• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS MIKROORGANISME DI BAWAH TEGAKAN PINUS (Pinus merkusii) DAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AKTIVITAS MIKROORGANISME DI BAWAH TEGAKAN PINUS (Pinus merkusii) DAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp.)"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS MIKROORGANISME DI BAWAH TEGAKAN PINUS (Pinus merkusii) DAN

EUKALIPTUS (Eucalyptus sp.)

Studi Kasus di Daerah Aek Sibundong Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

SKRIPSI

MARANATA ENRICO TAMBUNAN 151201020

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

(2)

Studi Kasus di Daerah Aek Sibundong Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

SKRIPSI

MARANATA ENRICO TAMBUNAN 151201020

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

UniversitasSumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

(3)
(4)
(5)

ii

ABSTRACT

MARANATA ENRICO TAMBUNAN : Microorganism Activity Under Pine (Pinus merkusii) and Eucalyptus (Eucalyptus sp.) stands, Study in Aek Sibundong, Dolok Sanggul District, Humbang Hasundutan Regency, guided by DELVIAN and DENI ELFIATI.

Soil as a growing medium for plants requires attention to be managed so that sustainability can produce good quality plant products without the presence of fertilizer and soil management. The presence of microbes in the soil naturally has a role to maintain the function of the soil and control its productivity. The purpose of this research is to study the activity of microorganisms on pine stands (Pinus merkusii) and eucalypt (Eucalyptus sp.). This research was conducted at the Agricultural Faculty of Agriculture Laboratory of North Sumatera University.

The study uses two soil samples of soil under the pine and ground under the eucalypt. T test is used to know the difference in value of both samples. The results of this study were obtained the pH value under the pine stand is 5.8 and the soil under eucalyptus is 6.3. The C-Organic value of the soil under pine stands is 7.16% and the soil under eucalyptus stands is 6.08%. CEC value of land under pine stands is 32.81me/100g and land under eucalyptus stands is 37.25 me/100g.

Total Ntotal value of land under pine stands is 0.63% and soil under eucalyptus stands is 0.68%. The total number of microorganisms and soil respiration under the eucalyptus stand is higher than that of the soil under the pine stand. The soil under the eucalyptus stand has a total microorganism of 77.14 x108 CFU/ml with respiration of 16.66 mg CO2/50g/day, while the soil under the pine stand has a total microorganism of 69.90 x108 CFU/ml with a respiration of 16,00 mg CO2/50g/day.

Keywords: Microorganisms, Soil Respiration, Soil Chemical Properties, Soil Biological Traits, Pine and Eucalyptus stands.

(6)

Tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Eukaliptus (Eucalyptus sp.) Studi di Daerah Aek Sibundong Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, dibimbing oleh DELVIAN dan DENI ELFIATI.

Tanah sebagai media tumbuh tanaman memerlukan perhatian untuk dikelola kesinambungannya sehingga dapat menghasilkan produk tanaman yang berkualitas baik tanpa kehadiran pupuk dan pengolahan tanah. Keberadaan mikroba di dalam tanah secara alami mempunyai peranan untuk menjaga fungsi tanah dan mengendalikan produktifitasnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari aktivitas mikroorganisme pada tegakan pinus (Pinus merkusii) dan eukaliptus (Eucalyptus sp.). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan dua buah sampel tanah yaitu tanah di bawah tegakan pinus dan tanah di bawah tegakan eukaliptus. Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan nilai dari kedua sampel. Hasil penelitian ini diperoleh nilai pH di bawah tegakan pinus yaitu 5,8 dan tanah di bawah eukaliptus yaitu 6,3. Nilai C-Organik tanah di bawah tegakan pinus yaitu 7,16% dan tanah di bawah tegakan eukaliptus yaitu 6,08%. Nilai KTK tanah di bawah tegakan pinus yaitu 32,81 me/100g dan tanah di bawah tegakan eukaliptus yaitu 37,25 me/100g. Nilai N total tanah di bawah tegakan pinus yaitu 0,63% dan tanah di bawah tegakan eukaliptus yaitu 0,68%. Jumlah total mikroorganisme dan respirasi tanah di bawah tegakan eukaliptus lebih tinggi dibandingkan tanah di bawah tegakan pinus. Tanah di bawah tegakan eukaliptus memiliki total mikroorganisme yaitu 77,14 x108 SPK/ml dengan respirasi 16,66 mg CO2/50g/hari, sedangkan tanah di bawah tegakan pinus memiliki total mikroorganisme yaitu 69,90 x108 SPK/ml dengan respirasi 16,00 mg CO2/50g/hari.

Kata Kunci : Mikroorganisme, Respirasi Tanah, Sifat Kimia Tanah, Sifat Biologi Tanah, Tegakan Pinus dan Eukaliptus.

(7)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kampung Sawah Besitang, pada tanggal 18 Juni 1997. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara oleh pasangan Yasmin Barus Tambunan dan Frida Mariani Pakpahan.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 058129 Kampung Sawah pada tahun 2003 – 2009, pendidikan tingat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Besitang pada tahun 2009 – 2012, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Babalan Pangkalan Berandan pada Tahun 2012 – 2015.

Pada tahun 2015, penulis lulus di Fakultas Kehutanan USU melalui jalur SNMPTN. Penulis memilih minat Departemen Budidaya Hutan.

Semasa kuliah penulis merupakan anggota beberapa organisasi, antara lain Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS), Gerakan Observasi Rimbawan Giat Alam (GORGA) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Pondok Buluh, Kabupaten Simalungun pada tahun 2017. Pada tahun 2018 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Pada awal tahun 2019 peneliti melaksanakan dengan judul “Aktivitas Mikroorganisme di Bawah Tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Eukaliptus (Eucalyptus sp.) Studi kasus di Daerah Aek Sibundong Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan” di bawah bimbingan Dr. Delvian, SP, MP dan Dr. Deni Elfiati, SP, MP.

(8)

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul

“Aktivitas Mikroorganisme di Bawah Tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Eukaliptus (Eucalyptus sp.) Studi kasus di Daerah Aek Sibundong Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.

Delvian, SP, MP dan Ibu Dr. Deni Elfiati, SP, MP selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, motivasi serta bimbingan dari berbagai pihak terutama dari kedua orangtua penulis yaitu mendiang ayahanda Yasmin Barus Tambunan dan ibunda Frida Mariani Pakpahan yang selalu memberi nasihat, dukungan serta doa. Selain itu pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Dr. Alfan Gunawan, S.Hut., M.si, Dr. Bejo Slamet, S.Hut., M.si, dan Dr.

Evalina Herawati, S.Hut., M.si selaku dosen penguji pada ujian skripsi saya yang memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

2. Hotnauli Tambunan selaku kakak kandung yang tak henti-hentinya memberi semangat, serta dukungan materi dan moral untuk menyelesaikan penelitian ini.

3. Palty Collin, Agus Praiser, dan Sri Anjeli selaku teman sepembimbingan yang telah memberi dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Kak Nelly yang telah mengarahkan dan memberi masukan selama penelitian di laboratorium.

5. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan yang telah memberi izin untuk menganalisa data.

6. Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang telah memberi kesempatan untuk melakukan Praktik Kerja Lapangan.

7. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh teman teman khususnya Departemen Budidaya Hutan stambuk 2015 yang juga memberikan semangat dan dukungan selama penelitian.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi penyempurnaan skripsi ini, terimakasih.

