• Tidak ada hasil yang ditemukan

I Putu Ayub Darmawan, M.Pd.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I Putu Ayub Darmawan, M.Pd."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

 

 

 

I Putu Ayub Darmawan, M.Pd.

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI SIMPSON

Ungaran, 2015

(3)

Dasar-dasar Mengajar Sekolah Minggu

Penulis:

I Putu Ayub Darmawan, M.Pd.

ISBN: 978-602-73343-1-1

Editor:

Katarina

Desain Sampul:

Maria Benedetta Mustika

Gambar cover milik Eva Fransiska. Digunakan atas ijin pemilik.

Ayat-ayat Alkitab yang digunakan dalam buku ini dikutip dari Alkitab Terjemahan Baru Indonesia © LAI 1974

Penerbit:

Sekolah Tinggi Teologi Simpson

Jl. Agung No. 66, Krajan, Kel. Susukan.

Kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang (50516) Jawa Tengah.

Cetakan pertama, 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

(4)

KATA PENGANTAR

Kegiatan atau pelayanan Sekolah Minggu merupakan pelayanan yang sangat penting. Jika sebuah bangunan mem- butuhkan pondasi yang kuat untuk menunjang bangunan. De- mikian pula hidup manusia membutuhkan sebuah pondasi yang kuat. Bagi orang Kristen, untuk memiliki pondasi iman yang kuat maka dibutuhkan sebuah pendidikan yang sedini mungkin untuk meletakkan dasar yang kokoh. Sekolah Minggu menjadi tempat bagi gereja untuk meletakkan pondasi iman yang kuat pada setiap orang Kristen. Tidak dapat dipungkiri banyaknya remaja Kristen yang hidup jauh dari Tuhan disebabkan oleh ka- rena tidak ada dasar iman yang kokoh. Oleh sebab itu pela- yanan Sekolah Minggu harus dijalankan dengan baik dan mak- simal. Pelayanan Sekolah Minggu membutuhkan sebuah ke- sungguhan hati setiap guru untuk menjalankan pelayanan ini dan kesungguhan hati seluruh anggota gereja mendukung pela- yanan ini.

Buku yang awalnya sebuah bahan untuk pelatihan di PULPIK, menguraikan dasar-dasar untuk mengajar Sekolah Minggu. Materi tersebut kemudian dikembangkan dan dila- kukan penambahan materi di beberapa bagiannya. Bagian 1 menjelaskan tentang dasar pendidikan anak dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kebutuhan-kebutuhan utama anak dan hasil dari pelayanan anak. Bagian 2 menje- laskan latar belakang lahirnya Sekolah Minggu. Bagian 3 men-

(5)

jelaskan profil seorang guru Sekolah Minggu. Bagian 4 mem- bahas keperluan-keperluan murid secara umum, kebutuhan- kebutuhan rohani murid, prinsip-prinsip keperluan murid dalam menyusun pelajaran. Bagian 5 menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan pribadi murid dan ciri khas murid sesuai perkembangan usianya. Bagian 6 membahas tujuan, cara, peraturan, alat peraga dan pentingnya menghafal ayat. Dalam bagian 7 diuraikan tentang alat peraga untuk Sekolah Minggu. Bagian 8 membahas pemanfaatan panggung boneka untuk Sekolah Minggu.

Mari kita mulai dari dasar untuk dapat melangkah men- jadi lebih besar. Saya berharap buku ini akan menjadi berkat bagi setiap guru-guru Sekolah Minggu yang ingin maju dalam pelayanannya.

Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati.

Ungaran, Oktober 2015

I Putu Ayub Darmawan, M.Pd.

(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... iii

Daftar isi ... v

1 Pendahuluan ... 1

2 Sejarah Sekolah Minggu ... 11

3 Profil Guru Sekolah Minggu ... 17

4 Melayani Keperluan Murid ... 39

5 Mengenal Murid ... 45

5 Ayat Hafalan ... 61

6 Alat Peraga ... 69

7 Panggung Boneka ... 73

Daftar Pustaka ... 79

(7)

Sekolah Minggu Adalah Generasi Penerus Gereja

(8)

1

PENDAHULUAN

A. PENDIDIKAN DALAM ALKITAB

Melayani dan mendidik anak-anak merupakan tugas yang penting dan juga teramat mulia. Alkitab menekankan pen- tingnya pendidikan, khususnya pendidikan anak dan pendi- dikan anak dapat diibaratkan sebagai menanam benih yang hasilnya akan dituai dalam waktu-waktu yang mendatang.

Dalam Perjanjian Lama (PL) ditegaskan bahwa tanggung jawab orang tua adalah mendidik anak-anaknya. Adapun tugas pen- didikan yang harus dilakukan oleh orang tua adalah mendidik anak-anak dengan tekun (Ul. 6:4-7a), mendidik anak-anaknya untuk mengenal Taurat/perintah Tuhan (Mzm. 78:5-6), mendi- diknya di jalan yang benar (Ams. 22:6), menjawab pertanyaan anak-anak dengan tepat (Kel. 12:26,27). Beberapa ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa bangsa Israel pada zaman PL sangat mementingkan pendidikan terhadap anak. Dari ayat- ayat ini nampaklah bahwa mendidik anak-anak merupakan perintah Allah. Sebuah pengajaran seperti buku “Best Seller”

jikalau diajarkan dari generasi ke generasi maka akan tetap menjadi pelajaran yang menarik “buku klasik” jika diajarkan dengan menarik.

(9)

Dalam Perjanjian Baru (PB), Yesus Sang Guru Agung se- dikitpun tidak memandang rendah pada seorang anak. Banyak ayat yang membuktikan bahwa Tuhan Yesus sangat mengasihi anak-anak (Mrk. 9:36, 37; 10:13-16; Mat. 11:16-17; 18:3-10;

19:13-15; 21:15-16; Luk. 18:15-17). Di tengah-tengah kesibukan- Nya, Tuhan Yesus belum pernah menolak kehadiran anak-anak, Ia dengan rela mendekati mereka dan memenuhi kebutuhan mereka bahkan memberkati mereka. Kristus bukan hanya men- cintai anak-anak, tetapi Ia sendiri pernah menjadi anak-anak (Tong 1993:16).

Pengajaran-pengajaran yang disampaikan oleh Rasul Paulus juga nampak bahwa pendidikan itu penting. Hal ini ter- lihat dalam surat Rasul Paulus yang kedua kepada Timotius.

Adapun nasehat Rasul Paulus kepada Timotius adalah:

Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk mem- perbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenar- an. (2 Tim. 3:15-16).

Dari nasihat tersebut, nampak bahwa pendidikan itu sangatlah penting, terutama pendidikan yang berdasarkan firman Tuhan.

Didikan berdasarkan firman Tuhan sangat bermanfaat untuk menyatakan kesalahan ini berarti menegur, memperbaiki ke- lakuan dan mendidik orang dalam kebenaran. Kata memper- baiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran merupa- kan sebuah proses untuk mendewasakan orang dalam iman

(10)

kepada Kristus Yesus, yang dapat dilakukan dengan jalan pen- didikan. Pada zaman PB, kegiatan pendidikan dilakukan dalam sinagoge-sinagoge dan rumah orang-orang Kristen. Ini menun- jukkan bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan yang pen- ting dan memiliki dampak yang besar.

B. KEBUTUHAN UTAMA ANAK

1. Anak-Anak Butuh Juruselamat

Dalam Injil Matius 18:14 dituliskan: “Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang.” Dari ayat itu terdapat suatu penger- tian bahwa anak-anak dapat terhilang, oleh sebab itu Bapa yang di surga tidak menghendaki satupun dari anak-anak terhilang.

Ayat-ayat lain yang dapat memberikan fakta bahwa anak-anak dapat terhilang adalah:

a. Roma 3:23 – “Karena semua orang telah berbuat dosa.”

Semua manusia telah berbuat dosa, berarti semua orang bu- kan beberapa orang saja dan bukan orang dewasa saja, te- tapi semua orang yang ada di dunia ini telah berbuat dosa, termasuk juga anak-anak. Roma 3:23 menjelaskan bahwa ada universalitas dosa, dosa tidak hanya pada orang dewasa tetapi juga pada anak-anak.

b. Kejadian 8:21 – Kejahatan manusia timbul dari kecil, sebab dalam diri setiap manusia (termasuk pada anak-anak) telah ada benih dosa. Benih itu telah ada sejak kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa dan benih dosa itu tetap ada sampai

(11)

saat ini di dalam pribadi setiap manusia sejak dari ia kecil.

Hanya dengan pengenalan akan Yesus Kristuslah manusia dapat dibebaskan dari dosa. Dengan pengenalan yang baik akan membuat manusia mau percaya pada Yesus.

c. Wahyu 20:11-12 – Allah mengadili manusia tanpa kecuali dan nampak orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab dan orang-orang yang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasar- kan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu (Why.

20:12). Allah akan mengadili manusia tidak terkecuali. Se- mua manusia akan diadili, baik orang dewasa maupun anak kecil. Pengadilan Allah bukalah pengadilan untuk sekelom- pok orang pengadilan pada semua manusia.

Anak-anak dapat terhilang, hal penyebabnya adalah ada- nya dosa, maka anak-anak pun membutuhkan Juruselamat.

Oleh karena ia seorang yang berdosa, manusia memerlukan anugerah Allah supaya ia dapat diperdamaikan dengan Dia (Dresselhaus n.d.:49). Untuk dapat mengenal dan percaya pada Juruselamatnya, anak-anak perlu mendapat pelayanan atau pemberitaan Injil dan pendidikan tentang Yesus Kristus Sang Juruselamat. Hal inilah yang membuat pendidikan kepada anak begitu penting.

