• Tidak ada hasil yang ditemukan

KPHL UNIT XII DEMPO MENJADI DAERAH TUJUAN UTAMA EKOWISATA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KPHL UNIT XII DEMPO MENJADI DAERAH TUJUAN UTAMA EKOWISATA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

KPHL Unit XII Dempo dibentuk berdasarkan Peraturan Walikota Pagar Alam No: 41 Tahun 2014 tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (UPTD-KPHL) Unit XII Dempo Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Pagar Alam. Wilayah KPHL Unit XII Dempo memiliki luas 26.064,72 Ha atau mencapai lebih 40% dari luas Kota Pagar Alam. KPHL Unit XII Dempo terdiri atas dua kelompok hutan yaitu Kelompok Hutan Lindung Bukit Dingin dengan luas 2.280,36 Ha, dan Kelompok Hutan Lindung Bukit Jambul Gunung Patah dengan luas 23.784,36 Ha. Wilayah kelola KPHL Unit XII Dempo terbagi atas 2 (dua) blok, yaitu blok inti seluas 10.878,38 Ha dengan 39 petak, dan blok pemanfaatan dengan luas 15.186,34 Ha yang terdiri atas 56 petak.

Sebagai KPH yang hanya memiliki kelompok hutan dengan fungsi lindung, serta potensi yang dimiliki oleh KPHL Unit XII Dempo maka rencana pengembangan KPHL Unit XII Dempo bertumpu pada sektor jasa, yaitu wisata. Konsep pengembangan wisata yang dikembangkan adalah ekowisata, suatu pengembangan wisata yang berbasis pada kelesatarian alam dan pemberdayaan masyarakat. Sehingga visi KPHL Unit XII Dempo dapat dirumuskan sebagai “KPHL UNIT XII DEMPO MENJADI DAERAH TUJUAN UTAMA EKOWISATA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2025”.

(6)

Ringkasan Eksekutif

Untuk mencapai visi yang dicita-citakan, maka ditetapkan rumusan misi KPHL Unit XII Dempo, sebagai berikut: 1) Meningkatan kualitas sumberdaya manusia pengelola; 2) Menginventarisasi dan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam; 3) Merencanakan dan mengembangkan potensi ekowisata; dan 4) Mengoptimalkan peran stakeholder dan kerjasama dengan pihak ketiga.

Untuk mewujudkan visi dan misi KPHL Unit XII Dempo, disusun berbagai kegiatan meliputi inventarisasi hutan berkala, pemanfaatan hutan di wilayah tertentu, pemberdayaan masyarakat, pembinaan dan pemantauan terhadap wilayah berizin, rehabilitasi dan reklamasi, perlindungan dan konservasi alam, kordinasi dan sinkronisasi, rencana penyediaan dan kapasitas SDM, pendanaan, sarana dan prasarana, rasionalisasi wilayah kelola, review rencana pengelolaan, serta pengembangan investasi. Untuk menjamin tercapainya target yang diinginkan, maka dilaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Selain itu dilakukan juga pemantauan evaluasi dan pelaporan yang akan menjadi instrumen penting untuk mengkoordinasikan, menyempurnakan dan menyesuaikan kembali kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan.

(7)
(8)

Sasaran utama penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang 10 tahun KPHL Unit XII Dempo adalah mewujudkan rencana pengelolaan periode tahun 2016-2025, yang pencapaiannya dilaksanakan oleh KPHL Unit XII Dempo sebagai pemegang kewenangan pengelolaan, bersama para pihak pemangku kepentingan yang terkait dan bersinergi didalam pengelolaan. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHL III Unit XII Dempo disusun secara sistematis yang bertujuan untuk memberikan arah yang tepat didalam pelaksanaan pengelolaan KPHL Unit XII Dempo dalam kurun waktu 10 (sepuluh puluh) tahun. Sehingga dengan rencana pengelolaan tersebut KPHL Unit XII Dempo memiliki kerangka kerja yang terpadu dan komprehensif didalam pelaksanaan pengelolaan yang lebih efektif, efisien dan bermanfaat menuju kelestarian pemanfaatan hutan

Kelestarian hutan hanya akan tercapai apabila penyusunan rencana pengelolaan jangka panjang dilakukan secara benar. Pengurusan hutan menurut UU Nomor 41 Tahun 1999, pasal 10 ayat 2 terdiri dari : a) perencanaan kehutanan; b) pengelolaan hutan; c) penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan, dan d) pengawasan. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari (PHL) maka Pemerintah membuat suatu kebijakan yaitu membagi habis seluruh kawasan hutan di Indonesia ke dalam sejumlah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH tersebut dapat berbentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan

(9)

Kata Pengantar

Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) maupun Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). Penetapan wilayah KPH merupakan kewenangan Menteri Kehutanan, namun dapat dievaluasi untuk kepentingan efisiensi dan efektifitas, serta karena adanya perubahan tata ruang.

Kami sangat menyadari dokumen rencana pengelolaan KPHL Dempo masih memerlukan beberapa masukan kongkrit dari semua pihak untuk lebih menyempurnakan dokumen rencana pengelolaan ini. Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dokumen ini.

Pagar Alam, April 2016 Kepala KPHL Unit XII Dempo

HETTY DIAN YUVITA, S.HUT NIP.19750228 200903 2 005

(10)

1.1 Latar Belakang ... I – 1 1.2 Tujuan ... I – 3 1.3 Sasaran ... I – 4 1.4 Ruang Lingkup ... I – 4 1.5 Batasan Pengertian ... I – 5

2.1 Risalah Kawasan ... II – 1 2.1.1 Letak Geografis ... II – 1 2.1.2 Luas ... II – 2 2.1.3 Aksesibilitas ... II – 3 2.1.4 Batas-batas ... II – 4 2.1.5 Kondisi Biofisik dan Pembagian Blok ... II – 5 2.1.5.1 Biofisik ... II – 5 2.1.5.2 Pembagian Blok ... II – 16 2.1.6 Sejarah Wilayah KPHL Unit XII Dempo ... II – 17 2.2 Potensi Wilayah KPHL Unit XII Dempo ... II – 23 2.2.1 Penutupan Lahan ... II – 23

(11)

Daftar Isi

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL Unit XII Dempo 2016-2025

2.2.2 Potensi Kayu dan Non Kayu ... II – 27 2.2.2.1 Potensi Kayu ... II – 27 2.2.2.2 Potensi Non Kayu ... II – 33 2.2.3 Potensi Tumbuhan dan Satwa Liar ... II – 33 2.2.3.1 Tumbuhan yang Dilindungi ... II – 33 2.2.3.2 Satwa Liar ... II – 34 2.2.4 Potensi Jasa Lingkungan ... II – 35 2.2.5 Potensi Wisata Alam ... II – 38 2.3 Kondisi Sosial Ekonomi Budaya ... II – 41 2.3.1 Kondisi Kependudukan ... II – 41 2.3.2 Kondisi Ekonomi ... II – 43 2.3.3 Kondisi Sosial Budaya ... II – 44 2.4 Izin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan

Hutan ... II – 45 2.4.1 Pemanfaatan Hutan ... II – 45 2.4.2 Penggunaan Kawasan Hutan ... II – 45 2.5 Kondisi KPHL dalam Tata Ruang dan Pembangunan

Daerah ... II – 46 2.5.1 Perspektif Tata Ruang ... II – 46 2.5.2 Perspektif Pembangunan Daerah ... II – 48 2.6 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan ... II – 50 2.6.1 Isu Strategis ... II – 50 2.6.2 Kendala dan Permasalahan ... II – 51

3.1 Visi Pengelolaan KPHL Dempo ... III – 3 3.2 Misi Pengelolaan KPHL Dempo ... III – 5 3.3 Tujuan Pengelolaan KPHL Dempo ... III – 7

4.1 Analisa Data dan Informasi ... IV – 1 4.2 Proyeksi Kondisi Wilayah ... IV – 4

5.1 Inventarisasi dan Penataan Hutan Berkala ... V – 1 5.2 Pemanfaatan Hutan Pada Wilayah Tertentu ... V – 3 5.3 Pemberdayaan Masyarakat ... V – 8 5.4 Pembinaan dan Pemantauan Areal Pemanfaatan dan

Pengunaan Kawasan Hutan ... V – 9 5.5 Penyelenggaraan Rehabilitasi di Areal diluar Ijin ... V – 14

(12)

Daftar Isi

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL Unit XII Dempo 2016-2025

5.6 Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi

dan Reklamasi pada Areal Berijin ... V – 16 5.7 Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam ... V – 17 5.8 Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar

Pemegang Ijin ... V – 20 5.9 Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan

Stakeholder Terkait ... V – 21 5.10 Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas Sumber Daya

Manusia (SDM) ... V – 22 5.11 Penyediaan Pendanaan ... V – 23 5.12 Penyediaan Sarana dan Prasarana ... V – 23 5.13 Pengembangan Database ... V – 30 5.14 Rasionalisasi Wilayah Kelola ... V – 31 5.15 Review Rencana Pengelolaan ... V – 32 5.16 Pengembangan Invenstasi ... V – 32