Medan, Agustus 2019

Maranata Enrico Tambunan

(9)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ORISINALITAS ... i

ABSTRACK ... ii

ABSTRAK ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Pinus (Pinus merkusi) ... 4

Eukaliptus (Eucalyptus sp.) ... 4

Mikroorganisme ... 5

Pengaruh Faktor Lingkungan ... 6

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 9

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Prosedur Penelitian ... 11

Pengambilan Sampel Tanah ... 12

Analisis Sampel Tanah 1. Sifat Kimia Tanah ... 13

2. Sifat Biologi Tanah ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Kimia Tanah ... 16

Sifat Biologi Tanah ... 18

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 24

Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

LAMPIRAN ... 29

(10)

No. Teks Halaman 1. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah di Bawah Tegakan Pinus dan

Eukaliptus ... 16

2. Data Perhitungan Total Mikroorganisme Tanah ... 18

3. Data Hasil Perhitungan Aktivitas Mikroorganisme Tanah ... 19

4. Uji T Jumlah Total Mikroorganisme ... 20

5. Uji T Respirasi Tanah ... 20

(11)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Prosedur Analisis Sifat Kimia Tanah ... 29 2. Kriteria Sifat Kimia Tanah ... 32 3. Hasil Uji T ... 33 4. Hasil Perhitungan Korelasi Sifat Kimia Tanah dengan Sifat

Biologi Tanah ... 35 5. Dokumentasi Penelitian ... 36

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Respirasi tanah merupakan salah satu indikator dari aktivitas biologi tanah seperti mikroba, akar tanaman atau kehidupan lain di dalam tanah, dan aktivitas ini sangat penting untuk ekosistem di dalam tanah. Penetapan respirasi tanah berdasarkan penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dan jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme tanah. Menurut Saraswati et al.

(2007) pada proses respirasi terjadi penggunaan O2 dan pembebasan CO2, sehingga tingkat respirasi dapat ditentukan dengan mengukur O2 yang digunakan oleh mikroba tanah. Pengukuran respirasi di lapangan dilakukan dengan memompa udara tanah atau dengan menutup permukaan tanah dengan bejana yang volumenya diketahui.

Tanaman berinteraksi baik dengan mikroba tanah maupun mikroba udara.

Peranan utama mikroba tersebut adalah membantu tanaman mendapatkan unsur hara dan sebagai anti mikroba bagi patogen yang merugikan tanaman inangnya.

Keuntungan yang didapat oleh mikroba adalah mendapat habitat dan memperoleh suplai makanan dari tanaman (Widyati, 2013). Akar tanaman merupakan habitat yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Interaksi antara bakteri dan akar tanaman akan meningkatkan ketersediaan hara bagi keduanya.

Tanah sebagai media tumbuh tanaman memerlukan perhatian untuk dikelola kesinambungannya sehingga dapat menghasilkan produk tanaman yang berkualitas baik tanpa kehadiran pupuk dan pengolahan tanah. Keberadaan mikroba di dalam tanah secara alami mempunyai peranan untuk menjaga fungsi tanah dan mengendalikan produktifitasnya. Menurut Kusyakov (2006), hasil dari dekomposisi sebagian digunakan mikroorganisme untuk membangun tubuh, akan tetapi yang utama digunakan sebagai sumber energi.

Aktivitas mikroorganisme dalam tanah juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya akan menentukan produktivitas lahan tempat hidupnya. Mikroorganisme yang hidup dalam tanah berperan penting dalam perubahan-perubahan yang terjadi di dalam tanah salah satunya adalah perubahan bahan organik menjadi substansi yang akan menyediakan nutrien bagi pohon-pohon

(13)

2

dan tumbuhan di sekitar hutan. Menurut Wicaksono (2015) mikroorganisme berperan dalam proses dekomposisi dan mineralisasi serasah bahan organik menjadi bahan anorganik.

Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tersedianya nutrien, air dan pH tanah. Jasad renik heterotrof membutuhkan nutrien untuk kehidupan pertumbuhannya yakni, sebagai: (1) sumber karbon, (2) sumber nitrogen, (3) sumber energi, (4) dan faktor pertumbuhan, yakni mineral dan vitamin.

Sel jasad renik memerlukan air untuk hidup dan berkembang biak. Pertumbuhan jasad renik di dalam suatu bahan sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang tersedia.

Tidak semua air yang tersedia dapat digunakan oleh jasad renik. Nilai pH medium sangat berpengaruh pada jenis mikroba yang tumbuh. Jasad renik pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum, yakni pH dimana pertumbuhan optimum sekitar pH 6,5-7,5. Pada pH dibawah 5,0 dan diatas 8.5 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik, kecuali bakteri asam asetat dan bakteri yang mengoksidasi sulfur (Waluyo, 2007).

Dekomposisi serasah merupakan proses yang sangat penting dalam dinamika hara pada suatu ekosistem. Dekomposisi serasah merupakan langkah penting dalam siklus hara dan dapat memberikan nutrisi untuk tanaman. Setiap ekosistem memiliki kondisi fisiik dan lingkungan tertentu yang menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi sejenisnya. Setiap jenis pohon mempengaruhi laju dekomposisi serasah yang berbeda karena kualitas serasah yang berbeda dan berkaitan erat dengan komunitas mikroba dan siklus hara tanah (Devianti dan Tjahjaningrum, 2017).

Menurut Hardiwinoto et al. (2010) serasah daun pinus mempunyai kandungan lignin dan selulosa yang tinggi sehingga proses dekomposisinya berjalan sangat lambat dibandingkan dengan serasah daun jenis lain. Serasah daun pinus yang melimpah dapat menutup lantai hutan dan meningkatkan kemasaman tanah sehingga tidak mudah bagi jenis lain untuk dapat tumbuh dan berkembang di dalam tegakan pinus. Daun pinus merupakan bahan organik yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan semai.

Dari segi pertumbuhannya Eucalyptus sp. merupakan salah satu tanaman yang bersifat fast growing (tanaman cepat tumbuh). Eucalyptus sp. juga dikenal

(14)

sebagai tanaman yang dapat bertahan hidup pada musim kering. Tanaman Eucalyptus sp. mempunyai sistem perakaran yang dalam namun jika ditanam di daerah dengan curah hujan sedikit maka perakarannya cenderung membentuk jaringan rapat dekat permukaan tanah untuk memungkinkan menyerap setiap tetes air yang jatuh di cekaman itu (Poerwowidodo, 1991.)

Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Kandungan bahan organik pada setiap jenis tanah tidak sama. Hal ini tergantung pada beberapa hal yaitu; tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, populasi mikroorganisme tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan tanah (Ansori, 2005).

Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian pada tanah dibawah tegakan Pinus (Pinus merkusii) dan Eukaliptus (Eucalyptus sp.) untuk mendapatkan informasi mengenai aktivitas mikroorganisme berdasarkan perbedaan jenis tegakannya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aktivitas mikroorganisme pada tegakan pinus (Pinus merkusii) dan eukaliptus (Eucalyptus sp.).

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang aktivitas mikroorganisme pada tegakan pinus (Pinus merkusii) dan eukaliptus (Eucalyptus sp.).

(15)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Pinus (Pinus merkusii)

Pinus (Pinus merkusii) merupakan salah satu jenis pohon pionir atau pohon konifer yang sangat menarik untuk diteliti karena memiliki peran penting dalam pemanfaatan hutan. Pinus merkusii adalah satu-satunya genus pinus yang memiliki daun berbentuk jarum, jumlahnya sepasang, tersusun spiral, selain itu juga memiliki jumlah kromosom x = 12; 2n = 24 dan tumbuh di hutan alam namun demikian jenis pohon itu terkadang juga ditemukan tumbuh di hutan tanaman.

Hutan alam Pinus merkusii di Tapanuli, Sumatera Utara memiliki keunikan selain luasnya tidak layak diusahakan karena berkelompok kecil yang tersebar bercampur dengan hutan alam lainnya di gunung-gunung, jenis pohon tersebut khas dan endemik Sumatera, pada ketinggian 1.000 m hhingga 2.000 m di atas permukaan laut (Kalima et al., 2005).

Pinus merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang asli di Indonesia.

Pinus merkusii merupakan jenis pohon pionir berdaun jarum yang termasuk dalam family Pinaceae. Secara alami pinus juga dijumpai tumbuh di Aceh, Tapanuli dan daerah Kerinci, Sumatera bagian Utara. Selain di Indonesia Pinus merkusii juga dijumpai pada secara alam di Vietnam, Kamboja, Thailand, Burma, India, dan Philipina. Secara geografis tersebar antara 20 LS – 220 LU dan 950 30’ BB - 1200 31’ BT. Seperti sifat pohon pohon pada umumnya pertumbuhan pohon pinus sangat dipengaruhi oleh adanya kombinasi faktor lingkungan yang berimbang dan menguntungkan. Apabila satu faktor lingkungan tidak seimbang dengan faktor lainnya, faktor tersebut dapat menekan pertumbuhan tanaman. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah cahaya, tunjangan mekanis, unsur hara, udara dan air (Sallata, 2013).