2. Anak-Anak Dapat Percaya

Dalam Matius 18:3 Tuhan Yesus berbicara mengenai ke- selamatan dan dalam ayat itu dapat kita lihat bahwa anak kecil

(12)

menjadi sebuah contoh. Tetapi itu bukan sekedar contoh dalam ayat ini dikatakan bahwa anak kecil itu percaya. Di dalam surat- nya yang kedua kepada Timotius, Rasul Paulus sangat jelas me- ngatakan bahwa: “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus” (2 Tim. 3:15). Dengan demikian sangat jelas bahwa anak-anak kecil pun dapat percaya. Jika kita memper- hatikan ayat tadi maka dapat disimpulkan bahwa “dari kecil sudah mengenal Kitab Suci.” Sekarang ada satu pertanyaan yang timbul “Bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi?”

Jawabannya adalah hal ini dapat terjadi dan menjadi mungkin untuk terjadi karena adanya pendidikan.

Melalui pendidikan yang berpusatkan pada Kristuslah, murid-murid kita dapat diberi pengenalan tentang Kristus dan keselamatan. Keselamatan merupakan salah satu tujuan besar dari segala sesuatu yang kita lakukan melalui bahan pelajaran dan dalam pekerjaan kita di Sekolah Minggu (Riggs 2001:6).

Anak-anak yang diajar harus dapat diselamatkan dari dosa yang membinasakan.

C. HASIL PELAYANAN ANAK

1. Anak memuliakan Allah

Dalam Mazmur dituliskan tentang anak-anak, berikut ayatnya: “Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kau letakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk

(13)

membungkamkan musuh dan pendendam” (Mzm. 8:3). Dalam ayat itu bahwa Allah meletakan kekuatan pada anak untuk me- muliakan Allah. Manusia dapat memuliakan Tuhan, ini dika- renakan dari sejak kecil telah diletakkan sebuah dasar yang akan menuntunnya untuk memuliakan Tuhan.

2. Masa Anak-Anak adalah Masa Pembentukan

Mungkin kita akan bertanya melihat tulisan yang ber- bunyi: “Masa anak-anak adalah masa penting dalam pendi- dikan” Untuk itu patutlah kita mencermati pembahasan dalam bagian yang penting ini. Sebanyak 85% dari pembentukan ke- pribadian seseorang terjadi sejak masih berada di kandungan ibunya hingga usia 7 tahun. Richards (n.d.:250) berpendapat, masa anak-anak adalah masa untuk menanamkan pengalaman- pengalaman yang dasar dengan Allah. Masa anak-anak adalah masa di mana pembentukan dan pendidikan dapat terjadi de- ngan baik. Masa pendidikan yang paling baik dalam sejarah ke- hidupan manusia adalah mulai dari masa di dalam kandungan sampai kepada usia 16 tahun. Masa anak-anak merupakan masa paling mudah untuk menyampaikan Injil. Oleh sebab itu pen- didikan anak adalah pendidikan yang sangatlah penting.

Penginjilan terhadap orang dewasa dapat terjadi tetapi itu akan mengalami banyak kesulitan dan hanya oleh upaya yang sungguh-sungguh serta mukjizat saja seorang dewasa da- pat dengan mudah untuk percaya. Hampir semua orang yang ada di dunia ini memiliki banyak pemahaman dan itu disebab- kan karena ada dasar yang baik dan kuat dalam dirinya. Dasar

(14)

yang kuat itu telah ada dalam diri setiap orang karena proses pendidikan dari sejak kecil. Satu bukti yang nyata adalah pe- muda brandalan yang sering membuat keributan di jalanan merupakan orang-orang yang tidak dididik dengan baik dari sejak kecilnya. Karena kurangnya pendidikan moral dan rohani yang baik pada masa kecilnya maka pada masa mudanya dia akan menjadi pemuda yang tidak bermoral. Kasus seperti itu yang dihadapi oleh Robert Raikes pada awal-awal ia memulai sebuah sekolah untuk anak-anak. Sebuah contoh lagi: seorang anak yang diajar untuk berdoa mulai dari masa dia ada di dalam kandungan maka ketika ia mulai sedikit besar ia menjadi anak yang setia dalam doa kepada Tuhan.

Satu pengalaman saya ketika pelayanan di Kalimantan Timur, saya bertemu dengan seorang anak yang suka berdoa bahkan ketika ia melihat sebuah masalah yang dia lakukan ada- lah berdoa. Perilaku seperti itu terjadi karena dari sejak kecil ia telah dididik untuk berdoa dan mengutamakan Tuhan saja. Ada seorang berkata demikian: “Jika ingin seorang yang baik maka berikanlah pada saya anak-anak usia 0-12 tahun, tetapi jika ingin seorang pembunuh maka berikan juga kepada saya anak- anak usia 0-12 tahun.” Dari perkataan ini sangatlah jelas bahwa masa kanak-kanak adalah masa pendidikan. Masa di mana tanah untuk bejana masih basah dan mudah untuk dibentuk.

3. Pendidikan Anak adalah Masa Depan Anak

Penulis Amsal menuliskan “Didiklah orang muda menu- rut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia

(15)

tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Ams. 22:6). Pada bagian ayat ini dikatakan didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, ini merupakan sebuah perintah pendidikan.

Lalu bagian selanjutnya dari ayat ini merupakan dampak dari pendidikan itu. Dalam ayat ini anak-anak kecil dapat juga di se- but sebagai orang muda.

Pendidikan pada anak-anak akan memberikan dampak yang luar biasa. Setiawan (2004) memberikan sebuah ilustrasi yang dapat menolong untuk memperjelas hal ini, yaitu: Seekor ayam yang salah satu kakinya cacat, berjalan melewati lapisan semen basah dengan satu kaki saja. Kemudian, seorang pemuda mengusir ayam itu dari sana. Namun, bekas tapak kakinya masih tercetak di semen. Keesokan harinya setelah semen itu menjadi kering, bekas tapak kaki si ayam terlihat jelas sekali.

Beberapa bulan kemudian ayam itu sendiri telah dipotong dan dimakan, namun bekas tapak kakinya terus terlihat selama ber- tahun-tahun kemudian. Demikian pula dengan watak anak. Cap apa yang telah diberikan pada anak maka cap itu tidak akan hilang jika cap itu tidak dihapuskan. Jika anak dididik untuk ta- kut akan Tuhan maka anak itupun akan tetap takut akan Tuhan sampai pada masa tuanya.

4. Anak-Anak adalah Hari Depan Gereja

Dalam Gereja terdapat tiga generasi yaitu orang dewasa, pemuda-pemudi dan anak-anak. Orang dewasa merupakan tiang Gereja untuk hari ini, pemuda-pemudi adalah tiang Gereja besok, dan anak-anak adalah tiang Gereja besok lusa.

(16)

Hari ini mereka Sekolah Minggu, besok mereka akan menjadi generasi penerus Gereja. Keberadaan anak-anak di dalam mas- yarakat merupakan suatu fakta bahwa mereka adalah generasi penerus manusia secara umum. Harapan masa depan Gereja terletak pada pemuda-pemudi dan anak-anak. Sebagai generasi penerus, anak-anak merupakan hari depan atau prospek gereja (Tong 1993:3,9). Wolterstorff (2007:111) menekankan bahwa pendidikan anak baik diungkapkan secara jelas maupun tidak harus mengarahkan mereka bagaimana hidup di dunia baik untuk hari ini dan untuk masa depan. Oleh sebab itu pendi- dikan terhadap pemuda terutama anak-anak sangatlah penting.

RANGKUMAN

1. Melayani dan mendidik anak merupakan tugas yang penting dan mulia. Alkitab PL dan PB menegaskan pentingnya men- didik anak, khususnya mendidik dalam kebenaran dan da- lam terang Firman Tuhan.

2. Mendidik anak adalah tugas penting, karena anak-anak ada- lah orang berdosa yang memerlukan keselamatan. Selain itu, pendidikan anak diperlukan karena anak-anak dapat memuliakan Allah.

3. Masa anak-anak adalah masa pembentukan. Pendidikan anak-anak adalah langkah awal memulai masa depan anak dan anak-anak hari depan gereja.

(17)

Sekolah Minggu Adalah Generasi Penerus Gereja

(18)

2

SEJARAH SEKOLAH MINGGU

A. LAHIRNYA SEKOLAH MINGGU

Sejarah lahirnya Sekolah Minggu tidak dimulai dari se- buah gereja besar melainkan dari sebuah situasi yang sebe- narnya pendidikan terhadap anak-anak kurang mendapat per- hatian. Sekolah Minggu telah mempunyai sejarah yang cukup panjang. Lahir sebagai gerakan awam di luar struktur resmi gereja pada abad XVIII di Inggris, ia kini berkembang menjadi suatu gerakan yang besar dalam bidang PAK anak (Nuhamara 2009:75). Pendiri Sekolah Minggu adalah Robert Raikes (1736- 1811). Ia bukan seorang pendidik, melainkan seorang wartawan sebuah harian milik ayahnya. Robert Raikes, seorang penerbit dari Gloucester, Inggris, sering kali melawat narapidana di pen- jara dan mengarang artikel yang melambangkan keadaan me- reka yang menyedihkan (Boehlke 2005:421).

Pada suatu hari Robert Raikes diminta untuk meliput berita tentang anak gelandangan yang liar dan nakal di kota Gloucester. Anak-anak pada waktu itu sering tidak diperboleh- kan ke sekolah. Mereka diharuskan bekerja enam hari penuh di

(19)

pabrik-pabrik, yang didirikan di mana-mana di Inggris pada abad ke-18 itu. Hari Minggu adalah hari libur mereka, di mana- mana mereka dapat melepaskan diri dari segala kecapaian dan kebosanan mereka dengan melakukan bermacam-macam kena- kalan, bahkan kejahatan. Raikes tidak menyetujui usul meminta pertolongan polisi atau menegur orang tua mereka. Ia mencoba memecahkan masalah dengan mengadakan pendekatan pada anak-anak itu. Mereka dikumpulkan di dapur Mrs. Meredith di Sooty Alley, dan di sana mereka diajar sopan santun, menulis dan membaca. Mereka juga diajar cerita Alkitab.

