• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BERAS ORGANIK DI KABUPATEN SRAGEN Ragil Saputro, Heru Irianto dan Setyowati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BERAS ORGANIK DI KABUPATEN SRAGEN Ragil Saputro, Heru Irianto dan Setyowati"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BERAS ORGANIK DI KABUPATEN SRAGEN

Ragil Saputro, Heru Irianto dan Setyowati

Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret JalanIr. Sutami No. 36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp./ Fax.(0271) 637457

E-mail: ragil_putra20@ymail.com Telp. 085742912324 Abstract: This research aims to determine the organic rice marketing channel in Sragen , analyzing amount of margin , the costs and benefits of organic rice marketing in Sragen, analyzing the level of efficiency of marketing organic rice in Sragen . The basic method used in this research is descriptive. The experiment is conducted in Sragen and research areas are taken intentionally (purposive) it is Sambirejo Sub-District. The sampling method is proportional random sampling of farmers while the sample of merchants is using snowball sampling. The results showed that there are two types of organic rice marketing channels, namely, the channel I: Farmers → Rice Milling

→ Traders → Retailer → Consumer. In marketing channels II:

Farmers → Rice Milling → Traders → Gatherer Traders → Retailers

→ Consumers. The profit margin on the producer level channel I is 66.13 %, channel II is 66.13 % , in grinder channel I is 2.99 % , channel II is 2.99, in retailer channel I is 8:11, channel II is 8.79 % . Marketing Margin pattern I of producers is 24.32 %, producer channel II is 23:26 %. Value of the mark up on selling at the farmer is amounting to 70.97, grinder level is 7.46, at retailers level in channel I is 9.46 and 9.56 at the channel II. At the level of gatherer trader in channel II is 4.29.

Keywords: Marjin Profit Margin, marketing margin, Mark-up on Selling

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran pemasaran beras organik di Kabupaten Sragen, menganalisis besar margin, biaya dan keuntungan pemasaran beras organik di Kabupaten Sragen, menganalisis besar tingkat efisiensi pemasaran beras organik di Kabupaten Sragen. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sragen dan daerah penelitian diambil secara sengaja (purposive) yaitu Kecamatan Sambirejo. Metode pengambilan sampel petani secara proporsional random sampling sedangkan sampel pedagang secara snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada dua tipe saluran pemasaran beras organik yaitu, saluran I: Petani → Penggilingan Padi

→ Pedagang Pengecer →Konsumen. Pada saluran pemasaran II:

Petani → Penggilingan Padi → Pedagang Pengepull → Pedagang Pengecer → Konsumen. Marjin keuntungan tingkat produsen pada saluran I sebesar 66.13% saluran II sebesar 66.13%, tingkat Penggiling saluran I sebesar 2.99% saluran II sebesar 2.99%, tingkat pedagang pengecer saluran I sebasar 8.11% saluran II sebesar 8.79.

Marjin Pemasaran pola I tingkat produsen sebesar 24.32% sedangkan saluran II sebesar 23.26%. Nilai mark up on selling pada tingkat petani sebesar 70.97, tingkat pengiling 7.46, tingkat pengecer saluran I 9.46 dan 9.56 pada saluran II,tingkat pedagang pengepul saluran II sebesar 4.29.

Kata kunci : Marjin Keuntungan, Marjin pemasaran, Mark up on Selling

(2)

PENDAHULUAN

Peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi nasional penting karena sebagian besar anggota masyarakat di negara agraris seperti Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut.

Pembangunan pertanian tidak hanya sekedar menghasilkan produksi sebanyak-banyaknya, karena jika tujuan tersebut diutamakan maka akibatnya penekanan yang diberikan adalah bagaimana menciptakan teknologi yang mampu meningkatkan produksi serta penyediaan sarana serta kemudahan agar teknologi dapat diterapkan dengan baik. Sedangkan berbagai aspek antara lain kelestarian lahan usaha, pengembangan kelembagaan petani, efisiensi usahatani, penguasaan pasar yang lebih luas serta pemberdayaan petani dan peningkatan kesejahteraan petani kurang begitu diperhatikan (Usman et al., 2001).

Pertanian organik adalah suatu sistem pertanian yang di desain dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan produktivitas yang berkelanjutan yang pada prinsipnya berusaha keras untuk menghindarkan diri atau membatasi diri dalam penggunaan pupuk sintetik dan mampu menyediakan unsur hara bagi tanaman serta mampu mengendalikan serangan hama dengan cara lain selain cara konvensional yang biasa dilakukan.