6.1 Pembinaan ... VI – 2 6.2 Pengawasan ... VI – 3 6.3 Pengendalian ... VI – 4

7.1 Pemantauan ... VII – 1 7.2 Evaluasi ... VII – 2 7.3 Pelaporan ... VII – 2

(13)

Tabel 2.1 Wilayah administrasi KPHL Unit XII Dempo ... II – 1 Tabel 2.2 Luas kelas lereng yang terdapat di KPHL

Unit XII Dempo ... II – 6 Tabel 2.3 Jenis batuan di KPHL Unit XII Dempo ... II – 7 Tabel 2.4 Jenis tanah yang terdapat di KPHL Unit

XII Dempo ... II – 11 Tabel 2.5 Daerah aliran sungai di wilayah KPHL Unit

XII Dempo ... II – 13 Tabel 2.6 Pambagian blok di KPHL Unit XII Dempo ... II – 16 Tabel 2.7 Sejarah penunjukkan kawasan hutan KPHL

Unit XII Dempo ... II – 18 Tabel 2.8 Tutupan lahan pada KPHL Unit XII Dempo

berdasarkan kelompok hutan ... II – 25 Tabel 2.9 Tipe penggunaan kawasan di KPHL Unit XII

Dempo ... II – 26 Tabel 2.10 Rekapitulasi jumlah batang, bidang dasar dan

volume tegakan berdiri (/ha) untuk seluruh

kelas penutupan dan fungsi kawasan hutan ... II – 29 Tabel 2.11 Rekapitulasi jumlah batang, bidang dasar dan

volume tegakan berdiri (/ha) untuk seluruh kelas penutupan areal tidak berhutan dan

fungsi kawasan hutan ... II – 32 Tabel 2.12 Tabel jenis satwa dilindungi di KPHL

Unit XII Dempo ... II – 34 Tabel 2.13 Desa yang terdapat dalam wilayah KPHL

Unit XII Dempo ... II – 41 Tabel 2.14 Jenis lapangan usaha di Kota Pagar Alam ... II – 43

(14)

Daftar Tabel

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL Unit XII Dempo 2016-2025

Tabel 2.15 Daftar izin penggunaan kawasan hutan di

KPHL Unit XII Dempo ... II – 45 Tabel 2.16 Luas arahan RKTN pada kawasan hutan KPHL

Unit XII Dempo ... II – 48 Tabel 3.1 Visi dan misi RPJMD dan Renstra Kota

Pagar Alam tahun 2013-2018 ... III – 2 Tabel 3.2 Tabel korelasi hubungan antara Visi, Misi, dan

Tujuan KPHL Unit XII Dempo ... III – 8 Tabel 4.1 Analisis SWOT Pengembangan KPHL Unit XII

Dempo ... IV – 3 Tabel 4.2 Proyeksi Kondisi KPHL Unit XII Dempo Sepuluh

Tahun yang Akan Datang ... IV – 6 Tabel 4.3 Parapihak yang terlibat dalam pembangunan

KPHL Unit XII Dempo ... IV – 11 Tabel 5.1 Kelas perusahaan yang akan direncanakan di

KPHL Unit XII Dempo ... V – 4 Tabel 5.2 Garis besar rencana pengembangan ekowisata

di KPHL Unit XII Dempo ... V – 6 Tabel 5.3 Tingkat kekritisan lahan di KPHL Unit XII

Dempo ... V – 15

Tabel 5.4 Rencana penyelesaian pembangunan sarana

dan prasarana ekowisata ... V – 24 Tabel 5.4 Rencana Kegiatan Pengelolaan KPHL Unit

XII Dempo ... V – 31

(15)

Gambar 2.1 Peta wilayah KPHL Unit XII Dempo ... II – 2 Gambar 2.2 Peta jalur transportasi di Kota Pagar Alam ... II – 3 Gambar 2.3 Peta aksesibilitas KPHL Unit XII Dempo ... II – 4 Gambar 2.4 Peta kelerengan KPHL Unit XII Dempo ... II – 6 Gambar 2.5 Sebaran geologi dalam kawasan hutan

KPHL Unit XII Dempo ... II – 8 Gambar 2.6 Sebaran jenis tanah dalam wilayah KPHL

Unit XII Dempo ... II – 10 Gambar 2.7 Peta DAS KPHL Unit XII Dempo ... II – 13 Gambar 2.8 Peta iklim KPHL Unit XII Dempo ... II – 15 Gambar 2.9 Pembagian kelompok hutan KPHL Unit XII

Dempo ... II – 17 Gambar 2.10 Kelompok hutan lindung Bukit Dingin ... II – 18 Gambar 2.11 Kelompok hutan Bukit Jambul Gunung Patah .... II – 20 Gambar 2.12 Peta tutupan lahan wilayah KPHL Unit XII

Dempo ... II – 23 Gambar 2.13 Sebaran penggunaan lahan di wilayah KPHL Unit XII

Dempo ... II – 26 Gambar 2.14 Ilustrasi udara yang segar dan sejuk dapat

memberikan sense of place bagi pengunjung ... II – 39 Gambar 2.15 Tugu Rimau menjadi salah satu ikon daerah

tujuan wisata di ketinggian ±1.800 m dpl ... II – 40 Gambar 2.16 Peta ijin pemanfaatan kawasan di KPHL Unit

XII Dempo ... II – 46 Gambar 2.17 Kawasan hutan KPHL Unit XII Dempo dalam

RTRW Kota Pagar Alam ... II – 47

(16)

Daftar Gambar

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL Unit XII Dempo 2016-2025

Gambar 2.18 Peta Rencana Kehutanan Tingkat Nasional

KPHL Unit XII Dempo ... II – 48 Gambar 4.1 Tiga prinsip kelestarian di KPH ... IV – 4 Gambar 5.1 Peta wilayah tertentu KPHL Unit XII Dempo ... V – 3 Gambar 5.2 Sebaran tingkat kekritisan lahan di

KPHL Unit XII Dempo ... V – 14 Gambar 5.3 Peta tingkat kerawasan kebakaran hutan

dan lahan di sekitar kawasan hutan

KPHL Unit XII Dempo ... V – 19

(17)

Lampiran 1 Peta Tata Hutan KPHL Unit XII Dempo ... L – 1 Lampiran 2 Peta Wilayah KPHL Unit XII Dempo ... L – 2 Lampiran 3 Peta Batas Kawasan Hutan KPHL Unit XII

Dempo ... L – 3 Lampiran 4 Peta Rencana Kehutanan Tingkat Nasional

KPHL Unit XII Dempo ... L – 4 Lampiran 5 Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru

KPHL Unit XII Dempo ... L – 5 Lampiran 6 Peta Kerawanan Kebakaran Lahan dan Hutan

Disekitar Wilayah KPHL Unit XII Dempo ... L – 6 Lampiran 7 Peta Izin Pinjam Pakai Irigasi Lematang dan

Supreme Energy di KPHL Unit XII Dempo ... L – 7 Lampiran 8 Peta Aksesibiltas KPHL Unit XII Dempo ... L – 8 Lampiran 9 Peta Daerah Aliran Sungai KPHL Unit XII

Dempo ... L – 9 Lampiran 10 Peta Kekritisan Lahan KPHL Unit XII Dempo ... L – 10 Lampiran 11 Peta Iklim KPHL Unit XII Dempo ... L – 11 Lampiran 12 Peta Geologi KPHL Unit XII Dempo ... L – 12 Lampiran 13 Peta Kemiringan Lereng KPHL Unit XII Dempo . L – 13 Lampiran 14 Peta Sebaran Potensi KPHL Unit XII Dempo ... L – 14 Lampiran 15 Peta Penutupan Lahan KPHL Unit XII Dempo ... L – 15 Lampiran 16 Penggunaan Lahan KPHL Unit XII Dempo ... L – 16 Lampiran 17 Peta Tanah KPHL Unit XII Dempo ... L – 17

(18)

Sebagai negara yang memiliki hutan terluas ketiga di dunia setelah Brasil dan Zaire, Indonesia juga sekaligus merupakan negara dengan laju deforestasi tertinggi di dunia. Situs mongabay.co.id mengutip dari analisis BAPPENAS di tahun 2010 terkait permasalahan mendasar pada sektor kehutanan Indonesia menunjukan bahwa tata kelola yang buruk, ketidakjelasan hak tenurial, serta lemahnya kapasitas dalam manajemen hutan (termasuk penegakan hukum) menjadi permasalahan mendasar pengelolaan hutan di Indonesia.

Pola pengelolaan hutan setelah masa kemerdekaan cenderung memberikan peluang besar untuk mengeksploitasi sumberdaya hutan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), yang tertuang dalam UU No 5 Tahun 1967. Kemudian diikuti dengan PP No. 21 Tahun 1970 yunto PP No. 18 Tahun 1975 yang menjadi dasar dalam kebijakan pemberian konsensi eksploitasi sumberdaya hutan.

