• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

B. Pembahasan Data

Pada bagian pembahasan data, dibahas unsur intrinsik yang terkandung dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata, meliputi: tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, dan sudut pandang. Sementara itu, analisis gender tokoh utama perempuan dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata yang mengacu pada lima bentuk ketidakadilan gender, antara lain: marginalisasi perempuan, subordinasi terhadap perempuan, stereotip terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan beban kerja. Selain itu, penulis juga membahas bagaimana rencana pelaksanaan pembelajaran novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata di SMA.

Berikut ini disajikan isi dari pembahasan data dalam penelitian.

1. Unsur-unsur Intrinsik Novel Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata a. Tema

Tema adalah inti persoalan yang ditampilkan dalam suatu cerita, atau sesuatu yang menjadi tujuan pengarang. Tema juga dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dan dasar umum sebuah karya sastra, gagasan dasar umum inilah yang telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang digunakan untuk mengembangkan cerita.. Novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata. Novel ini menggambarkan seorang perempuan yang bernama Maryamah (Enong) memperjuangkan menegakkan martabatnya terhadap mantan suaminya yang bernama Matarom dan mendapatkan hak-haknya sebagai seorang perempuan. Dia bekerja keras dan pantang menyerah untuk belajar bermain catur untuk

bertanding melawan mantan suaminya yang menjadi juara catur tersebut di kejuaraan catur 17 Agustus nanti.

1) Tema Mayor

Perjuangan Maryamah untuk menegakkan martabatnya dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata digambarkan oleh tokoh utama yang ingin belajar bermain catur untuk menantang mantan suaminya bernama Matarom seorang juara bertahan catur yang tangguh dan sulit dikalahkan di pertandingan 17 Agustus nanti tanpa rasa takut. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini:

“Boi, katamu kau punya kawan yang lihai main catur? Aku teringat sahabatku Grand Master Ninochka Stronovsky yang dulu mengajariku main catur untuk melawan Zinar, dan aku kalah secara tragis. Bisakah kawanmu itu mengajariku?.

Maksud kakak?. Aku mau belajar main catur. Aku mau bertanding 17 Agustus nanti. Aku mau menantang Matarom.” (46)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Maryamah mempunyai keberanian untuk bertanding bermain catur melawan mantan suaminya Matarom. Sementara itu, Maryamah sendiri sama sekali belum lihai dalam bermain catur, memegang catur saja ia belum pernah. Akan tetapi ia tak mempunyai rasa takut dan justru Maryamah ingin berlatih bermain catur sampai bisa dan keinginannya mengalahkan Matarom bisa tercapai. Hingga ia meminta kawannya Boi yang bernama Grand Master Ninochka Stronovsky untuk mengajarinya bermain catur.

Boi mendatangi kawannya tersebut dan mengutarakan maksud dan

tujuannya untuk dapat melatih Maryamah hingga lihai bermain catur. Meskipun Maryamah adalah seorang perempuan tetapi dia cerdas dan mempunyai keinginan yang kuat untuk bisa bermain catur. Hal itu terlihat dalam kutipan di bawah ini:

“Orang ini memang hanya seorang perempuan penambang, tapi dia cerdas, Noch!

Tentu. Aku bersimpati padanya dan senang mendapat murid yang menantang.

Aku menyesal atas kekalahanmu waktu itu. Tapi, kurasa catur memang bukan bidangmu, Kawan!”.

(55)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa setelah Boi berbincang-bincang dengan Grand Master Ninochka Stronovsky tentang Maryamah yang pantang menyerah dan cerdas karena mempunyai tekad yang keras untuk bisa bermain catur melawan laki-laki. Kawan Boi yang bernama Grand Master Ninochka Stronovsky tersebut mau mengajari Maryamah dan dia pun merasa senang mempunyai murid yang menantang seperti Maryamah. Sementara itu, keinginan Maryamah menimbulkan pro dan kontra. Banyak laki-laki di kampung Melayu terutama paman pemilik warung kopi yang menentang keinginan Maryamah tersebut karena perempuan tidak mempunyai hak bermain catur apalagi melawan laki-laki. Hal itu dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:

“Mau dibawa ke mana negara ini? Bawahan sudah berani sama atasan. Perempuan berani melawan lelaki. Satu patah kita, dua patah mereka. Kita belum selesai bicara, mereka berani potong. Tak ada rasa hormat! Persamaan hak? Tak ada itu!

