaan karena sastra memberikan gambaran kehidupan dengan berbagai masalah dan pilihan hidup.

Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa novel merupakan karya sastra yang diciptakan oleh pengarang selalu berkaitan dengan sosial budaya dan norma- norma yang berlaku di masyarakat. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, sebuah karya sastra selain bertujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca, disamping itu juga mempunyai tujuan estetik. Membaca sebuah karya sastra berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin.

Sementara itu, karya-karya perempuan sangat mengupas tentang perjuangan perempuan, ketidakadilan gender, citra perempuan, dll. Seperti, Kehilangan Mestika karya Hamidah, Mata Raisa karya Abidah El Khalieqy, dan masih banyak lagi. Isu gender itu sendiri, merupakan pembahasan yang sangat dominan dimunculkan dari beberapa novel feminisme dan karya perempuan. Hal itu terjadi karena pada karya-karya tersebut sering membicarakan konstruksi sosial serta hubungan antara perempuan dan laki-laki. Menurut Nugroho (Setyorini, 2014:4), menjelaskan bahwa gender sendiri dipahami sebagai sebuah konstruksi sosial tentang relasi laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan

(17)

oleh sistem keberadaan laki-laki dan perempuan. Isu gender di dalam karya sastra, khususnya karya-karya perempuan, perempuanlah yang dianggap mengalami ketidakadilan gender.

Menurut Fakih (2012:12), ketidakadilan gender merupakan sistem atau struktur baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.

Ketidakadilan gender terjadi karena adanya perbedaan gender. Perbedaan gender merupakan perbedaan yang terjadi karena konstruksi sosial sehingga membedakan peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan. Contohnya laki-laki berperan sebagai suami dan mencari nafkah, sementara perempuan berperan sebagai seorang istri dan mengurusi rumah tangga. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun, yang menjadi persoalan adalah ketika ketidakadilan gender tersebut menimbulkan perbedaan gender bagi laki-laki dan perempuan.

Tokoh-tokoh dan masalah-masalah pada novel Cinta di Dalam Gelas menunjukkan adanya persoalan ketidakadilan gender khususnya terhadap tokoh utama perempuan. Karya sastra novel dapat menjadi media penyampaian analisis gender karena isi novel menggambarkan tentang permasalahan perspektif gender dalam masyarakat. Salah satu novel yang mengangkat dan mengungkap permasalahan gender dalam masyarakat adalah novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin).

Sementara itu, kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia,

(18)

agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan serta keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan gender, baik kaum laki-laki dan terutama terhadap kaum perempuan.

Paham seorang perempuan dianggap sebagai orang lemah lembut, permata, dan bunga. Pesona perempuan membuat laki-laki tergila-gila. Akan tetapi, perempuan juga dianggap sebagai seorang yang lemah. Kelemahan itu dijadikan laki-laki untuk mengeksplorasi dirinya. Oleh karena itu, sering terjadi hegemoni laki-laki terhadap perempuan (Setyorini, 2: 2014).

Sementara itu, dalam rangka untuk mengkaji secara komprehensif menggunakan pendekatan feminisme maka peneliti akan menguraikan beberapa aliran feminis menurut (Tong, 15-398: 2010) yakni: feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis dan sosialis, feminisme psikoanalisis dan gender, feminisme eksistensialis, feminisme postmodern, feminisme multicultural dan global, ekofeminisme. Dari macam-macam aliran feminis tersebut, peneliti fokus pada penelitian feminisme psikoanalisis dan gender novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata. Sedangkan tujuan feminis adalah keseimbangan atau interaksi gender. Feminis dalam pengertian luas adalah gerakan kaum perempuan

(19)

untuk menolak segala sesuatu yang diimajinasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya (Ratna, 2008:184).

Berdasarkan dari pendapat di atas, salah satu novel yang mengangkat dan mengungkap permasalahan perspektif gender adalah novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata. Seperti karya-karya Andrea Hirata sebelumnya, di dalam novel Cinta di Dalam Gelas mendapatkan tanggapan sangat positif dari pembaca atau penikmat sastra. Novel ini menarik untuk diteliti karena banyak mengandung permasalahan gender, serta novel-novel Andrea Hirata kebanyakan mengangkat tema pendidikan dan motivasi sedangkan pada novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata mengangkat tema perjuangan seorang prempuan mendapatkan hak- haknya dan permasalahan gender. Sementara itu, Andrea Hirata telah menerbitkan beberapa novel diantaranya novel yang berjudul Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, Maryamah Karpov, Padang Bulan, Cinta di Dalam Gelas, Sebelas Patriot, Laskar Pelangi Song Book, dan Ayah, dan dua novel Edisi internasional (The Rainbow Troops dan Traumer-Maret, 2015, Penerbit Hanser Berlin). Andrea juga mendapatkan penghargaan yaitu sebagai pemenang New York Book Festival 2013, kategori General Fiction, untuk The Rainbow Troops (Laskar Pelangi edisi Amerika), dan pemenang Buchawards 2013, Jerman, untuk Die Regenbogen Truppe (Laskar Pelangi edisi Jerman). Laskar Pelangi diterjemahkan ke dalam tiga puluh empat bahasa asing dan diterbitkan oleh penerbit-penerbit terkemuka di lebih dari seratus dua puluh Negara. Berdasarkan pengetahuan peneliti novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata belum pernah dianalisis dari segi

(20)

sastra gender menggunakan pendekatan feminis tokoh utama perempuan. Novel sosok wanita dalam novel ini memiliki peran yang kuat dalam novel sehingga relevan digunakan sebagai pembelajaran sastra feminis di kelas XII SMA.

Sementara itu, kurangnya minat baca siswa terhadap karya sastra khususnya novel menghambat pemahaman siswa dalam menerima pembelajaran sastra. Dalam pembelajaran sastra, Jabrohim (1994: 141) mengemukakan pembelajaran sastra merupakan penyajian karya sastra dalam satuan belajar mengajar kelas yang bertujuan menanamkan sikap positif terhadap hasil karya sastra dalam mewujudkan pemahaman transformasi dari tekstual dan faktual.

Pembelajaran novel di SMA termasuk pembelajaran sastra prosa. Pembelajaran novel terdapat dalam silabus mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas XII SMA.