Gambar 1. Robert Raikes

Pada permulaan usahanya, Raikes menemui banyak ke- sulitan. Antara lain, ganguan dari teman-temannya sehubungan dengan kegiatannya mengumpulkan anak gelandangan yang liar itu. Lalu untuk mengatasi anak liar tidaklah mudah, karena

(20)

seringkali mereka datang dalam keadaan kotor. Karena itu me- reka diberi syarat, harus datang dengan tangan dan kaki yang bersih dan rambut disisir.

Dalam waktu empat tahun, jumlah anak tercatat datang ke Sekolah Minggu ada 250 ribu orang di Inggris. Mula-mula Gereja tidak mengakui Sekolah Minggu. Tetapi melalui tulisan Raikes, pelayanan ini dikenalkan kepada masyarakat dan mere- ka tertarik akan usaha ini. Raikes akhirnya berkenalan dengan John Wesley pendiri Gereja Methodis dan pembaharuan Gereja Protestan pada abad ke 18. John Wesley menerima contoh Raikes, lalu mendirikan Sekolah Minggu di Gereja Methodis. Ia mengambil guru Sekolah Minggu dari orang yang sudah ber- tobat dan tidak menuntut gaji.

Tahun 1811 Raikes meninggal dunia; murid Sekolah Minggu sudah berjumlah 400 ribu orang. Sekolah Minggu ber- tumbuh pesat karena telah memenuhi kebutuhan mendasar ti- dak dipenuhi oleh gereja formal. Ketika Raikes meninggal, jum- lah anak didik di Inggris saja sudah melebihi 400.000 orang.

Gagasan yang baik itu segera dibawa ke Amerika (Boehlke 2005:423).

B. PERKEMBANGAN SEKOLAH MINGGU

Meski gerakan Sekolah Minggu dimulai di Inggris, tetapi perkembangannya yang luas terjadi di Amerika. Tahun 1785, dua tahun setelah negara itu merdeka, Sekolah Minggu pertama didirikan di Virginia. Perkembangan Sekolah Minggu pada 13

(21)

negara bagian yang pertama di Amerika berjalan secara per- lahan. Tahun 1824 American Sunday School Union didirikan di Philadelphia. Sama halnya dengan di Inggris, perkembangan Sekolah Minggu di Amerika digerakkan oleh orang awam.

Kunci keberhasilan Sekolah Minggu di Amerika adalah 1) adanya tenaga lapangan yang mengabdikan diri, lalu 2) adanya sokongan dana yang jumlahnya cukup besar dari para derma- wan Kristen, dan 3) sokongan dari orang-orang ternama terma- suk presiden dan senator (Boehlke 2005:400-424).

Sekolah Minggu berkembang di berbagai negara seiring dengan masuknya tenaga misi ke berbagai negara. Pelayanan misi mereka disertai pula dengan pelayanan pada anak-anak.

Sementara perkembangan Sekolah Minggu di Indonesia juga menjadi perhatian DGI (sekarang: PGI). Pada konferensi kuri- kulum yang diadakan oleh KOMPAK DGI pada 12 Juni-4 Juli 1963 dipilihlah empat tema penting kurikulum untuk Sekolah Minggu yaitu “Yesus Kristus”, “Gereja”, “Alkitab”, dan “Allah”.

Dalam perkembangannya DGI berusaha menyadarkan jemaat- jemaat akan pelayanan Sekolah Minggu sebagai bagian integral dari rencana asuhan Kristen gereja (Boehlke 2005:796, 804). Di luar itu, lembaga-lembaga misi lainnya mencoba untuk mengembangkan Sekolah Minggu di gereja-gereja yang mereka rintis.

RANGKUMAN

1. Sekolah Minggu lahir dari sebuah keprihatinan seorang wartawan harian “Robert Raikes” yang bertugas untuk me-

(22)

liput berita tentang anak gelandangan yang liar dan nakal di kota Gloucester.

2. Anak-anak pada waktu itu sering tidak diperbolehkan untuk sekolah, mereka harus bekerja enam hari penuh di pabrik yang ada di Inggris. Hari Minggu adalah hari libur mereka, di mana mereka melepaskan diri dari segala kepenatan pe- kerjaan mereka dengan melakukan berbagai kenakalan.

3. Untuk menangani masalah anak-anak gelandangan, Raikes mengumpulkan mereka di dapur Mrs. Meredith dan meng- ajarkan mereka sopan santun, menulis dan membaca serta mereka mendengarkan cerita Alkitab. Dalam waktu empat tahun jumlah anak yang datang ke Sekolah Minggu ada 250.

4. Robert Raikes meninggal pada tahun 1811 dan jumlah anak yang datang ke Sekolah Minggu di Inggris sudah melebihi 400.000 orang. Meski Sekolah Minggu digagas di Inggris namun perkem-bangannya meluas di Amerika. Tahun 1785 Sekolah Minggu pertama didirikan di Virginia.

(23)

Sekolah Minggu Adalah Generasi Penerus Gereja

(24)

3

PROFIL GURU SEKOLAH MINGGU

A. SYARAT GURU SEKOLAH MINGGU

Seorang guru memegang peranan yang penting dalam pendidikan. Demikian pula dalam Sekolah Minggu, guru me- megang peran yang sangat penting. Menurut Sumiyatiningsih (2006:43), di dalam tatanan sekolah maupun gereja, pendidik mempunyai kedudukan yang sangat penting dan istimewa.

Untuk mencapai keberhasilan Sekolah Minggu, seorang guru harus memenuhi beberapa syarat. Riggs (2001:37) meng- ungkapkan bahwa, sebuah Sekolah Minggu yang berhasil tidak terjadi secara kebetulan, begitu juga guru Sekolah Minggu yang berhasil. Ia harus memiliki beberapa kecakapan pembawaan dan sifat rohani yang tertentu, lalu dengan rajin mempersiap- kan diri untuk pekerjaannya. Sebagai seorang guru Sekolah Minggu, ada beberapa syarat yang harus dimiliki antara lain:

1. Telah Diselamatkan

Sekolah Minggu bukan hanya menyampaikan penge- tahuan Alkitab, namun juga mementingkan pembinaan hidup.

Salah satu tujuan dari pendidikan di Sekolah Minggu adalah

(25)

menjadikan murid-murid atau anak-anak menjadi serupa dengan Kristus. Liauw (2001:20) mengungkapkan bahwa, seorang yang ingin menjadi guru Sekolah Minggu haruslah seorang yang telah diselamatkan. Ia harus mempunyai pengala- man keselamatan dan memiliki kesaksian bagaimana ia menge- nal dan menerima Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhannya.

Demikian pula diungkapkan oleh Stephen Tong (1995:23) bahwa, seorang guru agama Kristen haruslah seorang yang diperanakan pula (dilahirkan kembali). Pendidikan di Sekolah Minggu sangatlah berbeda dengan pendidikan di sekolah- sekolah pada umumnya. Ada penekanan yang lebih bersifat kekekalan dan kehidupan Kristen dalam Sekolah Minggu.

Seorang yang tidak memiliki hidup Kristus tentu tidak sanggup membina hidup, apalagi mempengaruhi hidup orang lain, sampai menjadi serupa dengan Kristus. Maka pengalaman lahir baru/diselamatakan merupakan syarat utama bagi se- orang guru Sekolah Minggu. Seorang yang tidak mengenal Yesus secara pribadi tidak akan dapat mengajarkan tentang Yesus kepada murid-muridnya, secara pribadi.

2. Bertumbuh Secara Rohani

Seorang Kristen yang suam-suam kuku dan tidak punya kerinduan untuk maju dalam kehidupan rohani, tidak mungkin punya gairah untuk memperhatikan kehidupan orang lain.

Dimikian pula dikatakan oleh Liauw (2001:22) bahwa, seorang yang ingin terlibat dalam pelayanan Sekolah Minggu, harus se- orang Kristen yang pertumbuhan kerohaniannya sehat. Sebab

(26)

itu hanyalah orang Kristen yang memiliki kerinduan untuk ber- tumbuh dalam Kristus layak menjadi guru Sekolah Minggu. Se- cara logis saja bagaimana guru dapat mengajar muridnya untuk bertumbuh dalam iman jika ia sendiri tidak bertumbuh dalam iman.

3. Setia Terhadap Gereja

Tugas seorang guru Sekolah Minggu bukan hanya mem- bawa orang datang ke Sekolah Minggu, tapi lebih daripada itu.

Diungkapkan pula oleh Liauw (2001:23) bahwa, seorang guru Sekolah Minggu yang sering absen dalam kebaktian di gereja, bukanlah guru yang dapat menjadi teladan dalam kehidupan rohani. Ia harus sanggup menjadi seorang guru yang memimpin murid untuk menjadi satu bagian dalam Gereja, mengikuti iba- dah di Gereja dan kebaktian-kebaktian lain.