Peraturan ini memberikan legalitas bagi pemerintah melalui pemilik modal untuk mengeksploitasi sumberdaya hutan secara besar-besaran terutama hutan yang berada di Kalimatan, Sumatera, Papua, Sulawesi dan Maluku.

Seiring dengan eksloitasi hutan yang berlebihan memunculkan konflik antara masyarakat lokal dengan pemegang HPH, masyarakat lokal dengan pendatang, dan hingga masyarakat lokal dengan pemerintah.

(19)

Pendahuluan

Permasalahan yang muncul pada masa lalu disebabkan belum adanya pengelolaan pada tingkat tapak. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan telah mengamanatkan adanya wilayah pengelolaan hutan yang terdiri dari wilayah pengelolaan hutan tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota dan tingkat unit pengelolaan. Unit pengelolaan hutan yang berada pada tingkat tapak diharapkan dapat menjadi solusi terhadap berbagai permasalahan dalam pengelolaan hutan yang telah terjadi. Hal tersebut dilakukan dengan berorientasi pada perencanaan secara spasial/kewilayahan dengan memperhatikan situasi sosial ekonomi masyarakat lokal serta menyatukan arah kebijakan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kebupaten/Kota.

UU No 41 Tahun 1999 mengamanatkan pengelolaan unit terkecil di tingkat tapak yang dikenal dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).

Keberadaan KPH sebagai unit terkecil pada tingkat tapak diharapkan dapat menjadi peluang bagi resolusi konflik yang selama ini cenderung berpihak bagi kepentingan pemodal besar dan mengabaikan masyarakat lokal, sehingga KPH berperan dalam perbaikan tata kelola hutan yang menjamin kepastian dan juga keadilan bagi masyarakat lokal.

Pembentukan KPH semakin mendapat tempat sejak terbitnya PP No 6 Tahun 2007 jo PP No 3 Tahun 2008. Harapan besar dengan hadirnya KPH di tingkat tapak adalah terwujudnya kelestarian hutan, peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, serta dapat mengakomodir kepentingan dan tuntutan dari pemerintah setempat. Berdasarkan PP No 6 Tahun 2007, KPH meliputi: KPH konservasi (KPHK), KPH lindung (KPHL), dan KPH produksi (KPHP). KPHL Unit XII Dempo merupakan salah satu KPH yang baru dibentuk di Provinsi Sumatera Selatan yang berperan sebagai unit pengelolaan terkecil pada tingkat tapak sektor kehutanan.

Secara administratif KPHL Unit XII Dempo terletak di wilayah administratif Kota Pagar Alam, yang berada dalam 5 kecamatan yakni

(20)

Pendahuluan

Kecamatan Dempo Selatan, Dempo Utara, Dempo Tengah, Pagar Alam Utara, dan Pagar Alam Selatan. Sedangkan secara geografis KPHL Unit XII Dempo terletak pada 040 04’ ‐ 040 15’ LS dan 1030 15’ – 1030 22’ BT.

Sebagai organisasi tingkat tapak, KPHL Unit XII Dempo perlu menyusun perencanaan pengelolaan wilayah KPH yang memperhatikan kondisi-kondisi nyata di lapangan, merekam permasalahan dan kearifan lokal yang disusun dalam bentuk kuantifikasi dan formulasi, strategi dan program kerja, serta struktur organisasi dan aspek finansial untuk menyiapkan kondisi pemungkin pengelolaan hutan agar dapat dimonitor, dilaporkan dan diverifikasi dalam suatu basis unit-unit kelestarian yang permanen. Dengan adanya rencana pengelolaan jangka panjang yang mantap maka akan memudahkan penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek yang lebih terukur.

Maksud dari penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang KPHL Unit XII Dempo adalah sebagai acuan kerangka operasional penyelenggaraan pengelolaan hutan, sedangkan tujuannya adalah:

1. Merumuskan strategi pengelolaan hutan yang rasional, efektif dan efisien untuk menjawab isu permasalahan yang ada pada KPHL Unit XII Dempo dalam rangka pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan.

2. Menyediakan dokumen Rencana Pengelolaan Jangka Panjang yang memberikan arah pengelolaan hutan pada periode waktu 2016- 2026 yang menjamin terselenggaranya pengelolaan hutan yang memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan ekologi yang berkelanjutan melalui pengelolaan kawasan dan seluruh potensinya secara komprehensif.

(21)

Pendahuluan

3. Menjadi acuan bagi rencana pengelolaan jangka pendek, rencana bisnis dan rencana-rencana teknis pemanfaatan, penggunaan, rehabilitasi dan perlindungan kawasan hutan KPHL Unit XII Dempo di tingkat tapak.

Sasaran yang akan dicapai dalam penyusunan RPHJP ini adalah tersusunnya suatu kerangka formal pengelolaan hutan untuk 10 (sepuluh) tahun ke depan yang menjadi acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek (1 tahun). Rencana Pengelolaan hutan ini akan menjadi arahan dan kerangka kerja yang terpadu serta komprehensif dalam pelaksanaan pengelolaan KPHL Unit XII Dempo yang lebih efektif, efisien dan bermanfaat.

Ruang lingkup penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang meliputi aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya, yang datanya diperoleh dari data informasi hasil inventarisasi hutan dan penataan hutan serta sumber data lainnya, baik data primer ataupun data sekunder. Unsur- unsur materi yang disusun mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor: P.5/VII-WP3H/2012 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) yang meliputi:

1) Pendahuluan;

2) Deskripsi kawasan yang didalamnya terdapat informasi risalah wilayah KPH, potensi wilayah KPH, data informasi sosial budaya, serta data informasi perijinan yang telah ada;

3) Visi dan misi dalam pengelolaan hutan;

(22)

Pendahuluan

4) Analisis dan proyeksi, yang memuat analisis data dan informasi yang saat ini tersedia baik primer maupun sekunder serta proyeksi kondisi wilayah KPH di masa yang akan datang;

5) Rencana kegiatan, yang memuat rencana kegiatan strategi selama jangka waktu pengelolaan antara lain: inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya, pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, pemberdayaan masyarakat, pembinaan dan pemantauan (controlling) pada areal KPHL yang telah ada ijin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin, pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutannya, penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin, koordinasi dan sinergi dengan Instansi dan stakeholder terkait, Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, Penyediaan pendanaan, Pengembangan database, Rasionalisasi wilayah kelola, Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali), dan Pengembangan investasi;

6) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian;

7) Pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

Untuk lebih memahami dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP), maka terdapat beberapa batasan pengertian, yaitu sebagai berikut.

 Kawasan Hutan adalah Wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

(23)

Pendahuluan

 Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

 Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

 Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan,penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam.

 Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya agar memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari.

 Inventarisasi hutan pada wilayah KPHL dan KPHP adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumberdaya hutan dan lingkungannya secara lengkap.

 Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari.

 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang adalah Rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan KPHL dan KPHP.

(24)

Pendahuluan

 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah Rencana Pengelolaan Hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat kegiatan operasional berbasis petak dan/atau blok.

 Pemanfaatan hutan adalah kegiatan memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

 Hasil Hutan Bukan Kayu adalah manfaat dan hasil yang dapat deperoleh dari kawasan hutan berupa hasil ikutan dan hasil sampingan.

 Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.

 Jasa Lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistimnya yang berupa manfaat langsung dan tidak langsung yang meliputi jasa wisata alam, jasa perlindungan tata air, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan dan keunikan alam, penyerapan dan penyimpanan karbon.

 Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya.

 Pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu.

 Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan.

 Wilayah tertentu antara lain adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan

(25)

Pendahuluan

pemanfaatannya berada di luar areal ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.

 Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran daya-daya alam, penyakit, hama, mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

 Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

 Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah KPHL yang merupakan bagian dari wilayah KPHL yang dipimpin oleh Kepala Resort KPHP dan bertanggung jawab Kepada Kepala KPHL.

 Blok Pemanfaatan pada Hutan Lindung adalah blok yang difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi HL.

 Blok Perlindungan pada Hutan Produksi adalah blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak dimanfaatkan.

 Blok Pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK pada Hutan Produksi adalah merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses inventarisasi.

 Petak adalah unit terkecil lahan hutan yang lokasi geografisnya bersifat permanen, sebagai basis pemberian perlakuan

(26)

Pendahuluan

pengelolaan, dan menjadi satuan administrasi dari setiap kegiatan pengelolaan yang diterapkan atasnya.

 Anak petak adalah bagian dari petak yang bersifat temporer, yang oleh sebab yang tertentu memperoleh perlakuan silvikultur atau kegiatan pengelolaan yang khusus.

 Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang selanjutnya disebut IPPKH adalah izin yang diberikan untuk menggunakan kawasan hutan bagi kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan.

 Reklamasi hutan adalah usaha memperbaiki atau memulihkan kembali hutan atau lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat penggunaan kawasan hutan agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.

 Reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak berupa lahan kosong, alang-alang atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan.

 Rehabilitasi Hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan perannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

(27)

KPHL Unit XII Dempo terletak antara 040 04’ ‐ 040 15’ LS dan 1030 15’ – 1030 22’ BT. Sedangkan secara administratif berada pada wilayah pemerintahan Kota Pagar Alam, yang berada dalam 5 kecamatan yakni Kec.