Pembelajaran sastra ini harus melibatkan keaktifan siswa dalam memahami karya sastra. Siswa diharapkan memiliki pengetahuan yang memadai tentang sastra dan memiliki pandangan positif terhadap karya sastra. Pengajaran sastra dapat juga memberi manfaat yang besar untuk memecahkan masalah- masalah nyata yang sulit dipecahkan di dalam kehidupan manusia.

Manfaat pembelajaran sastra di sekolah, yaitu untuk membentuk keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta rasa, serta menunjang pembentukan watak. Keberadaan novel sebagai salah satu genre sastra berbentuk prosa memungkinkan untuk diajarkan di SMA. Salah satu kelebihan novel sebagai bahan pengajaran sastra adalah cukup mudahnya karya tersebut dinikmati sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing siswa

(21)

Jadi, adanya pembelajaran sastra di sekolah itu diharapkan mampu menumbuhkan pemahaman siswa terhadap karya sastra sehingga siswa bisa lebih cepat dalam memahami pembelajaran sastra di sekolahnya dan dapat meningkatkan daya apresiasi siswa terhadap karya sastra. Dalam pembelajaran sastra di kelas XII SMA, novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata diharapkan bisa menambah wawasan tentang kesetaraan gender dan mengambil nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya, selain itu pembelajaran novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata di kelas XII SMA diharapkan dapat menambah atau meningkatkan apresiasi sastra.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang disimpulkan, dapat diidentifikasi beberapa masalah, yaitu:

1. belum adanya penelitian mengenai analisis gender dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata menggunakan pendekatan feminis;

2. belum banyak guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang menyampaikan pembelajaran mengenai bentuk-bentuk ketidakadilan gender melalui karya sastra;

3. novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA.

(22)

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, selanjutnya dapat diambil kesimpulan bahwa permasalahan yang muncul dalam penelitian ini bervariasi sehingga tidak mungkin apabila diadakan penelitian yang mencakup seluruhnya. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi pada analisis gender tokoh utama perempuan novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata dan rencana pelaksanaan pembelajarannya di kelas XII SMA.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian berikut.

1. Bagaimanakah unsur intrinsik novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata?

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk ketidakadilan gender pada tokoh utama perempuan yang terkandung dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata?

3. Bagaimanakah rencana pelaksanaan pembelajaran novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata di kelas XII SMA?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah salah satu faktor utama yang mendasari penulis untuk melakukan suatu penelitian. Tujuan penelitian ini antara lain:

1. mendeskripsikan unsur intrinsik novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata.

(23)

2. mendeskripsikan bentuk-bentuk ketidakadilan gender tokoh utama perempuan yang terkandung dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata.

3. mendeskripsikan rencana pelaksanaan pembelajaran sastra gender tokoh utama perempuan pada novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata di kelas XII SMA.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan berhasil dengan baik dan dapat mencapai tujuan penelitian secara optimal, mampu menghasilkan yang sistematis dan bermanfaat secara umum. Adapun manfaat yang diharapkan peneliti ini ada dua, yaitu dari segi teoretis dan praktis.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi analisis terhadap sastra di Indonesia, terutama dalam bidang penelitian novel Indonesia yang memanfaatkan teori sastra feminis khususnya dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat mempermudah peserta didik dalam memecahkan permasalahan dan meneladani perilaku positif pada tokoh perempuan dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata.

b. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan kepada para pendidik dalam memiliki bahan ajar dan memberikan alternatif strategi

(24)

pembelajaran sastra yang efektif untuk menumbuhkan rasa cinta peserta didik pada karya sastra, khususnya novel.

c. Bagi Sekolah

Novel Cinta di Dalam Gelas memiliki nilai sastra yang tinggi, sehingga layak digunakan dalam pembelajaran di sekolah.

d. Bagi Peneliti

Dengan dengan menggunakan penelitian ini diharapkan peneliti memperoleh pengalaman praktis dalam melaksanakan penelitian selanjutnya atau penelitian serupa di masa yang akan datang.

e. Bagi Peneliti berikutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam mengembangkan penelitian berikutnya yang sejenis dengan penelitian ini untuk lebih kritis dan lebih luas lagi ruang lingkup penelitiannya.

G. Penegasan Istilah 1) Analisis Gender

Analisis gender merupakan analisis kritis yang mempertajam analisis kritis yang sudah ada (Fakih, 2012:5).

2) Tokoh Utama Perempuan

Di dalam bukunya (Sugihastuti, 2010: 137), tokoh utama perempuan merupakan tokoh sentral karena keterlibatannya dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita cukup tinggi (Nurgiyantoro, 1998: 176-177;

Sudjiman, 1991:18).

(25)

3) Novel Cinta di Dalam Gelas

Novel Cinta di Dalam Gelas merupakan merupakan novel karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh PT. Bentang Pustaka.

4) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) merupakan pegangan seorang guru dalam mengajar di dalam kelas untuk pemahaman sebelum melakukan pembelajaran (Sukirno, 2009: 109).

Berdasarkan penjelasan dari istilah-istilah tersebut, dapat diketahui bahwa maksud dari penelitian yang berjudul “Analisis GenderTokoh Utama Perempuan Novel Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata dan Rencana Pelaksanaan Pembelajarannya di Kelas XII SMA” adalah sebagai referensi pembelajaran untuk mengetahui kata-kata yang belum dimengerti guna memperlancar penelitian yang sedang dilakukan.

H. Sistematika Skripsi

Skripsi ini berjudul “Analisis Gender Tokoh Utama Perempuan Novel Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata dan Rencana Pelaksanaan Pembelajarannya di Kelas XII SMA” yang terdiri dari tiga bagian, yaitu (1) bagian awal, (2) bagian isi, (3) bagian akhir.

Pada bagian awal skripsi, penulis menyajikan judul skripsi, pengesahan, prakata, daftar isi, daftar lampiran, moto, dan persembahan, serta abstrak.

Sementara itu, pada bagian isi penulis menyajikan isi skripsi yang terdiri dari lima bab, yang tersusun sebagai berikut.

(26)

Bab I adalah pendahuluan. Berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sisitematika skripsi.

