• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mustamin A. Masuku1 dan Cris Sugihono2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mustamin A. Masuku1 dan Cris Sugihono2"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

369

Vol. 12 No. 2: 369-380 Oktober 2019 Peer-Reviewed 

URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/

DOI: 10.29239/j.agrikan.12.2.369-380

Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Sifat Kimia dan Sifat Organoleptik Tepung Sukun (Artocarpus altilis)

( Temperature Influence And So Long Drying Up To Organoleptik’s Chemical Property And Character Breadfruit Flour (Artocarpus altilis) )

Mustamin A. Masuku1 dan Cris Sugihono2

1 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Unkhair, Ternate, Indonesia. E-mail: anwar.masuku@mail.com 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara, Ternate, Indonesia

 Info Artikel:

Diterima: 16 Okt. 2019 Disetujui: 31 Okt.2019 Dipublikasi: 31 Okt. 2019

Artikel Penelitian

 Keyword:

Flour, breadfruit, Drying up

 Korespondensi:

Mustamin A. Masuku Universitas Khairun Ternate, Indonesia

Email:

mus.anwar@Unkahir.ac.id

Copyright©

Oktober 2019 AGRIKAN

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap sifat kimia dan sifat organoleptik tepung sukun.Metode penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) factorial yang terdiri dari 2 faktor dan 3 kali ulangan sehingga memperoleh 9 x 3 = 27 unit percobaan. Masing –masing perlakuan terdiri dari : waktu pengeringan 6 jam dengan suhu 350C (Tlt3), waktu pengeringan 8 jam dengan suhu 350 C (Tlt2), waktu pengeringan 10 jam dengan suhu 35 0C (Tlt3), waktu pengeringan 6 jam dengan suhu 40 0 C (T2tl), waktu pengeringan 8 jam dengan suhu 400 C (T2t2), waktu pengeringan 6 jam dengan suhu 400C (T2t3), waktu pengeringan 6 jam dengan suhu 45 0C (T3t1), waktu pengeringan 8 jam dengan suhu 450C (T3t2) dan waktu pengeringan 10 jam dengan suhu 450C (T3t3). Parameter yang diamati meliputi sifat kimia (air, karbohidrat, serat, lemat, protein), dan sifat organoleptik (warna, tekstur dan aroma). Hasil penelitian memberikan bahwa sifat kimia dan sifat organoleptik yang terdiri dari kadar air, karbohidrat, serat, lemak, protein, warna dan aroma tepung sukun memberikan pengaruh yang berbeda nyata sedangkan tekstur tidak berbeda nyata. Perlakuan pengeringan selama 6 jam dengan suhu 400C merupakan perlakuan terbaik dari tepung sukun.

Abstact. This research intent to analyse temperature influence and a long time drying up to organoleptik’s chemical property and character flour. Method observationaling to utilize fledged random design (RAL) consisting of factorial 2 factors 3 time replicate so getting 9x3=27 experimental units. Each conduct consisting of: drying up time 6 hours with temperature 350C (T1t1), drying up time 8 hours with temperature 350C (T1t2), drying up time 10 hours with temperature 350C (T1t3), drying up time 6 hours with temperature 400C (T2t1), drying up time 8 hours with temperature 400C (T2t2), drying up time 6 hours temperature 450C (T3t1), drying up time 8 hours with temperature 450C (T3t2) and drying up time 10 hours with temperature 450C (T3t3). Meters which observing to cover chemical property (water, carbohydrate, fiber, fat and protein), and organoleptik’s character (color, texture and odor). This observational result gives that organoleptik’s chemical property and character that consisting of water rate, carbohydrate, fiber, fat, protein, color and breadfruit flour odor give influence that variably real whereas texture is not different real. Drying uo conduct up to 6 hours with temperature 400C constitute best conduct of breadfruit flour.

I. PENDAHULUAN

Penyebaran tanaman sukun sangan meluas di kepulauan Indonesia.Tanaman sukun banyak terdapat di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Irian.Tanaman sukun tumbuh subur di daerah yang basah dan kering dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut.Keunggulan tanaman sukun adalah berbuah sepanjang tahun (tanaman tidak semusin) sehingga menjamin ketersediaan bahan pangan, mudah dalam penanaman dan perawatan, jarang terkena hawa dan penyakit yang membahayakan sehingga biaya perawatan relatif mudah.Pemanfaatan utama tanaman sukun adalah buahnya.Buah sukun yang diperoleh dari tanaman sukun jenis Artocarpus communis bisa dimanfaatkan sebagai makanan pokok tradisional,

tepung, gaaplek, maupun sebagai makanan ringan (Sutedjo, 1995).

Produksi sukun di Indonesia terus meningkat dari 35.435 ton (tahun 2000) meningkat menjadi 62.432 ton (tahun 2003), 73.637 ton (tahun 2005) dengan luas panen 6.725 ha. Sentra produksi sukun adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Kalimantan Timur, NTT, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan dan Jambi (Ditjen Hortikultura, 2006). Pengembangan tanaman sukun oleh Direktorat Jendral Hortikultura seluas 380 ha (tahun 2003).Tanaman sukun mulai berbuah rata-rata setelah umur 5 tahun, dan dapat produktif hingga 50 tahun.