Eukaliptus (Eucalyptus sp.)

Tanaman eukaliptus termasuk famili Myrtaceae, genus Eucalyptus dengan spesies Eucalyptus spp. Spesies-spesies yang sudah dikenal umum antara lain, Eucalyptus alba (ampupu), Eucalyptus deglupta, Eucalyptus grandis, Eucalyptus plathyphylla, Eucalyptus saligna, Eucalyptus umbellate, Eucalyptus camadulensis,

(16)

Eucalyptus pellita, Eucalyptus tereticornis, Eucalyptus torreliana (Khaeruddin, 1999).

Klasifikasi ilmiah dari tanaman eukaliptus adalah sebagai berikut, kingdom Plantae, divisi Angiosperms, subdivisi Eudicots, ordo Myrtales, famili Myrtaceae.

Tanaman eukaliptus terdiri dari kurang lebih 700 jenis dan yang dapat dimanfaatkan menjadi pulp sekitar 40% dari keseluruhan tanaman ini. Jenis-jenis eukaliptus banyak terdapat pada kondisi iklim bermusim (daerah arid) dan daerah yang beriklim basah dari tipe hujan tropis. Jenis eukaliptus tidak menuntut persyaratan yang tinggi terhadap tempat tumbuhnya. Tanaman eukaliptus dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembab, berawa-rawa, secara periodik digenangi air dengan variasi kesuburan tanah mulai dari tanah-tanah kering gersang sampai pada tanah yang baik dan subur (Departemen Kehutanan, 1994).

Daerah penyebaran alaminya berada di sebelah Timur garis Wallace, mulai dari 70’ LU sampai 43039’ LS meliputi Australia, New Britania, Papua dan Tazmania. Beberapa spesies juga ditemukan di Kepulauan Indonesia yaitu Irian Jaya, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur. Genus eukaliptus terdiri atas 500 spesies yang kebanyakan endemik Australia. Hanya ada dua spesies yang tersebar di wilayah Malesia (Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Filipina) yaitu Eucalyptus urophylla dan Eucaliptus deglupta. Beberapa spesies menyebar di Australia bagian Utara menuju bagian Timur. Spesies ini banyak tersebar di daerah- daerah pantai New Soth Wales dan Australia bagian Barat Daya. Pada saat ini beberapa beberapa spesies ditanam diluar daerah penyebaran alami, misalnya di benua Asia, Afrika bagian Tropika dan Subtropika, Eropa bagian Selatan dan Amerika Tengah (Latifah, 2004).

Mikroorganisme

Mikroorganisme di dalam tanah banyak ditemukan di daerah perakaran (rhizosphere). Sebagian besar organisme tanah tersebut termasuk dalam golongan tumbuhan. Walaupun demikian peranan kelompok binatang sangat penting khususnya pada saat pelapukan. Sebagian besar organisme tanah berukuran kecil sehingga tidak bisa dilihat oleh mata, sehingga disebut mikroorganisme ini sangat penting bagi pertumbuhan tanaman (Ardi, 2009).

(17)

6

Organisme (mikroorganisme) tanah penting dalam kesuburan tanah karena berperan dalam siklius energi, berperan dalam siklus hara, berperan dalam pembentukan agregat tanah, menentukan kesehatan tanah (suppressive/konducive terhadap munculnya penyakit terutama penyakit tular tanah – soil borne pathogen).

Kesuburan tanah tidak hanya bergantung pada komposisi kimiawinya, melainkan juga pada ciri alami mikroorganisme yang menghuninya. Mikroorganisme yang menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, actinomycetes, fungi, alga dan protozoa. Bakteri merupakan mikroorganisme dalam tanah yang paling dominan. Dalam tanah yang subur terdapat 10-100 juta bakteri di dalam setiap gram tanah tergantung dari kandungan bahan organik suatu tanah. Bakteri terdapat dalam segala jenis tipe tanah tapi populasinya menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah (Rao, 1994).

Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Mikroorganisme Tanah 1. pH Tanah

pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran total asam yang ada di tanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu, seperti liat berat, gambut yang mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang berpasir (Mukhlis, 20014).

Laju pertumbuhan bakteri yang bersifat autotrofik lebih lambat dibandingkan dengan bakteri heterotrofik. Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri pengoksidasi amonia. Derajat keasaman (pH) optimum untuk pertumbuhan bakteri pengoksidasi yang bersifat autotrofik berkisar 7,5 sampai 8,5. Sedangkan bakteri yang bersifat heterotrofik lebih toleran pada lingkungan asam, dan tumbuh lebih cepat dengan hasil yang lebih tinggi pada kondisi dengan konsentrasi rendah (Agustiyani et al., 2004).

Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyakknya konsentrasi ion hydrogen (H+) di dalam tanah. Semakin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OHˉ , yang jumlah nya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. Pada tanah-

(18)

tanah yang masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OHˉ, sedangkan pada tanah alkalis (basa) kandungan OHˉ lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ dan OHˉ sama berarti tanah netral (Hardjowigeno, 1987).

2. Bahan Organik

Bahan organik merupakan perekat butiran lepas dan sumber utama nitrogen, fosfor dan belerang. Bahan organik cenderung mampu meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan di dalam tanah dan jumlah air yang tersedia pada tanaman.

Akhirnya bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro. Tanpa bahan organik semua kegiatan biokimia akan terhenti (Nugroho, 2012).

Bahan organik berperan secara fisik, kimia, maupun biologis, sehingga menentukan status kesuburan suatu tanah. Humus merupakan koloidal organik yang bermuatan listrik, sehingga secara fisik berpengaruh terhadap struktur tanah dan secara kimiawi berperan dalam menentukan kapasitas pertukaran anion/kation sehingga berpengaruh penting terhadap ketersediaan hara tanah dan secara biologis merupakan sumber energi dan karbon bagi mikroorganisme (Hanafiah, 2005).

Jumlah dan sifat bahan organik sangat menentukan sifat biokimia, fisika, kesuburan tanah dan membantu menetapkan arah proses pembentukan tanah.

Bahan organik menetukan komposisi dan mobilitas kation yang terjerap, warna tanah, keseimbangan panas, konsistensi, partikel density, bulkdensity, sumber unsur hara, pemantap agregat, karakteristik air dan aktivitas mikroorganisme tanah (Muklis, 2014).

Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dam mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebaban aktivitas dan populasi mikrobiologi, dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang berperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Disamping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposisi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah (Atmojo, 2003).

Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah yang sangat baik, selain itu berperan sebagai sumber hara bagi tanaman dan sumber energi bagi organisme

(19)

8

tanah (Hakim et al. 1986). Kandungan bahan organik ditentukan secara tidak langsung dengan mengkonversikan kadar Carbon (C) dengan suatu faktor, yang unsurnya sebagai berikut : kandungan bahan organik = Carbon x 1,724, jadi semakin tinggi kandungan C-organik, maka semakin tinggi pula kandungan bahn organiknya (Wicaksono, 2015).

Secara umum, pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Mikroorganisme tanah saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik karena bahan organik menyediakan karbon sebagai sumber energi untuk tumbuh (Nugroho, 2012).

3. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan ukuran kemampuan suatu koloid untuk mengadsorbsi dan mempertukarkan kation. KTK ini didefenisikan pula sebagai ukuran kuantitas kation, yang segera dapat dipertukarkan dan yang menetralkan muatan negatif tanah. Besarnya KTK tanah tergantung pada yaitu tekstur tanah, tipe mineral liat, dan kandungan bahan organik. Demikian juga pada kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi bahan organik maka KTK tanah akan semakin tinggi (Mukhlis, 2014).