Bab II berisi tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka yaitu hasil skripsi terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang diteliti penulis, antara lain (1) Izzatul Yazidah (2015), (2) Yulya Sulistyaningrum (2013) dan, (3) Titin Ernawati (2012). Kajian teoretis berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian sebelum melaksanakan penelitian, yang terdiri dari (1) novel; (2) unsur intrinsik novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata; (3) gender; (4) teori kritik sastra feminis; (5) rencana pelaksanaan pembelajaran novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata di kelas XII SMA. Bab III berisi sumber data, objek penelitian, fokus penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data.

Bab IV adalah penyajian dan pembahasan data hasil penelitian. Dalam bab ini penulis menguraikan data penelitian yang diambil dari novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata yang berisi kutipan-kutipan baik itu langsung maupun tidak langsung serta subab reaksi rumusan masalah berupa unsur intrinsik, bentuk-bentuk ketidakadilan gender pada tokoh utama perempuan novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata, sinopsis novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata dan, rencana pelaksanaan pembelajaran di kelas XII SMA dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata.

Bab V yaitu penutup yang berisi simpulan dan saran. Simpulan merupakan kristalisasi pembahasan, sedangkan saran berisi rekomendasi dari penulis yang diilhami oleh hasil penelitian ini. Pada bagaian akhir, penulis menyajikan daftar

(27)

pustaka dan melampirkan silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan kartu bimbingan.

(28)

16

Pada bab ini dikemukakan tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka memuat beberapa kajian buku dan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan yang diteliti oleh peneliti, sedangkan kajian teori berisi berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti oleh peneliti.

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis untuk membandingkan kajian terdahulu dengan penelitian ini, sehingga dapat diketahui perbedaan dan kesamaan yang khas antara kajian terdahulu dengan kajian yang akan peneliti lakukan. Tinjauan pustaka berfungsi untuk memeberikan pemaparan tentang penelitian dan analisis sebelumnya yang telah dilakukan. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini disajikan penjabaran dari beberapa buku yang berkaitan dan dijadikan acuan penelitian ini. Setiap buku diklasifikasikan bedasarkan jenis pembahasannya, selanjutnya dikelompokkan dengan buku-buku lainnya yang sejenis. Selain itu, disajikan pula beberapa hasil penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

(29)

1. Beberapa Kajian Buku

Penelitian mencantumkan buku-buku yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Buku-buku tersebut dikelompokkan menjadi lima pokok bahasan, yakni teori mengenai pengkajian prosa fiksi, analisis gender dan transformasi sosial, kritik sastra feminis, metode penelitian, dan metode pengajaran sastra. Buku-buku berikut dikelompokkan menjadi satu karena mengandung pokok bahasan yang sama mengenai unsur pembangun prosa fiksi. Buku Teori Pengkajian Fiksi (Nurgiyantoro, 2012) dibahas mengenai unsur intrinsik atau unsur pembangun karya sastra. Buku Teori Fiksi (Stanton, 2012) dibahas mengenai sastra dan ilmu sastra. Buku-buku berikut dikelompokkan menjadi satu karena mengandung pokok bahasan yang sama mengenai unsur intrinsik novel.

Buku-buku berikut dikelompokkan menjadi satu karena mengandung pokok bahasan yang sama mengenai analisis gender. Buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Fakih, 2012) dibahas mengenai teori analisis gender.

Buku Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya (Nugroho, 2011) dibahas mengenai kesetaraan gender dan mengarus-utamaannya dalam pembangunan Indonesia.

Buku-buku berikut dikelompokkan menjadi satu karena mengandung pokok bahasan yang sama mengenai metode dan teknik penelitian. Buku Prosedur Penelitian Sastra Pendekatan Praktik (Arikunto, 2013) berisi sumber data, instrumen data, dan teknik pengumpulan data. Selain itu juga terdapat kesamaan pada buku Metodologi Penelitian Sastra (Endraswara,

(30)

2006) membahas tentang langkah-langkah kajian sastra yang jelas. Sementara itu, buku Model-model Pembelajaran (Rusman, 2013) dibahas mengenai model-model pembelajaran.

Buku-buku berikut dikelompokkan menjadi satu karena mengandung pokok bahasan yang sama mengenai metode penelitian sastra. Buku Teori, Metode, dan Teknik Sastra (Ratna, 2013) mengulas tentang teori dan metode penelitian multidisiplin.

Buku yang digunakan sebagai acuan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yaitu buku Sistem Membaca Pemahaman yang Efektif (Sukirno, 2009). Buku ini membahas metode pembelajaran. Permasalahan yang sama dapat dibaca pula pada buku Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 (Mulyasa). Buku ini membahas kompetensi inti dan kompetensi dasar kurikulum 2013.

2. Hasil Penelitian yang Relevan

Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian yang dilakukan sebelumnya. Tinjauan terhadap penelitian terdahulu sangat penting untuk mengetahui relevansinya. Penelitian analisis gendertelah banyak dilakukan oleh mahasiswa. Diantaranya penelitian dari Yazidah (2015), Sulistyaningrum (2013), Ernawati (2012), dan Setyorini (2014).

Penelitian Yazidah (2015) dengan judul “Analisis Gender Tokoh Utama Perempuan Novel Mataraisa Karya Abidah El-Khalieqy dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA”. Dari hasil penelitian, diperoleh masalah-

(31)

masalah yang dianalisis yaitu: (a) unsur intrinsik karya sastra, (b) ketidakadilan gender yang meliputi gender dan Marginalisasi Perempuan, gender dan Subordinasi, gender dan Stereotip, genderdan Kekerasan, gender dan Beban Kerja.

Penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaannya adalah sama-sama membahas tentang ketidakadilan gender. Penelitian yang dilakukan peneliti sama-sama dilakukan pada siswa SMA. Persamaan ketiga, penulis dan Yazidah sama- sama menganalisis unsur intrinsik pada novel yang akan dianalisis. Adapun perbedaannya yaitu terdapat dalam isi dan konsep di dalamnya. Yazidah membahas ketidakadilan gender tokoh utama perempuan pada novel Mataraisa karya Abidah El-Khalieqy dan skenario pembelajarannya di kelas XI SMA. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu membahas ketidakadilan gender tokoh utama perempuan pada novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata dan pembelajarannya pada kelas XII SMA.