4. Memahami Pelayanan Pendidikan adalah Panggilan

Bila guru memahami bahwa pelayanan pendidikan di Sekolah Minggu adalah panggilan khusus dari Allah, dan yakin bahwa dirinya sedang melayani Allah, maka seharusnya ia da- pat setia dan bertanggungjawab kepada Allah, sehingga dalam kesulitan yang bagaimanapun, ia dapat tetap teguh dalam iman, sabar, dan setia sampai pada akhirnya. Seorang guru harus memiliki keyakinan iman bahwa dia diberi mandat oleh Tuhan untuk mendidik orang lain (Setiawani & Tong 2008:58). Dalam pribadi seorang guru Sekolah Minggu harus ada kesadaran bah-

(27)

wa tugasnya bukan semata-mata karena kecakapannya menga- jar tetapi Allah memberikan karunia dan panggilan atas dirinya.

5. Suka pada Anak Didiknya

Tidak semua orang suka mendekati anak-anak/remaja, dan pula tidak semua orang suka bergaul dengan pemuda. Se- orang guru Sekolah Minggu harus lebih dahulu menemukan tingkatan usia mana yang disukai dan menarik untuk diajar.

Menurut Liauw (2001:29), pengenalan yang semakin baik ter- hadap anak didik akan menghasilkan cara dan sikap pena- nganan yang semakin baik pula. Sementara Stephen Tong (1993:27) menekankan bahwa, hanya guru yang mengindahkan dan mengasihi anak-anak, baru bisa mengajar anak-anak.

Dengan mengindahkan dan kasih pada anak-anak barulah seorang guru dapat menerjunkan diri dengan sepenuh hati untuk mendidik. Seorang guru yang mengetahui obyek yang tepat dengan dirinya, barulah dapat mengajar dengan efektif.

6. Baik Kesaksian Hidupnya

Seorang guru dituntut untuk menjadi teladan bagi mu- ridnya, baik dalam kata-kata, perbuatan, iman maupun kasih.

Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, demikian juga kesaksian hidup yang baik, adalah syarat dasar bagi seorang guru Sekolah Minggu. Kesaksian hidup yang baik dapat mendo- rong anak Sekolah Minggu untuk mau meneladani kehidupan rohaninya serta apa yang diajarkannya berjalan berpadanan dengan hidupnya.

(28)

7. Bertangungjawab

Seorang guru Sekolah Minggu memiliki tanggungjawab kepada dirinya, waktu dan persiapan kelas. Jika seorang guru Sekolah Minggu bukan seorang yang bertangungjawab maka dalam melaksanakan tugasnya ada kemungkinan besar ia tidak akan bertangungjawab dan ada kemungkinan ia akan asal- asalan atau tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan tugas- nya.

8. Guru yang Terlatih

Guru Sekolah Minggu yang berhasil harus mengisi diri dengan pengetahuan Alkitab, memahami ciri-ciri khas dari tingkah laku murid, maupun perkembangan jiwa muridnya, menguasai teori mengajar yang dasar; juga memahami admi- nistrasi dan organisasi Sekolah Minggu. Tetapi seorang pendi- dik seharusnya tidak berhenti belajar. Dia harus terus menerus memperdalam atau mencari informasi baru mengenai keadaan peserta didik yang diajar, mengenai metode mengajar yang menarik dan relevan, dan mengenai konsep alkitabiah maupun teologis yang diajarkan (Sumiyatiningsih 2006:43).

9. Bersandar pada Kuasa Roh Kudus

Pendidikan di Sekolah Minggu berbeda dengan pendi- dikan umum, tetapi merupakan pembinaan dan pembentukan pola hidup. Hal ini baru bisa dicapai jika dengan kuasa Roh Tuhan saja. Itu sebabnya, seorang guru perlu memahami bahwa hanya dengan bersandar pada kuasa Roh Kudus, kita dapat me-

(29)

layani Allah dan menjadi guru Sekolah Minggu yang berhasil.

Pentingnya bersandar pada kuasa Roh Kudus karena Roh Kuduslah yang menyatakan kebenaran, bahkan dalam hal diri kita (Dresselhaus n.d.:44). Roh Kudus memberi kekuatan pada para rasul untuk mengajar demikian pula Ia memberi kita hal yang sama dengan para rasul, karena janji tersebut diberikan oleh Tuhan Yesus bagi semua orang yang percaya pada-Nya.

B. TUGAS GURU SEKOLAH MINGGU

Sebagai seorang guru Sekolah Minggu bukan berarti bahwa menjadi seorang yang tanpa tugas. Ada tujuh tugas/

kewajiban yang dituntut dari seorang guru Sekolah Minggu, antara lain:

1. Mengajar

Yang disebut mengajar adalah suatu proses belajar mengajar, di mana di dalam proses mengajar dan belajar ter- sebut, guru harus dapat mewujudkan suatu perubahan dalam diri murid, misalnya: perubahan pengetahuan, sikap maupun tingkah laku. Melalui Alkitab Rasul Paulus menyebutkan diri- nya sebagai pengajar, ia sanggup mewujudkan perubahan bagi orang lain (1 Tim. 2:7).

2. Menggembalakan

Nabi Yehezkiel menegur gembala-gembala pada zaman- nya yang tidak menunaikan kewajiban mereka. Hal yang ber-

(30)

beda bila dibandingkan dengan Tuhan Yesus, gembala yang baik.

Gembala-gembala Israel (Yeh. 34:2-6)

Yesus Gembala Yang Baik (Yoh. 10:11-18) Menggembalakan dirinya

sendiri

Gembala yang baik membe- rikan nyawanya bagi domba- dombanya

Menikmati susunya, meng- ambil bulunya untuk pakaian, yang gemuk disembelih, te- tapi domba-domba itu sendiri tidak gembalakan.

Gembala mengasihi domba- Nya terbukti Gembala menge- nal domba-domba-Nya dan domba-domba-Nya mengenal Gembalanya.

Domba yang lemah tidak dikuatkan, yang sakit tidak diobati, yang luka tidak di- balut, yang tersesat tidak di- bawa pulang, yang hilang ti- dak dicari.

Menuntun domba yang terse- sat sehingga menjadi satu ka- wanan dengan domba gem- balaan-Nya.

Diinjak-injak dengan keke- rasan dan kekejaman.

Gembala memberikan nyawa- Nya bagi domba-domba-Nya.

Domba-domba menjadi ber- serak dan menjadi makanan bagi segala binatang di hutan.

Tidak seorangpun mengambil domba dari Gembala, melain- kan Gembala memberikannya menurut kehendak-Nya sen- diri.

Guru-guru Sekolah Minggu sebagai murid Kristus harus meneladani Yesus sang guru dan gembala yang baik dalam menggembalakan domba-domba kecil dengan sepenuh hati. Se- orang gembala yang baik mempunyai hati yang rela berkorban dan tidak akan meninggalkan domba-dombanya, meski meng- hadapi kesulitan. Ia adalah gembala yang mengenal kebutuhan dombanya sehingga memberi makanan yang tepat. Gembala yang baik juga bersedia membawa domba yang berada di luar kandang dan tersesat untuk masuk ke dalam kandangnya dan memenuhi kebutuhan domba-domba gembalaannya.

(31)

3. Hati yang Kebapaan

Seorang guru bukan menggurui, tapi juga harus me- miliki hati seorang Bapa. Banyak sekali guru dapat mendidik dan menegur orang, namun sedikit di antara mereka yang dapat memeluk, membesarkan, dan memperhatikan murid didiknya dalam Injil, seperti layaknya yang dilakukan seorang bapa terhadap anak kandungnya. Paulus dalam suratnya menyam- paikan kepada jemaat di Korintus bahwa ia adalah menjadi bapa bagi jemaat Korintus oleh Injil yang diberitakan kepada mereka (1 Kor. 4:15).

4. Memberikan Teladan

Rasul Paulus, selaku guru, sering kali dengan sangat berani menuntut orang Kristen untuk meneladaninya, sebagai- mana ia telah meneladani Kristus (1 Kor. 11:1; Flp. 3:17; 1 Tes.

1:5-6; 2 Tes. 3:7; 1 Tim. 4:11-13). Seorang guru akan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap muridnya karena murid mudah sekali meniru tutur kata dan tingkah laku sang guru.

Oleh karena itu, seorang guru perlu selalu memperhatikan diri sendiri apakah ia sudah mempunyai teladan yang baik bagi muridnya.

5. Menginjili

Sebagai seorang guru, Rasul Paulus mengajar orang- orang untuk percaya kepada Yesus Kristus; demikian juga sa- saran utama dari seorang guru Sekolah Minggu adalah meng- ajar muridnya untuk menerima Injil (1 Tim. 2:7). Sebagaimana

(32)

tujuan dari pendidikan Kristen adalah memimpin jemaat pada Yesus Kristus dan mendewasakan jemaat dalam Yesus Kristus.

Memenangkan seorang anak berarti menyelamatkan hidup yang masih utuh (Dresselhaus n.d.:12).

6. Mendoakan

Kewajiban lain dari seorang guru adalah mendoakan muridnya, mendoakan mereka dengan menyebut nama dan se- suai kebutuhan mereka. Paulus sebagai seorang guru bagi jemaat di Tesalonika bersama-sama dengan Silwanus dan Timotius senantiasa mendoakan jemaat di Tesalonika (2 Tes.

1:11-12). Setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, maka sebagai seorang guru kita harus mendoakan mereka satu- persatu sesuai dengan kebutuhan mereka. Ada kalanya murid kita mengalami kesulitan dalam pertumbuhan baik secara fisik maupun secara rohani, maka dalam hal ini guru berperan untuk mendoakan mereka. Dalam situasi tertentu murid-murid yang kita ajar hidup dalam keluarga yang bermasalah. Untuk masuk atau ikut campur dalam permasalahan keluarga anak adalah sesuatu yang sangat sulit atau bahkan dalam keadaan tertentu sangat tidak mungkin. Guru dapat berperan untuk medoakan persoalan mereka, sehingga persoalan tersebut tidak meng- ganggu pertumbuhan iman anak itu.