Laki-laki lebih berhak! Mendengarkah telinga kalian itu?”

(87-88)

Dalam kutipan di atas terlihat bahwa Maryamah tidak diperbolehkan bertanding catur melawan lelaki, karena perempuan yang ada di kampung Melayu dianggap tidak mempunyai hak sama sekali apalagi melawan laki-laki. Paman beranggapan bahwa tidak ada persamaan hak antara laki-laki dan perempuan karena bagaimanapun juga derajat laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Tidak hanya paman yang menentang niat Maryamah tersebut, akan tetapi semua lelaki yang ada di kampung Melayu terutama para pemain catur sangat keras menolak keinginannya Maryamah itu. Mereka berpandangan bahawa seorang perempuan akan menjatuhkan martabat laki-laki jika sampai ada yang berani melawan lelaki.

Bagaimana pun juga seorang perempuan tidak mempunyai hak untuk sejajar dengan kaum laki-laki. hal itulah yang sampai sekarang menjadi prinsip orang-orang kampung Melayu. Di dalam warung kopi banyak lelaki yang menjelek-jelekkan Maryamah karena dianggap berani melawan lelaki. Sementara itu, Selamot yang menjadi teman Maryamah tersinggung saat Mitoha dan yang lainnya menjelek-jelekkan Maryamah yang ingin bermain catur bertanding melawan lelaki. Selamot membela saat Mitoha menjelek-jelekkan Maryamah. Hal itu terlihat pada kutipan di bawah ini:

“Kami tidak pernah menghasut siapa pun. Itu kemauan mereka sendiri! Mengapa perempuan tak boleh ikut bertanding? Mana ada undang-undangnya bisa begitu.

Jangankan hanya catur, di Jakarta sekarang ada perempuan yang mau jadi presiden!. Presiden mau siapa, mau laki-laki, mau perempuan, mau banci, itu urusan orang Jakarta! Bukan urusan kita!”.

(103)

Dalam kutipan di atas terlihat bahwa terjadi pertengkaran dan adu mulut antara Mitoha, paman dan Selamot. Banyak di antara mereka yang tetap menentang keinginan Maryamah untuk bertanding di 17 Agustus nanti. Di warung kopi paman selain orang yang ingin membeli dan menyeruput kopi hanadalan mereka, memang setiap harinya sering banyak dikunjungi oleh lelaki kampung Melayu terutama para pemain catur handal, yang sering beradu bertanding catur untuk melatih kemampuan mereka. Modin yang akan menjadi ketua dalam pertandingan catur besok sekaligus dia adalah seorang kyai di kampung Melayu tampaknya angkat bicara, dan paman pun yang tadinya berdiri sambil memegang selangkangannya yang sakit kembali duduk. Hal itu terlihat pada kutipan di bawah ini:

“Alasanku menolak Maryamah adalah karena pertimbangan syariat. Tak perlu aku berpanjang-panjang dalih. Tak perlu kusitir ayat-ayatnya. Di dalam Islam, perempuan tak boleh berlama-lama bertatapan dengan lelaki yang bukan muhrimnya. Dalam pertandingan catur, hal itu akan terjadi, dan hal itu nyata melanggar hukum agama.”

(105-106)

Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Modin selaku ketua dalam pertandingan catur sekaligus seorang kyai itu tidak memperbolehkan Maryamah bertanding catur apalagi melawan laki-laki. Menurutnya di dalam syariat Islam tidak diperbolehkan seorang perempuan berlama-lama bertatapan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, dan permainan catur tentunya akan berhadap-hadapan dengan laki-laki. Hal itu sangat melanggar hukum agama Islam.