Perbedaan selanjutnya, penulis melakukan penelitian terhadap siswa kelas XII SMA sedangkan peneliti sebelumnya melakukan penelitian di kelas XI SMA.

Selanjutnya, penulis melakukan penelitian menggunakan rencana pelaksanaan pembelajaran, sedangkan peneliti sebelumnya menggunakan skenario pembelajarannya.

Selanjutnya, Sulistyaningrum (2013) mengangkat judul penelitian

“Analisis Gender dalam Novel Mendhung Kesaput Angin Karya Ag. Suharti (Kajian Sastra Feminis)”. Penelitian ini membahas teori struktural novel

(32)

khususnya tentang penokohan dan bentuk ketidakadilan gender pada tokoh perempuan yang meliputi, (a) marginalisasi, (b) subordinasi, (c) stereotip, (d) kekerasan terhadap perempuan, (e) beban kerja lebih berat.

Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningrum ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Persamaan dengan peneliti adalah tentang pembahasan ketidakadilan gender pada tokoh perempuan. Persamaan kedua, peneliti dan Sulistyaningrum sama- sama menggunakan pendekatan feminis. Sementara itu, perbedaan yang paling mendasar adalah terletak pada objek penelitian dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Selain itu, Sulistyaningrum juga menggunakan teori struktural, sedangkan penulis menggunakan teori unsur intrinsik untuk mengkaji novel terlebih dahulu. Novel yang digunakan oleh Sulistyaningrum merupakan novel yang diterbitkan pada tahun 1980, sedangkan penulis menggunakan novel terbaru pada tahun 2016. Perbedaan selanjutnya terletak pada objek penelitian, peneliti melakukan penelitian pada rencana pelaksanaan pembelajaran di kelas XII SMA, sedangkan peneliti sebelumnya tidak disertakan objek penelitian pembelajaran di kelas. Perbedaan yang terakhir terletak pada judul penelitian. Judul yang peneliti ambil adalah analisis gender tokoh utama perempuan novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata dan rencana pelaksanaan pembelajarannya di kelas XII SMA, sedangkan peneliti sebelumnya mengambil judul analisis gender dalam novel Mendhung Kesaput Angin karya Ag. Suharti.

(33)

Selanjutnya, Titin Ernawati (2012) mengangkat judul penelitian

“Analisis Gender Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal El Sadawi Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA”. Penelitian ini membahas ketidakadilan gender yang meliputi, gender dan marginalisasi perempuan, genderdan subordinasi, gender dan stereotip, gender dan violence (kekerasan).

Penelitian yang dilakukan Ernawati (2012) ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Persamaan dengan penulis yaitu persamaan tentang pembahasan gender pada tokoh utama perempuan. Penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya sama-sama dilakukan pada siswa SMA. Perbedaan yang paling mendasar adalah terletak pada objek kajian dan analisis ketidakadilan gender pada tokoh utama perempuan, dan selain itu penelitian Ernawati hanya menganalisis tentang tiga aspek gender saja seperti, gender dan subordinasi, gender dan stereotype, gender dan violence (kekerasan). Sementara itu, penelitian yang dilakukan penulis terdapat lima macam aspek gender seperti, gender dan marginalisasi perempuan, genderdan subordinasi, gender dan stereotip, gender dan kekerasan, genderdan beban kerja. Selain itu perbedaan terletak pada objek kajiannya adalah novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Sadawi dan relevansinya dengan pembelajaran sastra di SMA, sedangkan objek kajian penulis adalah novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata dan rencana pelaksanaan pembelajarannya pada Kelas XII SMA. Selanjutnya, penulis menggunakan rencana pelaksanaan pembelajaran sedangkan peneliti sebelumnya menggunakan relevansi pembelajarannya.

(34)

Selanjutnya, penelitian berikutnya dilakukan oleh Setyorini (2014) dengan judul “Kajian Gender dan Nilai Pendidikan Karakter Novel Geni Jora dan Mata Raisa karya Abidah El Khalieqy”. Penelitian ini membahas ketidakadilan gender terhadap perempuan yang meliputi, subordinasi terhadap perempuan, stereotip terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Geni Jora dan Mata Raisa karya Abidah El Khalieqy.

Penelitian yang dilakukan Setyorini (2014) memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini. Persamaan pertama,yaitu sama-sama menggunakan ketidakadilan gender terhadap tokoh perempuan dalam novel yang dikaji. Persamaan kedua, peneliti dan Setyorini sama-sama menggunakan pendekatan feminis dalam penelitian ini. Sementara itu, perbedaan yang paling mendasar dalam penelitian ini dengan peneliti sebelumnya adalah terletak pada objek penelitian. Setyorini meneliti dengan menggunakan dua novel karya Abidah El Khalieqy yaitu Geni Jora dan Mata Raisa, sedangkan peneliti menggunakan satu judul novel karya Andrea Hirata yang berjudul Cinta di Dalam Gelas. Sementara itu, Setyorini menggunakan tiga aspek ketidakadilan gender yaitu subordinasi terhadap perempuan, stereotipe terhadap perempuan, dan kekerasan terhadap perempuan serta menggunakan nilai-nilai pendidikan karakter di dalam penelitiannya.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan peneliti saat ini menggunakan lima bentuk-bentuk ketidakadilan gender seperti, marginalisasi terhadap perempuan, subordinasi terhadap perempuan, stereotip terhadap perempuan,

(35)

kekerasan terhadap perempuan, dan beban kerja. Penelitian Setyorini tidak menggunakan pembelajaran pada siswa SMA, sedangkan peneliti saat ini menggunakan pelaksanaan pembelajaran di kelas XII SMA. Perbedaan selanjutnya, Setyorini menggunakan nilai-nilai pendidikan karakter, sedangkan peneliti hanya menggunakan analisis ketidakadilan gender saja.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat diketahui mengenai perbedaan dan persamaan antara peneliti dengan peneliti sebelumnya. Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bahan referensi bagi peneliti sebagai bahan acuan dalam penelitian ini. Dengan memperhatikan hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini termasuk penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya. Semoga dengan adanya penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya.