Dempo Selatan, Dempo Utara, Pagar Alam Utara, Dempo Tengah, dan Pagar Alam Selatan.

Tabel 2.1 Wilayah administrasi KPHL Unit XII Dempo

Kelompok hutan Kecamatan

Bukit Dingin Dempo Utara

Pagar Alam Utara Pagar Alam Selatan Bukit Jambul Gunung Patah Dempo Selatan

Dempo Tengah Dempo Utara

(28)

Deskripsi Kawasan

Gambar 2.1 Peta wilayah KPHL Unit XII Dempo.

Mengutip dari Pagar Alam dalam Angka 2015, Kota Pagar Alam memiliki ketinggian terendah 694 mdpl di Kecamatan Pagar Alam Selatan serta dengan ketinggian 2.700 mdpl yang merupakan titik tertinggi pada Kecamatan Dempo Selatan. Sehingga wilayah hutannya termasuk kedalam tiga subzona hutan pegunungan (van Steenis 2006), yaitu 1) submontana (sub-pegunungan atau disebut juga hutan pegunungan bawah), antara ketinggian 1.000 – 1.500 m dpl; 2) montana (hutan pegunungan atas) antara 1.500 – 2.400 m; 3) subalpin, di atas ketinggian 2.400 m.

Berdasarkan SK Menhut No. 866/Menhut-II/2014 dan hasil overlay batas administrasi Kota Pagar Alam yang bersumber dari Bappeda Propinsi Sumatera Selatan, KPHL Unit XII memiliki luas 26.064,72 hektar atau lebih 40% dari luas Kota Pagar Alam merupakan hutan lindung.

(29)

Deskripsi Kawasan

Pada umumnya untuk menuju kawasan hutan KPHL Unit XII Dempo dapat dicapai dengan mudah melalui jalur darat. Tersedia sarana jalan yang telah mengalami perkerasan dari pusat kota Pagar Alam menuju kelompok hutan Bukit Dingin maupun Bukit Jambul Gunung Patah dengan waktu tempuh ± 1 jam.

Gambar 2.2 Peta jalur transportasi di Kota Pagar Alam.

Sedangkan akses dalam kawasan KPHL Unit XII Dempo dapat dikelompokkan kedalam akses rendah, sedang, dan tinggi. Akses rendah merupakan daerah yang tidak terdapat jalan setapak maupun sungai, akses sedang merupakan daerah yang hanya bisa diakses melaului jalur darat (jalan setapak) atau sungai, dan akses tinggi merupakan daerah yang hanya yang dapat diakses melalui jalur darat maupun jalur perairan.

(30)

Deskripsi Kawasan

Gambar 2.3 Peta aksesibilitas KPHL Unit XII Dempo.

Kawasan KPHL Unit XII Dempo terletak pada wilayah administrasi Kota Pagar Alam yang terdiri atas dua kelompok hutan yaitu HL Bukit Dingin dan HL Bukit Jambul Gunung Patah. Kelompok HL Bukit Dingin terletak di bagian paling utara Kota Pagar Alam, dan berada pada kaki hingga puncak Gunung Dempo. Batas HL Bukit Dingin adalah sebagai berikut:

- Utara : HL Bukit Dingin (Kab. Lahat), - Selatan : Kec. Dempo Utara,

- Barat : Kab. Lahat,

- Timur : Kec. Pagar Alam Selatan & Pagar Alam Utara.

Sedangkan kelompok HL Bukit Jambul Gunung Patah, berada di bagian Selatan Kota Pagar Alam dengan batas-batas sebagai berikut:

- Utara : Kec. Dempo Utara & Dempo Tengah,

(31)

Deskripsi Kawasan

- Selatan : Propinsi Bengkulu, - Barat : Kab. Lahat,

- Timur : Kab. Lahat dan Kab. Muara Enim.

Dalam mempermudah pengelolaan KPH, diperlukan pembagian blok dengan memperhatikan karakteritik biofisik lapangan, kondisi ekonomi masyarakat sekitar, potensi sumberdaya alam, dan keberadaan hak-hak atau ijin usaha pemanfaatan dan penggunaaan kawasan hutan sesuai Permunhut No P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPHP.

Kota Pagar Alam terletak pada ketinggian 400 hingga 3.400 mdpl, sehingga wilayah hutannya termasuk kedalam tiga subzona hutan pegunungan (van Steenis 2006), yaitu 1) submontana (sub-pegunungan atau disebut juga hutan pegunungan bawah), antara ketinggian 1.000 – 1.500 m dpl; 2) montana (hutan pegunungan atas) antara 1.000 – 2.400 m; 3) subalpin dengan ketinggian diatas 2.400 m.

Lokasi KPHL Unit XII Dempo yang berada di wilayah pegunungan dengan topografi yang bergelombang. Sedangkan pengelompokkan untuk kelas lereng dapat dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu landai, agak curam, dan sangat curam. Kelompok hutan Bukit Dingin terletak dibagian timur Gunung Dempo, sehingga hanya memiliki kelas lereng sangat curam yang berada pada puncak bukit Gunung Dempo, dan kelas lereng agak curam yang berada pada bagian bawah atau di kaki Gunung Dempo.

Sedangkan Bukit Jambul Gunung Patah yang merupakan daerah pegunungan memiliki kelas lereng yang tidak hanya sangat curam, agak

(32)

Deskripsi Kawasan

curam, namun juga terdapat sebagian kecil wilayah hutan KPHL Unit XII Dempo yang tergolong pada kelas lereng landai.

Tabel 2.2 Luas kelas lereng yang terdapat di KPHL Unit XII Dempo Klasifikasi Kemiringan Lereng Luas

Ha %

Datar 0 - 8 % 0,02 0,00

Landai 8 - 15 % 1.198,63 4,60

Agak Curam 15 - 25 % 14.771,41 56,67

Curam 25 - 45 % 0 0,00

Sangat Curam > 45 % 10.094,66 38,73

Total 26.064,72 100,00

Sumber: Hasil analisis tim BPKH Wilayah II Palembang, 2015

Gambar 2.4 Peta kelerengan KPHL Unit XII Dempo.

(33)

Deskripsi Kawasan

Wilayah KPHL Unit XII Dempo yang berada di daerah pegunungan dengan Gunung Dempo sebagai gunung api aktif, mempengaruhi jenis geologi dan tanah bagi daerah sekitarnya.

Kelompok hutan Bukit Dingin yang berada pada lereng sebelah timur Gunung Dempo hanya memiliki satu kelompok geologi yaitu dari breksi, lava dan tuff, andesit sampai bas. Sedangkan pada Bukit Jambul Gunung Patah didominasi dari kelompok breksi, lava dan tuff, andesit sampai bas, dan hanya sebagian kecil kelompok tuff, breksi dan lava, riolit dan dasit. Masing-masing kelompok geologi ini merupakan produk dari aktifitas gunung api pada masa lalu yang juga mempengaruhi kesuburan tanah. Luas masing-masing kelompok batuan yang tersebar di KPHL Unit XII Dempo disajikan dalam tabel Tabel berikut.

Tabel 2.3 Jenis batuan di KPHL Unit XII Dempo

Litologi Luas

Ha %

Breksi, lava dan tuf, andesit sampai bas 24333,28 93,36 Tuf, breksi dan lava, riolit, dasit dan 1731,43 6,64

Total 26064,71 100,00

Sumber: Hasil analisis tim BPKH Wilayah II Palembang, 2015

(34)

Deskripsi Kawasan

Gambar 2.5 Sebaran geologi dalam kawasan hutan KPHL Unit XII Dempo.

Karakteristik masing-masing jenis batuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Breksi adalah batuan sedimen yang tersusun dari fragmen- fragmen (pecahan-pecahan) batuan yang ujungnya (bersudut) runcing dan telah tersementasi (terekat) oleh material-material batuan yang lebih halus (biasanya mengandung kalsium karbonat dan silikat). Andesit adalah batuan yang berasal dari lelehan lava gunung merapi yang meletus, batu Andesit terbentuk (membeku) ketika temperatur lava yang meleleh turun antara 900 sampai dengan 1,100 derajat Celsius. Merupakan jenis batuan beku luar. Massa Jenis berkisar 2,8 – 3 gram/cm3 dengan warna agak gelap (abu-abu tua). Batuan aluvium adalah batuan sedimen yang dibentuk atau diendapkan oleh sungai-sungai.

Tuf adalah batuan gunung api yang terbentuk dari suatu campuran fragmen fragmen mineral batuan gunung api dalam matrik debu gunung api. Tuff terbentuk dari kombinasi debu, batuan dan fragmen mineral

(35)

Deskripsi Kawasan

(piroklastik atau tephra) yang dilemparkan ke udara dan kemudian jatuh kepermukaan bumi sebagai suatu endapan campuran. Kebanyakan dari fragmen batuan cenderung merupakan batuan gunung api yang terkonsolidasi dari hasil erupsi gunung api. Kadangkala material erupsi yang masih panas mencapai permukaan bumi dan kemudian membeku menjadi “welded tuff”.