Sistem pemasaran beras yang baik akan mengalirkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan memberi indikasi tentang perubahan penawaran dan permintaan beras kepada produsen. Sedangkan efisiensi berarti mampu mengalirkan

hasil produksi dengan biaya seminimal mungkin, tingkat harga dan keuntungan yang wajar dan adil serta penjualannya dapat dilakukan dengan tepat. Penelitian ini bertujuan untuk 1)mengetahui saluran pemasaran beras organik di Kabupaten Sragen; 2)menganalisis besar margin, biaya dan keuntungan pemasaran beras organik di Kabupaten Sragen dan;

3)menganalisis besar tingkat efisiensi pemasaran beras organik di Kabupaten Sragen.

METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode pengambilan sampel daerah di lakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa menurut Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sragen daerah tersebut mempunyai luas panen padi organik terbesar dan Pengambilan sampel petani dilakukan dengan cara diambil secara proporsional random sampling (Singarimbun dan Effendi, 1995 ).

Medote Analisis Data 1. Biaya pemasaran

Bp = Bp1 + Bp2 + Bp3 + Bpn… (1) Dimana : Bp = Biaya pemasaran;

Bp1,2,3…n = Biaya pemasaran tiap lembaga pemasaran; 1,2,3….n = Jumlah lembaga.

2. Marjin pemasaran

M = Pr – Pf... (2) Dimana : M = Marjin; Pr = Harga di tingkat konsumen; Pf = Harga di tingkat produsen.

M = Bp + Kp... (3)

(3)

Dimana : M = Marjin; Bp = Biaya pemasaran; Kp = Keuntungan pemasaran.

3. marjin keuntungan Ski = ki X 100%

Pr-Pf ... (4) Sbi = bi X 100%

Pr-Pf ... (5) Sp = Pf X 100%

Pr ... (6) Dimana : bi = biaya tataniaga ke i; ki

= keuntungan ke i; Ski, Sbi = bagian keuntungan yang diterima lembaga pemasaran; Sp = besarnya kontribusi harga yang diterima produsen

4. Mark up on selling

Mark up = Marjin tataniaga x 100%

Harga jual HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Kabupaten Sragen merupakan salah satu wilayah Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang terletak kurang lebih 30 km sebelah timur kota Surakarta. Secara astronomis, Kabupaten Sragen terletak diantara 110045 dan 111010 BT serta 7015’

dan 7030 LS. Luas wilayah Kabupaten Sragen sebesar 94.155,81 ha yang terdiri dari 20 Kecamatan dengan 208 Desa atau Kelurahan.

Kabupaten Sragen mempunyai luas

sebesar 94.155 ha. Penggunaan lahan pertanian dalam arti luas yaitu meliputi lahan sawah, tegalan, tambak, hutan, perkebunan adalah sebesar 65.623 ha dimana 59.126 ha merupakan lahan pertanian tanaman pangan.

Berdasarkan distribusi penduduk usia 10 tahun ke atas yang

bekerja menurut lapangan pekerjaan tahun 2009, diketahui bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Sragen bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 240.557 jiwa atau 50,91 %. Kemudian diikuti oleh sektor jasa dan perdagangan yaitu sebesar 89.109 (18,85 %) dan 63.521 (13,44 %). Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian dikarenakan kondisi alam yang mendukung dan tersedianya lahan pertanian yang luas. Keadaan ini menunjukkan bahwa penduduk di Kabupaten Sragen masih banyak yang bertumpu pada sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan tingginya prosentase sektor pertanian ini merupakan peluang untuk lebih mengembangkan pertanian organik khususnya padi, dimana jumlah penduduk pada sektor ini juga termasuk petani padi organik

(4)

Tabel 1. Distribusi Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Mata Pencaharian di Kabupaten Sragen Tahun 2010

No Mata Pencaharian Jumlah %

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Pertanian

Pertambangan dan Galian Industri

Listrik, Gas dan Air Konstruksi

Perdagangan Komunikasi Keuangan Jasa Lainnya

240.557 556 26.204 323 22.308 63.521 5.885 2.168 89.109 21.896

50,91 0,12 5,54 0,08 4,72 13,44 1,25 0,46 18,85 4,63

Jumlah 472.527 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Sragen, 2010

Tabel 2. Perkembangan Ketersediaan Kebutuhan dan Surplus Beras Selama Tiga Tahun (2006 – 2010) di Kabupaten Sragen

No. Tahun Ketersediaan (Ton)

Kebutuhan (Ton)

Surplus (Ton) 1.