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah. Tanah memiliki nilai KTK yang tinggi bila didominasi oleh kation Ca, Mg, K, Na, (kejenuhan basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan tanah. Tetapi bila didominasi oleh kation asam Al, H (kejenuhan basah rendah) dapat mengurangi kesuburan tanah. Selain itu tanah-tanah dengan kandungan liat atau bahan organik tinggi mempunyai nilai KTK yang lebih tinggi dibandingkan tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah berpasir (A’in, 2009).

Kapasitas tukar kation mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah tergantung pada tekstur, bahan organik, dan pH tanah. Semakin tinggi nilai kapasitas tukar kation maka tanah akan semakin subur dan membuat aktivitas mikroorganisme semakin meningkat. Pertumbuhan

(20)

bakteri akan optimum apabila tanah memiliki pH netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH) (Tan, 1992).

4. Respirasi Tanah

Respirasi tanah adalah proses evolusi CO2 dari tanah ke atmosfer, terutama dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dan akar tanaman. Mikroorganisme dalam setiap aktivitasnya membutuhkan O2 atau mengeluarkan CO2 yang dijadikan dasar untuk pengukuran respirasi tanah. Hal ini dipengaruhi tidak hanya oleh faktor biologis (vegetasi, mikroorganisme) dan faktor lingkungan (suhu, kelembaban dan pH), tetapi juga oleh faktor buatan manusia. Menurut Sutedjo et al. (1991) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi meningkatnya mikroorganisme dalam tanah yang paling penting yaitu C-organik, reaksi (pH), kelembaban, dan temperatur.

Respirasi tanah adalah tipikal parameter aktivitas metabolik dari populasi mikroba tanah yang berkorelasi positif dengan material organik tanah. Enzim dehidrogenase juga berperan penting dalam proses dekomposisi material organik, stabilisasi struktur tanah, siklus biogeokimia, serta menjaga kualitas dan fungsi tanah karena memberikan indikasi potensi tanah untuk mendukung proses biokimia dalam mempertahankan kesuburan tanah, sehingga aktivitas enzim dehidrogenase dapat digunakan sebagai indikator aktivitas mikroba tanah (Nur et al., 2011).

Respirasi tanah adalah proses evolusi CO2 dari tanah ke atmosfer, terutama dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dan akar tanaman. Hal ini dipengaruhi tidak hanya oleh faktor biologis (vegetasi, mikroorganisme) dan faktor lingkungan (suhu, kelembaban, pH), tetapi juga lebih kuat oleh faktor buatan manusia. Tingkat respirasi tanah menurun secara eksponensial dengan peningkatan lintang dan meningkat dengan meningkatnya suhu (Setyawan dan Hanum, 2014).

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara astronomis Humbang Hasundutan terletak pada garis 20 1’ – 20 28’

LU dan 980 10’ - 980 10’ – 980 58’ BT. Berdasarkan letak geografisnya, Humbang Hasundutan berada di bagian tengah wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian antara 330-2.075 mdpl. Iklim di Humbang Hasundutan termasuk tropis basah dengan suhu berkisar antara 170C – 190C. Rata-rata tinggi curah hujan yang terjadi di Kabupaten Humbang Handutan setiap bulan tahun 2017 sebesar 208,06

(21)

10

mm dengan rata-rata hari hujan sebesar 17 hari perbulan. Kecamatan Dolok Sanggul mempunyai luas wilayah 20.929,53 Ha. Terletak pada koordinat 20 09’ – 20 25’ LU dan 980 35’ – 980 49’ BT. Batas wilayah kecamatan Dolok Sanggul sebelah utara yaitu kecamatan Pollung, sebelah selatan yaitu kecamatan Parmonangan dan kecamatan Sijamapolang, sebelah barat yaitu kecamatan Onan Ganjang dan kecamatan Parlilitan, dan sebelah timur yaitu kecamatan Lintong Nihuta (BPS, 2018).

Tingkat kesuburan tanah di Humbang Hasundutan relatif subur yaitu secara umum merupakan jenis tanah yang mengandung bahan organik dan memiliki keasaman tanah yang tinggi dengan rata-rata pH 5-6,5. Jenis tanah pada umumnya di daerah Kabupaten Humbang Hasundutan adalah Podsolik yang sifatnya erosif dan topografinya berombak sampai bergunung. Berdasarkan analisis peta RePPRo/1998 dan tinjauan lapangan, jenis tanah secara garis besar wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri dari 7 jenis tanah yaitu tanah Alluvial, Organosol, Gleysol, Podsolik, Andosol, Latosol dan Lithosol. Pada daerah Kecamatan Dolok Sanggul terdapat 4 jenis tanah yaitu Alluvial, Gleysol, Podsolik dan Andosol. Tanah Gleysol lebih dominan ditemukan di Kecamatan Dolok Sanggul yaitu seluas 17.325 Ha (BPS, 2018).

(22)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel tanah dilakukan di bawah tegakan pinus (Pinus merkusii) dan eukaliptus (Eucalyptus sp.) di daerah Aek Sibundong, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan. Analisis sifat kimia tanah dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2019.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel tanah dari bawah tegakan pinus dan eukaliptus, air, media nutrien agar, larutan fisiologis steril (8,5 g NaCl per liter akuades), KOH 0,2 N, phenophtalein, HCl 0,1 N, metil oranye, akuades, parafin cair.

Alat yang diguanakan adalah cangkul, kantong plastik, alat tulis, kertas label, erlenmeyer, pipet tetes, tabung reaksi, rak tabung reaksi, labu ukur, tabung sentrifuse, cawan petri, beaker glass, laminar air flow, toples plastik, botol kaca kecil, botol kocok, shaker, rotamixer, gunting/cutter, selotip, dan bunsen.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua buah sampel tanah, yaitu : P1 : Tanah di bawah tegakan pinus kedalaman tanah 0 – 20 cm P2 : Tanah di bawah tegakan eukaliptus kedalaman tanah 0 – 20 cm

Pada analisa ini digunakan adalah uji komparatif dengan tujuan untuk membandingkan (membedakan) dua variabel (data) terdapat kesamaan/perbedaan.

Uji statistik yang digunakan adalah uji t (t-tes) independentt-test, yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata antara satu kelompok dengan kelompok lainnya tidak saling berhubungan (Riwidikdo, 2007). Rumus yang digunakan adalah :

(23)

12

Keterangan : t : nilai t hitung

1 : jumlah rata-rata sampel kesatu x̅2 : jumlah rata-rata sampel kedua s : varians

n1 :banyaknya sampel kesatu n2 : banyaknya sampel kedua

Pengambilan Sampel Tanah

Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di areal Aek Sibundong.

Contoh tanah yang diambil dari bawah 2 jenis tegakan yaitu pinus dan eukaliptus.

Pengambilan contoh tanah dilakukan secara acak, dengan kedalaman 0-20 cm pada setiap lubang pengambilan contoh tanah. Contoh tanah yang diambil pada tiap titik yang berbeda sehingga terdapat 6 titik pengambilan tanah, yakni 3 titik pengambilan tanah dibawah tegakan pinus dan 3 titik pengambilan tanah dibawah tegakan eukaliptus, kemudian dikompositkan dan ditempatkan pada plastik yang sudah diberi label. Menurut Saraswati et al. (2007) metode pengambilan contoh tanah komposit ditujukan untuk mendapatkan gambaran umum tentang keberadaan mikroba disuatu areal atau petak tanah. Contoh tanah komposit merupakan campuran dari anak contoh tanah yang diambil dari beberapa tempat pada areal sama secara acak. Semakin banyak jumlah anak contoh tanah yang diambil, maka semakin baik pula contoh tanah komposit yang dihasilkan.

20 m

20 m

Gambar 1. Petak contoh pengambilan sampel tanah Keterangan :

: Tanah di bawah tegakan eukaliptus : Tanah di bawah tegakan pinus

(24)

Analisis Sampel Tanah

1. Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah yang dianalisis adalah pH tanah dengan menggunakan metode pH meter, C-Organik dengan metode Walkey and Black, Kapasitas tukar kation dengan metode pencucian dan Nitrogen total dengan menggunakan metode Kjehdal (Mukhlis, 2014). Prosedur analisis sifat kimia tanah dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Sifat Biologi Tanah

a. Pengukuran Total Mikroorganisme

Parameter yang diamati untuk sifat biologi tanah yaitu total mikroorganisme tanah yang dilakukan dengan menggunakan metode agar cawan (Saraswati, 2007).