Menurut Rusmayanti (2006), Permasalahan yang dihadapi pada pengolahan sukun adalah bahwa buah sukun termasuk dalam golongan

(2)

370 buah klimakterik dan juga tergolong buah yang

cepat masak dan berkadar air tinggi sehingga sebaiknya dilakukan pembuatan produk setengah jadi (intermediate product) sebagai usaha untuk pengawetan hasil panen. Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan,karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dapat diperkaya zat gizinya, mudah dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Namun pada prakteknya ditemui kendalah pada teknik penepungan yang paling sering diaplikasikan (teknik penepungan tanpa pramasak dengan pengeringan cabinet) yaitu waktu pengeringan yang cukup lama (sekitar 7-8 jam).

Upaya untuk meningkatkan daya guna sukun dan nilai ekonominya dapat dilakukan dengan menganekaragamankan jenis produk olahan sukun, untuk itu perlu dikembangkan cara pengolahan lain seperti pembuatan tepung sukun dan kripik sukun. Pemanfaatan tepung sukun menjadi makanan olahan dapat mensubtitusi penggunaan tepung terigu sampai 75%.Kandungan karbohidrat, mineral, dan vitamin tepung sukun cukup tinggi. Tepung sukun mengandung 84% karbohidrat, 9,9% air, 2,8% abu, 3,6% 7 proteion dan 0,4% lemak. Kandungan protein tepung sukun lebuh tinggi dibandingkan tepung ubi kayu, ubi jalar,dan tepung pisang (Anonim, 2011).

Pengeringan dengan pengering tipe kabinet tepung menghasilkan tepung sukun yang lebih baik jika dibandingan dengan pengering tipe drum karena komponen zat gizi tepung sukun lebih terjaga. Warna tepung yang dihasilkan juga lebih baik pada tepung yang dikeringkan dengan pengering cabinet.Hal ini dapat dilihat dari nilai derajat putih tepung yang dihasilkan.Nilai derajat putih tepung sukun yang dikeringkan dengan pengering kabinet adalah 64.88% (Wincy, 2001).

Adapun tujuan yang dilakukan dalan penelitian ini adalah Menganalisa pengaruh suhu dan lama waktu pengeringan terhadap sifat kimia dan sifat organoleptik tepung sukun. Serta manfaat dalam

penelitian ini untuk memberikan informasi kepada masyarakat umumnya dan khususnya para petani sukun mengenai cara pembuatan tepung dengan penggunaan panas yang sesuai, meningkatkan nilai ekonomi buah sukun dan sebagai upaya diversifikasi produk buah sukun yang ada di Maluku Utara.

II. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian pengaruh suhu dan lama waktu terhadap sifat kimia dan sifat organoleptik tepung sukun dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Kampus II Universitas Khairun dan Fakultas pertanian Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini berlangsung selama bulan November 2013 sampai dengan bulan Desember 2014. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cabinet drying, glinder/blender, slincer, timbangan, alat tulis, chomameter, desikator, kompor, baskom, pisau, ayakan 60 mesh, timbangan analitik, Erlenmeyer 250, pipet volume 10 mm, tabungan reaksi dan kertas saring, cawan, muffle furnace, oven, labu Kjeidahi, Erlenmeyer dan kertas plastic.

Serta bahan yang digunakan adalah buah suku dan bahan analisa terdiri dari Natrium bisulfit, aquaedes, larutan NaCi, neutrase, alkohol, buffer fosfat, etil alkohol, aseton, ammonium oksalat, NaOH, NaCIO2, HCI, asam asetat, kalsium klorida, perak nitrat, H3BO3, HgO, Na2SO3, K2SO4, H2SO4

dan hexane.

2.1. Metode Kerja

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengakap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor dan 3 kali ulangan. Masing-masing perlakuan terdiri dari:

a. Faktor 1. Suhu pengeringan cabinet drying (0c) T1 = 35 0C

T2 = 40 0C

T3 = 45 0C

b. Faktor 2. Waktu pengeringan cabinet drying t1 = 6 jam

t2 = 8 jam t3 = 10 jam

Tabel 1. Matrik perlakuan T1t = waktu pengeringan 6 jam dengan suhu 35 0C

T1t2 = waktu pengeringan 8 jam dengan suhu 35 0C

T1t3 = waktu pengeringan 10 jam dengan suhu 35 0C

T2t1 = waktu pengeringan 6 jam dengan suhu 40 0C

T2t2 = waktu pengeringan 8 jam dengan suhu 40 0C

T2t3 = waktu pengeringan 10 jam dengan suhu 40 0C

T3t1 = wakru pengeringan 6 jam dengan suhu 45 0C

T3t2= waktu pengeringan 8 jam dengan suhu 45 0 C

T3t3= waktu pengeringan 10 jam dengan suhu 45 0C

(3)