7. Meraih Kesempatan

Kewajiban yang harus dipenuhi seorang guru adalah meraih kesempatan. Setiap manusia hidup dalam kekekalan

(33)

dan kesempatan yang hanya sekejap dalam kekekalan. Kesem- patan yang hanya sekejap dalam kekekalan itu telah dipaparkan Allah di hadapan guru. Paulus menasihatkan pada Timotius dalam melakukan pelayanan untuk menggunakan setiap kesem- patan memberitakan firman, bersiap sedia baik atau tidak baik waktunya, menyatakan apa yang salah, menegor dan menasi- hati dengan segala kesabaran dan pengajaran (2 Tim. 4:2). Bila guru Sekolah Minggu sanggup memanfaatkannya, mungkin ha- nya melalui sepatah-kata atau sikap, mungkin juga melalui doa syafaat, akan memberikan pengaruh yang berharga bagi murid- nya.

C. PERSIAPAN SEORANG GURU

Seorang guru Sekolah Minggu yang ideal dituntut untuk terus memupuk diri. Bagaimanakah seorang guru mempersiap- kan pelajarannya? Mungkin pertanyaan ini timbul dari setiap kita guru-guru Sekolah Minggu. Berikut langkah-langkah dasar bagi persiapan guru Sekolah Minggu:

1. Berdoa

Sebelum mempersiapkan bahan pelajaran, seorang guru harus terlebih dahulu memohon Roh Kudus untuk membuka dan menyucikan hatinya, agar Tuhan dapat membuka hatinya dengan rela dan menerima kebenaran Allah tanpa mengalami rintangan. Melalui berdoa kita juga meminta kuasa Roh Kudus bekerja dalam diri kita sebagai guru maupun kepada murid- murid kita. Dengan doa kita juga meminta pertolongan dan

(34)

hikmat dari pada Allah untuk kita mengajar. Mempersiapkan apa yang akan diajarkan bukan semata-mata karena kemam- puan intelek kita sebagai guru semata, melainkan ada peran Roh Kudus yang memimpin kita dalam mempersiapkannya.

2. Membaca Alkitab Dan Menentukan Pokok

Untuk melakukan bagian ini seorang guru tentunya harus memiliki satu pemahaman yang baik tentang Alkitab.

Pada bagian ini seorang guru harus teliti membaca inti ayat- ayat Alkitab baru setelah itu menentukan pokok pelajaran.

Selain harus teliti seorang guru Sekolah Minggu juga harus menguasai dengan baik isi Alkitab. Mungkin kita tidak dapat menghafal semua isi dari Alkitab, ayat demi ayat tetapi yang penting adalah kita menguasai dengan baik kebenaran firman Tuhan dalam Alkitab. Hal ini penting karena kita mengajarkan kebenaran, jika terjadi kesalahan dapat berakibat pada guru yang dapat menjadi penyesat-penyesat.

3. Menetapkan Kembali Tujuan Belajar Sesuai Kebutuhan Murid

Hal yang dasar dari penetapan tujuan pelajaran adalah seorang guru harus mengetahui apa kebutuhan dari murid- murid yang diajar. Sidjabat (2000:67) mengungkapkan bahwa, tujuan yang jelas sangat membantu guru dalam merencanakan bahan pengajaran, berkaitan dengan segi-segi kedalaman, ke- luasan dan relevansinya. Pada saat menetapkan tujuan belajar beberapa hal yang harus diingat adalah:

(35)

a. Titik tolak harus berasal dari pihak murid bukan dari pihak guru; bukan apa yang diharapkan guru tetapi yang harus di- laksanakan murid. Maksud dari hal ini adalah guru menyu- sun tujuan pelajaran dengan melihat kebutuhan-kebutuhan setiap murid dan apa yang diharapkan secara nyata dan mungkin untuk dilakukan oleh murid. Tidak mungkin se- orang guru mengharapkan murid yang diajarnya setelah mengikuti pelajaran dapat memimpin teman-temannya ber- doa sementara murid-murid itu dari kelompok umur di ba- wah 3 tahun. Apa yang diharapkan guru merupakan apa menjadi kebutuhan murid dan apa yang murid dapat lakukan secara nyata.

b. Harus mencakup hasil belajar yang dasar: belajar untuk memperoleh pengetahuan atau belajar memperdalam pe- ngertian, belajar dalam sikap dan tingkah laku atau belajar keterampilan. Tiga aspek yang harus di sentuh dari tujuan pelajaran adalah terjadinya perubahan dalam pikiran, hati, perbuatan.

Perasaan/Hati

Pikiran/

Pengetahuan

Perbuatan

(36)

Selain hal-hal di atas, ada beberapa hal lainnya yang ha- rus diperhatikan dalam pembuatan tujuan pelajaran adalah:

a. Tujuan harus jelas dan mudah dicerna. Tujuan pelajaran jika tidak mudah dimengerti maka akan menimbulkan ke- bingungan pada diri sendiri.

b. Tujuan haruslah spesifik. Maksudnya adalah tujuan pela- jaran tidak terlalu umum dan mengambang. Tetapi ada se- buah target atau gol yang jelas yang ingin dicapai.

c. Tujuan pelajaran haruslah memenuhi kebutuhan murid.

Tujuan pelajaran tidak bertujuan untuk menyenangkan guru tetapi ada satu hasil yang diperoleh yaitu memenuhi kebutuhan murid. Dengan demikian diharapkan dalam se- tiap murid terjadi perubahan baik perubahan secara penge- tahuan, hati atau perasaan dan tingkah laku atau perbuatan.

d. Waktu pencapaian tujuan harus jelas. Kapan tujuan itu akan dicapai? Apakah tujuan dicapai setelah pelajaran selesai atau minggu depan atau akhir semester? Hal ini haruslah jelas, sehingga dapat menjadi satu pedoman untuk dapat mencapai gol yang diinginkan.

4. Menyelidiki Alkitab

Hal ini dapat dilakukan dengan melihat ensiklopedia Alkitab, ikhtisar Alkitab ataupun tafsiran Alkitab. Mengetahui latar belakang yang berhubungan dengan ayat-ayat yang akan kita bahas akan sangat menolong dalam memberikan penje-

(37)

lasan dalam mengajar. Dengan hal ini juga kita sebagai seorang guru akan terhindar dari penjelasan-penjelasan yang menyim- pang maupun pengajaran yang dapat menyesatkan.

5. Mensistematiskan Bahan Pelajaran

Ketika mempersiapkan pelajaran, bahan yang telah di kumpulkan harus disusun secara sistematis. Penyusunan bahan pelajaran dengan baik akan sangat menolong kita sebagai se- orang guru dalam mengajar. Saya punya satu pengalaman yang berkaitan dengan hal ini. Satu ketika saya telah mempersiapkan bahan-bahan pelajaran untuk saya ajarkan di Sekolah Minggu.

Satu kesalahan saya adalah saya tidak menyusun pelajaran itu dengan baik dan sistematis sehingga ketika saya mengajar saya sedikit kebingungan baik antara yang saya jelaskan dengan alat peraga yang saya pakai.

Hal ini mungkin sering kita anggap sebagai sesuatu yang remeh atau dipandang sebelah mata. Tetapi jika melihat penga- laman yang pernah saya alami maka mensistimatiskan bahan pelajaran bukanlah sesuatu yang bisa dipandang sebelah mata.

Satu pengalaman lagi yang pernah saya alami adalah saya tidak mensistematiskan susunan tema pelajaran, sehingga saya sem- pat mengulang satu tema pelajaran dengan ayat, alat peraga yang sama dalam kelas yang sama. Jika hanya satu kali saja mungkin tidak menjadi masalah tetapi memiliki kemungkinan untuk sering terjadi. Oleh sebab itu sebagai seorang guru kita perlu untuk mensistematiskan bahan-bahan pelajaran kita maupun tema-tema pelajaran.

(38)

6. Menulis Garis Besar Yang Penting

Setelah guru menyusun secara sistematis bahan-bahan yang telah dikumpulkan waktu mempersiapkan pelajaran, maka ia haruslah menulis garis-garis besar yang penting, antara lain:

a. Pendahuluan. Pendahuluan merupakan bagian yang dapat menarik minat dan perhatian murid. Pendahuluan haruslah menarik minat murid-murid, tetapi jika pendahuluan ini tidak menarik minat murid maka guru akan kesulitan dalam menyampaikan pelajaran.

b. Inti sari Alkitab. Inti sari Alkitab adalah inti dari pelajaran Alkitab atau maksud penting dari ayat-ayat yang kita pakai.

Pada tahap ini kita dapat menuliskan hal-hal penting dan garis besar yang mudah diingat.

c. Penggunaan ayat. Penggunaan ayat yaitu memperluas ke- benaran sampai kepada penerapan kehidupan sehari-hari dan juga sebagai dasar dari apa yang kita ajarkan kepada murid-murid kita.

d. Kesimpulan dan penerapan. Kesimpulan haruslah jelas dan penerapannya haruslah benar-benar dapat diterapkan oleh murid.

7. Menetapkan Metode Mengajar Yang Sesuai

Setelah ada pembagian yang jelas, perlu juga dipikirkan tentang metode mengajar yang bervariasi, supaya suasana segar

(39)

selalu dinikmati dalam proses penyampaian pelajaran. Melalui metode mengajar yang baik kita akan sangat ditolong untuk menyampaikan pelajaran dengan baik. Guru yang paling mem- bosankan adalah guru yang hanya menggunakan satu metode saja. Oleh sebab itu guru perlu memikirkan metode apa saja yang harus dipikirkan.