Prosedur penetapan jumlah total mikroorganisme yaitu membuat pengenceran secara seri dengan memasukkan 10 gr tanah ke dalam erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 90 ml larutan fisiologis steril (8,5 gr NaCl per liter akuades) kemudian dikocok menggunakan shaker selama 30 menit sehingga campuran ini sebagai pengencer 10−1. Siapkan 7 tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis steril.

Lalu pipetilah 1 ml dari larutan 10−1 dan dimasukkan ke dalam larutan fisiologis steril pada tabung reaksi, campuran ini sebagai pengenceran 10−2 dan larutan 10−2 dipipeti kembali 1 ml untuk membuat larutan 10−3 dan seterusnya sampai pengenceran 10−8. Setelah suspensi tercampur dengan larutan fisiologis steril, pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan menggunakan rotamixer agar tercampur sempurna.

Setelah seri pengenceran dibuat, dipipet 1 ml dari suspensi dengan pengenceran 10−6, 10−7, dan 10−8 dipindahkan ke cawan petri steril. Media nutrien agar yang telah disiapkan, didinginkan sampai tempraturnya sekitar 40-450C.

Jumlah media nutrien agar yang dituangkan ke cawan petri kira-kira 10 ml.

Sebelum media dituangkan, mulut wadah media nutrien disterilkan terlebih dahulu dengan melewatkannya pada api bunsen yang dilakukan di dalam laminar air flow.

Media nutrien agar dituangkan secara perlahan-lahan ke dalam cawan petri dan diputar kearah kanan tiga kali dan kearah kiri tiga kali supaya suspensi

(25)

14

mikroorganisme tersebar secara merata pada cawan petri. Setelah media benar- benar padat, cawan petri diinkubasikan pada suhu kamar dengan diletakkan secara terbalik. Setelah tiga hari inkubasi dilakukan perhitungan jumlah mikroorganisme dengan rumus:

Jumlah total mikroorganisme = rata-rata jumlah koloni per cawan petri x faktor pengenceran.

b. Pengukuran Aktivitas Mikroorganisme

Pengukuran aktivitas mikroorganisme tanah dilakukan untuk menentukan seberapa banyaknya mikroorganisme tanah melakukan respirasi yaitu menghasilkan CO2. Metode yang digunakan adalah metode jar dan diukur dengan metode titrimetri (Anas, 1989).

Prosedur pengukuran aktivitas mikroorganisme tanah yaitu ditimbang tanah sebanyak 100 gr, lalu dimasukkan ke dalam toples plastik ukuran 1 liter dan kemudian dimasukkan juga dua botol kecil yang berisi 5 ml KOH 0,2 N dan 10 ml akuades. Tutup toples sampai kedap udara dan diinkubasikan pada temperatur sekitar 28-300C di tempat yang gelap selama 14 hari.

Pada akhir masa inkubasi, ditentukan jumlah CO2 yang dihasilkan dengan metode titrasi yaitu menambahkan 2 tetes phenolphtalein ke dalam botol yang berisi KOH. Lalu, dititrasi dengan HCl sampai warna merah menjadi hilang. Catat volume HCl yang digunakan, kemudian ditambahkan 2 tetes indikator metil oranye dan dititrasi dengan HCl sampai warna kuning berubah menjadi pink. Perubahan warna pink ini tidak boleh terlalu ketara dan oleh karena itu diharapkan dalam menentukan titik akhir titrasi dilakukan dengan hati-hati. Catat volume HCl yang digunakan.

Jumlah HCl yang digunakan pada tahap kedua titrasi ini berhubungan dengan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme.

Menurut Anas (1989), reaksi yang akan terjadi dalam pengukuran respirasi tanah adalah:

1. Perubahan warna menjadi tidak berwarna (dengan penambahan indikator phenolphtalein)

CO2 + KOH K2CO3

K2CO3 + HCl KCl + KHCO3

(26)

2. Perubahan warna kuning menjadi pink (dengan penambahan indikator metil oranye)

3. KHCO3 + HCl KCl + H2O + CO2

Jumlah CO2 yang dihasilkan per 50 g tanah lembab perhari (r) dapat dihitung dengan rumus: r =(a−b) x t x 120

n

Keterangan :

a = ml HCl untuk contoh tanah b = ml HCl untuk blanko t = normalitas HCl yaitu 0,1

Normalitas HCl bersifat normal atau konstan n = jumlah hari inkubasi yaitu 14 hari

(27)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sifat Kimia Tanah

Berdasarkan analisis sifat kimia kedua sampel tanah yang sudah dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, maka diperoleh nilai hasil sifat kimia tanah. Hasil analisis sifat kimia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah Dibawah Tegakan Pinus dan Eukaliptus

Tegakan Parameter

pH C-Organik

(%)

KTK (m.e/100g)

N total (%) Pinus

(0-20 cm)

5,8 am 7,16 st 32,81 t 0,63 t

Eukaliptus (0-20 cm)

6,2 am 6,08 st 37,25 t 0,68 t

*Kriteria menurut Hardjowigeno, 1987 (Lampiran 2) Keterangan : am : agak masam

t : tinggi st : sangat tinggi

Berdasarkan hasil Tabel 1 dapat dilihat bahwa tanah di bawah tegakan pinus memiliki kriteria pH yang agak masam, sama halnya dengan tanah dibawah tegakan eukaliptus juga memiliki kriteria pH yang agak masam. Hal ini dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban tanah yang sama, sehingga tidak mempengaruhi adanya perbedaan pH yang signifikan. Adapun yang mempengaruhi perbedaan pH tanah salah satunya adalah bahan organik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Atmojo (2003) bahwa peningkatan pH tanah juga terjadi apabila bahan organik yang telah terdekomposisi lanjut (matang), karena bahan organik yang termineralisasi akan melepaskan mineralnya. Menurut Hakim et al. (1986) rendahnya pH di lokasi penelitian diduga disebabkan oleh beberapa hal, antara lain tingginya kandungan bahan organik tanah yang menyebabkan terjadinya proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme sehingga mengeluarkan asam-asam organik, terjadinya pencucian akibat erosi sehingga meninggalkan kation Al dan H+ sebagai kation dominan yang menyebabkan tanah bereaksi masam.

Hasil analisis tanah pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai C-organik pada tanah dibawah tegakan pinus dan eukaliptus sama-sama memiliki kriteria sangat

(28)

tinggi. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya serasah serta bagian tumbuhan lain yang terdekomposisi sehingga menyebabkan peningkatan bahan organik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soepardi (1983) bahwa bahan organik tanah akan mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian maupun keseluruhan, baik secara kimia, biologi dan fisika didalam tanah. Pentingnya peranan bahan organik adalah untuk menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Kandungan bahan organik pada setiap jenis tanah tidak sama, hal ini didukung oleh pernyataan Ansori (2005) bahwa ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kandungan bahan organik yaitu tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, populasi mikroorganisme tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan tanah.

Berdasarkan hasil analisis nilai KTK pada setiap contoh tanah dapat diketahui bahwa nilai KTK pada tanah dibawah tegakan pinus dan eukaliptus memiliki kriteria KTK yang tinggi. Hal ini disebabkan adanya hubungan yang sejalan antara pH (reaksi tanah) dengan KTK, dimana semakin tinggi nilai pH tanah maka nilai KTK pun semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rusdiana dan Lubis (2012), bahwa nilai kapasitas tukar kation yang tinggi dipengaruhi oleh pH tanah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Atmojo (2003) bahwa dalam suasana sangat masam (pH rendah), hidrogen akan terikat kuat pada gugus aktifnya yang menyebabkan gugus aktif berubah menjadi bermuatan positip (-COOH2+ dan – OH2+), sehingga koloid-koloid yang bermuatan negatif menjadi rendah, akibatnya KTK turun. Sebaliknya dalam suasana alkali (pH tinggi) larutan tanah banyak OHˉ, akibatnya terjadi pelepasan H+ dari gugus organik dan terjadi peningkatan muatan negatif (-COOˉ, dan –Oˉ), sehingga KTK meningkat.