Dengan pendapat itu, terjadi pro dan kontra antara pemain catur yang mendukung Maryamah dan tidak mendukung Maryamah. Paman yang tadinya menentang keinginan Maryamah sekarang menjadi muntab dan justru berbalik arah mendukung Maryamah. Sepertinya paman tidak sepihak dengan Modin karena masalah tertentu yang menjadikan paman merasa kecewa. Paman pun berdiri sambil menggenggam kuat-kuat selangkangannya. Hal itu terlihat pada kutipan di bawah ini:

“Menurut hematku, kalau Modin ingin menghindari hukum agama dilanggar, pasang saja pembatas pada meja pertandingan! Maryamah bisa pula memakai burkak! Ia tak perlu saling pandang dengan siapa pun! Mertua A Nyan namanya Toha, lelaki atau perempuan, sama saja! Tak tahukah kalian, zaman sudah berubah. Perempuan juga punya hak seperti laki-laki! Mereka mau main catur, mau manjat pohon pinang, mau memanjat tiang listrik, itu urusan mereka! Itu hak mereka yang harus kita hormati!”.

(108)

Dalam kutipan di atas bahwa paman berada dipihak Maryamah dan menentang Modin. Sekarang Maryamah mempunyai orang-orang yang mendukung keinginannya itu, meskipun banyak juga yang menentang keinginannya.

Maryamah tetap terus berlatih main catur tanpa lelah dan tak menghiraukan siapa pun yang melecehkan dan mencibirnya. Tampak sekali keoptimisan Maryamah ingin memenangkan pertandingan catur itu. Dia benar-benar bersikeras ingin melawan Matarom si juara bertahan catur, akan tetapi tidak semudah itu Maryamah bisa berhadapan dengan mantan suaminya itu, karena dia harus bertanding melawan pemain-pemain catur lainnya terlebih dahulu dan menyisihkan mereka hingga babak grand final. Meskipun

sebenarnya dia tahu tidak semudah itu mengalahkan pemain-pemain catur hebat itu, akan tetapi Maryamah tidak pernah menyerah dan selalu berusaha berlatih terus. Dia berusaha berlatih catur dan harus menang. Itulah yang ada di dalam otaknya saat itu, siapapun lawannya Maryamah siap mengahadapinya. Sampai pada akhirnya, Maryamah binti Zamzani itu berhasil menyisihkan lawan hingga babak final. Hal itu dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:

“Aku ingin memenangkan pertandingan final itu, Boi, suaranya berat. Ia tampak tak sabar ingin mengakhiri perjalanan epiknya dari seorang pecatur yang dipandang sebelah mata ke puncak kejuaraan. Aku harus menang.”

(286)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Maryamah mempunyai jiwa optimis yang tinggi ingin mengalahkan Matarom yang sekaligus mantan suaminya itu. Dia ingin membuktikan bahwa dia mampu mengalahkan Matarom jika terus semangat dalam berlatih catur. Maryamah berpikir tidak ada yang tidak mungkin jika dia mau berusaha keras untuk mewujudkan mimpinya itu. Setelah melewati berbagai macam pertandingan catur yang disuguhkan, Maryamah akhirnya berhadapan dengan Matarom. Itulah impiannya selama ini yaitu bisa bertanding melawan mantan suaminya yang baginya sudah menghancurkan martabatnya sebagai seorang perempuan. Maryamah tampak tidak bersabar melawan Matarom dan memenangkan pertandingan kejuaraan catur itu. Matarom kala itu tampak bengis ingin cepat-cepat pula mengalahkan Maryamah karena sudah berani

melawannya. Berbagai macam jurus catur dia keluarkan untuk menendang Maryamah secara tidak terpuji. Sementara itu, Maryamah tetap bersikap tenang dan menyusun teknik-teknik catur yang telah ia pelajari sebelumnya. Sepertinya pertandingan antara Maryamah dan Matarom semakin berlangsung sengit. Saat permaian pertama Matarom menghajar Maryamah, dan Maryamah tampak kelihatan kebingungan. Para pendukung Matarom pun bersorak dan mencibir Maryamah pada saat itu. Tampaknya seorang Maryamah tidak semudah itu untuk dikalahkan, dia tetap fokus dan sama sekali tidak memperhatikan cibiran-cibiran di sekelilingnya. Dengan tidak disangka-sangka Maryamah kelihatan menyusun teknik unik yang tidak ada seorang pun mengetahui teknik apa yang dipakai oleh Maryamah. Matarom semakin kebingungan melihat formasi yang dibentuk oleh mantan istrinya itu. Wajah Matarom yang tadinya cemerlang tertawa sinis menjadi pias dan terperangah menyaksikan buah catur Maryamah. Selanjutnya, Matarom mulai terjebak dalam permainan tali-temali yang membinasakan. Hal itu terlihat pada kutipan di bawah ini:

“Kakak! Amboi! Pertarungan yang hebat bukan buatan! Maryamah pantas menjadi juara! Tapi, tentu pendengar kami ingin dapat kabar, teknik apa gerangan yang tadi dipakai Maryamah?”.

(304)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Maryamah pada akhirnya memenangkan pertandingan kejuaraan catur melawan Matarom di 17 Agustus tahun ini. Semua pendukung Matarom berbalik mendukung

Maryamah, dan pendukung Maryamah bersorak sorai atas kemenangan perempuan itu. Perjuangan Maryamah untuk menegakkan martabatnya dan mendapatkan hak-haknya sebagai kaum perempuan akhirnya tercapai dengan kerja keras dan optimis yang dia miliki.

Berdasarkan kutipan di atas disimpulkan bahwa pandangan sebelah mata seorang lelaki kampung Melayu terhadap Maryamah, yang tidak mempunyai hak bermain catur dan bertanding melawan laki-laki pada akhirnya dikubur dalam. Dengan keoptimisan dan kerja keras Maryamah, yang semula tidak mempunyai ketrampilan dalam bermain catur. Akan tetapi, dengan segala pertentangan itu Maryamah pantang menyerah dan terus memperjuangkan hak-haknya dan mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengalahkan Matarom. Dengan hasil kerja kerasnya selama ini, akhirnya Maryamah dapat memenangkan pertandingan kejuaraan catur 17 Agustus itu.

2. Tema Minor

a. Kekerasan pada Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan yang terdapat dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Tak seperti perkawinan ibu dan ketiga adiknya, Enong tidak beruntung. kelakuan buruk suaminya telah tampak sejak awal perkawinan, namun ia bertahan.”

(19)

Pada kutipan novel di atas terlihat bahwa Maryamah atau yang sering dipanggil Enong mendapatkan perlakuan buruk dari

Matarom. Selama perkawinannya, Maryamah dibohongi oleh Matarom. Hingga pada akhirnya Maryamah meminta diceraikan.

b. Perjuangan Seorang Perempuan

Perjuangan seorang perempuan yang terdapat dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Enong bekerja keras menjadi pendulang timah sejak usianya baru 14 tahun.”

(11)

Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa, Maryamah setiap harinya bekerja menjadi seorang pendulang timah dan satu-satunya perempuan yang bekerja di sana.

Maryamah menjadi pendulang timah sejak usianya masih 14 tahun. Ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya setelah ditinggal meninggal ayahnya.

c. Diskriminasi terhadap Perempuan

Diskriminasi terhadap perempuan yang terdapat dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Tetap tak mungkin. Ketua pertandingan tahun ini Modin. Dia itu orang Islam yang keras. Mendengar perempuan bermain catur saja pasti tidak setuju, apalagi mau melawan laki-laki.”

(47)

Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa Maryamah ditentang oleh ketua pertandingan catur, karena permainan catur bukan permainan perempuan melainkan hanya bisa dimainkan oleh laki-laki. Modin sebagai ketua pertandingan tahun ini juga memiliki alasan

yang kuat karena masalah agama dan pertimbangan syariat Islam yang tidak memperbolehkan perempuan bertanding melawan laki-laki apalagi bertatapan dengan laki-laki yang bukan makhromnya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Alasanku menolak Maryamah adalah karena pertimbangan syariat. Tak perlu aku perpanjang-panjang dalih. Tak perlu kusitir ayat-ayatnya. Di dalam Islam, perempuan tak boleh berlama-lama bertatapan dengan lelaki yang bukan muhrimnya. Dalam pertandingan catur, hal itu akan terjadi, dan hal itu nyata melanggar hukum agama.”