8. Memilih Aktivitas Belajar Yang Sesuai

Proses mengajar harus meliputi aktivitas belajar, untuk memberikan kesempatan bagi murid bereaksi terhadap kebe- naran yang diajarkan. Agar dapat mencapai tujuan pelajaran yang telah ditetapkan sejak semula, aktivitas yang dipilih harus sesuai dengan tema pelajaran. Aktivitas-aktivitas yang dapat di pakai dalam mengajar Sekolah Minggu antara lain: permainan atau games, kuis, menyanyi, mewarnai gambar, dan lain-lain.

9. Membuat Rancangan Rencana Pelajaran

Ada berbagai bentuk rancangan pelajaran yang dapat kita pakai dalam menyusun pelajaran. Bila guru membiasakan diri membuat rancangan rencana pelajaran, tentu akan mem- persiapkan pelajaran lebih matang. Rencana pembelajaran adalah pernyataan dari tujuan yang akan dicapai dan cara-cara yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Kepentingan ren- cana pembelajaran adalah: a) Rencana pelajaran menjadi pe- doman bagi para guru, khususnya guru baru dalam mengajar;

b) Rencana pembelajaran membantu guru untuk memaksimal- kan waktu pengajaran, tidak ada waktu yang terbuang percuma

(40)

sering terjadi pada pengajaran yang tidak sistematis dan tidak terperencana; c) Rencana pembelajaran mencegah pembahasan guru yang tidak berhubungan dalam materi pengajaran.

Syarat-syarat dalam membuat rencana pembelajaran adalah: a) Penguasaan materi pelajaran; b) Pengenalan akan si- tuasi dan keadaan murid; c) Bahan-bahan atau alat dalam proses belajar mengajar; d) Pemahaman akan tujuan dari pela- jaran. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat rencana pembelajaran adalah: a) Rancangan pembelajaran ada- lah alat dalam proses belajar mengajar; b) Rancangan pembe- lajaran tidak perlu terlalu mendetail; c) Pelajaran harus diren- canakan dalam waktu yang sudah ditentukan; d) Cari sumber- sumber lain selain dari buku paket; e) Rancangan pembelajaran dapat dipakai sebagai dasar untuk rencana masa depan dan se- bagai sarana untuk evaluasi belajar. Dalam perumusan bahan pengajaran, kriteria yang harus diperhatikan adalah metode, tujuan, prinsip-prinsip belajar, waktu, masa lalu murid, faktor perkembangan, kebutuhan murid. Sementara isi rencana pem- belajaran yang sederhana adalah:

Tujuan

a. Kognitif: tujuan yang merujuk kepada perubahan dalam segi pengetahuan dan pengertian

b. Afektif: tujuan yang menunjukan kepada peru- bahan dalam sikap hidup emosi dan kehendak.

c. Psikomotoris: tujuan yang menunjukan kepada perubahan dalam segi ketrampilan, kecekatan berbuat dan tindakan nyata.

Materi pelajaran a. Topik: pokok bahasan

(41)

b. Referensi: buku paket atau buku-buku lainnya c. Alat dan bahan mengajar: alat-alat, bahan-bahan

yang dipakai dalam mengajar

d. Metode: cara menyampaikan bahan pengajaran.

Kegiatan pelajaran

a. Pendahuluan: menarik perhatian murid dan sebagai pengantar kepada isi pelajaran.

b. Isi pelajaran.

c. Kesimpulan.

Tugas

Contoh Rencana Pembelajaran sederhana (Marry 2004):

I. Tujuan

Diakhir pelajaran ini, murid-murid dapat:

A. Menyebutkan urutan penciptaan dengan benar

B. Berpartisipasi Aktif dalam menyanyikan lagu penciptaan C. Menggambar salah satu ciptaan Allah

II. Materi Pelajaran

A. Pelajaran : Allah menciptakan bumi dan segala isinya dalam 6 hari

B. Nats : Kejadian 1:2 C. Ayat hafalan : Kejadian 1:1 D. Alat dan Bahan Mengajar:

1. Gambar flannel

2. Tumbuh-tumbuhan dan gambar-gambar hewan 3. Kertas ayat hafalan

4. Kertas untuk menggambar dan alat menggambar

(42)

E. Metode : Cerita dan menyanyi bersama III. Kegiatan Belajar

A. Pendahuluan

1. Guru memimpin dalam doa pembukaan

2. Guru menunjukkan macam-macam tumbuhan dan gambar-gambar hewan

3. Guru bertanya, “ini apa?”

4. Biarkan murid-murid menjawab

5. Guru bertanya, “siapa yang menciptakan semua ini?”

6. Biarkan murid-murid menjawab

7. Guru berkata, “Allah yang menciptakan semuanya ini dan hari ini kita akan belajar tentang urutan

penciptaan.”

B. Isi pelajaran

1. Guru menunjukkan gambar-gambar penciptaan 2. Guru menceritakan urutan penciptaan satu persatu

sambil menunjukkan gambarnya.

3. Guru menyuruh murid-murid untuk menunjukkan gambar-gambar penciptaan.

C. Kesimpulan

1. Guru bertanya , “siapa yang bisa menyebutkan urutan penciptaan?”

2. Biarkan murid-murid menjawab.

(43)

3. Guru berkata, “ Allah adalah pencipta langit, bumi dan segala isinya. Allah menciptakan semuanya ini dalam 6 hari

IV. Tugas dan Ayat Hafalan

A. Guru membagikan kertas ayat hafalan dalam Kejadian 1:1

B. Guru menyuruh murid sama-sama membacakannya C. Guru membagi kertas untuk menggambar

D. Guru menyuruh murid menggambar salah satu ciptaan Allah.

E. Guru mengumpulkan gambar-gambar murid F. Guru memimpin dalam doa penutup.

RANGKUMAN

1. Keberhasilah Sekolah Minggu tidak dapat terlebas dari pe- ran Guru sebagai faktor penting dan istimewa. Sebagai fak- tor penentu keberhasilan Sekolah Minggu, seorang guru Sekolah Minggu harus memenuhi beberapa syarat: 1) Se- orang yang telah diselamatkan; 2) Seorang Kristen yang bertumbuh; 3) Seorang Kristen yang setia terhdap gereja; 4) Memahami pelayanan pendidikan adlah sebuah panggilan;

5) Suka pada anak didiknya; 6) Baik kesaksian hidupnya; 7) Bertanggungjawab; 8) Terlatih sebagai Guru; 9) Bersandar pada kuasa Roh Kudus.

(44)

2. Tujuh tugas/tanggungjawabseorang Guru Sekolah Minggu adalah bertugas untuk 1) Mengajar; 2) Mengembalakan; 3) Hati yang Kebapaan; 4) Menjadi teladan hidup; 5) Meng- injili; 6) Mendoakan; dan 7) Meraih kesempatan untuk mempengaruhi anak.

3. Persiapan guru Sekolah Minggu sebelum ia mengajar dian- taranya: 1) Berdoa; 2) Membaca Alkitab dan menetukan po- kok pelajaran; 3) Menetapkan kembali tujuan belajar sesuai kebutuhan murid; 4) Menyelidiki Alkitab; 5) Mensistema- tikan bahan pelajaran; 6) Menulis garis Besar yang penting;

7) Menetapkan metode mengajar yang sesuai dan akan digunakan; 8) Memilih aktifitas belajar yang sesuai; dan 9) Membuat rancangan rencana pelajaran.

(45)

Sekolah Minggu Adalah Generasi Penerus Gereja

(46)

4

MELAYANI KEPERLUAN MURID

A. PENDAHULUAN

Murid-murid kita adalah pribadi-pribadi. Pribadi setiap orang sangatlah berbeda-beda yang satu keras yang satu lem- but, yang satu pemalu yang satu lagi periang. Dalam banyak hal mereka sama, tetapi dalam banyak hal lain juga ada perbedaan.

Sasaran tujuan kita adalah kehidupan murid yang berubah su- paya dapat dilepaskan dari dosa dan kehidupan rohaninya da- pat bertumbuh. Dalam mengajar kita harus mengerti keadaan dan keperluan murid, hal ini penting supaya pelajaran yang kita ajarkan cocok dengan keperluan mereka dan mereka mau me- nerima ajaran kita juga supaya mereka dirangsang untuk mem- pelajari firman Allah.

B. KEPERLUAN ROHANI SECARA UMUM

Murid-murid memiliki keperluan atau kebutuhan rohani secara umum diantaranya:

1. Seorang murid perlu untuk lahir baru yaitu menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya.

(47)

2. Pengetahuan dan pengertian tentang siapakah Allah itu?

Berapa besar kasih-Nya?.

3. Bertumbuh dalam iman artinya lebih mengenal kehendak Allah, misal: bagaimana bersikap ramah dan santun terha- dap orang lain, bersikap penuh kasih terhadap suku apa- pun, dan menghargai firman Allah.

4. Sifat – Sifat jahat, misal: mudah tersinggung, lekas marah, kemalasan, semuanya harus dikendalikan dengan perto- longan Tuhan.

5. Kepandaian – Dalam mencari ayat-ayat Alkitab dan lain- lain.

C. KEPERLUAN ROHANI SECARA KHUSUS

Setiap murid mempunyai kebutuhan-kebutuhan, bukan saja kebutuhan umum tetapi juga kebutuhan secara rohani.

Sementara setiap guru tentunya harus mengetahui kebutuhan- kebutuhan anak didiknya atau muridnya. Beberapa cara supaya kita dapat melihat keperluan murid adalah:

1. Mengadakan Kunjungan

Kunjungan tidak selalu cocok jika orang tuanya belum percaya. Tetapi jika orang tua anak sudah percaya kepada Yesus hal ini sangatlah baik untuk dilakukan. Menurut Ralp M. Riggs (2001:101), kunjungan pribadi oleh guru merupakan cara ter- baik untuk menangani murid yang tidak hadir. Melalui kun-

(48)

jungan seorang guru dapat mengetahui apa yang menjadi ma- salah anak atau murid yang tidak hadir.