2.

3.

4.

5.

2006 2007 2008 2009 20010

301.199,60 285.244,98 267.844,76 287.794,00 243.987,31

96.588,55 96.827,49 97.074,20 98.397,00 98.396,57

204.611,05 188.417,49 170.770,56 189.397,00 145.640,74 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sragen, 2010

Kabupaten Sragen termasuk enam besar pemasok beras di Jawa Tengah. Hal ini disebabkan jumlah produksi padi yang cukup besar dan Kabupaten Sragen termasuk sentra produksi padi Jawa Tengah. Untuk melihat jumlah ketersediaan, kebutuhan dan surplus beras di Kabupaten Sragen disajikan dalam Tabel 2 berikut.

Berdasarkan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa ketersediaan pangan/beras mengalami penurunan.

Hal ini karena adanya kekeringan yang panjang sehingga berpengaruh terhadap produktivitas dan produksinya akan mengalami penurunan juga disamping itu juga karena adanya perubahan pola

tanam dari padi – padi – padi ke pola tanam padi – padi – palawija.

Setiap tahun lahan sawah yang ditanami padi kurang lebih 40.000 Ha. Lahan tersebut dapat ditanami dua sampai tiga kali dalam setahun.

Tiap tahun 2-3 kali panen, maka luas panen tahunan dapat mencapai rata- rata 90.000 ha.

Keadaan Usahatani Padi Organik Pada tahun 2006 pemerintah Kabupaten Sragen telah mencanangkan tahun pertanian organik. Pemerintah daerah merintis pertanian organik dimulai dari komoditi padi atau disebut juga padi organik. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi

(5)

padi organik meningkat setiap tahunnya. Penambahan luas tanam ini tidak langsung menghasilkan padi organik, tapi membutuhkan proses beberapa tahun untuk menuju organik murni. Untuk memulai

proses menanam organik, sawah tidak boleh ada pestisida, tapi urea masih boleh pada awalnya, tapi dosisnya dikurangi secara bertahap sampai menjadi nol.

Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Organik Pada Tahun 2006- 2010 di Kabupaten Sragen

No Uraian Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1.

2.

3.

4.

Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kw/Ha)

957,445 957,445 5.203,43 54,35

1.578,340 1.578,340 8.844,006 56,03

2.003,56 2.003,56 11.833,674 56,03

2.607,04 2.500,04 15.234,95 60,93

3.113,82 3.113,82 19.439,78 62,43

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sragen, 2010

Tabel 3. Jumlah dan Usia Produktif Petani Responden di Kabupaten Sragen

No Usia Produktif Jumlah Petani %

1.

2.

3.

4.

5.

6..

36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65

3 6 1 7 3 7

10 20 3,3 23,3

10 23,3 No Usia Non Produktif Jumlah Petani % 1. 66-70 3 10

Jumlah 30 100

Sumber : Analisis data Primer, 2013 Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa jumlah petani responden yaitu 30 orang yang terdiri dari 27 orang umur produktif dan 3 orang umur non produktif. Pada responden usia produktif, 3 orang atau 10% berada pada kisaran umur 36-40 tahun, 7 orang atau 23,3% berumur antara 41- 50 tahun, dan 10 orang atau 33,3%

berumur 51-60 tahun dan 7 orang atau 23,3% berumur 61-65 tahun.

Pada usia non produktif ada 10%

atau 3 orang berumur antara 66-70 tahun. Usia petani responden lebih banyak dalam kelompok usia yang produktif. Dimana usia ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja petani. Dengan banyaknya petani dalam kelompok umur

produktif di suatu daerah memungkinkan daerah tersebut dapat berkembang.

Luas Lahan Usahatani

Kepemilikan lahan petani akan berpengaruh pada produksi yang dihasilkan. Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang penting. Jika jumlah produksi yang dihasilkan banyak maka akan berpengaruh juga pada penerimaan dan pendapatan petani. Berikut ini merupakan luas lahan usahatani padi organik dari petani responden.

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar petani responden atau 56,7% memiliki luas

(6)

lahan 0,51-1 Ha. Petani yang memiliki luas lahan ≤ 0,5 Ha sebanyak 11 orang atau 36,6%, sedangkan 2 petani responden atau 6,7% dengan luas lahan >1 Ha.