371 Faktor yang diuji dalam penelitian ini

adalah kadar kimia (air, karbohidrat, lemak, protein, serat) dan organoleptik (warna, aroma dan tekstur), dengan perlakuan suhu dan waktu pengeringan yang berbeda, dimana dari matriks masing-masing diulang 3 kali sehingga memperoleh 9 x 3 = 27 unit percobaan. Menurut Gasperz (1994), model matematika untuk percobaan faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan menggunakan dasar Rancangan Acak Lengkap adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + εijk

2.2. Variabel Penelitian

Variabel pokok dalam penelitian ini adalah sifat kimia, yang meliputi air, protein, karbohidrat, lemak, serat dan sifat organoleptik yang meliputi warna, tekstur dan aroma.

2.3. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yang terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan (utama). Penelitian pendahuluan bertujuan untuk melakukan percobaan perbuatan tepung sukun dengan menentukan tahap proses, kisaran suhu, tekanan maupun lama waktu pengeringan bahan dalam pembuatan tepung. Sedangkan penelitian lanjutan bertujuan untuk mempelajari pengaruh pengeringan terhadap sifat kimia dan sifat organoleptik tepung sukun.

2.4. Prosedur Pembuatan Tepung Sukun

Dalam pembuatan tepung sukun ada tahapan-tahapan yang harus diperhatikan yaitu pemilihan bahan, pengupasan, pencucian, pembelahan, perendaman, pemblasiran, penyawutan tipis, penjemuran, dan yang terakhir penggilingan. Apabila dalam proses pembuatan tepung sukun tidak memenuhi persyaratan kualitas maka akan menghasilkan tepung sukun yang berwarna gelap kecoklatan atau kehitaman.

Maka berikut prosedur pembuatan tepung sukun.

a. Pemilihan bahan/sortasi, Widowati, et al.

(2001), buah sukun yang digunakan dalam pembuatan tepung yang telah cukup matang yang dipanen 10 hari sebelum tingkat kematangan secara fisiologis.Semakin tua buah semakin putih warna tepungnya. Sortasi atau pemilihan sukun dikelompokan berdasarkan beberapa kondisi yaitu:

1) Buah sukun yang mendekati matang dan cacat fisik, disisihkan untuk segera diproses lanjut (diprioritaskan). Sehingga terjadi kerusakan atau penurunan kualitas sukun yang lebih parah dapat di hindari.

2) Buah sukun yang masih dapat menunggu waktu (disimpan) unutk kemudian diproses lanjut sesuai kebutuhan.

b. Pengupasan, pengupasan ini dilakukan untuk memisahkan bagian-bagian tertentu diantaranya bagian tangkai ban bonngl (hati) buah, bagian daging yang tidak mengandung pati dan berwarna kecoklatan yang terdapat di sekeliling bonggol serta bagian-bagian yang cacat (rusak/busuk).

c. Pencucian, pencucian dilakukan untuk membersikan bagian buah yang dari kotoran yang menempel dan mengaja sanitasi hygeni.

d. Pemotongan,p/pemotongan dilakukan untuk memperkecil volume bahan agar mempermudah dalam proses penyawutan.

e. Perendaman, Hasil irisan daging buah sukun dan dicuci selanjutnya buah direndam kedalam air yang telah dilarutkan 15 gram Na bisulfate dalam 5 liter air, selama 15 menit.

f. Penyawutan, penyawutan yang dihasilkan dari sukun dengan ukuran lebar 0,2-0,5 cm, panjang 1-5 cm dan tebal 0,4 cm.

g. Pengeringan, proses pengeringan ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Atur dan salin bahan kedalam rak-rak cabinet drying

2) Masukan bahan yang ada pada media yang telah di isi dengan bahan untuk dikeringkan.

3) Setelah di isi bahannya kedalam alat pengering, dilanjutkan dengan menutup rapat pintu alat pengeringn tersebut.

Pastikan tidak ada udara yang keluar ataupun udara masuk, karena akan mempengaruhi proses pengeringan.

4) Setelah terisi bahan serta ditutup rapat pintu kebinet drying tersebut dilanjutkan dengan mengatur suhu. Waktu dan suhu yang dipastikan dalam pengeringan dengan selisi waktu 6, 8, 10 jam dan selisi suhu 350, 400 dan 450.

5) Penghalusan /penggilingan, Setelah proses pengeringan tahap selanjutnya adalah proses penggilingan. Proses ini dilakukan agar buah sukun yang sudah dikeringankan tidak menjadi basah atau lembab kembali karena menyerap air dari udara.

(4)

372 Penggilingan dilakukan dengan mesin

penggilingan/blender tepung.

6) Pengayakan, Pengayakan ini bertujuan untuk mendapatkan butiran yang lebih halus dari tepung sukun. Pengayakan ini dilakukan dengan ukuran mesh 80.