(105-106)

Pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa perempuan tidak mempunyai hak seperti laki-laki. Diskriminasi yang terjadi pada novel Cinta di Dalam Gelas sangat nyata terjadi pada tokoh utama Maryamah. Banyak yang menentang keinginanya untuk bertanding catur melawan laki-laki baik karena hukum agama maupun tradisi suku kampung Melayu itu sendiri.

b. Tokoh dan Penokohan

Istilah penokohan mempunyai pengertian lebih luas dari pada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan mencakup berbagai unsur antara lain siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana pelukisan dalam sebuah cerita sehingga pembaca paham dan mempunyai gambaran yang jelas. Berikut digambarkan tokoh-tokoh di dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata.

1) Maryamah (Enong)

Tokoh Maryamah dalam novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata merupakan tokoh utama cerita digambarkan sebagai sosok perempuan pekerja keras yang menjadi tulang punggung keluarga. Dia bekerja menjadi pendulang timah untuk menggantikan almarhum ayahnya yang bernama Zamzani untuk mencukupi kebutuhan Ibu dan ketiga adik perempuannya. Apapun yang menjadi kebutuhan adik-adiknya sebisa mungkin ia penuhi, karena sepeninggalan ayahnya itu Maryamah lah yang menghidupi keluarganya. Hal itu terlihat pada kutipan berikut.

“Enong bekerja keras menjadi pendulang timah sejak usianya baru 14 tahun. Ia berusaha sedapat-dapatnya memenuhi apa yang diperlukan ketiga adiknya dari seorang ayah. Dibelikannya mereka baju Lebaran, diurusnya jika sakit, dan ia menangis setiap kali mengambil rapor adik-adiknya. Sebab, saat menandatangani rapor yang seharusnya ditandatangani ayahnya itu, ia rindu pada ayahnya. Lebaran masih lama. Mengapa Kakak membelikanku baju? Enong tersenyum. Karena aku ingin kau tetap merasa engkau cantik. Enong berlalu.”

(11)

Berdasarkan kutipan di atas Maryamah sangat memperhatikan Ibu dan ketiga adik perempuannya. Maryamah sangat perhatian terhadap adiknya, bahkan selalu tahu apa yang dibutuhkan oleh adiknya. Bagi Maryamah, kebahagian Ibu dan adiknya adalah kebahagiannya juga. Sementara itu, Ania telah beranjak dewasa dan ingin dipinang oleh seorang lelaki yang menjabat sebagai guru SD. Akan tetapi Ania menolak karena tak ingin melangkahi Enong. Enong

pun berbicara dengan orang tua guru itu. Maryamah atau yang sering dipanggil Enong itu berusaha membujuk adiknya untuk menerima dan mau menikah dengan lelaki itu. Hal itu dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Pada malam pernikahan Ania, aku terpana melihat ketulusan yang ditunjukkan seorang kakak. Dengan bersimbah air mata, Ania menyerahkan sehelai baju muslimah pada Enong sebagai pelangkah. Ia memohon maaf sampai tersuruk-suruk ke dalam pelukan kakaknya itu. Janganlah cemaskan Kakak, ni. Kakak akan baik-baik saja.”

(12)

Berdasarkan kutipan di atas Maryamah mempunyai ketulusan dan rasa yang begitu ingin melihat adiknya bahagia, bahkan Maryamah rela jika harus dilangkahi adiknya.

Setelah adiknya menikah dan dibawa oleh suaminya, Maryamah hanya tinggal bersama ibunya. Beberapa waktu kemudian, Syalimah jatuh sakit. Dokter berkata, ia sakit karena sudah tua. Selama ibunya sakit, Maryamah sering mendapati ibunya memandanginya dengan sedih. Maryamah tahu apa yang dirasakan oleh Syalimah, bahwa Syalimah ingin melihat Maryamah segera menikah sebelum ia meninggal.

“Ia ingin melapangkan hati ibunya, namun tak sanggup terkatakan. Karena itu, ia menerima pinangan seorang lelaki bernama Matarom. Suatu keputusan yang kemudian akan disesalinya.”