Lahan yang diusahakan petani padi organik luas sehingga produksi yang

dihasilkan juga akan lebih banyak.

Mereka lebih cenderung untuk langsung menjual padinya supaya segera mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Luas Lahan usahatani padi organik di Kabupaten Sragen.

No Luas Tanam Jumlah Petani %

1.

2.

3.

≤ 0,5 0,51-1

>1

11 17 2

36,6 56,7 6,7

Jumlah 30 100

Sumber: Analisis Data Primer, 2013

Tabel 5. Identitas Responden Lembaga Pemasaran Beras Organik Di Kabupaten Sragen

No Uraian Jumlah Lembaga Pemasaran %

1. Umur (tahun) a. 41-50 b. 51-60

3 2

60 40

Jumlah 5 100

2. Pendidikan a. SLTP b. SLTA a. Sarjana

- 3 2

- 60 40

Jumlah 5 100

3. Lama berusaha (tahun) a. 1-5

b. 6-10

4 1

80 20

Jumlah 5 100

4. Status

a. Penggilingan beras b. Pedagang pengepul c. Pedagang pengecer

2 1 2

40 10 40

Jumlah 5 100

Sumber: Analisis Data Primer

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa umur responden lembaga pemasaran masih tergolong dalam umur produktif. Hal ini akan berpengaruh pada kemampuan kerja karena mereka harus menyalurkan beras organik ke berbagai tempat.

Diharapkan juga, mereka mampu berusaha secara penuh mengurusi penggilingan yang mereka kelola serta lebih mudah dalam menerima pembaharuan dalam upayanya meningkatkan efisiensi pemasaran beras organik.

(7)

Tingkat pendidikan pengusaha penggilingan beras adalah sarjana.

Pendidikan sarjana ini menunjukkan pengusaha penggilingan padi organik ini telah memiliki pendidikan yang baik sehingga diharapkan dapat membaca informasi pasar yang ada dan bisa lebih mudah untuk menerima perubahan teknologi yang ada.

Lama berusaha akan mempengaruhi pengalaman mereka dalam memasarkan beras organik.

Semakin lama berusaha semakin mudah bagi mereka untuk memasarkan produksi mereka karena mereka sudah cukup dikenal oleh konsumen.

Penggilingan padi ini mengolah gabah organik hingga menjadi beras organik yang sudah dikemas dengan menggunakan label yang bertuliskan organik. Gabah organik ini diperoleh langsung dari petani, dimana terdapat petani yang mengantarkan gabahnya ke penggilingan dan ada juga transport ditanggung oleh petani 50% dan pengusaha penggilingan 50%.

Lembaga Pemasaran

Dalam rangka memperlancar arus komoditi beras organik dan mempertinggi kegunaan hasil usahatani yaitu kegunaan tempat, waktu, bentuk dan kegunaan kepemilikan maka kehadiran lembaga pemasaran sebagai lembaga perantara sangat dibutuhkan guna melaksanakan fungsi pemasaran.

Fungsi pemasaran itu antara lain fungsi pertukaran, fungsi pengadaan secara fisik dan fungsi pelancar.

Kedua penggilingan padi organik diatas bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sragen dalam hal pengawasan budidayanya. PPL

Kecamatan setempat bertugas mengawasi jalannya budidaya padi organik, dari mulai tanam hingga panen. Pada saat penjualan gabah pun menggunakan form yang menjelaskan bahwa padi tersebut ditanam secara organik dengan mengetahui PPL setempat, Ketua kelompok tani dan petani. Jadi pemalsuan padi organik dapat terhindarkan tujuannya agar konsumen tidak tertipu dengan padi organik lain atau palsu.

Dalam kegiatan pembelian padi organik biasanya pengusaha penggilingan membayarnya ke petani beberapa hari setelah pemanenan, yaitu antara 3 hari sampai dengan 7 hari.

Ada 1 orang pedagang pengumpul dalam penilitian ini yang berada di desa Sukorejo. Pedagang pengumpul tersebut mendapatkan beras organik dengan cara membeli dari pedagang penggiling. Setelah mendapat beras organik dari pedagang pengiling, pedagang pengumpul meenyalurkan lagi beras organik kepada pedagang pengecer setiap lima hari sekali. Pedagang pengumpul dalam menjalankan usaha dagangnya dengan menggunakan modal sendiri.