7) Tepung sukun

2.5. Analisa Data

Data diperoleh dianalisa dengan sidik ragam dan apabila berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Dari hasil pengayakan bahan tersebut akan menghasilkan tepung sukun sesuai standar yang telah itentukan.

Gambar 1. Diagram Aliran Proses Pembuatan Tepung Sukun.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Uji Kimia

3.1.1. Kadar Air

Setiap bahan pangan mengandung air dalam jumlah yang berbeda beda. Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang tekandung dalam tepung sukun. Jumlah kadar air dalam tepung sukun pada gambar 4 di bawah ini,

berkisar antara 9,49%-11,28%. Kadar air terendah yaitu 9,40% diperolah dari perlakuan pengerimgan selama 10 jam dan suhu 450C, sedangkan kadar air tertinggi yaitu 11,28% diperoleh dari perlakuan pengeringan selama 6 jam dengan suhu 350C. Rata- rata air dari tepung sukun disajikan pada Gambar 2.

(5)

373 Gambar 2. Kadar air tepung sukun pada perlakuan waktu dan suhu

pengeringan yang berbeda.

Dari Gambar 2, menunjukan bahwa, kadar air tepung sukun menurun seiring dengan peningkatan suhu dan lama pengeringan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu serta lamanya waktu pengeringan penyebabkan penguapan air dari tepung sukun semakin banyak sehingga tepung sukun semakin kering. Menurut Desrosier (1988), semakin tinggi suhu dan semakin lama pengeringan yang digunakan untuk mengeringkan suatu bahan maka air yang menguap dari bahan akan semakin banyak.

Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan.

Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak uap air yang dapat ditampung oleh udara tersebut dan semakin cepat mengambil air dari bahan pangan

sehingga proses pengeringan lebih cepat (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Semakin tinggi kadar air tepung sukun, mutunya akan semakin rendah dan mudah rusak. Menurut akan lebih mudah dan cepat mengalami kerusakan jika dibandingkan dengan tepung sukun yang berkadar air rendah.

Perlakuan pemanasan selama 10 jam dengan suhu 350C dan 400C menunjukan kadar air yang cukup tinggi, hal ini disebabkan terjadinya proses higroskopis. Tepung mengalami peningkatan Mujiarto (2005), kelembapan suhu atmosfer dapat menyebabkan tingginya kadar air pada bahan.

Hasil analisa sidik ragam nilai kadar air pada tepung sukun menunjukan bahwa perlakuan suhu dan lama pengeringan berpengaruh nyata.

Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) kadar tepung sukun pada perlakuan suhu dan waktu pengeringan disajikan dalam Tabel 2.

Table 2. Kadar air tepung sukun pada perlakuan waktu dan suhu yang berbeda.

Waktu pengeringan (jam)

Suhu pengeringan (0C) Rata-rata

35 40 45

6 11,28c 9,64 a 10,73 b 11,19c

8 9,90 a 10,30 b 10,31 a 10,70b

10 11,21 c 10,18 b 9,40 a 10,26 a

Rerata 10,80 b 10,04 a 10,44 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BTN (P≥0,05).

Dari Table 2 diketahui, bahwa nilai terendah dari kadar tepung, terdapat pada perlakuan pengeringan 10 jam dengan suhu 450C (9,40). Artinya semakin tinggi suhu dan lama waktu yang diberikan, maka akan semakin rendah kadar air tepung yang dihasilkan.

3.1.2. Kadar Karbohidrat

Hasil pengukuran kadar karbohidrat pada gambar 5 dibwah, rata-rata kadar karbohidrat tepung sukun berkisar antara 73,96-78,62. Nilai kadar karbohidrat pada tepung sukun terendah

yaitu 73,96 terdapat pada tepung dengan perlakuan pemanasan 6 jam dengan suhu 350C, sedangkan nilai kadar tertinggi yaitu 78,62 terdapat pada perlakuan pemanasan selama 8 jam dengan suhu 400C. Jika dibandingkan dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4279-1996), dimana kadar karbohidrat tepung maksimal 78,90%. Maka tepung sukun dengan perlakuan lama dan suhu pengeringan telah memenuhi standara mutu.Rata-rata nilai karbohidrat tepung sukun dapat dilihat pada Gambar 3.

(6)

374 Gambar 3. Grafik kadar karbohidrat tepung sukun pada perlakuan waktu dan suhu

pengeringan yang berbeda.

Berdasarkan Gambar 2 diatas, bahwa kadar karbohidrat dengan perlakuan suhu dan lama waktu pengeringan, tidak memberikan pengaruh yang besar. pengaruh tinggi rendahnya kadar karbohidrat diakibatkan karena tingkat kematang buah yang berbeda saat produksi pembuatan tepung. Hal ini didasarkan pada pendapat Koswara (2006), bahwa komposisi kadar karbohidrat buah sukun muda lebih rendah (9,2%), dibandingkan dengan buah sukun yang masak secara fisiologis (28,2%). Suroso (2007),

tingakat kematangan buah sukun berpegaruh trdapat derajat putih, komposisi proksimat dan sifat amilografi tepung sukun.