Andesit adalah batuan yang berasal dari lelehan lava gunung merapi yang meletus, batu Andesit terbentuk (membeku) ketika temperatur lava yang meleleh turun antara 900 sampai dengan 1,100 derajat Celsius.

Merupakan jenis batuan beku luar. Massa Jenis berkisar 2,8 – 3 gram/cm3 dengan warna agak gelap (abu-abu tua). Batuan aluvium adalah batuan sedimen yang dibentuk atau diendapkan oleh sungai-sungai.

Riolit adalah batu mirip dalam komposisi granit, yaitu dengan komposisi mineral berupa kuarsa dan ortoklas dengan mineral lain.

Terdapat sebagai instrusi hypabisal maupun plutonik, holokristalin, fanerik kasar dengan mineral dapat dikenal dengan mata biasa. bisa dijumpai dengan tekstur porfiritik namun pada ummnya bertekstur grafik, yaitu pertumbuhan bersama antara kuarsa dan ortoklas.

Dasit merupakan batuan beku yang termasuk dalam jenis vulkanik, karena dasit dalam proses pembentukannya mengalami pendinginan magma yang cepat. Proses terbentuknya dasit pada suhu sekitar 900˚C – 1200˚C. (Bishop & Hamilton, 1999). Kandungan silika yang terdapat pada dasit berkisar diantara 52% – 66%. Dalam proses pembentukannya dasit adalah batuan ekstrusif felsik yang menengah dalam komposisi antara andesit dan riolit (Dietrich, 1924). Dalam pembentukannya sering ditemukan bergabung dengan andesit, dan membentuk aliran lava, serta tanggul (Suharwanto, 2014).

(36)

Deskripsi Kawasan

Berdasarkan Peta Tanah tahun 1967 dari Pusat Penelitian Tanah Bogor dan analisis dari BPKH Wilayah II, jenis tanah yang terdapat di kawasan hutan KPHL Unit XII Dempo didominasi oleh jenis andosol coklat dan regosol, latosol coklat dan regosol coklat kekuningan, serta dari berbagai jenis. Jenis-jenis tanah ini merupakan jenis tanah yang subur, kaya akan unsur hara dan mineral.

Gambar 2.6 Sebaran jenis tanah dalam wilayah KPHl Unit XII Dempo.

(37)

Deskripsi Kawasan

Tabel 2.4 Jenis tanah yang terdapat di KPHL Unit XII Dempo

Jenis Tanah Luas

Areal Persen Podosolik Merah Kuning & Podsolik 179,78 0,69 Podosolik Merah Kuning & Podsolik Coklat Kuning 2.100,58 8,06 Latosol Coklat & Regosol Coklat Kekuningan 3.138,79 12,04 Andosol Coklat & Regosol 20.478,41 78,57 Litosol & Latosol Coklat Kekuningan 167,15 0,64

Total 26.064,72 100,00

Sumber: Hasil analisis tim BPKH Wilayah II Palembang, 2015

Karakteristik dari masing-masing jenis tanah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Podsolik merupakan tanah yang berasal dari tuff masam atau endapan tertier dan akan lebih berkembang karena dipacu oleh curah hujan dan temperatur tanah yang tinggi sehingga proses hancuran iklim menjadi lebih cepat. Daerah yang memiliki jenis tanah podsolik biasanya memiliki topografi berombak sampai rata. Tanah-tanah podsolik bertekstur pasir dengan pasir kuarsa. Tanah Podsolik (Merah Kuning–Coklat Kekuningan) setaradenganAcrisol (FAO/Unesco) atauUltisol (USDA). Tanah ini dicirikan oleh: (1) adanya horizon B-argilik yang berkejenuhan-basa kurang dari 50% (NH4OAc) sekurang-kurangnya pada beberapabagian horizon B di dalam penampang 125 cm dari permukaan, dan (2) tanpa horizon albik (horizon eluvial berwarna pucat) yang berbatasan langsung dengan horizon argilik atau fragipan (padas gembur). Horizon argilik (argillic=liat putih) adalah horizon iluvial (akumulasi) dengan penimbunan liat silikat berlempeng lapisan yang berbeda nyata jika dibanding horizon eluviasi (tercuci) di atasnya, sebagian besar hingga>20%.

Podsolik Merah Kuning merupakan tanah yang secara fisis dicirikan:

(1) sangat tercuci, (2) lapisan atas berwarna abu-abu muda – kekuningan dan lapisan bawah merah atau kuning, (3) terjadi akumulasi liat sehingga bertekstur relatif berat, dan (4) berstruktur gumpal, berpermeabilitas dan

(38)

Deskripsi Kawasan

berstabilitas agregat rendah; (5) horizon eluviasi tidak selalu jelas dan berbahan-induk yang kadang kala berkaratan kuning, merah atau abu-abu;

(6) berbahan-induk batuanendapan bersilika, napal, batu pasir dan batu liat; (7) dijumpai pada ketinggian 50 – 250 m dpl beriklim tropika basah dengan curah hujan 2.500–3.500 mm/tahun; sedangkan secara biologis dan kimiawi ditandai dengan berbahan-organik, kejenuhan basa dan pH (4,2 – 4,8) rendah.

Andosol biasanya terdapat pada lahan yang bergelombang, konsistensi gembur, permeabilitas baik, dan suhu rendah sehingga mengakibatkan proses pelapukan terhambat. Tingkat kesuburan sedang sampai rendah, ketersediaan unsur hara rendah.

Litosol adalah jenis tanah yang berkembang dari batuan induk batu pasir breksi dan batuan diorit terdapat pada satuan bentuk lahan perbukitan. Sifat fisik laptosol yaitu solum tanah sedang-dalam, tekstur geluh berlempung, struktur gumpal, konsistensi dalam keadaan lembab teguh, dan dalam keadaan basah lekat, permeabilitas agak lambat, warna cokelat sampai cokelat kemerahan.

Regosol merupakan jenis tanah yang tersebar pada punggungan- punggungan daerah antar sungai. Di lapangan tanah ini biasanya ditempati sebagai daerah pemukiman, dikarenakan mempunyai sifat drainase yang baik, permeabilitas cepat dan stabil.

(39)

Deskripsi Kawasan

Gambar 2.7 Peta DAS KPHL Unit XII Dempo

Wilayah KPHL Unit XII Dempo termasuk kedalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi, dan terbagi atas Sub DAS Musi Hulu dan Sub Das Lematang. Kelompok hutan Bukit Dingin terbagi atas sub DAS Musi Hulu pada bagian utara dan sub Das Lematang pada bagian selatan, sedangkan pada kelompok hutan Bukit Jambul Gunung Patah didominasi sepenuhnya oleh sub DAS Lematang.

Tabel 2.5 Daerah aliran sungai di wilayah KPHL Unit XII Dempo

DAS SUB DAS Luas

Hektar Persen

Musi Sub DAS Musi Hulu 973,12 3,73

Musi Sub DAS Lematang 25.091,60 96,27

Total 26.064,72 100,00

Sumber: hasil analisis tim BPKH Wilayah II Palembang, 2015

(40)

Deskripsi Kawasan

Kawasan Hutan KPHL Unit XII Dempo yang berada di daerah pegunungan merupakan hulu bagi sungai-sungai di Provinsi Sumatera Selatan. Terdapat beberapa anak sungai yang bersumber dari kelompok hutan Bukit Jambul Gunung Patah, yaitu Aek Jernih, Aek Selangis Cawang Kanan, dan Aek Merah yang akan mengalir ke Sungai Air Lematang. Selain itu terdapat juga Anak Sungai Aek Katkanan Aek dan Endi Kat Tengah yang akan mengalir pada Sungai Aek Banir. Sedangkan pada kelompok hutan Bukit Dingin tidak terdapat adanya aliran sungai maupun anak sungai yang mengalir.

Berdasarkan Peta Iklim yang telah di analisis oleh BPKH Unit II Palembang, KPHL Unit XII Dempo termasuk kedalam iklim tipe B (basah) berdasarkan klasifikasi Schmidht dan Ferguson. Mengutip dari situs pagaralamkota.go.id suhu udara minimum di Kota Pagar Alam adalah 190 C sedangkan suhu maksimum adalah 300 C dengan jumlah hujan terbanyak terjadi pada Bulan Februari yaitu 25 hari dan rata-rata suhu udara tertinggi terjadi pada Bulan September dan Oktober.

Seperti umumnya wilayah tropis, kawasan hutan KPHL Unit XII Dempo yang terletak di Kota Pagar Alam memiliki 2 (dua) musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Dikutip dari Monografi Pagar Alam tahun 2013, musim hujan rata-rata setiap tahun berkisar antara bulan Oktober hingga bulan Maret sedangkan musim kemarau berkisar bulan April hingga September, penyimpangan kedua musim tersebut terjadi setiap 5 tahun sekali dimana musim hujan berkisar antara 2.000 – 3.000 mm dengan kelembaban udara berkisar antara 75% - 89%.