Pedagang pengecer dalam penelitian ini ada 2 orang yang terdapat di daerah Sukorejo. Para pedagang pengecer ini mendapat beras organik dari para pedagang pengumpul. Pedagang pengecer dalam memasarkan beras organik mengeluarkan biaya untuk pengemasan. Dalam menjalankan usaha dagangnya, para pedagang pengecer menggunakan modal sendiri.

Pola tataniaga

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diuraikan mengenai pola tataniaga beras organik di Kabupaten Sragen.

Pengumpulan data untuk mengetahui

(8)

berbagai hasil pemasaran beras organik yang digunakan, diperoleh dengan cara penelusuran jalur pemasaran beras organik mulai dari petani sampai pada penggilingan beras organik. Pola tataniaga I banyak digunakan petani padi organik yaitu 19 orang (63,33%), dan

pola tataniaga II sebanyak 11 orang petani (36,67%). Konsumen dalam hal ini adalah para konsumen yang membeli beras organik masih berada dalam batas Kabupaten Sragen, sebab penelitian beras organik ini dibatasi hanya di Kabupaten Sragen.

Berikut ini merupakan gambar tipe pola tataniaga I dan II yang digunakan petani padi organik di Kabupaten Sragen.

Gambar 1. Bagan Pola Tataniaga I Pemasaran Beras Organik di kabupaten Sragen

Gambar 2. Bagan Pola Tataniaga II Pemasaran Beras Organik di kabupaten Sragen

Dari bagan saluran pemasaran beras organik di Kabupaten Sragen, petani padi organik semuanya menjual produksi padi organiknya ke penggilingan beras, baik itu penggilingan beras milik perorangan maupun milik pemerintah daerah.

Baik Saluran pemasaran I maupun saluran II, petani padi organik menjual produksinya dengan ada yang membawanya langsung ke penggilingan dengan biaya transportasi ditanggung oleh petani ada juga yang ditanggung berdua yaitu petani dengan pengusaha penggilingan beras. Pada PD PAL biaya transport seluruhnya ditanggung oleh petani.

Bila padi sudah siap dipanen, biasanya petani mengontak ketua kelompok tani ataupun orang yang sudah dipercaya oleh PB. Padi Mulya untuk mengambil gabahnya di

sawah, sedangkan untuk PD. PAL petani langsung membawa gabahnya ke penggilingan. Komoditas beras ini khususnya beras organik merupakan kebutuhan pangan atau merupakan barang yang eksklusif, karena bukan sembarang orang yang membelinya.

Pengusaha penggilingan juga harus selektif dalam menentukan daerah pemasaran.

Analisis Marjin Keuntungan (profit margin)

Marjin merupakan sejumlah uang yang ditentukan secara internal accounting, yang diperlukan untuk menutupi biaya dan laba, dan merupakan perbedaan antara harga pembelian dan laba penjualan. Nilai marjin keuntungan pada masing- masing pola tataniaga beras organik di kabupaten sragen dapat dilihat

pada Tabel 6.

Petani Penggilingan Padi Pedagang Pengecer Konsumen

Petani Penggilingan Padi Pedagang Pengumpul

Konsumen Pedagang Pengecer

(9)

Tabel 6. Analisis Marjin Keuntungan ( Profit Margin)

Pola Tataniaga I

Harga, biaya, marjin

Marjin Produksi Pembelian Penjualan Biaya (%)

Pemasaran

Marjin Tunggal

Petani

(produsen) 4,500.00 15,500.00 750.00 10,250.00 33.87 penggiling 15,500.00 16,750.00 750.00 500.00 95.43 Pedagang

Pengecer 16,750.00 18,500.00 250.00 1,500,000.00 8.11

Konsumen 18,500.00

Pola Tataniaga II

Harga, biaya, marjin Marjin

Produksi Pembelian Penjualan Biaya (%) Pemasaran

Marjin Tunggal

Petani

(produsen) 4.500,00 14.750,00 750,00 10.250,00 66,13 Penggiling 15.500,00 16.750,00 750,00 500,00 2,99 Pedagang

Pengepul 16.750,00 17.500,00 250,00 500,00 2,86 Pedagang

Pengecer 17.500,00 19.350,00 150,00 1.700,00 8,79 Konsumen 19.350,00

Sumber: Analisis Data Primer, 2013 Nilai marjin keuntungan pada masing-masing lembaga pemasaran sangat bervariatif, seperti yang Nampak pada Tabel 6. Hal ini di sebabkan komoditi yang diperdagangkan telah mengalami perubahan bentuk dari bentuk bibit padi menjadi beras.