Berdasarkan hasil pengukuran N total pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada tanah dibawah tegakan pinus memiliki kriteria N total yang tinggi, sama halnya dengan tanah di bawah tegakan eukaliptus juga memiliki kriteria N total yang tinggi. Tinggi rendahnya kandungan N total dipengaruhi oleh banyaknya serasah dan bagian tumbuhan yang jatuh ke tanah dan mengalami proses dekomposisi sehingga meningkatkan nilai N total karena N sumber utamanya adalah bahan organik, serta didukung pernyataan oleh Nurmegawati et al. (2007)

(29)

18

bahwa sebagian N terangkut panen, sebagian kembali sebagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui pencucian.

Berdasarkan hasil analisis kimia tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sifat kimia pada tanah di bawah tegakan pinus dan eukaliptus memiliki kriteria yang sama pada empat parameter yang di analisis yaitu pH tanah, C-organik, KTK, dan N total. Dari hasil analisis juga dapat disimpulkan bahwa tanah di bawah tegakan pinus dan eukaliptus tergolong jenis tanah yang subur yaitu memiliki kriteria dari tinggi hingga sangat tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarso (2005) tanah- tanah yang mempunyai kadar BO tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dibandingkan dengan tanah liat rendah atau BO rendah. Bahan organik tanah merupakan sisa-sisa tanaman dan hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan, yang berfungsi untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah.

2. Sifat Biologi Tanah

Tanah merupakan tempat hidup bermacam-macam mikroorganisme.

Mikroorganisme tanah bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara. Adapun jumlah tiap koloni mikroorganisme sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, dan ada pula yang jumlahnya mencapai jutaan mikroorganisme tiap koloni per gram tanah. Adapun hasil analisis total mikroorganisme pada dua sampel tanah yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Hasil Perhitungan Total Mikroorganisme Tanah Tegakan Jumlah Bakteri

(... x 108 SPK/ml)

Jumlah Fungi (... x 105 SPK/ml)

Total Mikroorganisme (... x 108 SPK/ml)

Pinus 69,90 1,22 69,90

Eukaliptus 77,14 1,14 77,14

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa tanah dibawah tegakan eukaliptus memiliki jumlah mikroorganisme lebih banyak yaitu 77,14 x108 SPK/ml. Sedangkan tanah dibawah tegakan pinus memiliki jumlah mikroorganisme yaitu 69,90 x108 SPK/ml. Hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan vegetasi pada tanah tersebut. Menurut Sutedjo et al. (1991) bahwa vegetasi yang tumbuh mempengaruhi populasi mikroorganisme di dalam tanah. Bakteri dan fungi

(30)

merupakan mikroorganisme yang paling penting dalam tanah yang berhubungan dengan dekomposisi dan siklus hara.

Pada penelitian ini, tanah di bawah tegakan pinus dan eukaliptus lebih banyak dihuni oleh bakteri, hal ini sesuai dengan pernyataan Rao (1994) bahwa bakteri merupakan mikroorganisme dalam tanah yang paling dominan. Bakteri terdapat dalam segala jenis tipe tanah tapi populasinya menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. Jumlah bakteri tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai kondisi seperti temperatur, kelembaban, aerasi dan sumber energi.

Total mikroorganisme berbanding lurus dengan aktivitas mikroorganisme didalam tanah, jika total mikroorganisme tinggi maka aktivitas mikroorganisme juga semakin tinggi. Adapun hasil analisis aktivitas mikroorganisme pada dua sampel tanah yang sudah dilakukan, maka dapat dilihat hasilnya pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Hasil Perhitungan Aktivitas Mikroorganisme Tanah

Tegakan Aktivitas Mikroorganisme

(mg CO2/50g/hari)

Pinus 16,00

Eukaliptus 16,66

Aktivitas mikroorganisme tanah terjadi karena adanya kehidupan mikroorganisme pada tanah. Dari hasil analisis kedua sampel dapat dilihat bahwa tanah dibawah tegakan eukaliptus juga memiliki hasil respirasi lebih tinggi yaitu 16,66 mg CO2/50g/hari, sedangkan hasil respirasi tanah dibawah tegakan pinus yaitu 16 mg CO2/50g/hari. Menurut Hanafiah et al (2009) bahwa aktivitas mikroorganisme yang tinggi berhubungan dengan banyaknya populasi mikroorganisme dan bahan organik sebagai sumber energi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas. Aktivitas mikroorganisme di dalam tanah berbanding lurus dengan produksi CO2 mikroorganisme, besarnya produksi CO2 didalam tanah juga mempengaruhi kesuburan didalam tanah. Menurut Wahyuni (2003) besarnya konsentrasi CO2 didalam tanah dipengaruhi oleh tingginya aktivitas mikroorganisme tanah, produksi CO2 yang tinggi berarti aktivitas mikroorganisme tanah juga tinggi dan hal ini membantu tanah untuk tetap subur.

Pada penelitian ini sifat kimia tanah yang dianalisis juga berpengaruh terhadap sifat biologi tanah. Bahan organik sangat mempengaruhi proses terjadinya

(31)

20

sifat kimia tanah sehingga jelas berpengaruh nyata terhadap perbedaan jumlah mikroorganisme dimana semakin banyaknya bahan organik yang tersedia sebagai sumber energi bagi mikroorganisme maka total mikroorganisme yang ada di tanah juga semakin banyak. Sesuai dengan pernyataan Hanafiah et al (2009) bahwa populasi yang tinggi menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup. Selain itu, pH tanah juga mempunyai peranan penting bagi perkembangan mikroorganisme di tanah. Adapun mikroorganisme yang banyak hidup pada pH ini adalah bakteri dan fungi. Menurut Lay (1994) pada umumnya bakteri dapat tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7 (netral) meskipun dapat tumbuh pada kisaran 5 - 8 sedangkan fungi dapat hidup pada kisaran pH yang Luas. Korelasi antara sifat kimia dan sifat biologi tanah dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan perhitungan korelasi dapat diketahui bahwa bahwa nilai korelasi yang didapat bernilai positif yaitu mencapai nilai 1. Hal tersebut menandakan bahwa sifat kimia tanah memiliki hubungan yang searah dan memiliki korelasi yang kuat dengan sifat biologi tanah.

Berdasarkan hasil penelitian maka digunakan Uji T untuk melihat perbedaan hasil pada jumlah total mikroorganisme dan respirasi tanah pada tegakan pinus dan eukaliptus.. Uji T (t-tes) independentt-test, yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Tabel 4. Uji T Jumlah Total Mikroorganisme

Tegakan Rata-rata Varians Total db t-Hit P-Val t-tabel

Pinus 19,371 273,19 3 4 -0,540 0,308 2,131

Eukaliptus 25,714 140,181 3 Tabel 5. Uji T Respirasi Tanah

Tegakan Rata-rata Varians Total db t-Hit P-Val t-tabel

Pinus 24,966 0,563 3 2 -0,468 0,342 2,919

Eukaliptus 25,733 7,463 3

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Uji T terhadap dua sampel tanah di tegakan yang berbeda dengan tingkat kepercayaan 95%

menunjukkan bahwa total mikroorganisme dan respirasi tanah dibawah tegakan pinus tidak berbeda nyata terhadap total mikroorganisme dan respirasi tanah dibawah tegakan eukaliptus. Pada Tabel 4 dilihat bahwa t-Hit<t-tabel (-0,540 <

(32)

2,131) serta P-Val (0,308) > 0,05 sehingga Ho diterima, yaitu tidak ada perbedaan aktivitas mikroorganisme tanah di bawah tegakan pinus terhadap aktivitas mikroorganisme tanah di bawah tegakan eukaliptus. Begitu pula dengan Uji T respirasi tanah pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa t-Hit<t-tabel (-,0468 < 2,919) serta P-Val (0,342) > 0,05 sehingga Ho diterima, yaitu tidak ada perbedaan respirasi tanah di bawah tegakan pinus terhadap respirasi tanah tanah di bawah tegakan eukaliptus pada daerah Aek Sibundong. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organik yang terdapat pada tanah di bawah tegakan pinus dan eukaliptus sama banyaknya, hanya serasah tegakan tersebut yang mempengaruhi hasil respirasi mikroorganisme sehingga memperoleh nilai yang berbeda. Bahan organik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai respirasi mikroorganisme.