B. Kajian Teoretis

Kajian teoretis merupakan penjabaran kerangka teoretis yang memuat beberapa materi untuk dijadikan sebagai acuan pokok dalam membahas masalah- masalah yang diteliti. Teori-teori tersebut meliputi: (1) novel; (2) unsur intrinsik karya sastra yang meliputi; tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang;

(3) gender ; (4) hakikat gender dalam feminisme; (5) teori kritik sastra feminis; (6) rencana pelaksanaan pembelajaran novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata di kelas XII SMA.

(36)

1. Novel

a. Pengertian Novel

Istilah novel dalam bahasa Inggris adalah novel yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia “Novel”. Novel berasal dari bahasa Itali “Novella” yang dalam bahasa Jerman adalah “Novelle”. Novel sama dengan karya fiksi. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal ini disebabkan cerita fiksi tersebut akan mendorong pembaca untuk ikut merenungkan masalah hidup dan kehidupan (Nurgiyantoro, 2012: 3).

Sementara itu, dikutip dari skripsi Rizka Amalia Sapitri (12-13:

2014), novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang yang di sekelilingnya dengan menonjolkan sikap dan watak setiap pelaku. Cerita novel beragam dari segi tempat, alur dan tokoh-tokoh. Terkadang novel terlalu banyak menceritakan permasalahan manusia yang lebih mendalam. Biasanya permasalahan dalam roman dan novel mempersoalkan manusia dengan berbagai aspek kehidupannya. Di dalamnya tercermin masalah-masalah kehidupan yang dihadapi manusia pada suatu waktu, dan usaha pemecahannya sesuai dengan pandangan dan cita-cita pengarangnya.

Berbeda dengan pendapat di atas, Setyorini (2012: 1) mengemukakan bahwa karya sastra merupakan sebuah karya yang mengedepankan aspek keindahan disamping keefektifan penyampaian pesan. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap penulis

(37)

memiliki cara dalam mengemukakan gagasan dan gambarnya menggunakan efek-efek tertentu bagi pembacanya. Efek-efek tersebut dapat kita lihat melalui salah satu bentuk karya sastra, yaitu novel.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah karya sastra yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat.

Novel bersifat realistis. Novel berkembang dari dokumen- dokumen, dan secara statistik mementingkan pentingnya detail dan bersifat mimesis. Novel biasanya mengungkapkan sesuatu yang baru dengan pengucapan yang baru pula. Sebuah novel pasti memiliki unsur-unsur pembangun. Unsur-unsur tersebut, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antara berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.

Unsur yang dimaksud adalah peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2012: 23).

Adapun unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Meskipun demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena

(38)

itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting (Nurgiyantoro, 2012: 23-24). Unsur ekstrinsik antara lain keadaan subjektivitas pengarang; psikologi baik yang berupa psikologi pengarang, psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi dalam karya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah novel di samping unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga penting kedudukannya. Alur cerita yang kompleks membuat novel memiliki cerita yang cukup panjang sehingga berpengaruh pada ketebalan halaman, hal tersebut yag dapat membedakan cerpen dan novel. Dalam novel cerita yag ditulis pengarang merupakan keinginannya untuk menyampaikan pesan yang terkandung bagi pembaca agar dapat bermanfaat untuk kehidupan yang membaca.

Tanpa unsur-unsur tersebut, karya sastra atau novel tidak akan menjadi sastu kesatuan yang utuh.

b. Jenis-jenis Novel

Jenis-jenis novel berdasarkan nyata atau tidaknya sebuah cerita, novel terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Novel fiksi, jenis novel yang satu ini yaitu yang sesuai dengan namanya, novel ini berkisah tentang hal yang fiktif dan tidak pernah terjadi, tokoh, alur, maupun latar belakangnya hanya sebuah rekaan penulis.

(39)

2) Novel nonfiksi, novel ini kebalikan dari novel fiksi yaitu sebuah novel yang menceritakan tentang hal yang nyata yang sudah pernah terjadi, biasanya jenis novel ini beradasarkan sebuah pengalaman seseorang, dan kisah nyata atau berdasarkan sejarah.

2. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra (Nurgiyantoro, 2012: 23). Unsur-unsur intrinsik novel antara lain: (1) tema, (2) alur, (3) tokoh dan penokohan,(4) latar, (5) sudut pandang.

a. Tema

Tema adalah gagasan dasar umum, inti cerita dalam sebuah novel.

Sebagai suatu yang mendasari penciptaan karya sastra, tema bersifat umum dan luas (Nurgiyantoro, 2012: 70; Nurhayati, 2012: 10). Di tulisan pastilah mempunyai sebuah tema, karena dalam sebuah penulisan dianjurkan harus memikirkan tema apa yang akan dibuat. Jadi jika diandaikan sebuah rumah, tema adalah fondasinya. Tema juga juga hal yang paling utama dilihat oleh para pembaca sebuah tulisan. Jika temanya menarik, maka akan memberikan nilai lebih pada tulisan tersebut.

Waluyo (2011: 7) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan pokok suatu karya fiksi. Tema cerita dapat diketahui melalui judul atau petunjuk setelah judul dan proses pembacaan berulang.

(40)

Nurgiyantoro (2012: 77) menyatakan bahwa, tema terdiri atas tema tradisional dan tema nontradisional. Tema tradisional, yaitu tema yang hanya masalah yang itu-itu saja, sedangkan tema nontradisional atau tema modern yaitu tema yang mengangkat sesuatu yang tidak lazim. Tema nontradisional mungkin tidak sesuai dengan harapan pembaca, bersifat melawan arus dan mengejutkan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tema merupakan gagasan pokok suatu karya sastra yang ingin disampaikan oleh penulis atau pengarang kepada para pembaca. Tema digunakan sebagai dasar dan acuan penceritaan sebuah karya sastra. Tema juga digunakan sebagai tujuan utama cerita.

b. Alur

Alur adalah penampilan peristiwa yang disusun dalam urutan waktu tertentu dan menunjukkan hubungan sebab-akibat (Nurgiyantoro, 2012: 113; Waluyo, 2011: 9). Peristiwa dalam alur ditunjukkan dengan perilaku tokoh utama dalam cerita. Peristiwa dalam alur ini berkembang sesuai dengan pergerakan tokoh utama.