Dari Tabel 6 dapat di lihat pada pola tataniaga I da II pada lembaga pemasaran tingkat petani atau produsen menjual hasil produksinya kepada pengiling dengan harga sebesar Rp 15.500,00 per kg dengan biaya produksi sebesar Rp 4.500,00, biaya pemasarannya sebesar Rp 750,00. Sehingga dapat di ketahui marjin keuntungannya sebesar Rp 10.250,00 dengan persentase sebesar 66.13%.

Sedangkan pada lembaga tataniaga tingkat pengiling , pengiling membeli beras dari produsen atau petani dengan harga Rp 15,500.00 per kg dengan biaya pemasaran sebesar Rp 750.00, biaya tersebut meliputi biaya jemur dan biaya giling, kemudian di jual kembali dengan harga sebesar Rp 16,750.00 sehingga dapat di ketahui nilai marjin keuntungannya sebesar RP.

500.00 per kg dengan persentase sebesar 2,99%.

Kemudian pada lembaga pemasaran tingkat pedagang pengecer, pedagang pengecer membeli beras dari pengiling dengan harga sebesar Rp 16.750.00 per kgdengan biaya pemasaran sebesar Rp 250.00 per kg, biaya ini meliputi

(10)

biaya pengemasan, kemudian di jual kembali kepada konsumen dengan harga Rp 18.500.00 sehingga dapat di ketahui marjin keuntungannya sebesar Rp 1,500.00 per kg dengan nilai persentase sebesar 8,11%. Pada lembaga pemasaran tingkat pedagang pengepul hanya ada pada pola tataniaga II. Pedagang pengepul membeli beras dari pengiling dengan harga Rp 16.750.00 per kg kemudian di jual kembali kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 17.500.00 dengan biaya pemasaran sebesar RP.

250.00 sehingga dapat diketahui marjin keuntungannya sebesar Rp

500.00 per kg dengan nilai persentase sebesar 2,86%

Kemudian pada lembaga pemasaran tingkat pedagang pengecer,pedagang pengecer membeli beras dari pedagang pengepul dengan harga Rp 17.500,00 kemudian dijual kembali kepada konsumen dengan harga sebesar Rp 19.350.00 dengan biaya pemasaran sebesar Rp 150.00 per kg, biaya tersebut meliputi biaya pengemasan, sehingga dapat diketahui marjin keuntungannya sebesar Rp 1.700.00 dengan nilai persentase sebesar 8,79%. Keuntungan terbesar di peroleh pada lembaga pemasaran di tingkat produsen atau petani dengan nilai marjin keuntungan sebesar 66.13%.

Analisis Marjin Pemasaran (Marketing Margin) dan Mark-up On Selling

Salah satu cara untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran adalah dengan mengetahui marjin pemasaran pada setiap lembaga pemasaran pada masing-masing pola tataniaga yang ada. Marjin pemasaran dapat diketahui dengan menghitung selisih antara harga yang di terima oleh konsumen akhir dengan harga yang di terima produsen. Nilai marjin pemasaran pada masing-masing pola tataniaga beras organik di Kabupaten Sragen dapat dilihat pada tabel 7.

Dapat di lihat dari tabel 6 menunjukkan bahwa nilai margin pemasaran pada lembaga pemasaran tingkat petani sebesar 24.32% pada pola tataniaga I sedangkan pada pola tataniaga II sebesar 23.26%.

Perbedaan nilai margin pemasaran ini disebabkan karena pada pola tataniaga II terdapat pedagang pengepul sehingga mempengaruhi nilai margin pemasaran pada pola tataniaga. Pada lembaga pemasaran

tingkat petani pola tataniaga I harga produksi beras organiknya sebesar Rp 4.500.00 per kg, sedangkan pada tingkat konsumen harganya sebesar Rp 18.500.00 sehingga dapat di ketahui nilai margin pemasaran pada pola tataniaga I sebesar Rp 14.000.00. Sedangkan pada pola tataniaga II harga produksi beras organik sebesar Rp 4.500.00, harga di tingkat konsumen sebesar Rp 19.350.00 per kg sehingga dapat di ketahui nilai margin pemasran pada pola tataniaga II sebesar Rp 14.850.00.