(41)

Deskripsi Kawasan

Gambar 2.8 Peta iklim KPHL Unit XII Dempo.

Sedangkan pengelompokkan berdasarkan ketinggian, Junghuhn mengklasifikasikan iklim sebagai berikut:

1) Daerah panas/tropis; Ketinggian tempat antara 0 – 600 m dari permukaan laut. Suhu 26,3° – 22°C. Tanamannya seperti padi, jagung, kopi, tembakau, tebu, karet, kelapa, dan cokelat.

2) Daerah sedang; Ketinggian tempat 600 – 1500 m dari permukaan laut. Suhu 22° -17,1°C. Tanamannya seperti padi, tembakau, teh, kopi, cokelat, kina, dan sayur-sayuran.

3) Daerah sejuk; Ketinggian tempat 1500 – 2500 m dari permukaan laut. Suhu 17,1° – 11,1°C. Tanamannya seperti teh, kopi, kina, dan sayur-sayuran.

4) Daerah dingin; Ketinggian tempat lebih dari 2500 m dari permukaan laut. Suhu 11,1° – 6,2°C. Tanamannya tidak ada tanaman budidaya kecuali sejenis lumut.

(42)

Deskripsi Kawasan

Klasifikasi menurut Junghun ini merupakan pegangan dalam menentukan tanaman budidaya yang diusahakan di suatu daerah. Sehingga dengan ketinggian Kota Pagar Alam, maka Kota Pagar Alam termasuk kedalam daerah iklim sedang hingga dingin. Hal ini juga terlihat dari jenis tanaman dominan yang di olah oleh masyarakat yaitu tanaman kopi, serta adanya perkebunan teh.

KPHL Unit XII Dempo terdiri atas 2 (dua) kelompok hutan dengan 3 (tiga) resort. Resort I merupakan Kelompok Hutan Bukit Dingin, Resort II dan Resort berada pada kelompok hutn Bukit Jambul Gunung Patah.

Berdasarkan hasil analisis data dan informasi, wilayah KPHL Unit XII Dempo telah dirancang dalam blok dan petak. Terdapat 2 blok yang terdiri dari blok inti seluas 10.878,38 Ha dengan 39 petak dan blok pemanfaatan seluas 15.186,34 Ha dengan 56 petak. Rincian untuk masing-masing blok pada setiap kelompok hutan disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.6 Pembagian blok di KPHL Unit XII Dempo Kelompok

Hutan

Blok Inti Blok Pemanfaatan Luas Total (Ha) Luas (Ha) Jumlah Petak Luas (Ha) Jumlah Petak

Bukit Dingin 0 0 2.280,36 10 2.280,36

Bukit Jambul Gunung

Patah 10.878,38 39 12.905,98 46 23.784,36

Total 10.878,38 39 15.186,34 56 26.064,72

Sumber: Hasil analisis tim BPKH Wilayah II Palembang, 2015.

Sedangkan sebaran blok inti dan blok pemanfaatan pada KPHL Unit XII Dempo disajikan pada gambar berikut.

(43)

Deskripsi Kawasan

Gambar 2.9 Pembagian kelompok hutan KPHL Unit XII Dempo.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.76/Menhut-II/2010 tanggal 10 Pebruari 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Selatan, seluruh kawasan HL dan HP ditetapkan menjadi wilayah KPH yang terbagi atas 24 Unit KPH terdiri dari 14 unit KPH Produksi seluas 2,059,461 ha dan 10 unit KPH Lindung seluas 498,941 ha.

KPHL Unit XII Dempo terdiri atas dua kelompok hutan yang merupakan bagian dari kelompok hutan Bukit Dingin dan Kelompok Hutan Bukit Jambul Gunung Patah. Penetapan kawasan hutan KPHL Unit XII Dempo dimulai sejak Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) pada tahun 1986, hingga SK 866. Sejarah penunjukkan kawasan disarikan pada tabel berikut.

(44)

Deskripsi Kawasan

Tabel 2.7 Sejarah penunjukkan kawasan hutan KPHL Unit XII Dempo

Fungsi Nama

Kelompok Hutan

Luas

TGHK SK. 76 SK. 822 SK. 866 HL Bukit Jambul Gn. Patah

Bukit Nanti dan Mekakau 18.874,93 22.510,00 23.301,47 23.748,36 HL Bukit Dingin 1.466,64 1.844,00 2.280,36 2.280,36 Total 20.341,57 20.341,57 25.581,83 26.064,72

Gambar 2.10 Kelompok hutan lindung Bukit Dingin.

Nama Kawasan : HL Bukit Dingin

Kabupaten/ Kota : Empat Lawang, Lahat dan Pagar Alam

Provinsi : Sumatera Selatan

Tahun Tata Batas : 1995 dan 1997 Rencana Penetapan Luas : 64.001,98 ha Panjang/Keliling : 237.729,20 meter

 Batas hasil tata batas: 145.795,50 m

 Batas virtual (SK.822): 13.646,37 m

 Batas virtual (batas provinsi):

78.287,33 meter Keterangan :

(45)

Deskripsi Kawasan

1. Dasar Penunjukan Kawasan Hutan Nomor :

- Keputusan Menteri Kehutanan 410/Kpts-II/1986 tanggal 29 Desember 1986 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan.

- Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 76/Kpts- II/2001 tanggal 15 Maret 2001 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Sumatera Selatan.

- Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.822/Menhut-II/2013 tanggal 19 November 2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas + 210.559 (Dua Ratus Sepuluh Ribu Lima Ratus Lima Puluh Sembilan) Hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas + 44.229 (Empat Puluh Empat Ribu Dua Ratus Dua Puluh Sembilan) Hektar dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan.

2. Riwayat Batas Kawasan Hutan:

- Batas luar Kawasan HL Bukit Dingin (batas A-B) ditata batas tahun 1995 sesuai BATB tanggal 27 Februari 1995.

- Batas luar Kawasan HL Bukit Dingin (batas B-C) ditata batas tahun 1997 sesuai BATB tanggal 27 September 1997 disahkan tanggal 16 Oktober 2001.

- Batas luar Kawasan HL Bukit Dingin (batas C-D) menggunakan batas virtual dari Peta Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Selatan Skala 1:250.000 (lampiran SK Menhut No.

SK.822/Menhut-II/2013 tanggal 19 November 2013).

- Batas Kawasan HL Bukit Dingin (batas D-A) menggunakan batas virtual/ bats Provinsi Sumatera Selatan dengan Provinsi Bengkulu sesuai Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2019 (Perda No. 14 tahun 2006 tanggal 18 Desember 2006).

(46)

Deskripsi Kawasan

Gambar 2.11 Kelompok hutan Bukit Jambul Gunung Patah.

Nama Kawasan : HL Bukit Jambul Gunung Patah, HL Bukit Jambul Asahan, HL Bukit Nanti, HL Mekakau, HPT Bukit Nanti dan HP Air Tebangka

Kabupaten/ Kota : Lahat, Muara Enim, Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Selatan dan Pagar alam Provinsi : Sumatera Selatan

Tahun Tata Batas : 1997, 2003, 2010, 1998, 2005 Rencana Penetapan

Luas : 310.520,42 ha

 HL Bukit Jambul Gunung Patah, HL Bukit Jambul Asahan, HL Bukit Nanti dan HL Mekakau : 283.642,78 ha

 HPT Bukit Nanti: 2.436,26 ha

 HP Air Tebangka: 24.441,38 ha

Panjang/Keliling : 1. Batas Luas : 944.060,53 meter

- Batas hasil tata batas: 769.740,26 m - Batas hasil tata batas/ batas

provinsi: 95.273,04 m

- Batas virtual (batas provinsi):

70.639,10 m

(47)

Deskripsi Kawasan

- Batas hasil pelacakan batas provinsi:

8.408,13 m

2. Batas Fungsi : 944.060,53 m

- Batas HL – HPT : 13.764,51 m - Batas HL – HP : 27.093,11 m 3. Batas Enclave : 24.263,04 m Keterangan:

1. Dasar Penunjukan Kawasan Hutan Nomor :

- Keputusan Menteri Kehutanan 410/Kpts-II/1986 tanggal 29 Desember 1986 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan.

- Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 76/Kpts- II/2001 tanggal 15 Maret 2001 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Sumatera Selatan.

- Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.822/Menhut-II/2013 tanggal 19 November 2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas + 210.559 (Dua Ratus Sepuluh Ribu Lima Ratus Lima Puluh Sembilan) Hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas + 44.229 (Empat Puluh Empat Ribu Dua Ratus Dua Puluh Sembilan) Hektar dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan.

2. Riwayat Batas Kawasan Hutan :

- Batas luar Kawasan HL Bukit Jambul Gunung Patah (batas 1-2) ditata batas tahun 1997 sesuai BATB tanggal 2 Agustus 1997 disahkan tanggal 7 November 2001.

- Batas luar Kawasan HL Bukit Jambul Gunung Patah (batas 2-3) ditata batas tahun 2003 (Buku BATB belum ditemukan).