Hasil analisa sidik ragam (lampiran 8), nilai kadar karbohidrat tepung sukun pada perlakuan waktu dan suhu menghasilkan pengaruh berbeda nyata. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) tepung sukun dapat dilihat pada table 3.

Tabel 3. Kadar karbohidrat tepung sukun pada perlakuan suhu dan waktu yang berbeda.

Waktu pengeringan (jam)

Suhu pengeringan (0C) Rata-rata

35 40 45

6 73,96 a 76,83 b 75,82 b 75,54 a

8 75,77 b 78,62 c 76,76 b 77,05 b

10 76,35 b 78,10 c 77,45 c 77,30 b

Rerata 75,36 a 77,85 b 76,68 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata uji BNT (P≥0,05).

Dari Tabel 3 diketahui bahwa, kadar karbohidrat tertinggi terdapat pada perlakuan 8 jam dengan suhu 400C (78,62). Artinya bahwa perlakuan pemanasan tidak berpengaruh pada tinggi dan rendahnya kadar karbohidrat, namun bergantung pada tingkat kematangan buah sukun terdapat tepung sukun.

3.1.3. Kadar Serat Kasar

Hasil pengukuran kadar serat tepung sukun pada gambar 6 dibawah rata-rata berkisar antara 4,23%-6,08%. Nilai kadar serat pada tepung sukun terendah yaitu 4,23%, dengan perlakuan pemanasan selama 8 jam dengan suhu 450C, sedangkan tertinggi yaitu 6,08% dengan perlakuan pemanasan selama 6 jam dengan suhu 400C. Rata- rata nilai serat kadar tepung sukun disajikan dalam gambar 3.

(7)

375 Gambar 3. Kadar serat tepung sukun pada perlakuan waktu dan suhu

pengeringan yang berbeda.

Berdasarkan Gambar 3 diatas, menunjukan bahwa rata-rata nilai kadar serat kadar tidak dipengaruhi oleh lama dan suhu pemanasan yang diberikan. Namun sangat bergantung pada tingkat kematangan buah sukun.

Hal ini didasarkan atas pendapat Koswara (2006), bahwa sukun mudah memiliki kadar serta dengan nilai kadar 2.2%. sedangkan pada sukun masak tidak memiliki kadar serat. Suroso (2007), tingkat kematangan buah sukun berpengaruh terhadap derajat putih, komposisi proksimat dan sifat amilografi tepung sukun.

Kadar serat dalam pangan belum termasuk dalam salah satu kandungan gizi, namun sangat

bermanfaat bagi percernaan pada manusia.Serat merupakan salah satu komponen penting makanan yang sebaiknya ada dalam diet sehari- hari.Serat telah diketahui mempunyai banyak manfaat bagi tubuh terutama mencegah berbagai penyakit meskipun komponen ini belum dimasukan sebagai zat gizi (Piliang, 1996).

Hasil analisa ragam (lampiran 9) nilai kadar serat tepung sukun pada perlakuan waktu dan suhu menghasilkan pengaruh berbeda nyata.

Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) tepung sukun dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar serat tepung sukun pada perlakuan waktu dan suhu yang berbeda.

Waktu pengeringan (jam)

Suhu pengeringan (0C) Rata-rata

35 40 45

6 4,58 b 5,22 c 4,9 c 4,90 a

8 6,08 d 4,87 b 4,81 b 5,25 a

10 5,15 c 4,23 a 5,15c 4,84 a

Rerata 5,27 a 4,77 a 4,95 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata BNT (P≥0,05).

Dari Tabel 4 diketahui bahwa, kadar serat tertinggi terdapat pada perlakuan pemanasan selama 8 jam dengan suhu 350C (6,08). Artinya bahwa perlakuan pemanasan tidak berpengaruh pada rendah dan tingginya kadar serat, namun kadar serat tergantung pada tingkat kematangan buah sukun.

3.1.4. Kadar Protein

Protein adalah senyawa organik yang banyak dijumpai dalam semua makhluk hidup.

Hasil pengukuran kadar protein tepung sukun pada gambar 4, rata-rata berkisar antara 3,58%-

3,50%. Nilai kadar tepung sukun terendah yaitu 3,50% dengan perlakuan pemanasan selama 10 jam dengan suhu 450C, sedangkan nilai kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan pemanasan selama 6 jam dengan suhu 350C. Jika dibandingkan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4279-1996), dimana kadar protein maksimal 3,6%. Maka tepung sukun dengan perlakuan pemanasan selama 8 jam dengan suhu 400C dengan nilai 3,56 memenuhi standar mutu SNI. Rata-rata nilai protein dapat dilihat pada gambar 4.