Dalam memahami alur, diperlukan daya kritis, kepekaan pikiran dan perasaan, serta sikap dan tanggapan yang serius. Usaha untuk memahami alur tersebut berkaitan dengan mempertimbangkan atau menilai struktur alur sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 2012: 116).

(41)

Tahapan alur menurut Lubis (dalam Nurgiyantoro, 2012: 149) terdiri atas lima tahapan, yaitu:

1. Tahap penyituasaan

Tahap penyituasian merupakan tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan pembukaan cerita, pemberian informasi awal, berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap pemunculan konflik.

2. Tahap pemunculan konflik

Masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan dalam tahap ini. Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu akan dikembangkan menjadi konflik pada tahap berikutnya.

3. Tahap peningkatan konflik

Konflik yang telah dimunculkan akan berkembang pada tahap ini.

4. Tahap klimaks

Konflik yang terjadi pada tokoh mencapai intensitas puncak.

5. Tahap penyelesaian

Konflik yang telah mencapai klimaks dalam tahap ini diberikan penyelesaian dan ketegangan dikendorkan.

Pengarang memiliki kebebasan dalam memilih plot sesuai yang diinginkannya. Nurgiyantoro (2012: 130) mengemukakan bahwa dalam rangka mengembangkan plot atau alur pengarang memiliki kebebasan

(42)

dalam berkreativitas sesuai kaidah pengeplotan yang telah dipertimbangkan. Kaidah pengeplotan tersebut, antara lain plausibilitas (plausibility), kejutan (surprise), tegangan (suspense), dan kesatu-paduan yang akan diuraikan sebagai berikut.

1) Plausibilitas

Plausibilitas menyarankan pada pengertian suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika. Sebuah plot harus memenuhi plusibel untuk meyakinkan pembaca. Tanpa adanya plausibilitas, pembaca tidak akan yakin pada cerita, bahkan pembaca akan meragukannya.

2) Surprise atau kejutan

Suatu cerita akan lebih menarik apabila alurnya atau plotnya mampu memberikan kejutan atau sesuatu yang bersifat mengejutkan.

Pengarang memberikan kejutan jika sesuatu dikisah-kan menyimpang atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembaca.

3) Suspense atau tegangan

Sebuah cerita akan bernilai tinggi apabila memiliki suspense atau tegangan, sehingga mampu membangkitkan rasa ingin tahu pembaca akan peristiwa-pristiwa yang terjadi selanjutnya. Suspense merupakan sesuatu yang kurang pasti mengenai kelanjutan sebuah cerita, sehingga memancing pembaca untuk terus melanjutkan cerita bersangkutan.

(43)

4) Kesatupaduan

Kesatupaduan menyerah pada pengertian bahwa berbagai unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, yang mengandung konflik berkaitan antara yang satu dengan yang lain. Masalah kausalitas ada pertautan makna secara logis merupakan suatu hal yang tidak dapat dihilangkan begitu saja.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa alur adalah urutan peristiwa dalam sebuah karya sastra yang disajikan secara kronologis.

Hubungan antarperistiwa saling berkaitan dalam sebuah karya sastra dan harus bersifat sebab-akibat, yaitu peristiwa yang satu mengakibatkan peristiwa berikutnya.

c. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dan penokohan merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah karya fiksi. Tokoh menunjuk pada pelaku atau orangnya, sedangkan penokohan menunjuk pada gambaran jelas tentang tokoh atau pelaku yang ada dalam sebuah cerita (Nurhayati, 2012: 15). Penokohan sering juga disamakan artinya dengan perwatakan dan karakterisasi tokoh yang bersangkutan.

Sementara itu, Nurgiyantoro (2012: 176-193) menyatakan bahwa tokoh dalam karya fiksi dibedakan ke dalam beberapa jenis, antara lain:

tokoh utama dan tokoh tambahan, tokoh protagonis dan tokoh antagonis, tokoh sederhana, tokoh statis, tokoh tipikal.

(44)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tokoh berbeda dengan penokohan. Tokoh merupakan pelaku dalam sebuah karya sastra, sedangkan penokohan adalah perwatakan atau karakter yang dimiliki oleh pelaku dalam sebuah karya sastra.

d. Latar

Latar atau setting menyarankan pada pengertian tempat (Nurhayati, 2012: 17). Nurgiyantoro (2012: 217) menyatakan bahwa latar memberikan pijakan cerita secara jelas dan konkret.

Latar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) latar tempat, yaitu latar yang menyarankan pada tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, (2) latar waktu, yaitu latar yang berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan, dan (3) latar sosial, yaitu latar yang menyarankan pada hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial di masyarakat.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa latar merupakan suatu yang melandastumpui penceritaan sebuah karya sastra. Latar ini menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial terjadinya peristiwa-peristiwa dalam karya sastra.

e. Sudut Pandang

Waluyo (2011: 25) menyatakan bahwa sudut pandang yaitu teknik seorang pengarang dalam mengisahkan peristiwa-peristiwa yang terjadi

(45)

dalam sebuah karya fiksi. Penyudutpandangan dalam sebuah karya fiksi ditentukan oleh pengarang itu sendiri berdasarkan kesukaannya.

Macam-macam sudut pandang antara lain: (1) sudut pandang orang ketiga atau “Dia”. Penceritaan dengan sudut pandang orang ketiga ini, narator adalah orang yang berada di luar cerita, menampilkan tokoh dengan menyebut nama atau kata gantinya. (2) sudut pandang orang pertama “Aku”. Dalam sudut pandang ini, “Aku” mengisahkan peristiwa yang dialaminya, hubungannya dengan suatu yang berada di luar dirinya.

(3) sudut pandang campuran. Penggunaan sudut pandang campuran ini, berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga “Dia” maha tahu atau

“Dia” sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik “Aku” sebagai tokoh utama dan tambahan atau saksi, bahkan dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga antara “Aku” dan “Dia” sekaligus, (Nurgiyantoro, 2012: 256-266).

Akhirnya, peneliti menyimpulkan bahwa penyudutpandangan merupakan cara atau teknik seorang pengarang dalam menuangkan ide- idenya. Sudut pandang ini penting untuk mendapatkan gambaran tentang kesatuan cerita. Dengan demikian, ada tiga sudut pandang, yaitu sudut pandang persona ketiga, sudut pandang persona pertama, dan sudut pandang campuran.