- Batas luar Kawasan HL Bukit Jambul Asahan (batas 3-4) ditata batas tahun 2010 (Masih dalam peroses pembahasan PTB).

- Batas luar Kawasan HL Bukit Nanti (batas 4-5-6) ditata batas tahun 1998 sesuai BATB tanggal 2 Maret 1999.

(48)

Deskripsi Kawasan

- Batas fungsi HL Bukit Nanti dan HPT Bukit Nanti (batas 4-5) ditata batas tahun 2012 (Masih dalam peroses pembahasan PTB).

- Batas luar HP Air Tebangka (batas 6-7) ditata batas tahun 1998 sesuai BATB tanggal 2 Maret 1999 disahkan tanggal 20 Februari 2010.

- Batas fungsi HL Bukit Nanti dan HP Air Tebangka (batas 6-7) ditata batas tahun 1998 sesuai BATB tanggal 2 Maret 1999 disahkan tanggal 7 Februari 2003.

- Batas luar Kawasan HL Bukit Nanti (batas 7-8) ditata batas tahun 1998 sesuai BATB tanggal 2 Maret 1999.

- Batas luar Kawasan HL Bukit Nanti dan HL Mekakau (batas 8-9) ditata batas tahun 2005 (Dokumen BATB belum ditemukan).

- Batas luar Kawasan HL Mekakau (batas 9-10) ditata batas tahun 1998 sesuai BATB tanggal 2 Maret 1999.

- Batas fungsi TN Bukit barisan Selatan - HL Mekakau (Batas Provinsi Sumsel – Lampung) (batas 10-11) ditata batas tahun 2013 (Masih dalam peroses pembahasan PTB).

- Batas fungsi TN Bukit barisan Selatan - HL Mekakau (Batas Provinsi Sumsel – Bengkulu) (batas 11-12) ditata batas tahun 2013 (Masih dalam peroses pembahasan PTB).

- Batas fungsi HL Mekakau – HPT (Batas Provinsi Sumsel – Bengkulu) (batas 12-13) ditata batas tahun 2013 (Masih dalam peroses pembahasan PTB).

- Batas 13-14 Batas provinsi Sumsel – Bengkulu sesuai Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Provinsi Sumatera Selatan Tanhun 2005-2019 (Perda No. 14 tahun 2006 tanggal 18 Desember 2006).

(49)

Deskripsi Kawasan

- Batas 14-1 Batas provinsi Sumsel – Bengkulu sesuai Peta Hasil Pelacakan Batas Provinsi Sumsel – Bengkulu Skala 1:25.000.

KPHL Unit XII Dempo didominasi oleh kawasan berhutan yang mencapai lebih dari 70% atau seluas 18.544,14 Ha, yaitu berupa hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder. Sedangkan kawasan non hutan mencakup sekitar 30% dari total luas wilayah atau seluas 7.520,58 Ha, yang terdiri atas pertanian lahan kering campur semak, semak belukar, dan lahan terbuka. Sebaran penutupan lahan di kawasan hutan KPHL Unit XII Dempo dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.12 Peta tutupan lahan wilayah KPHL Unit XII Dempo

(50)

Deskripsi Kawasan

Masing-masing definisi untuk klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:

- Hutan lahan kering primer merupakan hutan alam atau hutan yang tumbuh dan berkembang secara alami, stabil dan belum pernah mengalami gangguan eksploitasi oleh manusia, yang lantai hutannya tidak pernah terendam air baik secara periodik atau sepanjang tahun.

- Hutan lahan kering sekunder merupakan hutan yang tumbuh secara alami sesudah terjadinya kerusakan/perubahan pada tumbuhan hutan yang pertama. Hutan yang telah mengalami gangguan eksplotasi oleh manusia, biasanya ditandai dengan adanya jaringan jalan ataupun jaringan sistem eksploitasi lainnya.

- Pertanian lahan kering campur semak adalah aktivitas pertanian lahan kering dan kebun yang berselang-seling dengan semak belukar dan hutan bekas tebangan. Sering muncul pada areal perladangan berpindah. dan rotasi tanam lahan karst.

- Semak belukar adalah hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali (mengalami suksesi) namun belum/tidak optimal, atau lahan kering dengan liputan pohon jarang (alami) atau lahan kering dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Kenampakan ini biasanya tidak menunjukkan lagi adanya bekas/bercak tebangan.

- Lahan terbuka adalah lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, puncak bersalju, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai, endapan sungai). dan lahan terbuka bekas kebakaran. Kenampakan lahan terbuka untuk pertambangan dikelaskan pertambangan. Sedangkan lahan terbuka bekas pembersihan lahan (land clearing) di masukkan kelas lahan terbuka. Lahan terbuka dalam kerangka rotasi tanam sawah/tambak tetap dikelaskan sawah/tambak.

(51)

Deskripsi Kawasan

Pada kelompok hutan Bukit Dingin dan kelompok hutan Bukit Jambul Gunung Patah terdapat klasifikasi penutupan lahan untuk hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, dan pertanian lahan kering campur semak. Luas untuk masing-masing kelas penutupan lahan secara terinci disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.8 Tutupan lahan pada KPHL Unit XII Dempo berdasarkan kelompok hutan

Penutupan Lahan

Luas (Ha) Kelompok Hutan

Total % Bukit

Dingin Bukit Jambul

Belukar 9,78 273,41 283,19 1,09

Danau 0,00 2,66 2,66 0,01

Hutan Lahan Kering Primer 795,42 10.638,91 11.434,33 43,87 Hutan Lahan Kering Sekunder 514,14 6.595,68 7.109,81 27,28

Lahan Terbuka 39,02 0,00 39,02 0,15

Pemukiman 6,04 0,00 6,04 0,02

Perkebunan Teh PTPN VII 313,53 0,00 313,53 1,20

Perkebunan Sawit dan Kopi 129,99 0,00 129,99 0,50

Pertanian Lahan Kering 73,83 0,00 73,83 0,28

Pertanian Lahan Kering Campur Semak 398,62 6.273,70 6.672,32 25,60 Jumlah 2.280,36 23.784,36 26.064,72 100

Sedangkan berdasarkan peta penggunaan lahan dari BPKH Wilayah II Palembang terdapat 10 tipe penggunaan kawasan seperti disajikan pada Tabel 2.9. Hutan lahan kering primer merupakan tipe penggunaan lahan terluas yang mencapai lebih dari 43%, yang diikuti dengan hutan lahan kering sekunder dengan luas lebih dari 27%. Sedangkan sebaran penggunaan lahan disajikan pada Gambar 2.13.

(52)

Deskripsi Kawasan

Tabel 2.9 Tipe penggunaan kawasan di KPHL Unit XII Dempo

No Tipe Penggunaan Lahan Luas

Hektar Persen

1 Belukar 283,19 1,09

2 Danau 2,66 0,01

3 Hutan Lahan Kering Primer 11.434,33 43,87 4 Hutan Lahan Kering Sekunder 7.109,81 27,28

5 Lahan Terbuka 39,02 0,15

6 Pemukiman 6,04 0,02

7 Perkebunan Sawit dan Kopi 129,99 0,50

8 Perkebunan Teh PTPN VII 313,53 1,20

9 Pertanian Lahan Kering 73,83 0,28

10 Pertanian Lahan Kering Campur Semak 6.672,32 25,60

Jumlah 26.064,72 100

Gambar 2.13 Sebaran penggunaan lahan di wilayah KPHL Unit XII Dempo.

(53)

Deskripsi Kawasan

Lokasi KPHL Unit XII Dempo berada di wilayah pegunungan dengan topografi yang bergelombang. Berdasarkan ketinggian, KPHL Unit XII Dempo berada pada tiga kategori subzona hutan pegunungan (van Steenis 2006), yaitu: 1) submontana (sub-pegunungan atau disebut juga hutan pegunungan bawah), antara ketinggian 1.000 – 1.500 m dpl; 2) montana (hutan pegunungan atas) antara 1.000 – 2.400 m; 3) subalpin dengan ketinggian diatas 2.400 m.

Survey oleh tim BPKH Wilayah II Palembang dilakukan berdsarkan penutupan lahan, yaitu: kawasan berhutan dan tidak berhutan.

Keadaan vegetasi hutan di wilayah KPHL Unit XII Dempo di Kawasan Hutan Lindung Bukit Dingin dan Hutan Lindung Bukit Jambul Gunung Patah untuk seluruh populasi adalah sebagai berikut:

Semai (seedling) yaitu tumbuhan mulai berkecambah sampai anakan setinggi ≤ 1.5 meter. Hasil dari perhitungan dan analisa data diketahui bahwa untuk tingkat semai ditemukan sebanyak 71 jenis dengan didominasi oleh jenis medang (Litsea sp) dengan nilai INP =12,61% , pasang (Querqus spp) dengan nilai INP = 11,34%, ciru (Schima spp) dengan nilai INP = 11,26% diikuti oleh jenis blimbingan dengan nilai INP = 11,26%, balam (Palaquium confertum HJL) dengan nilai INP = 7,70% dan asam (Mangifera spp) dengan nilai INP = 7,14%.