(8)

376 Gambar 4. Grafik kadar protein tepung sukun pada perlakuan suhu dan waktu

pengeringan yang berbeda BNT (P≥0,05)

Berdasarkan pada Gambar 4, menunjukan bahwa rata-rata nilai kadar protein sangat dipengaruhi oleh perlakuan suhu dan lama pengeringan. Hal ini didasarkan atas analisa kadar protein, bahwa semakin tinggi suhu dan lama pengeringan semakin menurun nilai kadar protein, karena adanya kerusakan yang diakibatkan pemberian panas yang tinggi.

Demodaran dan paraf (1997), salah satu factor yang mempengaruhi kerusakan protein adalah kerusakan.

Pemanasan tidak benar dapat mengakibatkan kerusakan komponen protein dan

karbohidrat yang tentu saja akan mempengaruhi komposisi gizi. Degradasi protein dapat menyebabkan terbentuknya peptide sederhana, asam amino, senyawa amin dan amino yang mudah menguap (Yohana, 2000).

Hasil analisa ragam (lampiran 10) nilai kadar protein tepung sukun pada perlakuan suhu dan waktu, menhasilkan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) tepung sukun pada suhu dan waktu pengeringan dapat disajikan pada tabel 7.

Tabel 5. Kadar serat tepung sukun pada perlakuan waktu dan suhu yang berbeda.

Waktu pengeringan (jam)

Suhu pengeringan (0C) Rata-rata

35 40 45

6 4,58 b 4,39 c 3,82 b 4,26 c

8 3,76 a 3,56 a 4,5 a 3.94 b

10 3,66 a 3,53 a 3,5 a 3,56 a

Rerata 4,00 b 3,83 a 3,94 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata BNT (P≥0,05).

Dari Tabel 5 diketahui bahwa, kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan pemanasan selama 6 jam dengan suhu 350C (4,58).

Artinya bahwa dari perlakuan pemanasa yang diberikan, kadar protein mengalami penurunan.

Semakin tinggi suhu dan lama pengeringan, semakin rendah nilai kadar protein tepung sukun.

3.1.5. Kadar Lemak

Lemak atau minyak memiliki peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia.

Hasil pengukuran kadar lemak tepung sukun pada gambar 5 dibawah ini, dengan nilai rata-rata yaitu

0,51%-1,36%. Nilai kadar lemak yang paling rendah yaitu 0,51% dengan perlakuan pemanasan selama 8 jam dengan suhu 350C, sedangkan yang tertinggi yaitu 1,36% dengan perlakuan pemanasan 6 jam dengan suhu 400C. Jika dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4279- 1996), menyatakan kadar lemak tepung sukun maksimal 0,8%. Pilihan dari syarat mutu tersebut, maka nilai kadar protein memenuhi standar mutu.

Nilai kadar lemak rata-rata disajikan pada gambar 5 dibawah.

(9)

377 Gambar 5. Kadar lemak tepung sukun pada perlakuan waktu dan suhu

pengeringan yang berbeda.

Berdasarkan Gambar 5 diatas menunjukan bahwa semakin tinggi suhu dan lama waktu pengeringan, maka akan semakin menurun kadar lemak yang ada pada tepung sukun. Hal ini disebabkan karena pemberian panas yang tinggi bisa menyebabkan penurunan enzim lipase yang berpengaruhi pada kadar lemak. Menurut Winarno (1983), mengatakan bahwa suhu optimum lipase pada umumnya berkisar antara 300C dan 400C. Rendahnya kadar lemak pada tepung juga

sangat berpengaruh pada tingkat kematangan buah sukun. Menurut Koswara (2006), tingkat kadar lemak sukun muda sebesar 0,7% dan sukun matang secara fisiologis sebesar 0,3%.

Hasil analisa ragam (lampiran 11), nilai kadar lemak tepung sukun pada perlakuan waktu dan suhu menghasilkan pengaruh berbeda nyata.

Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) kadar tepung sukun pada perlakuan suhu dan waktu dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Kadar lemak tepung sukun pada perlakuan waktu dan suhu yang berbeda.

Waktu pengeringan (jam)

Suhu pengeringan (0C) Rata-rata

35 40 45

6 0,79 a 0,51 a 0,01 a 0,44 a

8 1,36 c 1,02 b 0,93 b 1,10 b

10 0,72 a 0,82 a 0,18 b 0,94 b

Rerata 0,96 a 0,82 a 0,71 a

Keterangan : kadar lemak tepung sukun pada perlakuan waktu dan suhu yang berbeda BNT (P≥0,05).

Dari tabel 6 diketahu bahwa, kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan pemanasan selama 8 jam dengan suhu 350C (1,36). Artinya bahwa perlakuan pemanasan dengan lama dan tingginya suhu pengeringan berpengaruh pada tingkat penurunan nilai kadar tepung sukun serta bergantung pada tingkat kematangan buah sukun.

3.2. Pemilihan kadar Kimia tepung sukun

Kadar kimia dan sifat organoleptik terbaik dari tepung sukun, ditentukan dengab cara memberikan rengking pada setia penilaian.

Rangking 1 diberikan pada kadar kimia dan sifat organoleptik tertinggi.