Pada pola tataniaga I pengiling membeli gabah dari petani dengan harga Rp 15.500.00 per kg kemudian menjual kembali kepada pedagang pengecer dengan harga Rp 16.750.00. Kemudian pedagang pengecer menjual kembali kepada konsumen dengan harga Rp 18.500.00. Sedangkan pada pola tataniga II pedagang pengiling membeli gabah dari petani dengan harga Rp 15.500 per kg kemudian di jual kepada pedagang pengepul dengan harga Rp 16.750.00.

(11)

Pedagang pengepul menjual kembali kepada pedagang pengecer dengan harga sebesar Rp 17.500.00 per kg

dan di jual kembali kepada konsumen dengan harga Rp 19.350.00 per kg.

Tabel 7. Analisis Marjin Pemasaran (Marketing Margin) dan Nilai Mark-up On Selling

Pola Tataniaga harga di tingkat pembelian persen (%)

Proporsi Komponen

Mark- up

POLA I

Petani

(produsen) harga produksi (per Kg) 4,500.00 24.32 59.46 70.97 penggiling

(pengepul) harga beli (per Kg) 15,500.00 83.78 6.76 7.46 Pedagang

Pengecer harga beli (per Kg) 16,750.00 90.54 9.46 9.46

Konsumen harga beli (per Kg) 18,500.00 100.00

Margin

Pemasaran 14.000.00 75.68 75.68

Pola Tataniaga harga di tingkat pembelian persen (%)

Proporsi Komponen

Mark- up

POLA II

Petani

(produsen) harga produksi(per Kg) 4,500.00 23.26 56.85 70.97 Penggiling harga beli (per Kg) 15.500.00 80.10 6.46 7.46 Pedagang

Pengepul harga beli (per Kg) 16,750.00 86.56 3.88 4.29 Pedagang

Pengecer harga beli (per Kg) 17.500.00 90.44 9.58 9.56

Konsumen harga beli (per Kg) 19,350.00 100.00

Margin

Pemasaran 14.850.00 76.74 76.74

Sumber: Analisis Data Primer, 2013 Pada lembaga pemasaran tingkat pengiling margin pemasaran yang di nikmati sebesar 83.78% pada pola tataniaga I dan pada pola tataniaga II sebesar 80.10. Perbedaan nialai margin pemasaran ini terkait dengan panjang pendeknya tataniaga, pada pola tataniaga II lebih panjang di banding pola tataniaga I karena terdapat pedagang pengepul pada pola tataniaga II. Pada lembaga pemasaran tingkat pedagang pengecer , pada pola tataniaga I pedagang pengecer membeli beras organik dengan harga Rp 16.750.00 dengan persentase sebesar 90.54%, sedangkan pada pola tataniaga II

pedagang pengecer membeli beras organik dengan harga Rp 17.500.00 per kg dengan persentase sebesar 90.44%. Sedangkan pada lembaga pemasaran tingkat pedagang pengepul hanya ada pada pola tataniaga II, pedagang pengepul membeli beras dari pengiling dengan harga Rp 16.750.00 per kg dengan persentase sebesar 86,56%. Untuk margin pemasaran pada pola tataniaga I sebesar Rp 14.000.00 dengan persentase sebesar 75.68%

sedangkan pada pola tataniaga II sebesar Rp 14.850.00 dengan persentase sebesar 76.74%.

(12)

Selain dilihat dari besarnya margin keuntungan dan besarnya margin pemasaran, efisiensi pemasaran beras organik juga dapat dilihat dari besarnya efisiensi operasional pada masing-masing lembaga pemasaran tiap-tiap pola tataniaga. Efisiensi operasional ini dapat di ketahui dengan melihat besarnya mark-up on selling.

Besarnya nilai mark-up on selling masing-masing lembaga pemasaran pada pola tataniaga I dan II dapat di lihat pada Tabel 7.

Dari kedua pola tataniaga beras organic di Kabupaten Sragen dapat dilihat bahwa nilai efisiensi operasionalnya bervariasi. Pada pola tataniaga I nilai efisiensi operasional pada lembaga pemasaran di tingkat produsen atau petani sebesar 70.97, sedangkan pada pola tataniaga II nilai efisiensi operasionalnya sebesar 70.97. Sedangkan pada lembaga pemasaran tingkat pengiling nilai efisiensi operasionalnya sebesar 7.46 pada pola tataniaga I dan pada pola tataniaga II sebesar 7.46. Untuk nilai efisiensi operasional pada lembaga pemasaran tingkat pedagang pengecer pada pola tataniaga I sebesar 9.46, untuk pola tataniaga II sebesar 9.56. Untuk lembaga pemasaran pada tingkat pedagang pengepul hanya ada pada pola tataniaga II dengan nilai 4.29. Dilihat dari tingginya nilai efisiensi operasional pada lembaga pemasaran tingkat produsen atau petani dengan nilai 70.97, maka dapat disimpulkan bahwa efisiensi operasional tataniaga beras organik di Kabupaten Sragen adalah efisien.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian kesimpulan sebagai berikut; Dalam pemasaran beras organik di Kabupaten Sragen terdapat dua Pola Tataniaga yaitu; Pola Tataniaga I=

Petani

Penggilingan Padi

Pedagang pengecer

Konsumen.