(54)

Deskripsi Kawasan

Pancang (Sapling) yaitu permudaan yang tingginya lebih dari 1,5 meter sampai anakan berdiameter kurang dari 5 cm. Hasil dari perhitungan dan analisa data diketahui bahwa untuk tingkat pancang ditemukan sebanyak 76 jenis dengan didominasi oleh jenis medang (Litsea sp) dengan nilai INP =17,35% , pasang (Querqus spp) dengan nilai INP = 12,82%, ciru (Schima spp) dengan nilai INP = 11,53% diikuti oleh jenis surian (Toona Sureni Merr) dengan nilai INP = 7,41%, balam (Palaquium confertum HJL) dengan nilai INP = 7,07% dan rempelas dengan nilai INP = 6,96%.

Tiang (pole) yaitu pohon muda yang berdiameter 5 cm sampai kurang dari 20 cm. Hasil dari perhitungan dan analisa data diketahui bahwa untuk tingkat tiang ditemukan sebanyak 92 jenis dengan didominasi oleh jenis jenis medang (Litsea sp) dengan nilai INP =28,12% , pasang (Querqus spp) dengan nilai INP = 25,73%, ciru (Schima spp) dengan nilai INP = 16,16% diikuti oleh jenis surian (Toona Sureni Merr) dengan nilai INP = 12,16%, rempelas dengan nilai INP = 10,10% dan blimbingan dengan nilai INP = 8,75%.

Pohon (trees) yaitu pohon dengan diameter 20 cm keatas. Hasil dari perhitungan dan analisa data diketahui bahwa untuk tingkat pohon ditemukan sebanyak 80 jenis dengan didominasi oleh jenis ciru (Schima spp) dengan nilai INP = 38,12%, medang (Litsea sp) dengan nilai INP

=27,88% , pasang (Querqus spp) dengan nilai INP = 22,92% diikuti oleh jenis balam (Palaquium confertum HJL) dengan nilai INP = 13,29%, sarangan (Castanopsis argentea A.DC) dengan nilai INP = 13,24% dan surian (Toona Sureni Merr) dengan nilai INP = 9,92%.

(55)

Deskripsi Kawasan

Sedangkan untuk volume tegakan dapat di wilayah KPHL Unit XII Dempo di Kawasan Hutan Lindung Bukit Dingin dan Hutan Lindung Bukit Jambul Gunung Patah untuk seluruh populasi disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.10 Rekapitulasi jumlah batang, bidang dasar dan volume tegakan berdiri (/ha) untuk seluruh kelas penutupan dan fungsi kawasan hutan

No. Kelompok Jenis

Kelas Diameter (cm)

20 - 29,9 30 - 39,9 40 - 49,9 ≥ 50 Jumlah

N B V N B V N B V N B V N B V

1 Komersiil Satu 7 0,38 2,72 8 0,78 6,92 7 1,02 10,08 5 1,47 17,08 27 3,66 36,81 2 Komersiil Dua (KRC) 13 0,68 4,41 12 1,13 9,95 7 1,04 9,60 10 3,41 37,13 42 6,26 61,09 3 Kayu Indah Satu 0 0,00 0,00 0 0,00 0,00 0 0,00 0,00 0 0,00 0,00 0 0,00 0,00 4 Kayu Indah Dua 7 0,36 2,10 5 0,50 3,86 4 0,53 4,96 3 0,96 10,17 19 2,35 21,10 5 Lain-Lain 10 0,51 3,62 8 0,80 6,67 7 1,11 10,48 5 1,45 15,73 30 3,88 36,51 Jumlah 38 1,94 12,86 34 3,21 27,41 25 3,70 35,13 22 7,30 80,11 118 16,14 155,51

Keterangan: N=Jumlah batang /Ha, B=Luas Bidang Dasar (m2/Ha), V=Volume Pohon (m3/Ha)

Dari data tabel di atas diketahui bahwa volume tegakan untuk seluruh strata penutupan lahan dan Kawasan Hutan rata-rata per hektar untuk seluruh kelas diameter dan seluruh kelompok jenis adalah 118 batang dengan volume 155,51 m3.

Untuk kelompok jenis komersiil satu rata-rata per hektar untuk seluruh jenis dan seluruh kelas diameter adalah 27 batang dengan volume 36,81 m3 . Jenis pohon untuk kelompok jenis komersiil satu antara lain:

asam (Mangifera spp), balam (Palaquium confertum HJL), durian (Durio spp), jelutung (Dyera costulata Hook f), kedondong (Santiria spp), meranti (Shorea, spp), merawan (Hopea spp), merbau (Instia spp), mersawa (Anisoptera marginata Korth) dan pulai (Alstonia spp).

Untuk kelompok jenis komersiil dua (Kayu Rimba Campuran) rata- rata per hektar untuk seluruh jenis dan seluruh kelas diameter adalah 42 batang dengan volume 61,09 m3. Jenis pohon untuk kelompok jenis komersiil dua antara lain: bambang (Madhuca aspera H.J.Lam), bayur

(56)

Deskripsi Kawasan

(Pterospermum spp), bedarah (Myristica spp), ciru (Schima spp), gelam (Melaleuca leucadendron L Vormier), jambon (Anthocephalus spp), jambu- jambu (Syzygium spp), Labu (Endospermum malaccense M. Arg), kelat (Syzygium spp), kembang (Schapium macropodum J.B), ketapang (Terminalia sumatrana Miq), mampat (Cratoxylon aff formosum DYER), marak (Macaranga spp), merunggang (Cratoxylum spp), rengas (Gluta Renghas LINN), sarangan (Castanopsis argentea A.DC), sentul (Sandoricum spp), surian (Toona Sureni Merr) dan Terap (Artocarpus elasticus Reinw).

Untuk kelompok jenis kayu indah satu tidak ditemukan kayunya.

Untuk kelompok jenis kayu indah dua rata-rata per hektar seluruh jenis dan seluruh kelas diameter adalah 19 batang dengan volume 21,10 m3. Jenis pohon untuk kelompok jenis kayu indah dua antara lain: jaranan (Michelia spp), jati mas (Peronema canescens Jack), k. putih (Melaleuca leucadendron L Vormier), kandis (Garcinia dioica BL), kantil (Michelia spp), keladi (Gonystylus bancanus Kurz), pasang (Quercus spp), sawoan (Manilkara spp).

Sedangkan untuk kelompok jenis lain-lain rata-rata per hektar untuk seluruh kelas diameter adalah 30 batang dengan volume 36,51 m3. Jenis pohon untuk kelompok jenis lain-lain ini antara lain: bayang air (Pipturus incanus WEED), cemara (Casuarina sumatrana), duku (Lancium domesticum), k. aro (Ficus sp) kemenyan (Styrax benzoin Dryand), kemiri (Aleurites moluccana WILL), langsepan (Aglia acida), manggis hutan (Mammea americana LINN) dan lain sebagainya.

Pada areal tidak berhutan KPHL Unit XII Dempo, penutupan vegetasi terdiri dari belukar, perkebunan (kebun teh, kebun kopi), pertanian lahan kering campur semak dan pertanian lahan kering seperti cabe, kubis, sawi dan brokoli. Pada areal tidak berhutan berupa belukar dan pertanian

Gambar

Gambar 2.1  Peta wilayah KPHL Unit XII Dempo.
Gambar 2.2  Peta jalur transportasi di Kota Pagar Alam.
Gambar 2.3  Peta aksesibilitas KPHL Unit XII Dempo.
Tabel 2.2  Luas kelas lereng yang terdapat di KPHL Unit XII Dempo   Klasifikasi  Kemiringan Lereng  Luas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model kajian tindakan yang diperluaskan oleh Kemmis dan McTaggart (1988) digunakan untuk mengkaji keberkesanan teknik Teater Forum dalam mengembangkan aspek penaakulan

paling berat dari seluruh kejahatan terhadap nyawa manusia.” 9 sedangkan Menurut soesilo, “Pembunuhan berencana (Moord) merupakan suatu pembunuhan biasa (doodslag) tersebut

ekonomi masyarakat yang heterogen... Akan tetapi, keduanya sama-sama mengkaji bahasa sebagai fenomena sosial dan budaya karena bahasa merupakan unsur yang digunakan manusia

Skripsi yang berjudul ”PENGARUH ATRIBUT PRODUK TERHADAP PEMBELIAN DAN PERILAKU PASCA PEMBELIAN PERUMAHAN NEW VILLA BUKIT SENGKALING” disusun untuk memenuhi serta melengkapi

Pada proses pengembangan bentuk bangunan Museum sebagai puncak dari perjalanan pengunjung memberikan area untuk bermain dengan fosil satwa, dalam hal ini berupa kerangka

Perubahan pada residu 155 akibat modifikasi Y220C terlihat pada fluktuasi data order parameter (Gambar 2B) yang menunjukkan bahwa fluktuasi modifikasi Y220C pada residu 220 oleh

Untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan informasi akuntansi pada UMKM diharapkan agar tidak terpaku