(46)

3. Hakikat Gender dalam Feminisme a. Feminis Gender

Menurut Tong (Setyorini, 14: 2014) feminis gender (kadang- kadang diacu sebagai feminis kultural) cenderung berpendapat bahwa mungkin cenderung ada perbedaan secara biologis dan juga perbedaan secara psikologis, atau penjelasan kultural atas maskulinitas laki-laki dan feminitas perempuan. Mereka juga menekankan bahwa nilai-nilai yang secara tradisional dihubungkan dengan perempuan (kelembutan, kesederhanaan, rasa malu, sifat mendukung, empati, kepedulian, kehati- hatian, sifat merawat, intuisi, sensitivitas, dan ketidakegoisan) secara moral lebih baik daripada kelebihan dari nilai-nilai yang secara tradisional dihubungkan dengan laki-laki (kekerasan hati, ambisi, keberanian, kemandirian, ketegasan, ketahanan fisik, rasionalitas, dan kendali emosi).

Karena itu, feminis gender menyimpulkan bahwa perempuan harus berpegang teguh pada feminitas dan bahwa laki-laki harus melepaskan paling tidak bentuk ekstrim dari maskulinitasnya. Menurut mereka, suatu etika kepedulian (ethics of care) feminis harus menggantikan etika keadilan (ethics of justice) maskulin.

b. Pengertian Gender

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan teori analisis gender yang dikembangkan oleh Fakih dalam bukunya Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Fakih (2013: 7) menyatakan bahwa masih

(47)

terdapat ketidakjelasan, kesalahpahaman tentang apa yang dimaksud dengan konsep gender dan kaitannya dengan usaha emansipasi kaum perempuan. Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

Menurut Mose (Setyorini, 15: 2014), secara mendasar gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis merupakan pemberanian; manusia dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau perempuan tetapi, jalan yang menjadikan manusia menjadikan maskulin atau feminisme adalah gabungan blok-blok bangunan biologis dasar dan interprestasi biologis oleh kultur kita.

Setidak-tidaknya ada penyebab terjadinya ketidakjelasan tersebut.

Kata genderdalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan sex (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan penytifatan atau pembagian jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Dengan demikian, secara biologis sifat yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Dengan demikian, secara biologis sifat yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan tersebut tidak dapat dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan

(48)

biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat Tuhan.

Berbeda dengan jenis kelamin, gender merupakan sifat yang melekat pada diri laki-laki atau perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Gender dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan.

Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu, terbentuknya perbedaan-perbedaan gender disebabkan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat melalui ajaran keagamaan ataupun Negara.

Gender melekat dan mempengaruhi penampilan setiap orang, sehingga nantinya akan muncul semacam sikap otoriter pada penampilan pesona-pesona tersebut. Saat ini adalah ketika sex dan gender menyatu, yaitu melalui pandangan masyarakat yang mencoba memadupadankan cara bertindak dengan kodrat biologis. Kelamin merupakan penggolongan biologis yang didasarkan pada sifat reproduksi potensial. Sementara itu, Sugihastuti (2010: 10) menyatakan bahwa dengan cara apapun orang mengaitkan gender dengan fakta biologis, tetap saja konsep ini tidak begitu saja dari dalam tubuh manusia. Gender merupakan dampak proses dikotomis yang dibuahkan dari peniadaan persamaan dan perbedaan. Jika benar-benar ada perbedaan biologis kemunculannya terlampau sering dilebih-lebihkan.

Gender tidak akan menjadi masalah jika tidak menimbulkan ketidakadilan dan diskriminasi, tetapi karena terjadi pembedaan terhadap

(49)

gender telah melahirkan peran gender. Selanjutnya, peran gender menimbulkan ketidakadilan dan diskriminasi gender. Fakih berpendapat bahwa, perbedaan gender ternyata telah mengakibatkan lahirnya sifat dan stereotipe yang oleh masyarakat dianggap sebagai ketentuan kodrati atau bahkan ketentuan Tuhan (Skripsi Rizka Amalia, 2014: 23-24). Sifat dan stereotipe yang sebetulnya merupakan konstruksi atau rekayasa sosial terkukuhkan menjadi kodrat cultural, dalam proses yang panjang telah mengakibatkan terkondisikannya beberapa posisi perempuan, antara lain:

a) Perbedaan dan pembagian gender yang mengakibatkan, termanifestasi dalam, posisi subordinasi kaum perempuan di hadapan laki-laki;

b) Secara ekonomis, perbedaan dan pembagian gender juga melahirkan proses marginalisasi perempuan;

c) Perbedaan dan pembagian gender juga membentuk penandaan atau stereotipe terhadap kaum perempuan yang berakibat pada penindasan terhadap mereka;

d) Perbedaan dan pembagian gender juga membuat kaum perempuan bekerja lebih keras dan memeras keringat lebih panjang;

e) Perbedaan gender juga melahirkan kekerasan dan penyiksaan terhadap kaum perempuan baik secara fisik maupun secara mental;

f) Perbedaan dan pembagian gender dengan segenap manifestasinya di atas menyebabkan tersosialisasinya citra posisi, kodrat, dan penerimaan nasib perempuan yang ada.

(50)

Sementara itu, Setyorini (16: 2014) mendefinisikan bahwa gender adalah perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi, dan status antara laki- laki dan perempuan bukan berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas.

Akhirnya, peneliti menyimpulkan bahwa antaragender dan sex (jenis kelamin) jelas berbeda. Gender menyaran pada sifat yang dimiliki atau dominan pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, penyifatan itu sama sekali bukan kodrat Tuhan, karena sifat tersebut dapat dipertukarkan.

Sementara sex (jenis kelamin) merupakan sifat biologis yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Sifat biologis ini tidak dapat dipertukarkan.

c. Ketidakadilan Gender

Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan. Akan tetapi, yang terjadi persoanalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Dalam setyorini (17:

2014), perbedaan gender yang mengakibatkan ketidakadilan gender ini mengakibatkan asumsi masyarakat bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang sudah menjadi kodrat manusia bahwa perempuan itu lebih lemah, sedang laki-laki lebih kuat. Hal seperti inilah yang mengakibatkan posisi perempuan dikondisikannya. Untuk memahami bagaimana perbedaan gender menyebabkan ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui berbagai

(51)

manifestasi ketidakadilan yang ada. Fakih (2013: 12) menjelaskan bahwa ketidakadilan gendertermanifestasikan dalam beberapa bentuk ketidakadilan.