(19)

Berdasarkan kutipan di atas Maryamah menikah dengan seorang laki-laki yang sebelumnya tak pernah dikenalinya, bahkan ia tidak tahu latar belakang Matarom yang sebenarnya. Hingga pada akhirnya

Maryamah menyesal karena perkawinannya tidak seberuntung perkawinan ibu dan ketiga adiknya. Matarom sering melakukan kekerasan terhadapnya, dan Maryamah selalu bertahan karena ia tidak ingin membuat ibunya bersedih. Namun, suatu ketika ada seorang perempuan hamil yang mengaku sebagai istri Matarom datang menemui Maryamah. Maryamah pun meminta maaf dan mengakhiri perkawinannya secara menyedihkan. Setelah kejadian itu, Maryamah mengikuti kursus Bahasa Inggris, dan berkat kecerdasannya ia mendapatkan peringkat kelima lulusan terbaik.

“Lulusan terbaik kelima, kata Bu Indri. Ia menunda menyebutkan namanya, mungkin karena sangat istimewa. Wajahnya tegang bercampur gembira. Maryamah binti Zamzani! Enong menutup mulutnya. Matanya terbelalak. Ia sangat terkejut mendengar namanya disebut Bu Indri.”

(33-34)

Berdasarkan kutipan di atas Maryamah menunjukkan semangatnya bahwa ia bisa menjadi seorang wanita yang cerdas agar tidak diperlakukan semena-mena terhadap lelaki. Pada tanggal 17 Agustus nanti, orang-orang kampung Melayu mengadakan pertandingan kejuaraan catur. Mendengar berita tersebut Maryamah merasa tertarik ingin mengikutinya. Ia ingin bertanding melawan Matarom yang sekaligus menjadi juara bertahan. Maryamah ingin memperjuangkan hak-haknya sebagai seorang perempuan agar tidak dipandang sebelah mata oleh kaum lelaki.

Sementara itu, Maryamah belum pernah bermain catur, memegang papan catur saja ia belum pernah. Tak mengurungkan semangatnya, ia terus belajar dengan

diajari oleh pelatih handal yang bernama Ninochka Stronovsky. Dengan berbagai cibiran dan penolakan yang diterima Maryamah kala itu, karena seorang perempuan tidak mempunyai hak bermain catur apalagi bertanding melawan laki-laki.

“Bisakah kawanmu itu mengajariku? Maksud kakak? Aku ingin belajar main catur. Aku mau bertanding 17 Agustus nanti. Aku mau menantang Matarom.

Kami terperangah. Ya, aku mau melawan mereka, katanya lagi sambil menunjuk pria-pria yang terbahak-bahak mengelilingi papan catur itu.”

(46)

Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan bahwa Maryamah mempunyai keinginan yang keras dan tidak mudah dipengaruhi oleh ungkapan-ungkapan negatif tentang dirinya. Bahkan ia adalah perempuan yang berani melawan ketidakmungkinan hanya untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan.

Banyak kontra daripada pro, karena apa yang dilakukan Maryamah tidak disetujui oleh lelaki Kampung Melayu. Namun demikian, Maryamah tak pantang menyerah untuk belajar bermain catur melawan Matarom. Dia ingin menunjukkan bahwa seorang perempuan juga mempunyai hak yang sama dengan laki-laki.

“Aku ingin memenangkan pertandingan final itu, Boi, suaranya berat. Ia tampak tak sabar ingin mengakhiri perjalanan epiknya dari seorang pecatur yang dipandang sebelah mata ke puncak kejuaraan. Aku harus menang. Aku pulang dari rumah Maryamah dengan lamunan yang makin panjang. Orang yang tak mengenal Maryamah secara mendalam takkan dapat memahami alasan dan

“Aku ingin memenangkan pertandingan final itu, Boi, suaranya berat. Ia tampak tak sabar ingin mengakhiri perjalanan epiknya dari seorang pecatur yang dipandang sebelah mata ke puncak kejuaraan. Aku harus menang. Aku pulang dari rumah Maryamah dengan lamunan yang makin panjang. Orang yang tak mengenal Maryamah secara mendalam takkan dapat memahami alasan dan

Dokumen terkait