2. Berbicara Secara Pribadi

Biasanya ada guru yang memanggil muridnya untuk berbicara secara pribadi jika murid-muridnya memiliki masa- lah. Dengan berbicara secara pribadi kepada murid-muridnya si guru akan mendapatkan informasi yang ia butuhkan mengenai masalah anak didiknya. Guru juga dapat meminta setiap anak untuk bercerita mengenai keluarganya, hobinya, kegiatannya.

3. Memberi Perhatian

Dalam berbagai kegiatan Sekolah Minggu memberi per- hatian tehadap perilakunya dapat menolong kita untuk menge- tahui apa kebutuhan anak. Memperhatikan dia ketika mengada- kan kegiatan, misalnya: pada saat melakukan rekreasi atau ibadah padang dapat diperhatikan hal-hal berikut: Apakah ia suka berkelahi? Apakah ia cepat marah atau justru dia pen- diam? Bagaimana reaksinya ketika diganggu oleh teman?

Bagaimana ia memberikan respon terhadap aktivitas dalam ke- giatan yang dilaksanakan? Bagaimana hubungannya dengan guru-guru Sekolah Minggu? Bagaimana hubungannya dengan teman-teman sekelasnya?

4. Informasi dari Keluarga

Mencari informasi kepada keluarga atau orang terdekat.

Secara umum informasi yang diperlukan dari keluarga dapat

(49)

meliputi: Bagaimana hubungan anak dengan kakak atau adik- nya? Bagaimana hubungan anak dengan orang tua? Jika ada, bagaimana hubungan anak dengan pembantu rumah tangga?

Apa yang menjadi kebiasaannya sehari-hari? Jika diperlukan, bagaimana kebiasaan makannya?

Jika orang tuanya atau orang terdekatnya itu sudah per- caya pada Yesus dan menerimanya secara pribadi galilah infor- masi terkait dengan kehidupan rohani anak di dalam keluarga seperti: Bagaimana kehidupan doa anak? Lalu carilah informasi tentang pembacaan Alkitabnya. Dapatkan informasi apakah ke- tika di rumah, anak senang membaca buku-buku cerita Alkitab.

D. MENCOCOKKAN PELAJARAN DENGAN KEPERLUAN-KEPERLUAN MURID

Tujuan mengajar adalah supaya setiap murid menga- lami perubahan. Kita melihat keperluannya, apa yang harus diubah. Lalu dengan cara yang menarik kita menuntun dia ke- pada ayat Alkitab yang tepat dengan keperluannya. Kita men- jelaskan inti/isi firman Allah, lalu membantu dia untuk bisa mengerti ayat itu bagi dirinya sendiri. Lalu kita mendorong dia untuk menerapkannya pada keperluannya.

Mengajar bukan semata-mata transfer pengetahuan, te- tapi juga merupakan sebuah proses menolong orang mengalami perubahan dalam hidupnya. Mengajar bukan merupakan se- buah usaha mengisi anak dengan banyak materi, tetapi men- jawab kebutuhannya sehingga mengalami perubahan hidup.

(50)

RANGKUMAN

1. Murid adalah pribadi yang memiliki banyak perbedaan.

Untuk dapat melayani setiap murid, seorang guru harus menyadari bahwa pribadi memiliki keperluan Rohani.

2. Keperluan murid adalah perlu lahir baru, perlu memiliki pengetahuan dan pengertian tentang siapakah Allah, perlu bertumbuh dalam iman, memiliki sifat-sifat jahat, dan memiliki kepandaiaan.

3. Cara mengetahui keperluan murid secara khusus, maka se- orang guru perlu melakukan beberapa hal berikut: meng- adakan kunjungan, berbicara secara pribadi, memberi per- hatian dan mencari tahu informasi dari keluarga.

(51)

Sekolah Minggu Adalah Generasi Penerus Gereja

(52)

5

MENGENAL MURID

Mengenal murid dapat dilakukan dengan mempelajari pertumbuhan dari pribadi anak-anak, menyelidiki fakta-fakta dari pertumbuhan manusia, mempelajari hukum alamiah ten- tang pertumbuhan. Allah menetapkan prinsip-prinsip dasar dari pertumbuhan yang pada dasarnya sama di mana-mana dan tidak berubah. Tujuan mengenal pribadi anak adalah untuk menolong anak membangun pribadi yang sehat dan utuh seper- ti digambarkan dalam Lukas 2:52, di mana Tuhan Yesus ber- tumbuh dalam empat segi: fisik, hikmat, sosial, dan spiritual- Nya.

A. PEMBENTUKAN PRIBADI ANAK

Dalam setiap pribadi manusia ada tiga kekuatan yang dominan dalam mempengaruhi kepribadian anak, antara lain keturunan, lingkungan, diri anak itu sendiri.

1. Keturunan. Faktor keturunan adalah kemampuan yang di- tentukan oleh 48 kromosom dari ayah dan ibunya, maupun kakek dan neneknya. Inilah faktor penentu dalam ketu- runan dan sudah mulai ketika anak masih di rahim ibunya.

(53)

2. Lingkungan. Lingkungan merupakan sebuah faktor yang mempengaruhi si anak mulai dari sejak anak itu lahir.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi adalah orang tua, lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, tempat bermain, gereja dan temannya. Teman saya yang tinggal dalam keluarga yang keras, lingkungan yang keras, ketika ia mulai menginjak usia dewasa iapun cenderung menjadi pribadi yang keras. Perilaku tersebut tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi ketika ia masih kecil hal yang keras dalam kehidup- annya sudah nampak.

3. Diri Anak Itu Sendiri. Hal ini merupakan sebuah reaksi anak terhadap faktor keturunan maupun lingkungan. Si anak itu sendiri adalah faktor. Kita membentuk sebagian dari pribadinya dan sebagian adalah dari dirinya sendiri.

B. CIRI KHAS SETIAP ANAK

Seorang guru yang berhasil harus dapat memahami per- kembangan jiwa muridnya, hal ini penting karena murid mem- punyai ciri khas dalam pertumbuhan jasmani, ciri khas mental, keadaan emosi dan pergaulan, serta pertumbuhan rohaninya.

1. Masa Indria/Batita (Usia 2-3 tahun)

a. Aspek Jasmani

Ciri khas anak usia ini adalah sangat aktif, senang ber- lari dan berlompat. Sehingga usahakan agar ruang kelas luas, supaya memenuhi kebutuhan mereka. Mereka cepat lelah lalu

(54)

ototnya masih kecil dan belum berkembang secara sempurna sehingga belum dapat mengatur persendian otot-otot. Jadi jangan membuat aktivitas yang terlalu berat karena mereka belum dapat mengerjakan pekerjaan tangan terlalu berat. Pada umumnya sudah dapat mengendalikan diri dalam membuang air besar maupun kecil, tetapi ada beberapa anak pada usia ini dapat mengalami masalah dalam hal ini. Bila mengalami masa- lah dalam hal ini, mungkin disebabkan oleh ganguan emosi.

Mereka mudah terserang penyakit. Sehingga jagalah kebersihan kelas, pisahkanlah anak-anak yang sedang sakit. Pita suara be- lum berkembang dengan sempurna. Jangan memaksa mereka untuk menyanyi dengan nada tinggi, dengan suara yang tepat ataupun keras.

b. Aspek Mental

Daya konsentrasi anak usia ini sangat pendek, mudah merasa bosan. Sehingga waktu untuk bercerita cukup 5-10 menit. Lebih dari itu guru perlu aktivitas ekstra untuk dapat menarik kembali minat mereka dan mungkin ini agak sulit.

Rasa ingin tahu sangat besar, suka menjamah benda-benda yang ditemuinya. Sehingga guru perlu memperhatikan ling- kungan sekitar dan hindarkan benda-benda yang mudah pecah dan berbahaya. Mereka banyak belajar melalui pancaindra, se- hingga penggunaan alat peraga dalam menyampaikan pelajaran sangat berperan penting. Mereka menyukai hal-hal yang sudah dikenal dan senang untuk mengulang. Sediakan aktivitas yang telah dikenal mereka dan ulanglah cerita-cerita Alkitab. Bebe- rapa aktivitas baru memerlukan sosialisasi dengan anak usia

(55)

ini. Perbendaharaan kata masih sangat terbatas sehingga guna- kanlah kata-kata yang sederhana baik dalam bercerita maupun berdoa. Berkaitan dengan daya ingat, daya ingat mereka masih kurang, perlu sering diingat kembali. Sehingga gunakan bebe- rapa hari minggu untuk menceritakan satu tema, banyak hal yang perlu diingatkan berulang kali. Suka menggambar dengan jelas maka buatlah aktivitas menggambar, untuk mengembang- kan daya khayal mereka. Mereka senang belajar melalui bemain untuk itu ajaklah mereka mempelajari kebenaran melalui aktivitas bermain.

c. Aspek Emosi

Secara emosi, anak batita menyukai suasana yang sudah dikenal sehingga gunakan kelas yang sama modelnya. Model kelas baru dapat mengganggu perhatian mereka. Mereka akan lebih memperhatikan suasana kelas dibandingkan dengan pela- jaran yang disampaikan. Mereka takut pada orang asing, maka aturlah guru tetap yang sudah dikenal, jangan selalu atau ter- lalu sering mengganti guru kelas. Emosi anak usia ini tidak stabil sehingga guru harus ramah, memberikan rasa aman pada murid. Mereka sangat peka terhadap lingkungan sekitar sehing- ga penerangan kelas harus cukup, warna harus lembut dan menyenangkan.

d. Aspek Rohani

Anak batita senang meniru tingkah laku orang dewasa, termasuk juga sikapnya terhadap Tuhan. Selain mengajarkan

(56)

Alkitab, berikanlah contoh atau teladan. Banyak kebenaran yang tidak dapat dipahami, sehingga sikap dan tingkah laku guru harus menyebabkan mereka memahami arti hidup yang beribadah kepada Tuhan. Mereka tahu mengucap syukur pada Bapa di surga maka ajarkan mereka bersyukur dalam segala sesuatu. Mereka suka mendengarkan cerita Alkitab. Pada saat menyampaikan cerita, Alkitab sebaiknya selalu ada dalam ke- adaan terbuka supaya mereka dapat lebih yakin bahwa cerita tersebut dari Alkitab.