Tabel 7. Kadar kimia dab sifat organoleptik tepung sukun dengan perlakuan pengeringan suhu dan lama waktu pengeringan.

Perlakuan

Karakteristik kadar kimia dan sifat organoleptik Σ Rangking Air Karbohidrat Serat Protein Lemak

6 jam dengan suhu 350 11,289 73,969 4,597 4,581 0,793 47 6 jam dengan suhu 400 9,642 78,835 5,222 4,393 0,511 30 6 jam dengan suhu 450 11,197 75,827 4,904 3,824 1,016 47 8 jam dengan suhu 350 9,903 75,778 6,081 3,765 1,369 38 8 jam dengan suhu 400 10,303 78,821 4,875 3,567 1,027 32 8 jam dengan suhu 450 10,736 76,794 4,816 4,502 0,955 31 10 jam dengan suhu 350 11,218 76,356 5,153 3,666 0,722 31 10 jam dengan suhu 400 10,184 78,102 4,239 3,538 0,924 32 10 jam dengan suhu 450 9,401 77,453 5,153 3,509 1,188 34 Keterangan : Notasi subcrip menunjukan rengking

(10)

378 Dari Tabel 7 berdasarkan jumlah rangking

yang paling kecil dari kadar kimia dan sifat organoleptik tepung sukun. Perlakuan pengaruh suhu dan lama waktu pengeringan yang berbeda, terdapat tepung sukun yang terbaik dari kadar kimia dan sifat organoleptik adalah perlakuan pemanasan selama 6 jam dan suhu 400C. Kadar kimia adalah kadar air 9,64, karbohidrat 76,83, kadar serat 5,22, protein 4,39, lemat 0,51.

IV. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembuatan tepung sukun dengan perlakuan pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap sifat fisikokimia yang berbeda menghasilkan kadar kimia yaitu kadar air

berkisar antara 9,40 – 11,28, kadar kabohidrat 73,96-78,62, kadar serat 6,08-4,23, kadar protein 4,58-3,50, kadar lemak 1,36-0,51, nilai organoleptik warna 2,54-1,6.

2. Pengaruh perlakuan suhu dan lama waktu pengeringan menunjukan berbeda nyata terhadap kadar air, karbohidrat, serat, protein dan lemak.

3. Perlakuan terbaik dari kadar kimia tepung sukun adalah perlakuan pemanasan selama 6 jam dan suhu 400C.

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan selama proses penelitian maka ada beberapa hal yang penulis sarankan perlu adanya penelitian lanjutan tentang kajian pengaruh penambahan dan natrium metabisulfit terhadap sifat fisikokimia tepung sukun dan pembuatan snack food.

REFERENSI

Adinugraha, H.A., 2011. Pengaruh umur pohon induk umur tunas dan jenis media terhadap pertumbuhan stek pucuk sukun. Jurnal Pemulian Tanaman Hutan 5 : 31 – 32.

Badan Litbang Pertanian. 2012. Aneka olahan sukun .http://www. litbang.deptan.go.id.diakses tanggal 20 November 2013.

Andrawulan, feri Kusnandar, dian Herawati., 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta

Anonim, 2012., Pencoklatan. http://www.scribd

Anonim., 2011. Terhubung berkala (http://organisasi,org/pengertiandandefinisivitamin fungsi_guna_sumber akibat_kekurangan macam dan jenis vitamin) diakses 5 september 2013.

AOAC., 2015. Official of Analysis of The Associantion of Official Analytical Chemistry. Arlington:

AOAC Inc.

Buckle, K. A, R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton., 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan Hadi Purnomo dan Andiono. UI Press, Jakarta.

Chichester, D.F. and F. W. Tanner., 1972.Antimicrobial food additives. In : T.E. Furia (ed) CRC Handbook of Food Additives, Vol. 1, CRC Press, Boca Raton FL. Pp. 115-184.

Desrosier, N.W., 1988. Teknologi Pengawetann Pangan. UI.Press.jakarta.

Direktorat Gizi Depkes RI., http://www.depkes.ri.go.id/tab sub/view=5.2010. kandung gizi buah sukun.

Diakses tanggal 24 november 2013.

Estiasih, T. dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengelolahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

Gasperz, U., 1994. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Jakarta.

(11)

379 Gunawan., 2010. Asam Amino.Terhubung berkala /doc/ 12936574/Asam-Amino-Non-Esensial).diakses

tanggal 6 agustus 2014.

Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan (http://www.scribd.com em-banga Kehutanan.Department Kehutanan RI. Jakarta.

Kartasapoetra, A. G., 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta, Jakarta

Koswara, Sutrisno.,2006. Sukun sebagai Cadangan Pangan Alternatif http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/POTENSI SUKUN SEBAGAI CADANGAN PANGAN NASIONAL.pdf.diakses tanggal 26 september 2013.

Matondang, S., 1999.Pengeringan Biji-bijian Hasil Pertanian.FB USU. Medan.