1) gender dan Marginalisasi Perempuan

Menurut Fakih (2012: 13) proses marginalisasi yang mengakibatkan kemiskinan, sesungguhnya banyak sekali terjadi di dalam masyarakat dan negara yang menimpa kaum laki-laki dan perempuan, yang disebabkan berbagai kejadian, misalnya penggusuran, bencana alam atau proses eksploitasi. Namun, ada salah satu bentuk kemiskinan atau satu jenis kelamin tertentu, di dalam hal ini perempuan, disebabkan oleh gender. Ada perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme proses marginalisasi kaum perempuan karena perbedaan gender tersebut. Dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakianan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan.

Lebih lanjut, Fakih (2012: 15) mengungkapkan bahwa marginalisasi kaum perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan, juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan bahkan negara. Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. Marginalisasi juga diperkuat oleh adat istiadat maupun

(52)

tafsir keagamaan. Misalnya banyak di antara suku-suku Indonesia yang tidak memberi hak kepada kaum perempuan untuk mendapatkan waris sama sekali. Sebagian tafsir keagamaan memberi hak waris setengah dari hak waris laki-laki terhadap kaum perempuan.

Sejalan dengan itu, Nugroho (2011: 9) mengemukakan gender differences ini sebagai akibat dari beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu, serta mekanisme dari proses marginalisasi kaum perempuan. Gender differences ini bila ditinjau dari sumbernya dapat berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan.

Misalnya, program pertanian green revolution (revolusi hijau) yang hanya memfokuskan petani laki-laki sehingga secara ekonomis menyebabkan banyak perempuan desa tersingkir dan menjadi miskin.

Hal ini disebabkan karena ada asumsi bahwa petani itu identik dengan jenis kelamin laki-laki sehingga banyak petani perempuan yang tersingkir dari sawah.

Sementara itu, Setyorini (2014: 20) menjelaskan bahwa marginalisasi yaitu perempuan yang diposisikan secara marginal, tersisih. Dampaknya tingkat prioritas terhadap perempuan menjadi tidak berada pada tempat sesungguhnya. Misalnya alokasi dana untuk istri untuk pergi berobat ke dokter tidak ada tetapi untuk membeli rokok selalu ada. Contoh lain, alokasi dana untuk pendidikan untuk anak perempuan berbeda dengan laki-laki.

(53)

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, mengenai konsep dari marginalisasi dapat disimpulkan bahwa marginalisasi adalah suatu proses yang memiskinkan kaum perempuan sehingga kaum perempuan tidak bisa bertindak, berekspresi sebab kaum perempuan digeser laki- laki ke pinggiran karena dianggap tidak layak bekerja.

2) gender dan Subordinasi

Menurut Fakih (2012: 15), pandangan gender ternyata dapat menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat pada munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.

Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu.

Di Jawa, dulu ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya akan ke dapur juga.

Lebih lanjut, Fakih (2012: 73-74), mengungkapkan bahwa terjadinya subordinasi pada salah satu jenis kelamin, umumnya kepada kaum perempuan. Dalam rumah tangga, masyarakat maupun Negara, banyak kebijakan dibuat tanpa ‘menganggap penting’ kaum perempuan. Misalnya karena anggapan kaum perempuan toh nantinya akan ke dapur, mengapa harus sekolah tinggi-tinggi, adalah bentuk subordinasi yang dimaksudkan. Bentuk dan ekanisme proses

(54)

subordinasi tersebut dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat berbeda. Misalnya, karena anggapan bahwa perempuan memiliki pembawaan “emosional” sehingga dianggap tidak tepat tampil sebagai pemimpin partai atau menjadi manajer, adalah proses subordinasi dan diskriminasi berdasarkan gender. Selama berabad-abad dengan alasan doktrin agama kaum perempuan tidak boleh memimpin apa pun, termasuk masalah keduniaan, tidak dipercaya memberikan kesaksian, bahkan tidak memperoleh warisan. Adanya penafsiran agama yang mengakibatkan subordinasi dan marginalisasi kaum perempuan itulah yang dipersoalkan.

Menurut Nugroho (2011: 11), proses subordinasi yang disebabkan karena gender terjadi dalam segala macam bentuk dan mekanisme yang berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Dalam kehidupan di masyarakat, rumah tangga, dan bernegara, banyak kebijakan yang dikeluarkan tanpa menganggap penting kaum perempuan. Misalnya, adanya peraturan yang dikeluarkan pemerintah dimana jika suami akan pergi belajar (jauh dari keluarga) dapat mengambil keputusan sendiri sedangkan bagi istri harus dapat seizin suami. Hal seperti ini sesungguhnya muncul dari kesadaran gender yang tidak adil.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas mengenai konsep subordinasi maka dapat disimpulkan bahwa, proses sosial masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan kewajibannya memberdayakan ketahanan pangan di daerah, hal paling pokok yang harus diketahui adalah (1) daerah (kecamatan) mana saja yang mengalami surplus

Pemerintah Kota Binjai dalam mempersiapkan pembangunan Kota Binjai dalam lima tahun kedepan akan dibangun dalam perwujudan Kota Cerdas (Smart City) yang melingkupi pemerintahan yang

Menurut Weiss dan Underwood (2002), penurunan.. 49 NDF disebabkan oleh rusaknya hemiselulosa. Lebih dari itu, kecernaan selulosa pun meningkat karena dengan rusaknya selulosa

[r]

Tujuan penelitian ini untuk untuk membandingkan performasi tunneling jaringan Virtual Private Network metode Point to Point Tunneling Protocol (PPTP) dan metode

Teknik analisis untuk mengetahui arahan jumlah pada kecamatan yang masih membutuhkan TPS adalah dengan menghitung selisih produksi sampah total dengan produksi sampah terangkut

[r]

Menurut Yuriani (2012:47) Pengembangan model pembelajaran kewirausahaan bertujuan untuk mendapatkan masukan dari dunia industr berupa komponen-komponen apa yang harus ada dalam