2. Masa Anak Kecil Atau Balita (Usia 4-5 tahun)

a. Aspek Jasmani

Pertumbuhan sangat cepat, banyak bergerak. Sehingga ruang kelas harus luas, supaya ada ruang untuk mengadakan aktivitas. Otot besar mulai berkembang, perlu meluruskan tangan dan kaki serta sukar duduk tenang dalam jangka waktu panjang. Otot kecil juga berkembang dan mereka sudah mulai dapat menggunakan pensil berwarna dengan baik, atau melaku- kan aktivitas pekerjaan tangan, seperti menggunting atau mele- kat dan sebagainya. Hawadi (2001:7) mengungkapkan tentang perkembangan fisik anak usia ini bahwa, otak pun telah ber- kembang sekitar 75% dari berat otak usia dewasa. Gigi masih merupakan gigi susu dan akan berganti pada perkembangan be- rikutnya dengan gigi tetap. Pita suara sudah berkembang baik, maka guru dapat mengajar mereka menyanyi dengan nada yang tepat, dan ajarkanlah lagu-lagu dengan memakai gerakan.

(57)

b. Aspek Mental

Dalam aspek mental daya konsentrasi masih terbatas.

Penerapan praktis untuk hal ini adalah waktu untuk bercerita cukup 10-15 menit. Mengingat perbendaharaan kata juga masih sangat terbatas maka usahakan berbicara pada mereka dengan kata-kata yang sederhana. Daya khayalan mereka mulai cukup kuat, tetapi belum dapat membedakan antara cerita yang se- sungguhnya dengan dongeng maka peganglah Alkitab ditangan ketika menyampaikan cerita Alkitab, jelaskan bahwa firman Allah sangat berbeda dengan dongeng. Konsep mereka ter- hadap waktu dan ruang masih sangat terbatas. Maka sebaiknya guru memakai istilah hari ini, besok, dahulu kala, ditempat yang jauh, untuk melukiskan waktu dan ruang. Mereka sudah mulai dapat mengulang istilah-istilah Alkitab yang didengarnya, tanpa memahami arti sesungguhnya. Tetapi jangan mengira mereka pasti memahami arti istilah Alkitab hanya karena mere- ka dapat mengucapkannya. Mereka senang mendengarkan ce- rita, sehingga lebih banyaklah membawakan cerita-cerita yang bermanfaat baginya. Suka mengajukan pertanyaan karena rasa ingin tahu cukup besar untuk itu berikan jawaban yang seseder- hana mungkin pada pertanyaan-pertanyaan mereka. Memang bagian ini sangat sulit dan membutuhkan usaha lebih dalam belajar sehingga dapat menjawab dengan sederhana.

c. Aspek Emosi

Emosi masih belum berimbang, mudah marah namun juga cepat reda. Penerapan praktis bagi guru dalam hal ini ada-

(58)

lah jangan terlalu tegang menghadapi pertengkaran antar anak, mereka akan segera berbaikan kembali sebelum orang dewasa menyelesaikan masalahnya. Gejala bergejolaknya amarah su- dah mulai berkurang. Bila timbul gejala marah-marah, guru perlu mengajarkan cara menyelesaikannya, bila perlu membim- bing untuk menyelesaikannya. Pada usia ini mudah timbul suatu perasaan takut pada hal tertentu, untuk itu hindari bagian cerita yang menakutkan dan jangan mengajar mereka dengan menakut-nakuti. Emosi yang timbul merupakan refleksi dari tingkah laku orang dewasa.

Masa balita merupakan masa pendidikan yang paling utama. Selama masa itu anak mempelajari tugas hidupnya dari contoh orang tua, sama seperti anak-anak Israel harus belajar dari orang tua mereka (Heath, 2005:18). Di sekolah guru adalah orang dewasa atau orang tua yang mereka lihat. Untuk itu guru harus tenang dan mantap, jadikan diri anda sebagai teladan mereka.

d. Aspek Rohani

Dalam hal rohani mereka dapat mengenal kasih Yesus melalui kasih orang. Sehingga guru harus melayani mereka de- ngan penuh kasih. Nyatakan kasih Kristus melalui kehidupan pribadi kita sebagai guru. Iman mereka terhadap Allah dinya- takan melalui rasa percayanya terhadap orang dewasa. Sehing- ga sebagai guru berusahalah agar murid dapat memperca- yainya. Mereka dapat belajar mengenal Allah melalui kebaktian, untuk itu aturlah kebaktian sesuai dengan tingkatan murid.

(59)

Mereka mulai memiliki kesadaran tertentu terhadap hal yang salah dan benar, maka ajarkan tentang pertobatan dan pengam- punan dosa pada mereka. Anak usia ini sudah dapat belajar ber- doa, maka ajarkan pada mereka bahwa Allah pasti mendengar doa meskipun jawaban-Nya ya, tidak atau tunggu sebentar.

3. Masa Pratama (Usia 6-8 tahun)

a. Aspek Jasmani

Anak masa pratama jasmaninya terus bertumbuh, tetapi kecepatannya semakin melambat, sehingga aturlah aktivitas yang membuatnya cukup banyak bergerak. Akan tetapi fisik mereka masih cepat letih, sehingga mereka memerlukan isti- rahat yang cukup, aktivitas belajar dan bermain harus seim- bang. Mereka tidak lagi bermain sendirian, sudah dapat menye- suaikan diri dalam permainan kelompok, maka guru harus mengatur permainan yang tertib agar tidak timbul persoalan dengan teman lainnya.

b. Aspek Mental

Secara mental daya khayalnya sangat kuat, sehingga me- reka sering membual, padahal hanya daya khayalnya yang kuat.

Mereka masih berpikir secara harfiah, belum dapat menerima hal-hal yang abstrak, sehingga guru perlu berbicara pada me- reka dengan kata-kata yang sederhana. Konsep terhadap waktu dan ruang masih sangat terbatas, maka sebaiknya pakailah istilah hari ini, besok, dahulu kala, ditempat yang jauh, untuk melukiskan waktu dan ruang. Kemampuan membacanya se-

(60)

makin bertambah, sehingga doronglah mereka membaca buku cerita rohani dan Alkitab. Mereka mulai memiliki daya ingat yang baik, maka mulai doronglah mereka menghafal ayat-ayat Alkitab pada akhir setiap pembelajaran.

c. Aspek Emosi

Mudah mencetuskan perasaan emosinya, sangat peka dan mudah senang atau sedih. Mereka merupakan masa anak- anak yang lucu, suka mengambil hati guru demi memperoleh pujian. Mudah dididik, namun perlu diperhatikan dalam mem- beri pujian dan dorongan yang tepat. Penuh rasa simpati dan memperhatikan orang lain, maka binalah semangat mereka untuk menolong dan melayani orang lain.

d. Aspek Rohani

Perkembangan secara rohani anak usia ini, imannya murni dan berminat pada kebenaran, sehingga ajarlah mereka kebenaran secara sistematis. Mereka sudah dapat berdoa dengan kata-kata sendiri secara spontan, karena itu beri kesem- patan untuk memimpin doa dan doronglah mereka mendoakan orang lain. Mereka mempunyai rasa ingin tahu tentang surga dan neraka. Dalam hal ini guru boleh menjelaskan tentang intisari keselamatan dengan sederhana. Umumnya mereka suka pergi ke Sekolah Minggu, sehingga dorong mereka menyukai aktivitas gerejawi dan ajarkan pentingnya ke gereja. Pengalaman rohani- nya diperoleh dengan meniru tingkah laku orang dewasa, se- hingga guru harus memberi teladan rohani.

Gambar

Gambar 1. Robert Raikes

Referensi

Dokumen terkait

Metode Ford-Fulkerson akan efektif digunakan dalam pemecahan masalah aliran maksimum seperti pada jaringan listrik yaitu jumlah aliran listrik di gardu induk sesuai dengan

Uspešno opravljeno delo je ustrezno nagrajeno Neposredni vodje ocenjujejo količino in ne kvalitete dela Podjetje potrebuje korenite spremembe Obveščenost zaposlenih je dobra Odnosi

Skripsi yang berjudul Usulan Pengendalian Persediaan Produk Oli Menggunakan Metode Economic Order Quantity Studi Kasus di CV.. Mandiri Luas Jaya ini adalah benar-benar hasil karya

Berdasarkan hasil analisis dari penelitian maka diperoleh hasil Kuat Tekan dan Tarik Belah Beton yang akan di tuangkan dalam bentuk grafik seperti pada gambar 1 s/d 6

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, The Protection of the Underwater Cultural Heritage, Wrecks dapat diakses pada. Vasa Museet, dapat

bergerak melewati medium, gelombang yang dihasilkan adalah penjumlahan masing-masing perpindahan dari tiap gelombang pada setiap titik.  Sebenarnya hanya berlaku

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa penerapan seluruh prosedur universal precautions memiliki peluang 6 kali untuk mencegah terjadinya tanda dan gejala

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Suryadi (2013) dan Himam (2015) menyatakan bahwa peran perawat dalam discharge planning pada