Bahan organik sendiri berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroorganisme, dimana mikroorganisme melakukan dekomposisi untuk mendapatkan bahan makanan. Didukung oleh pernyataan Ansori (2005) yang menyatakan bahwa bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Hal ini tergantung pada beberapa hal yaitu; tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, populasi mikroorganisme tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan tanah.

Pada penelitian Wicaksono (2015) tentang aktivitas mikroorganisme pada penggunaan lahan di daerah Kabupaten Kubu Raya lebih sedikit total mikroorganisme yang diperoleh jika dibandingkan dengan penelitian ini.

Wicaksono memperoleh total mikroorganisme pada tegakan durian yaitu 4.33 x105 SPK/ml untuk bakteri dan 7 x104 SPK/ml untuk fungi dan tegakan rambutan 3.5 x105 SPK/ml untuk jamur dan 10 x 104 untuk fungi. Hal ini disebabkan perbedaan faktor lingkungan dimana pada tanah dibawah tegakan pinus dan eukaliptus di daerah Aek Sibundong memiliki suhu yang rendah dan curah hujan yang tinggi sehingga mempengaruhi kondisi tanah yang juga berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme (Sihombing, 2019). Hal ini didukung oleh pernyataan Saraswati et al. (2007), faktor suhu dan pH pada media juga ketersediaan oksigen (beberapa mikroorganisme bersifat aerob) menjadi faktor penentu bagi beberapa

(33)

22

mikroorganisme. Selain itu sifat mendominasi dari beberapa mikroorganisme menyebabkan mikroorganisme lainnya tidak mampu bersaing tumbuh dan memperoleh nutrisi pada media tumbuh.

Kesuburan tanah di bawah tegakan pinus dan eukaliptus di daerah Aek Sibundong tidak terlepas dari faktor utama yaitu bahan organik. Pentingnya bahan organik yaitu sebagai agen cadangan sebagai unsur hara, agen untuk menaikkan kapasitas tanah memegang unsur hara terutama dari koloid organik/humus, agen yang menunjang terbentuknya struktur dan agregat tanah, serta medium untuk berkembangnya populasi mikroorganisme tanah. Jadi semakin tinggi kadar organik tanah, maka semakin subur tanah yang bersangkutan untuk tiap tiap tanah mineral.

Berbeda dengan penelitian Mindawati et al. (2010) yang menganalisa sifat-sifat tanah di bawah tegakan Eucalyptus urograndis, menyatakan bahwa total mikroorganisme tanah di bawah tegakan E. urograndis terjadi peningkatan secara nyata jumlah populasinya baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah. Namun secara umum kondisi kesuburan kimia tanah lahan di bawah tegakan E, urograndis termasuk rendah hingga sangat rendah dilihat dari pH tanah, ketersedian P-tanah ketersediaan N-tanah dan ketersediaan mineral-mineral basa tanah, sehingga memerlukan manajemen lahan yang lebih baik dengan memasukkan hara berupa pupuk dari luar.

Berdasarakn hasil penelitian pada tegakan eukaliptus di daerah Aek Sibundong memiliki kesuburan tanah yang cukup tinggi, namun berbeda dengan hasil penelitian Supangat et al. (2013) menyimpulkan bahwa tanah-tanah di lokasi hutan tanaman E. pellita di Perawang berordo Ultisols memperlihatkan tingkat kesuburan tanah yang rendah dibandingkan pada tanah di hutan alam. Kenaikan umur tanaman E. pellita membentuk ekosistem hutan yang semakin mantap bagi sifat fisik, kimia dan biologi secara umum.

Eksudat akar juga mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme di rizosfir. Eksudat akar tanaman terdiri dari asam amino, karbohidrat, vitamin, nukleotida dan enzim. Produksi eksudat pada tanaman pinus dan eukaliptus mempengaruhi kehidupan mikroorganisme di sekitar perakaran dengan memanfaatkannya sebagai sumber nutrisi dan sumber karbon bagi pertumbuhannya. Menurut Guckert et al. (1991) produksi eksudat akar tanaman

(34)

akan berbeda-beda tergantung pada umur tanaman atau fase pertumbuhan tanaman.

Pada kondisi kadar air tanah yang rendah akan menyebabkan kurangnya gerak eksudat akar untuk menjauhi permukaan akar.

(35)

24

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil analisis total mikroorganisme dan respirasi tanah di bawah tegakan Eukaliptus (Eucalyptus sp.) lebih tinggi dibandingkan tanah di bawah tegakan Pinus (Pinus merkusii). Tanah di bawah tegakan eukaliptus memiliki total mikroorganisme sebesar 77,14 x108 SPK/ml dengan respirasi 16,66 mg CO2/50g/hari, sedangkan tanah di bawah tegakan pinus memiliki total mikroorganisme sebesar 69,90 x108 SPK/ml dengan respirasi 16 mg CO2/50g/hari.

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Uji T, total mikroorganisme dan respirasi tanah di bawah tegakan pinus tidak berbeda nyata terhadap total mikroorganisme dan respirasi tanah di bawah tegakan eukaliptus.

Saran

Penelitian ini akan lebih baik jika mengidentifikasi jenis mikroorganisme serta potensi nya pada masing-masing jenis tanah.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiyani D, Imamuddin H, Faridah EN, Oedjijono. 2004. Pengaruh pH dan Substrat Organi Terhadap Pertumbuhan dan Aktivitas Bakteri Pengoksidasi Amonia. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Anas I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. Pusat Antar Universitas Bioteknologi.

Bogor.

Ansori T. 2005. Mengenal Bahan Organik Lebih Jauh.

http://elisa.ugm.ac.id/files/cahyonoagus/hDXa17zE/tugas%20ith%20kul.d oc [ Diakses 13/01/2019].

Ardi R. 2009. Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan dan Hutan Alam. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Atmojo, SW. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan UpayaPengelolaannya. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

A’in C. 2009. Alternatif Pemanfaatan Ex Diposal Area untuk Kegiatan Perikanan dan Pertanian di Kawasan Segara Anakan Berdasarkan Sistem Informasi Geografis. Thesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro.

Semarang.

BPS. 2018. Kabupaten Humbang Hasundutan Dalam Angka. BPS Kabupaten Humbang Hasundutan. Sumatera Utara.

Departemen Kehutanan, 1994. Eucalyptus. Pedoman Teknis Penanaman Jenis- Jenis Kayu Komersial. Badan Litbang Departemen Kehutanan.

http://www.indonesiaforest.com/tanaman_andalan/eucalyptus.PDF [Diakses 25/07/2019]

Devianti, Tjahjaningrum. 2017. Studi Laju Dekomposisi Serasah Pada Hutan Pinus di Kawasan Wisata Taman Safari Indonesia II Jawa Timur. Jurnal Sains dan Senin ITS. 6(2) : 87-91.

Guckert FM, Cavanom N, Morel JL, Villemin G. 1991. Root Exudation in Beta vulgaris : A comparizon with Zea mays. In Plant roots and their environment, Proceeding of an ISRR-Symposium. Elsevier Scintific Publishong, Newyork 3(1): 449-455.

Hakim N, Nyakpa M, Lubis AM, Nugroho SG, Diha MA, Hong GM, Bailey HH.

1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Press. Lampung.

Hanafiah KA. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Grafindo Prasada. Jakarta.

(37)

26

Hanafiah AS, Sabrina T. Guchi H. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. Program Studi Agroekotenologi Fakultas Pertanian. Medan.

Hardiwinoto S, Nurjanto HH, Nugroho AW, Widiyatno. 2010. Pengaruh Komposisi Dan Bahan Mediaterhadap Pertumbuhan Semai Pinus (Pinus merkusii). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 8(1): 9-18.

Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Kalima T, Sutisna U, Harahap R. 2005. Studi Sebaran Alam Pinuss merkusii Jungh.

et de Vriese Tapanuli, Sumatera Utara dengan Metode Cluster dan Pemetaan Digital. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 2(5): 497-505.

Khaeruddin. 1999. Pembibitan Hutan Tanaman Industri (HTI). Cetakan Kedua.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Kusyakov. 2006. Sources of CO2 efflux from soil and review of partitioning methods. Soil Biol. Biochem. 38(2): 425-448.

Latifah S. 2004. Pertanaman dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis di Hutan Tanaman Industri. http://www.libraryusu.ac.id [Diakses 25/07/2019].

Lay WB. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Mindawati N, Indrawan A, Mansur I, Rusdiana O. 2010. Analisis Sifat-Sifat Tanah di Bawah Tegakan Eucalyptus urograndis. Jurnal Tekno Hutan Tanaman 3(1): 13-22.

Mukhlis. 2014. Analisis Tanah Tanaman. USU Press. Medan.

Nugroho A. 2012. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Sifat Biologi Tanah.

Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung

Nur RA, Zul D, Leni FB. 2011. Laju Respirasi Tanah dan Aktivitas Dehidrogenase Di Kawasan Lahan Gambut Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru.

Nurmegawati W, Makhruf E, Sugandi D, Rahman T. 2007. Tingkat Kesuburan dan Rekomendasi Pemupukan N, P dan K Tanah Sawah Kabupaten Bengkulu Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Bengkulu

Poerwowidodo. 1991. Gatrah Tanah Dalam Pembangunan Hutan Tanaman di Indonesia. Penerbit Rajawali. Jakarta.

Rao NS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

(38)

Riwidikdo H. 2007. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press.

Sallata MK. 2013. Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) dan Keberadaanya di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Jurnal Info Teknis EBONI. 10(2) : 85-89.

Saraswati R, Husen E, Simanungkalit RDM. 2007. Metode Analisis Biologi Tanah.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Bogor.

Setyawan D, Hanum H. 2014. Respirasi Tanah Sebagai Indikator Lahan Pascatambang Batubara Di Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal.

3(1): 1-10.

Sihombing, NK. 2019. Keanekaragaman Ikan di Aek Sibundong Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Supangat AB, Supriyo H, Sudira P, Poedjirahajoe E. 2013. Status Kesuburan Tanah di Bawah Tegakan Eucalyptus pellita F. Muell : Studi Kasus di HPHTI PT.

Arara Abadi, Riau. Jurnal Manusia dan Lingkungan 20(1): 22-23.

Sutedjo MM, Kartasaputa AG, Sadtroatmodjo RDS. 1991. Mikro Biologi Tanah.

Rineka Cipta. Jakarta.

Tan KH.1992. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan oleh D. H Gunadi. Gadjah Mada Universitas Press. Yogyakarta.

Wahyuni. 2003. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Manolitikasal Bonggol Pohon Sagu. Jurnal Agroteknos 4(3): 174-179.

Waluyo L. 2007. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang.

Malang.

Wicaksono T. 2015. Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Beberapa Cara Penggunaan Lahan di Desa Pal IX Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.

Pontianak.

Widyati E. 2013. Dinamika Komunitas Mikroba di Rizosfir dan Kontribusinya

Terhadap Pertumbuhan Tanaman Hutan. Jurnal Tekno Hutan Tanaman 6 (2): 55 – 64.

(39)

28

Winarso S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan Dan Kualitas Tanah. Gava Media. Yogyakarta.

(40)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Anlisis Sifat Kimia Tanah

A. Analisis pH tanah

Prosedur analisis pH tanah menurut Mukhlis (2007) adalah dengan cara:

1. Dimasukkan 10 g tanah ke dalam botol kocok.

2. Ditambahkan air sebanyak 25 ml air.

3. Dikocok selama 10 menit

4. Diukur pH nya menggunakan pH meter.

B. Analisis C-organik tanah

Prosedur analisis kandungan C organik pada tanah adalah dengan cara:

1. Ditimbang 0,5 gr tanah dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500ml.

2. Ditambahkan 5 mlK2Cr2O7 (dengan menggunakan pipet tetes) lalu digoncang dengan tangan.

3. Ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat dan digoncang 2-3 menit, selanjutnya didiamkan selama 30 menit.

4. Ditambahkan 100 ml air dan 5 ml H3PO485%., tambahkan NaF 4% 2,5 ml.

Kemudian ditambahkan 5 tetes diphenilamine dan diguncang, maka akan timbul larutan berwarna biru tua.

5. Dititrasi dengan FeSO4 0,5 N hingga warna menjadi hijau.

6. Dilakukan prosedur 2-5 tetapi tanpa sampel tanah, untuk mendapatkan blanko.

7. Dihitung C-organik dengan menggunakan rumus:

C-organik = 5 (l-t/s) 0,78 Keterangan :

t = titrasi s = blanko

Dihitung bahan organik dengan rumus:

BO = C-organik x 1,724

(41)

30

Lampiran 1. Lanjutan

C. Analisis Ntotal tanah

Metode yang digunakan untuk menetapkan N Total tanah adalah metode Kjehdal. Prosedur penetapan N-Total (Mukhlis, 2014) adalah sebagai berikut:

1. Tahapan Destruksi

a. Ditimbang 2 gr tanah, tempatkan pada tabung digester

b. Ditambahkan 2 gr katalis campuran dan H2O 10 ml, kemudian ditambahkan lagi 10 ml campuran H2SO4-asam salisilat dan dibiarkan semalaman

c. Didestruksi pada alat digester dengan suhu rendah dan dinaikkan secara bertahap hingga larutan jernih (temperatur <2000C). Setelah larutan jernih suhu dinaikkan dan dilanjutkan selama 30 menit.

d. Didinginkan dan diencerkan dengan menambahkan 15 ml H2O 2. Tahapan Destilasi

a. Ditempatkan tabung destruksi pada alat destilasi

b. Pipet 25 ml H3BO3 4%, tempatkan pada erlenmeyer 250 cc dan tambahkan 3 tetes indikator campuran; dan tempatkan sebagai penampung hasil destilasi c. Ditambahkan NaOH 40% ± 25 ml ke tabung destilasi dan langsung didestilasi d. Ditampung hasil destilasi di erlenmeyer yang berisi H3BO3. Destilasi dihentikan

bila larutan di Erlenmeyer berwarna hijau dan volumenya ± 75 ml 3. Tahapan Titrasi

a. Dititrasi hasil destilasi dengan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai oleh perubahan warna dari hijau menjadi merah.

b. Perhitungan:

N (%) = ml HCl x N HCl x 14 x 100 Berat Tanah x 1000

D. Analisis Kapasitas Tukar Kation tanah

Menurut Mukhlis (2007), prosedur analisis kapasitas tukar kation adalah dengan cara:

1. Ditimbang 5 gr contoh tanah kering udara dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse 100 ml.

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Berangkat dari kesimpulan dan pendapat tersebut, Ombudsman memberikan rekomendasi atau saran salah satunya yang memang sangat mendasar ialah melakukan ralat terhadap

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Kelompok Kerja Pengadaan Barang / Jasa Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Singkil ULP Dinas Pertanian

Setelah melalui Proses Pelelangan Sederhana yang dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Pekerjaan Dinas Koperasi, UMKM Prindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sambas

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan evaluasi oleh Pokja Jasa Konstruksi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

The reports have been submitted to Indonesia Financial Services Authority (OJK). SMS revenues increased by 7.8% YoY as a result of advanced pricing strategy

Sehubungan dengan Pemilihan Langsung dengan Pascakualifikasi paket pekerjaan Pembangunan Irigasi Air Permukaan Kecamatan Semadam pada Dinas Pendidikan TP&amp;H Kabupaten Aceh

Fotocopy berkas yang tercantum didalam formulir isian kualifikasi penawaran yang saudara sampaikan pada paket pekerjaan tersebut untuk diserahkan pada Pokja sebanyak 1 (satu)