Pola Tataniaga II= Petani

Penggilingan Padi

Pedagang pengepul

Pedagang Pengecer

Konsumen. Nilai marjin keuntungan lembaga pemasaran pada pola tataniga I tingkat produsen sebesar 66.13% sedangkan tingkat pengiling sebesar 2.99%, untuk pedagang pengecer sebesar 8,11%. Sedangkan pada pola tataniga II tingkat produsen sebesar 66.13%, pengiling sebesar 2.99%, pedagang pengepul sebesar 2.86% dan untuk pedagang pengecer sebesar 8,79%. Marjin pemasaran pada saluran pemasaran I (RP. 14.000.00 per kg) lebih kecil dari pada saluran pemasaran II (RP.

14.850.00 per kg). Ditinjau dari segi ekonomis nilai efisiensi operasional kedua pola tataniaga di Kabupaten Sragen di katakana efisien karena mempunyai nilai operasional yang tinggi pada tingkat petani yaitu sebesar 70.97.

Saran terkait penelitian ini adalah petani beras organik sebaiknya mengetahui informasi pemasaran beras organik sehingga dapat mengetahui keadaan pasar dan harga beras organik. Dengan mengetahui informasi harga yang lebih akurat sehingga dapat memperpendek rantai pemasaran dan menekan marjin pemasaran sehingga nilai efisien operasionalnya menjadi tinggi.

(13)

DAFTAR PUSTAKA Usman, Widodo, Isnan Fajhrudin

Noor dan Bayu Mustika. 2001.

Pembangunan Pertanian di Era Otonomi Daerah. LP2KP Pustaka Karya. Yogyakarta.

Surakhmad, Winarno. 1994.

Pengantar Penelitian Ilmiah : Dasar-Dasar Metoda Teknik.

Tarsito. Bandung.

Singarimbun, M dan S. Effendi.

1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.

BPS Provinsi Jawa Tengah. 2005.

Jawa Tengah Dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik.

Jawa Tengah.

BPS Kabupaten Sragen. 2006.

Kabupaten Sragen Dalam Angka 2005. BPS Kabupaten Sragen. Sragen.

Soekartawi. 2001. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Gambar

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Luas Lahan usahatani padi organik di Kabupaten  Sragen
Gambar 1. Bagan Pola Tataniaga I Pemasaran Beras Organik di kabupaten Sragen

Referensi

Dokumen terkait

1). Strategi pengamatan ini menggunakan 12 stasiun IGS yang dijadikan sebagai titik ikat. Strategi pengamatan ini menggunakan 12 stasiun IGS yang dijadikan sebagai

Selanjutnya dari cara menggambar pun bisa kelihatan kepribadian seseorang misal : jika saat mengambar anda terlalu sering menghapus atau kotor menandakan bahwa anda adalah orang

Pendidikan Teknik Elektro FPTK UPI yang berbasis internet yang dapat digunakan sebagai sarana yang menunjang proses belajar mengajar serta tidak hanya mengimplementasikan materi

Pertama yaitu mencuci luka, dalam mencuci luka kita harus tetap memperhatikan teknik aseptik, pakailah handscoen untuk alat pelindung diri bagi perawat dan tetap

Dari variabel tersebut diketahui bahwa ada ketidakpastian dalam kontrak hal ini akan berpengaruh terhadap biaya pekerjaan dimana, semakin tinggi faktor

Jika anak tunanetra mempunyai ketajaman penglihatan yang hampir sama pada kedua matanya, maka dua teleskop jenis ini dapat diberi bingkai kaca mata dan berfungsi

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan keterangan para saksi dan terdakwa, serta dihubungkan pula dengan barang bukti yang diajukan di persidangan, maka

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh CABE (Commission for Architecture and Built Environment) pada bulan Agustus 2003 terhadap 500 perawat dan dokter di London