Muhammad. Natsir., 2000. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah.PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Mujiarto, I., 2005. Sifat dan karasteristik bahan material dan bahan aditif. Semarang. AMNI.

Piliang., 2006. Fisiologi Nutrisi. Vol. ke-2. Bogor: Penerbit IPB Press.

Pilingan, W. G., 2002. Nutrisi Vitami. Volume I. Edisi ke-5. Instrusi Pertanian Bogor Press, Bogor.

Pitojo.S., 1995. Budidaya Sukun. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Pitojo. S.,1992. Budidaya Suku. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Rabyt, JF and B.J white., 1997. Biochemical Techniques : Theory And Practice. Brooks/cole California:

apaublishing company.

Rageno, D.,1997. Breadfruit: Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg. Promoting the conservation and used of underutilize and neglected crops. 10. International Plant Genetic Resoutces Institute. Rome, Italy

Rajendran, R., 1992. Arthocarpus altilis (Park.) Fosberg in PROSEA: Plant Resources of South-East Asia 2.

Edible fruits and nuts. Bogor, Indonesia. pp 83-86.

Rusmayanti.Indri., 2006. Optimasi Pengeringan Sukun (Artocarpus altilis) dan Karakteristik Tepung Sukun.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Sinartani.E., 2007. Proses pembuatan tepung sukun. http://www.sinartani.com/

pascapanen/memproduksi-tepung-sukun 1240821916.htm.diakses tanggal 24 september 2013 jam 10,00 WIT

Suroso.E., 2007.Mempelajari fungsional dari tepung sukun (Artocarpus altilis) dari berbagai tingkat kematangan buah dan aplikasi dalam pembuatan caramer. Universitas Unila. Lampung.

Suprapti, M. Lies., 2002. Tepung Sukun Pembuatan dan Pemanfaatan. Kanisius: Yogyakarta.

Suprapti., 2007. Tepung Sukun. Kanisius.Yogyakarta.

Syarief, R. Halid Hariyadi., 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan, Arcan, Jakarta.

Tanti., 2009., Protein. Terhubung berkala (http://id.shvoong.com/exactsciences/biology/ 1902571- Protein).diaksestanggal 6 Agustus 2014.

(12)

380 Triwiyatno, E.A., 2003. Bibit Sukun Cilacap. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal 9-10.

Widowati, S., 2009. Tepung Aneka Umbi Sebuah Solusi Ketahanan Pangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Widowati, S., 2003.Prospek tepug sukun dalam menujang diversifikasi pangan.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle,12345679/23206/A02vme.pdf?sequence=2.

Akses tanggal 25 september 2013.

Widowati, S dan D.S.Damardjati.,2001. Menggali Sumberdaya Pangan Lokal dalam Rangka Ketahanan Pangan.Majalah PANGAN NO 36/X/Jan /2001.BULOG, Jakarta.

Widodo, W., 2002.Bioteknologi Fermentasi Susu.Universitas Muhammadiyah Malang.

Winarno.F.G., 2002.Kimia Pangan dan gizi. Jakarta. PT Gramedia pustaka utama.

Winarno, F.G., 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz., 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Cetakan pertama.PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winata, A. Y., 2001. Karasteristik Tepung Sukun (artocarpus altilis) Pramasak Hasil Pengeringan Drum Serta Aplikasinya untuk Substitusi Tepung Terigu pada Pembuatan Roti Manis.Skripsi.

Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Wincy., 2001.Karakteristik Tepung Sukun Pramasak Hasil Pengeringan Kabinet dan Aplikasinya untuk Substistusi Tepung Terigu pada pembuatan Kuikis. Skripsi Sarjana, Fakultas Teknologi Pertanian,IOB, Bogor.

Zerega, N.J.C., D. Regone and T.J. Metley., 2005. Systematic and Species Limits of Breadfruit (Artocarpus, Moraceae). Systematic Botany (30)3: pp. 603-615. http://www.plamtbilogy.northwestern.

edu/Zerega/ Zeregaeta12005SysBot.pdf. Diakses tanggal 25 november 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, memeratakan pembagian

Penyebaran tarekat Naqsyabandiyah di Tapanuli Bagian Selatan hampir langsung mengikuti para juru dakwah Islam pertama, yang pengaruhnya datang dari dua sumber, yaitu dari

“Jika bicara faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter siswa maka pada dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis menyarankan kepada guru Bahasa dan Sastra Indonesia menggunakan media power point gambar dan teknik cerita berangkai dalam

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukan perlakuan pemberian solid limbah kelapa sawit padat terhadap pertumbuhan dan hasil kubis bunga berpengaruh nyata terhadap rata-rata umur

Meskipun jika dilihat nilai per unsur pelayanan (tabel 5.2.2) terdapat 7 unsur pelayanan masuk dalam kategori kurang baik, yaitu Kesesuaian Persyaratan Pelayanan dengan

Selain itu juga ada prinsip amanah, sebagai penyelenggara pelayanan publik pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangkalan diamanatkan